tahap dua kata, satu frasa (the two – word stage); dan (4) tahap
menyerupai telegram (telegraphic speech).[[6]]
1.
Endnote
Pada teknik endnote, nama pengarang diletakkan setelah bunyi
kutipan atau dicantumkan di bagian akhir narasi, dengan ketentuan sebagai
berikut.
a. Membuat
pengantar kalimat sesuai dengan keperluan
b. Menampilkan kutipan, baik
dengan kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung
c. Menulis nama akhir
pengarang tanpa koma, tahun terbit titik dua, dan nomor halaman di dalam kurung
dan akhirnya diberi titik.
Contoh :
Ada aspek penguasaan pragmatik, anak dianggap sudah dapat berbahasa
pada waktu ia mampu mengeluarkan kata-kata pertamanya, yaitu sekitar usia satu
tahun. Akan tetapi sesungguhnya sejak masa-masa awal setelah kelahirannya anak
mampu berkomunikasi dengan ibunya.
Demikian juga orang-orang dewasa di lingkungannya pun memperlakukan
anak seolah-olah sudah dapat berbicara (Spencer dan Kass, 1970 : 130).[[7]]
A.
Penulisan Ibid, op.cit, dan loc. cit.
Singkatan ini digunakan untuk memendekkan penulisan informasi
pustaka dalam footnote. Penulisan harus memperlihatkan persyaratan baku yang
sudah lazim.
Ibid
a. Ibid singkatan kata
ibidium berarti di tempat yang sama dengan diatasnya.
b. Ibid ditulis dibawah catatan
kaki yang mendahuluinya
c. Ibid tidak dipakai
apabila telah ada catatan kaki lain yang menyelinginya.
d. Ibid diketik atau ditulis
dengan huruf kapital pada awal kata, dicetak miring, dan diakhiri titik.
e. Apabila referensi
berikutnya berasal dari jilid atau halaman lain, urutan penulisan : ibid, koma,
jilid, halaman.
Contoh
:
4 Hernomo, Mengikat
Mana, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 109-130.
5 Ibid., 133-145.[[8]]
2. op.
cit. (ofere citato)
3. loc.
cit (loco citato)
a.
Loc. cit singkatan loco citato, berarti di tempat yang telah
disebutkan,
b.
Merujuk sumber data pustaka yang sama yang berupa buku kumpulan
esa, jurnal, ensiklopedi, atau majalah, dan telah diselingi sumber lain .
c.
Jika halaman sama kataloc.cit tidak diikuti nomor halaman,
jika halaman berbeda kata loc. cit diikuti nomor
d.
Menyebutkan nama famili (keluarga) pengarang.
Contoh :
a.
Sarwiji Suwandi, “Peran Guru dalam meningkatkan Kemahiran Berbahasa
Indonesia Siswa berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi“, Kongres Bahasa
Indonesia VIII, (Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia, 2003), 1-15
b.
Abraham H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian 2 terj. Nurum Imm,
(Jakarta : Pustaka Binaman Presindo, 1994), 1-40
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 2003. Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa
Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Karyanto, Umum Budi. 2007.Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: STAIN Press.
HS. Widjono.. 2005. Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia
Widiasarana.
FOOTNOTE
[1] J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asia dalam Bahasa
Indonesia. hal. 244.
[2] Umum Budi Karyanto, Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi, hal. 81.
[3] Ibid
[4] Widjono H.S, Bahasa Indonsia, hal. 69.
[5] Karyanto, op. cit., 84-87
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....7
PEMAKAIAN TANDA BACA
A.
Ejaan dan Huruf
Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis
yang distandarisasikan. Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni
aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf
dan penyusunan abjad, aspek morfologi yang menyangkut penggambaran satuan-satuan
morfemis dan aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca[1].
Ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkanlambang-lambang bunyi
ujaran dan bagaimana interrelasi antaralambang-lambang itu
(pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa.[2]
Huruf merupakan tanda aksara di tata tulis yang merupakan anggota
abjad yang melambangkan bunyi bahasa. Huruf adalah bagian terkecil dari bahasa
dan tidak bermakna.huruf merupakan sesuatu yang penting dalam bahasa. Dari
huruflah semuanya lahir, dari huruflah tercipta karangan yang indah, puisi yang
menarik, pantun yang jenaka, novel yang best seller, dari huruf tercipta
nama-nama yang indah dan dari huruf tercipta ruang spasi yang indah dan pembeda
segalanya.[3]
Huruf adalah
sebuah grafem dari
suatu sistem tulisan,
Dalam suatu huruf terkandung suatu fonem, dan fonem tersebut membentuk suatu bunyi dari bahasa yang dituturkannya. Setiap aksaramemiliki
huruf dengan nilai bunyi yang berbeda-beda. Dalam aksara, biasanya suatu huruf
melambangkan suatu fonem atau bunyi. Berbeda dengan logogram atau ideogram,
yang hurufnya mewakili ungkapan atau makna suatu lambing.[4]
B.
Tanda Baca
Tanda baca dalam bahasa Indonesia merupakan salah satu kaidah bahasa
yang sangat penting. Tanda baca merupakan simbol dalam suatu bacaan untuk dapat
dipahami dengan mudah oleh pembacanya. Tanpa tanda baca, kita akan sulit
memahami maksud yang terkandung dalam bacaan tersebut. Oleh karena itu, tanda
baca tersebut sangat perlu kita pelajari agar kita tahu maksud dari suatu
bacaan, dan mampu membuat tulisan dengan baik dan benar.
Tanda baca disebut jugapungtuasi. Pungtuasi yaitu tanda yang
dipakai dalam bagian kalimat tertulis, dibuat berdasarkan unsur suprasegmental
dan hubungan sintaksis. Unsur suprasegmental yaitu unsur bahasa yang
kehadirannya bergantung kepada kehadiran segmental. Unsur ini terdiri dari atas
tekanan keras, tekanan tinggi (nada) dan tekanan panjang.[5]
Tanda baca pada hakikatnya merupakan alat bantu yang berupa
tanda-tanda baca untuk memperjelas maksud serta tujuan yang terkadung dari
bahasa itu sendiri. Tanpa adanya tanda baca, suatu bahasa akan sangat sulit
menduduki dirinya sebagai sarana komunikasi yang paling efektif.[6]
Tanda baca di dalam bahasa tulis dapat dipakai sebagai alat
pengganti yaitu tanda baca dapat menggantikan unsur-unsur non bahasa dalam
batas-batas tertentu seperti mimik, jeda, lagu, intonasi, dan aksen yang
terdapat dalam bahasa lisan, sehingga gagasan atau pesan yang disampaikan mudah
dimengerti oleh pembaca.[7]
Dalam suatu penuturan yang tidak disertai dengan tanda baca
merupakan suatu teka-teki bagi pembaca, sehingga pemahaman yang dimiliki oleh
pembaca merupakan suatu perbedaan saja.[8]
Dalam pengertian sehari–hari bahasa lebih diidentikan dalam bahasa
lisan, tetapi untuk menuangkannya dalam bahasa tulisan sebagai pencerminan dari
bahasa lisan menjadi agak sulit dan untuk memudahkannya dibuatlah tanda baca.
Apabila kita menggunakan bahasa lisan, orang akan lebih mudah untuk
memahami apa yang dimaksud oleh penuturnya. Hal ini dikarenakan adanya intonasi
pada kalimat-kalimat yang diucapkan. Tetapi segalanya akan menjadi lain ketika
percakapan itu di tuangkan ke dalam bahasa tulisan, sebab segala intonasi yang
terdapat dalam bahasa ragam lisan itu akan sukar untuk diungkapkan dengan
bahasa ragam tulisan. Untuk menutupi segala kekurangan dan kesukaran itulah
tanda baca sangat di butuhkan sebagai kunci atas apa yang ingin disampaikan
oleh penulis kepada pembaca.[9]
C.
Latar Belakang Tanda Baca
Pengarang pada umumnya kebanyakan lebih suka memperindah kata-kata
untuk dirangkai menjadi sebuah kalimat yang menarik, namun kata yang indah dan
menarik itu belum tentu bisa dikatakan sempurna makanya tidak jarang dapat
menimbulkan suatu hal yang kurang baik. Dalam beberapa hal bahasa
lisan berbeda sedemikian rupa dengan bahasa tulisan. Umumnya bahasa tulisan
ditandai dengan lagu, jeda, dan intonasi pada kalimat-kalimat
yang disampaikan. Bila dituangkan dalam bahasaa tulisan maka akan
sering dijumpai kesukaran-kesukaran sehingga tanpa adanya tanda-tanda baca,
maka kesukaran-kesukaran itu tentu saja tidak akan
dapat tertanggulangi. Untuk menutup segala kekurangan itulah maka
dibentuk tanda baca.[10]
Karangan yang baik tidak hanya di lihat dari segi kalimat serta
keindahan kata-katanya saja, tetapi hendaknya juga memperhatikan faktor-faktor
yang lainnya, salah satu diantaranya adalah tanda baca. Pada umumnya kebanyakan
penulis sering mengabaikan penggunaan tanda baca dalam karangannya. Padahal
peran tanda baca sangat penting sekali dalam membantu pembaca memahami isi
suatu karangan dengan tepat dan benar. Mengingat betapa pentingnya tanda baca
dalam sebuah karangan maka penulis akan mencoba memaparkan latar belakang
terciptanya tanda baca berdasarkan beberapa ahli bahasa. Yang penulis baca dari
beberapa buku karyanya.
D.
Jenis Tanda Baca.
Menurut
pedoman umumejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan jenis tanda baca dapat
digolongkan menjadi :
1. Tanda
baca titik yang penulisannya ditandai dengan ( . )
2. Tanda
baca koma yang penulisannya ditandai dengan ( , )
3. Tanda
baca titik koma yang penulisannya ditandai dengan ( ; )
4. Tanda
baca titik dua yang penulisannya ditandai dengan ( : )
5. Tanda
baca hubung yang penulisannya ditandai dengan (- )
6. Tanda
baca pisah yang penulisannya ditandai dengan ( )
7. Tanda
baca elipsis yang penulisannya ditandai dengan ( … )
8. Tanda
baca tanya yang penulisannya ditandai dengan ( ? )
9. Tanda
baca seru yang penulisannya ditandai dengan ( ! )
10. Tanda
baca kurang yang penulisannya ditandai dengan (( …))
11.
Tanda baca kurung siku yang penulisannya ditandai dengan ( [ … ] )
12.
Tanda baca petik yang penulisannya ditandai dengan ( “…” )
13.
Tanda baca petik tunggal yang penulisannya ditandai dengan ( ‘…’ )
14.
Tanda baca garis miring yang penulisannya ditandai dengan ( / )
15.
Tanda baca penyingkat atau apostrof yang penulisannya ditandai dengan ( ‘ )
E.
Fungsi Tanda Baca.
Tanda baca merupakan suatu alat bantu untuk
menandakan atau memperjelas maksud serta tujuan penulis dalam karangannya.
Dengan adanya alatbantu yang berupa tanda baca pada sebuah karangan akan
memudahkan pembaca memahami isinya.[11]
Di samping itu tanda baca juga dapat berperan dalam suatu tulisan
yaitu sebagai alat pengganti terhadap unsur-unsur non bahasa seperti intonasi,
dan lain sebagainya yang terdapat dalam bahasa lisan. Apabila tanda baca tidak
ada maka akan menyulitkan pembaca memahami isim karangan.[12]
Dalam hal pembuatan karangan ilmiah, kesalahan huruf dan tanda baca
sering muncul. Dan di dalam penulisan tanda baca sering sekali kita lalai dan
melakukan kesalahan dalam penulisanya. Sehingga menjadikan karangan atau karya
ilmiah kita menjadi sebuah karya yang kurang baik karena ada kesalahan dalam
penulisanya. Dari berbagai kesalahan itu, sebenarnya para penulis karya ilmiah
mampu untuk membuat tulisannya, akan tetapi mereka sering lalai dan ceroboh
dalam penggunaan tanda baca. Karena apa, tanda baca selalu di
anggap sepele dalam penggunaanya sehingga kadang menjadikan kalimat
itu menjadi rancu dan berbeda arti.. Oleh karena itu, pemakaian tanda baca
dalam penyusunan kalimat sangat perlu untuk diperhatikan.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi tanda baca disini adalah
sebagai alat bantu dan sebagai alat pengganti unsur-unsur non bahasa dengan
maksud agar memudahkan pembaca memahami ahli suatu tulisan.
F.
Perbedaan EYD dan EBI.
Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50
tahun 2015, Mendikbud mencabut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46
Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD).Dengan begitu, EYD sudah tidak berlaku lagi. Pemerintah
menggantikannya dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
Jika
kita anggap EBI adalah sistem ejaan baru, EBI adalah sistem ejaan keempat yang
pernah digunakan di Indonesia. Tahun 1947 kita pernah menggunakan Ejaan
Republik atau Ejaan Soewandi. Tahun 1959 kita pernah gunakan Ejaan Melindo,
meskipun gagal diterapkan karena konflik politik Indonesia-Malaysia. Baru pada
1972-lah diterbitkan EYD yang berlaku hingga 25 November 2015.
Secara
yuridis, kini sistem ejaan yang resmi (diakui negara) adalah Ejaan Bahasa
Indonesia yang terlampir dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun
2015. Meskipun namanya ganti, tidak ada perbedaan mendasar antara EYD
dengan EBI. Hanya ada tiga perbedaan yang dapat kitatemukan.
1.
penambahan huruf vokal diftong. Di EYD, huruf diftong hanya tiga
yaitu ai, au, ao. Di EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei (misalnya pada
kata geiser dan survei).
2.
penggunaan huruf kapital. Pada EYD tidak diatur bahwa huruf kapital
digunakan untuk menulis unsur julukan. Dalam EBI, unsur julukan tidak diatur
ditulis dengan awal huruf kapital.
3.
penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga,
yaitu menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, dan
menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ke tiga dihapus.[13]
G.
Pemakaian Huruf
1.
Abjad
Dalam bahasa Indonesia abjad yang digunakan terdiri dari huruf
sebagaimana berikut:
Huruf
|
Nama
|
Huruf
|
Nama
|
Huruf
|
Nama
|
A
|
A
|
I
|
i
|
Q
|
ki
|
B
|
Be
|
J
|
je
|
R
|
er
|
C
|
ce
|
K
|
ka
|
S
|
es
|
D
|
de
|
L
|
el
|
T
|
te
|
E
|
e
|
M
|
em
|
U
|
u
|
F
|
ef
|
N
|
en
|
V
|
fe
|
G
|
ge
|
O
|
o
|
W
|
we
|
H
|
ha
|
P
|
pe
|
X
|
eks
|
Y
|
ye
|
||||
Z
|
zet
|
H.
Huruf Vokal
Huruf
|
di depan
|
di tengah
|
di belakang
|
a
|
api
|
anak
|
lusa
|
anak
|
serak
|
duka
|
|
e+
|
enak
|
petak
|
turne
|
emas
|
kena
|
metode
|
|
elang
|
berat
|
periode
|
|
i
|
itu
|
simpan
|
murni
|
intan
|
biru
|
mentari
|
|
isyarat
|
timba
|
merpati
|
|
o
|
oleh
|
kota
|
toko
|
obeng
|
koran
|
bakso
|
|
u
|
ulang
|
bumi
|
ibu
|
udara
|
tukar
|
jambu
|
+ Dalam pengajaran lafal kata dapat digunakan tanda aksen jika
ejaan kata menimbulkan keraguan. Misalnya:
Upacara
dihdiri pejabat teras pemerintah.
-
Rambutnyaperang (perang)
Bahaya perang (perang)
Kami menonton film seri (seri)’
Pertandingan itu berakhir seri.
I.
Huruf Diftong.
Dalam
bahasa Indonesia dikenal diftong yang di eja denganau,
ai dan ao, kemudian sekarang setelah di berlakukannya EBI maka
bertambah dengan adanya ei,dilafalkan sebagai vokal yang diikuti oleh
bunyi konsonan luncuran w atau y; Diftong bukanlah
gabungan dari dua bunyi vokal. Istilah semi vokal yang kadang-kadang dipakai
untuk w atau y sudah menunjukkkan keduanya bukan vokal.
Contoh
pemakaian:
Diftong
|
di depan
|
di tengah
|
di belakang
|
ai
|
ain
|
malaikat
|
tangkai
|
au
|
audio
|
saudara
|
lampau
|
oi
|
-
|
boikot
|
amboi
|
ei
|
-
|
geiser
|
survei
|
J.
Huruf Konsonan
Konsonan
|
di depan
|
di tengah
|
di belakang
|
b
|
bahasa
|
sebut
|
adab
|
c
|
cakap
|
kaca
|
-
|
d
|
data
|
pada
|
akad
|
f
|
fakir
|
kafan
|
maaf
|
g
|
guna
|
tiga
|
gudeg
|
h
|
hari
|
saham
|
tuah
|
j
|
jalan
|
manja
|
mikraj
|
k
|
kami
|
paksa
|
politik
|
l
|
lekas
|
alas
|
kapal
|
m
|
maka
|
kami
|
diam
|
n
|
nama
|
kenanga
|
daun
|
ng*
|
ngilu
|
angin
|
pening
|
ny*
|
nyata
|
hanya
|
-
|
p
|
pasang
|
apa
|
siap
|
q++
|
quran
|
furqon
|
sidiq
|
r
|
raih
|
bara
|
putar
|
sy*
|
syarat
|
isyarat
|
arasy
|
t
|
tali
|
mata
|
rapat
|
v
|
varia
|
lava
|
-
|
w
|
wanita
|
hawa
|
bungalaw
|
x++
|
xenon
|
-
|
sinar-x
|
y
|
yakin
|
payung
|
-
|
z
|
zakat
|
lezat
|
juz
|
Catatan:
+ Huruf
k disini melambangkan hamzah
++ Khusus
untuk kepentingan nama dan ilmu
* Didalam
bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf konsonan yang melambangkan
satu bunyi konsonan. Yaitu kh, ng, ny, dan sy. Contohnya seperti
pemakaian di atas. Gabungan huruf tersebut disebut diagraph (diagrap).
K.
Persukuan.
Setiap
suku kata Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Vokal dapat didahului atau
diikuti konsonan.
a. Bahasa
Indonesia mengenal empat macam pola umum suku kata.
1. Vokal, contoh: a-nak, i-tu dan ba-u
2. VK (Vokal-Konsonan), contoh: ar-ti, ma-in, om-bak dan in-dah
3. KV (Konsonan-Vokal), contoh: ra-kit, ma-in, i-bu dan ba-u
4. KVK(Konsoanan-VokalKonsonan),contoh:pintu, malam, makan dancin-ta
b. Di
samping itu, bahasa Indonesia memiliki pola suku berikut.
1. KKV
(Konsonan-Konsonan-Vokal), contoh: pra-ja, sas-tra dan in-fra
2. KKVK (Konsonan-Konsonan
Vokal-Konsoanan), contoh: blok, trak-tor, prak-tis dankod-rat
3. VKK (Vokal Konsonan-Konsonan)
Contoh, eks, ons.
4. KVKK (Konsonan-Vokal-Konsonan-Konsonan).
Contoh, teks, pers.
5. KKVKK(Konsonan-Konsonan-Vokal-Konsonan-Konsonan).Contoh,
kom-pleks
6. KKKV
(K0nsonan-Konsonan-Konsonan-Vokal) Contoh, stra-ta.
7. KKKVK
(Konsonan-Konsonan-Konsonan-Vokal-Konsonan). Contoh, struk-tur.
c. Pemisahan
suku kata dasar
1. Apabila suku kata berada di
tengah kata yang ada dua vokal yang berurutan, pemisahan tersebut dilakukan
diantara kedua vokal itu. Contoh: ma-in, sa-at, bu-ah dan be-o
2. Apabila suku kata berada di
tengah kata ada konsonan diantara du a vokal, pemisahan tersebut dilakukan
sebelum konsosnan itu. Contoh: a-nak, ba-rang, su-lit dan le-bat
3. Apabila suku kata berada di
tengah kata ada dua konsonan yang berurutan, maka pemisahan tersebut terdapat
dianatara kedua konsonan itu. Contoh: in-stru-men, ul-tra dan in-fra
4. Imbuhan termasuk awalan yang
mengalami perubahan bentuk dan partikel yang dapat ditulis serangkai dengan
kata dasarnya dalam penyuluhan kata dipisahkan sebagai satu kesatuan. Contoh: ma-ka-nan , bel-a-jar, me-me
nuh-i dan mem-ban-tu.[14]
L.
Pedoman Pemenggalan Kata.
Pemenggalan kata ini berhubungan dengan penulisan bukan pengucapan.
Jadi, pemenggalan kata tidak sama dengan penyukuan kata (siabifikasi).
a.
Pemenggalan kata jadian (kata kompleks) dilakukan pada pemegangan
pada prinsip gramatikal:
1.
Awalan (prefiks) dan akhiran (sufiks) diperlukan sebagai satuan
terpisah. Contoh:ber-asas, pel-a.jar, hi.tung-an.
2.
Bentuk gabungan dipenggal lebih dahulu atas nama satuannya. Contoh:
ba.gai-ma.na, ha.lal-bi-ha.lal, ser.ba-gu.na.
b.
Pemenggalan kata dasar baik kata Indonesia maupun kata serapan,
dilakukan berpegangan pada otografis.
1.
Pemenggalan kata yang mengandung huruf-huruf vokal yang berurutan
ditengahnya dilakukan diantara kedua huruf vokal tersebut. Contoh:a.or-ta,
bu.ah, du.et
2.
Bagian kata yang terdiri atas satu vokal huruf (termasuk akhiran
i). Contoh: a.da, i.ni, i.tu
3.
Suku kata yang mengandung gugus vokal,au, ai, ae, oi, ei,eu, dan
ui,baik dalam kata-kata Indonesia maupun kata-kata serapan. Contoh: au.la,
pu.lu, san.tai
4.
Pemenggalan kata yang mengandung sebuah huruf konsonan. Contoh:
ba.pak, ka.bar, la.wan.
5.
Pemenggalan kata yang mengandung dua huruf konsonan berurutan yang
tidak mewakili satu fonem dilakukan diantara kedua huruf konsonan itu. Contoh:
ap.ril, cap.lok, jan.ji
6.
Pemenggalan kata yang ditengahnya terdapat diagraph atau gabungan
huruf konsonan yang mewakili fonem tunggal dilakukan dengan mempertahankan
kesatuan diagraf itu. Contoh: akh.lak, bang.sa, bu.nyi
M.
Nama Diri.
Untuk penulisan laut, gunung, jalan, sungai, tempat dan sebagainya
disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan dan Ejaan Bahasa Indonesia saat
ini. Begitu juga dengan penulisan nama orang, badan hukum, juga nama diri lain,
yang sudah lazim dipakai sesuai dengan EYD, kecuali apabila ada pertmbangan
yang bersifat khusus.[15]
N.
Pemakaian Tanda Baca.
1.
Tanda Titik.
a.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau
seruan. Contoh: Ayahku tinggal di Solo. Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Hari ini tanggal 6 April 1978.
b.
Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar, atau daftar. Contoh: III. Departemen Dalam Negeri / Direktorat
Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
c.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik
yang menunjukkan waktu. Contoh: Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d.
Tanda titik dipakai untuk meimsahkan angka jam, menit dan detik
yang menunjukkan jangka waktu. Contoh:
1.35.20 jam 1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
e.
Tanda titik dipakai dalm daftar pustaka di antara nama penulis,
judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan
tempat terbit. Contoh: Siregar, Merari, 1920.Azab dan Sengsara. Weltevreden:
Balai Poestaka.
f.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannnya.
Contoh: Desa
itu berpenduduk 24.000 orang. Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
g.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang tidak menunjukkan jumlah. Contoh: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. Lihat
halaman 2345 dan seterusnya.
h.
Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Contoh: Acara Kunjungan
Adam Malik. Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD’45). Salah Asuhan.
i.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. Contoh: A.S.
Kramawijaya / Muh. Yamin
j.
Kesalahan dalam Pemakaian Tanda Titik
Contoh wacana penggunaan tanda titik yang salah dan perbaikannya.
DOKTER GIGI
dr. Ny.
Arjanti .S
Praktik tiap
hari, kecuali minggu
Mulai pukul
08.00 WIB-17.00 WIB
|
Tanda titik yang yang ada pada nama di atas tidak
semua betul, dalam penempatan titik sebelum huruf “S” tidak
tepat. Seharusnya tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama. Jadi tanda
titik di atas seharusnya ditempatkan setelah huruf “S” yang merupakan
singkatan nama. Berikut perbaikannya: “dr.Ny. Arjanti S.”[16]
2.
Tanda Koma (,)
a.
Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur perincian atau pembilangan.
Contoh: Saya membeli kertas, pena, dan tinta. Surat biasa, surat kilat, maupun
surat khusus memerlukan prangko.
b.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berkutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, atau
melainkan. Contoh: Saya ingin datang, tetapi hari hujan. Didi bukan anak saya,
melainkan anak Pak kasim.
c.
Tanda koma digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Contohnya: Kalau
hari ini hujan, saya tidak datang.
d.
Tanda koma dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi,
lagi pula, meskipun, begitu, akan tetapi. Contoh:
....... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
....... Jadi, soalnya tidka semudah itu.
e.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti, o, ya, wah,
aduh, kasihan, dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat. Contohnya: O,
begitu! Wah, bukan main!
f.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain dari kalimat. Contohnya:
Kata
Ibu, “Saya gembira sekali”. “Saya gembira sekali”, kata Ibu, “karena kamu
lulus”.
g.
Tanda koma dipakai untuk diantara (1) nama dan alamat, (2)
bagian-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, dan (4) nama tempat dan wilayah
yang ditulis berurutan. Contoh:
h.
Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka. Contoh: Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tata
Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan
2. Djakarta: Pustaka Rakjat.
i.
Tanda koma dipakai diantara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Contoh: W.J.S. Poerwadinata, Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang
(Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
j.
Tanda koma diapakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannyadari singkatan nama diri, keluarga atau marga.
Contoh: Ratulangi, S.E. Ny. Khodijah, M.A.
k.
Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah
dan sen yang dinyatakan dalam angka. Contoh: 12, 5 m / Rp12,50
l.
Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya
tidak membatasi. Contoh: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali. Di daerah kami,
misalnya, masih banyak laki-laki yang makan sirih.
m.
Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Contoh: Dalam upaya pengembangan
dan pembinaan bahasa, kita memerlukan
sikap yang sungguh-
sungguh. Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
n.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari
bagian lainyang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru. Contoh: “Di mana Saudara tinggal?” tanya
Karim.
3.
Tanda Titik Koma (;)
a.
Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian yang
sejenis dan setara. Contoh: Malam akan larut; pekerjaan belum selesai juga.
b.
Tanda titik koma dapat dipakai untuk pengganti kata penghubung
untuk memisahkan kalimat yang setara dengan kalimat majemuk. Contoh: Ayah
mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafal
pahlawan-pahlawan nasioal; saya sendri asyik mendengarkan
s iaranPilihan Pendengar.
4.
Tanda Titik Dua (:)
a.
Tanda titik dua dapat di pakai pada akhir suatu pernyataan lengkap
jika diikuti pada rangkaian atau pemerian. Contoh: Kita sekarang memerlukan
perabot rumah tangga: kursi, meja dan lemari. / Hanya ada dua pilihan bag para
pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
b.
Tanda titik dua tidak digunakan pada rangkaian atau perian itu
merupakan perian yang mengakhiri pernyataan. Contoh: Kita memerlukan kursi,
meja dan lemari.
c.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian. Contoh:
Ketua
: Tsuraya Laiba S.
Sekretaris : Wahab Abdul G.M.
Bendahara : Ummi Maidah Uffah S.
d.
Tanda ttik dua dapat dipkai pada teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan. Contoh:
Ibu : (meletakan beberapa kopor) “Bawa
kopor itu, Mir!”
Amir : “Baik, Bu.”(mengangkat kopor dan masuk).
Ibu : “Jangan lupa”, letakan baik-baik!”
(duduk di kursi besar).
e.
Tanda titik dua dipakai (1) di antara jilid atau nomor dan halaman,
(2) di anatara bab dan ayat dalam kitab suci, (3) di anatar judul dan anak
judul pada karangan, serta (4) di antara nama kota dan penerbit buku acuan
dalam karangan. Contoh;
Tempo, 1 (34), 1971:3
Surah Yasin: 9
Karangan
Ali Hakim,Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi , sudah
terbit.
5.
Tanda Hubung (-)
a.
Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
pergantian baris. Contoh: Di samping cara-cara lama itu ju-ga cara yang
baru.
b.
Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya
atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Contoh:
Kini ada cara baru untuk meng-
ukur panas.
Senajata merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada
pangkal baris.
c.
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Contoh: Anak-anak,
berulang-ulang, kemerah-merahan. Angka2 sebagai tanda ulang hanya
digunakan pada tulisan cepat dan
notula,
tidak dapat
dipakai untuk tulisan karangan.
d.
Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjels (1) hubungan
bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (2) penghilangan bagian kelompok kata.
Contoh: ber-evolusi, dua-puluh ribuan (20 x 1.000), tanggung-jawab dan
kesetiakawanan-sosial
e.
Tanda hubung dipakai untuk merangkai (1) se- dengan kata beikutnya
yang dimulai dengan huruf kapital , (2) ke- dengan angka , (3) angka dengan
an-, (4) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (5)
nama jabatan rangkap. Contoh: se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun
50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-
X; Menteri Sekretaris Negara.
f.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia
dengan unsur bahasa asing. Contoh: di-smash, pen-tackle-an.[17]
6.
Tanda Pisah (—)
a.
Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat
yang memberi penjelasan di luar bangun tersebut. Contoh: Wikipedia
Indonesia—saya harapkan—akan menjadi Wikipedia terbesar Kemerdekan bangsa
itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa
sendiri.
b.
Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang
berarti “sampai dengan” atau“sampai ke”.
Contoh:
1918—1961
Cepu—Yogyakarta
15—24 Desember 1999
1918—1961
Cepu—Yogyakarta
15—24 Desember 1999
7.
Tanda Elipsis (...)
a.
Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang
terputus-putus.Contoh: Kalau begitu … ya, marilah kita berangkat sekarang
sebelum hujan turun.
b.
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau
naskah ada bagian yangdihilangkan. Contoh: Faktor-faktor kemunduran
… akan dievaluasi lebih lanjut.
8.
Tanda Tanya (?)
a.
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Contoh: Kapan Siska
Pulang? Bapak menjeput Nurul bukan?
b.
Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurang untuk menyatakan bagian
kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh: Beliau keturunan darah biru(?) Berlian seharga 26 juta rupiah (?)
hilang.
9.
Tanda Seru (!)
Tanda seru
dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi-yang-kuat.Contoh:
Alangkah indahnya kota Yogyakarta! Tutup semua jendela!
10.
Tanda Kurung ((...))
a.
Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau
penjelasan. Contoh: Dalam rapat guru yang diadakan kemarin membahas
tentang
KBM (Kegiatan
Belajar Mengajar) Madrasah Tsanawiyah Negeri Sleman.
b.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
integral pokok pembicaraan. Contoh: Sajak Tranggono yang berjudul Ubud
(nama yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962. Keterangan itu
(lihat tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru
dalam pasaran dalam negeri.
c.
Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam
teks dapat dihilangkan.Contoh: Kata cocaine diserap ke dalam bahasa
Indonesia menjadikokain(a). Korban kecelakaan itu berasal dari (kota)
Purbalingga.
d.
Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan
keterangan.Contoh: Manajemen pembelajaran menyangkut masalah (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan,
dan (3) penilaian.Contoh wacana penggunaan tanda kurung yang
salah dan perbaikannya.
Rinnai
GAS WATER
HETER
( SIANG-SIANG
)
|
Sama halnya dengan tanda garis miring, tanda kurung pun bila
mengapit suatu katamenempatkannya tidak memakai spasi baik diawal sebelum kata,
maupun sesudah kata yang diapit. Dari gambar di atas, jelas tanda kurung yang mengapit
kata “siang-siang” di atas itu, tidak tepat. Sebaiknya tanda kurung itu
tidak menggunakan spasi baik sebelum kata “siang” maupun sesudah
kata“siang” yang diapitnya. Misalnya: (siang-siang).[18]
11.
Tanda Kurung Siku ([...])
a.
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai
koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.
Tanda yang menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di
dalam naskah asli. Contoh: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemersik.
b.
Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang
sudah bertandakurung. Contoh: Persamaan kedua kasus ini (perbedaannya
dituliskan di dalam Bab III [lihat halaman 25-28]) perlu ditinjau kembali.
12.
Tanda Petik (“...”)
a.
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan
dan naskah atau bahan tertulis lainnnya.Contoh: Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa
negara ialah bahasa Indonesia.”
b.
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku
yang dipakai dalam-kalimat.Contoh:Bacalah “Karakteristik Ajaran Agama” dalam buku Metodologi-StudiIslam.
Puisi “Aku” ditulis oleh penyair terkenal Khairil Anwar.
c.
Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata
yang mempunyai arti khusus.Contoh: Kebanyakan remaja saat ini memakai celana
“pensil”.
d.
Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan
langsung. Contoh: Kak Tino, “Saya pesan dua ”
e.
Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di
belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti
khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Contoh: Karena proporsi tubuhnya
kecil, dia dijuluki “ Si Mungil”. Bang Kholil sering disebut
“jagoan”; dia sendiri tidak tahu sebabnnya.
13.
Tanda Petik Tunggal (‘...’)
a.
Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit petikan yang tersusun
dalam petikan lain.Contoh: Waktu ku buka pintu depan, kudengar teriak anakku,’Ibu
Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,”ujar Pak Hamdan”.
b.
Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit terjemahan, ungkapan
asing,ataupenjelasankata.Contoh: Problem-Solving ‘pemecahan masalah’
feed-back ‘balikan’
14.
Tanda Garis Miring (/)
a.
Tanda garis miring digunakan di dalam nomor surat dan nomor pada
alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua
takwim.Contoh:No.53/PR/2009 Tahun Pelajaran 2009/2010
b.
b. Tanda garis miring digunakan sebagai pengganti kata
"atau", “tiap”. Biasanya untuk dua kata yang bersinonim. Contoh:
mengangkat/menjinjing. (dibaca: mengangkat atau menjinjing) Perjalanan
Yogyakarta—Palembang ditempuh lewat darat/udara.
c.
Contoh wacana penggunaan garis miring yang salah dan perbaikannya.
15.
Tanda Penyikat atau Apostrof ( ' )
Tanda
penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.Contoh:
Pesawat selanjutnya ' kan tiba setengah jam kemudian.
('kan = akan)24-April ' 90. -(' 90=1990) Malam ' lah
larut. (' lah = telah)
O.
Penggunaan Tanda Baca Dalam
Wacana.
Topik: Seputar Ahok Singgung Al-Quran(Al-Maidah:51), Penistaan
Agama! Umat Islam Gerah. Sambutan Ahok di Kepulauan Seribu ditayangkan
lewat situs berbagi video, YouTube. Ada satu kalimatnya yang menyinggung salah
satu surat dalam Al-Quran yaitu Surat Al-Madah ayat 51. Beberapa kelompok
masyarakat pun bereaksi. Dalam video itu, Ahok awalnya membahas tentang program
panen bersama para petani. Dia meyakinkan petani bahwa program itu tidak akan
bubar meski dia tidak terpilih lagi sebagai gubernur dalam pemilihan gubernur
2017.
Kecaman pertama datang dari politikus Partai Persatuan Pembangunan
dan calon gubernur DKI Jakarta, Abraham 'Lulung' Lunggana bersama Ketua Umum
Partai Idaman Rhoma Irama usai melakukan pertemuan di Jalan Pondok Jaya, Mampang,
Jakarta Selatan,
Ketua Partai Islam Damai dan Aman (Idaman) Rhoma Irama mengaku
sudah membaca transkrip ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
alias Ahok di depan warga Kepulauan Seribu, Rabu, 27 September 2016.
"Substansinya, ‘Jangan mau dibohongi surat Al-Maidah’. Ini
tanpa kompetensi, berbicara soal Islam dan tafsir sama sekali salah. Ini
penistaan agama,” ujar Rhoma Irama di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai
Idaman, Jakarta Timur, Minggu, 9 Oktober 2016.
Menurut
Rhoma, ucapan itu menyinggung isu SARA yang sebenarnya harus diperhatikan
pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum Daerah. "Ini pelanggaran SARA,"
ucap Rhoma. Sebagai pemimpin partai, dia meminta kadernya menyikapiucapan Ahok
secara adil dan jujur Adapun arti dari Surat Al-Maidah ayat 51 yang
diperbincangkan adalah: “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.”(QS. Al-Maidah:51).
Pelaporan
Ahok atas Tuduhan Menghina Agama dan Pemilih.
Meski sudah menjelaskan lewat akun Instagramnya bahwa dia tidak
berniat menghina agama, namun sejumlah ormas Islam tetap melaporkan Gubernur
DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, ke polisi di dua lokasi berbeda.
Oleh tim sukses Ahok, pelaporan ini dinilai tidak akan berpengaruh
terhadap para pemilih.
Dan Ahok sendiri sudah menyatakan tidak berniat melecehkan ayat suci Alquran,
terkait pernyataannya soal surat Al Maidah dan menegaskan dia tidak suka
mempolitisasi ayat-ayat suci.
Melalui akun Instagramnya, hari Kamis (06/10), Ahok menulis, "Saat ini
banyak beredar pernyataan saya dalam rekaman video seolah saya melecehkan ayat
suci Al Quran surat Al Maidah ayat 51, pada acara pertemuan saya dengan warga
Pulau Seribu."
"Berkenaan dengan itu, saya ingin menyampaikan pernyataan saya secara utuh
melalui video yang merekam lengkap pernyataan saya tanpa dipotong. Saya tidak
berniat melecehkan ayat suci Alquran, tetapi saya tidak suka mempolitisasi
ayat-ayat suci, baik itu Alquran, Alkitab, maupun kitab lainnya,"
tambahnya.
Dilaporkan
ke Bareskrim
Sejauh ini, Majelis Ulama Indonesia Sumatera Selatan sudah
melaporkan Ahok atas tuduhan penistaan agama pada Kamis (06/10).
Sementara Sekretaris Jenderal DPP FPI, Habib Novel C. Hasan, juga
sudah melaporkan Ahok atas tuduhan menghina agama ke Bareskrim Polri.
Ahok dilaporkan berdasarkan Pasal 156 a KUHP Jo pasal 28 ayat (2)
UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), dengan
ancaman hukuman lima tahun penjara.
Image copyright EPA Image caption Populiti
Center mengatakan bahwa sekitar 42,5% pemilih beragama Islam memilih
pasangan Ahok-Djarot.
Bukan hanya MUI Sumsel, MUI Pusat juga berencana akan ikut
melaporkan Ahok ke Bareskrim, begitu juga dengan Pimpinan Pusat Pemuda
Muhammadiyah. Dan akhirnya MUI pusat meneluarkan fatwa bahwa Ahok jelas
melakukan penistaan agama.
Kontroversi surat Al-Maidah ini juga mencuat setelah kelompok yang
menamakan diri Advokat Cinta Tanah Air melaporkan Ahok ke Badan Pengawas Pemilu
DKI Jakarta pada 27 September lalu karena gubernur petahana tersebut dianggap
tidak bisa menafsirkan Al-Maidah karena merupakan non-Muslim.
Terhadap berbagai aksi pelaporan ini, salah satu juru bicara tim
sukses Ahok-Djarot, Sarifuddin Sudding mengatakan, "Masyarakat akan bisa
memberikan penilaian, apalagi kalau kita mendengar secara utuh apa yang
disampaikan Pak Ahok, saya rasa tidak ada yang salah, dari masyarakat
saya rasa bukti-bukti nyata, kinerja, yang akan dilihat."
Sudding
menambahkan isu iitu tidak akan banyak membawa pengaruh.
"Karena orang Jakarta sudah cerdas, akan melihat dari sisi
kinerja, bagaimana yang sudah dilakukan yang bersangkutan, sehingga kita tidak
akan menguras energi untuk memberi tanggapan pada hal yang seperti itu".
“Mereka lebih mementingkan tiga hal, pengalaman, bersih dari
korupsi dan tegas”. Nona Evita.
Ketika ditanya soal laporan yang diajukan polisi, Sudding mengatakan, polisi
'tidak akan serta-merta menindaklanjuti jika tidak cukup bukti'.
Efek
sementara?
Pendapat Sudding soal pemilih ini dibenarkan oleh Nona Evita,
peneliti dari Populity Center.
Lembaga polling ini pada Kamis (06/10) lalu baru mengeluarkan laporan terbaru
yang menyatakan bahwa sekitar 42,5% pemilih se-DKI Jakarta tidak menghiraukan
isu SARA. Menurut Nona, salah satu pertanyaan yang diajukan pada 600 responden
adalah apakah mereka yang beragama Islam akan memilih calon pemimpin non-Islam.
Hasilnya, masyarakat penganut agama Islam paling banyak memilih
pasangan Ahok-Djarot.
"Mereka lebih mementingkan tiga hal, pengalaman, bersih dari
korupsi dan tegas," ujar Nona.
Perkembangan soal isu Ahok yang dituduh menghina agama terjadi
setelah masa survei selesai, sehingga Nona mengatakan mereka tak bisa menjawab
secara pasti seberapa besar isu ini akan berdampak pada pemilih, meski
perkembangan terhadap tuduhan Ahok menghina agaima akan tetap mereka pantau
dalam putaran survei selanjutnya.
"Efek sementara mungkin berpengaruh, tapi akan runtuh kalau
misalnya akan ada kampanye terbuka, debat terbuka. Jika nanti sudah kampanye
terbuka, tidak akan ada lagi (pembahasan) isu (pelecehan Al Quran) ini,"
ujar Nona.[19]
Ruhut
Anggap Ancaman Rizieq FPI Untungkan Ahok
Ancaman yang dilontarkan Ketua Front Pembela Islam (FPI) Muhammad
Rizieq Shihab kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak membuat tim
kampanye pasangan Ahok dan Djarot Saiful Hidayat untuk pemilihan kepala daerah
DKI Jakarta 2017 khawatir. Mereka tetap berkeyakinan Ahok bakal jadi
pemenangnya.
"Ahok pasti menang," ujar juru bicara tim kampanye Ahok-Djarot, Ruhut Sitompul, saat ditemui di pesta ulang tahun Sabam Sirait, di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu, 15 Oktober 2016.
"Ahok pasti menang," ujar juru bicara tim kampanye Ahok-Djarot, Ruhut Sitompul, saat ditemui di pesta ulang tahun Sabam Sirait, di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu, 15 Oktober 2016.
Dalam unjuk rasa di Balai Kota DKI, Jumat kemarin, Rizieq
menyampaikan ancamannya akan membunuh Ahok jika kepolisian tidak menangkapnya
atas dugaan penistaan agama.
Menurut Ruhut, ancaman maupun serangan dari FPI justru
menguntungkan Ahok. "Rakyat lebih senang mana? Ahok atau FPI? Pasti pilih
Ahok. Sering-seringlah demo," ujar politikus Partai Demokrat itu.
Ribuan massa dari FPI menggelar unjuk rasa di depan halaman Balai
Kota, kemarin. Salah satu tuntutannya, mereka ingin pihak kepolisian menangkap
Ahok. Massa menganggap Ahok telah menistakan agama atas ucapannya tentang surat
Al-Maidah ayat 51, beberapa waktu lalu.
Mengenai dugaan penistaan agama, Ahok juga telah dilaporkan Advokat
Cinta Tanah Air (ACTA) ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian
Republik Indonesia.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah
Tambunan, mendesak kepolisian tetap menindaklanjuti laporan dugaan penistaan
agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias
Ahok. Menurut dia, ucapan permintaan maaf Ahok terkait ucapannya yang mengutip
salah satu surat dalam kitab suci Al-Quran, yakni Al-Maidah ayat 51, tidak
berarti masalah selesai.
Amirsyah melanjutkan, Ahok harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya. "Maaf sudah dimaafkan. Tapi masalah hukum, harus tetap
berjalan," ujar dia di kantornya, Jalan Proklamasi, Jakarta, 10 Oktober
2016.
Menurut Amirsyah, permintaan maaf Ahok itu persoalan umat manusia,
dan harus saling memaafkan. Tapi, kata dia, polisi harus menanggapi Ahok yang
dilaporkan berbagai pihak. Amir mengatakan MUI selalu siap mendukung tiap
penyelidikan kepolisian, apalagi MUI biasanya diminta menjadi saksi ahli dalam
urusan seperti ini.
Selain itu, Amirsyah mengatakan, MUI mengimbau masyarakat untuk
tetap kondusif menghadapi situasi ini. Jangan sampai isu-isu negatif dan
provokasi masuk dan mempengaruhi masyarakat. MUI juga rencananya akan memasukan
permasalahan ini dalam pembahasan di rapat pimpinan dewan, besok.
"Sikap kami (akan ditentukan) besok, setelah melewati rapat
dewan pimpinan MUI," kata Amir. Adapun jika memang dinyatakan bersalah,
Amir mengatakan bentuknya bisa dalam bentuk apa saja. Bisa jadi fatwa atau
teguran saja.
Sebelumnya, Ahok menyampaikan permohonan maaf terkait dengan
ucapannya yang mengutip salah satu surat dalam kitab suci Al-Quran, yakni
Al-Maidah ayat 51. "Saya sampaikan kepada semua umat Islam ataupun orang
yang merasa tersinggung, saya sampaikan mohon maaf," kata Ahok di Balai
Kota DKI Jakarta.
Ahok mengatakan tidak bermaksud melecehkan agama Islam ataupun Al-Quran. Menurut dia, masyarakat bisa melihat video sesungguhnya untuk mengetahui suasana yang terjadi saat ia melontarkan ucapannya itu. "Tidak ada niat apa pun. Orang di Kepulauan Seribu pun saat itu, satu pun tidak ada yang tersinggung, mereka tertawa, kok," ujarnya.
Ahok mengatakan tidak bermaksud melecehkan agama Islam ataupun Al-Quran. Menurut dia, masyarakat bisa melihat video sesungguhnya untuk mengetahui suasana yang terjadi saat ia melontarkan ucapannya itu. "Tidak ada niat apa pun. Orang di Kepulauan Seribu pun saat itu, satu pun tidak ada yang tersinggung, mereka tertawa, kok," ujarnya.
Konflik ini kini semakin memanas dengan melibatkan pihak yang
pro dan kontra, rencananya umat Islam akan melakukan aksi besar-besaran menolak
pemimpin kafir, dan akan terus menuntut pihak yang berwajib melaksanakan proses
hukum yang semestinya.[20]
Penggunaan
Tanda Baca pada Wacana Tersebut
1.
Tanda baca titik ( . )
Dalam wacana
diatas jelas menggunakan tanda baca titik, contohnya:
a.
Tanda titik yang dipakai di akhir kalimat. Diantaranya: Ada
satu kalimatnya yang menyinggung salah satu surat dalam Al-Quran yaitu
Surat Al-Madah ayat 51. dan akan terus menuntut pihak yang berwajib
melaksanakan proses
hukum yang semestinya.
b.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.Diantaranya: Habib
Novel C. Hasan
2.
Tanda baca koma ( , )
Dalam wacana
diatas juga menggunkan tanda baca koma, diantaranya adalah:
a.
Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur perincian atau pembilangan. Diantaranya:
mementingkan tiga hal, pengalaman, bersih dari korupsi dan tegas. mempolitisasi
ayat-ayat suci, baik itu Alquran, Alkitab, maupun kitab
lainnya.
b.
Tanda koma dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Diantaranya: Selain itu, Amirsyah
mengatakan, MUI mengimbau masyarakat untuk
tetap kondusif menghadapi situasi
ini.
c.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain dari kalimat. Contohnya: "Mereka lebih mementingkan tiga hal,
pengalaman, bersih dari korupsi dan
tegas," ujar Nona.
3.
Tanda baca titik koma ( ; )
a.
Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian yang
sejenis dan setara. Contoh: orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian
yang lain.
4.
Tanda baca titik dua ( : )
a.
Tanda titik dua dipakai di anatara bab dan ayat dalam kitab
suci, Contoh: Al-Maidah:51
5.
Tanda baca hubung ( - )
a.
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Contoh: Hai
orang-orang yang beriman. suka mempolitisasi ayat-ayat suci.
b.
Tanda hubung dipakai untuk merangkai (1) se- dengan kata beikutnya
yang dimulai dengan huruf kapital. Contoh: se-DKI
Jakarta
6.
Tanda baca tanya ( ? )
a.
Tanda tanya dipakai pada akhir
kalimat tanya. Contoh: Rakyat lebih senang mana? Ahok atau FPI? Efek sementara?
7.
Tanda baca seru ( ! )
Tanda seru
dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang
kuat. Contoh: Penistaan Agama!
8.
Tanda baca kurang (( …))
a.
Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau
penjelasan. Contoh:
Al-Quran(Al-Maidah:51)
Partai
Islam Damai dan Aman (Idaman)...
Ketua Front Pembela Islam (FPI)...
Sekretaris
Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI)...
Ahok
juga telah dilaporkan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke Badan
Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
b.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
integral pokok pembicaraan. Contoh: Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang zalim.”(QS. Al-Maidah:51). Sikap
kami (akan ditentukan) besok,...
9.
Tanda baca petik ( “…” )
a.
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan
dan naskah atau bahan tertulis lainnnya. Contoh: "Substansinya,
‘Jangan mau dibohongi surat Al-Maidah’. Ini tanpa kompetensi, berbicara soal
Islam dan tafsir sama sekali salah. Ini penistaan agama,” ujar Rhoma Irama... "Saat
ini banyak beredar pernyataan saya dalam rekaman video seolah saya melecehkan
ayat suci Al Quran surat Al Maidah ayat 51, pada acara pertemuan saya dengan
warga Pulau Seribu." "Berkenaan dengan itu, saya ingin menyampaikan
pernyataan saya secara utuh melalui video yang merekam lengkap pernyataan saya
tanpa dipotong. Saya tidak berniat melecehkan ayat suci Alquran, tetapi saya
tidak suka mempolitisasi ayat-ayat suci, baik itu Alquran, Alkitab, maupun
kitab lainnya," tambahnya.
10.
Tanda baca petik tunggal ( ‘…’ )
a.
Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit petikan yang tersusun
dalam petikan lain.Contoh: "Substansinya, ‘Jangan mau dibohongi surat
Al-Maidah’. Ini tanpa kompetensi, berbicara soal Islam dan tafsir sama sekali
salah. Ini penistaan agama,” ujar Rhoma Irama...
11.
Tanda baca garis miring ( /
)
a.
Tanda garis miring digunakan di dalam nomor surat dan nomor pada
alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua takwim.Contoh:
06/10
06/10
12.
Tanda baca penyingkat atau
apostrof ( ‘ ). Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata
atau bagian angka tahun. Contoh: Abraham 'Lulung' Lunggana bersama Ketua
Umum...
FOOTNOTE
[1] Badudu, J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi
Kedua (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1996) h. 8.
[2] Keraf, Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1984) h. 10.
[3]Eka Novita H. “Planet English 23: Grammar”, (Pare: Pajar
Kencana, 2013) h.3.
[4] Daniels, Peter T. dan William Bright (eds
1996). The World's Writing Systems. Dalam Buku Mansur,
Muslich,Fonologi Bahasa Indonesia, Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa
Indonesia cet. Ke-6, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014) h. 6.
[5]Hoerudin C.W., Heryati Yeti, Yuliani, Usman Supendi dan Roeslany
Marliani,MKU Pengembangan Karakter: Bahasa Indonesia,(Bandung: CV Insan
Mandiri, 2015) h. 23.
[6]Nafiah, Dalam Buku Wijayanti, Hapsari S, Chandrayani A,
Endang Ika. et. al. Bahasa Indonesia, Penulisan dan Penyajian Karya
Ilmiah, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2014) h. 13.
[7]Akhadiah, Dalam Buku Wijayanti, Hapsari S, Chandrayani A,
Endang Ika. et. al. Bahasa Indonesia, Penulisan dan Penyajian Karya
Ilmiah, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2014) h. 13.
[8]Poerwadarminta, Dalam Buku Wijayanti, Hapsari S, Chandrayani
A, Endang Ika. et. al. Bahasa Indonesia, Penulisan dan Penyajian Karya
Ilmiah,(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2014) h. 14.
[9] Keraf, Dalam Buku Rizky Maulana & Putri, Kamus
Praktis Bahasa Indonesia.(Surabaya: Lima Bintang, 2014), h. 404.
[10] Poewardaminta, Dalam Buku Rizky Maulana &
Putri, Kamus Praktis Bahasa Indonesia. (Surabaya: Lima Bintang,
2014), h. 408.
[11]Nafiah, dalam buku Rizky Maulana & Putri, Kamus
Praktis Bahasa Indonesia. (Surabaya: Lima Bintang, 2014), h. 410.
[12]Akhadiah ,dalam buku Rizky Maulana &
Putri, Kamus Praktis Bahasa Indonesia. (Surabaya: Lima Bintang,
2014), h. 413.
[13]Rahmat Patuguran, “Berkembangnya Bahasaku Mencoba Kuasai
MEA”, Pikiran Rakyat, 11 Mei 2016, h.5.
[14]Hoerudin, C.W., et. al., MKU Pengembangan Karakter: Bahasa
Indonesia, (Bandung: CV Insan Mandiri, 2015) h.9-10.
[15]Pusat Pengmbangan Bahasa Kemendikbud RI, Pedoman Ejaan Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah,(Bandung: Penabur Ilmu.
2015) h.8-15.
[17]S. R. Ahmad dan P.Hendri, Mudah Menguasai Bahasa Indonesia
(Bandung: CV Yrama Widya, 2015) h.164-171.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.......8
PENALARAN
A.
Pengertian penalaran
Penalaran adalah kemampuan manusia untuk melihat dan memberikan
tanggapan tentang apa yang dia lihat. Karena manusia adalah makhluk yang
mengembangkan pengetahuan dengan cara bersungguh-sungguh, dengan
pengetahuan ini dia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Penalaran juga merupakan kemampuan berfikir cepat, tepat dan
mantap. Selain itu penalaran merupakan proses berfikir dan menarik kesimpulan
berupa pengetahuan.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan
secara bersungguh-sungguh. Namun bukan hanya manusia yang mempunyai pengetahuan
binatang juga mempunyai pengetahuan. Perbedaan pengetahuan manusia dan hewan
adalah hewan hanya diajarkan hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidupnya
(survival) contohnya apabila ada bencana mereka akan cepat bersembunyi
atau mencari tempat yang aman sedangkan manusia dengan cara mengembangkan
pengetahuannya dia akan berusaha menghindari dan mencari penyebab terjadinya bencana
sampai bagaimana mengatasinya.
Manusia dalam kehidupannya dia akan selalu berusaha memenuhi
kebutuhan kelangsungan hidupnya, contohnya manusia akan selalu memikirkan
hal yang baru, mengembangkan budaya dan memberikan makna dalam kehidupan.
1.
Contoh Penalaran.
Penalaran dalam contoh yang nyata dapat kita temukan pada perbedaan
Contoh lainnya yang membedakan manusia dengan hewan adalah yaitu apabila
terjadi kabut burung akan terbang untuk mengindari polusi udara yang
memungkinkan dia tidak bisa bertahan hidup. Sedangkan manusia akan mencari tau
mengapa sampai terjadinya kabut? Bagaimana cara menghindari kabut? Apa saja
komponen-komponen yang terkadung di dalam kabut? Apa saja penyakit yang
diakibatkan oleh kabut?
Penalaran manusia bisa terjadi karena dua hal yaitu manusia
mempunyai bahasa dan manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Dua hal inilah
yang membedakan manusia dengan hewan dan di harapkan manusia mampu
memposisikan dirinya di tempat yang benar.
Penalaran biasanya di awali dengan berfikir kerena berpikir
merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang
disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan
proses berfikir untuk mengasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga
berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang
disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan
landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. penalaran merupakan suatu
proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai
kriterianya masing-masing.
2.
Ciri-ciri Penalaran
Sebagai suatu kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri:
Adanya suatu pola pikir yang secara luas dapat disebut logika.
Dalam hal ini maka dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai
logikanya sendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran
merupakan suatu proses berfikir logis, di mana berfikir logis disini harus
diartikan sebagai kegiatan berfikir menurut suatu pola tertentu.
Bersifat analitik[1] dari
proses berfikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berfikir yang
menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan
untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya
penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika
ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya
tersendiri pula. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu
pola berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada
kegiatan analisis.
Berdasarkan kriteria penalaran dikatakan bahwa tidak semua kegiatan
berfikir bersifat logis dan analitis. Jadi cara berpikir yang tidak termasuk ke
dalam penalaran bersifat tidak logis dan analitik. Dengan demikian maka dapat
dibedakan secara garis besar ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikir
yang bukan berdasarkan penalaran.
Perasaan merupakan penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan
penalaran. Kegiatan berpikir juga ada yang tidak berdasarkan penalaran
umpamanya adalah intuisi[2].
Berpikir intuisi memegang peranan yang penting dalam masyarakat yang berpikir
nonanalitik, yang kemudian sering bergalau dengan perasaan. Jadi secara luas
dapat dikatakan bahwa cara berpikir masyarakat dapat dikategorikan kepada cara
berpikir analitik yang berupa panalaran dan cara berpikir yang nonanalitik yang
berupa intuisi dan perasaan.
3.
Prinsip-prinsip penalaran adalah:
Prinsip dasar pernyataan hanya ada tiga prinsip, yang mengemukakan
pertama kali adalah Aristoteles, yaitu sebagai berikut:
a.
Prinsip identitas
Prinsip ini dalam istilah latin ialah principium
indentitas. prinsip identitas berbunyi: ’’sesuatu hal adalah sama dengan
halnya sendiri’’. Dengan kata lain, “sesuatu yang disebut p maka sama dengan p
yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain”.
b.
Prinsip kontradiksi (principium contradictionis)
Prinsip kontradiksi berbunyi: “sesuatu tidak dapat sekaligus
merupakan hal itu dan bukan hal hal itu pada waktu yang bersamaan”, atau
“sesuatu pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai benar dan tidak benar pada
saat yang sama”. Dengan kata lain, “sesuatu tidaklah mungkin secara bersamaan
merupakan p dan non p”.
c.
Prinsip eksklusi (principium exclusi tertii) Prinsip eksklusi
tertii, yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya
kemungkinan ketiga.
Prinsip ekslusi tertii berbunyi “sesuatu jika dinyatakan sebagai
hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang
merupakan jalan tengah. Dengan kata lain, “sesuatu x mestilah p atau non p
tidak ada kemungkinan ketiga”. Arti dari prinsip ini ialah bahwa dua sifat yang
berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu
benda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya.
Disamping ketiga prinsip yang dikemukakan Aristoteles diatas,
seorang filusuf Jerman Leibniz menambah satu prinsip yang merupakan pelengkap
atau tambahan bagi prinsip identitas, yaitu prinsip cukup alasan (principium
rationis sufficientis), yang berbunyi. “suatu perubahan yang terjadi pada
sesuatu hal tertentu haruslah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin
tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain, “adanya
sesuatu itu mestilah mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan
pada keadaan sesuatu”. [3]
Penalaran merupakan cara berpikir tertentu oleh karena itu untuk
melakukan kegiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan
materi pengetahuan yang berasal dari suatu sumber kebenaran. Pengetahuan yang
dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta.
Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham
yang kemudian disebut sebagai rasionalisme. Sedangkan mereka yang menyatakan
bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran
mengembangkan paham empirisme[4].
B.
Pengertian logika
Nama logika untuk pertama kali muncul pada filusuf Cicero (abad ke
-1 sebelum Masehi), tetapi dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias
(sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi) adalah orang pertama yang
mempergunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya
pemikiran kita[5].
Selain itu kata logika diturunkan dari kata “logike” (bahasa
yunani), yang berhubungan dengan kata benda logos, suatu yang menunjukkan
kepada kita adanya hubungan yang erat dengan pikiran dan kata yang merupakan
pernyataan dalam bahasa. Jadi, secara etimologi, logika adalah ilmu yang
mempelajari pikiran melalui bahasa. Logika juga bisa dikatakan penarikan
kesimpulan dari apa yang dianggap benar dari suatu proses penalaran.
logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus,
tepat, dan sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat, dan teratur, logika
menyelidiki, merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati.
Logika itu adalah cara berpikir manusia yang disusun berdasarkan pola tertentu.
Berpikir adalah objek material logika. Berpikir disini adalah kegiatan pikiran,
akal budi manusia. Dengan berpikir, manusia ‘mengolah’, ‘mengerjakan’
pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan ‘mengolah’ dan ‘mengerjakannya’ ini
terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan, serta
menghubungkan pengertian yang satu dengan penegertian yang lainnya.
Dalam logika berfikir dipandang dari sudut kelurusan dan
ketepatannya. Karena berfikir lurus dan tepat, merupakan objek formal logika.
Di samping dua filusuf di atas (Cicero dan Alexander Aphrodisias)
Aristoteles pun telah berjasa besar dalam menemukan logika. Namun,
Aristoteles belum memakai nama logika. Aristoteles memakai istilah ‘analika’
dan ‘dialektika’. Analika untuk penyelidikan mengenai argumentasi yang bertitik
tolak dari putusan-putusan yang benar sedangkan dialektika untuk penyelidikan
mengenai argumentasi yang bertitik tolak hipotsesis atau putusan yang tidak
pasti kebenarannya[6].
Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga golongan, yaitu ilmu
pengetahuan praktis, produktif, dan teoritis. Ilmu pengetahuan produktif
menyangkut pengtahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan
kesenian). Ilmu pengetahuan praktis meliputi etika dan politika. Akhirnya ilmu
pengetahuan teoritis mencakup tiga bidang yaitu fisika, matematika, dan
‘filsafat pertama’. Logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi
mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan untuk berfikir dengan cara ilmiah[7].
Setelah Aristoteles meninggal, naskah-naskah ajarannya mengenai
penalasaran, olah para pengikutnya telah dihimpun menjadi satu. Himpunan
tersebut mengenai ajaran Aristoteles mengenai penalaran termuat dalam eman
naskah, yaitu sebagai berikut: Ini membahas mengenai cara menguraikan sesuatu
objek dalam jenis pengertian umum.
a.
On Interpretation (tentang penafsiran). Membahas mengenai
komposisi dan hubungan dari keterangan sebagai satuan pikiran. Dalam hal ini
Aristoteles membahas suatu yang dikenal sebagai penyimpulan langsung dan bujur
sangkar pertentangan.
b.
Prior Analyties (analika yang lebih dahulu). Memuat mengenai
teori silogisme dalam ragam dan pola-polanya.
c.
Posterior Analyties (analika yang lebih dahulu). Membicarakan
tentang pelaksanaan dan penerapan, penalaran silogistik dalam pembuktian ilmiah
sebagai materi dari silogisme.
d.
Topics (mengupas dialektika). Dibahas mengenai persoalan
tentang perbincangan berdasarkan permis-permis yang boleh jadi benar
e.
Sohistical Refutations (cara perbincangan kaum sofis). Membahas
mengenai sifat dasar dan penggolongan sesat piker[8].
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk
sesuai dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, maka
dilakukan penelaahan yang seksama hanya terhadap dua jenis penarikan kesimpulan
yakni logika induktif dan logika deduktif.
1.
Contoh Logika.
Contohnya
penerapan ilmu logika dalam kehidupan misalnya pada manusia yang mengalami
penyakit serak pada tenggorokan maka pengobatannya dapat dilakukan dengan minum
air putih logikanya air putih adalah cairan yang diperlukan manusia untuk
menjaga keseimbangan tubuh, memberi kekuatan kepada leukosit untuk menjalankan
tugasnya menghasilkan makrofag untuk membunuh patogen yang masuk, menjadikan
kekebalan tubuh meningkat sehingga luka yang dihinggapi bakteri akan sembuh dan
akhirnya tenggorokan menjadi lapang dan dikatakan sembuh.
C.
DEDUKSI.
1.
Pengertian Deduksi.
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat
umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, selain itu metode deduksi ialah
cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan
mengenai hal-hal yang bersifat umum.
Logika deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari
asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang
menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikirnya sehingga
bersifat betul menurut bentuk saja.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola
pikir yang dinamakan silogismus[9].
Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat
dibedakan sebagai permis mayor dan permis minor. Kesimpulan merupakan
pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua permis
tersebut. Logika deduktif membicarakan cara-cara untuk mencapai
kesimpulan-kesimpulan bila lebih dahulu telah diajukan pertanyaan-pertanyaan
mengenai semua atau sejumlah ini di antara suatu kelompok barang sesuatu.
Kesimpulan yang sah pada suatu penalaran deduktif selalu merupakan akibat yang
bersifat keharusan dari pertnyaan-pertanyaan yang lebih dahulu diajukan.
Pembahasan mengenai logika deduktif itu sangat luas dan meliputi salah satu di
antara persoalan-persoalan yang menarik.
Guna memenuhi dan membatasi maksud logika deduktif bagian
terkenal sebagai logika Aristoteles. Cabang loka ini membicarakan
pernyataan-pernyataan yang dapat dijadikan bentuk ‘S’ adalah ‘P’, misalnya,
“manusia (adalah) mengenal mati. Tampaklah pada kita bahwa ‘S’ merupakan huruf
pertama perkataan ‘Subjek’ dan ‘P’ merupakan huruf pertama perkataan
‘Predikat’. Dari pernyataan-pernyataan semacam itu, kita dapat memilah empat
cara pokok untuk mengatakan sesuatu dari setiap atau sementara subjek yang
dapat diterapi simbol ‘S’.
Setiap
S
adalah P
Setiap
S bukan/tidaklah P
Sementara
S adalah P
Sementara
S bukan/tidaklah P.
Contoh
Deduksi
Contoh
membuat silogismus sebagai berikut:
Semua
makhluk hidup memerlukan
udara (Premis
mayor)
Dewi
adalah makhluk
hidup
(Premis minor)
Jadi
Dewi memerlukan udara
(Kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil bahwa si Dewi memerlukan udara adalah sah
menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditasrik secara logis dari dua
permis yang mendukungnnya. Pertanyaan apakah kesimpulan itu benar maka dapat
dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja
kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikan
kesimpulannya adalah tidak sah.
Dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari
tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan
pengambilan kesimpulan.
D.
INDUKSI.
1.
Pengertian induksi.
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik kesimpulan umum
dari berbagai kasus yang bersifat individual, selain itu metode induksi ialah
cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengn jalan menarik kesimpulan
yang bersifat umum atau bersifat lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau
pengamatan terhadap sejumlah hal yang bersifat khusus. Logika induktif
merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang betul
dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh
jadi. Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya sebab mempunyai
dua keuntungan. Keuntungan yang pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat
umum ini bersifat ekonomis.
Kehidupan yang beranekaragam dengan berbagai corak dan segi dapat
direduksikan menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia
bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan fakta-fakta
tersebut. Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan,
pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari obyek tertentu, melainkan menekankan
kepada struktur dasar yang menyangga wujud fakta tersebut. pernyataan
bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak bisa mereproduksikan betapa manisnya
semangkuk kopi atau pahitnya sebutir pil kina. Pengetahuan cukup puas dengan
pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa kopi itu manis dan pil kina
itu pahit. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis.
Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum adalah
dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif.
Secara induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat
disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Melihat dari contoh bahwa
semua binatang mempunyai mata dan semua manusia mata, dapat ditarik kesimpulan
bahwa semua makhluk mempunyai mata. Penalaran ini memungkinkan disusunnya
pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang
makin lama makin bersifat fudamental.
2.
Jenis-jenis induksi:
a.
Penyimpulan secara kausal
Jenis induksi lainnya adalah yang berusaha unutk menemukan
sebab-sebab dari hal-hal yang terjadi. Bila telah diajukan suatu perangkat
kejadian, maka haruslah diajukan pernyataan: “Apakah yang menyebabkan
kejadian-kejadian itu?” Misalnya, terjadi suatu wabah penyakit tipus: “Apakah
yang menyebabkan timbulnya wabah tipus?” Ada suatu perangkat apa yang
dinamakan canons (aturan, hukum), yang dikenal sebagai metode-metode
Mill, yang mengajukan suatu pernagkat kemungkinan unutk melakukan penyimpulan
secara kausal. Metode-metode ini kadang kala berguna. Metode-metode tersebut
ialah:
Metode
kesesuain
Metode
kelainan
Metode
gabungan kesesuaian dan kelahiran
Metode
sisa
Metode
keragaman beriringan
Penalaran berdasarkan probabilitas dan penalaran secara statistik.
Digambarkan dengan cara probabilitas dan secara statistik. Misalnya kita
mengetahui bahwa John Smith adalah seorang guru dan kita ingin bertaruh bahwa
usianya akan mencapai 65 tahun. Berapakah taksiran kita mengenai usianya? Untuk
menjawabnya kita perlu mempunyai statistik mengenai panjangnya usia seorang
guru. Dari hal-hal ini, yang diringkas dalam bangun matematis yang tepat,
dengan mempergunakan teori matematik tetang probabilitas, maka akan dapat
dilakukan penaksiran.
1.
Analogi dan komparasi.
Dua bentuk
penyimpulan yang sangat lazim dipakai dalam perenungan kefilsafatan ialah
analogi dan komparasi. Penalaran secara analogi adalah berusaha mencapai
kesimpulan dengan secara analogi adalah berusaha mencapai kesimpulan dengan
menggantikan apa yang dicoba buktikan dengan sesuatu yang serupa dengan hal
tersebut, namun yang lebih dikenal, dan kemudian menyimpulkan kembali apa yang
mengawali penalaran tersebut. Misalnya kita ingin membuktikan adanya Tuhan
berdasarkan susunan dunia tempat kita hidup. Dalam hal ini dapat mengatakan
sebagai berikut. Perhatikanlah sebuah jam. Seperti halnya dunia, jam tersebut
juga merupakan mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian yang sangat erat
hubungannya yang satu dengan yang lain. Kiranya tidak seorang pun beranggapan
bahwa sebuah jam dapat membuat dorongnya sendiri atau terjadi secara kebetulan.
Susunanya sangat rumit menunjukan bahwa ada yang membuatnya. Dengan demikian
secara analogi adanya dunia juga menunjukan ada pembuatnya; karena dunia kita ini
juga sangat rumit susunannya dan bagian-bagiannya berhubungan sangat erat yang
satu dengan yang lain secara baik.
2.
Metode verifikasi
Agar suatu penalaran dapat diterima maka perlu kiranya untuk
mencapai kesimpulan yang dapat diterima, maka perlu kiranya unutk menetapkan
tidak hanya lurusnya atau sahnya penalaran seseorang, melainkan juga kebenaran
bahan yang mengawali penalaran tadi. Penalaran yang sah yang didasarkan atas
fakta-fakta yang diperkirakan benar dapat membwa kita kepada kesimpulan yang
sesat atau benar, namun mungkin kita tidak mengetahui yang manakah yang salah
dan manakah yang benar. Penalaran yang sah yang didasarkan atas fakta-fakta
akan membawa kita kepada kebenaran. Pada dasarnya hanya ada dua metode unutk
melakukan verifikasi terhadap pernyataan-pernyataan yang satu adalah melalui
observasi , dan yang lain, dengan mempergunakan hukum kontradiksi.
3.
Observasi (pengamatan)
Suatu pernyataan yang maknanya dapat diuji dengan pengalaman yang
dapat diulangi, baik oleh orang yang mempergunakan pernyataam tersebut maupun
oleh orang lain, pada prinsipnya dapat dilakukan verifikasi terhadapnya. Jika
pernyataan itu lulus dalam ujian pengalaman, maka pengalaman itu dikukuhkan,
meskipun tidak sepenuhnya terbukti benar. Jika saya berkata, “Di luar hujan turun”,
dan saya pergi ke luar serta melihat dan merasakan turunnya hujan, maka
pernyataan saya tersebut menurut ukuran tadi telah diverifikasi.
4.
Penalaran berdasarkan kontradiksi
Metode verifikasi yang kedua, yakni dengan menunjukan kesesatan
pernyataan yang dipersoalkan karena bertentangan degan dirinya, atau
mengakibatkan pertentangan dengan pernyataan-pernyataan lain yang telah
ditetapkan dengan baik. Misalnya, untuk membuktikan bahwa garis-garis yang
sejajar tidak pernah bertemu, orang mengambil cara dengan mengandalkan bahwa
hal yang demikian ini akan membawa kita kepada kontradiksi. Demikian
pula, mengandaikan bahwa suatu sudut didalam segitiga ada yang besarnya nil
derajat dan ada yang lebih dari nol derajat.
Contoh Induksi
Dalam deduksi kesimpulannya hanya bersifat probabilitas berdasarkan
atas pernyataan-pertanyaan yang telah diajukan. Penalaran secara induktif
dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup
yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kambing
mempunyai mata, gajah mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan
berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan –kenyataan ini kita dapat menarik
kesimpulan yang bersifat umum yakni semua binatang mempunyai mata.
E.
METODE ILMIAH.
1.
Pengertian Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu.
Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar
ada dua macam, yaitu sebagai berikut:
a.
Metode ilmiah yang bersifat umum
Metode ilmiah yang bersifat umum dibagi menjadi dua, yaitu metode
analitiko-sintesa dan metode nondeduksi. Metode analitioko-sintesa merupakan
gabungan dari metode analisis dan metode sintesa. Metode nondeduksi merupakan
gabungan dari metode deduksi dan metode induksi.
Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita
memperoleh pengetahuan analitis. Pengetahuan analitis itu ada dua macam, yaitu
pengetahuan analitik apriori dan pengetahuan analitik aposteriori.
1). Metode ilmiah di bagi 2 jenis:
a). Metode analisis ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek
ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan
penegrtian yang lainnya. Pengetahuan analisis apriori misalnya, definisi
segitiga mengatakan bahwa segitika itu merupakan sautu bidang yang dibatasi
oleh tiga garis lurus saling beririsan yang membentuk sudut berjumlah 180
derajat.
Pengetahuan analitis aposteriori berarti bahwa kita dengan
menerapkan metode analisis terhadap sesuatu bahan yang terdapat di alam empiris
atau dalam pengalaman sehari-hari memperoleh sesuatu pengetahuan tertentu.
Misalnya, setelah kita mengamati sejumlah kursi yang ada, kemudian kita
berusaha unutk menetukan apakah yang dinamakan kursi itu? Definisnya misalnya,
kursi adalah perabot kantor atau rumah tangga yang khusus disediakan untuk
tempat duduk.
Pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode sintesis dapat
berupa pengetahuan sintesis apriori dan pengetahuan sintesisi aposteriori.
b). Metode sintesa ialah
cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan cara menggabungkan
pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga menghasilkan
sesuatu pengetahuan yang baru. Pengetahuan sinstesis apriori misalnya, pengetahuan
bahwa satu ditambah empat sama dengan lima.
Aposteriori menunjuk kepada hal-hal yang adanya berdasarkan atau
terdapat melalui pangalaman atau dapat dibuktikan dengan melakukan sesuatu
tangkapan indrawi. Pengetahuan sintetis aposterior itu merupakan
pengetahuan yang diperoleh dengan cara menggabung-gabungkan pengertian yang
satu dengan yang lain menyangkut hal-hal yang terdapat alam tangkapan indrawi
atau yang adanya dalam pengalaman empiris.
b.
Metode penyelidikan ilmiah
Metode penyelidikan ilmiah dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode
penyelidikan yang berbentuk daur/metode siklus empiris dan metode vertikal atau
yang yang berbentuk garis lempang/metode linier. Yang dinamakan siklus-empiris
ialah suatu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu yang
biasanya bersifat empiris-kealaman dan penerapannya terjadi di tempat yang
tertutup. Metode penyelidikan ilmiah yang berbentuk daur/metode
siklus-empiris, maka pengetahuan yang dapat dihasilkannya akan berupa hipotesa,
teori, dan hukum-hukum alam (Soejono Soemargo, 1983)
Perkembangan ilmu-ilmu alam merupakan hasil penggunaan secara
sengaja suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang menggabungkan pengalaman
dan akal sebagai pendekatan bersama, dan menambahkan suatu cara baru untuk
menilai penyelesaian-penyelesaian yang disarankan. Dari banyak di antara uraian
kita sampai sejauh ini, kita mungkin telah merasakan bahwa kesulitan yang
dihadapi oleh filsafat ialah, filsafat tidak bersifat ilmu. Jika orang
pernah bekerja di laboratorium ilmu,ia mungkin akan mengeluh, “di dalam ilmu
kita membicarakan kenyataan empirirs, di dalam filsafat nampaknya tidak ada
suatu cara untuk memperoleh jawaban”. Ini menimbulkan masalah tentang metode
ilmiah sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan. Tidak semua pengetahuan
dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya
harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar
suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan
metode ilmiah jadi metode ilmiah mengikuti prosedur-prosedur tertentu yang
sudah pasti yang dipergunakan dalam usaha memberi jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi oleh seorang ilmuan.
Metode menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui
sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis[10].
Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan
dalam metode tersebut[11].
jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang
terdapat dalam metode ilmiah. Metodologi ini secara flsafati termasuk dalam apa
yang dinamakan epistemologi. Epistomologi merupakan pembahasan mengenai
bagaimana kita mendapatkan pengetahuan.
Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan
pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran[12].
Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai
karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah,
yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang
disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka
metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir
induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan
ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan
sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap
demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan
pengetahuan yang telah ada. Dengan demikian maka ilmu merupakan tubuh pengetahuan
yang tersusun dan terorganisasikan dengan baik sebab penemuan yang tidak
teratur dapat diibaratkan sebagai “rumah atau batu bata yang cerai berai”[13].
Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang
rasional kepada obyek yang berada dalam fokus penelaahan.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika
menusia mengamai sesuatu[14].
Tentu saja hal ini membawa kita kepada pertanyaan laim: mengapa manusia mulai
mengamati sesuatu? Kalau kita telah lebih lanjut ternyata bahwa kita mulai
mengamati obyek tertentu kalau kita mempunyai perhatian tertentu terhadap obyek
tersebut. Persukaran yang dirasakan bila kita menemukan sesuatu dalam
pengalaman kita yang menimbulkan pertanyaan[15].
Dan pertanyaan ini timbul disebabkan oleh adanya kontak manusia dengan dunia
empiris yang menimbulkan berbagai ragam permasalahan. dapat disimpulkan bahwa
karena ada masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses berpikir
tersebut diarahkan pada pengamatan obyek yang bersangkutan, yang bereksistensi
dalam dunia empiris pulan.
Manusia menghadapi atau menyadari adanya masalah dan bermaksud
untuk memecahkan dalam usaha unutk memcahkan masalah tersebut maka ilmu tidak
berpaling kepada perasaan melainkan kepada pikiran yang berdasarkan penalaran.
Dalam hal ini maka pertama-tama ilmu menyadari bahwa masalah yang dihadapinya adalah
masalah konkret yang terdapat dalam dunia fisik yang nyata. Karena masalah yang
dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawaban pada dunia yang nyata pula.
Disinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam
langkah-langkah yang disebut metode ilmiah. Langkah-langkah metode ilmiah:
Harus menanamkan rasa ingin tahu dalam suatu hal sehingga
memunculkan pertanyaan pada diri dan menjadi dasar untuk melakukan penelitian
sehingga dapat merumuskan masalahnya.
Mengumpulkan informasi sehingga dapat menyusun kerangka berpikir
dalam pengajuan hipotesis. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional
berdasarkan permis-permis ilmiah yang telah tealh teruji kebenarannya dengan
memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan
terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari
kerangka berpikir yang dikembangkan. Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara
deduktif dengan mengambil permis-permis dari pengetahuan ilmiah yang sudah
diketahui sebelumnya.
Pengujian hioptesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang
relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat
fakta-fakta yangmendukung hipotesis tersebut atau tidak.
Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaina apakah sebuah
hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses
pengujian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu
diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang
cukup mendukung hipoteisi maka hipoteisi itu ditolak. Hipoteisi yang diterima
kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi
persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan
pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian
kebenaran di sini harus ditafsirkan secara pragmatis artinya bahwa sampai saat
ini beluam terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat
disebut ilmiah. Dengan metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu dibandingkan
denganberbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang cepat.
Salah satu faktor yang mendorong perkembangan ini adalah faktor
sosial dari komunikasi ilmiah dimana oenemuan individual segera dapat diketahui
dan dikaji oleh anggota masyarakat atau pun ilmuan lainnya. Tersedia laat
komukasi tertulis dalam bentuk majalah, buletin, jurnal, mikro film, dan
berbagai media masa lainnya sangat menunjang intensitas dan efektivitas
komunikasi ini. Suatu penemuan baru di negera yang baru segera dapat diketahui
oleh ilmuan di negara-negara lainnya. Penemuan ini segera dapat diteliti
kebenarannya oleh kalangan ilmiah di mana saja sebeb prosedur unutk menilai
kesahihan penyataan yang dikandung pengetahuan tersebut sama-sama telah
diketahui oleh seluruh masyarakat.
Contoh metode Ilmiah
Contoh kunyit digunakan untuk pengobatan.
Kunyit dapat dikatakan mampu penyembuhan luka, dapat
dibuktikan dilakukan dengan metode ilmiah.
Sinkronisasi metode ilmiah ini dapat disimpulkan dari pengalaman
dan kebiasaan masyarakat dalam memanfaatkan kunyit sebagai obat tradisional
untuk penyembuhan luka pada organ tubuh bagian dalam. Jadi dengan
dilakukan metode ilmiah yang diawali dari asumsi dan kebiasaan masayarakat
mengani suatu hal. Misalnya dalam memanfaatkan kunyit sebagai pengobatan
tradisional. Diawali dari munculnya pertanyaan. Apakah benar kunyit mampu
mengobati luka kemudian mengumpulkan informasi, melakukan hipotesis,
melakukan pengamatan dan menyimpulkan. Ditemukan didalam kunyit mengandung zat
antibiotik yang mampu menyembuhkan luka yang dialami organ bagian dalam.
FOOTNOTE
[1] suatu kegiatan berfikir berdasarkan langkah-langkah
tertentu.
[2] Intuisi merupakan suatu kegiatan berpikir yang nonanalitik
yang tidak mendasarkan diri kepada suatu pola pikir tertentu.
[3] noor Ms Bakry, 1983 dalam buku Surajiyo
[4] Pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman.
[5] K.Bertens, 1975 dalam buku Surajiyo, 2005.
[6] K.Berens,1975 dalam buku Surajiyo, 2005
[7] Bertens, 1975 dalam buku Surajiyo, 2005.
[8] The Liang Gie dan Suhartoyo Hardjosatoto, dan Endang asdi,
1980
[9] Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan.
[10] Peter R. Senn, Sosial Science and Its Methods
(boston:Holbrook, 1971)
[11] Ibid, hlm 6
[12] T. H. Huxly, “The Method of Scientific Investigation”,
Science: Method and Meaning, ed. Samuel Rapport dan helen Wright (new York:
Washington Square Press, 1964), hlm, 2.
[13] Morris Kline, “The Meaning of Mathematics”, Adventures of
the Mind (New York: Vintage, 1961), hlm 83.
[14] Ritchie Calder, science in Our Life (New York :New American
Library, 1955), hlm. 37
[15] John Dewey, How We Think (Chicago: Henry regnery, 1933) hlm.
107
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.......9
PERENCANAAN KARANGAN
A.
Definisi Perencanaan Karangan.
Perencanaaan
karangan yaitu semua tahap persiapan penulisan. Dimana, kegiatan menulis
bukanlah suatu kegiatan yang kebetulan, melainkan memang telah direncanakan.
Dengan begitu, penulis benar-benar siap mengungkapkan gagasannya melalui
tulisan.
Perencanaan karangan ilmiah adalah proses awal mengarang sampai
dengan penulisan akhir. Perencanaan ini mencakup prapenulisan, pengorganisasian
keseluruhan penulisan, penulisan, penyuntingan, dan presentasi.[1] Tahapan-tahapan
pembuatan perencanaaan karangan adalah sebagai berikut: Tahapan penulisan:
1.
Prapenulisan:
Menurut Minto Rahayu dalam buku Bahasa Indonesia di Perguruan
Tinggi tahap prapenulisan merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis
yang mencakup beberapa langkah yaitu:
a. menentukan topik atau
judul, masalah, tujuan, dan kalimat tesis,
b. menyusun ragangan (garis
besar isi dan menyempurnakannya menjadi kerangka karangan lengkap setelah
datanya lengkap),
c. menetapkan landasan
teoritis,
d. menetapkan sumber data
(primer, sekunder) dan cara mengumpulkannya,
e. menetapkan metode
pembahasan,
f. menyusun daftar pustaka
sementara, dan
g. menjadwalkan pelaksanaaanya.
2.
Penulisan:
a.
Menulis keseluruhan naskah secara konseptual, disertai kutipan atau
data yang diperlukan;
b.
Penulisan tersebut mencakup:
i.
Bagian pelengkap pendahuluan seperti halaman judul, abstrak, kata
pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel.
ii.
Bagian naskah utama terdiri dari pendahuluan, bahasan utama, dan
kesimpulan dan saran.
3.
Penyuntingan (Editing): penyuntingan naskah, penyuntingan materi,
dan penyuntingan bahasa.Dengan adanya tahap penyuntingan (revisi), semua
kesalahan dan kekurangan itu dapat diantisipasi. [2] Dalam
merencanakan sebuah karangan supaya menghasilkan suatu karangan yang baik dan
sistematis, terdapat langkah-langkahnya yakni menentukan:
a.
Topik Karangan.
Topik karangan adalah ide sentral yang berfungsi mengikat
keseluruhan uraian, deskripsi, penjelasan, dan seluruh pembuktian. Topik
merupakan inti bahasan yang menjiwai seluruh karangan. Seluruh karangan harus
mencerminkan topik tersebut.
Fungsi topik karangan:
a. Mengikat
keseluruhan isi;
b. Memudahkan
pengembangan ide bagi penulis;
c. Memberikan
daya tarik dan mudah dimengerti bagi pembaca;
Pemilihan topik untuk karangan ilmiah, ada beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan:
a. Bermanfaat
untuk perkembangan ilmiah atau profesi penulis;
b. Menarik
untuk ditulis dan dibaca;
c. Dikuasai
dengan baik;
d. Bersifat
terbatas dalam artian tidak terlalu luas;
e. Didukung
data yang relevan;
b.
Judul Karangan
Judul karangan pada dasarnya adalah perincian atau jabaran dari
topik atau judul merupakan nama yang diberikan untuk bahasan atau
karangan, judul berfungsi sebagai slogan promosi untuk menarik minat
pembaca dan sebagai gambaran isi karangan. Judul lebih spesifik dan sering
menyiratkan permasalahan atau variabel yang akan dibahas. [3]
Syarat Judul yang Baik:
a. Sesuai
dengan topik;
b. Sesuai
dengan isi karangan;
c. Berbentuk
frasa bukan kalimat;
d. Singkat;
e. Jelas;
f. Menarik
minat pembaca;
c.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ialah gambaran atau perencanaan menyeluruh yang
akan mengarahkan penulis dalam melakukan tindakan menyelesaikan tugasnya.
Dengan mengetahui tujuan, penulis akan dapat menentukan bahan tulisan,
organisasi karangan, dan sudut pandang. Ada dua cara menyatakan tujuan
penulisan, yaitu:
a). Tesis.
Tesis adalah rumusan singkat yang mengandung tema dasar dari sebuah
karangan bila ada sebuah tema karangan yang dominan. Tesis sama dengan sebuah
kalimat utama dalam paragraf. Oleh sebab itu, tesis tidak diperkenankan lebih
dari satu kalimat. Dengan kalimat tesis, penulis dapat menentukan bahan yang
akan menjadi tulisan. Tesis digunakan jika penulis ingin mengembangkan gagasan
yang berupa tema seluruh tulisan.[4]
Ciri-ciri tesis yang baik:
(1). berisi gabungan rumusan topik;
(2). penekanan topik sebagai suatu pengungkapan pikiran;
(3). pembatasan dan ketetapan rumusan;
(4). berupa kalimat lengkap terdapat subjek dan predikat (objek);
(5). menggunakan kata khusus dan denotatif (lugas);
(6). berupa pernyataan positif – bukan kalimat tanya, bukan kalimat dan bukan
kalimat negatif;
(7). dapat mengarahkan, mengembangkan, dan mengendalikan penulisan; dan
(8). dapat diukur dan dibuktikan kebenarannya;
Contoh dari perumusan tema, tujuan karangan, kalimat tesis, dan
rumusan judul:
Tema
: Meningkatkan penjualan sepatu buatan dalam negeri
Tujuan
: Untuk menunjukkan bahwa sepatu buatan dalam negeri dapat
diupayakan agar lebih diminati oleh konsumen.
Tesis
: Sepatu buatan dalam negeri dapat ditingkatkan penjualannya
dengan menambah daya saing agar lebih diminati konsumen
Judul
: Sepatu Lokal, Kenapa Tidak?
Contoh kalimat tesis lainnya:
Topik
: Upaya meningkatkan penjualan sepatu bata di Asean 2003.
Tujuan
: Membuktikan bahwa sepatu bata Indonesia diminati oleh
Konsumen di Asean 2003.
Tesis
: Pemasaran sepatu bata di Asean 2003 dapat ditingkatkan dengan
mempertinggi daya saing terhadap produk lain
b). Pengungkapan
maksud.
Pengungkapan
maksud dilakukan tidak bermaksud untuk mengembangkan ide sentral. Jika tulisan
tidak mengembangkan gagasan tema maka tulisan dalam bentuk pernyataan.[5]
4.
Bahan penulisan
Yang dimaksud dengan bahan penulisan ialah semua informasi yang
digunakan untuk mencapai tujuan penulisan. Informasi itu, mungkin merupakan
teori, contoh-contoh, rincian atau detail, perbandingan,
sejarah kasus, fakta, hubungan sebab akibat, pengujian dan pembuktian,
angka-angka, kutipan, gagasan dan sebagainya.
a.
Bahan pustaka
Berasal dari buku-buku yang berhubungan dengan topik yang akan
dibahas. Ada du macam bahan pustaka yang harus penulis kumpulkan. Yang pertama,
bahan-bahan sumber yang bersifat teori. Ini biasanya digunakan untuk mencari
definisi, pengertian, atau terminologi dan lain-lain dari bahan penelitian.
Yang kedua, bahan sumber asli yang berasal dari seorang tokoh. Ini biasanya
digunakan untuk studi tokoh atau pendapat seorang tokoh.
b.
Wawancara
Wawancara (interview) adalah salah satu cara mengumpulkan data
dengan mengajukan pertanyaan kepada seorang yang dianggap berkompeten
(berotoritas) tentang yang ditulis. Wawancara biasanya digunakan untuk
mendapatkan data secara lisan. Alat bantu yang digunakan adalah alat perekam
semacam tape recorder dan kamera video. Alat tersebut digunakan untuk
memudahkan penyalinan kedalam bentuk tulis.
c.
Angket
Angket (quesioner) adalah pertanyaan yang digunakan untuk menjaring
pendapat (opini) orang tentang sesuatu. Jawaban pertanyaan sudah disediakan.
Responden tinggal melingkari atau menyilangnya. [6]
5.
Kerangka Karangan
Kerangka karangan merupakan rencana penulisan yang mengandung
ketentuan bagaimana kita menyusun karangan itu. Kerangka karangan merupakan
rencana penulisan akan bersifat konseptual, menyeluruh, terarah, dan bersasaran
bagi target pembacanya.
Yang mempengaruhi kerangka karangan ini ialah tujuan dan bahan
penulisan. Menyusun kerangka pada hakikatnya membagi topik ke dalam subtopik
dan selanjutnya ke dalam sub-subtopik yang lebih kecil.[7]
Fungsi Kerangka Karangan:
a. Memperlihatkan pokok
bahasan, sub-sub bahasan karangan, dan memberi kemungkinan perluasan bahasan
tersebut sehingga memungkinkan penulisan menciptakan suasana kreatif sesuai
dengan variasi yang diinginkan;
b. Mencegah pembahasaan keluar
dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik judul, masalah, tujuan,
dan kalimat tesis;
c. Memudahkan penulis
menyusun secara menyeluruh;
d. Mencegah ketidaklengkapan
bahasan;
1). Tahapan Penyusunan Kerangka Karangan
Tahapan
pertama: merumuskan topik yang jelas dan didasarkan pada suatu topik dan
tujuan yang ingin dicapai melalui topik tadi. Topik yang dirumuskan untuk
kepentingan suatu kerangka karangan hendaknya berbentuk pengungkapan
maksud-tujuan atau tesis.
Kedua
ialah mengumpulkan topik-topik bawahan yang dianggap merupakan rincian jelas
dari tesis atau pengungkapan maksud tadi (hal ini sering disebut dengan istilah
inventarisasi). Pada poin ini penulis diperbolehkan untuk mencatat
sebanyak-banyaknya tema-tema yang terlintas dalam benaknya, dan tidak perlu
langsung melakukan evaluasi pada tema-tema tadi.
Ketiga
ialah melakukan evaluasi pada semua topik bawahan yang sudah dia catat pada
langkah kedua tadi. Evaluasi itu bisa diadakan dalam beberapa tahap sebagai
berikut:
1. Apakah semua tema yang sudah dia catat memiliki
pertalian (relevansi) langsung dengan tesis atau pengungkapan maksud. Dan
apabila sama sekali tidak mempunyai hubungan maka topik tersebut dihapus dari
daftar di atas.
2. Semua tema yang masih tersisa kemudian
dievaluasi lebih lanjut. Jika ada dua topik atau lebih yang hampir sama, maka
mesti dibuat perumusan baru yang mencakup semua tema tadi.
3. Evaluasi lebih lanjut ditujukan kepada
persoalan, apakah semua topik memiliki derajat yang sama, atau ada tema yang
sejatinya merupakan rincian dari topik lain atau turunan dari topik lain. Jika
ada masukkanlah topik turunan itu ke dalam topik yang dianggap lebih tinggi
posisinya.
4. Ada kemungkinan bahwa ada dua topik atau lebih
yang memiliki derajat yang sama, tapi lebih rendah dari topik yang lain. Jika
terjadi hal yang demikian, maka usahakanlah agar mencari satu topik yang
lebih tinggi lain yang akan membawahi topik-topik tadi.[8]
2). Manfaat
Kerangka Karangan.
Kerangka karangan adalah rencana kerja yang mengandung ketentuan-
ketentuan tentang pembagian dan penyusunan gagasan yang memuat garis-garis besar
suatu karangan.
Adapun manfaat kerangka karangan adalah:
a. Memudahkan penyusunan kerangka secara
teratur sehingga karangan menjadi lebih sistematis dan mencegah penulis dari
sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik atau judul.
b. Memudahkan penempatan antara bagian
karangan yang penting dan yang tidak penting.
c. Menghindari timbulnya pengulangan
pembahasan.
d. Membantu mengumpulkan data dan sumber-sumber
yang diperlukan.[9]
3). Bentuk Kerangka Karangan.
Lazimnya kerangka kalimat berbentuk deklaratif (berita) yang
lengkap untuk merumuskan setiap topik, subtopik, atau sub-subtopik seperti
dibawah ini.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang: Isinya
bahasan kesenjangan konsep ideal dan fakta, kajian pustaka, dan penalaran yang
menimbulkan masalah.
B. Perumusan Masalah:
Isinya rumusan masalah dalam kalimat tanya yang akan dibahas dan akhirnya akan
dijawab dalam kesimpulan.
C. Tujuan penulisan:
isinya target yang ingin dicapai.
D. Pembatasan Masalah: Isinya
perincian ruang lingkup pembahasan, tempat penelitian, dan waktunya.
E. Metode Pembahasan:
Isinya metode yang digunakan dalam penelitian tersebut.
F. Sistematika
Penulisan:Isinya adalah urutan-urutan sistem pembahasan.
II. LANDASAN TEORI:
Rumusan teori yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas, misalnya:
pengertian, bagian-bagian, dan lain-lain yang sifatnya teoritis.
III. HASIL PENELITIAN: Isinya adalah inti
pembahasan. Biasanya merupakan aplikasi teori, hasil dari seluruh penelitian.
IV. PENUTUP: Berisi kesimpulan (jawaban
masalah) dan saran-saran jika ada.
V. DAFTAR PUSTAKA: Berisi
referensi tentang penulisan.[10]
FOOTNOTE
[1] Widjono Hs, Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi,(Jakarta: Grasindo, 2012) hlm 301
[2] Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi,
(Jakarta: Grasindo, 2007) hlm 137
[3] Widjono, op.cit., hlm 321-322
[4] Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A., Pembinaan
Bahasa Indonesia, (Jakarta:UIN Jakarta Press,2007) hlm.174-175
[5] R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi, (Jakarta: Erlangga, 2009)
hlm 155
[6] Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, op.cit, 176-179
[7] Widjono, loc.cit.
[8] Dian Indah, Definisi Kerangka Karangan,http://contohartikelmu.com/definisi-kerangka-karangan/ diakses pada 31 Maret 2014 pukul 14.22 WIB
[10] Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, loc.cit.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok......10
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
A.
Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang
sejak dulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca), bukan saja
di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara
(Arifin,1985:3).
Bahasa Indonesia dengan perlahan-lahan, tetapi pasti, berkembang
dan tumbuh terus. Pada waktu akhir-akhir ini perkembangannya itu menjadi
demikian pesatnya sehingga bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa modern,
yang kaya akan kosakata dan mantap dalam struktur (Arifin,1985:40).
Pada 28 oktober 1928, para pemuda kita mengikrarkan Sumpah Pemuda.
Naskah Putusan Kongres Pemuda Indonesia Tahun 1928 itu berisi tiga butir
kebulatan tekad sebaagai berikut:
Pertama
: kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu,
tanah
Indonesia
Kedua
: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang
satu,bangsa
Indonesia
Ketiga
: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Pernyataan yang pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang
bertebaran dan lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah
Republik Indonesia sekarang adalah satu kesatuan tumpah darah yang disebut
tanah air Indonesia. Pernyataan yang kedua adalah pengakuan bahwa
manusia-manusia yang menempati bumi Indonesia juga merupakan satu
kesatuan yang disebut bangsa Indonesia. Pernyataan yang ketiga tidak merupakan
pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang
menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan,
yaitu bahasa Indonesia (Munirah, 2013: 4).
Pernyataan yang ketiga merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang
menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjungjung tinggi bahasa persatuan
yaitu bahasa Indonesia. Dengan diikrarkannya Sumpah pemuda, resmilah bahasa
Melayu yang sudah dipakai sejak pertenghan abad VII itu, menjadi bahasaa
Indonesia (Halim, 1983: 2-3).
Menurut Arifin (1985:5-6), ada empat faktor yang menjadi penyebab
bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1. Bahasa melayu sudah
merupakanlingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan
2. Sistem bahasa Melayu
sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan
bahasa, seperti dalam bahasa jawa (ngoko, kromo) atau perbedaan bahasa kasar
dan halus, seperti dalam bahasa sunda (kasar, lemes).
3. Suku jawa, suku sunda dan
suku-suku yang lain dengan suka rela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Bahasa Melayu mempunyai
kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Menurut Munirah (2013,4-7), sejarah perkembangan bahasa Melayu/
Indonesia dapat dirinci dari tahun ketahun sebagai berikut :
1. Pada tahun 1901 disusun ejaan
resmi bahasa Melayu oleh Ch.A. Van Ophuiysen dan dimuat dalam Kitab Logat
Melayu.
2. Pada tahun 1908 pemerintah
mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie
voor de Volkslectur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah
menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka menerbitkan buku-buku novel, seperti Siti
Nurbaya dan Salah Asuhan dan buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara
kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan
masyarakat luas.
3. Tanggal 28 Oktober 1928
merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia
karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kokoh
untuk perjalanan bahasa Indonesia.
4. Pada tahun 1933 resmi berdiri
sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya Pujangga Biru yang
dipimpin oleh Sutan Takdir Ali Syahbana dan kawan-kawan.
5. Pada tanggal 25-28 Juni 1938
ilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres di Solo ini
dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembanga bahasa Indonesia telah
dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan kita saat itu.
6. Masa pendudukan Jepang
(1942-1945) merupakan pula suatu masa penting. Jepang memilih bahasa Indonesia
sebagai alat komunikasi resmi antara pemerintah Jepang dengan rakyat Indonesia
karena niat menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda untuk
alat komunikasi tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa
pengantar di lembaga-lembaga pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan.
7. Pada tanggal 18 Agustus 1945
ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36)
menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
8. Pada tanggal 19 Maret 1947
dirsmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan
Van Ophuysen yang berlaku sebelumnya.
9. Kongres Bahasa Indonesia II
di Medan pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 adalah juga salah satu
perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus menerus menyempurnakan bahasa
Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa
negara.
10. Pada taggal 16 Agustus 1972, Presidan Republik
Indonesia meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
melalui pidato kenegaraan di depan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan
Keputusan Presiden No.57 tahun 1972.
11. Tanggal 31 Agustus 1972, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh Indonesia.
12. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 merupakan peristiwa yang
penting bagi kehidupan bahasa Indonesa. Kongres yang diadakan dalam rangka
peringatan hari Sumpah Pemuda yang kelima puluh ini, selain memperlihatkan
kemajuan,pertumbuhan, dan perkembanga bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga
berusaha memantapkan keduduka dan fungsi bahasa Indonesia.
13. Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam
rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan
bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan
sehingga amanat yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yang
mewajibkan kepada semua warga Negara Indonesia menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin. Selai itu, kongres
menugasi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa untuk memantau hasil-hasil
kongres sebelumnya kepada kongres berikutnya.
14. Kongres Bahasa Indonesia V juga diadaka di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober – 3 November 1988. Kongres ini merupaka kongres yang
terbesar dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri
oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara, juga
kongres ini diikuti oleh peserta tamu dari Negara sahabat, seperti Mlaysa,
Singapura, Brunai Darussalam, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ke-5 ini
dibuka olehPresiden Soeharto di Istana Negara Jakarta. Kongres ini ditandai
dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
kepada seluruh pencinta bahasa di Nusantara, yakni berupa (1) Kamus Besar
Bahasa Indonesia. (2) Tata Bahasa Buku Bahasa Indonesia. dan (3) buku-buku
bahan penyuluhan bahasa Indonesia.
15. Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1993. Dalam kongres ini diselenggarakan
pula pameran buku yang menyajikan 385 judul buku yang terdiri atas buku-buku
yang berkaitan dengan kongres bahasa Indonesia, Sumpah Pemuda, Bahasa dan
Sastra Indonesia, serta kamus berbagai bidang ilmu, antara lain Kimia,
Matematika, Fisika, Biologi, Kedokteran, dan Manajemen. Selain itu, disajikan
pula panel Sumpah Pemuda, foto kegiatan kebahasaan/ kesastraan, dan peragaan
komputer sebagai pengolah data kebahasaan.
16. Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres ini melanjutkan program
kegiatan dari kongres VI.
17. Kongres Bahasa Indonesia VIII deiselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 14 – 17 Oktober 2003. Kongres ini merupakan kongres yang
terbesar dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri
oleh kira-kira seribu pakar bahasa Indonesiandari seluruh Nusantara, juga
kongres ini diikuti oleh peserta tamu dari hampir seluruh negara. Disamping
itu, dalam kongres ini dianugerahkan penghargaan bagi pejabat yang selalu
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
18. Kongres Bahasa Indonesia IX diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 1 November 2008. Kongres ini merupakan
kongres yang terbesar dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia karena selain
dihadiri oleh kira-kira 1.300 pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara,
juga kongres ini diikuti oleh peserta tamu dari hampir seluruh negara.
Disamping itu, dalam kongres ini dianugerahkan penghargaan bagi pejabat yang
selalu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
B.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa kenegaraan yang kita pakai di
negara Indonesia untuk berkomunikasi dengan orang lain. Sebenarnya Bahasa
Indonesia tidak semudah yang terlihat. Bahasa ini memiliki aturan yang cukup
detail dalam pengaturan tata bahasa yang digunakan. Bahasa Indonesia
merupakan bahasa formal yangditetapkandiNegara kita(http://fungsibahasaindonesia22bandit33oran.blogspot.com,2013).
1.
Kedudukan Bahasa Indonesia.
Bahasa
indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar
ketiga Sumpah Pemuda 1982 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional; kedudukannya berada di atas
bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum
pasal khusus (Bab XV, Pasal 36) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang
menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Dengan kata lain, ada
dua macam kedudukan bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan
sebagai bahasa nasional sesuai dengan Sumpah Pemuda 1928; kedua,
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara sesuai
dengan Undang-Undang Dasar 1945 (Arifin,1985:9).
2.
Fungsi Bahasa Indonesia.
Menurut
Moeliono (1980:15-22), di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai :
a.
Lambang kebanggaan kebangsaan.
Sebagai lambang
kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya
yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa
Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan serta rasa kebanggaan
memakainya senantiasa kita bina.
b.
Lambang identitas nasional
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung
di samping bendera dan lambang negra kita. Di dalam melaksanakan fungsi
ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula
sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia
dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan
mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain.
c.
Alat perhubungan antar warga, antar daerah dan antar budaya
Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan
yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan
latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat
bepergian dari pelosok yag satu ke pelosok yang lain di tanah air kita dengan
hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi.
d.
Alat penyatuan berbagai suku bangsa
Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar
belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan
Indonesia
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku
bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak
perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial
budaya serta latar belakang bahasa daerah yyang bersangkuatan. Lebih dari itu,
dengan bahasa nasional itu kita dapat meletakkan kepentingan daerah atau golongan.
Menurut moeliono (1980:22-31), di dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a.
Bahasa resmi kenegaraan.
Sebagai
bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara,
peristiwa dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk
tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan
dokumen-dokumen dan putusan-putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh
pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.
b.
Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh
Indonesia, kecuali di daerah-daerah seperti daerah Aceh, Batak, Sunda, Jawa,
madura, Bali, dan Makassar yang menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa
pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
c.
Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
Di dalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai
bukan saja sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan
antarsuku, melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat
yang sama latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
d.
Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat
yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian
rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang
membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia
kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya
nasional kita.
C.
Ragam Bahasa Indonesia.
Bahasa
Indonesia sebagai alat komunikasi dipakai dalam berbagai keperluan tentu
tidak seragam, tetapi akan berbeda-beda disesuaikan dengan situasi dan
kondisi. Keanekaragaman penggunaan bahasa Indonesia itulah yang
dinamakan
ragambahasa(Candrarosdianto.blogspot.com,2013).
1.
Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakainnya ini dan
bermacam-macam pula latar belakang penuturnya, mau tidak mau akan melahirkan
sejumlah ragan bahasa. Adanya bermacam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan
fungsi, kedudukan serta lingkungan yang berbeda-beda. Ragam bahasa ini pada
pokoknya dapat dibagi dalam dua bagian yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke
dalam ragam tulis (huruf). Pendapat ini tidak dapat dibenarkan seratus persen
sebab tidak semua ragam lisan dapat dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam
tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu
berlaku bagi ragam tulis (Arifin,1985:15).
Menurut Arifin (1985:15-17), Perbedaan kedua ragam ini adalah
sebagai berikut:
a. Ragam lisan menghendaki
adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara, sedangkan
ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berada di depan.
b. Di dalam ragam lisan
unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek tidak selalu
dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini
disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimik,
pandangan, anggukan, atau intonasi.
Contoh:
Orang
yang berbelanja di pasar.
“Bu,
berapa cabenya?”
“Tiga
Puluh.”
“Bisa
Kurang?”
“dua
lima saja, Nak.”
Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam
lisan. Fungsi-fungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak
mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam
tulis menghendaki agar orang yang “diajak bicara” mengerti isi
tulisan itu. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam buku,
majallah dan surat kabar.
c. Ragam
lisan sangat terikat pada kondisi , situasi, ruang dan waktu . Apa yang
dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan
berlaku untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang
diskusi susasstra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di
luar ruang itu. Ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang dan
waktu. Suatu tulisan dalam sebuah buku yang di tulis oleh seorang penulis
di indonesia dapat dipahami oleh orang yang berada di amerika atau Inggris.
Sebuah buku yang ditulis pada tahun 1985 akan dapat dipahami dan dibaca oleh
orang yang hidup pada tahun 2000 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan oleh
kelengkapan unsur-unsur dalam ragam tulis.
d. Ragam
lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan
ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar dan huruf miring.
2.
Ragam Baku dan Tidak Baku
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian
besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai
kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Sedangkan, ragam tidak baku
adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang
menyimpang dari norma ragam baku (Arifin,1985:18).
Menurut Arifin (1985:19-20), ragam baku itu mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut:
a.
Kemantapan dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata rasa
dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dibubhi pe-, akan
terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin
dibubuhi pe- akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada
sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas
tangan, lepas pantai, dan lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah
bahasa baku.
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak
menghendaki adanya bentuk mati . kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu
orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya
disebut langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
b.
Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada
tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar.
Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak
melalui jalur pendidikan formal (sekolah).
Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran
apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya ragam baku
dapat memberikan gambaran yang jelas dalam otak
pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendekia adalah sebagai
berikut:
Rumah jutawan yang aneh akan dijual
Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu
rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian, kalimat itu
tidak memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendeki kalimat tersebut
harus diperbaiki sebagai berikut:
Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual
Rumah milik sang jutawan aneh akan dijual
c.
Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan
bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa
adalah pencarian titik-titik keseragaman .Pelayan kapal terbang dianjurkan
untuk memakai istilah pramugara dan pramugari. Andaikan ada orang yang
mengsulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward dan stewardes dan
penyerapan itu seragam, kata itu menjadi ragam baku. Akan tetapi, kata steward
dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk di pakai. Yang
timbul dalam masyarakat ialah pramugara dan pramugari.
d.
Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam lisan
dan ragam tulis, ragam baku dam ragam tidak baku. Oleh sebab itu, muncul
ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang
dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran dan buku-buku ilmiah lainnya.
Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu
dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan bahasa indonesia,
yang tercantum dalam buku Pedoman Umm Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Bagaimana dengan masaah ragam baku lisan? Ukuran dan nilai ragam
baku lisan bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar
dalam ucapan. Seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam
pembicaraanya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya
(Arifin,1985:20).
e.
Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Baik ragam lisan maupun ragam tulis bahasa Indonesia ditandai pula
oleh adanya ragam sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya
didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil
dalam masyarakat. Ragam bahasa yamg digunakan dalam keluarga atau persahabatan
dua orang yang akrab dapat merupakan sosial tersendiri. Selain itu, ragam
sosial tidak jarang dihubungkan dengan tinggi atau rendahnya status
kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam hal ini, ragam baku
nasional dapat pula berfungsi sebagai ragam sosial yang tinggi, sedangkan ragam
baku daerah atau ragam sosial yang lain merupakan ragam sosial dengan nilai
kemasyarakatan yang rendah. Ragam fungsional yang kadang-kadang disebut
juga ragam profesional adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi,
lembaga, lingkungan kerja atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga
dikaitkan dengan keresmian keadaan penggunaannya. Dalam kenyataaanya, ragam
fungsional menjelma sebagai bahasa negara dan bahasa keprofesian, seperti
bahasa dalam lingkungan keilmuan/tekhnologi, kedokteran, dan keagamaan
(Arifin,1985:21).
Menurut Candrarosdianto (2013), ragam bahasa berdasarkan
penutur terdiri atas:
a.
Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian
bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang
tinggaldi Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di
Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas
yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak
padapelafalan/b/padaposisiawal saat melafalkan
namanama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll.
Logatbahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/
seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
b.
Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang
berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan
kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin,
video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan
mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm,
pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa,
misalnya mbawa seharusnya membawa,
nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun
sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
contoh:
a) Ira
mau nulis surat à Ira mau menulis surat
b) Saya akan ceritakan tentang
Kancil à Saya akan menceritakan tentang Kancil.
c. Ragam
bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam
bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan)
atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain
resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur
atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati
bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika
terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan
digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur
dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula
tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1985. Cermat Berbasa
Indonesia untuk Perguruan
Halim, Amran. 1983. Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa
Moeliono, Anton M. 1980. Bahasa Indonesia dan Ragam-ragamnya.
Jakarta: Bharatara.
Munirah. 2014. Bahan Ajar Bahasa Indonesia. Makassar :
Universitas Muhammadiyah Makassar.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........11
PLAGIARISME
A.
Pengertian plagiarisme.
Ada banyak definisi plagiarisme, namun pada prinsipnya sangat
sederhana, yaitu bahwa plagiarisme adalah kegiatan mengakui karya tulis orang
lain sebagai karyanya sendiri atau tanpa menyebutkan sumber dari mana pendapat
tersebut diambil. Dalam dunia penelitian, plagiarisme dapat terdapat dalam
dua bentuk. Pertama adalah plagiarisme dalam pelaksanaan penelitiannya itu
sendiri yang dapat berupa : (1) mengulang penelitian orang lain dan
mengklaimnya bahwa penelitian itu belum pernah dilakukan orang lain sebelumnya;
dan (2) menggunakan data hasil penelitian orang lain dan mengklaimnya
seolah-olah data hasil penelitian yang dilakukannya. Kedua adalah plagiarisme
dalam penulisan karya ilmiahnya. Bentuk plagiarisme kedua inilah yang akan
dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Menurut Hexam (1999), seseorang dianggap sudah melakukan
plagiarisme jika dalam tulisannya ia telah menggunakan lebih dari empat kata
yang diambilnya dari suatu tulisan orang lain, padahal dalam tulisannya
tersebut ia tidak menyertakan tanda kutip, sebagai bentuk dari pengutipan
langsung.
Plagiarisme pada prinsipnya yaitu mengakui hasil karya orang lain
sebagai karya miliknya sendiri tanpa mencantumkan sumbernya.
Menurut Marshall & Rowland dalam jurnal milik Tarkus Suganda
menyatakan bahwa berdasarkan niatnya, ada dua jenis plagiarisme, yaitu
plagiarisme yang dilakukan dengan sengaja (deliberate) dan plagiarisme yang
dilakukan secara tanpa disengaja (accidental).Deliberate plagiarism adalah
kegiatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk membajak karya ilmiah
orang lain, contohnya adalah membajak isi buku orang lain, menerjemahkan karya
orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu (apalagi jika mengklaimnya
sebagai karyanya sendiri), dll. Sedangkan accidental
plagiarism terjadi lebih disebabkan karena ketidaktahuan si penulis
tentang kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah dan tentang tata cara atau etika
menulis artikel ilmiah atau mungkin karena si penulis artikel tidak memiliki
akses ke kepustakaan yang diperlukannya tersebut.[1]
Menurut Peter Salim dalam jurnal milik Sentosa Sembiring,
plagiarisme berarti penjiplakan. Sedangkan plagiarize, mengambil tulisan,
pendapat orang lain dan digunakan sebagai kepunyaan sendiri, menjiplak,
plagiat. Plagiarist, orang yang menjiplak tulisan, pendapat orang lain.
Plagiary, penjiplakan.[2] Dalam
dunia penelitian, plagiarisme dapat terdapat dalam dua bentuk. Pertama adalah
plagiarisme dalam pelaksanaan penelitiannya itu sendiri yang dapat berupa : (1)
mengulang penelitian orang lain dan mengklaimnya bahwa penelitian itu belum
pernah dilakukan orang lain sebelumnya; dan (2) menggunakan data hasil
penelitian orang lain dan mengklaimnya seolah-olah data hasil penelitian yang
dilakukannya. Kedua adalah plagiarisme dalam penulisan karya ilmiahnya. Bentuk
plagiarisme kedua inilah yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Menurut Hexam (1999), seseorang dianggap sudah melakukan plagiarisme
jika dalam tulisannya ia telah menggunakan lebih dari empat kata yang
diambilnya dari suatu tulisan orang lain, padahal dalam tulisannya tersebut ia
tidak menyertakan tanda kutip, sebagai bentuk dari pengutipan langsung.
Plagiarisme dianggap berbahaya bagi perkembangan ilmu pengetahuan (dan
peradaban manusia) karena seharusnya ilmu pengetahuan dihasilkan melalui suatu
proses yang benar dan jujur. Ilmu pengetahuan manusia tidak diperoleh semuanya
dengan seketika melainkan melalui berbagai tahapan penelitian yang dilakukan
oleh banyak orang dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, sangatlah penting
bagi ilmuwan untuk saling menghargai jerih payah orang lain. Melakukan
plagiarisme berarti tidak menghargai jerih payah sesama peneliti atau penulis
yang ilmunya sudah menjadi bagian dari kekayaan ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu, selayaknya, pendidikan kita menempatkan subyek pemahaman tentang
plagiarisme sebagai hal penting yang harus difahami agar plagiarisme dapat
dicegah.
B.
Hak Cipta.
1.
Pengertian Hak Cipta.
Menurut Pasal 1
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, hak cipta adalah
hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak eksklusif
yang dimaksud dalam pengertian hak cipta diatas yaitu hak khusus yang hanya
dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta. Apabila orang lain ingin
mengakui hak cipta tersebut maka harus dengan seizin penciptanya atau pemegang
hak cipta. Hal ini dikarenakan bahwa suatu ciptaan itu tidak mudah diciptakan,
butuh proses yang lama, dimulai dari gagasan inspirasi sang pencipta kemudian
di tuangkan dalam pemikiran yang melahirkan suatu ciptaan.
Hak cipta
adalah hak alam, dan menurut prinsip ini bersifat absolut, dan dilindungi
haknya selama si pencipta hidup dan beberapa tahun setelahnya. Sebagai hak
absolut, maka hak itu pada dasarnya dapat dipertahankan terhadap siapapun, yang
mempunyai hak itu dapat menuntut tiap pelanggaran yang dilakukan oleh siapa
pun. Dengan demikian suatu hak absolut mempunyai segi balik (segi pasif), bahwa
bagi setiap orang terdapat kewajiban untuk menghormati hak tersebut.[3]
2.
Hak Ekonomi dan Hak Moral
Hak eksklusif dari hak cipta terdiri atas hak moral dan hak
ekonomi. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan
serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta
atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun,
walaupun hak cipta atau hak cipta telah dialihkan.[4]
Hak moral tidak dapat dialihkan kepada orang lain selama pencipta
masih hidup. Hak moral baru dapat dialihkan setelah pencipta meninggal dunia
dengan wasiat atau hal-hal lain berdasarkan dengan peraturan
perundang-undangan. Pencipta memiliki hak ekonomi, apabila orang lain ingin
melaksanaan hak ekonomi dari ciptaan wajib mendapatkan izin pencipta atau
pemegang hak cipta. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki beberapa hak
ekonomi untuk melakukan:
a. Penetbitan
ciptaan;
b. Pengadaan
ciptaan dalam segala bentuknya;
c. Penerjemahan
ciptaan;
d. Pengadaptasian,
pengaransemenan, dan pentransformasian cipraan;
e. Pendistribusian
ciptaan atau salinannya;
f. Pertunjukkan
ciptaan;
g. Pengumuman
ciptaan;
h. Komunikasi
ciptaan, dan
i. Penyewaan
ciptaan.
3.
Pencipta, Ciptaan dan Pemegang Hak Cipta
a.
Pencipta.
Dalam Pasal 1
Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yang dimaksud
dengan pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
Sedangkan yang dimaksud dengan ciptaan pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang
ini yaitu setiap hasil ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Dari rumusan
tersebut dapat diketahui tentang siapa yang dapat menjadi pencipta dan
jumlahnya dapat lebihdari satu orang. Apabila penciptanya beberapa orang maka
syaratnya dalam melahirkan suatu ciptaan wajib dilakukan secara bersama-sama.
Ada kerjasama satu dengan yang lain diantara mereka dalam melakukan ciptaan.
Oleh karena sifatnya demikian maka dipandang tidak dimungkinkan sebuah badan
hukum menjadi pencipta. Dengan demikian perseroan terbatas, koperasi dan
yayasan tidak dapat sebagai pencipta walaupun mereka kedudukannya sebagai badan
hukum dan diperlakukan sebagai manusia pada umumnya.[5]
b.
Ciptaan.
Ciptaan adalah
setiap hasil karya cipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
dihasilkan atas inspirasi kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, dan keahlian yang di ekspresikan dalam bentuk nyata, hal ini
tertera dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta.
Mengenai
ciptaan yang dilindungi, Berdasarkan Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang salah satunya yaitu buku,
pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lainnya termasuk didalamnya cerita pendek.
c.
Pemegang Hak Cipta.
Pada Pasal 1
Ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, pemegang hak
cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak
tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut
hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.`
4.
Perlindungan Hak Cipta.
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak atas kekayaan yang timbul
atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. Hak Kekayaan Intelektual memang
menjadikan karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan
intelektual manusia yang harus dilindungi. Perlindungan yang dimaksud di sini
adalah perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan hasil dari
proses kemampuan berpikir manusia yang dijelmakan ke dalam bentuk suatu ciptaan
dan penemuan ciptaan atau penemuan tersebut merupakan milik yang diatasnya
melekat suatu hak yang bersumber dari akal.
Perlindungan hak cipta di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak
jaman penjajahan Belanda yaitu penerapan Auteurswet 1912 yang berlaku sampai
diundangkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Pada masa
itu, hak cipta tidak begitu populer di Indonesia, karena adanya suatu anggapan
mengenai konsep pemikiran terhadap hak cipta tersebut adalah berasal dan
berkembang pada masyarakat Barat. Dalam pelaksanaannya dianggap berlaku
melebihi hak milik yang bersifat perorangan, karena dalam hak cipta merupakan
suatu hak yang bersifat khusus (exclusie rights).
Hak cipta lahir bukan karena diberikan oleh Negara, akan tetapi hak
cipta diakui lahir sejak pada saat karya cipta tersebut selesai diwujudkan
dalam bentuknya secara fisik. Berdasarkan pemikiran tersebut maka timbul konsep
yang mendasar dari hukum hak cipta adalah bahwa hak cipta melindungi
ekspresi dari ide-ide, informasi-informasi atau fakta-fakta tersebut. Berlakunya
Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta memberikan perlindungan hukum
terhadap pencipta yang telah memberikansebuah karya yang bermanfaat bagi orang
banyak yang telah diperbaharui menjadi undang-undang No. 28 tahun 2014. Esensi
yang paling penting dari setiap bagian Hak Milik Intelektual ini adalah adanya
suatu ciptaan tertentu (creation).
Hak Cipta berfungsi memberikan sumbangsih dalam
penciptaanpenciptaan baru sehingga mempunyai peranan yang sangat strategis,
karena usaha untuk menciptakan ataupun menemukan sesuatu yang bermanfaat
terutama untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup orang banyak. Di samping itu
peranan Hak Cipta ini juga penting karena merupakan salah satu alternatif untuk
mendapatkan sejumlah nilai jasa (imbalan baik berupa materi maupun non materi)
bagi penciptanya. Hak cipta memberi hak monopoli kepada individu penemu atau
pencipta, dan pada gilirannya masyarakat secara keseluruhan akan mendapatkan
manfaat dari perkembangan kreasi individuindividu tersebut.
C.
Metode Penelitian.
Penelitian
merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang
dilakukan secara metodologis, sitematis dan konsisten. Metodelogis berarti
sesuai dengan metode atau cara tertentu ; sistematis adalah berdasarkan suatu
sistem, sedangkan konsisten berarti berdasarkan tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.[6]Peranan
metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai berikut:
1. Menambah kemampuan para ilmuan untuk
mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik dan lengkap;
2. Memberi kemungkinan yang lebih besar ,
untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui;
3. Memberi kemungkinan yang lebih besar
untuk melakukan penelitian interdisipliner;
4. Memberi pedoman untuk mengorganisir serta
mengintegrasikan pengetahuan , mengenai masyarakat.
Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa metodologi merupakan
suatu unsur yang mutlak harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan.[7]
D.
Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif-empiris
(terapan). Penelitian hukum normatif-empiris (terapan) selalu terdapat 2 (dua)
tahap kajian. Tahap pertama, kajian mengenai hukum normatif
(perundang-undangan) yang berlaku, dan tahap kedua kajian hukum empiris berupa
penerapan (implementasi) pada peristiwa hukum in concreto guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan.[8]Penelitian
ini akan mengkaji permasalahan dengan melihat kepada peraturan
perundang-undangan dan kenyataan yang terjadi berkaitan dengan pelaksanaan
pelanggaran plagirisme berkenaan dengan cerpen di koran ditinjau dari
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
E.
Tipe Penelitian.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalahNonjudicial
Case Study, yaitu pendekatan studi kasus hukum tanpa konflik. Kalaupun ada
konflik, diselesaikan oleh pihak-pihak sendiri secara damai, tanpa campur
tangan pengadilan.[9] Untuk
itu, pada penelitian ini akanmenjelaskan ketentuan hukum hak cipta yang
dilanggar oleh penulis dalam melakukan pelanggaran plagirisme cerita pendek.
F.
Pendekatan Masalah.
Pendekatan
masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesain masalah melalui tahap-tahap
yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian. Penelitian ini
termasuk pendekatan hukum normatif-terapan yang menggunakan data sekunder yang
berasal dari buku-buku hukum yang dalam ruang lingkup hukum Hak Kekayaan
Intelektual. Selain menggunakan data dari buku-buku, penelitian ini mengimpun
data dan informasi dari perjanjian yang telah dibuat kedua belah pihak dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi sumber hukum menjadi
dasar rumusan masalah
2. Mengidentifikasi sumber-sumber bacaan yang
menjadi acuan untuk melakukan penulisan penelitian hukum ini
3. Mengidentifikasi pokok bahasan dan
subpokok bahasan yang bersumber dari rumusan masalah
4. Mengkaji secara analisis data yang
bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder guna menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.
G.
Data dan Sumber Data.
Data yang di perlukan dalam penelitian hukum normatif empiris
adalah data sekunder dan data primer. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa :
1.
Data Sekunder.
Data sekunder adalah data yang
diperoleh dengan mempelajari buku-buku, skripsi, surat kabar,
artikel internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas serta
mempelajari peraturan perundang-undangan, dan buku-buku hukum. Kegiatan pengumpulan
data dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut :
a. Menginvertarisasi data yang relevan
dengan rumusan masalah dengan cara membaca, mempelajari, mengutip/mencatat, dan
memahami maknanya;
b. Mengkaji data yang sudah terkumpul dengan
cara menelaah literatur-literatur dan bahan kepustakaan lainnya agar
mempermudah pembahasan penelitian ini serta untuk menentukan relevansinya
dengan kebutuhan dan rumusan masalah.
c. Analisis data dari KUHPerdata,
Undang-Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Data dan Undang-Undang tentang HAKI skunder meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier
a.
Bahan Hukum Primer, Bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini
b.
Bahan Hukum Sekunder, Bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan
bacaan dari bahan hukum primer dimana dimana berupa segala perundang-undangan
dan dokumen lainnya.
2.
Data Primer, Data primer dilakukan dengan observasi disertai
pencatatan dilokasi penelitian. Data primer meliputi data perilaku terapan dari
ketentuan normatif terhadap peristiwa hukum in concreto.Banyaknya data
primer bergantung dari banyaknya tolok ukur normatif yang diterapkan pada
peristiwa hukum.
F.
Metode Pengumpulan Data.
Data yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan metode
pengumpulan data:
a.
Studi Pustaka. Studi Pustaka dilakukan untuk memperoleh data
sekunder dengan cara membaca, menelaah dan mengutip peraturan
perundang-undangan, buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang
akan dibahas.
b.
Studi Dokumen, Pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang
tidak dipublikasikan secara umum, tetapi dapat diketahui oleh pihak tertentu.
Pengkajian dan analisis informasi tertulis mengenai hukum yang tidak
dipublikasikan secara umum berupa dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan
penelitian ini terkait isi perjanjian.
c.
Wawancara, Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer, maka
penelitian mengadakan studi lapangan dengan teknik wawancara kepada narasumber.
Yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah penulis cerita pendek yang
dimuat dalam koran. Dalam wawancara tersebut digunakan teknik wawancara dengan
bertatap muka langsung dengan menggunakan catatan-catatan yang berisi beberapa
pertanyaan yang nantinya akan dikembangkan saat wawancara berlangsung.
G.
Metode Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul, diolah melalui cara pengolahan data
dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.
Identifikasi. Identifikasi data adalah mencari dan menetapkan data
yang berhubungan dengan proses dan mengidentifikasi segala literatur yang
berhubungan dengan penelitian ini.
2.
Editing. Editing merupakan proses meneliti kembali data yang
diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada. Hal tersebut sangat perlu untuk
mengetahui apakah data yang telah kita miliki sudah cukup dan dapat dilakukan
untuk proses selanjutnya. Dari data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan
permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang
sudah terkumpul serta diseleksi terlebih dahulu dan diambil data yang
diperlukan.
3.
Penyusunan Data. Sistematisasi data yaitu penyusunan
data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut
susunan yang benar dan tepat. Sehingga tidak ada data yang dibutuhkan
terlewatkan dan terbuang begitu saja.
4.
Penarikan Kesimpulan. Penarikan kesimpulan yaitu langkah
selanjutnya setelah data tersusun secara sistematis, kemudian dilanjutkan
dengan penarikan suatu kesimpulan yang bersifat umum dari data yang
bersifat khusus.
H.
Analisis Data. Bahan hukum (data) hasil
pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif kemudian dilakukan
pembahasan dengan cara menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat
yang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan
pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada dalam perumusan
masalahkemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan.
FOOTNOTE
[1] Tarkus Suganda, Perihal Plagiarisme Dalam Artikel
Ilmiah, Bandung, Universitas Padjadjaran, Jurnal: Agrikultura Vol. 17 No.3,
2006, hlm 162.
[2] Sentosa Sembiring,Penghormatan Terhadap Karya Tulis
Seseorang Sebagai Langkah Awal Untuk Mencegah Terjadinya Plagiarisme Dalam
Melahirkan Suatu Karya Tulis, Bandung, Fakultas Hukum Universitas Pelita
Harapan, Law Review Vol. VIII No. 3, 2009, hlm 477 (Peter Salim, The
Contemporary English-Indonesia Dictionary, Jakarta: Modern English Press, 1991,
hlm 1423),
[3] Arif, Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di
Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 78
[4] Andrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta:
Sinar Grafika, 2009, hlm 115
[5] Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Jakarta
: Rineka Cipta, 2010, hlm. 8
[6] Soerjono Soekanto, 1982,Pengantar Penelitian Hukum,
Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.42.
[7] Ibid.,hlm.7.
[8] Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2004, hlm. 53
[9] Ibid., hlm.149.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar