Selasa, 24 April 2018

Bahasa Indonesia Bagian II (Dua)


tahap dua kata, satu frasa (the two – word stage); dan (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).[[6]] 
1.      Endnote
Pada teknik endnote, nama pengarang diletakkan setelah bunyi kutipan atau dicantumkan di bagian akhir narasi, dengan ketentuan sebagai berikut.
a.       Membuat pengantar kalimat sesuai dengan keperluan
b.      Menampilkan kutipan, baik dengan kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung
c.       Menulis nama akhir pengarang tanpa koma, tahun terbit titik dua, dan nomor halaman di dalam kurung dan akhirnya diberi titik.
Contoh :
Ada aspek penguasaan pragmatik, anak dianggap sudah dapat berbahasa pada waktu ia mampu mengeluarkan kata-kata pertamanya, yaitu sekitar usia satu tahun. Akan tetapi sesungguhnya sejak masa-masa awal setelah kelahirannya anak mampu berkomunikasi dengan ibunya.
Demikian juga orang-orang dewasa di lingkungannya pun memperlakukan anak seolah-olah sudah dapat berbicara (Spencer dan Kass, 1970 : 130).[[7]]
A.        Penulisan Ibid, op.cit, dan loc. cit.
Singkatan ini digunakan untuk memendekkan penulisan informasi pustaka dalam footnote. Penulisan harus memperlihatkan persyaratan baku yang sudah lazim.
Ibid
a.       Ibid singkatan kata ibidium berarti di tempat yang sama dengan diatasnya.
b.      Ibid ditulis dibawah catatan kaki yang mendahuluinya
c.       Ibid tidak dipakai apabila telah ada catatan kaki lain yang menyelinginya.
d.      Ibid diketik atau ditulis dengan huruf kapital pada awal kata, dicetak miring, dan diakhiri titik.
e.       Apabila referensi berikutnya berasal dari jilid atau halaman lain, urutan penulisan : ibid, koma, jilid, halaman.
Contoh :
4 Hernomo, Mengikat Mana, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 109-130.
5 Ibid., 133-145.[[8]]
2.      op. cit. (ofere citato)
3.      loc. cit (loco citato)
a.       Loc. cit singkatan loco citato, berarti di tempat yang telah disebutkan,
b.      Merujuk sumber data pustaka yang sama yang berupa buku kumpulan esa, jurnal, ensiklopedi, atau majalah, dan telah diselingi sumber lain .
c.       Jika halaman sama kataloc.cit tidak diikuti nomor halaman, jika halaman berbeda kata loc. cit diikuti nomor
d.      Menyebutkan nama famili (keluarga) pengarang.
Contoh :
a.       Sarwiji Suwandi, “Peran Guru dalam meningkatkan Kemahiran Berbahasa Indonesia Siswa berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi“, Kongres Bahasa Indonesia VIII, (Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2003), 1-15
b.      Abraham H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian 2 terj. Nurum Imm, (Jakarta : Pustaka Binaman Presindo, 1994), 1-40
c.       Suwandi, loc.cit.[[9]]

DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 2003. Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Karyanto, Umum Budi. 2007.Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: STAIN Press.
HS. Widjono.. 2005. Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia Widiasarana.
FOOTNOTE
[1] J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asia dalam Bahasa Indonesia. hal. 244.
[2] Umum Budi Karyanto, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, hal. 81.
[3] Ibid
[4] Widjono H.S, Bahasa Indonsia, hal. 69.
[5] Karyanto, op. cit., 84-87
[6] Umum Budi Karyanto, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, hal. 88-89
[7] Ibid., h. 89-90.
[8] Widjono HS. Bahasa Indonesia. Hal. 69-70
[9] Ibid., 70-71
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....7
PEMAKAIAN TANDA BACA
A.     Ejaan dan Huruf
Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang  distandarisasikan. Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad, aspek morfologi yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis dan aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca[1]. Ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkanlambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana interrelasi antaralambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa.[2]
Huruf merupakan tanda aksara di tata tulis yang merupakan anggota abjad yang melambangkan bunyi bahasa. Huruf adalah bagian terkecil dari bahasa dan tidak bermakna.huruf merupakan sesuatu yang penting dalam bahasa. Dari huruflah semuanya lahir, dari huruflah tercipta karangan yang indah, puisi yang menarik, pantun yang jenaka, novel yang best seller, dari huruf tercipta nama-nama yang indah dan dari huruf tercipta ruang spasi yang indah dan pembeda segalanya.[3]
            Huruf adalah sebuah grafem dari suatu sistem tulisan, Dalam suatu huruf terkandung suatu fonem, dan fonem tersebut membentuk suatu bunyi dari bahasa yang dituturkannya. Setiap aksaramemiliki huruf dengan nilai bunyi yang berbeda-beda. Dalam aksara, biasanya suatu huruf melambangkan suatu fonem atau bunyi. Berbeda dengan logogram atau ideogram, yang hurufnya mewakili ungkapan atau makna suatu lambing.[4]
B.      Tanda Baca
Tanda baca dalam bahasa Indonesia merupakan salah satu kaidah bahasa yang sangat penting. Tanda baca merupakan simbol dalam suatu bacaan untuk dapat dipahami dengan mudah oleh pembacanya. Tanpa tanda baca, kita akan sulit memahami maksud yang terkandung dalam bacaan tersebut. Oleh karena itu, tanda baca tersebut sangat perlu kita pelajari agar kita tahu maksud dari suatu bacaan, dan mampu membuat tulisan dengan baik dan benar.
Tanda baca disebut jugapungtuasi. Pungtuasi yaitu tanda yang dipakai dalam bagian kalimat tertulis, dibuat berdasarkan unsur suprasegmental dan hubungan sintaksis. Unsur suprasegmental yaitu unsur bahasa yang kehadirannya bergantung kepada kehadiran segmental. Unsur ini terdiri dari atas tekanan keras, tekanan tinggi (nada) dan tekanan panjang.[5]
Tanda baca pada hakikatnya merupakan alat bantu yang berupa tanda-tanda baca untuk memperjelas maksud serta tujuan yang terkadung dari bahasa itu sendiri. Tanpa adanya tanda baca, suatu bahasa akan sangat sulit menduduki dirinya sebagai sarana komunikasi yang paling efektif.[6]
Tanda baca di dalam bahasa tulis dapat dipakai sebagai alat pengganti yaitu tanda baca dapat menggantikan unsur-unsur non bahasa dalam batas-batas tertentu seperti mimik, jeda, lagu, intonasi, dan aksen yang terdapat dalam bahasa lisan, sehingga gagasan atau pesan yang disampaikan mudah dimengerti oleh pembaca.[7]
Dalam suatu penuturan yang tidak disertai dengan tanda baca merupakan suatu teka-teki bagi pembaca, sehingga pemahaman yang dimiliki oleh pembaca merupakan suatu perbedaan saja.[8]
Dalam pengertian sehari–hari bahasa lebih diidentikan dalam bahasa lisan, tetapi untuk menuangkannya dalam bahasa tulisan sebagai pencerminan dari bahasa lisan menjadi agak sulit dan untuk memudahkannya dibuatlah tanda baca.
Apabila kita menggunakan bahasa lisan, orang akan lebih mudah untuk memahami apa yang dimaksud oleh penuturnya. Hal ini dikarenakan adanya intonasi pada kalimat-kalimat yang diucapkan. Tetapi segalanya akan menjadi lain ketika percakapan itu di tuangkan ke dalam bahasa tulisan, sebab segala intonasi yang terdapat dalam bahasa ragam lisan itu akan sukar untuk diungkapkan dengan bahasa ragam tulisan. Untuk menutupi segala kekurangan dan kesukaran itulah tanda baca sangat di butuhkan sebagai kunci atas apa yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca.[9]
C.      Latar Belakang Tanda Baca
Pengarang pada umumnya kebanyakan lebih suka memperindah kata-kata untuk dirangkai menjadi sebuah kalimat yang menarik, namun kata yang indah dan menarik itu belum tentu bisa dikatakan sempurna makanya tidak jarang dapat menimbulkan suatu hal yang kurang baik. Dalam beberapa hal bahasa lisan berbeda sedemikian rupa dengan bahasa tulisan. Umumnya bahasa tulisan ditandai dengan lagu, jeda, dan intonasi pada kalimat-kalimat yang disampaikan. Bila dituangkan dalam bahasaa tulisan maka akan sering dijumpai kesukaran-kesukaran sehingga tanpa adanya tanda-tanda baca, maka kesukaran-kesukaran itu tentu saja tidak akan dapat  tertanggulangi. Untuk menutup segala kekurangan itulah maka dibentuk tanda baca.[10]
Karangan yang baik tidak hanya di lihat dari segi kalimat serta keindahan kata-katanya saja, tetapi hendaknya juga memperhatikan faktor-faktor yang lainnya, salah satu diantaranya adalah tanda baca. Pada umumnya kebanyakan penulis sering mengabaikan penggunaan tanda baca dalam karangannya. Padahal peran tanda baca sangat penting sekali dalam membantu pembaca memahami isi suatu karangan dengan tepat dan benar. Mengingat betapa pentingnya tanda baca dalam sebuah karangan maka penulis akan mencoba memaparkan latar belakang terciptanya tanda baca berdasarkan beberapa ahli bahasa. Yang penulis baca dari beberapa buku karyanya.
D.     Jenis Tanda Baca.
Menurut pedoman umumejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan jenis tanda baca dapat digolongkan menjadi :
1.      Tanda baca titik yang penulisannya ditandai dengan ( . )
2.      Tanda baca koma yang penulisannya ditandai dengan ( , )
3.      Tanda baca titik koma yang penulisannya ditandai dengan ( ; )
4.      Tanda baca titik dua yang penulisannya ditandai dengan ( : )
5.      Tanda baca hubung yang penulisannya ditandai dengan (- )
6.      Tanda baca pisah yang penulisannya ditandai dengan (  )
7.      Tanda baca elipsis yang penulisannya ditandai dengan ( … )
8.      Tanda baca tanya yang penulisannya ditandai dengan ( ? )
9. Tanda baca seru yang penulisannya ditandai dengan ( ! ) 
10. Tanda baca kurang yang penulisannya ditandai dengan (( …))
11.  Tanda baca kurung siku yang penulisannya ditandai dengan ( [ … ] )
12.  Tanda baca petik yang penulisannya ditandai dengan ( “…” )
13.  Tanda baca petik tunggal yang penulisannya ditandai dengan ( ‘…’ )
14.  Tanda baca garis miring yang penulisannya ditandai dengan ( / )
15.  Tanda baca penyingkat atau apostrof yang penulisannya ditandai dengan ( ‘ )
E.     Fungsi Tanda Baca.
 Tanda baca merupakan suatu alat bantu untuk menandakan atau memperjelas maksud serta tujuan penulis dalam karangannya. Dengan adanya alatbantu yang berupa tanda baca pada sebuah karangan akan memudahkan pembaca memahami isinya.[11]
Di samping itu tanda baca juga dapat berperan dalam suatu tulisan yaitu sebagai alat pengganti terhadap unsur-unsur non bahasa seperti intonasi, dan lain sebagainya yang terdapat dalam bahasa lisan. Apabila tanda baca tidak ada maka akan menyulitkan pembaca memahami isim karangan.[12]
Dalam hal pembuatan karangan ilmiah, kesalahan huruf dan tanda baca sering muncul. Dan di dalam penulisan tanda baca sering sekali kita lalai dan melakukan kesalahan dalam penulisanya. Sehingga menjadikan karangan atau karya ilmiah kita menjadi sebuah karya yang kurang baik karena ada kesalahan dalam penulisanya. Dari berbagai kesalahan itu, sebenarnya para penulis karya ilmiah mampu untuk membuat tulisannya, akan tetapi mereka sering lalai dan ceroboh dalam penggunaan tanda baca. Karena apa, tanda baca selalu di anggap sepele dalam penggunaanya sehingga kadang menjadikan kalimat itu menjadi rancu dan berbeda arti.. Oleh karena itu, pemakaian tanda baca dalam penyusunan kalimat sangat perlu untuk diperhatikan.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi tanda baca disini adalah sebagai alat bantu dan sebagai alat pengganti unsur-unsur non bahasa dengan maksud agar memudahkan pembaca memahami ahli suatu tulisan.
F.      Perbedaan EYD dan EBI.
Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 tahun 2015, Mendikbud mencabut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).Dengan begitu, EYD sudah tidak berlaku lagi. Pemerintah menggantikannya dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
Jika kita anggap EBI adalah sistem ejaan baru, EBI adalah sistem ejaan keempat yang pernah digunakan di Indonesia. Tahun 1947 kita pernah menggunakan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Tahun 1959 kita pernah gunakan Ejaan Melindo, meskipun gagal diterapkan karena konflik politik Indonesia-Malaysia. Baru pada 1972-lah diterbitkan EYD yang berlaku hingga 25 November 2015.
            Secara yuridis, kini sistem ejaan yang resmi (diakui negara) adalah Ejaan Bahasa Indonesia yang terlampir dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015. Meskipun namanya ganti, tidak ada perbedaan mendasar antara EYD dengan EBI. Hanya ada tiga perbedaan yang dapat kitatemukan.
1.      penambahan huruf vokal diftong. Di EYD, huruf diftong hanya tiga yaitu ai, au, ao. Di EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei (misalnya pada kata geiser dan survei).
2.      penggunaan huruf kapital. Pada EYD tidak diatur bahwa huruf kapital digunakan untuk menulis unsur julukan. Dalam EBI, unsur julukan tidak diatur ditulis dengan awal huruf kapital.
3.      penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, dan menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ke tiga dihapus.[13]
G.    Pemakaian Huruf
1.      Abjad
Dalam bahasa Indonesia abjad yang digunakan terdiri dari huruf sebagaimana berikut:
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Huruf
Nama
A
A
I
i
Q
ki
B
Be
J
je
R
er
C
ce
K
ka
S
es
D
de
L
el
T
te
E
e
M
em
U
u
F
ef
N
en
V
fe
G
ge
O
o
W
we
H
ha
P
pe
X
eks




Y
ye




Z
zet
H.    Huruf Vokal         
Huruf
di depan
di tengah
di belakang
a
api
anak
lusa

anak
serak
duka
e+
enak
petak
turne

emas
kena
metode

elang
berat
periode
i
itu
simpan
murni

intan
biru
mentari

isyarat
timba
merpati
o
oleh
kota
toko

obeng
koran
bakso
u
ulang
bumi
ibu

udara
tukar
jambu

+ Dalam pengajaran lafal kata dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. Misalnya:    
Upacara dihdiri pejabat teras pemerintah.
-          Rambutnyaperang (perang)
                                    Bahaya perang (perang)
                                    Kami menonton film seri (seri)’
                                    Pertandingan itu berakhir seri.
I.        Huruf Diftong.
Dalam bahasa Indonesia dikenal diftong yang di eja denganau, ai dan ao, kemudian sekarang setelah di berlakukannya EBI maka bertambah dengan adanya ei,dilafalkan sebagai vokal yang diikuti oleh bunyi konsonan luncuran w atau  y; Diftong bukanlah gabungan dari dua bunyi vokal. Istilah semi vokal yang kadang-kadang dipakai untuk w atau y sudah menunjukkkan keduanya bukan vokal.
Contoh pemakaian:
Diftong
di depan
di tengah
di belakang
ai
ain
malaikat
tangkai
au
audio
saudara
lampau
oi
-
boikot
amboi
ei
-
geiser
survei

J.        Huruf Konsonan
Konsonan
di depan
di tengah
di belakang
b
bahasa
sebut
adab
c
cakap
kaca
-
d
data
pada
akad
f
fakir
kafan
maaf
g
guna
tiga
gudeg
h
hari
saham
tuah
j
jalan
manja
mikraj
k
kami
paksa
politik
l
lekas
alas
kapal
m
maka
kami
diam
n
nama
kenanga
daun
ng*
ngilu
angin
pening
ny*
nyata
hanya
-
p
pasang
apa
siap
q++
quran
furqon
sidiq
r
raih
bara
putar
sy*
syarat
isyarat
arasy
t
tali
mata
rapat
v
varia
lava
-
w
wanita
hawa
bungalaw
x++
xenon
-
sinar-x
y
yakin
payung
-
z
zakat
lezat
juz

Catatan:
+ Huruf k disini melambangkan hamzah
++ Khusus untuk kepentingan nama dan ilmu
* Didalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf konsonan yang melambangkan  satu bunyi konsonan. Yaitu kh, ng, ny, dan sy. Contohnya seperti pemakaian di atas. Gabungan huruf tersebut disebut diagraph (diagrap).
K.    Persukuan.
 Setiap suku kata Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Vokal dapat didahului atau diikuti konsonan.
a.       Bahasa Indonesia mengenal empat macam pola umum suku kata.
1.      Vokal, contoh: a-nak, i-tu  dan ba-u
2.      VK (Vokal-Konsonan), contoh: ar-ti, ma-in, om-bak dan in-dah
3.      KV (Konsonan-Vokal), contoh: ra-kit, ma-in, i-bu  dan ba-u
4.      KVK(Konsoanan-VokalKonsonan),contoh:pintu, malam, makan dancin-ta
b.      Di samping itu, bahasa Indonesia memiliki pola suku berikut.
1.      KKV (Konsonan-Konsonan-Vokal), contoh: pra-ja, sas-tra dan in-fra
2.      KKVK (Konsonan-Konsonan Vokal-Konsoanan), contoh: blok, trak-tor, prak-tis dankod-rat
3.      VKK (Vokal Konsonan-Konsonan) Contoh, eks, ons.
4.      KVKK (Konsonan-Vokal-Konsonan-Konsonan). Contoh, teks, pers.
5.      KKVKK(Konsonan-Konsonan-Vokal-Konsonan-Konsonan).Contoh, kom-pleks
6.      KKKV (K0nsonan-Konsonan-Konsonan-Vokal) Contoh, stra-ta.
7.      KKKVK (Konsonan-Konsonan-Konsonan-Vokal-Konsonan). Contoh, struk-tur.
c.       Pemisahan suku kata dasar
1.      Apabila suku kata berada di tengah kata yang ada dua vokal yang berurutan, pemisahan tersebut dilakukan diantara kedua vokal itu. Contoh: ma-in, sa-at, bu-ah dan be-o
2.      Apabila suku kata berada di tengah kata ada konsonan diantara du a vokal, pemisahan tersebut dilakukan sebelum konsosnan itu. Contoh: a-nak, ba-rang, su-lit dan le-bat
3.      Apabila suku kata berada di tengah kata ada dua konsonan yang berurutan, maka pemisahan tersebut terdapat dianatara kedua konsonan itu. Contoh: in-stru-men, ul-tra dan in-fra
4.      Imbuhan termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk dan partikel yang dapat ditulis serangkai dengan kata dasarnya dalam penyuluhan kata dipisahkan sebagai satu kesatuan. Contoh: ma-ka-nan , bel-a-jar, me-me nuh-i dan mem-ban-tu.[14]   
L.     Pedoman Pemenggalan Kata.
Pemenggalan kata ini berhubungan dengan penulisan bukan pengucapan. Jadi, pemenggalan kata tidak sama dengan penyukuan kata (siabifikasi).
a.       Pemenggalan kata jadian (kata kompleks) dilakukan pada pemegangan pada prinsip gramatikal:
1.      Awalan (prefiks) dan akhiran (sufiks) diperlukan sebagai satuan terpisah. Contoh:ber-asas, pel-a.jar, hi.tung-an.
2.      Bentuk gabungan dipenggal lebih dahulu atas nama satuannya. Contoh:  ba.gai-ma.na, ha.lal-bi-ha.lal, ser.ba-gu.na.
b.      Pemenggalan kata dasar baik kata Indonesia maupun kata serapan, dilakukan berpegangan pada otografis.
1.      Pemenggalan kata yang mengandung huruf-huruf vokal yang berurutan ditengahnya dilakukan diantara kedua huruf vokal tersebut. Contoh:a.or-ta, bu.ah, du.et
2.      Bagian kata yang terdiri atas satu vokal huruf (termasuk akhiran i). Contoh: a.da, i.ni, i.tu
3.      Suku kata yang mengandung gugus vokal,au, ai, ae, oi, ei,eu, dan ui,baik dalam kata-kata Indonesia maupun kata-kata serapan. Contoh: au.la, pu.lu, san.tai
4.      Pemenggalan kata yang mengandung sebuah huruf konsonan. Contoh:  ba.pak, ka.bar, la.wan.
5.      Pemenggalan kata yang mengandung dua huruf konsonan berurutan yang tidak mewakili satu fonem dilakukan diantara kedua huruf konsonan itu. Contoh:  ap.ril, cap.lok, jan.ji
6.      Pemenggalan kata yang ditengahnya terdapat diagraph atau gabungan huruf konsonan yang mewakili fonem tunggal dilakukan dengan mempertahankan kesatuan diagraf itu. Contoh: akh.lak, bang.sa, bu.nyi
M.    Nama Diri.
Untuk penulisan laut, gunung, jalan, sungai, tempat dan sebagainya disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan dan Ejaan Bahasa Indonesia saat ini. Begitu juga dengan penulisan nama orang, badan hukum, juga nama diri lain, yang sudah lazim dipakai sesuai dengan EYD, kecuali apabila ada pertmbangan yang bersifat khusus.[15]
N.    Pemakaian Tanda Baca.
1.    Tanda Titik.
a.       Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Contoh: Ayahku tinggal di Solo. Dia menanyakan siapa yang akan datang. Hari ini tanggal 6 April 1978.
b.      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Contoh: III. Departemen Dalam Negeri / Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
c.       Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Contoh: Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d.      Tanda titik dipakai untuk meimsahkan angka jam, menit dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Contoh:
           1.35.20 jam 1 jam, 35 menit, 20 detik)
           0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
           0.0.30 jam (30 detik)
e.       Tanda titik dipakai dalm daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit. Contoh: Siregar, Merari, 1920.Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai         Poestaka.
f.       Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannnya.             Contoh: Desa itu berpenduduk 24.000 orang. Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
g.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Contoh: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
h.      Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Contoh: Acara Kunjungan Adam Malik. Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD’45). Salah Asuhan.
i.        Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. Contoh: A.S. Kramawijaya / Muh. Yamin
j.        Kesalahan dalam Pemakaian Tanda Titik
Contoh wacana penggunaan tanda titik yang salah dan perbaikannya.
DOKTER GIGI
dr. Ny. Arjanti .S
Praktik tiap hari, kecuali minggu
Mulai pukul 08.00 WIB-17.00 WIB
          
Tanda titik yang yang ada pada nama di atas tidak semua betul, dalam penempatan titik sebelum huruf “S” tidak tepat. Seharusnya tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama. Jadi tanda titik di atas seharusnya ditempatkan setelah huruf “S” yang merupakan singkatan nama. Berikut perbaikannya: “dr.Ny. Arjanti S.”[16]
2.    Tanda Koma (,)
a.       Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur perincian atau pembilangan. Contoh: Saya membeli kertas, pena, dan tinta. Surat biasa, surat kilat, maupun surat khusus memerlukan prangko.
b.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berkutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, atau melainkan. Contoh: Saya ingin datang, tetapi hari hujan. Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak kasim.
c.       Tanda koma digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Contohnya: Kalau hari ini hujan, saya tidak datang.
d.      Tanda koma dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun, begitu, akan tetapi. Contoh:
            ....... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
            ....... Jadi, soalnya tidka semudah itu.
e.       Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti, o, ya, wah, aduh, kasihan, dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat. Contohnya: O, begitu! Wah, bukan main!
f.       Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dari kalimat. Contohnya:
Kata Ibu, “Saya gembira sekali”. “Saya gembira sekali”, kata Ibu, “karena kamu lulus”.
g.      Tanda koma dipakai untuk diantara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, dan (4) nama tempat dan wilayah yang ditulis berurutan. Contoh:
h.      Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Contoh: Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia.        Jilid 1 dan 2. Djakarta: Pustaka Rakjat.
i.        Tanda koma dipakai diantara bagian-bagian dalam catatan kaki. Contoh: W.J.S. Poerwadinata, Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
j.        Tanda koma diapakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannyadari singkatan nama diri, keluarga atau marga. Contoh: Ratulangi, S.E. Ny. Khodijah, M.A.
k.      Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dalam angka. Contoh: 12, 5 m / Rp12,50
l.        Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Contoh: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali. Di daerah kami, misalnya, masih banyak laki-laki yang makan sirih.
m.    Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Contoh: Dalam upaya pengembangan dan pembinaan bahasa, kita memerlukan         sikap yang sungguh-   sungguh. Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
n.      Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lainyang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Contoh: “Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
3.    Tanda Titik Koma (;)
a.       Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian yang sejenis dan setara. Contoh: Malam akan larut; pekerjaan belum selesai juga.
b.      Tanda titik koma dapat dipakai untuk pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara dengan kalimat majemuk. Contoh: Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafal pahlawan-pahlawan nasioal; saya sendri asyik mendengarkan s     iaranPilihan Pendengar.
4.    Tanda Titik Dua (:)
a.       Tanda titik dua dapat di pakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti pada rangkaian atau pemerian. Contoh: Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja dan lemari. / Hanya ada dua pilihan bag para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
b.      Tanda titik dua tidak digunakan pada rangkaian atau perian itu merupakan perian yang mengakhiri pernyataan. Contoh: Kita memerlukan kursi, meja dan lemari.
c.       Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Contoh:
            Ketua              : Tsuraya Laiba S.
            Sekretaris        : Wahab Abdul G.M.
            Bendahara       : Ummi Maidah Uffah S.
d.      Tanda ttik dua dapat dipkai pada teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Contoh:
            Ibu       : (meletakan beberapa kopor) “Bawa kopor itu, Mir!”
            Amir    : “Baik, Bu.”(mengangkat kopor dan masuk).
            Ibu       : “Jangan lupa”, letakan baik-baik!” (duduk di kursi besar).
e.       Tanda titik dua dipakai (1) di antara jilid atau nomor dan halaman, (2) di anatara bab dan ayat dalam kitab suci, (3) di anatar judul dan anak judul pada karangan, serta (4) di antara nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.         Contoh;
            Tempo, 1 (34), 1971:3
            Surah Yasin: 9
Karangan Ali Hakim,Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi , sudah       terbit.
5.    Tanda Hubung (-)
a.       Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.   Contoh: Di samping cara-cara lama itu ju-ga cara yang baru.
b.      Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Contoh:
            Kini ada cara baru untuk meng-
            ukur panas.
            Senajata merupakan alat pertahan-
            an yang canggih.
            Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada       pangkal baris.
c.       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Contoh: Anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan. Angka2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan           notula,             tidak dapat dipakai untuk tulisan karangan.
d.      Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjels (1) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (2) penghilangan bagian kelompok kata. Contoh: ber-evolusi, dua-puluh ribuan (20 x 1.000), tanggung-jawab dan kesetiakawanan-sosial
e.       Tanda hubung dipakai untuk merangkai (1) se- dengan kata beikutnya yang dimulai dengan huruf kapital , (2) ke- dengan angka , (3) angka dengan an-, (4) singkatan berhuruf  kapital dengan imbuhan atau kata, dan (5) nama jabatan rangkap. Contoh: se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan,       hari-H, sinar-   X; Menteri Sekretaris Negara.
f.       Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Contoh: di-smash, pen-tackle-an.[17]
6.    Tanda Pisah (—)
a.       ­­Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun tersebut. Contoh: Wikipedia Indonesia—saya harapkan—akan menjadi Wikipedia terbesar Kemerdekan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh     bangsa sendiri.
b.      Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti “sampai dengan” atau“sampai ke”.
Contoh:
1918—1961
Cepu—Yogyakarta
15—24 Desember 1999
7.    Tanda Elipsis (...)
a.       Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.Contoh: Kalau begitu … ya, marilah kita berangkat sekarang sebelum hujan turun.
b.      Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yangdihilangkan. Contoh: Faktor-faktor kemunduran  … akan dievaluasi lebih lanjut.
8.    Tanda Tanya (?)
a.       Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Contoh: Kapan Siska Pulang? Bapak menjeput Nurul bukan?
b.      Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurang untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Contoh:  Beliau keturunan darah biru(?) Berlian seharga 26 juta rupiah (?) hilang.
9.    Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi-yang-kuat.Contoh:  Alangkah indahnya kota Yogyakarta! Tutup semua jendela!
10.               Tanda Kurung ((...))
a.       Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Contoh: Dalam rapat guru yang diadakan kemarin membahas tentang KBM            (Kegiatan Belajar Mengajar) Madrasah Tsanawiyah Negeri Sleman.
b.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Contoh: Sajak Tranggono yang berjudul Ubud (nama yang terkenal di Bali) ditulis   pada tahun 1962. Keterangan itu (lihat tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru          dalam pasaran dalam negeri.
c.       Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.Contoh: Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadikokain(a). Korban kecelakaan itu berasal dari (kota) Purbalingga.
d.      Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.Contoh: Manajemen pembelajaran menyangkut masalah (1) perencanaan,     (2) pelaksanaan, dan   (3) penilaian.Contoh wacana penggunaan tanda kurung yang salah dan perbaikannya.
Rinnai
GAS WATER HETER
( SIANG-SIANG )
Sama halnya dengan tanda garis miring, tanda kurung pun bila mengapit suatu katamenempatkannya tidak memakai spasi baik diawal sebelum kata, maupun sesudah kata yang diapit. Dari gambar di atas, jelas tanda kurung yang mengapit kata “siang-siang” di atas itu, tidak tepat. Sebaiknya tanda kurung itu tidak menggunakan spasi baik sebelum kata “siang” maupun sesudah kata“siang” yang diapitnya. Misalnya: (siang-siang).[18]
11.    Tanda Kurung Siku ([...])
a.       Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda yang menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Contoh: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemersik.
b.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertandakurung. Contoh: Persamaan kedua kasus ini (perbedaannya dituliskan di dalam Bab III [lihat halaman 25-28]) perlu ditinjau kembali.
12.    Tanda Petik (“...”)
a.       Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lainnnya.Contoh: Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”
b.      b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam-kalimat.Contoh:Bacalah “Karakteristik Ajaran Agama” dalam buku Metodologi-StudiIslam. Puisi “Aku” ditulis oleh penyair terkenal Khairil Anwar.
c.       Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.Contoh: Kebanyakan remaja saat ini memakai celana “pensil”.
d.      Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Contoh: Kak Tino, “Saya pesan dua ”
e.       Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Contoh: Karena proporsi tubuhnya kecil, dia dijuluki “ Si Mungil”. Bang Kholil sering disebut “jagoan”; dia sendiri tidak tahu sebabnnya.
13.    Tanda Petik Tunggal (‘...’)
a.       Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit petikan yang tersusun dalam petikan lain.Contoh: Waktu ku buka pintu depan, kudengar teriak anakku,’Ibu Bapak pulang’,   dan rasa letihku lenyap seketika,”ujar Pak Hamdan”.
b.      Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit terjemahan, ungkapan asing,ataupenjelasankata.Contoh: Problem-Solving  ‘pemecahan masalah’ feed-back  ‘balikan’
14.    Tanda Garis Miring (/)
a.       Tanda garis miring digunakan di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua takwim.Contoh:No.53/PR/2009 Tahun Pelajaran 2009/2010
b.      b. Tanda garis miring digunakan sebagai pengganti kata "atau", “tiap”. Biasanya untuk dua kata yang bersinonim. Contoh: mengangkat/menjinjing. (dibaca: mengangkat atau menjinjing) Perjalanan Yogyakarta—Palembang ditempuh lewat darat/udara.
c.       Contoh wacana penggunaan garis miring yang salah dan perbaikannya.
15.    Tanda Penyikat atau Apostrof ( ' )
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.Contoh: Pesawat selanjutnya  ' kan tiba setengah jam kemudian.  ('kan = akan)24-April  ' 90. -(' 90=1990) Malam  ' lah larut.  (' lah = telah)
O.     Penggunaan Tanda Baca Dalam Wacana.
Topik: Seputar Ahok Singgung Al-Quran(Al-Maidah:51), Penistaan Agama!  Umat Islam Gerah. Sambutan Ahok di Kepulauan Seribu ditayangkan lewat situs berbagi video, YouTube. Ada satu kalimatnya yang menyinggung salah satu surat dalam Al-Quran yaitu Surat Al-Madah ayat 51. Beberapa kelompok masyarakat pun bereaksi. Dalam video itu, Ahok awalnya membahas tentang program panen bersama para petani. Dia meyakinkan petani bahwa program itu tidak akan bubar meski dia tidak terpilih lagi sebagai gubernur dalam pemilihan gubernur 2017.
Kecaman pertama datang dari politikus Partai Persatuan Pembangunan dan calon gubernur DKI Jakarta, Abraham 'Lulung' Lunggana bersama Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama usai melakukan pertemuan di Jalan Pondok Jaya, Mampang, Jakarta Selatan,
Ketua Partai Islam Damai dan Aman (Idaman) Rhoma Irama mengaku sudah membaca transkrip ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di depan warga Kepulauan Seribu, Rabu, 27 September 2016.
"Substansinya, ‘Jangan mau dibohongi surat Al-Maidah’. Ini tanpa kompetensi, berbicara soal Islam dan tafsir sama sekali salah. Ini penistaan agama,” ujar Rhoma Irama di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Idaman, Jakarta Timur, Minggu, 9 Oktober 2016.
Menurut Rhoma, ucapan itu menyinggung isu SARA yang sebenarnya harus diperhatikan pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum Daerah. "Ini pelanggaran SARA," ucap Rhoma. Sebagai pemimpin partai, dia meminta kadernya menyikapiucapan Ahok secara adil dan jujur Adapun arti dari Surat Al-Maidah ayat 51 yang diperbincangkan adalah:  “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.”(QS. Al-Maidah:51).
Pelaporan Ahok atas Tuduhan Menghina Agama dan Pemilih.
Meski sudah menjelaskan lewat akun Instagramnya bahwa dia tidak berniat menghina agama, namun sejumlah ormas Islam tetap melaporkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, ke polisi di dua lokasi berbeda.
Oleh tim sukses Ahok, pelaporan ini dinilai tidak akan berpengaruh terhadap para pemilih.
            Dan Ahok sendiri sudah menyatakan tidak berniat melecehkan ayat suci Alquran, terkait pernyataannya soal surat Al Maidah dan menegaskan dia tidak suka mempolitisasi ayat-ayat suci.
            Melalui akun Instagramnya, hari Kamis (06/10), Ahok menulis, "Saat ini banyak beredar pernyataan saya dalam rekaman video seolah saya melecehkan ayat suci Al Quran surat Al Maidah ayat 51, pada acara pertemuan saya dengan warga Pulau Seribu."
            "Berkenaan dengan itu, saya ingin menyampaikan pernyataan saya secara utuh melalui video yang merekam lengkap pernyataan saya tanpa dipotong. Saya tidak berniat melecehkan ayat suci Alquran, tetapi saya tidak suka mempolitisasi ayat-ayat suci, baik itu Alquran, Alkitab, maupun kitab lainnya," tambahnya.
Dilaporkan ke Bareskrim
Sejauh ini, Majelis Ulama Indonesia Sumatera Selatan sudah melaporkan Ahok atas tuduhan penistaan agama pada Kamis (06/10).
Sementara Sekretaris Jenderal DPP FPI, Habib Novel C. Hasan, juga sudah melaporkan Ahok atas tuduhan menghina agama ke Bareskrim Polri.
Ahok dilaporkan berdasarkan Pasal 156 a KUHP Jo pasal 28 ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Image copyright EPA Image caption Populiti Center mengatakan bahwa sekitar 42,5% pemilih beragama Islam memilih pasangan Ahok-Djarot.
Bukan hanya MUI Sumsel, MUI Pusat juga berencana akan ikut melaporkan Ahok ke Bareskrim, begitu juga dengan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dan akhirnya MUI pusat meneluarkan fatwa bahwa Ahok jelas melakukan penistaan agama.
Kontroversi surat Al-Maidah ini juga mencuat setelah kelompok yang menamakan diri Advokat Cinta Tanah Air melaporkan Ahok ke Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta pada 27 September lalu karena gubernur petahana tersebut dianggap tidak bisa menafsirkan Al-Maidah karena merupakan non-Muslim.
Terhadap berbagai aksi pelaporan ini, salah satu juru bicara tim sukses Ahok-Djarot, Sarifuddin Sudding mengatakan, "Masyarakat akan bisa memberikan penilaian, apalagi kalau kita mendengar secara utuh apa yang disampaikan  Pak Ahok, saya rasa tidak ada yang salah, dari masyarakat saya rasa bukti-bukti nyata, kinerja, yang akan dilihat."
Sudding menambahkan isu iitu tidak akan banyak membawa pengaruh.
"Karena orang Jakarta sudah cerdas, akan melihat dari sisi kinerja, bagaimana yang sudah dilakukan yang bersangkutan, sehingga kita tidak akan menguras energi untuk memberi tanggapan pada hal yang seperti itu".
“Mereka lebih mementingkan tiga hal, pengalaman, bersih dari korupsi dan tegas”. Nona Evita.
            Ketika ditanya soal laporan yang diajukan polisi, Sudding mengatakan, polisi 'tidak akan serta-merta menindaklanjuti jika tidak cukup bukti'.
Efek sementara?
Pendapat Sudding soal pemilih ini dibenarkan oleh Nona Evita, peneliti dari Populity Center.
            Lembaga polling ini pada Kamis (06/10) lalu baru mengeluarkan laporan terbaru yang menyatakan bahwa sekitar 42,5% pemilih se-DKI Jakarta tidak menghiraukan isu SARA. Menurut Nona, salah satu pertanyaan yang diajukan pada 600 responden adalah apakah mereka yang beragama Islam akan memilih calon pemimpin non-Islam.
Hasilnya, masyarakat penganut agama Islam paling banyak memilih pasangan Ahok-Djarot.
"Mereka lebih mementingkan tiga hal, pengalaman, bersih dari korupsi dan tegas," ujar Nona.
Perkembangan soal isu Ahok yang dituduh menghina agama terjadi setelah masa survei selesai, sehingga Nona mengatakan mereka tak bisa menjawab secara pasti seberapa besar isu ini akan berdampak pada pemilih, meski perkembangan terhadap tuduhan Ahok menghina agaima akan tetap mereka pantau dalam putaran survei selanjutnya.
"Efek sementara mungkin berpengaruh, tapi akan runtuh kalau misalnya akan ada kampanye terbuka, debat terbuka. Jika nanti sudah kampanye terbuka, tidak akan ada lagi (pembahasan) isu (pelecehan Al Quran) ini," ujar Nona.[19]
Ruhut Anggap Ancaman Rizieq FPI Untungkan Ahok  
Ancaman yang dilontarkan Ketua Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak membuat tim kampanye pasangan Ahok dan Djarot Saiful Hidayat untuk pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017 khawatir. Mereka tetap berkeyakinan Ahok bakal jadi pemenangnya.

            "Ahok pasti menang," ujar juru bicara tim kampanye Ahok-Djarot, Ruhut Sitompul, saat ditemui di pesta ulang tahun Sabam Sirait, di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu, 15 Oktober 2016.
Dalam unjuk rasa di Balai Kota DKI, Jumat kemarin, Rizieq menyampaikan ancamannya akan membunuh Ahok jika kepolisian tidak menangkapnya atas dugaan penistaan agama. 
Menurut Ruhut, ancaman maupun serangan dari FPI justru menguntungkan Ahok. "Rakyat lebih senang mana? Ahok atau FPI? Pasti pilih Ahok. Sering-seringlah demo," ujar politikus Partai Demokrat itu.
Ribuan massa dari FPI menggelar unjuk rasa di depan halaman Balai Kota, kemarin. Salah satu tuntutannya, mereka ingin pihak kepolisian menangkap Ahok. Massa menganggap Ahok telah menistakan agama atas ucapannya tentang surat Al-Maidah ayat 51, beberapa waktu lalu.
Mengenai dugaan penistaan agama, Ahok juga telah dilaporkan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, mendesak kepolisian tetap menindaklanjuti laporan dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Menurut dia, ucapan permintaan maaf Ahok terkait ucapannya yang mengutip salah satu surat dalam kitab suci Al-Quran, yakni Al-Maidah ayat 51, tidak berarti masalah selesai.
Amirsyah melanjutkan, Ahok harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. "Maaf sudah dimaafkan. Tapi masalah hukum, harus tetap berjalan," ujar dia di kantornya, Jalan Proklamasi, Jakarta, 10 Oktober 2016.
Menurut Amirsyah, permintaan maaf Ahok itu persoalan umat manusia, dan harus saling memaafkan. Tapi, kata dia, polisi harus menanggapi Ahok yang dilaporkan berbagai pihak. Amir mengatakan MUI selalu siap mendukung tiap penyelidikan kepolisian, apalagi MUI biasanya diminta menjadi saksi ahli dalam urusan seperti ini.
Selain itu, Amirsyah mengatakan, MUI mengimbau masyarakat untuk tetap kondusif menghadapi situasi ini. Jangan sampai isu-isu negatif dan provokasi masuk dan mempengaruhi masyarakat. MUI juga rencananya akan memasukan permasalahan ini dalam pembahasan di rapat pimpinan dewan, besok.
"Sikap kami (akan ditentukan) besok, setelah melewati rapat dewan pimpinan MUI," kata Amir. Adapun jika memang dinyatakan bersalah, Amir mengatakan bentuknya bisa dalam bentuk apa saja. Bisa jadi fatwa atau teguran saja.
Sebelumnya, Ahok menyampaikan permohonan maaf terkait dengan ucapannya yang mengutip salah satu surat dalam kitab suci Al-Quran, yakni Al-Maidah ayat 51. "Saya sampaikan kepada semua umat Islam ataupun orang yang merasa tersinggung, saya sampaikan mohon maaf," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta.
            Ahok mengatakan tidak bermaksud melecehkan agama Islam ataupun Al-Quran. Menurut dia, masyarakat bisa melihat video sesungguhnya untuk mengetahui suasana yang terjadi saat ia melontarkan ucapannya itu. "Tidak ada niat apa pun. Orang di Kepulauan Seribu pun saat itu, satu pun tidak ada yang tersinggung, mereka tertawa, kok," ujarnya.
 Konflik ini kini semakin memanas dengan melibatkan pihak yang pro dan kontra, rencananya umat Islam akan melakukan aksi besar-besaran menolak pemimpin kafir, dan akan terus menuntut pihak yang berwajib melaksanakan proses hukum yang semestinya.[20]
Penggunaan Tanda Baca pada Wacana Tersebut
1.      Tanda baca titik ( . )
Dalam wacana diatas jelas menggunakan tanda baca titik, contohnya:
a.       Tanda  titik yang dipakai di akhir kalimat. Diantaranya: Ada satu kalimatnya yang menyinggung salah satu surat dalam Al-Quran   yaitu Surat Al-Madah ayat 51. dan akan terus menuntut pihak yang berwajib melaksanakan proses             hukum yang semestinya.
b.      Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.Diantaranya: Habib Novel C. Hasan
2.      Tanda baca koma ( , )
Dalam wacana diatas juga menggunkan tanda baca koma, diantaranya adalah:
a.       Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur perincian atau pembilangan. Diantaranya: mementingkan tiga hal, pengalaman, bersih dari korupsi dan tegas.  mempolitisasi ayat-ayat suci, baik itu Alquran, Alkitab, maupun kitab          lainnya.
b.      Tanda koma dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Diantaranya: Selain itu, Amirsyah mengatakan, MUI mengimbau masyarakat untuk         tetap kondusif menghadapi situasi ini.
c.       Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dari kalimat. Contohnya: "Mereka lebih mementingkan tiga hal, pengalaman, bersih dari korupsi        dan tegas," ujar Nona.
3.      Tanda baca titik koma ( ; )
a.       Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian yang sejenis dan setara. Contoh: orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
4.      Tanda baca titik dua ( : )
a.       Tanda titik dua dipakai di anatara bab dan ayat dalam kitab suci, Contoh:  Al-Maidah:51
5.      Tanda baca hubung ( - )
a.       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Contoh:  Hai orang-orang yang beriman.  suka mempolitisasi ayat-ayat suci.
b.      Tanda hubung dipakai untuk merangkai (1) se- dengan kata beikutnya yang dimulai dengan huruf kapital. Contoh: se-DKI Jakarta           
6.      Tanda baca tanya ( ? )
a.        Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Contoh: Rakyat lebih senang mana? Ahok atau FPI? Efek sementara?
7.      Tanda baca seru ( ! )
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Contoh: Penistaan Agama!  
8.      Tanda baca kurang (( …))
a.       Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Contoh:
            Al-Quran(Al-Maidah:51)
            Partai Islam Damai dan Aman (Idaman)...
            Ketua Front Pembela Islam (FPI)...
            Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI)...
Ahok juga telah dilaporkan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke Badan    Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
b.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Contoh: Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang   zalim.”(QS. Al-Maidah:51). Sikap kami (akan ditentukan) besok,...
9.      Tanda baca petik ( “…” )
a.       Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lainnnya. Contoh:  "Substansinya, ‘Jangan mau dibohongi surat Al-Maidah’. Ini tanpa kompetensi, berbicara soal Islam dan tafsir sama sekali salah. Ini penistaan agama,” ujar Rhoma Irama... "Saat ini banyak beredar pernyataan saya dalam rekaman video seolah saya melecehkan ayat suci Al Quran surat Al Maidah ayat 51, pada acara pertemuan saya dengan warga Pulau Seribu." "Berkenaan dengan itu, saya ingin menyampaikan pernyataan saya secara utuh melalui video yang merekam lengkap pernyataan saya tanpa dipotong. Saya tidak berniat melecehkan ayat suci Alquran, tetapi saya tidak suka mempolitisasi ayat-ayat suci, baik itu Alquran, Alkitab, maupun kitab lainnya," tambahnya.
10.  Tanda baca petik tunggal ( ‘…’ )
a.       Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit petikan yang tersusun dalam petikan lain.Contoh: "Substansinya, ‘Jangan mau dibohongi surat Al-Maidah’. Ini tanpa kompetensi, berbicara soal Islam dan tafsir sama sekali salah. Ini penistaan agama,” ujar Rhoma Irama...
11.   Tanda baca garis miring ( / )
a.       Tanda garis miring digunakan di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua takwim.Contoh:
            06/10
12.   Tanda baca penyingkat atau apostrof ( ‘ ).  Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Contoh:  Abraham 'Lulung' Lunggana bersama Ketua Umum...
FOOTNOTE
[1] Badudu, J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Kedua (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1996)  h. 8.
[2] Keraf, Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1984) h. 10.
[3]Eka Novita H. “Planet English 23: Grammar”, (Pare: Pajar Kencana, 2013) h.3.
[4] Daniels, Peter T. dan William  Bright (eds 1996). The World's Writing Systems. Dalam Buku Mansur, Muslich,Fonologi Bahasa Indonesia, Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia cet. Ke-6, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014) h. 6.
[5]Hoerudin C.W., Heryati Yeti, Yuliani, Usman Supendi dan Roeslany Marliani,MKU Pengembangan Karakter: Bahasa Indonesia,(Bandung: CV Insan Mandiri, 2015) h. 23.
[6]Nafiah, Dalam  Buku Wijayanti, Hapsari S, Chandrayani A, Endang Ika. et. al. Bahasa Indonesia, Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2014) h. 13.
[7]Akhadiah, Dalam Buku Wijayanti, Hapsari S, Chandrayani A, Endang Ika. et. al. Bahasa Indonesia, Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2014) h. 13.
[8]Poerwadarminta, Dalam Buku Wijayanti, Hapsari S, Chandrayani A, Endang Ika. et. al.  Bahasa Indonesia, Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah,(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2014) h. 14.
[9] Keraf, Dalam Buku Rizky Maulana & Putri, Kamus Praktis Bahasa Indonesia.(Surabaya: Lima Bintang, 2014), h. 404.
[10] Poewardaminta, Dalam Buku Rizky Maulana & Putri, Kamus Praktis Bahasa Indonesia. (Surabaya: Lima Bintang, 2014), h. 408.
[11]Nafiah, dalam buku Rizky Maulana & Putri, Kamus Praktis Bahasa Indonesia. (Surabaya: Lima Bintang, 2014), h. 410.
[12]Akhadiah ,dalam buku Rizky Maulana & Putri, Kamus Praktis Bahasa Indonesia. (Surabaya: Lima Bintang, 2014), h. 413.
[13]Rahmat Patuguran, “Berkembangnya Bahasaku Mencoba Kuasai MEA”, Pikiran Rakyat,  11 Mei 2016, h.5.
[14]Hoerudin, C.W., et. al., MKU Pengembangan Karakter: Bahasa Indonesia, (Bandung: CV Insan Mandiri, 2015) h.9-10.
[15]Pusat Pengmbangan Bahasa Kemendikbud RI, Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah,(Bandung: Penabur Ilmu. 2015) h.8-15.
[16] Pengamatan Langsung di Jalan Raya Batujajar, Kabupaten Bandung Barat 2016.
[17]S. R. Ahmad dan P.Hendri, Mudah Menguasai Bahasa Indonesia (Bandung: CV Yrama Widya, 2015) h.164-171.
[18] Proses Pengamatan Langsung, (Cimahi: Jalan Raya Cibeber 108, 2016)
[19] Ahmad Faiz, Tempo.Co,  (Jakarta  Sabtu, 15 Oktober 2016 | 20:09 WIB)
[20] Isyana Artharini, (Jakarta: Bbc IndonesiaMinggu, 14 Oktober 2016 | 20:16 WIB)
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.......8
PENALARAN
A.    Pengertian penalaran
Penalaran adalah kemampuan manusia untuk melihat dan memberikan tanggapan tentang apa yang dia lihat. Karena manusia adalah makhluk yang mengembangkan pengetahuan dengan cara bersungguh-sungguh, dengan  pengetahuan ini dia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Penalaran juga merupakan kemampuan berfikir cepat, tepat dan mantap. Selain itu penalaran merupakan proses berfikir dan menarik kesimpulan berupa pengetahuan.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara bersungguh-sungguh. Namun bukan hanya manusia yang mempunyai pengetahuan binatang juga mempunyai pengetahuan. Perbedaan pengetahuan manusia dan hewan adalah hewan hanya diajarkan hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidupnya (survival) contohnya apabila ada bencana mereka akan cepat bersembunyi atau mencari tempat yang aman sedangkan manusia dengan cara mengembangkan pengetahuannya dia akan berusaha menghindari dan mencari penyebab terjadinya bencana sampai bagaimana mengatasinya.
Manusia dalam kehidupannya dia akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan kelangsungan hidupnya, contohnya manusia akan selalu  memikirkan hal yang baru, mengembangkan budaya dan memberikan makna dalam kehidupan.
1.      Contoh Penalaran.
Penalaran dalam contoh yang nyata dapat kita temukan pada perbedaan Contoh lainnya yang membedakan manusia dengan hewan adalah yaitu apabila terjadi kabut burung akan terbang untuk mengindari polusi udara yang memungkinkan dia tidak bisa bertahan hidup. Sedangkan manusia akan mencari tau mengapa sampai terjadinya kabut? Bagaimana cara menghindari kabut? Apa saja komponen-komponen yang terkadung di dalam kabut? Apa saja penyakit yang diakibatkan oleh kabut?
Penalaran manusia bisa terjadi karena dua hal yaitu manusia mempunyai bahasa dan manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Dua hal inilah yang membedakan manusia  dengan hewan  dan di harapkan manusia mampu memposisikan dirinya di tempat yang benar.
Penalaran biasanya di awali dengan berfikir kerena berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berfikir untuk mengasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriterianya masing-masing.
2.      Ciri-ciri Penalaran
Sebagai suatu kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri:
Adanya suatu pola pikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini maka dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berfikir logis, di mana berfikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan berfikir menurut suatu pola tertentu.
Bersifat analitik[1] dari proses berfikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berfikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri pula. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis.
Berdasarkan kriteria penalaran dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berfikir bersifat logis dan analitis. Jadi cara berpikir yang tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat tidak logis dan analitik. Dengan demikian maka dapat dibedakan secara garis besar ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikir yang bukan berdasarkan penalaran.
Perasaan merupakan penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran. Kegiatan berpikir juga ada yang tidak berdasarkan penalaran umpamanya adalah intuisi[2]. Berpikir intuisi memegang peranan yang penting dalam masyarakat yang berpikir nonanalitik, yang kemudian sering bergalau dengan perasaan. Jadi secara luas dapat dikatakan bahwa cara berpikir masyarakat dapat dikategorikan kepada cara berpikir analitik yang berupa panalaran dan cara berpikir yang nonanalitik yang berupa intuisi dan perasaan.
3.      Prinsip-prinsip penalaran adalah:
Prinsip dasar pernyataan hanya ada tiga prinsip, yang mengemukakan pertama kali adalah Aristoteles, yaitu sebagai berikut:
a.       Prinsip identitas
Prinsip ini dalam istilah latin ialah principium indentitas. prinsip identitas berbunyi: ’’sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri’’. Dengan kata lain, “sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain”.
b.      Prinsip kontradiksi (principium contradictionis)
Prinsip kontradiksi berbunyi: “sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu dan bukan hal hal itu pada waktu yang bersamaan”, atau “sesuatu pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai benar dan tidak benar pada saat yang sama”. Dengan kata lain, “sesuatu tidaklah mungkin secara bersamaan merupakan p dan non p”.
c.       Prinsip eksklusi (principium exclusi tertii) Prinsip eksklusi tertii, yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya kemungkinan ketiga.
Prinsip ekslusi tertii berbunyi “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah. Dengan kata lain, “sesuatu x mestilah p atau non p tidak ada kemungkinan ketiga”. Arti dari prinsip ini ialah bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya.
Disamping ketiga prinsip yang dikemukakan Aristoteles diatas, seorang filusuf Jerman Leibniz menambah satu prinsip yang merupakan pelengkap atau tambahan bagi prinsip identitas, yaitu prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis), yang berbunyi. “suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu haruslah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain, “adanya sesuatu itu mestilah mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan sesuatu”. [3]
Penalaran merupakan cara berpikir tertentu oleh karena itu untuk melakukan kegiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari suatu sumber kebenaran. Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham yang kemudian disebut sebagai rasionalisme. Sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme[4].
B.     Pengertian logika
Nama logika untuk pertama kali muncul pada filusuf Cicero (abad ke -1 sebelum Masehi), tetapi dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi) adalah orang  pertama yang mempergunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita[5].
Selain itu kata logika diturunkan dari kata “logike” (bahasa yunani), yang berhubungan dengan kata benda logos, suatu yang menunjukkan kepada kita adanya hubungan yang erat dengan pikiran dan kata yang merupakan pernyataan dalam bahasa. Jadi, secara etimologi, logika adalah ilmu yang mempelajari pikiran melalui bahasa. Logika juga bisa dikatakan penarikan  kesimpulan dari apa yang dianggap benar dari suatu proses penalaran.
logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat, dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati. Logika itu adalah cara berpikir manusia yang disusun berdasarkan pola tertentu. Berpikir adalah objek material logika. Berpikir disini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir, manusia ‘mengolah’, ‘mengerjakan’ pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan ‘mengolah’ dan ‘mengerjakannya’ ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan, serta menghubungkan pengertian yang satu dengan penegertian yang lainnya.
Dalam logika berfikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Karena berfikir lurus dan tepat, merupakan objek formal logika. Di samping dua filusuf di atas (Cicero dan Alexander Aphrodisias) Aristoteles  pun telah berjasa besar dalam menemukan logika. Namun, Aristoteles belum memakai nama logika. Aristoteles memakai istilah ‘analika’ dan ‘dialektika’. Analika untuk penyelidikan mengenai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar sedangkan dialektika untuk penyelidikan mengenai argumentasi yang bertitik tolak hipotsesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya[6].
Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga golongan, yaitu ilmu pengetahuan praktis, produktif, dan teoritis. Ilmu pengetahuan produktif menyangkut pengtahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan kesenian). Ilmu pengetahuan praktis meliputi etika dan politika. Akhirnya ilmu pengetahuan teoritis mencakup tiga bidang yaitu fisika, matematika, dan ‘filsafat pertama’. Logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan untuk berfikir dengan cara ilmiah[7].
Setelah Aristoteles meninggal, naskah-naskah ajarannya mengenai penalasaran, olah para pengikutnya telah dihimpun menjadi satu. Himpunan tersebut mengenai ajaran Aristoteles mengenai penalaran termuat dalam eman naskah, yaitu sebagai berikut: Ini membahas mengenai cara menguraikan sesuatu objek dalam jenis pengertian umum.
a.       On Interpretation (tentang penafsiran). Membahas mengenai komposisi dan hubungan dari keterangan sebagai satuan pikiran. Dalam hal ini Aristoteles membahas suatu yang dikenal sebagai penyimpulan langsung dan bujur sangkar pertentangan.
b.      Prior Analyties (analika yang lebih dahulu). Memuat mengenai teori silogisme dalam ragam dan pola-polanya.
c.       Posterior Analyties (analika yang lebih dahulu). Membicarakan tentang pelaksanaan dan penerapan, penalaran silogistik dalam pembuktian ilmiah sebagai materi dari silogisme.
d.      Topics (mengupas dialektika). Dibahas mengenai persoalan tentang perbincangan berdasarkan permis-permis yang boleh jadi benar
e.       Sohistical Refutations (cara perbincangan kaum sofis). Membahas mengenai sifat dasar dan penggolongan sesat piker[8].
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk sesuai dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, maka dilakukan penelaahan yang seksama hanya terhadap dua jenis penarikan kesimpulan yakni logika induktif dan logika deduktif.
1.      Contoh Logika.
Contohnya penerapan ilmu logika dalam kehidupan misalnya pada manusia yang mengalami penyakit serak pada tenggorokan maka pengobatannya dapat dilakukan dengan minum air putih logikanya air putih adalah cairan yang diperlukan manusia untuk menjaga keseimbangan tubuh, memberi kekuatan kepada leukosit untuk menjalankan tugasnya menghasilkan makrofag untuk membunuh patogen yang masuk, menjadikan kekebalan tubuh meningkat sehingga luka yang dihinggapi bakteri akan sembuh dan akhirnya tenggorokan menjadi lapang dan dikatakan sembuh.
C.     DEDUKSI.
1.      Pengertian Deduksi.
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, selain itu metode deduksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat umum.
Logika deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuk saja.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola pikir yang dinamakan silogismus[9]. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai permis mayor dan permis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua permis tersebut. Logika deduktif membicarakan cara-cara untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan bila lebih dahulu telah diajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai semua atau sejumlah ini di antara suatu kelompok barang sesuatu. Kesimpulan yang sah pada suatu penalaran deduktif selalu merupakan akibat yang bersifat keharusan dari pertnyaan-pertanyaan yang lebih dahulu diajukan. Pembahasan mengenai logika deduktif itu sangat luas dan meliputi salah satu di antara persoalan-persoalan yang menarik.
Guna memenuhi dan  membatasi maksud logika deduktif bagian terkenal sebagai logika Aristoteles. Cabang loka ini membicarakan pernyataan-pernyataan yang dapat dijadikan bentuk ‘S’ adalah ‘P’, misalnya, “manusia (adalah) mengenal mati. Tampaklah pada kita bahwa ‘S’ merupakan huruf pertama perkataan ‘Subjek’ dan ‘P’ merupakan huruf pertama perkataan ‘Predikat’. Dari pernyataan-pernyataan semacam itu, kita dapat memilah empat cara pokok untuk mengatakan sesuatu dari setiap atau sementara subjek yang dapat diterapi simbol ‘S’.
Setiap              S adalah P
Setiap              S bukan/tidaklah P
Sementara       S adalah P
Sementara       S bukan/tidaklah P.
Contoh Deduksi
Contoh membuat silogismus sebagai berikut:
Semua makhluk hidup memerlukan udara                 (Premis mayor)
Dewi adalah makhluk hidup                                       (Premis minor)
Jadi Dewi memerlukan udara                                      (Kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil bahwa si Dewi memerlukan udara adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditasrik secara logis dari dua permis yang mendukungnnya. Pertanyaan apakah kesimpulan itu benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulannya adalah tidak sah.
Dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan.
D.    INDUKSI.
1.      Pengertian induksi.
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik kesimpulan umum dari berbagai kasus yang bersifat individual, selain itu metode induksi ialah cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengn jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atau bersifat lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang bersifat khusus. Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Kesimpulan yang bersifat  umum ini penting artinya sebab mempunyai dua keuntungan. Keuntungan yang pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis.
Kehidupan yang beranekaragam dengan berbagai corak dan segi dapat direduksikan menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan fakta-fakta tersebut. Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari obyek tertentu, melainkan menekankan kepada struktur dasar yang menyangga wujud fakta tersebut. pernyataan bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak bisa mereproduksikan betapa manisnya semangkuk kopi atau pahitnya sebutir pil kina. Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa kopi itu manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis.
Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Melihat dari contoh bahwa semua binatang mempunyai mata dan semua manusia mata, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makhluk mempunyai mata. Penalaran ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fudamental.
2.      Jenis-jenis induksi:
a.       Penyimpulan secara kausal
Jenis induksi lainnya adalah yang berusaha unutk menemukan sebab-sebab dari hal-hal yang terjadi. Bila telah diajukan suatu perangkat kejadian, maka haruslah diajukan pernyataan: “Apakah yang menyebabkan kejadian-kejadian itu?” Misalnya, terjadi suatu wabah penyakit tipus: “Apakah yang menyebabkan timbulnya wabah tipus?” Ada suatu perangkat apa yang dinamakan canons (aturan, hukum), yang dikenal sebagai metode-metode Mill, yang mengajukan suatu pernagkat kemungkinan unutk melakukan penyimpulan secara kausal. Metode-metode ini kadang kala berguna. Metode-metode tersebut ialah:
Metode kesesuain
Metode kelainan
Metode gabungan kesesuaian dan kelahiran
Metode sisa
Metode keragaman beriringan
Penalaran berdasarkan probabilitas dan penalaran secara statistik. Digambarkan dengan cara probabilitas dan secara statistik. Misalnya kita mengetahui bahwa John Smith adalah seorang guru dan kita ingin bertaruh bahwa usianya akan mencapai 65 tahun. Berapakah taksiran kita mengenai usianya? Untuk menjawabnya kita perlu mempunyai statistik mengenai panjangnya usia seorang guru. Dari hal-hal ini, yang diringkas dalam bangun matematis yang tepat, dengan mempergunakan teori matematik tetang probabilitas, maka akan dapat dilakukan penaksiran.
1.      Analogi dan komparasi.
Dua bentuk penyimpulan yang sangat lazim dipakai dalam perenungan kefilsafatan ialah analogi dan komparasi. Penalaran secara analogi adalah berusaha mencapai kesimpulan dengan secara analogi adalah berusaha mencapai kesimpulan dengan menggantikan apa yang dicoba buktikan dengan sesuatu yang serupa dengan hal tersebut, namun yang lebih dikenal, dan kemudian menyimpulkan kembali apa yang mengawali penalaran tersebut. Misalnya kita ingin membuktikan adanya Tuhan berdasarkan susunan dunia tempat kita hidup. Dalam hal ini dapat mengatakan sebagai berikut. Perhatikanlah sebuah jam. Seperti halnya dunia, jam tersebut juga merupakan mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian yang sangat erat hubungannya yang satu dengan yang lain. Kiranya tidak seorang pun beranggapan bahwa sebuah jam dapat membuat dorongnya sendiri atau terjadi secara kebetulan. Susunanya sangat rumit menunjukan bahwa ada yang membuatnya. Dengan demikian secara analogi adanya dunia juga menunjukan ada pembuatnya; karena dunia kita ini juga sangat rumit susunannya dan bagian-bagiannya berhubungan sangat erat yang satu dengan yang lain secara baik.
2.      Metode verifikasi
Agar suatu penalaran dapat diterima maka perlu kiranya untuk mencapai kesimpulan yang dapat diterima, maka perlu kiranya unutk menetapkan tidak hanya lurusnya atau sahnya penalaran seseorang, melainkan juga kebenaran bahan yang mengawali penalaran tadi. Penalaran yang sah yang didasarkan atas fakta-fakta yang diperkirakan benar dapat membwa kita kepada kesimpulan yang sesat atau benar, namun mungkin kita tidak mengetahui yang manakah yang salah dan manakah yang benar. Penalaran yang sah yang didasarkan atas fakta-fakta akan membawa kita kepada kebenaran. Pada dasarnya hanya ada dua metode unutk melakukan verifikasi terhadap pernyataan-pernyataan yang satu adalah melalui observasi , dan yang lain, dengan mempergunakan hukum kontradiksi.
3.      Observasi (pengamatan)
Suatu pernyataan yang maknanya dapat diuji dengan pengalaman yang dapat diulangi, baik oleh orang yang mempergunakan pernyataam tersebut maupun oleh orang lain, pada prinsipnya dapat dilakukan verifikasi terhadapnya. Jika pernyataan itu lulus dalam ujian pengalaman, maka pengalaman itu dikukuhkan, meskipun tidak sepenuhnya terbukti benar. Jika saya berkata, “Di luar hujan turun”, dan saya pergi ke luar serta melihat dan merasakan turunnya hujan, maka pernyataan saya tersebut menurut ukuran tadi telah diverifikasi.
4.      Penalaran berdasarkan kontradiksi
Metode verifikasi yang kedua, yakni dengan menunjukan kesesatan pernyataan yang dipersoalkan karena bertentangan degan dirinya, atau mengakibatkan pertentangan dengan pernyataan-pernyataan lain yang telah ditetapkan dengan baik. Misalnya, untuk membuktikan bahwa garis-garis yang sejajar tidak pernah bertemu, orang mengambil cara dengan mengandalkan bahwa hal yang demikian ini akan membawa kita kepada kontradiksi. Demikian pula, mengandaikan bahwa suatu sudut didalam segitiga ada yang besarnya nil derajat dan ada yang lebih dari nol derajat.
Contoh Induksi
Dalam deduksi kesimpulannya hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan-pertanyaan yang telah diajukan. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan –kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua binatang mempunyai mata. 
E.     METODE ILMIAH.
1.      Pengertian Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua macam, yaitu sebagai berikut:
a.       Metode ilmiah yang bersifat umum
Metode ilmiah yang bersifat umum dibagi menjadi dua, yaitu metode analitiko-sintesa dan metode nondeduksi. Metode analitioko-sintesa merupakan gabungan dari metode analisis dan metode sintesa. Metode nondeduksi merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi.
Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita memperoleh pengetahuan analitis. Pengetahuan analitis itu ada dua macam, yaitu pengetahuan analitik apriori dan pengetahuan analitik aposteriori.
1). Metode ilmiah di bagi 2 jenis:
a). Metode analisis ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan penegrtian yang lainnya. Pengetahuan analisis apriori misalnya, definisi segitiga mengatakan bahwa segitika itu merupakan sautu bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus saling beririsan yang membentuk sudut berjumlah 180 derajat.
Pengetahuan analitis aposteriori berarti bahwa kita dengan menerapkan metode analisis terhadap sesuatu bahan yang terdapat di alam empiris atau dalam pengalaman sehari-hari memperoleh sesuatu pengetahuan tertentu. Misalnya, setelah kita mengamati sejumlah kursi yang ada, kemudian kita berusaha unutk menetukan apakah yang dinamakan kursi itu? Definisnya misalnya, kursi adalah perabot kantor atau rumah tangga yang khusus disediakan untuk tempat duduk.
Pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode sintesis dapat berupa pengetahuan sintesis apriori dan pengetahuan sintesisi aposteriori.
b).  Metode sintesa ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Pengetahuan sinstesis apriori misalnya, pengetahuan bahwa satu ditambah empat sama dengan lima.
Aposteriori menunjuk kepada hal-hal yang adanya berdasarkan atau terdapat melalui pangalaman atau dapat dibuktikan dengan melakukan sesuatu tangkapan indrawi. Pengetahuan sintetis  aposterior itu merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan cara menggabung-gabungkan pengertian yang satu dengan yang lain menyangkut hal-hal yang terdapat alam tangkapan indrawi atau yang adanya dalam pengalaman empiris.
b.      Metode penyelidikan ilmiah
Metode penyelidikan ilmiah dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode penyelidikan yang berbentuk daur/metode siklus empiris dan metode vertikal atau yang yang berbentuk garis lempang/metode linier. Yang dinamakan siklus-empiris ialah suatu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu yang biasanya bersifat empiris-kealaman dan penerapannya terjadi di tempat yang tertutup.  Metode penyelidikan ilmiah yang berbentuk daur/metode siklus-empiris, maka pengetahuan yang dapat dihasilkannya akan berupa hipotesa, teori, dan hukum-hukum alam (Soejono Soemargo, 1983)
Perkembangan ilmu-ilmu alam merupakan hasil penggunaan secara sengaja suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang menggabungkan pengalaman dan akal sebagai pendekatan bersama, dan menambahkan suatu cara baru untuk menilai penyelesaian-penyelesaian yang disarankan. Dari banyak di antara uraian kita sampai sejauh ini, kita mungkin telah merasakan bahwa kesulitan yang dihadapi  oleh filsafat ialah, filsafat tidak bersifat ilmu. Jika orang pernah bekerja di laboratorium ilmu,ia mungkin akan mengeluh, “di dalam ilmu kita membicarakan kenyataan empirirs, di dalam filsafat nampaknya tidak ada suatu cara untuk memperoleh jawaban”. Ini menimbulkan masalah tentang metode ilmiah sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah jadi metode ilmiah mengikuti prosedur-prosedur tertentu yang sudah pasti yang dipergunakan dalam usaha memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi oleh seorang ilmuan.
Metode menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis[10]. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut[11]. jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metodologi ini secara flsafati termasuk dalam apa yang dinamakan epistemologi. Epistomologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan.
Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran[12]. Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Dengan demikian maka ilmu merupakan tubuh pengetahuan yang tersusun dan terorganisasikan dengan baik sebab penemuan yang tidak teratur dapat diibaratkan sebagai “rumah atau batu bata yang cerai berai”[13]. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional kepada obyek yang berada dalam fokus penelaahan.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika menusia mengamai sesuatu[14]. Tentu saja hal ini membawa kita kepada pertanyaan laim: mengapa manusia mulai mengamati sesuatu? Kalau kita telah lebih lanjut ternyata bahwa kita mulai mengamati obyek tertentu kalau kita mempunyai perhatian tertentu terhadap obyek tersebut. Persukaran yang dirasakan bila kita menemukan sesuatu dalam pengalaman kita yang menimbulkan pertanyaan[15]. Dan pertanyaan ini timbul disebabkan oleh adanya kontak manusia dengan dunia empiris yang menimbulkan berbagai ragam permasalahan. dapat disimpulkan bahwa karena ada masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan obyek yang bersangkutan, yang bereksistensi dalam dunia empiris pulan.
Manusia menghadapi atau menyadari adanya masalah dan bermaksud untuk memecahkan dalam usaha unutk memcahkan masalah tersebut maka ilmu tidak berpaling kepada perasaan melainkan kepada pikiran yang berdasarkan penalaran. Dalam hal ini maka pertama-tama ilmu menyadari bahwa masalah yang dihadapinya adalah masalah konkret yang terdapat dalam dunia fisik yang nyata. Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawaban pada dunia yang nyata pula. Disinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut metode ilmiah. Langkah-langkah metode ilmiah:
Harus menanamkan rasa ingin tahu dalam suatu hal sehingga memunculkan pertanyaan pada diri dan menjadi dasar untuk melakukan penelitian sehingga dapat merumuskan masalahnya.
Mengumpulkan informasi sehingga dapat menyusun kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan permis-permis ilmiah yang telah tealh teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan. Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil permis-permis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya.
Pengujian hioptesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yangmendukung hipotesis tersebut atau tidak.
Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaina apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipoteisi maka hipoteisi itu ditolak. Hipoteisi yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran di sini harus ditafsirkan secara pragmatis artinya bahwa sampai saat ini beluam terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Dengan metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu dibandingkan denganberbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang cepat.
Salah satu faktor yang mendorong perkembangan ini adalah faktor sosial dari komunikasi ilmiah dimana oenemuan individual segera dapat diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat atau pun ilmuan lainnya. Tersedia laat komukasi tertulis dalam bentuk majalah, buletin, jurnal, mikro film, dan berbagai media masa lainnya sangat menunjang intensitas dan efektivitas komunikasi ini. Suatu penemuan baru di negera yang baru segera dapat diketahui oleh ilmuan di negara-negara lainnya. Penemuan ini segera dapat diteliti kebenarannya oleh kalangan ilmiah di mana saja sebeb prosedur unutk menilai kesahihan penyataan yang dikandung pengetahuan tersebut sama-sama telah diketahui oleh seluruh masyarakat.
Contoh metode Ilmiah
Contoh kunyit digunakan untuk pengobatan.
Kunyit dapat dikatakan mampu penyembuhan luka, dapat  dibuktikan dilakukan dengan metode ilmiah.
Sinkronisasi metode ilmiah ini dapat disimpulkan dari pengalaman dan kebiasaan masyarakat dalam memanfaatkan kunyit sebagai obat tradisional untuk penyembuhan luka pada organ tubuh bagian dalam. Jadi dengan  dilakukan metode ilmiah yang diawali dari asumsi dan kebiasaan masayarakat mengani suatu hal. Misalnya dalam memanfaatkan kunyit sebagai pengobatan tradisional. Diawali dari munculnya pertanyaan. Apakah benar kunyit mampu mengobati luka  kemudian mengumpulkan informasi, melakukan hipotesis, melakukan pengamatan dan menyimpulkan. Ditemukan didalam kunyit mengandung zat antibiotik yang mampu menyembuhkan luka yang dialami organ bagian dalam.
FOOTNOTE
[1] suatu kegiatan berfikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
[2] Intuisi merupakan suatu kegiatan berpikir yang nonanalitik yang tidak mendasarkan diri kepada suatu pola pikir tertentu.
[3] noor Ms Bakry, 1983 dalam buku Surajiyo
[4] Pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman.
[5] K.Bertens, 1975 dalam buku Surajiyo, 2005.
[6] K.Berens,1975 dalam buku  Surajiyo, 2005
[7] Bertens, 1975 dalam buku Surajiyo, 2005.
[8] The Liang Gie dan Suhartoyo Hardjosatoto, dan Endang asdi, 1980
[9] Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
[10] Peter R. Senn, Sosial Science and Its Methods (boston:Holbrook, 1971)
[11] Ibid, hlm 6
[12] T. H. Huxly, “The Method of Scientific Investigation”, Science: Method and Meaning, ed. Samuel Rapport dan helen Wright (new York: Washington Square Press, 1964), hlm, 2.
[13] Morris Kline, “The Meaning of Mathematics”, Adventures of the Mind (New York: Vintage, 1961), hlm 83.
[14] Ritchie Calder, science in Our Life (New York :New American Library,  1955), hlm. 37
[15] John Dewey, How We Think (Chicago: Henry regnery, 1933) hlm. 107
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.......9
PERENCANAAN KARANGAN
A.    Definisi Perencanaan Karangan.
Perencanaaan karangan yaitu semua tahap persiapan penulisan. Dimana, kegiatan menulis bukanlah suatu kegiatan yang kebetulan, melainkan memang telah direncanakan. Dengan begitu, penulis benar-benar siap mengungkapkan gagasannya melalui tulisan.
Perencanaan karangan ilmiah adalah proses awal mengarang sampai dengan penulisan akhir. Perencanaan ini mencakup prapenulisan, pengorganisasian keseluruhan penulisan, penulisan, penyuntingan, dan presentasi.[1] Tahapan-tahapan pembuatan perencanaaan karangan adalah sebagai berikut: Tahapan penulisan:
1.      Prapenulisan:
Menurut Minto Rahayu dalam buku Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi tahap prapenulisan merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis yang mencakup beberapa langkah yaitu:
a.       menentukan topik atau judul, masalah, tujuan, dan kalimat tesis,
b.      menyusun ragangan (garis besar isi dan menyempurnakannya menjadi kerangka karangan lengkap setelah datanya lengkap),
c.       menetapkan landasan teoritis,
d.      menetapkan sumber data (primer, sekunder) dan cara mengumpulkannya,
e.       menetapkan metode pembahasan,
f.       menyusun daftar pustaka sementara, dan
g.      menjadwalkan pelaksanaaanya.
2.      Penulisan:
a.       Menulis keseluruhan naskah secara konseptual, disertai kutipan atau data yang diperlukan;
b.      Penulisan tersebut mencakup:
i.                    Bagian pelengkap pendahuluan seperti halaman judul, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel.
ii.                  Bagian naskah utama terdiri dari pendahuluan, bahasan utama, dan kesimpulan dan saran.
3.      Penyuntingan (Editing): penyuntingan naskah, penyuntingan materi, dan penyuntingan bahasa.Dengan adanya tahap penyuntingan (revisi), semua kesalahan dan kekurangan itu dapat diantisipasi. [2] Dalam merencanakan sebuah karangan supaya menghasilkan suatu karangan yang baik dan sistematis, terdapat langkah-langkahnya yakni menentukan:
a.       Topik Karangan.
Topik karangan adalah ide sentral yang berfungsi mengikat keseluruhan uraian, deskripsi, penjelasan, dan seluruh pembuktian. Topik merupakan inti bahasan yang menjiwai seluruh karangan. Seluruh karangan harus mencerminkan topik tersebut.
Fungsi topik karangan:
a.       Mengikat keseluruhan isi;
b.      Memudahkan pengembangan ide bagi penulis;
c.       Memberikan daya tarik dan mudah dimengerti bagi pembaca;
Pemilihan topik untuk karangan ilmiah, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
a.    Bermanfaat untuk perkembangan ilmiah atau profesi penulis;
b.    Menarik untuk ditulis dan dibaca;
c.    Dikuasai dengan baik;
d.   Bersifat terbatas dalam artian tidak terlalu luas;
e.    Didukung data yang relevan;
b.      Judul Karangan
Judul karangan pada dasarnya adalah perincian atau jabaran dari topik atau judul merupakan nama yang diberikan untuk bahasan atau karangan, judul berfungsi sebagai slogan promosi untuk menarik minat pembaca dan sebagai gambaran isi karangan. Judul lebih spesifik dan sering menyiratkan permasalahan atau variabel yang akan dibahas. [3]
Syarat Judul yang Baik:
a.       Sesuai dengan topik;
b.      Sesuai dengan isi karangan;
c.       Berbentuk frasa bukan kalimat;
d.      Singkat;
e.       Jelas;
f.       Menarik minat pembaca;
c.       Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ialah gambaran atau perencanaan menyeluruh yang akan mengarahkan penulis dalam melakukan tindakan menyelesaikan tugasnya. Dengan mengetahui tujuan, penulis akan dapat menentukan bahan tulisan, organisasi karangan, dan sudut pandang. Ada dua cara menyatakan tujuan penulisan, yaitu:
a). Tesis.
Tesis adalah rumusan singkat yang mengandung tema dasar dari sebuah karangan bila ada sebuah tema karangan yang dominan. Tesis sama dengan sebuah kalimat utama dalam paragraf. Oleh sebab itu, tesis tidak diperkenankan lebih dari satu kalimat. Dengan kalimat tesis, penulis dapat menentukan bahan yang akan menjadi tulisan. Tesis digunakan jika penulis ingin mengembangkan gagasan yang berupa tema seluruh tulisan.[4]
                             Ciri-ciri tesis yang baik:
            (1). berisi gabungan rumusan topik;
            (2). penekanan topik sebagai suatu pengungkapan pikiran;
            (3). pembatasan dan ketetapan rumusan;
            (4). berupa kalimat lengkap terdapat subjek dan predikat (objek);
            (5). menggunakan kata khusus dan denotatif (lugas);
            (6). berupa pernyataan positif – bukan kalimat tanya, bukan kalimat dan bukan kalimat negatif;
            (7). dapat mengarahkan, mengembangkan, dan mengendalikan penulisan; dan
                                         (8). dapat diukur dan dibuktikan kebenarannya;
Contoh dari perumusan tema, tujuan karangan, kalimat tesis, dan rumusan judul:
Tema   : Meningkatkan penjualan sepatu buatan dalam negeri
Tujuan : Untuk menunjukkan bahwa sepatu buatan dalam negeri dapat
                          diupayakan agar lebih diminati oleh konsumen.
Tesis    : Sepatu buatan dalam negeri dapat ditingkatkan penjualannya
                          dengan menambah daya saing agar lebih diminati konsumen
Judul   : Sepatu Lokal, Kenapa Tidak?

Contoh kalimat tesis lainnya:
Topik   : Upaya meningkatkan penjualan sepatu bata di Asean 2003.
Tujuan : Membuktikan bahwa sepatu bata Indonesia diminati oleh
                          Konsumen di Asean 2003.
Tesis    : Pemasaran sepatu bata di Asean 2003 dapat ditingkatkan dengan
                          mempertinggi daya saing terhadap produk lain
b). Pengungkapan maksud.
Pengungkapan maksud dilakukan tidak bermaksud untuk mengembangkan ide sentral. Jika tulisan tidak mengembangkan gagasan tema maka tulisan dalam bentuk pernyataan.[5]
4.      Bahan penulisan
Yang dimaksud dengan bahan penulisan ialah semua informasi yang digunakan untuk mencapai tujuan penulisan. Informasi itu, mungkin merupakan  teori, contoh-contoh,  rincian atau detail,  perbandingan, sejarah kasus, fakta, hubungan sebab akibat, pengujian dan pembuktian, angka-angka, kutipan, gagasan dan sebagainya.
a.       Bahan pustaka
Berasal dari buku-buku yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas. Ada du macam bahan pustaka yang harus penulis kumpulkan. Yang pertama, bahan-bahan sumber yang bersifat teori. Ini biasanya digunakan untuk mencari definisi, pengertian, atau terminologi dan lain-lain dari bahan penelitian. Yang kedua, bahan sumber asli yang berasal dari seorang tokoh. Ini biasanya digunakan untuk studi tokoh atau pendapat seorang tokoh.
b.      Wawancara
Wawancara (interview) adalah salah satu cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan kepada seorang yang dianggap berkompeten (berotoritas) tentang yang ditulis. Wawancara biasanya digunakan untuk mendapatkan data secara lisan. Alat bantu yang digunakan adalah alat perekam semacam tape recorder dan kamera video. Alat tersebut digunakan untuk memudahkan penyalinan kedalam bentuk tulis.
c.       Angket
Angket (quesioner) adalah pertanyaan yang digunakan untuk menjaring pendapat (opini) orang tentang sesuatu. Jawaban pertanyaan sudah disediakan. Responden tinggal melingkari atau menyilangnya. [6]
5.      Kerangka Karangan
Kerangka karangan merupakan rencana penulisan yang mengandung ketentuan bagaimana kita menyusun karangan itu. Kerangka karangan merupakan rencana penulisan akan bersifat konseptual, menyeluruh, terarah, dan bersasaran bagi target pembacanya.
Yang mempengaruhi kerangka karangan ini ialah tujuan dan bahan penulisan. Menyusun kerangka pada hakikatnya membagi topik ke dalam subtopik dan selanjutnya ke dalam sub-subtopik yang lebih kecil.[7]
Fungsi Kerangka Karangan:
a.       Memperlihatkan pokok bahasan, sub-sub bahasan karangan, dan memberi kemungkinan perluasan bahasan tersebut sehingga memungkinkan penulisan menciptakan suasana kreatif sesuai dengan variasi yang diinginkan;
b.      Mencegah pembahasaan keluar dari  sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik judul, masalah, tujuan, dan kalimat tesis;
c.       Memudahkan penulis menyusun secara menyeluruh;
d.      Mencegah ketidaklengkapan bahasan;
1). Tahapan Penyusunan Kerangka Karangan
Tahapan pertama:  merumuskan topik yang jelas dan didasarkan pada suatu topik dan tujuan yang ingin dicapai melalui topik tadi. Topik yang dirumuskan untuk kepentingan suatu kerangka karangan hendaknya berbentuk pengungkapan maksud-tujuan atau tesis.
Kedua ialah mengumpulkan topik-topik bawahan yang dianggap merupakan rincian jelas dari tesis atau pengungkapan maksud tadi (hal ini sering disebut dengan istilah inventarisasi). Pada poin ini penulis diperbolehkan untuk mencatat sebanyak-banyaknya tema-tema yang terlintas dalam benaknya, dan tidak perlu langsung melakukan evaluasi pada tema-tema tadi.
Ketiga ialah melakukan evaluasi pada semua topik bawahan yang sudah dia catat pada langkah kedua tadi. Evaluasi itu bisa diadakan dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1.   Apakah semua tema yang sudah dia catat memiliki pertalian (relevansi) langsung dengan tesis atau pengungkapan maksud. Dan apabila sama sekali tidak mempunyai hubungan maka topik tersebut dihapus dari daftar di atas.
2.   Semua tema yang masih tersisa kemudian dievaluasi lebih lanjut. Jika ada dua topik atau lebih yang hampir sama, maka mesti dibuat perumusan baru yang mencakup semua tema tadi.
3.   Evaluasi lebih lanjut ditujukan kepada persoalan, apakah semua topik memiliki derajat yang sama, atau ada tema yang sejatinya merupakan rincian dari topik lain atau turunan dari topik lain. Jika ada masukkanlah topik turunan itu ke dalam topik yang dianggap lebih tinggi posisinya.
4.    Ada kemungkinan bahwa ada dua topik atau lebih yang memiliki derajat yang sama, tapi lebih rendah dari topik yang lain. Jika terjadi hal yang demikian, maka usahakanlah agar mencari satu topik yang lebih tinggi lain yang akan membawahi topik-topik tadi.[8]
2). Manfaat Kerangka Karangan.
Kerangka karangan adalah rencana kerja yang mengandung ketentuan- ketentuan tentang pembagian dan penyusunan gagasan yang memuat garis-garis besar suatu karangan.
Adapun manfaat kerangka karangan adalah:
a.    Memudahkan penyusunan kerangka secara teratur sehingga karangan menjadi lebih sistematis dan mencegah penulis dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik atau judul.
b.    Memudahkan penempatan antara bagian karangan yang penting dan yang tidak penting.
c.    Menghindari timbulnya pengulangan pembahasan.
d.   Membantu mengumpulkan data dan sumber-sumber yang diperlukan.[9]
    3).  Bentuk Kerangka Karangan.
Lazimnya kerangka kalimat berbentuk deklaratif (berita) yang lengkap untuk merumuskan setiap topik, subtopik, atau sub-subtopik seperti dibawah ini.
I.          PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang: Isinya bahasan kesenjangan konsep ideal dan fakta, kajian pustaka, dan penalaran yang menimbulkan masalah.
B.       Perumusan Masalah: Isinya rumusan masalah dalam kalimat tanya yang akan dibahas dan akhirnya akan dijawab dalam kesimpulan.
C.       Tujuan penulisan: isinya target yang ingin dicapai.
D.      Pembatasan Masalah: Isinya perincian ruang lingkup pembahasan, tempat penelitian, dan waktunya.
E.       Metode Pembahasan: Isinya metode yang digunakan dalam penelitian tersebut.
F.        Sistematika Penulisan:Isinya adalah urutan-urutan sistem pembahasan.
II.       LANDASAN TEORI: Rumusan teori yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas, misalnya: pengertian, bagian-bagian, dan lain-lain yang sifatnya teoritis.
III.    HASIL PENELITIAN: Isinya adalah inti pembahasan. Biasanya merupakan aplikasi teori, hasil dari seluruh penelitian.
IV.    PENUTUP: Berisi kesimpulan (jawaban masalah) dan saran-saran jika ada.
V.       DAFTAR PUSTAKA: Berisi referensi tentang penulisan.[10]
FOOTNOTE
[1] Widjono Hs, Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi,(Jakarta: Grasindo, 2012) hlm 301
[2] Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grasindo, 2007)  hlm 137
[3] Widjono, op.cit., hlm 321-322
[4] Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A., Pembinaan Bahasa Indonesia, (Jakarta:UIN Jakarta Press,2007) hlm.174-175
[5] R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Erlangga, 2009)
hlm 155
[6] Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, op.cit, 176-179
[7] Widjono, loc.cit.
[8] Dian Indah, Definisi Kerangka Karangan,http://contohartikelmu.com/definisi-kerangka-karangan/ diakses pada 31 Maret 2014 pukul 14.22 WIB
[9]Dwi Agus, Kerangka Karangan,http://rayapost.com diakses pada 31 Maret 2014 pukul 14.26 WIB
[10] Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, loc.cit.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok......10
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
A.    Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak dulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca), bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara (Arifin,1985:3).
Bahasa Indonesia dengan perlahan-lahan, tetapi pasti, berkembang dan tumbuh terus. Pada waktu akhir-akhir ini perkembangannya itu menjadi demikian pesatnya sehingga bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa modern, yang kaya akan kosakata dan mantap dalam struktur (Arifin,1985:40).
Pada 28 oktober 1928, para pemuda kita mengikrarkan Sumpah Pemuda. Naskah Putusan Kongres Pemuda Indonesia Tahun 1928 itu berisi tiga butir kebulatan tekad sebaagai berikut:
Pertama : kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu,
tanah Indonesia
Kedua  : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu,bangsa   
Indonesia
Ketiga  : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Pernyataan yang pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran dan lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah Republik Indonesia sekarang adalah satu kesatuan tumpah darah yang disebut tanah air Indonesia. Pernyataan yang kedua adalah pengakuan bahwa manusia-manusia yang menempati  bumi Indonesia juga merupakan satu kesatuan yang disebut bangsa Indonesia. Pernyataan yang ketiga tidak merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Munirah, 2013: 4).
Pernyataan yang ketiga merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjungjung tinggi bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Dengan diikrarkannya Sumpah pemuda, resmilah bahasa Melayu yang sudah dipakai sejak pertenghan abad VII itu, menjadi bahasaa Indonesia (Halim, 1983: 2-3).
Menurut Arifin (1985:5-6), ada empat faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1.      Bahasa melayu sudah merupakanlingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan
2.      Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa jawa (ngoko, kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus, seperti dalam bahasa sunda (kasar, lemes).
3.      Suku jawa, suku sunda dan suku-suku yang lain dengan suka rela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
4.      Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Menurut Munirah (2013,4-7), sejarah perkembangan bahasa Melayu/ Indonesia dapat dirinci dari tahun ketahun sebagai berikut :
1.      Pada tahun 1901 disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch.A. Van Ophuiysen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2.      Pada tahun 1908 pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka menerbitkan buku-buku novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan dan buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3.      Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kokoh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
4.      Pada tahun 1933 resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya Pujangga Biru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Ali Syahbana dan kawan-kawan.
5.      Pada tanggal 25-28 Juni 1938 ilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres di Solo ini dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembanga bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan kita saat itu.
6.      Masa pendudukan Jepang (1942-1945) merupakan pula suatu masa penting. Jepang memilih bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi resmi antara pemerintah Jepang dengan rakyat Indonesia karena niat menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda untuk alat komunikasi tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan.
7.      Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
8.      Pada tanggal 19 Maret 1947 dirsmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan Van Ophuysen yang berlaku sebelumnya.
9.      Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 adalah juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
10.  Pada taggal 16 Agustus 1972, Presidan Republik Indonesia meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan melalui pidato kenegaraan di depan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No.57 tahun 1972.
11.  Tanggal 31 Agustus 1972, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh Indonesia.
12.  Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 merupakan peristiwa yang penting bagi kehidupan bahasa Indonesa. Kongres yang diadakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang kelima puluh ini, selain memperlihatkan kemajuan,pertumbuhan, dan perkembanga bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan keduduka dan fungsi bahasa Indonesia.
13.  Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yang mewajibkan kepada semua warga Negara Indonesia menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin. Selai itu, kongres menugasi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa untuk memantau hasil-hasil kongres sebelumnya kepada kongres berikutnya.
14.  Kongres Bahasa Indonesia V juga diadaka di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 3 November 1988. Kongres ini merupaka kongres yang terbesar dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara, juga kongres ini diikuti oleh peserta tamu dari Negara sahabat, seperti Mlaysa, Singapura, Brunai Darussalam, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ke-5 ini dibuka olehPresiden Soeharto di Istana Negara Jakarta. Kongres ini ditandai dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada seluruh pencinta bahasa di Nusantara, yakni berupa (1) Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2) Tata Bahasa Buku Bahasa Indonesia. dan (3) buku-buku bahan penyuluhan bahasa Indonesia.
15.  Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1993. Dalam kongres ini diselenggarakan pula pameran buku yang menyajikan 385 judul buku yang terdiri atas buku-buku yang berkaitan dengan kongres bahasa Indonesia, Sumpah Pemuda, Bahasa dan Sastra Indonesia, serta kamus berbagai bidang ilmu, antara lain Kimia, Matematika, Fisika, Biologi, Kedokteran, dan Manajemen. Selain itu, disajikan pula panel Sumpah Pemuda, foto kegiatan kebahasaan/ kesastraan, dan peragaan komputer sebagai pengolah data kebahasaan.
16.  Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres ini melanjutkan program kegiatan dari kongres VI.
17.  Kongres Bahasa Indonesia VIII deiselenggarakan di Jakarta pada tanggal 14 – 17 Oktober 2003. Kongres ini merupakan kongres yang terbesar dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri oleh kira-kira seribu pakar bahasa Indonesiandari seluruh Nusantara, juga kongres ini diikuti oleh peserta tamu dari hampir seluruh negara. Disamping itu, dalam kongres ini dianugerahkan penghargaan bagi pejabat yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
18.  Kongres Bahasa Indonesia IX diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 1 November 2008. Kongres ini merupakan kongres yang terbesar dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri oleh kira-kira 1.300 pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara, juga kongres ini diikuti oleh peserta tamu dari hampir seluruh negara. Disamping itu, dalam kongres ini dianugerahkan penghargaan bagi pejabat yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
B.     Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa kenegaraan yang kita pakai di negara Indonesia untuk berkomunikasi dengan orang lain. Sebenarnya Bahasa Indonesia tidak semudah yang terlihat. Bahasa ini memiliki aturan yang cukup detail dalam pengaturan tata bahasa yang digunakan. Bahasa Indonesia merupakan bahasa formal yangditetapkandiNegara kita(http://fungsibahasaindonesia22bandit33oran.blogspot.com,2013).
1.      Kedudukan Bahasa Indonesia.
Bahasa indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1982 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional; kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di dalam Undang-Undang Dasar  1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, Pasal 36) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Dengan kata lain, ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai dengan Sumpah Pemuda 1928; kedua, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara sesuai  dengan Undang-Undang Dasar 1945 (Arifin,1985:9).
2.      Fungsi Bahasa Indonesia.
Menurut Moeliono (1980:15-22), di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
a.       Lambang kebanggaan kebangsaan.
Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita.  Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan serta rasa  kebanggaan memakainya senantiasa kita bina.
b.      Lambang identitas nasional
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang negra kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini  bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain.
c.       Alat perhubungan antar warga, antar daerah dan antar budaya
Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari pelosok yag satu ke pelosok yang lain di tanah air kita dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi.
d.      Alat penyatuan berbagai suku bangsa
Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yyang bersangkuatan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu kita dapat meletakkan kepentingan daerah atau golongan.
Menurut moeliono (1980:22-31), di dalam kedudukannya sebagai  bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a.       Bahasa resmi  kenegaraan.
Sebagai  bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara, peristiwa dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen-dokumen dan putusan-putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.
b.      Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia, kecuali di daerah-daerah seperti daerah Aceh, Batak, Sunda, Jawa, madura, Bali, dan Makassar yang menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
c.       Alat  perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan  pembangunan
Di dalam hubungan dengan  fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat  yang  sama  latar  belakang sosial budaya dan bahasanya.
d.      Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita.
C.     Ragam Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dipakai dalam berbagai keperluan tentu tidak seragam, tetapi akan berbeda-beda disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Keanekaragaman penggunaan bahasa Indonesia itulah yang
dinamakan ragambahasa(Candrarosdianto.blogspot.com,2013).
1.      Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakainnya ini dan bermacam-macam pula latar belakang penuturnya, mau tidak mau akan melahirkan sejumlah ragan bahasa. Adanya bermacam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan fungsi, kedudukan serta lingkungan yang berbeda-beda. Ragam bahasa ini pada pokoknya dapat dibagi dalam dua bagian yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat ini tidak dapat dibenarkan seratus persen sebab tidak semua ragam lisan dapat dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam tulis (Arifin,1985:15).
Menurut  Arifin (1985:15-17), Perbedaan kedua ragam ini adalah sebagai berikut:
a.       Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan  adanya teman bicara berada di depan.
b.      Di dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi.
 Contoh:
Orang yang berbelanja di pasar.
“Bu, berapa cabenya?”
“Tiga Puluh.”
“Bisa Kurang?”
“dua lima saja, Nak.”
Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-fungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam  tulis menghendaki agar orang yang “diajak bicara” mengerti isi  tulisan  itu. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam buku, majallah dan surat kabar.
  c.    Ragam lisan sangat terikat pada kondisi , situasi, ruang dan waktu . Apa yang dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan berlaku untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan  dalam suatu ruang diskusi  susasstra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang itu. Ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang dan waktu. Suatu tulisan dalam sebuah buku yang di tulis oleh seorang  penulis di indonesia dapat dipahami oleh orang yang berada di amerika atau Inggris. Sebuah buku yang ditulis pada tahun 1985 akan dapat dipahami dan dibaca oleh orang yang hidup pada tahun 2000 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan oleh kelengkapan unsur-unsur dalam ragam tulis.
      d.      Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar dan huruf miring.
2.      Ragam Baku dan Tidak  Baku
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat  pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Sedangkan, ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku (Arifin,1985:18).
Menurut Arifin (1985:19-20),  ragam baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a.       Kemantapan dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa.  Kalau kata rasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dibubhi pe-, akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe- akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk  lepas tangan, lepas pantai, dan  lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa baku.
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki adanya bentuk mati . kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebut langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
b.      Cendekia
 Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan formal  (sekolah).
Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak  pembicara atau penulis. Selanjutnya ragam baku dapat memberikan   gambaran  yang  jelas dalam otak pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendekia adalah sebagai berikut:
Rumah jutawan yang aneh akan dijual
Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian, kalimat itu tidak memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendeki kalimat tersebut harus diperbaiki sebagai berikut:
Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual
Rumah milik sang jutawan aneh akan dijual
c.       Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman .Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memakai istilah pramugara dan pramugari.  Andaikan ada orang yang mengsulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward dan stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu menjadi ragam baku. Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk di pakai. Yang timbul dalam masyarakat ialah pramugara dan pramugari.
d.      Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam  lisan dan  ragam tulis, ragam baku dam ragam tidak baku. Oleh sebab itu, muncul ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran dan buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan bahasa indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umm Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Bagaimana dengan masaah ragam baku lisan? Ukuran dan nilai ragam baku lisan bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraanya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya (Arifin,1985:20).
e.       Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Baik ragam lisan maupun ragam tulis bahasa Indonesia ditandai pula oleh adanya ragam sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam bahasa yamg digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan sosial tersendiri. Selain itu, ragam sosial tidak jarang dihubungkan dengan tinggi atau rendahnya status kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam hal ini, ragam baku nasional dapat pula berfungsi sebagai ragam sosial yang tinggi, sedangkan ragam baku daerah atau ragam sosial yang lain merupakan ragam sosial dengan nilai kemasyarakatan yang rendah. Ragam fungsional  yang kadang-kadang disebut juga ragam profesional adalah ragam bahasa  yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan keresmian keadaan penggunaannya. Dalam kenyataaanya, ragam fungsional menjelma sebagai bahasa negara dan bahasa keprofesian, seperti bahasa dalam lingkungan keilmuan/tekhnologi, kedokteran, dan keagamaan (Arifin,1985:21).
Menurut Candrarosdianto (2013), ragam bahasa berdasarkan penutur terdiri atas:
a.              Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggaldi Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak padapelafalan/b/padaposisiawal saat melafalkan namanama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logatbahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
b.              Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
contoh:
a)      Ira mau nulis surat à Ira mau menulis surat
b)      Saya akan ceritakan tentang Kancil à Saya akan menceritakan tentang Kancil.
c.       Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
            Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1985. Cermat Berbasa Indonesia untuk   Perguruan
Halim, Amran. 1983. Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa
Moeliono, Anton M. 1980. Bahasa Indonesia dan Ragam-ragamnya. Jakarta: Bharatara.
Munirah. 2014. Bahan Ajar Bahasa Indonesia. Makassar : Universitas Muhammadiyah      Makassar.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........11
PLAGIARISME
A.    Pengertian plagiarisme.
Ada banyak definisi plagiarisme, namun pada prinsipnya sangat sederhana, yaitu bahwa plagiarisme adalah kegiatan mengakui karya tulis orang lain sebagai karyanya sendiri atau tanpa menyebutkan sumber dari mana pendapat tersebut diambil. Dalam dunia penelitian, plagiarisme dapat terdapat dalam dua bentuk. Pertama adalah plagiarisme dalam pelaksanaan penelitiannya itu sendiri yang dapat berupa : (1) mengulang penelitian orang lain dan mengklaimnya bahwa penelitian itu belum pernah dilakukan orang lain sebelumnya; dan (2) menggunakan data hasil penelitian orang lain dan mengklaimnya seolah-olah data hasil penelitian yang dilakukannya. Kedua adalah plagiarisme dalam penulisan karya ilmiahnya. Bentuk plagiarisme kedua inilah yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Menurut Hexam (1999), seseorang dianggap sudah melakukan plagiarisme jika dalam tulisannya ia telah menggunakan lebih dari empat kata yang diambilnya dari suatu tulisan orang lain, padahal dalam tulisannya tersebut ia tidak menyertakan tanda kutip, sebagai bentuk dari pengutipan langsung.
Plagiarisme pada prinsipnya yaitu mengakui hasil karya orang lain sebagai karya miliknya sendiri tanpa mencantumkan sumbernya. Menurut Marshall & Rowland dalam jurnal milik Tarkus Suganda menyatakan bahwa berdasarkan niatnya, ada dua jenis plagiarisme, yaitu plagiarisme yang dilakukan dengan sengaja (deliberate) dan plagiarisme yang dilakukan secara tanpa disengaja (accidental).Deliberate plagiarism adalah kegiatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk membajak karya ilmiah orang lain, contohnya adalah membajak isi buku orang lain, menerjemahkan karya orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu (apalagi jika mengklaimnya sebagai karyanya sendiri), dll. Sedangkan accidental plagiarism terjadi lebih disebabkan karena ketidaktahuan si penulis tentang kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah dan tentang tata cara atau etika menulis artikel ilmiah atau mungkin karena si penulis artikel tidak memiliki akses ke kepustakaan yang diperlukannya tersebut.[1]
Menurut Peter Salim dalam jurnal milik Sentosa Sembiring, plagiarisme berarti penjiplakan. Sedangkan plagiarize, mengambil tulisan, pendapat orang lain dan digunakan sebagai kepunyaan sendiri, menjiplak, plagiat. Plagiarist, orang yang menjiplak tulisan, pendapat orang lain. Plagiary, penjiplakan.[2]  Dalam dunia penelitian, plagiarisme dapat terdapat dalam dua bentuk. Pertama adalah plagiarisme dalam pelaksanaan penelitiannya itu sendiri yang dapat berupa : (1) mengulang penelitian orang lain dan mengklaimnya bahwa penelitian itu belum pernah dilakukan orang lain sebelumnya; dan (2) menggunakan data hasil penelitian orang lain dan mengklaimnya seolah-olah data hasil penelitian yang dilakukannya. Kedua adalah plagiarisme dalam penulisan karya ilmiahnya. Bentuk plagiarisme kedua inilah yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Menurut Hexam (1999), seseorang dianggap sudah melakukan plagiarisme jika dalam tulisannya ia telah menggunakan lebih dari empat kata yang diambilnya dari suatu tulisan orang lain, padahal dalam tulisannya tersebut ia tidak menyertakan tanda kutip, sebagai bentuk dari pengutipan langsung. Plagiarisme dianggap berbahaya bagi perkembangan ilmu pengetahuan (dan peradaban manusia) karena seharusnya ilmu pengetahuan dihasilkan melalui suatu proses yang benar dan jujur. Ilmu pengetahuan manusia tidak diperoleh semuanya dengan seketika melainkan melalui berbagai tahapan penelitian yang dilakukan oleh banyak orang dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi ilmuwan untuk saling menghargai jerih payah orang lain. Melakukan plagiarisme berarti tidak menghargai jerih payah sesama peneliti atau penulis yang ilmunya sudah menjadi bagian dari kekayaan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, selayaknya, pendidikan kita menempatkan subyek pemahaman tentang plagiarisme sebagai hal penting yang harus difahami agar plagiarisme dapat dicegah.
B.     Hak Cipta.
1.      Pengertian Hak Cipta.
Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak eksklusif yang dimaksud dalam pengertian hak cipta diatas yaitu hak khusus yang hanya dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta. Apabila orang lain ingin mengakui hak cipta tersebut maka harus dengan seizin penciptanya atau pemegang hak cipta. Hal ini dikarenakan bahwa suatu ciptaan itu tidak mudah diciptakan, butuh proses yang lama, dimulai dari gagasan inspirasi sang pencipta kemudian di tuangkan dalam pemikiran yang melahirkan suatu ciptaan.
Hak cipta adalah hak alam, dan menurut prinsip ini bersifat absolut, dan dilindungi haknya selama si pencipta hidup dan beberapa tahun setelahnya. Sebagai hak absolut, maka hak itu pada dasarnya dapat dipertahankan terhadap siapapun, yang mempunyai hak itu dapat menuntut tiap pelanggaran yang dilakukan oleh siapa pun. Dengan demikian suatu hak absolut mempunyai segi balik (segi pasif), bahwa bagi setiap orang terdapat kewajiban untuk menghormati hak tersebut.[3]
2.      Hak Ekonomi dan Hak Moral
Hak eksklusif dari hak cipta terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak cipta telah dialihkan.[4]
Hak moral tidak dapat dialihkan kepada orang lain selama pencipta masih hidup. Hak moral baru dapat dialihkan setelah pencipta meninggal dunia dengan wasiat atau hal-hal lain berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan. Pencipta memiliki hak ekonomi, apabila orang lain ingin melaksanaan hak ekonomi dari ciptaan wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki beberapa hak ekonomi untuk melakukan:
a.    Penetbitan ciptaan;
b.    Pengadaan ciptaan dalam segala bentuknya;
c.    Penerjemahan ciptaan;
d.   Pengadaptasian, pengaransemenan, dan pentransformasian cipraan;
e.    Pendistribusian ciptaan atau salinannya;
f.     Pertunjukkan ciptaan;
g.    Pengumuman ciptaan;
h.    Komunikasi ciptaan, dan
i.      Penyewaan ciptaan.
3.      Pencipta, Ciptaan dan Pemegang Hak Cipta
a.       Pencipta.
Dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Sedangkan yang dimaksud dengan ciptaan pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang ini  yaitu setiap hasil ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Dari rumusan tersebut dapat diketahui tentang siapa yang dapat menjadi pencipta dan jumlahnya dapat lebihdari satu orang. Apabila penciptanya beberapa orang maka syaratnya dalam melahirkan suatu ciptaan wajib dilakukan secara bersama-sama. Ada kerjasama satu dengan yang lain diantara mereka dalam melakukan ciptaan. Oleh karena sifatnya demikian maka dipandang tidak dimungkinkan sebuah badan hukum menjadi pencipta. Dengan demikian perseroan terbatas, koperasi dan yayasan tidak dapat sebagai pencipta walaupun mereka kedudukannya sebagai badan hukum dan diperlakukan sebagai manusia pada umumnya.[5]
b.      Ciptaan.
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, dan keahlian yang di ekspresikan dalam bentuk nyata, hal ini tertera dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Mengenai ciptaan yang dilindungi, Berdasarkan Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang salah satunya yaitu buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya termasuk didalamnya cerita pendek.
c.       Pemegang Hak Cipta.
Pada Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.`
4.      Perlindungan Hak Cipta.
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. Hak Kekayaan Intelektual memang menjadikan karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia yang harus dilindungi. Perlindungan yang dimaksud di sini adalah perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan hasil dari proses kemampuan berpikir manusia yang dijelmakan ke dalam bentuk suatu ciptaan dan penemuan ciptaan atau penemuan tersebut merupakan milik yang diatasnya melekat suatu hak yang bersumber dari akal.
Perlindungan hak cipta di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda yaitu penerapan Auteurswet 1912 yang berlaku sampai diundangkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Pada masa itu, hak cipta tidak begitu populer di Indonesia, karena adanya suatu anggapan mengenai konsep pemikiran terhadap hak cipta tersebut adalah berasal dan berkembang pada masyarakat Barat. Dalam pelaksanaannya dianggap berlaku melebihi hak milik yang bersifat perorangan, karena dalam hak cipta merupakan suatu hak yang bersifat khusus (exclusie rights).
Hak cipta lahir bukan karena diberikan oleh Negara, akan tetapi hak cipta diakui lahir sejak pada saat karya cipta tersebut selesai diwujudkan dalam bentuknya secara fisik. Berdasarkan pemikiran tersebut maka timbul konsep yang mendasar dari hukum hak cipta adalah bahwa hak cipta melindungi ekspresi dari ide-ide, informasi-informasi atau fakta-fakta tersebut.  Berlakunya Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta memberikan perlindungan hukum terhadap pencipta yang telah memberikansebuah karya yang bermanfaat bagi orang banyak yang telah diperbaharui menjadi undang-undang No. 28 tahun 2014. Esensi yang paling penting dari setiap bagian Hak Milik Intelektual ini adalah adanya suatu ciptaan tertentu (creation).
Hak Cipta berfungsi memberikan sumbangsih dalam penciptaanpenciptaan baru sehingga mempunyai peranan yang sangat strategis, karena usaha untuk menciptakan ataupun menemukan sesuatu yang bermanfaat terutama untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup orang banyak. Di samping itu peranan Hak Cipta ini juga penting karena merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan sejumlah nilai jasa (imbalan baik berupa materi maupun non materi) bagi penciptanya. Hak cipta memberi hak monopoli kepada individu penemu atau pencipta, dan pada gilirannya masyarakat secara keseluruhan akan mendapatkan manfaat dari perkembangan kreasi individuindividu tersebut.
C.       Metode Penelitian.
Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sitematis dan konsisten. Metodelogis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu ; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti berdasarkan tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.[6]Peranan metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai berikut:
1.    Menambah kemampuan para ilmuan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik dan lengkap;
2.    Memberi kemungkinan yang lebih besar , untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui;
3.    Memberi kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner;
4.    Memberi pedoman untuk mengorganisir serta mengintegrasikan pengetahuan , mengenai masyarakat.
Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.[7]
D.    Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif-empiris (terapan). Penelitian hukum normatif-empiris (terapan) selalu terdapat 2 (dua) tahap kajian. Tahap pertama, kajian mengenai hukum  normatif (perundang-undangan) yang berlaku, dan tahap kedua kajian hukum empiris berupa penerapan (implementasi) pada peristiwa hukum in concreto guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.[8]Penelitian ini akan mengkaji permasalahan dengan melihat kepada peraturan perundang-undangan dan kenyataan yang terjadi berkaitan dengan pelaksanaan pelanggaran plagirisme berkenaan dengan cerpen di koran ditinjau dari Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
E.     Tipe Penelitian.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalahNonjudicial Case Study, yaitu pendekatan studi kasus hukum tanpa konflik. Kalaupun ada konflik, diselesaikan oleh pihak-pihak sendiri secara damai, tanpa campur tangan pengadilan.[9] Untuk itu, pada penelitian ini akanmenjelaskan ketentuan hukum hak cipta yang dilanggar oleh penulis dalam melakukan pelanggaran plagirisme cerita pendek.
F.      Pendekatan Masalah.
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesain masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian. Penelitian ini termasuk pendekatan hukum normatif-terapan yang menggunakan data sekunder yang berasal dari buku-buku hukum yang dalam ruang lingkup hukum Hak Kekayaan Intelektual. Selain menggunakan data dari buku-buku, penelitian ini mengimpun data dan informasi dari perjanjian yang telah dibuat kedua belah pihak dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.    Mengidentifikasi sumber hukum menjadi dasar rumusan masalah
2.    Mengidentifikasi sumber-sumber bacaan yang menjadi acuan untuk melakukan penulisan penelitian hukum ini
3.    Mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan yang bersumber dari rumusan masalah
4.    Mengkaji secara analisis data yang bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.
G.    Data dan Sumber Data.
Data yang di perlukan dalam penelitian hukum normatif empiris adalah data sekunder dan data primer. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :
1.      Data Sekunder.
Data sekunder  adalah data yang diperoleh  dengan mempelajari buku-buku, skripsi, surat kabar, artikel internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas serta mempelajari peraturan perundang-undangan, dan buku-buku hukum. Kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut :
a.    Menginvertarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah dengan cara membaca, mempelajari, mengutip/mencatat, dan memahami maknanya;
b.    Mengkaji data yang sudah terkumpul dengan cara menelaah literatur-literatur dan bahan kepustakaan lainnya agar mempermudah pembahasan penelitian ini serta untuk menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.
c.    Analisis data dari KUHPerdata, Undang-Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Data dan Undang-Undang tentang HAKI skunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier
a.       Bahan Hukum Primer, Bahan-bahan  hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini
b.      Bahan Hukum Sekunder, Bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan bacaan dari bahan hukum primer dimana dimana berupa segala perundang-undangan dan dokumen lainnya.
2.      Data Primer, Data primer dilakukan dengan observasi disertai pencatatan dilokasi penelitian. Data primer meliputi data perilaku terapan dari ketentuan normatif terhadap peristiwa hukum in concreto.Banyaknya data primer bergantung dari banyaknya tolok ukur normatif yang diterapkan pada peristiwa hukum.
F.      Metode Pengumpulan Data.
Data yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data:
a.       Studi Pustaka. Studi Pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, menelaah dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.
b.      Studi Dokumen, Pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, tetapi dapat diketahui oleh pihak tertentu. Pengkajian dan analisis informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum berupa dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian ini terkait isi perjanjian.
c.       Wawancara, Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer, maka penelitian mengadakan studi lapangan dengan teknik wawancara kepada narasumber. Yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah penulis cerita pendek yang dimuat dalam koran. Dalam wawancara tersebut digunakan teknik wawancara dengan bertatap muka langsung dengan menggunakan catatan-catatan yang berisi beberapa pertanyaan yang nantinya akan dikembangkan saat wawancara berlangsung.
G.    Metode Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul, diolah melalui cara pengolahan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.      Identifikasi. Identifikasi data adalah mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan proses dan mengidentifikasi segala literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
2.      Editing. Editing merupakan proses meneliti kembali data yang diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada. Hal tersebut sangat perlu untuk mengetahui apakah data yang telah kita miliki sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya. Dari data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul serta diseleksi terlebih dahulu dan diambil data yang diperlukan.
3.      Penyusunan  Data. Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat. Sehingga tidak ada data yang dibutuhkan terlewatkan dan terbuang begitu saja.
4.      Penarikan Kesimpulan. Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara sistematis, kemudian dilanjutkan dengan penarikan suatu kesimpulan yang bersifat umum dari data yang bersifat khusus.
H.    Analisis Data. Bahan hukum (data) hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif kemudian dilakukan pembahasan dengan cara menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada dalam perumusan masalahkemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan.
FOOTNOTE
[1] Tarkus Suganda, Perihal Plagiarisme Dalam Artikel Ilmiah, Bandung, Universitas Padjadjaran, Jurnal: Agrikultura Vol. 17 No.3, 2006, hlm 162.
[2] Sentosa Sembiring,Penghormatan Terhadap Karya Tulis Seseorang Sebagai Langkah Awal Untuk Mencegah Terjadinya Plagiarisme Dalam Melahirkan Suatu Karya Tulis, Bandung, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Law Review Vol. VIII No. 3, 2009, hlm 477 (Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, Jakarta: Modern English Press, 1991, hlm 1423),
[3] Arif, Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 78
[4] Andrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, 2009,  hlm 115
[5] Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Jakarta : Rineka Cipta, 2010, hlm. 8
[6] Soerjono Soekanto, 1982,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.42.
[7] Ibid.,hlm.7.
[8] Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 53
[9] Ibid., hlm.149.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...