Selasa, 24 April 2018

Study Islam Bagian I (satu)


MAKALAH STUDY ISLAM SEMESTER I
Prof. Dr. Syauqi nawawi, MA.
R. 3.19
KATA PENGANTAR
          Alhamdulillahhirobbil alamin, segala puji bagi Allah tuhan semesta Alam, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Alam nabi besar muhammad saw.
      Pertama saya sangat berterima kasih kepada dosen Mata kuliah Study Islam yaitu Prof. Dr. Rif’at syauqi nawawi, MA.  yang telah memberikan berbagai ilmunya selama awal perkuliahan 1 September 2016 sampai januari 6 Januari 2017
      Alhamdulillah tulisan ini penulis ketik dan bahan di kumpulkan 4 bulan lebih ini merupakan makalah selama perkuliahan, semoga bermanfaat.


Penulis:


SYAHRUL RAMADHAN
(11160110000004)
Komplek Grand Puri Laras, Blok H. No. 94, Jln, Legoso raya, Pisangan, ciputat, kota tanggerang selatan, banten.
Tanggal: Rabu, 7 Febuari 2018
Waktu: 05.46 WIB.


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2017



DAFTAR ISI
1.      ASAL-USUL, MACAM, UNSUR AGAMA............................................................ 3
2.      KEBUTUHAN MANUSIA KEPADA AGAMA................................................... 16
3.      MAKNA ISLAM SEBENARNYA......................................................................... 20
4.      KARAKTERISTIK DAN PRINSIP AJARAN ISLMA SEBENARNYA............ 25
5.      IMAN, ISLAM, IHSAN.......................................................................................... 34
6.      PERSPEKTIF ISLAM TENTANG KESETARAAN GENDER............................ 39
7.      ASPEK POLITIK DALAM KELEMBAGAAN ISLAM...................................... 44
8.      EPISTIMOLOGI ISLAM........................................................................................ 56
9.      ISLAM SEBAGAI PRODUK BDAYA................................................................. 65
10.  PENDEKATAN DALAM STUDY ISLAM........................................................... 69
11.  ANEKA METODOLOGI MEMAHAMI ISLAM.................................................. 79
12.  DIMENSI DAN ALIRAN PEMIKIRAN ISLAM................................................. 93
13.  MODEL PENELITIAN AGMA.............................................................................. 99
14.  PERBANDINGAN DALAM STUDY ISLAM.................................................... 104
15.  ORIENTALISME & oKSIDENTALISME........................................................... 108
16.  RADIKALISME DAN PLURALISME, LIBERALIS, MODERNIS................. 116
17.  GERAKAN FUNDAMENTAL ISLAM............................................................... 125
18.  ISLAM EKSKLUSIF DAN INKLUSIF............................................................... 133
19.  TRADISIONALIME, POSTRADISIONALISME & MODERNISME, POSTMODERNISME DALAM PENEGMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM...................................................... 139














Kelompok..........1
ASAL-USUL, MACAM, UNSUR AGAMA
A.    Pengertian agama
Dilihat dari perspektif agama, umur agama setua dengan umur manusia. Tidak ada suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Agama ada  pada dasarnya merupakan aktualisasi dari kepercayaan tentang adanya kekuatan gaib dan supranatural yang biasanya disebut sebagai Tuhan dengan segala konsekuensinya. Atau sebaliknya, agama yang ajaran - ajarannya teratur dan tersusun rapi serta sudah baku itu merupakan usaha untuk melembagakan sistem kepercayaan, membangun sistem nilai kepercayaan, upacara dan segala bentuk aturan atau kode etik yang berusaha mengarahkan  penganutnya mendapatkan rasa aman dan tentram.[1]
Karena inti pokok dari semua agama adalah kepercayaan tentang adanya Tuhan, sedangkan persepsi manusia tentang Tuhan dengan segala konsekuensinya beranekaragam,  maka agama-agama yang dianut manusia di dunia ini pun bermacam-macam pula. Barangkali, karena kondisi seperti inilah Mukti Ali mengatakan:
Barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata agama. Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini. Pertama, karena pengalaman agama itu adalah soal batini dan subyektif, juga sangat individualistik…. Alasan kedua, bahwa barangkali tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih daripada membicarakan agama… maka dalam membahas tentang arti agama selalu ada emosi yang kuat sekali hingga sulit memberikan arti kalimat agama itu…. Alasan ketiga, bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama itu.[2]
Mengenai arti agama secara etimologi terdapat perbedaan pendapat, di antaranya ada yang mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : “a” berarti tidak dan “gama” berarti kacau, jadi berarti tidak kacau.[3]
Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan “diin” (dari bahasa Arab) dalam bahasa Eropa disebut “religi”, religion (bahasa Inggris), la religion (bahasa Perancis), the religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasa Jerman). Kata “diin” dalam bahasa Semit berarti undang-undang (hukum), sedang kata diin dalam bahasa Arab berarti menguasi, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. 
Meskipun terdapat perbedaan makna secara etimologi antara diin dan agama, namun umumnya kata diin sebagai istilah teknis diterjemahkan dalam pengertian yang sama dengan “agama”.[4] Kata agama selain disebut dengan kata diin dapat juga disebut syara, syari’at/millah. Terkadang syara itu dinamakan juga addiin/millah. Karena hukum itu wajib dipatuhi, maka disebut addin dan karena hukum itu dicatat serta dibukukan, dinamakan millah. Kemudian karena hukum itu wajib dijalankan, maka dinamakan syara.[5]
Agama menurut bahasa arab adalah “Din” (ketaatan). Agama menurut universal adalah “Dharma” (ketentuan). Agama menurut istilah adalah merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu religion yang berasal dari bahasa latin relig (are) yang artinya “mengikat”.  Jadi , Agama adalah ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dgn pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya:Islam,Kristen,Hindhu,Buddha,dll.[7]
B.     Asal Usul Agama.
Dalam buku Prof. Evans Pritchard , guru besar antropologi social padaUjiversitas Oxford dari pada tahun 1946 – 1970. Menurut Prof. Evans Pritchard  Ada dua teori pokok tentang asal – usul agama. yaitu sebagai berikut:
1.      bersumber pada ajaran – ajaran agama wahyu, mengatakan bahwa asal muasal agama adalah dari Tuhan sendiri yang diturunkan kepada manusia kedunia bersama – sama dengan penciptaan manusia pertama, yaitu Adam, yang sekaligus juga merupakan nabi pertama. Selanjutnya dalam perjalanannya yang jauh agama mengalami pasang surut, pada tempat dan kurun waktu tertentu agama diselewengkan oleh pemeluknya, sehingga agama pada dasarnya sifatnya Monotheistik menjadi Poletheis dan bahkan Animis maupun Samanis karena itulah kemudian Tuhan mengirim utusan – utusannya untuk meluruskan kembali penyelewengan itu, yang tetap terjadi dari masa – kemasa, sampai dikirimkannya wahyu terakhir kepada nabi Muhammad Saw.
2.      tinjauan secara antropologis, sosiologis, historis, maupun psikologis yang intinya sama yaitu bahwa agama adalah merupakan fenomena sosial, kultural, dan spiritual. Yang mengalami revolusi dari bentuknya yang sederhana, yang biasa dinamakan agama primitive, atau disebut agama alam (natural religion), kebentuk yang lebih sempurnah sehongga akhirnya sampai pada yang kita jumpai sekarang ini.[8]
C.     Teori Asal Usul Agama.
Teori Asal Mula Agama , menurut beberapa Ahli yaitu sebagai berikut ;
Teori-teori terpenting tentang asal mula dan inti religi.  Masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal seperti religi atau agama itu, tegasnya masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi daripadanya, dan masalah mengapakah manusia melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi obyek perhatian para ahli pikir sejak lama. Adapun mengenai soal itu ada berbagai pendirian dan teori yang berbeda-beda. Teori-teori yang terpenting adalah :
a.       Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mulai sadar akan adanya faham jiwa.
b.      Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mengakui adanya banyak gejala yang tidak dapat diterangkan dengan akalnya.
c.       Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud untuk menghadapi  krisis-krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia.
d.      Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena kejadian-kejadian yang luar biasa dalam hidupnya, dan dalam alam sekelilingnya.
e.       Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena suatu getaran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai warga masyarakatnya.
f.       Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena manusia mendapat suatu firman dari Tuhan.
Berikut ini adalah beberapa teori asal usul agama , yaitu :
1.      Teori Jiwa
“Teori Jiwa”, pada mulanya berasal dari seorang sarjana antropologi Inggris, E.B.Tylor, dan diajukan dalam kitabnya yang terkenal berjudul Primitive Cultures (1873). Menurut Tylor, asal mula agama adalah kesadaran manusia akan faham jiwa. Kesadaran akan faham itu disebabkan karena dua hal, ialah :
a)      Perbedaan yang tampak kepada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Suatu makhluk pada suatu saat bergerak-gerak, artinya hidup; tetapi tak lama kemudian makhluk tadi tak bergerak lagi, artinya mati. Demikian manusia lambat laun mulai sadar bahwa gerak dalam alam itu, atau hidup itu, disebabkan oleh suatu hal yang ada di samping tubuh-jasmani dan kekuatan itulah yang disebut jiwa.
b)      Peristiwa mimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempattempat lain daripada tempat tidurnya. Demikian manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke lain tempat. Bagian lain itulah yang disebut jiwa.
Sifat abstrak dari jiwa tadi menimbulkan keyakinan di antara manusia bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh jasmani. Pada waktu hidup, jiwa masih tersangkut kepada tubuh jasmani, dan hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur dan waktu manusia jatuh pingsan. Karena pada suatu saat serupa itu kekuatan hidup pergi melayang, maka tubuh berada di dalam keadaan yang lemah. Tetapi kata Tylor, walaupun melayang, hubungan jiwa dengan jasmani pada saat-saat seperti tidur atau pingsan, tetap ada. Hanya pada waktu seorang makhluk manusia mati, jiwa melayang terlepas, dan terputuslah hubungan dengan tubuh jasmani untuk selama-lamanya. Hal itu tampak dannyata, kalau tubuh jasmani sudah hancur berubah debu di dalam tanah atau hilang berganti abu di dalam api upacara pembakaran mayat; maka jiwa yang telah merdeka terlepas dari jasmaninya itu dapat berbuat semau-maunya. Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh Tylor tidak disebut soul atau jiwa lagi, tetapi disebut spirit atau mahluk halus. Demikian pikiran manusia telah mentransformasikan kesadarannya akan adanya jiwa menjadi kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus.
Pada tingkat tertua di dalam evolusi religinya manusia percaya bahwa mahluk-mahluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia. Makhluk-makhluk halus tadi, yang tinggal dekat sekeliling tempat tinggal manusia, yang bertubuh halus sehingga  tidak dapat tertangkap panca indera manusia, yang mampu berbuat hal-hal yang tak dapat diperbuat manusia, mendapat suatu tempat yang amat penting di dalam kehidupan manusia sehingga menjadi obyek daripada penghormatan dan penyembahannya, dengan berbagai upacara berupa doa, sajian, atau korban. Agama serupa itulah yang disebut oleh Tylor animism.
Pada tingkat kedua di dalam evolusi agama, manusia percaya bahwa gerak alam hidup itu juga disebabkan oleh adanya jiwa yang ada di belakang peristiwa dan gejala alam itu. Sungai-sungai yang mengalir dan terjun dari gunung ke laut, gunung yang meletus, gempa bumi yang merusak, angin taufan yang menderu, jalannya matahari di angkasa, tumbuhnya tumbuh-tumbuhan dan sebagainya, semuanya disebabkan oleh jiwa alam. Kemudian jiwa alam tadi itu dipersonifikasikan, dianggap oleh manusia seperti makhluk-makhluk dengan suatu pribadi, dengan kemauan dan pikiran. Makhluk-makhluk halus yang ada di belakang gerak alam serupa itu disebut dewa-dewa alam.
Pada tingkat ketiga di dalam evolusi religi, bersama-sama dengan timbulnya susunan kenegaraan di dalam masyarakat manusia, timbul pula kepercayaan bahwa alam dewa-dewa itu juga hidup di dalam suatu susunan kenegaraan, serupa dengan di dalam dunia makhluk manusia. Demikian ada pula suatu susunan pangkat dewa-dewa mulai dari raja dewa sebagai yang tertinggi, sampai pada dewa-dewa yang terendah. Suatu susunan serupa itu lambat laun akan menimbulkan suatu kesadaran bahwa semua dewa itu pada hakekatnya hanya merupakan penjelmaan saja dari satu dewa yang tertinggi itu. Akibat dari kepercayaan  itu adalah berkembangnya kepercayaan kepada satu Tuhan yang Esa, dan timbulnya agama-agama monotheisme.[9]
2.      Teori Batas Akal
Teori Batas Akal”, berasal dari sarjana besar J.G. Frazer, dan diuraikan olehnya dalam jilid I dari bukunya yang terdiri dari 12 jilid berjudul The Golden Bough (1890). Menurut Frazer, manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya; tetapi akal dan sistem pengetahuan itu ada batasnya. Makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas akal itu; tetapi dalam banyak kebudayaan, batas akal manusia masih amat sempit. Soal-soal hidup yang tak dapat dipecahkan dengan akal dipecahkannya dengan magic, ialah ilmu gaib. Magic menurut Frazer adalah segala perbuatan manusia (termasuk abstraksi-abstraksi dari perbuatan) untuk mencapai suatu maksud melalui kekuatan-kekuatan yang ada dalam alam, serta seluruh kompleks anggapan yang ada di belakangnya. Pada mulanya kata Frazer, manusia hanya
mempergunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Agama waktu itu belum ada dalam kebudayaan manusia. Lambat laun terbukti bahwa banyak dari perbuatan magicnya itu tidak ada hasilnya juga, maka mulailah ia percaya bahwa alam itu didiami oleh mahluk-mahluk halus yang lebih berkuasa dari padanya, maka mulailah ia mencari hubungan dengan makhlukmakhluk halus yang mendiami alam itu. Demikianlah timbul agama.
Menurut Frazer memang ada suatu perbedaan yang besar di antara magic dan religion. Magic adalah segala sistem perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan dan hukum-hukum gaib yang ada di dalam alam. Sebaliknya, religion adalah segala sistem perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk-makhluk halus seperti ruh, dewa dsb., yang menempati alam. Kecuali menguraikan pendiriannya tentang dasar-dasar religi, Frazer juga membuat dalam karangannya The Golden Bough tersebut, suatu klarifikasi daripada segala macam perbuatan ilmu gaib kepercayaan  dalam beberapa tipe ilmu gaib.[10]
3.      Teori Krisis dalam Hidup Individu
Pandangan ini berasal antara lain dari sarjana-sarjana seperti M. Crawley dalam bukunya Tree of Life (1905), dan diuraikan secara luas oleh A. Van Gennep dalam bukunya yang terkenal, Rites de Passages (1909). Menurut sarjana-sarjana tersebut, dalam jangka waktu hidupnya manusia mengalami banyak krisis yang menjadi obyek perhatiannya, dan yang sering amat menakutinya. Betapapun bahagianya hidup orang, ia selalu harus ingat akan kemungkinan-kemungkinan timbulnya krisis dalam hidupnya. Krisis-krisis itu yang terutama berupa bencana-bencana sakit dan maut, tak dapat dikuasainya dengan segala kepandaian, kekuasaan, atau kekayaan harta benda yang mungkin dimilikinya. Dalam jangka waktu hidup manusia, ada berbagai masa di mana kemungkinan adanya sakit dan maut itu besar sekali, yaitu misalnya pada masa kanak-kanak, masa peralihan dari usia muda  ke dewasa, masa hamil, masa kelahiran, dan akhirnya maut. Dalam  hal menghadapi masa krisis serupa itu manusia butuh melakukan perbuatan untuk memperteguh imannya dan menguatkan dirinya. Perbuatan-perbuatan serupa itu, yang berupa upacara-upacara pada masa-masa krisis tadi itulah yang merupakan pangkal dari agama dan bentuk-bentuk agama yang tertua.[11]
4.      Teori Kekuatan Luar Bisa
Pendirian ini, yang untuk mudahnya akan kita sebut “Teori Kekuatan Luar Biasa”, terutama diajukan oleh sarjana antropologi bangsa Inggris, R.R. Marett dalam bukunya The Threshold of Religion (1909). Sarjana ini mulai menguraikan teorinya dengan suatu kecaman terhadap anggapan-anggapan Tylor mengenai timbulnya kesadaran manusia terhadap jiwa. Menurut Marett kesadaran tersebut adalah hal yang bersifat terlampau kompleks bagi pikiran makhluk manusia yang baru ada pada tingkat-tingkat permulaan dari kehidupannya di muka bumi ini. Sebagai lanjutan dari kecamannya terhadap teori animisme Tylor itu, maka Marett mengajukan sebuah anggapan baru. Katanya, pangkal dari segala kelakuan keagamaan ditimbulkan karena suatu perasaan rendah terhadap gejalagejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap sebagai biasa di dalam kehidupan manusia. Alam tempat gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa itu berasal, dan yang dianggap oleh manusia dahulu sebagai tempat adanya kekuatan-kekuatan yang melebihi kekuatan-kekuatan yang telah dikenal manusia di dalam alam sekelilingnya, disebut Supernatural. Gejala-gejala, hal-hal, dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa itu dianggap akibat dari suatu kekuatan supernatural, atau kekuatan luar biasa, atau kekuatan sakti.
Adapun kepercayaan  kepada suatu kekuatan sakti yang ada dalam gejala-gejala, hal-hal dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa tadi, dianggap oleh Marett suatu kepercayaan  yang ada pada makhluk manusia sebelum ia percaya kepada makhluk halus dan ruh; dengan kata lain, sebelum ada kepercayaan animisme. Itulah sebabnya bentuk agama yang diuraikan Marett itu sering disebut praeanimisme.[12]
5.      Teori Sentimen Kemasyarakatan 
 “Teori Sentimen Kemasyarakatan”, berasal dari seorang sarjana ilmu filsafat dan sosiologi bangsa Perancis bernama E. Durkheim, dan diuraikan olehnya dalam bukunya Les Formes Elementaires de la Vie Religieuse (1912). Durkheim yang juga menjadi amat terkenal dalam kalangan ilmu antropologi budaya, pada pangkalnya mempunyai suatu celaan terhadap Tylor, serupa dengan celaan Marett tersebut di atas. Beliau beranggapan bahwa alam pikiran manusia pada masa permulaan perkembangan kebudayaannya itu belum dapat menyadari suatu faham abstrak “jiwa”, sebagai suatu substansi yang berbeda dari jasmani. Kemudian Durkheim juga berpendirian bahwa manusia pada masa itu belum dapat menyadari faham abstrak yang lain seperti perubahan dari jiwa menjadi ruh apabila jiwa itu telah terlepas dari jasmani yang mati. Celaan terhadap teori animisme Tylor itu termaktub dalam permulaan buku Les Formes Elementaires de la Vie Religieuse, tempat beliau mengumumkan suatu teori yang baru tentang dasar-dasar agama yang sama sekali berbeda dengan teori-teori yang pernah dikembangkan oleh para sarjana sebelumnya. Teori itu berpusat kepada beberapa pengertian dasar, ialah :
a)      Makhluk manusia pada waktu ia pertama kali timbul di muka bumi, mengembangkan aktivitas religi itu bukan  karena ia mempunyai bayangan-bayangan abstrak tentang jiwa atau roh dalam alam pikirannya, yaitu suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak di dalam alam, melainkan karena suatu getaran jiwa, suatu emosi keagamaan, yang timbul di dalam alam jiwa manusia dahulu, karena pengaruh suatu rasa sentimen kemasyarakatan.
b)      Sentimen kemasyarakatan itu dalam batin manusia dahulu berupa suatu kompleks perasaan yang mengandung rasa terikat, rasa bakti, rasa cintadan sebagainya terhadap masyarakatnya sendiri, yang merupakan seluruh alam dunia di mana ia hidup.
c)      Sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi keagamaan, yang sebaliknya merupakan  pangkal daripada segala kelakuan keagamaan manusia itu, tentu tidak selalu berkobar-kobar dalam alam batinnya. Apabila tidak dipelihara, maka sentimen kemasyarakatan itu menjadi lemah dan latent, sehingga  perlu dikobarkan kembali. Salah satu cara untuk mengobarkan kembali sentimen kemasyarakatan adalah dengan mengadakan suatu kontraksi masyarakat artinya dengan mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan raksasa.
d)     Emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentimen kemasyarakatan , membutuhkan suatu obyek tujuan. Sifat apakah yang menyebabkan barang sesuatu hal itu menjadi obyek daripada emosi keagamaan bukan terutama sifat luar biasanya, bukan pula sifat anehnya, bukan sifat megahnya, bukan sifat ajaibnya, melainkan tekanan anggapan umum dalam masyarakat. Obyek itu ada karena salah satu peristiwa kebetulan dalam sejarah  kehidupan sesuatu masyarakat di masa lampau menarik perhatian banyak orang di dalam masyarakat. Obyek yang menjadi tujuan emosi keagamaan itu juga mempunyai obyek yang bersifat keramat, bersifat sacre, berlawanan dengan obyek lain yang tidak mendapat nilai keagamaan (ritual value) itu, ialah obyek yang tak-keramat, yang profane.
e)       Obyek keramat sebenarnya tidak lain daripada suatu lambang masyarakat. Pada suku-suku bangsa asli benua Australia misalnya, obyek keramat, pusat tujuan daripada sentimen-sentimen kemasyarakatan, sering berupa sejenis binatang, tumbuh-tumbuhan, tetapi sering juga obyek keramat itu berupa benda. Oleh para sarjana obyek keramat itu disebut totem. Totem itu (jenis binatang atau obyek lain) mengonkretkan prinsip totem yang ada di belakangnya, dan prinsip totem itu adalah suatu kelompok tertentu di dalam masyarakat, berupa clan atau lain.
Pendirian-pendirian tersebut pertama di atas, ialah emosi keagamaan dan sentimen kemasyarakatan, adalah menurut Durkheim, pengertian-pengertian dasar yang merupakan  inti atau essence daripada tiap religi, sedangkan ketiga pengertian lainnya ialah kontraksi masyarakat, kesadaran akan obyek keramat berlawanan dengan obyek takkeramat, dan totem sebagai lambang masyarakat, bermaksud memelihara kehidupan daripada inti. Kontraksi masyarakat, obyek keramat dan totem akan menjelmakan (a) upacara, (b) kepercayaan dan (c) mitologi. Ketiga unsur tersebut terakhir ini menentukan bentuk lahir daripada sesuatu religi di dalam sesuatu masyarakat yang tertentu.
Susunan tiap masyarakat dari beribu-ribu suku bangsa di muka bumi yang berbeda-beda ini telah menentukan adanya beribu-ribu bentuk religi yang perbedaan-perbedaannya tampak lahir pada upacara-upacara, kepercayaan  dan mitologinya.[13]
6.      Teori Wahyu Tuhan
“Teori Firman Tuhan”, pada mulanya berasal dari seorang sarjana antropologi bangsa Austria bernama W. Schmidt. Sebelum Schmidt sebenarnya ada sarjana lain yang pernah mengajukan juga pendirian tersebut. Sarjana lain ini adalah seorang ahli kesusasteraan bangsa Inggris bernama A. Lang.
Sebagai ahli kesusasteraan, Lang telah banyak membaca tentang kesusasteraan rakyat dari banyak suku bangsa di dunia. Di dalam dongengdongeng itu, Lang sering mendapatkan adanya seorang tokoh dewa yang oleh suku-suku bangsa bersangkutan dianggap dewa tertinggi, pencipta seluruh alam semesta serta isinya, dan penjaga ketertiban alam dan kesusilaan. Kepercayaan  kepada seorang tokoh dewa serupa itu menurut Lang terutama tampak pada suku-suku bangsa yang amat rendah tingkat kebudayaannya, dan yang hidup dari berburu atau meramu, ialah misalnya suku-suku bangsa berburu di daerah Gurun Kalahari di Afrika Selatan, yang biasanya disebut orang Bushman, suku-suku bangsa penduduk asli benua Australia, suku -suku bangsa Negrito di daerah hutan rimba di Kamerun dan Kongo, Afrika Tengah, penduduk kepulauan Andaman, penduduk pegunungan Tengah di Irian Timur, dan juga beberapa suku bangsa penduduk asli benua Amerika Utara. Berbagai hal membuktikan bahwa kepercayaan itu tidak timbul sebagai akibat pengaruh agama Nasrani atau Islam, maka kepercayaan  tadi malahan tampak seolah-olah terdesak ke belakang oleh kepercayaan  kepada makhluk-makhluk halus, dewa-dewa alam, ruh, hantu, dan sebagainya. A. Lang berkesimpulan bahwa kepercayaan  kepada dewa tertinggi adalah suatu kepercayaan  yang sudah amat tua, dan mungkin merupakan  bentuk religi manusia yang tertua. Adapun pendiriannya itu diumumkannya dalam beberapa karangan, antara lain dalam buku yang berjudul The Making of Religion (1898).
Anggapan A. Lang terurai di atas, tak lama kemudian diolah lebih lanjut oleh W.Schmidt. Tokoh  besar dalam kalangan ilmu antropologi ini adalah guru besar pada suatu perguruan tinggi yang pusatnya mula-mula di Austria, kemudian di Swiss, untuk mendidik calon-calon pendeta  penyiar agama Khatolik dari organisasi Societas Verbi Divini. Di dalam suatu kedudukan serupa itu maka mudah dapat dimengerti bagaimana anggapan akan adanya kepercayaan kepada dewa-dewa tertinggi di alam jiwa bangsa-bangsa yang masih amat rendah tingkat kebudayaannya, adalah suatu anggapan yang amat cocok dengan dasar-dasar cara berpikir W. Schmidt dan juga dengan filsafatnya sebagai sorang pendeta agama Khatolik. Di dalam hubungan itu beliau percaya bahwa agama itu berasal dari titah Tuhan yang diturunkan kepada makhluk manusia pada masa permulaan ia muncul di muka bumi ini. Karena itulah adanya tanda-tanda dari pada suatu kepercayaan  kepada dewa pencipta, justru pada bangsabangsa yang paling rendah tingkat kebudayaanya (artinya yang paling tua menurut Schmidt), memperkuat anggapannya mengenai adanya titah Tuhan asli, atau Uroffenbarung itu. Demikianlah kepercayaan yang asli dan bersih kepada Tuhan, atau kepercayaan Urmonotheismus tadi itu malahan ada pada bangsa-bangsa yang tua yang hidup pada zaman ketika tingkat kebudayaan manusia masih rendah. Di dalam zaman kemudian, ketika makin maju kebudayaan manusia, maka makin kaburlah kepercayaan  asli terhadap Tuhan; makin banyak kebutuhan manusia, makin terdesaklah kepercayaan  asli itu oleh pemujaan kepada makhlukmahluk halus, ruh, dewa, dan sebagainya.
Anggapan Schmidt sebagaimana diuraikan di atas dianut oleh beberapa orang sarjana yang untuk sebagian besar bekerja sebagai penyiar agama Nasrani dari organisasi Societas Verbi Divini. Di samping menjalankan tugas sebagai penyiar agama Nasrani di dalam berbagai daerah di muka bumi, mereka melakukan penelitian-penelitian antropologi budaya berdasarkan atas anggapan-anggapan pokok daripada guru mereka. Demikian antara lain, sarjana-sarjana itu mencari di dalam kebudayaankebudayaan di daerah mereka masing-masing akan adanya tanda-tanda suatu kepercayaan  kepada dewa tertinggi.[14]
D.    Agama wahyu (samawi) dan Agama budaya (Ardhi).
1.      Agama Samawi dan pengertiannya.
Karakter agama dengan demikian pertama-tama, dilihat sebagai sesuatu yang mencakup segala perwujudan dan bentuk hubungan manusia dengan yang Adikodrati. Kedua, Terhadap yang Adikodrati itu, manusia merasa diri kecil, dan menggantungkan diri kepada yang adikodrati tersebut. Yang Adikodrati membuat manusia takut atau takwa karena sifatNya yang dahsyat; tetapi sekaligus juga membuat manusia tertarik kepadaNya (tremendum et fascinoscum). Istilah Adikodrat dari suatu pengalaman para pendiri agama-agama, yang lazimnya dinamai wahyu. Wayhu ini mencakup pandangan tentang Yang Ilahi itu sendiri, asal-usulnya, tentang akhirat, tentang tuntunan akhlak/moral serta cara-cara beribadat. Biasanya apa yang diterima sebagai wahyu dicantumkan dalam Kitab yang dinamakan Kitab Suci.[28]
Dalam hubungan dengan hal tersebut kita dapat mengatakan bahwa agama samawi adalah agama yang benar-benar berasal dari Yang Ilahi tersebut, datang dari yang Adikodrati. Singkatnya datang dari Tuhan sendiri. Oleh karena agama Samawi itu berasal dari Tuhan, atau yang tansenden, atau yang Adikodrati maka sebagai pegangan iman, agama tersebut memiliki Kitab Sucinya.[29]
Contoh agama samawi adalahIslam, Kristen, dan Yahudi.
2.      Agama budaya (Ardhi)
Agama Ardhi adalah agama yang berkembang berdasarkan budaya, daerah, pemikiran seseorang yang kemudian diterima secara global. Serta tidak memiliki kitab suci yang berlandaskan wahyu.[30]
Ciri-ciri Agama Ardhi ,yaitu :
         Agama diciptakan oleh tokoh agama
         Tidak memiliki kitab suci
         Tidak memiliki nabidan
         Berasal dari daerah dan kepercayaan masyarakat
         Ajarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal pikiran penganutnya.
         Konsep ketuhanannya panthaisme, dinamisme, dan animisme. 
         Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya. 
         Ajarannya dapat berubah-ubah ,sesuai dengan akal perubahan akal pikiran penganutnya.
         Kebenaran ajarannya tidak universal,
 Contoh agama ardhi yaituHindu, Budha, Konghuchu, dll[31]
FOOTNOTE
[1] Abdul Madjid, et.al, al-Islam, Jilid I, Pusat Dokumentasi dan Publikasi Universistas Muhammadiyah, Malang, 1989, hlm. 26
[2] Mukti Ali, Agama, Universitas dan Pembangunan, Badan Penerbit IKIP, Bandung, 1971, hlm. 4. .  lihat juga Endang Syaefudin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, PT Bina Ilmu, Surabaya, 2002, hlm. 117-118.
[3] Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Wijaya, Jakarta, 1992, hlm. 112. Cf Nasrudin Razak, Dienul Islam, PT al-Ma’arif, Bandung, 1973, hlm. 76.
[4] Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1997, hlm. 63.
[5] Taib Thahir Abdul Mu’in, op.cit, hlm. 121.
[6] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, UI Press, Jakarta, 1985, hlm.10.
[7]Portable_Kamus_Besar_Bahasa_Indonesia(KBBI)
[8] E.E Evans Pritchard ,Teori – Teori tentang Agama Primitif (Jakarta : PT Djaya Pirusa , 1984) ,.halm.ix
[9] Romdhon, et. al, Agama-agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga , Press, Yogyakarta, 1988, hlm. 18-19.
[10] Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, CV Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 40-41.
[11] Koenjtaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, Jakarta 1972, hlm. 222-223.
[12] Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama Bagian I (Pendekatan Budaya Terhadap Aliran kepercayaan, Agama Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, di Indonesia), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 32-33.
[13] Koejtaraningrat, op.cit., hlm. 223-224.
[14] Romdhon, et.al, op.cit, hlm. 22-23
A.    Pengertian Agama
Secara etimologis kata agama berasal dari bahasa sanskerta. Kata ini tersusun dari kata A dan Gama. A yang berarti tidak dan sedangkan Gama berarti berjalan atau berubah. Jadi agama berarti tidak berubah. Demikian juga menurut H. Muh. Said. sejalan pendapat itu Harun Nasution juga mengemukakan, bahwa agama berasal dari bahasa Sanskrit. Menurutnya, satu pendapay mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata yaitu A = tidak, dan Gama =  Pergi. Dengan demikian agama berarti tidak pergi atau tetap di tempatnya.[1]
K.H. Taib Abdul Muin, juga memeberi pendapat bahwa kata agama berasal dari bahasa sanskerta, yang mana A berarti tidak, dan Gama berarti kocar kacir. Jadi agama berarti tidak kocar kacir, dalam artian agama itu teratur.
Sementara itu K.H. Zainal Arifin Abbas  dan Sidi Gazalba , berpendapat bahwa istilah agama dan religi  serta Al Din itu berbeda-beda antara satu dan lainnya. Masing-masing mempunyai pengertian sendiri. Lebih jauh lagi, Gazalba menjelaskan bahwa Al-din lebih luas pengertian nya dari pada pengertian agama dan religi. Agama dan religi hanya berisi ajaran yang menyangkut aspek hubungan antara manusia dan tuhan saja. Sedangkan al-din berisi dan memuat ajaran yang mencakup aspek hubungan antara manusia dan tuhan dan hubungan sesama manusia.[2]
Sedangkan secara istilah pengertian agama, tidak ada pengertian agama itu yang benar benar memuaskan, oleh karena keragama agama itu sendiri. Sehubungan dengan itu pengertian yang akan dibentangakan berikut ini adalah beberapa pendapat dari pakar yang sudah barang tentu menurut sudut pandang mereka masing-masing. Beberapa defenisi pengertian agama yang dimaksud adalah sebagai berikut:
B.     Komponen Dan Unsur Agama
Menurut Koentjaraningrat komponen agama itu ada lima yaitu Emosi keagamaan, system keyakinan, system ritus dan upacara, peralatan ritus dalam upacara dan penganut agama atau umat.[6]
1.      Emosi keagamaan, adalah sebuah getaran yang menggerakan jiwa manusia untuk menjalankan kelakuan dan kegiatan keagamaan.
2.      System kepercayaan adalah merupakan hal yang paling utama dalam setiap agama, karena semua yang disebut agama biasanya melibatkan idea atau kepercayaan tertentu di suatu pihak dan beberapa amalan tertentu pula, artinya tidak satu pun yang disebut agama jika tidak mempunyai kepercayaan terhadap hal yang bersifat supernatural dan memiliki upacara agama sebagi manifestasi dari kepercayaan.
3.      System ritus atau upacara agama adalah komponen penting dalam suatu agama karena semua kelakuan agama tampak tergambar dalam ritual keagamaan.
4.      Peralatan ritus atau upacara adalah sarana untuk mengadakan hubungan dengan kuasa supernatural yang membawa kesan pisikologis, yang bukan saja kpada manusia secara perorangan, tetapi juga kepada seluruh anggota jamaah agama itu.
5.      Penganut agama atau umat adalah orang yang mengikuti atau menjalankan suatu aktivitas didalam keagamaan tersebut.
C.     Unsur Agama
1.      kepercayaan terhadap kekuatan Gaib. Kekuatan gaib tersebut dapat mengambil bentuk bermacam macam. Dalam agama primitif kekuatan gaib tersebut dapat mengambil bentu benda-benda yang memiliki kekuatan mesterius (sakti), ruh, jiwa yang terdapat pada benda-benda yang memiliki kekuatan gaib. Tuhan atau Allah dala istilah lebih khusus dala agama islam.
2.      kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud.
3.      adanya rasa respons yang bersifa emosional dari manusia. Respons tersebut dapat mengambil bentuk rasa takut, penyembahan dan pada akhirnya respons tersebut mengambil bentuk dan cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.
4.      paham tentang adanya kudus dan suci dalam bentuk kekuatan gaib, dan dalam bentuk kitab yang mengandunga jaran-ajaran agama yang bersangkutan, peralatan menyelenggarakan upacara dan sebagainya.[7]
D.    Funsi Agama Bagi Manusia.
Menurut al-Thabathaba’i[8]menyebutkan peran agama yaitu:
1.      Agama sebaga alat control, dalam hal ini agama berfungsi sebagai pengawas dan pengontrol terhadap perbuatan-perbuatan lahir seperti yang dimiliki oleh hukum yang dibuat manusia.
2.      Agama sebagai sarana yang mendorong kejiwaan melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yang dapat membuat setiap induvidu saling mengawasi perbuatan masing-masing.
3.      Agama mengikat bahwa semua perbuatan manusia diperhatiakn dan dicatat, dan diakhirat akan diperikasa secara teliti.
4.      Di dalam agama khususnya agama islam diungakap bahwa Allah adalah penguasa pemiliki alam semesta, dan Dia mengetahuai serta melihat semua perbuatan yang dilakukan manusia.
5.      Diamaping itu ada hukum akhirat yang telah di tentukan bagi semua orang yang melanggar dan meninggalkan perintah Allah, yang sebagaimana di dunia ada hukum yang ditentukan oleh hukum yang dibuat manusia.
Muhammad Syaltut[9]menjelaskan bahwa fungsi agama adalah sebagai wahana untuk :
1.      mensucikan jiwa dan membersihkan hati
2.      membentuk sikap patuh dan taat serta menimbulkan sikap dan perasaan mengagungkan Tuhan.
3.      Memberi pedoman pedoman kepada manusia dalam menciptakan kebaikan hidup secara mantap dengan cara mempererat hubungan dengan tuhan sbagai pencipta.
Fungsi Agama menurut Al-Qur’an dapat dikemukakan sebagai berikiut:
1)      Memberikan informasi kepada umat manusia, bahwa Tuhan itu Esa, karena itu beribadat dan taat hanya ditunjukkan kepada-Nya.[11]
2)      Untuk mengontrol prilaku manusia baik dalam hubungannya kepada Allah maupun kepada sesamanya. Dengan adanya konrol diharapkan umat manusia akan menjadi hamba yang taat dan menjadi warga masyarakat yang baik.
3)      Mendidik manusia agar berlaku jujur dan bertindak adil dalam segala hal[12], karena dengan jujur dan bertindak adil akan menciptakan kedamaian.
4)      Mendidik manusia agar tidak bersikap sombong dan bersifat dendam.[13]
5)      Menamkan sifat social kemasyarakatan yang tinggi terhadap sesamanya dengancara mengeluarkan berupa zakat[14], infaq, dan shadekah.[15]
6)      Mendidik dan memotivasi kepada pemeluk agama untuk menumbuh kembangkan siakp tolong menolong antara sesama, sebagaiman yang telah dipraktikkan oleh kaum Anshar kepada kaum Muhajirin.[16]
7)      Agama merupakan motivator, dinamisator, stabilator dalamdiri manusia, hingga dia senantiasa melakukan kebaikan dan meningalkan keburukan dengan kesadaran bahwa segala yang dilakukan pasti diketahui oleh Tuhan Maha Pencipta.[17]
8)      Mendidik manusia agar dapat memilih dan menentukan akidah yang tepat dan benar-benar sesuai dengan fitrah manusia[18], guna mendapatkan kebahagian di akhirat.[19]
9)      Memberi motivasi agar manusia menuntut ilmu pengetahuan baik pengetahuan tentang agama maupun umum.[20]
10)  Untuk membina akhlak dan persaudaraan intern dan antar ummat.[21]
FOOTNOTE
[1] Aflatun Muchtar, Tunduk Kepada Allah Fungsi Dan Peran Agama Dalam Kehidupan Manusia, Khazanah Baru, Jakarta 2001, h.22
[2] Aflatun Muchtar, op,cit, h.23
[6] Ibrahim Gultom, h. 19
[7] Abuddin Nata, Metode Studi Islam, Raja wali Press, Jakarta : 2006, h.14
[8] Aflatun Muctar, op.cit, h115
[9] Aflatun Muctar, h.116
[11] QS. Al-Maidah:171; Al-Mu’minun: 65; al-Bayyinah: 5
[12] QS. Al-A’raf:29
[13] QS. Al-Hijr: 35
[14] QS. Al-Tawbah: 11 ; al-Hajj:78
[15] QS. Ali Imran : 112
[16] QS. Al-Anfal: 72
[17] QS. Al-An’am : 103
[18] QS. Al-Rum: 30 dan 43
[19] QS. Ali Imran : 85
[20] QS. Al-Tawbah : 122
[21] QS. Al-Ahzab: 5 : al-Mumtahanah: 8-9 ; al-Anfal:72
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.......2
KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA
A.        Makna Agama Islam.
Islam  atau dalam bahasa Arab disebut al-islām  yang berarti “berserah diri kepadaTuhan” adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaituAllah SWT. Agama ini dianutlebih dari satu seperempatmiliar orang pengikut di seluruh dunia.[1][2] Dengan demikian, Islamadalah  agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen.[3]Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan.[4] Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan"[5][6], atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan.
Islam mengajarkan bahwaAllah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammadadalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
Sedangkan dalam Al Quran terdapat beberapa makna yang memberikan penjelasan tentang islam seperti berikit ini:
1.      Islam berarti berserah diri sebagaimana firman Allah dalam Alquran surah Ali Imran ayat 83 yang artinya:“maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-nya-lah mereka berserah  diri segala apa yang di langit dan dibumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan (QS.3:83)”[7]
Dalam ayat dapat di katakana bahwa berserah diri (islam) dari segala apa yang ada di langit dan di langit dan di bumi artinya segala benda dan makhluk lain seperti batu, air, pohon-pohonan, bulan, bintang, kambing, kerbau dan sebagainya mereka islam (berserah diri kepada Allah) termasuk manusia, sebagaimana firman Allah yang artinya: "Ibrahim bukan seorang yahudi dan bukan pula nasrani akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri kepada allah dan sekali bukankah dia termasuk golongan orang orang musyrik (Q.S.3:67) "[8] QS. Ali Imran Ayat 83, QS. Ali Imran Ayat 67
2.      Islam sama dengan arti sujud yaitu tunduk, patuh, taat, kepada aturan Allah (sunnatullah) sebagaimana firman Allah yang artinya: "hanya kepada allah sujud (tunduk,patuh,taat kepada Allah)segala apa yang di langit dan di bumi baik dengan kemauan sendiri atau pun terpaksa sujud taat tunduk pula) bayang bayang di waktu pagi dan petang (Q.S 13:15)"[9]
dalam ayat di atas dijelaskan bahwa kata islam mempunyai arti sujud yakni tunduk dan patuh kepada aturan aturan allah dan taat kepada syariat nya sebagaimana dalam ayat lain yang artinya : "dan sesungguhnya di antara kamu ada orang orang yang taat dan ada orang orang yang menyimpang dari kebenaran barangsiapa yang taat maka mereka benar benar telah memilih jalan yang lurus (Q.S jin:14)."[10]
3.      Islam sama dengan Dien dalam arti tata cara hidup dan cara beribadah. Sebagaimana dalam alquran , “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku (Q.s 109:6)[11].
Islam dalam pengertian dien yang lebih luas lagi seperti mengandung aspek hukum syariat dan aspek lainya yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan agama yang datang dari Allah untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam hubunganya dengan Allah dan dengan manusia bumi dan alam lain yang lebih luas dn menyeluruh seperti firman Allah yang artinya:
"dan telah disyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah di wasiatnya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepada mu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim musa isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-oarang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-nya dan member petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya) "(Q.S 42:13)[12]
dalam ayat di atas dapat ditarik pengertian bahwa dien dalam aspek ajaran bagi para nabi adalah sama yaitu tauhidullah termasuk agama yang dibawa nabi muhammad yaitu deinul islam. Islam dalam arti dien dijelaskan pula dalam surah ali imran ayat 19 dan 85 yaitu: "sesungguhnya agama (yang diridhai ) di sisi allah adalah islam" (Q.S 3:19)[13], "barangsiapa mencari selain agama islam maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat tetmasuk orang-orang yang rugi (Q.S 3:85)[14]
Ayat-ayat di atas menjelaskan beberapamakna islam yang terdapat dalam al quran,sebernanya jika digali makna islam itu pengertiannya sangat luas dan sangat beragam tetapi saya tidak bisa menjelaskan semuanya di sini mudah-mudahan di lain kesempatan saya bisa membahas makna islam lebih banyak lagi.
B.         Keistimewaan dan ciri- ciri agama islam
1.      RABBANI
Islam sebagai agama Allah mempunyai ciri-ciri unggul yang tidak terdapat pada agama-agama lain maupun agama ciptaan manusia lainya. Rabbani yang berarti ketuhanan, yaitu dari segi penciptaan dan pengabdian kepada Tuhan yang satu yaitu Allah SWT. Islam adalah agama yang  datang dari Zat yang MahaTinggi.
Ia bersifat rabbani kerana sumber utama syariah adalah Wahyu Allah swt. Wahyu ini diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. dengan dua pendekatan. Pertama wahyu dalam bentuk lafaz dan makna yaitu Al-Quran, dan yang kedua dalam bentuk AS-Sunnah. Oleh karena itu, Islam  berbeda dengan agama lain yang diciptakan atau dibentuk oleh manusia sehingga  bersifat lemah.[15]
Ciri Islam juga berasaskan ketuhanan karena segala sesuatu diciptakan oleh Allah Swt. Maha sempurna dan tidak sesuatu yang dapat menandinginya. Semua makhluk ciptaanNya akan kembali menemuinya di Akhirat nanti  sebagaimana yang telah dijanjikanya.[16]
2.      SYUMUL DAN LENGKAP
Syariah Islam mencakup seluruh aspek hidup manusia, mencakup hubungan manusia dengan Pencipta, sesama manusia, dan juga hubungan manusia dengan makhluk lain. Agama ciptaan manusia tidak akan memiliki ciri-ciri seperti ini, kerana agama tersebut tidak menentukkan peraturan yang bersangkutan dengan akidah, ibadah, akhlak.[17]
3.      SEIMBANG & SEDERHANA (Tawazzun & Wasatiyyah)
Seluruh ajaran Islam dan sistemnya ditegakkan atas dasar seimbang dan sederhana. Setiap bagian dengan bagian yang lain saling terkait. Kehidupan manusia tidak lengkap jika mementingkan pembangunan fisik semata. Fakta kejadian manusia dari pada unsur fisik dan rohani membutuhkan pembangunan yang seimbang dari segi rohani dan fisik.
Jadi syariah ini harus dilakukan secara keseluruhan oleh manusia, bukan bagian tertentu saja. Apa bila manusia hanya mengambil bagian tertentu saja dan meninggalkan sebagian perintah yang lain maka cacatlah Islam mereka, serta pincanglah kehidupan masyarakat dan negara.[18]
4.      THABAT WAL-MURUNAH(TETAP & FLEKSIBEL)
Tetap dan fleksibel berarti klaim dan aturan Islam adalah tetap kepada siapa pun dan sampai hari akhirat. Islam menentukan kewajiban yang sama walau di mana manusia berada dan ketetapan itu dapat menjadi fleksibel dalam kondisi-kondisi tertentu dengan tujuan tidak menyusahkan penganutnya. Misalnya shalat 5 waktu wajib ditunaikan tetapi fleksibel dilakukan baik di rumah, lapangan, hutan dll. [19]
5.      PRAKTIKAL (Waqiyyah)
Islam bukan agama yang berbentuk teori semata-mata yaitu yang menyangkut ke persoalan hati dan pikiran, bukan hanya berbentuk lisan yang berfokus pada ucapan saja, bahkan lebih dari itu karena Islam adalah agama yang mencakup seluruh kejadian manusia dan peraturan yang mengatur hidup mereka supaya bahagia  selama -lamanya.[20]
6.      UNIVERSAL (Alamiyyah)
Islam adalah agama yang bersifat universal. Artinya ia meliputi-semua tempat dan waktu. Tidak ada batas geografis yang dapat mengisolasi Islam dari pada manusia meskipun mereka berada diplanet Mars sekalipun. Firman Allah swt:
"Katakanlah (Muhammad):" Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua ". {Al-Araf: 158}[21]
Atas sifat alami dan universal inilah, maka syariat Islam mampu menjamin kebahagiaan manusia tidak peduli warna kulit dan keturunan serta segala kebutuhan mereka sepanjang zaman dan tempat.[22]
C.         Kebutuhan Manusia pada agama Islam.
1.      Pengertian Manusia.
Manusia adalah makhluk yang berakal budi(mampu menguasai makhluk lain); insan; orang.[23] Manusia adalah makhluk hidup yang berbadan tegak, yang kulitnya tampak (tidak tertutup bulu), tampak kulitnya, mempunyai akal, pemikiran, akhlak yang utama emosi yang selalu berubah-ubah, perasaan yang benar, daya nalar yang sehat, serta perkataan yang fasih dan jelas.[24]
Allah memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina (air mani). Dia menciptakan Adam, manusia pertama dari tanah dengan tangan-Nya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya, lalu darinya Dia ciptakan Istrinya, Hawa.
2.      Pengertian Agama
Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula katadin ( الدّين ) dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dangam = pergi, jadi tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun- temurun. Agama memang mempunyai sifat demikian. Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agamaberarti teks atau kitab suci. Dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa gam berarti tuntunan. Memang agama mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup bagi penganutnya.[25]
3.      Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.[26]
Agama menjadi sangat penting bagi manusia, dengan aturannya yang khusus dalam memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri, maka dengan sunnah-sunnah yang telah ditetapkan oleh Tuhannya, dia mengusahakan makanan dan minuman, pakaian, dan obat-obatan serta tempat tinggal dan kendaraannya. Kondisi seperti ini menuntut adanya saling menolong dari setiap individu manusia untuk memebuhi kebutuhan hidupnya, dan mempertahankan keberlangsungan sampai ajalnya tiba.
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Ketiga alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
  Fitrah Manusia
  Kelemahan dan Kekurangan Manusia
  Tantangan Manusia dalam mengarungi kehidupan[27]
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kebutuhan manusia akan agama Tuhan yang benar itu lebih besar daripada kebutuhannya akan unsur-unsur pertama untuk menjaga hidupnya seperti air, makanan dan udara. Dan tidak ada yang mengingkari atau memperdebatkan kebenaran ini kecuali pembangkang yang sombong, tidak berguna kesombongannya dan tidak perlu didengar  alasan-alasannya.
Jika manusia yang berakal dan mendapat petunjuk dalam mencari satu agama Tuhan yang benar dan murni, maka dia pasti mendapatkannya dalam Islam, agama semua manusia, yang terkandung dalam kitab-Nya, Al-Qur’an yang mulia, yang tidak berkurang satu huruf pun darinya sejak diturunkannya dan tidak pula ada tambahan satu huruf pun padanya. Dan tidak diganti satu kata pun dari tempatnya dalam Al-Qur’an. Dan tidak ada ungkapan yang keluar dari apa yang ditunjukkannya, walaupun telah berlalu seribu empat ratus lebih. Manusia beragama karena mereka memerlukan sesuatu dari agama itu, yaitu manusia memerlukan petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaanya di dunia dan akhirat.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........3
KAMIS, 26 NOVEMBER 2015
Makalah Studi Islam: Mengerti Tentang Islam, Maknanya Dan Hakikat Agama Islam
 “MENGERTI TENTANG ISLAM, MAKNANYA DAN HAKIKAT AGAMA ISLAM”
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STAI INDONESIA JAKARTA
2015
A.    PENGERTIAN ISLAM.
Secara etimologis, kata Islam memang memiliki banyak pengertian, antara lain:
a. Kata Islam yang berasal dari kata kerja aslama, yuslimu, dengan pengertian “menyerahkan diri,menyelamatkan diri, taat, patuh dan tunduk”.
b. Dari segi kata dasar salima, mengandung pengertian antara lain “selamat, sejahtera, sentosa, bersih dan bebas dari cacat/cela”.
c. Jika dilihat dari kata dasar salam, maka akan berarti “damai, aman, dan tenteram”.
Islam itu adalah agama yang diwahyukan oleh Allah kepada nabi Muhammad Shallallaahu’alaihi wa sallam  untuk umat manusia agar mengenal dan taat kepada-Nya .
Dan merupakan agama Allah yang berarti Islam adalah jalan menuju kepada Allah dan yang bersumber daripada-Nya.
Jadi pengertian Islam dapat disimpulkan sebagai berikut: “menempuh jalan keselamatan, dengan jalan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dan melaksanakan dengan penuh kepatuhan dan ketaatan akan segala ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh-Nya, untuk mencapai kesejahteraan dan kesentosaan hidup dengan penuh keamanan dan kedamaian.
Nama-nama lain Dinul(agama) Islam dalam Al-Qur’an
 Ada beberapa istilah Dinul Islam dalam Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut :
1.      Dinullah ((دين الله
“Dinullah” artinya Agama Allah, yaitu agama yang datang dari Allah dan satu-satunya agama yang di ridhoi oleh Allah.  karena islam adalah agama yang nanti di akhirat akan di terima.
Sungguh agama yang diridlai di sisi Allah adalah agama Islam”
2.      Dinul Haq ( دين الحق )
Dinul Haq artinya agama yang benar serta dibenarkan oleh Allah SWT. Maksudnya Islam  satu-satunya Agama Yang Benar yg datangnya dari Allah. /pasti, tetap dan jelas dan sudah di terangkan di dlm alquran . Ali Imran:15, Allah SWT berfirman: Barangsiapa yang mencari agama lain selain Islam maka ia tidak akan diterima dan kelak di akhirat tergolong orang-orang yang merugi
3.      Ad-Dinul Kholis ( الدين الخالص )
Dinul Kholis dapat diartikan sebagai agama yang bersih, murni suci dan bebas dari perbuatan-perbuatan syirik. Karena Allah sangat menyukai kebersihan. semua urusan yang ada pada islam itu, baik yang berupa ibadah wajib ataupun yang sunnah, semuanya mengarah pada kebersihan. Kebersihan lahir maupun kebersihan batin. Maksud bebas dari perbuatan syirik seperti contoh dlm mengucapkan 2 kalimat syahadat dapat membersihan mulut kita dari kata-kata yg kotor, syirik, kufur karena mulut dan lisan kita bergerak dengan mentauhidkan Allah.
4.      Ad-Dinul Qoyyim (الدين القيم )  
Ad-Dinul Qoyyim artinya agama yang lurus . Agama yang mengarahkan kita kepada kebaikan
5.      AshShirotol Mustaqim
 Ash-Shirotol Mustaqim artinya jalan yang lurus. satu-satunya cara untuk selamat adalah dengan menuju kearah al-sirat al-mustaqim (jalan yang lurus) .karena agama islam yg mengarahkan kita kepada jalan keselamatan yaitu menuju surga.
B.     MAKNA ISLAM
Makna islam adalah :
1.      Islam adalah Ketundukan
ikhlas berserah diri kepada Pencipta alam yang kepadaNya alam tunduk patuh berserah diri. Maka, Islam identik dengan ketundukan kepada sunnatullah yang terdapat di alam semesta (tidak tertulis) maupun Kitabullah yang tertulis (Alquran). Maksud dari islam ada ketundukan adalah berserah diri dan patuh kepada allah. Maksud dari alam semesta (tidak tertulis) adalah karena alam semesta merupakan sunnatullah atau ketetapan allah yang bersifat qauliyah yaitu hukum yang tidak diwahyukan oleh Allah kepada nabi atau rasul, Sedangkan alquran adalah yang tertulis karena hokum allah yang di wahyukan oleh allah . dan dalam bentuk tulisan. Maksudnya ketundukan kea lam semesta adalah . Kita sebagai manusia harus senantiasa patuh pada apa yg di ciptakan oleh Allah.  Seperti menjaga alam dan tidak merusaknya . Sedangkan ketundukan terhadap alquran adalah. Kita sebagai manusia harus menjaga kemurnian alquran dan mengamalkan apa yg sudah ada di alquran .
2.      Islam adalah Wahyu Allah.
Islam merupakan satu-satunya agama yang bersandar kepada wahyu Allah secara murni. Artinya, seluruh sumber nilai dari nilai agama ini adalah wahyu yang Allah turunkan kepada para RasulNya terdahulu. Dengan kata lain, setiap Nabi adalah muslim dan mengajak kepada ajaran Islam. Ada pun agama-agama yang lain seperti Yahudi dan Nasrani adalah penyimpangan dari ajaran wahyu yang dibawa oleh para nabi tersebut.
3.      Islam adalah Agama Para Nabi dan Rasul
Nabi-nabi lain pun mendakwahkan ajaran Islam kepada manusia. Mereka mengajarkan agama sebagaimana yang dibawa Nabi Muhammad saw. Hanya saja, dari segi syariat (hukum dan aturan) belum selengkap yang diajarkan Nabi Muhammad saw. Tetapi, ajaran prinsip-prinsip keimanan dan akhlaknya sama. Nabi Muhammad saw datang menyempurnakan ajaran para Rasul, menghapus syariat yang tidak sesuai dan menggantinya dengan syariat yang baru. Semua nabi mengajarkan tentang agama islam. Hanya saja belum lengkap dgn yg di ajarkan nabi Muhammad. Dan misalkan agama Kristen berpaku pada ajaran nabi isa. Sebenarnya nabi isa mengajarkan pula tentang islam. Menyuruh untuk menyembah Allah. Hanya saja ada penyimpangan dari umat nabi isa yang melenceng dari apa yg di ajarkan nabi isa sebenarnya.
4.      Islam adalah Jalan Allah Yang Lurus . Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup bagi seorang muslim. Baginya, tidak ada agama lain yang benar selain Islam. Karena ini merupakan jalan Allah yang lurus yang diberikan kepada orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah.
5.      Islam Pembawa Keselamatan Dunia dan Akhirat. Sebagaimana sifatnya yang bermakna selamat sejahtera, Islam menyelamatkan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Keselamatan dunia adalah kebersihan hati dari noda syirik dan kerusakan jiwa. Sedangkan keselamatan akhirat adalah masuk surga yang disebut Daarus Salaam. Allah menyeru (manusia) ke Daarus Salaam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam). Dengan prinsip kita dapat memahami kemuliaan dan keagungan ajaran agama Allah ini.
6.      Islam sebagai agama seimbang . Keseimbangan dalam Agama Islam erat kaitannya dengan fitrah (keadaan yg suci). Manusia sebagai makhluk fitrah ciptaan Allah memiliki tiga potensi, yaitu al jasad (jasmani), al  aql (akal), dan ar ruh (ruhani). Islam menghendaki ketiga dimensi tersebut berada dalam  keadaan  tawazun (seimbang), memberikan sesuai haknya tanpa penambahan dan pengurangan.
C.      HAKIKAT AGAMA ISLAM
Hakikatnya agama adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, maka sangat perlu dipahami secara seksama oleh setiap manusia. Agama juga membawa peraturan-peraturan berupa hukum-hukum yang harus dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan.
1.      Agama Islam yang diridhoi oleh Allah SWT.
Agama Islam adalah agama yang sempurna dan diridhoi Allah taala. orang yang beragama Islam diperintahkan berdoa agar dibimbing di jalan yang benar untuk mendapatkan kenikmatan dan dihindarkan dari murka Allah dan jalan yang sesat . Oleh karena itu setelah Nabi Muhammad Shallallaahu’alaihi wa sallam  diutus ke dunia ini, Allah menolak pilihan orang yang memilih selain Agama Islam, dan ia tergolong orang-orang yang merugi .
2.      Agama Islam Pembawa Rahmat (petunjuk) , kedamaian serta kesejahteraan .Agama Islam merupakan rahmat bagi semesta alam  .(petunjuk) , kedamaian serta kesejahteraan bagi seluruh umat manusia ..
3.      Agama Islam Penghimpun Semua Kebenaran Agama Islam itu merupakan agama yang menghimpun semua kebenaran agama-agama yang pernah diajarkan oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad Shallallaahu’alaihi wa sallam untuk diyakini kebenarannya dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam. Misalnya, Nabi Isa as mengajarkan bahwa Allah itu Esa dan beliau as hanya menyuruh menyembah Allah saja.
4.      Agama Islam itu Fitrah, Makna Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah SWT. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah SWT.
5.      Islam Agama Rahmat Lil Alamin, Islam diturunkan kepada manusia berfungsi sebagai rahmat namun nilai rahmat tersebut akan berpengaruh kepada manusia yang melaksanakan ajaran agamanya secara totalitas.  sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 208 yang artinya: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam seluruhnya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Dan dalam surah al-anbiya ayat 107 yg berbunyi:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ } [الأنبياء: 107]
Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. QS. Al Anbiya: 107.
Hadirnya Islam di dunia membuat perubahan besar dalam kehidupan manusia, terutama dalam pengembangan ilmu. pengetahuan. Karna Islam memerintahkan untuk menggunakan kekuatan intelegasinya dan obsesinya, dalam beberapa tahun penyebaran agama Islam peradaban dan universitas-universitas berkembang dengan pesat, Serta pemikiran yang baru dengan yang lama menghasilkan kemajuan dalam bidang medis, matematika, fisika, astronomi, geografi, arstektur, seni sastra dan sejarah. Banyak system yang krusial seperti Aljabar, Angka Arab, dan konsep angka nol (bilangan yang amat dipadukan dalam kemajuan ilmu eksakta) yang disebarkan ke Eropa pada abad pertengahan berasal dan duma Islam. Peralatan-peralatan yang canggih memungkinkan orang-orang Eropa melakukan perjalanan untuk penemuan seperti astrolabe, kuadran, pets navigasi yang " juga dikembangkan oleh umat Islam. Itulah sebabnya Islam disebut agama yang rahmat dan al'amin karena Islam hadir ke dunia mambawa karma yang amat berarti bagi manusia bukan saja umat Muslim tapi seluruh ciptaan Allah SWT di jagad raya termasuk non muslim.
Dan  Ibrahim  telah  mewasiatkan  ucapan  itu  kepada anak-anaknya,  demikian  pula Ya'qub.  (Ibrahim berkata):  "Hai anak-anakku! Sesungguhnya  Allah telah memilih agama  ini  bagimu,  maka  janganlah  kamu  mati  kecuali  dalam  memeluk  agama Islam". (QS. Al Baqarah : 132)
DAFTAR PUSAKA :
-          Humaedi Tata Pangarsa, Kuliah Akidah Lengkap,
-          Prof.  Dr.  Harun  Nasution,  Islam  Ditinjau  dari  Berbagai  Aspeknya,  Jilid  I,
-          Sidi Gazalba, Anzis Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975
-          Abuddin Nata, Metodologi Study Islam
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....4
KARAKTERISTIK DAN PRINSIP-PRINSIP AJARAN ISLAM
A.        Karakteristik Ajaran Islam.
Dalam memahami Islam secara utuh memang tidak dapat hanya dengan mengandalkan satu pendekatan. Dalam memahami Islam bukan hanya dari sudut tafsir Al-Qur’an, tanpa mempertimbangkan hal-hal yang lain, maka keIslamannya dianggap parsial. Demikian pula dalam mengamalkan Islam bila hanya dari hukum fiqih semata, juga tidak akan utuh.[1]
1.      Pengertian  Karakteristik.
Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily dalam bukunya yang berjudul Kamus Inggris Indonesia,pengertian karakteristik itu berasal dari bahasa Inggris “character”, yang berarti watak, karakter, dan sifat. Kemudian kata ini menjadicharacteristic yang memiliki arti sebagai sifat khas, yang membedakan antara satu dan lainnya.[2]Hal ini dapat disimpulkan bahwa pengertian dari karakteristik ajaran  Islam adalah sifat, watak dan keadaan yang melekat pada ajaran Islam tersebut yang sekaligus dapat dikenali dan dirasakan manfaat dan dampaknya oleh mereka yang mengamalkan ajaran Islam tersebut.[3]
2.      Macam-Macam Karakteristik Ajaran Islam.
a.       Dengan menggunakan berbagai pendekatan, baik secara normatif, psikologis, historis, filosofis, sosiologis, politik, ekonomis dan berbagai bidang disiplin ilmu lainnya, karakteristik ajaran Islam adalah sebagai berikut:
      1). Komprehensif (Luas dan Menyeluruh)
            Karakteristik ajaran Islam yang bersifat komprehensif (al-syumuliah) adalah ajaran yang mencakup secara keseluruhan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, dan menyempurnakan serta melengkapi ajaran-ajaran agama samawi lainnya.[4]
      2). Kritis
            Karakteristik ajaran Islam bersifat kritis, artinya Islam adalah ajaran yang memiliki ciri khas yang lebih sempurna dibanding dengan agama-agama samawi yang terdahulu. Dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits, menuntun kita untuk mengetahui penyimpangan atau kesalahan yang telah dilakukan oleh para penganut agama terdahulu.
3). Humanis
            Karakteristik ajaran Islam secara humanisme dapat dijelaskan berdasarkan dengan tujuan yang sesuai dengan visi dan misi Islam, yaitu ajaran yang bukan hanya mementingkan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat. Namun juga mementingkan kesejahteraan jasmani dan rohani, individual dan sosial, lahir dan batin.
4). Militansi Moderat
            Karakteristik ajaran Islam  ini dapat dilihat dari segi sumbernya, bahwa ajaran Islam bukan hanya berpedoman pada al-Qur’an dan al-Sunnah (normatif), namun juga berpedoman pada pendapat para ulama (ulul al-amri), peninggalan sejarah, adat istiadat dan tradisi yang relevan, intuisi, serta berbagai temuan dan teori dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.[5]
5). Dinamis
          Islam adalah agama samawi yang diturunkan terakhir. Ia menjadi pedoman hidup umat manusia hingga akhir zaman.[6] Maka dari itu ajaran Islam memiliki kompetensi tersendiri dalam mengatasi masalah-masalah dalam perkembangan zaman ini.
6). Toleran
            Ajaran Islam membangun toleransi terhadap agama-agama serumpun, yakni agama samawi yang pernah diturunkan Tuhan kepada para nabi sebelumnya.[7]Islam dapat hidup bedampingan dan bersahabat dengan agama yang dibawa oleh para nabi sebelumnya. Bahkan Islam pun bertoleransi terhadap orang-orang atheis (tidak beragama).
7). Kosmopolit
            Islam tidak memandang perbedaan bahasa, suku bangsa dan tanah air. Islam mencakup seluruhnya, mempersatukan dan persaudaraan untuk menganut agama Islam.
8). Responsif
            Karakteristik ajaran Islam bersifat responsif artinya Islam dapat memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan masyarakat. 
9). Progresif dan Inovatif
            Ini berarti Islam memiliki program yang inovatif dalam perkembangan zaman, dari yang klasik hingga di zaman modern saat ini. Misalnya dalam bidang ilmu pengetahuan, budaya, kedokteran dan kemiliteran.
10). Rasional
Karakteristik ajaran Islam bersifat rasional berarti bahwa Islam seluruhunya menggunakan akal pikiran dalam segala perbuatan manusia untuk melaksanakan perintah-Nya dan mengamalkan ajaran Islam.
b.      Karakteristik ajaran Islam berdasarkan konsepsinya dalam berbagai bidang, seperti bidang agama, ibadah, muamalah (kemanusiaan) yang didalamnya termasuk masalah pendidikan, ilmu pengetahuan, kesehatan, pekerjaan, serta Islam sebagai  sebuah disiplin ilmu.
1). Dalam Bidang Agama
            Karakteristik ajaran Islam dalam bidang agama bersifat pluralisme dan universalisme. Pluralisme adalah suatu aturan, hukum Tuhan yang tidak ada yang dapat menentang dan merubahnya. Sedangkan yang bersifat universalisme berarti suatu ajaran dalam agama yang berupa perbuatan-perbuatan yang musti dikerjakan, guna meraih keselamatan.
2). Dalam Bidang Ibadah
            Karakteristik dalam bidang ibadah, ini  berarti bahwa manusia secara harfiah berupaya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT danamar ma’ruf nahi munkar. Dan segala ketentuan aturan dalam Islam telah ditetapkan dalam  Al-Qur’an dan Hadits. Diantara ibadah Islam, shalatlah yang membawa manusia terdekat kepada Tuhan. Didalamnya terdapat dialog antara manusia dengan Tuhan, dan dialog berlaku antara dua pihak yang saling berhadapan.[8]
Islam tidak mengenal konsep diktomis tentang ibadah. Ibadah dalam Islam meliputi semua segi kehidupan manusia, yang dibagi menjadi dua, yakni ibadah mahdah dan ibadah ghair mahdah. Islam memandang ibadah merupakan konsepsi Tauhid, sehigga ibadah harus merupakan realisasi dari keTauhidan seseorang. Selain itu didalam Islam bersifat humanisme teosentris, artinya semua bentuk ibadah hanya ditunjukkan kepada Allah, tetapi manfaat atau hikmahnya untuk manusia sendiri.[9]
3). Dalam Bidang Akidah
Karakeristik dalam bidang akidah memiliki  arti bahwa akidah Islam bersifat murni baik dalam isinya maupun prosesnya. Yang diyakini dan diakui sebagai Tuhan yang wajib disembah hanya Allah SWT.[10]
Krakteristik khusus Islam dalam bidang aqidah memiliki 3 pengertian, yaitu :
a.       Aqidah Islam adalah Aqidah Tauqifiyyah, artinya aqidah Islam dijelaskan secara terperinci.
b.      Aqidah Islam adalah Aqidah Ghaibiyyah, artinya ajarannya berpangkal dari keyakinan dan kepercayaan terhadap adanya yang ghaib, Allah, malaikat, dan hari akhir.
c.       Aqidah Islam adalah Aqidah Syumuliyyah, artinya didalam ajarannya terdapat integritas antara dimensi substansi dan aplikasi, teori dan praktik, ilmu, iman, dan amal.[11]
4). Dalam Bidang Ilmu dan kebudayaan
            Dalam bidang ilmu dan teknologi, Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap terbuka atau tertutup. Islam merupakan sebuah paradigma terbuka, menjadi mata rantai yang  penting dalam peradaban dunia.[12] Contoh peranan Islam sebagai mata rantai peradaban dunia, misalnya mengembangkan matematika India, ilmu kedokteran dari China, sistem pemerintahan dari Persia, logika yunani dan sebagainya.[13]
5). Dalam Bidang Pendidikan
            Islam memiliki pedoman dan metode dalam pengajaran, yang tujuannya jelas untuk manusia dalam mengembangkan kecerdasan ilmu pengetahuan.
6). Dalam Bidang Sosial
            Sesuai dengan sifat manusia yang tidak bisa hidup sendiri, makaIslam datang dengan karakternya yang bersifat sosial, berarti saling membutuhkan satu sama lain, saling tolong-menolong.
7). Dalam Bidang Kehidupan Ekonomi
            Karakteristik ajaran Islam dalam bidang ekonomi memiliki artibahwa kehidupan yang dijalankan harus seimbang, antara urusan dunia dan akhirat. Kita menjalankan kehidupan di dunia ini untuk menggapai kehidupan akhirat yang kekal abadi.
8). Dalam Bidang Kesehatan
            Ajaran Islam dalam bidang kesehatan, lebih mengutamakan pencegahan dalam mengatasi penyakit. Contohnya seperti berpuasa, dengan berpuasa maka pencernaan manusia memiliki waktu untuk beristirahat sejenak dalam proses mencerna makanan.
9). Dalam Bidang Politik
            Islam sebagai Negara tentu mempunyai lembaga-lembaga kemasyarakatan lain, seperti lembaga kekeluargaan, lembaga kemiliteran, lembaga kepolisian, lembaga kehakiman dan lembaga pendidikan. Semua ini menggambarkan aspek lembaga kemasyarakatan dalam Islam.[14]
Berdasarkan tulisan karya Prof. John Allen William, beliau berpendapat bahwa bercadar di Mesir itu sebagai gejala politik dan sosial.[15] Dan dalam kasus di Iran, wanita memakai cadar kadang-kadang warna hitam “warna duka cita”. Sebagai bagian dari suatu gerakan yang mempunyai basis amat luas untuk menentang suatu rejim yang dianggap sewenang-wenang dan penuh korupsi.[16]
10). Bidang Pekerjaan
Karakteristik ajaran Islam dalam bidang pekerjaan sebenarnya mengungkapkan tentang pandangan Islam terhadap kerja adalah sebagai ibadah kepada Allah SWT. Maka dari itu, cara kerja yang dikehendaki Islam adalah kerja  yang bermutu, terarah pada pengabdian terhadap Allah swt. dan kerja  itu dapat bermanfaat untuk orang lain.[17]
11). Islam Sebagai Disiplin Ilmu
          Yang dimaksud disiplin ilmu adalah  ilmu keIslaman. Menurut peraturan Menteri Agama RI tahun 1985, bahwa yang termasuk disiplin ilmu keIslaman adalah al-Qur’an/Tafsir, Hadits/Ilmu Hadist, ilmu kalam, Filsafat, Tasawuf, Hukum Islam (Fiqih), Sejarah dan kebudayaan Islam, serta Pendidikan Islam.[18]
B.         Prinsip-prinsip Ajaran Islam.
1.      Pengertian Prinsip.
Kata prinsip dapat berarti dasar, asas, ataupun kebenaran yang menjadi dasar orang untuk berpikir, bertindak, dan sebagainya. Prinsip ajaran Islam juga digunakan sebagai sandaran dalam membangun sesuatu atau sebagai landasan yang digunakan untuk mengembangkan konsep atau teori. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam ajaran Islam tentunya bersumber kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ajaran Islam sebagai ajaran yang kuat, kokoh, dan lengkap memiliki prinsip terhadap ayat-ayat Al-qur’an, Al-hadits, Al-Ra’yu, dan fakta sejarah.
2.      Prinsip-prinsip yang terdapat dalam ajaran islam adalah sebagai berikut:
a.       Sesuai dengan fitrah manusia.
Kata fitrah secara harfiyah berarti keadaan suci. Adapun yag mengartikan bahwa fitrah adalah kecenderungan atau perasaan mengakui adanya kekuasaan yang menguasai dirinya dan alam jagat raya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli, ternyata bukan hanya fitrah beragama saja melainkan juga fitrah keingintahuan terhadap sesuatu, fitrah menyukai dan mencintai seni. Dengan fitrah beragama manusia menjadi orang yang berTuhan dan berakhlak mulia, dengan fitrah keingintahuan manusia menjadi orang yang berilmu pengetahuan, dan dengan fitrah seni manusia menjadi halus dan menyukai yang indah.
b.      Keseimbangan.
Manusia terdiri dari unsur jasmani dan unsur rohani. Jasmani berasal dari tanah atau bumi yang melambangkan kerendahan, adapun rohani berasal dari Tuhan dan bahkan ia merupakan unsur keTuhanan yang terdapat dalama diri manusia yang melambangkan ketinggian. Hidup yang seimbang adalah hidup yang memperhatikan kepentingan jasmani dan rohani, namun kekuatan rohani harus mengarahkan kekuatan jasmani. Selain itu kehidupan yang seimbang juga berkaitan dengan usaha manusia dalam mempersiapkan bekal untuk hidup di dunia dan di akhirat.[19] Dunia yang ada ditangan seseorang harus digunakan dengan visi transedental, yakni dunia tersebut sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan dan harus digunakan dalam rangka meraih kebahagiaan hidup di akhirat.[20]
c.       Sesuai dengan keadaan zaman dan tempat.
Islam adalah agama akhir zaman, setelah itu tidak ada lagi agama yang diturunkan oleh Allah SWT. Dengan sifatnya yang demikian itu maka, Islam berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya akan terus berlaku sepanjang zaman.[21] Walaupun sumber ajaran Islam itu Al-Qur’an dan al-Hadits, namun dalam pemahaman dan implementasinya mengalami penyesuaian perbedaan yang disesuaikan dengan keadaan perkembangan masyarakat. Namun demikian, perbedaan ini tidak sampai mengubah teks Al-Qur’an dan Al-hadits serta menolak hal-hal yang bersifat qat’i yakni, dalam hal aqidah, ibadah, dan akhlakul karimah.[22]
d.      Tidak menyusahkan manusia.
Ajaran Islam turun dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat, memberi rahmat, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada terang benderang, dan dari kebiadaban menjadi beradab. Ajaran Islam juga memberikan toleransi kepada umatnya dalam hal ibadah, shalat, puasa, dan makanan. Adanya berbagai kemudahan atau dispensasi tersebut menunjukan bahwa Islam tidak mempersulit manusia, jikalau itu terjadi maka hal ini bertentangan dengan visi, misi, dan tujuan ajaran islam itu sendiri yakni untuk memelihara jiwa, agama, akal, harta, dan keturunan.
e.       Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Islam adalah agama satu-satunya yang sejak kelahirannya mewajibkan  setiap orang untuk membaca, karena dengan membaca kita akan mudah untuk mendapatkan informasi yang sedang terjadi atau yang sedang membuming dizamannya, selain itu dengan membaca kita akan mendapatkan ilmu, dengan ilmu manusia akan memperoleh kemudahan dan kecepatan dalam mencapai tujuan agama tersebut. Ibnu Ruslan dalam kitab zubad halaman 68 mengatakan   “ setiap orang yang beramal tanpa ilmu pengetahuan, maka amalnya ditolak, tidak diterima.
f.       Berbasis pada penelitian.
Penelitian merupakan pengembangan ilmu pengetahuan, mengumpulkan fakta dan data untuk membuktikan keberadaan tentang sesuatu yang disusun secara sistematis dalam buntuk teori. Ajaran Islam berbasis pada hal tersebut serta sikap kehati-hatian dalam menentukan sebuah kebijakan, sehingga kebijakan ini tidak hanya cukup didasarkan pada dugaan atau asumsi belaka, atau bahkan karena ikut-ikutan pada orang lain tanpa mengetahui sebabnya[23].
g.      Berorientasi pada masa depan.
Islam adalah agama yang mengajarkan kepada penganutnya agar masa depan keadaannya lebih baik dari masa lalu dan sekarang. Dengan berorientasi ke masa depan seseorang akan lebih kreatif, optimis, dan tidak mengagung-agungkan masa lalu hanya untuk menghibur diri atau menutup kemalasan dimasa sekarang. Kemudian seeorang akan berusaha meningkatkan mutu hasil kerjanya, sehingga akan tetap berguna dan mampu bersaing secara sehat.[24]
h.      Kesederajatan
Prinsip ajaran Islam tentang kesederajatan ini penting dilakukan selain mendatangkan manfaat juga akan menimbulkan sikap saling menghormati, menghargai, akan menghilangkan praktek penjajahan dan beragai tindakan kedzaliman manusia yang satu dengan yang lainnya, serta akan membangun citra ajaran Islam sebagai agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam.
i.        Keadilan.
Dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan seseorang atas orang lain yang didasarkan atas perasaan memberi kesempatan yang sama, seimbang, profesional, sesuai dengan peran, tugas, tanggungjawab, dan prestasi yang dicapainya.[25]
j.        Musyawarah.
Dengan adanya musyawarah ini, maka berbagai gagasan dan pikiran-pikiran dari berbagai pihak akan dapat ditampung, sehingga berbagai kemungkinan terjadinya ketidakpuasan yang dapat menimbulkan unjuk rasa, demontrasi, dan sebagainya dapat dihindari.[26]
k.      Persaudaraan
Prinsip persaudaraan dalam Islam didasarkan pada pandangan, walaupun manusia memiliki latar belakang yang berbeda-beda namun mereka memiliki unsur persamaan dari segi asal usul, proses, kebutuhan hidup, tempat kembali, dan nenek moyang. Hal tersebut merupakan dasar atau landasan bagi terbangunnya konsep persaudaraan yang bersifat kemanusiaan.
l.        Keterbukaan.
Suatu sikap yang meyakini kebenaran suatu agama atau ideologi dan berusaha mempertahankan dan mengamalkannya, namun dalam waktu yang bersamaan ia mau  menerima masukan dari luar, serta menghargainya. Dengan kata lain, bahwa yang dimaksud keterbukaan bukanlah sikap menerima semua yang berasal dari luar penelitian dan penyaringan, melainkan mau menerima informasi atau kebenaran dari manapun datangnya, dengan tetap waspada, hati-hati, dan menyesuaikannya dengan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits.[27]
C.         Perbedaan Ajaran Islam dengan Agama yang Lain 
Dalam agama lain di dunia terdapat pemisahan antara ibadah dan muamalah, maka ibadah dalam Islam ibadah dan agama dipadukan. Ibadah dalam agama lain misalnya hanya ditujukkan untuk mengabdi kepada Tuhan, maka dalam Islam ibadah memiliki makna yang luas. Ibadah shalat misalnya dihubungkan dengan keharusan menjauhi larangan-Nya yaitu perbuatan keji dan munkar. Puasa dihubungkan dengan keharusan bertaqwa kepada Allah.[28]  Perbedaan ajaran Islam dapat dilihat dari segi kepercayaan yaitu:
1.      Orang Islam adalah orang yang beriman kepada para Nabi dan kitab suci dari semua bangsa.
2.      Sedangkan orang Yahudi hanya percaya kepada para Nabi bangsa Israel.
3.      Orang Kristen hanya percaya kepada Yesus Kristus, dan dalam kadar kecil, percaya kepada para Nabi bangsa Israel.
4.      Orang Yahudi hanya percaya kepada para Nabi yang timbul dari India.
5.      Orang Budha hanya percaya kepada sang Budha.
6.      Orang Majusi hanya percaya kepada Zaraustra.
7.      Orang  Kong Hu Chu hanya percaya kepada Kong Hu Chu. 
Agama Islam mempunyai masa dakwah yang relatif singkat. Kenyataan ini akan berbeda jika dibandingkan dengan agama lain yang mempunyai masa dakwah jauh lebih lama.[29]
Bagi Islam, dalam menghadapi transformasi masyarakat modernnya, tidak perlu memodifikasikan Islam baru yang disekulerkan. Seperti yang terdapat pada agama Kristen di Barat, dalam usaha menyesuaikan diri dengan kekuatan-kekuatan arus pemikiran modernis danneomodernis. Islam juga tidak perlu memistikan diri, seperti yang ada pada agama Hindu, dalam rangka menyelamatkan kesakralan simbol-simbolnya. Yang menjadi persoalan sekarang adalah sejauh mana tingkat kemampuan Islam dalam memahami ajaran agamanya, dan sejauh mana keluasan mereka dalam memberikan ajaran teesebut?[30]
Dalam agama Kristen dijumpai pula ajaran tentang berbuat baik yang bertolak pada pengendalian diri. Dalam kitab perjanjian lama, kata-kata yang sering diulang-ulang oleh Yesus yaitu: “Cintailah sesama manusia seperti anda mencintai diri anda sendiri. Lakukanlah terhadap orang lain apa yang ingin anda lakukanterhhadap diri anda sendiri. Datanglah kepada-Ku, kamu semua yang letih dan berbeban berat dan aku akan menyegarkan kamu.”[31]
Hubungan Islam dengan agama lain dapat dilihat pada ajaran moral atau akhlak yang mulia didalamnya . Dalam agama Hindu misalnya terdapat ajaran pengendalian tentang kesenangan, ini merupakan suatu hal yang bersifat alamiah, fitrahnya manusia. Sama halnya dengan ajaran  Budha, yang terdapat sejumlah ajaran etis tentang larangan membunuh, mencuri, berdusta, memperturutkan hawa nafsu dan meminum minuman yang memabukkan.
Posisi Islam terhadap agama-agama yang lain dapat dilihat dari berbagai sisi:
1.  Iman, artinya percaya kepada agama-agama besar di dunia sebelum agama        Islam.
2.      Ciri khas yang mempunyai keudukan yang  istimewa dintara agama-agama lain.
3.      Peran yang dimainkannya.
4.      Adanya unsur pembaharuan.
5.      Adanya sifat yang dimiliki ajaran Islam, yaitu okomodatif dan persuatif.
6.      Ajaran moral atau akhlak yang mulia.
7.      Konsep gender yang terdapat pada masing-masing agama.
FOOTNOTE
[1] Didin Saefuddin  Buchori, Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), cet. 1, hlm. 13.
[2] Abuddin  Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2011), cet 1, hlm. 113.
[3] Ibid., hlm.  114.
[4] Ibid., hlm. 115
[5] Abuddin  Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), cet 1, hlm. 117.
[6] Ibid., hlm. 118.
[7] Abuddin  Nata, Loc cit., hlm.  119.
[8] Prof. Dr. Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya,Jilid I, (Jakarta: UI-Press, 2013), cet. 5, hlm. 31.
[9] Dr. H. Didiek Ahmad Supadie, M.M. dkk, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: : PT RajaGrafindo Persada, 2011), ed. Revisi. 1,hlm 98-99.
[10] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), ed. revisi. 10, hlm  84.
[11] Dr. H. Didiek Ahmad Supadie, M.M. dkk, Op.Cit.
[12] Ibid., hlm. 86.
[13] Ibid.
[14] Harun Nasution, loc.cit., hlm. 26.
[15] John L. Esposito,Identitas Islam Pada  Perubahan Sosial-Politik,(Jakarta:PT Bulan Bintang, 1986), cet. 1, hlm. 129.
[16] Ibid., hlm. 124.
[17] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), ed. revisi. 10, hlm.  93.
[18] Ibid.
[19] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Studi Islam Komprehensif. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), cet.I, hlm. 53.
[20] Ibid., hlm. 56.
[21] Ibid.
[22] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Op cit., hlm. 61.
[23] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Studi Islam Komprehensif. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), cet.1, hlm. 70.
[24] Ibid., hlm. 73-74.
[25] Ibid., hlm. 77.
[26] Ibid., hlm. 79.
[27] Ibid., hlm. 80.
[28] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), ed. revisi. 10, hlm. 128.
[29] M.  Thohah Hasan,Islam dalam presfektif sosio kultural. (Jakarta: Lantabora Press. 1426 H/2005), cet. 3, hlm. 4.
[30] Ibid., hlm. 5-6
[31] Ibid, hlm. 130.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.........5
IMAN, ISLAM, IHSAN
A.    Hadits Iman,Islam dan Ikhsan
Rosulullah SAW Bersabda:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ . [1] [رواه مسلم]
“ Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata:  “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda:  “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.(Riwayat Muslim)
B.     Pengertian Iman, Islam, Dan Ihsan.
1.      Pengertian Iman
Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentukmasdar dari kata kerja (fi’il).امن- يؤمن - ايمانا yang mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentramdan tenang.[2]
Imam al-Ghazalimengartikannya dengan التصديق  yaitu “pembenaran”.
Menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi :
الايمان فهو التصديق با لقلب
“ Iman ialah pembenaran dengan hati”.
Menurut Imam Ab­­ Hanifah:
الايمان هو الاقرار و التصديق
“ Iman ialah mengikrarkan (dengan lidah ) dan membenarkan (dengan hati)”.
Menurut Hasbi As-Shiddiqy ;
القول باللسان والتصد يق بالجنان والعمل باالاركان
“ Iman ialah mengucapkan dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota tubuh”.
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dgn:
قول و عمل و نية و ثمسك بالسنة
“Ucapan diiringi dgn ketulusan niat dan dilandasi dgn berpegang teguh kepada Sunnah”.[3]
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Iman adalah Membenarkan segala sesuatu baik berupa perkataan,hati,maupun perbuatan.
Sesuai dengan hadits Rasulullah saw diatas sudah jelas bahwasanya ada enam rukun iman yang harus diyakini untk menjadi seorang islam yang sempurna dan menjadi seorang hamba Allah yang ihsan nantinya. Keenam Rukun Iman tersebut adalah:
2.      Pengertian Islam
Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentukmasdar dari kata kerja
اسلم – يسلم - اسلاما   Yang secaraetimologi mengandung makna : Sejahtera, tidak cacat, selamat. Seterusnya kata salmdan silm, mengandung arti :kedamaian, kepatuhan, danpenyerahan diri.[4] Dari kata-kata ini, dibentuk kata salamsebagai istilah dengan pengertian : Sejahtera, tidak tercela, selamat, damai, patuhdan berserah diri. Dari uraian kata-kata itu pengertian islamdapat dirumuskan taat ataupatuh dan berserah diri kepada Allah.[5]
Secara istilah kata Islam dapat dikemukan oleh beberapa pendapat :
a.       Imam Nawawi dalam Syarh Muslim :
الاسلام وهو الاستسلام والانقياد الظاهر
“Islam berarti menyerah dan patuh yang dilihat secara zahir”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Islam itu ialah tunduk dan taat kepada perintah Allah dan kepada larangannya
Islam di bangun diatas lima rukun,sebagaimana dijelaskan dalam Hadits:
حدثنا عبيد الله بن موسى قال اخبرنا حنظلة بن أبي سفيان عن عكرمة بن خالد عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة والحج وصوم رمضان )
“Abdulloh bin musa telah bercerita kepada kita, dia berkata ; handlolah bin abi sufyan telah memberi kabar kepada kita d ari ikrimah bin kholid dari abi umar ra. Berkata : rasul saw. Bersabda : islam dibangun atas lima perkara : persaksian sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya nabi Muhammad adalah utusannya, mendirikan sholat, memberikan zakat, hajji dan puasa ramadlan”.[6]
Jadi,Rukun Islam itu ada Lima,yaitu:
3.      Pengertian Ihsan
Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi’il) yaitu :
احسن – يحسن – احسا نا  artinya :فعل الحسن  ( Perbuatan baik ).
Menurut istilah ada beberapa pendapat para ulama,yaitu:
a.    Muhammad Amin al-Kurdi,ihsan ialah selalu dalam keadaan diawasi oleh Allah dalam segala ibadah yang terkandung di dalam iman dan islam sehingga seluruh ibadah seorang hamba benar-benar ikhlas karena Allah.[7]
b.    Menurut Imam NawawiIhsan adalah ikhlas dalam beribadah dan seorang hamba merasa selalu diawasi oleh Tuhan dengan penuh khusuk, khuduk dan sebagainya.[8]
C.     Hubungan Iman, Islam, Dan Ihsan.
Iman, Islam dan Ihsan satu sama lainya memiliki hubungan karena merupakan unsur-unsur agama (Ad-Din). Iman,Islam dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara Ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
Selain itu Iman, Islam, dan Ihsan sering juga diibaratkan hubungan diantara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan antara iman, islam dan ihsan.[9] Didalam al-qur’an juga disebutkan bahwa Iman, Islam,dan Ihsan memiliki keterkaitan,yaitu dalam QS Al-Maidah ayat 3 dan QS Ali-Imron ayat 19 yang berbunyi :
QS Al-Maidah ayat 3  :
اليوم اكملت لكم دينكم و اتممت عليكم نعمتي و رضبت لكم الاسلا م دينا
“ Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kaliam agama kalian dan Aku telah menyempurnakan nikmat kepada kalian dan Aku telah meridhai Islam adalah agama yang benar bagi kalian”.
QS Ali-Imron ayat 19 :
إِنَّ الدّينَ عِندَ اللَّهِ الإِسلٰمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam”.
Di dalam ayat tersebut dijelaskan kata Islam dan selalu diikuti dengan kata addin yang artinya agama. Addin terdiri atas 3 unsur yaitu, Iman, Islam,dan Ihsan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa iman merupakan keyakinan yang membuat seseorang ber-Islam dan menyerahkan sepenuh hati kepada Allah dengan menjalankan syareatnya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh syariat Islam.
D.    Perbedaan Antara Iman, Islam, dan Ihsan
Disamping adanya hubungan diantara ketiganya, juga terdapat perbedaan diantaranya sekaligus merupakan identitas masing-masing. Iman lebih menekankan pada segi keyakinan dalam hati. Islam merupakan sikap untuk berbuat dan beramal.Sedangkan Ihsan merupakan pernyataan dalam bentuk tindakan nyata. Dengan ihsan, seseorang bisa diukur tipis atau tebal iman dan islamnya.
Iman dan islam bila disebutkan secara bersamaan, maka yang dimaksud dengan Islam adalah amal perbuatan yang nampak, yaitu rukun Islam yang lima, dan pengertian iman adalah amal perbuatan yang tidak nampak, yaitu rukun iman yang enam. Dan bila hanya salah satunya (yang disebutkan) maka maksudnya adalah makna dan hukum keduanya.
Ruang lingkup ihsan lebih umum daripada iman, dan iman lebih umum daripada Islam. Ihsan lebih umum dari sisi maknanya; karena ia mengandung makna iman. Seorang hamba tidak akan bisa menuju martabat ihsan kecuali apabila ia telah merealisasikan iman dan ihsan lebih spesifik dari sisi pelakunya; karena ahli ihsan adalah segolongan ahli iman. Maka, setiap muhsin adalah mukmin dan tidak setiap mukmin adalah muhsin. adalah mukmin.[10]
E.     Keutamaan Iman, Islam, Dan Ihsan Bagi Manusia
Setiap pemeluk Islam mengetahui  dengan  pasti  bahwa  Islam (Al-Islam) tidak sah tanpa iman (Al-Iman), dan  iman  tidak  sempurna  tanpa  ihsan (Al-Ihsan).  Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga tidak mungkin  tanpa  Islam.
Ali Bin Abi Thalib mengemukakan tentang keutamaan Iman,Islam dan Ikhsan sebagai berikut:
قال علي : إن الإيمان ليبدو لمعة بيضاء فإذا عمل العبد الصالحات نمت فزادت حتى يبيض القلب كله وإن النفاق ليبدو نكتة سوداء فإذا انتهك الحرمات نمت وزادت حتى يسود القلب كله
“ Sahabat Ali Berkata : sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang  putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut  akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati”.[11]
Jadi Iman,Islam dan Ikhsan mempunyai keutamaan yang sangat besar  dalam pandangan islam ini karena  bagi para pelakunya akan diberikan Syurga oleh Allah SWT sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
FOOTNOTE
[1] Imam An-Nawawi.Syarhu Al-Arba’in An-Nawawiyah.hal.37
[2] Louis Ma’luf, Kamus al-Munjid, Beir­­t : al-Maktabah al-Katulikiyah, T.th, hlm.16
[3] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Terjemahan) H. Firdaus, Jakarta : Bulan Bintang, 1976, hlm.257
[4] Ibid hal.48
[5] Asmaran AS, Pengantar StudyTauhid, Jakarta : Rajawali Prees, 1992, hlm.84
[6] Ibid hal.75
[7] Muhammad Musthafa.Al-Ushulul As-Tsalasa.hal.86
[8] Ibid hal.104
[9] Ibid hal.28
[10] Hasby ash-Shiddiqy. Al-Ushulu At-Tauhid. hal.31-32.
[11] Imam Ab­­ Hanifah, Al-Fiqh al-Akbar, Hedrabad : Dairah al-Ma’arif al-‘Usman³yah, 1979, hlm.6.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.......6
PERSPEKTIF ISLAM TENTANG KESETARAAN GENDER
A.    Pengertian Gender.
Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis merupakan pemberian, kikta dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Tetapi, jalan yang menjadikan kita maskulin atau feminine adalah gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur kita. Setiap masyarakat memiliki berbagai naskah untuk diikuti oleh anggotanya seperti mereka belajar memainkan peran feminine atau maskulim, sebagaimana halnya setiap masyarakat memiliki bahasanya sendiri.
Sejak kita sebagai bayi mungil hingga mencapai usia tua, kita mempelajari dan mempraktikkan cara-cara khusus yang telah ditentukan oleh masyarakat bagi kita untuk menjadi laki-laki dan perempuan. Gender adalah seperangkat peran yang seperti halnya kostum dan topeng di teater menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminine atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya secara bersama-sama memoles peran gender kita.[1]
Begitu lahir, kita mulai mempelajari peran gender kita. Dalam satu studi laboratory mengenai gender, kaum ibu diundang untuk bermain dengan bayi orang lain yang didandani sebagai anak perempuan atau laki-laki. Tidak hanya gender dari bayi itu yang menimbulkan bermacam-macam tanggapan dari kaum perempuan, tetapi perilaku serupa dari seorang bayi ditanggapi secara berbeda, tergantung kepada bagaimana ia didandani. Ketika si bayi didandani sebagai laki-laki, kaum perempuan tersebut menanggapi inisiatif si bayi dengan aksi fisik dan permainan. Tetapi ketika bayi yang sama tampak seperti perempuan dan melakukan hal yang sama tampak seperti perempuan dan melakukan hal yang sama, kaum perempuan itu menenangkan dan menghiburnya. Dengan kata lain, sejak usia enam bulan anak-anak telah direspon menurut stereotype gender.[2]
Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang konstruksi secara sosial maupun cultural.[3]
B.     Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an
Al Qur’an secara umum dan dalam banyak ayatnya telah membicarakan relasi gender, hubungan antara laki- laki dan perempuan, hak- hak mereka dalam konsepsi yang rapi, indah dan bersifat adil. Al Qur’an yang diturunkan sebagai petunjuk manusia, tentunya pembicaraannya tidaklah terlalu jauh dengan keadaan dan kondisi lingkungan dan masyrakat pada waktu itu. Seperti apa yang disebutkan di dalam QS. Al- Nisa, yang memandang perempuan sebagai makhluk yang  mulia dan harus di hormati, yang pada satu waktu masyarakat Arab sangat tidak menghiraukan nasib mereka.
Sebelum diturunkan surat Al- Nisa ini, telah turun dua surat yang sama-sama membicarakan wanita, yaitu surat Al-Mumtahanah dan surat Al-Ahzab. Namun pembahasannya belum final, hingga diturunkan surat al-Nisa’ ini. Oleh karenanya, surat ini disebut dengan surat Al-Nisa’ al-Kubro, sedang surat lain yang membicarakan perempuan juga , seperti surat al-Tholak, disebut surat al-Nisa’ al Sughro. Surat Al Nisa’ ini benar- benar memperhatikan kaum lemah, yang di wakili oleh anak- anak yatim, orang-orang yang lemah akalnya, dan kaum perempuan.
Maka, pada ayat pertama surat al-Nisa’ kita dapatkan, bahwa Allah telah menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba dan makhluk Allah, yang masing- masing jika beramal sholeh, pasti akan di beri pahala sesuai dengan amalnya. Kedua-duanya tercipta dari jiwa yang satu  (nafsun wahidah), yang mengisyaratkan bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya. Semuanya di bawah pengawasan Allah serta mempunyai kewajiban untuk bertaqwa kepada-Nya (ittaqu robbakum).
Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Qur’an tersebut, bukan berarti harus sama antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal.Untuk menjaga kesimbangan alam (sunnatu tadafu’), harus ada sesuatu yang berbeda, yang masing-masing mempunyai fungsi dan tugas tersendiri. Tanpa itu, dunia, bahkan alam ini akan berhenti dan hancur.  Oleh karenanya, sebgai hikmah dari Allah untuk menciptakan dua pasang manusia yang berbeda, bukan hanya pada bentuk dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan tetapi juga pada emosional dan  komposisi kimia dalam tubuh.
Hal ini akibat membawa efek kepada perbedaan dalam tugas ,kewajiban dan hak. Dan hal ini sangatlah wajar dan sangat logis. Ini bukan sesuatu yang di dramatisir sehingga merendahkan wanita, sebagaimana anggapan kalangan feminis dan ilmuan Marxis. Tetapi merupakan bentuk sebuah keseimbangan hidup dan kehidupan, sebagiamana anggota tubuh manusia yang berbeda- beda tapi menuju kepada persatuan dan saling melengkapi. Oleh karenanya, suatu yang sangat kurang bijak, kalau ada beberapa kelompok yang ingin memperjuangkan kesetaraan antara dua jenis manusia ini dalam semua bidang.  Al Qur’an telah meletakkan batas yang jelas dan tegas di dalam masalah ini, salah satunya adalah ayat- ayat yang terdapatdi dalam surat al Nisa. Terutama yang menyinggung konsep pernikahan poligami, hak waris dan dalam menentukan tanggungjawab di dalam masyarakat dan keluarga.
C.     Pandangan Ulama Kontemporer Tentang Kepemimpinan Wanita
Ulama kontemporer ternama Yusuf Al-Qordhawi memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda terhadap kepemimpinan wanita dalam berpolitik. Beliau menjelaskankan bahwa penafsiran terhadap surat an-nisa ayat 34 bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita dalam lingkup keluarga atau rumah tangga. Jika ditinjau tafsir surat An-Nisa ayat 34 bahwa laki-laki adalah pemimpin wanita, bertindak sebagai orang dewasa terhadapnya, yang menguasainya, dan pendidiknya tatkala dia melakukan penyimpangan. “Karena Allah telah mengunggulkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Yakni, karena kaum laki-laki itu lebih unggul dan lebih baik daripada wanita. Oleh karena itu kenabian hanya diberikan kepada kaum laki-laki.
Laki-laki menjadi pemimpin wanita yang dimaksud ayat ini adalah kepemimpinan dirumah tangga, karena laki-laki telah menginfakkan hartanya, berupa mahar, belanja dan tugas yang dibebankan Allah kepadanya untuk mengurus mereka. Tafsir ibnu katsir ini menjelaskan bahwa wanita tidak dilarang dalam kepemimpinan politik, yang dilarang adalah kepemimpinan wanita dalam puncak tertinggi atau top leader tunggal yang mengambil keputusan tanpa bermusyawarah, dan juga wanita dilarang menjadi hakim. Hal inilah yang mendasari Qardhawi memperbolehkan wanita berpolitik.[4]
Qordhawi juga menambahkan bahwa wanita boleh berpolitik dikarenakan pria dan wanita dalam hal mu’amalah memiliki kedudukan yang sama hal ini dikarenakan keduanya sebagai manusia mukallaf yang diberi tanggung jawab penuh untuk beribadah, menegakkan agama, menjalankan kewajiban, dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Pria dan wanita memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih, sehingga tidak ada dalil yang kuat atas larangan wanita untuk berpolitik. Namun yang menjadi larangan bagi wanita adalah menjadi imam atau khilafah (pemimpin negara).
Quraish Shihab juga menambahkan bahwa dalam Al-Qur’an banyak menceritakan persamaan kedudukan wanita dan pria, yang membedakannya adalah ketaqwaanya kepada Allah. Tidak ada yang membedakan berdasarkan jenis kelamin, ras, warna kulit dan suku. Kedudukan wanita dan pria adalah sama dan diminta untuk saling bekerjasama untuk mengisi kekurangan satu dengan yang lainnya, sebagai mana di jelaskan dalam surat At-Taubah ayat 71 yang berbunyi:
Artinya: ”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Islam sebenarnya tidak menempatkan wanita berada didapur terus menerus, namun jika ini dilakukan maka ini adalah sesuatu yang baik, hal ini di nyatakan oleh imam Al-Ghazali bahwa pada dasarnya istri tidak berkewajiban melayani suami dalam hal memasak, mengurus rumah, menyapu, menjahid, dan sebagainya. Akan tetapi jika itu dilakukan oleh istri maka itu merupakan hal yang baik. Sebenarnya suamilah yang berkewajiban untuk memberinya/menyiapkan pakaian yang telah dijahid dengan sempurna, makanan yang telah dimasak secara sempurna. Artinya kedudukan wanita dan pria adalah saling mengisi satu dengan yang lain, tidak ada yang superior. Hanya saja laki-laki bertanggung jawab untuk mendidik istri menjadi lebih baik di hadapan Allah SWT.
Sebenarnya hanyalah permainan kaum feminis saja yang menyatakan bahwa laki-laki superior dibandingkan dengan wanita, agar mereka dapat melakukan hal-hal yang melampaui batas, dengan dalih bahwa wanita dapat hidup tanpa laki-laki, termasuk dalam hal seks, sehingga muncullah fenomena lesbian percintaan sesama jenis, banyaknya fenomena kawin cerai karena sang istri menjadi durhaka terhadap suami, padahal dalam rumah tangga pemimpin keluarga adalah laki-laki, sedangkan dalam hal berpolitik tidak ada larangan dalam Islam untuk berpolitik dan berkarier.
Taqiyuddin al-Nabhani menjelaskan ada tujuh syarat seorang kepala negara atau (Khalifah) dapat di bai’at yaitu muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu.Syarat muslim merupakan syarat mutlak untuk mengangkat pemimpin dalam sebuah negara yang mayaritas penduduk islam, dan dilarangkan mengangkat pimpinan dari kalangan kafir. Hal ini termaktub dalam surat An-Nisa ayat 144 yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?
Qardhawi dalam hal ini kembali mempertegas bahwa kepemimpinan kepala negara dimasa sekarang ini kekuasaannya tidak sama dengan seorang ratu atau khalifah di sama lalu yang identik dengan seorang imam dalam shalat. Sehingga kedudukan wanita dan pria dalam hal perpolitikan adalah sejajar karena sama-sama memiliki hak memilih dan hak dipilih. Dengan alasan bahwa wanita dewasa adalah manusia mukallaf (diberi tanggung jawab) secara utuh, yang dituntut untuk beribadah kepada Allah, menegakan agama, dan berdakwah.[5]
Menurut Abu Hanifah seorang perempuan dibolehkan menjadi hakim, tetapi tidak boleh menjadi hakim dalam perkara pidana. Sementara Imam Ath-Thabari dan aliran Dhahiriyah membolehkan seseorang perempuan menjadi hakim dalam semua perkara, sebagaimana mereka membolehkan kaum perempuan untuk menduduki semua jabatan selain puncak kepemimpinan negara.[6]
FOOTNOTE
[1] Julia Cleves Mosse, Gender & Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 3
[2] ibid
[3] Mansour Fakih, Analisi Gender & Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 8
[5] Leila Ahmed, Wanita & Gender Dalam Islam, (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2000), h. 87
[6] Zainuddin, Muhammad dan Maisaroh, Ismail. 2005. Posisi Wanita Dalam Sistem Politik Islam,http://mimbar.lppm.unisba.ac.id/index.php/mimbar/article/view/396/254 diakses 03/01/2014.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....7
ASPEK POLITIK DALAM KELEMBAGAAN ISLAM
A.    Politik.
aspek politik Islam berasal dari Al-Qur’an, Sunnah, Muslim sejarah dan kadang-kadang elemen gerakan politik di luar Islam.
konsep-konsep politik tradisional dalam Islam termasuk kepemimpinan dengan penerus Nabi yang dikenal sebagai khalifah, (Imamah untuk Syiah); pentingnya mengikuti hukum Islam atau Syariah; tugas penguasa untuk mencari Syura atau konsultasi dari rakyat mereka, dan pentingnya menegur tidak adil penguasa tetapi tidak mendorong pemberontakan melawan mereka. [1] Sebuah perubahan besar di dunia Islam adalah penghapusan khalifah Ottoman pada tahun 1924, yang beberapa percaya berarti mengakhiri negara Islam baik dalam “istilah simbolis dan praktek”[2.]
            Pada abad ke-19 dan 20 tema yang sama telah perlawanan terhadap imperialisme Barat, khususnya Kerajaan Inggris, dan kadang-kadang dirasakan bahwa kebijakan rasis diskriminasi terhadap beberapa Muslim. Kekalahan tentara Arab dalam Perang Enam Hari, runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya komunisme sebagai alternatif dengan runtuhnya Uni Soviet dan Perang Dingin telah meningkatkan daya tarik dan gerakan Islam fundamentalis Islam, khususnya di konteks ketidakpuasan populer dengan rezim yang berkuasa di dunia Muslim.
            Pengenalan Islam adalah agama yang telah ada selama lebih dari empat belas abad, (meskipun memegang ajaran Islam telah ada sejak awal waktu), di berbagai negara. Dengan demikian, gerakan-gerakan politik yang beragam dalam konteks yang berbeda banyak menggunakan bendera Islam untuk legitimasi bagi penyebabnya. Tidak mengherankan, banyak aspek politik Islam tunduk pada banyak perselisihan dan pertentangan antara interpretasi yang berbeda, terutama antara gerakan Islam konservatif dan liberal dalam Islam.
            Informasi lebih lanjut: Islamisme
Islam atau partai Islam yang ada di hampir setiap demokrasi dengan mayoritas Muslim. Istilah ini memiliki arti yang berbeda banyak yang artikel ini akan membahas, bersama dengan link ke tren politik lainnya.
The Islamofasisme istilah kontroversial juga telah diciptakan oleh beberapa non-Muslim untuk menggambarkan filsafat politik dan agama dari beberapa kelompok Islam militan. Kedua istilah benjolan bersama berbagai kelompok besar dengan sejarah dan konteks yang berbeda-beda. Artikel-artikel pada kelompok Islam militan, partai-partai Islam dan filsafat Islam modern menjelaskan beberapa pandangan yang sebenarnya mereka secara rinci.
            Muhammad, negara Madinah dan cita-cita politik Islam
Islam menyatakan bahwa asal-usul Islam sebagai gerakan politik harus ditemukan dalam kehidupan dan waktu nabi Islam, Muhammad dan penerusnya, (tergantung pada Islam).
Pada 622 CE, sebagai pengakuan atas klaim untuk kenabian, Muhammad diundang untuk memerintah kota Madinah. Pada saat itu suku-suku Arab lokal Aus dan Khazraj didominasi kota, dan berada dalam konflik konstan. Medinans melihat Muhammad orang luar tidak memihak yang bisa menyelesaikan konflik tersebut. Muhammad dan para pengikutnya sehingga pindah ke Madinah, di mana Muhammad menyusun Piagam Madinah. Dokumen ini dibuat Muhammad penguasa, dan mengenalinya sebagai Nabi Allah. Undang-undang Muhammad didirikan selama pemerintahannya, berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan melakukan Muhammad, dianggap oleh umat Islam untuk menjadi Syariah atau hukum Islam, gerakan Islam yang berusaha mereplikasi pada hari ini. Muhammad memperoleh berikut luas dan tentara, dan pemerintahannya diperluas pertama ke kota Mekah dan kemudian menyebar melalui Semenanjung Arab melalui kombinasi diplomasi dan penaklukan militer.
            Awal Kekhalifahan dan politik cita-cita
Lihat juga: etika kekhalifahan dan Islam
Setelah kematian Muhammad, komunitasnya yang diperlukan untuk menunjuk seorang pemimpin baru, sehingga menimbulkan judul khalifah, yang berarti “pengganti”. Dengan demikian, kerajaan Islam selanjutnya dikenal sebagai kekhalifahan. Bersamaan dengan pertumbuhan kerajaan Umayyah, perkembangan politik utama dalam Islam pada periode ini adalah perpecahan sektarian antara Muslim Sunni dan Syiah, ini memiliki akarnya dalam sengketa suksesi kekhalifahan. Muslim Sunni percaya khalifah itu pilihan, dan setiap anggota suku Nabi, Quraisy, mungkin menjadi satu. Syiah, di sisi lain, percaya khalifah harus keturunan dalam garis Nabi, dan dengan demikian semua khalifah, kecuali Ali, adalah perampas kekuasaan [3]. Namun, sekte Sunni muncul sebagai kemenangan di sebagian besar dunia Muslim, dan dengan demikian paling modern gerakan politik Islam (dengan pengecualian Iran) yang didirikan pada pemikiran Sunni.
sahabat Muhammad terdekat, empat “mendapat petunjuk” khalifah yang menggantikannya, terus memperluas negara untuk mencakup Yerusalem, Ctesiphon, dan Damaskus, dan mengirim tentara sejauh Sindh. [4]
kerajaan Islam membentang dari Al-Andalus ( Muslim Spanyol) ke Persia di bawah pemerintahan dinasti Umayyah. Tentara Arab menaklukkan mengambil sistem hukum Syariah dan pengadilan baru mereka ke kamp-kamp militer dan kota-kota, dan dibangun masjid untuk jam’at Jumat (doa masyarakat) serta Madrasah untuk mendidik pemuda Muslim lokal. Lembaga-lembaga ini menyebabkan perkembangan kelas ulama (ulama Islam klasik) yang dapat berfungsi sebagai qadi (hakim pengadilan Syariah), imam masjid dan guru madrasah. Sarjana klasik ini – yang tinggal dan memperoleh mata pencaharian mereka di kerajaan Islam ekspansionis – memberikan sanksi hukum dan agama untuk interpretasi militeristik jihad. Terminologi politik dari negara Islam adalah semua produk dari periode ini. Jadi, istilah hukum abad pertengahan seperti khalifah, syariah, fiqh, maddhab, jizyah, dan dzimmi semua tetap menjadi bagian dari kosa kata Islam modern.
Karena tradisi ilmiah dan hukum ulama itu mapan pada saat dinasti Abbasiyah, kemudian Timur Tengah kekaisaran dan kerajaan (termasuk Ayyubiyah, Seljuk, Fatimiyah, Mamluk dan Mongol) telah berdampak kecil terhadap cita-cita politik Islammodern.
            Salah satu konsep Islam tentang struktur hukum adalah syura, atau konsultasi, yang merupakan tugas dari penguasa yang disebutkan dalam dua ayat dalam Quran, 3:153, dan 42:36, dan kontras oleh umat Islam dengan aturan pribadi sewenang-wenang. Demikian disampaikan oleh tradisionalis Islam, komentator, dan penulis kontemporer namun tidak diperintahkan oleh hukum Islam hanya disarankan. [5]
Salah satu jenis penguasa bukan bagian dari Islam yang ideal adalah raja, yang diremehkan dalam Quran menyebutkan Firaun, “prototipe dari penguasa yang tidak adil dan tirani” (18:70, 79) dan di tempat lain. (28:34) [6]
Pemilihanataupenunjukan Al-Mawardi, seorang ahli hukum Islam dari sekolah Syafi’i, telah menulis bahwa khalifah harus Qurayshi.
Abu Bakar Al-Baqillani, seorang sarjana Islam Ashari dan pengacara Maliki, menulis bahwa pemimpin kaum muslimin hanya harus berasal dari mayoritas. Abu Hanifah an-Nu’man, pendiri mazhab Hanafi fiqh Sunni, juga menulis bahwa pemimpin harus berasal dari mayoritas. [7] sarjana Barat Islam, Fred Donner, [8] berpendapat bahwa praktek standar pada saat Arab itu kekhalifahan awal bagi orang-orang terkemuka dari kelompok kekerabatan, atau suku, untuk mengumpulkan setelah kematian seorang pemimpin dan memilih pemimpin dari antara mereka sendiri, meskipun tidak ada prosedur spesifik dalam shura, atau perakitan konsultatif. Para kandidat biasanya dari garis keturunan yang sama dengan almarhum pemimpin tapi mereka tidak harus anak-anaknya. Mampu orang-orang yang akan memimpin dengan baik itu lebih dipilih daripada pewaris langsung tidak efektif, karena tidak ada dasar dalam pandangan mayoritas Sunni bahwa kepala negara atau gubernur harus dipilih berdasarkan garis keturunan saja.
            Majlisasy-Syura Islam Sunni Tradisional pengacara setuju bahwa syura, longgar konsultasi diterjemahkan sebagai ‘rakyat’, adalah fungsi dari khalifah. Abu-Syura Majlis menyarankan sang khalifah. Pentingnya ini didasarkan oleh ayat-ayat berikut dari Quran:
“… Orang-orang yang menjawab panggilan Tuhannya dan mendirikan salat, dan yang menjalankan urusan mereka dengan Syura. [Dikasihi oleh Allah] “[42:38]
“… Berkonsultasi dengan mereka (masyarakat) dalam urusan mereka. Kemudian ketika Anda telah mengambil keputusan (dari mereka), menaruh kepercayaan kepada Allah“[3:159]
majlis ini juga merupakan sarana untuk memilih khalifah baru. Al-Mawardi telah menulis bahwa anggota majelis harus memenuhi tiga kondisi: mereka harus adil, mereka harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk membedakan seorang khalifah yang baik dari yang buruk, dan harus memiliki kebijaksanaan yang cukup dan pertimbangan untuk memilih khalifah terbaik. Al-Mawardi juga mengatakan dalam keadaan darurat bila tidak ada khalifah dan tidak ada majlis, rakyat sendiri harus menciptakan suatu majlis, pilih daftar calon khalifah, maka majelis harus memilih dari daftar calon [7]
Beberapa interpretasi modern. peran abu Majlis-Syura termasuk yang menurut penulis Islam Sayyid Quthb dan oleh Taqiyyuddin An Nabhani, pendiri gerakan politik transnasional yang ditujukan untuk kebangkitan kekhalifahan. Dalam analisis bab syura Quran, Quthb menyatakan Islam hanya memerlukan bahwa penguasa berkonsultasi dengan setidaknya beberapa elit (biasanya memerintah), dalam konteks umum hukum buatan Allah yang penguasa harus mengeksekusi. Taqiyyuddin An Nabhani, menulis bahwa Syura yang penting dan bagian dari struktur “hukum” dari khalifah Islam, “tapi bukan salah satu pilar,” dan dapat diabaikan tanpa aturan kekhalifahan itu menjadi tidak Islami. Non-Muslim dapat melayani dalam majelis, meskipun mereka tidak dapat memilih atau menjadi pejabat.
Penguasa, ulama dan negara Islam tradisional
Lihat juga: etika Ulama, Syariah, dan Islam
Seorang pakar berpendapat bahwa selama ratusan tahun sampai abad kedua puluh, negara-negara Islam mengikuti sistem pemerintahan berdasarkan koeksistensi sultan dan ulama mengikuti aturan hukum syariah. Sistem ini mirip sampai batas tertentu beberapa pemerintah Barat dalam memiliki sebuah konstitusi tidak tertulis (seperti Britania Raya), dan memiliki terpisah, countervailing cabang dari pemerintah (seperti Amerika Serikat) – yang disediakan Pemisahan kekuasaan dalam pemerintahan. Sementara Amerika Serikat (dan beberapa sistem lain goernment) memiliki tiga cabang pemerintahan – eksekutif, legislatif negara-negara Islam dan kehakiman – telah dua – sultan dan ulama. Sebuah simbol keberhasilan sistem ini adalah popularitas saat ini gerakan Islam yang berusaha untuk mengembalikan negara Islam. [9]
            Pemisahan antara agama dan negara
Artikel utama: Islam dan sekularisme
Beberapa Muslim berpendapat bahwa tidak seperti Kristen, Islam tidak agama terpisah dari negara, dan bahwa sebagai contoh Islam apolitis bukan Islam politik yang membutuhkan penjelasan dan itu adalah kebetulan sejarah dari masa kejayaan “sajamanfaat nasionalisme Arab sekuler antara tahun 1945 dan 1970.” [10]
Sebaliknya, Olivier Roy sarjana berpendapat bahwa “de facto pemisahan antara kekuasaan politik” dari sultan dan emir dan kekuasaan agama khalifah “diciptakan dan dilembagakan … sedini akhir abad pertama Hijriyah itu,” apa yang telah sudah kurang di dunia Muslim adalah “pemikiran politik tentang otonomi ruang ini.” Tidak ada hukum positif yang dikembangkan di luar syariah. Sultan fungsi agama adalah untuk membela masyarakat Islam melawan musuh-musuhnya, lembaga syariah, pastikan barang publik (mashlahah). Negara adalah alat untuk memungkinkan umat Islam untuk hidup sebagai muslim yang baik dan Muslim adalah untuk mematuhi sultan jika ia melakukannya. Legitimasi penguasa adalah “yang disimbolkan dengan hak untuk koin uang dan memiliki doa Jumat (Jumu’ah khutbah) kata dalam nama-Nya.”[11]
TradisiSyi’ah Dalam Islam Syiah kerjasama politik tiga sikap terhadap penguasa didominasi – dengan penguasa, aktivisme politik yang menantang penguasa, dan sikap acuh tak acuh dari poiltics – dengan “tulisan-tulisan ulama Syi’ah selama berabad-abad” menunjukkan “elemen ketiga sikap” [. 12])
Quran Menurut sarjana Moojan Momen, “Salah satu laporan kunci dalam Quran sekitar yang banyak penafsiran” pada isu apa ajaran Islam mengatakan tentang siapa yang bertanggung jawab didasarkan pada ayat
O `beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan orang-orang yang telah diberi wewenang [uulaa al-] amr di antara kamu `(Al-Quran 04:59).
            Untuk Sunni, uulaa al-amr adalah penguasa (khalifah dan raja), tetapi untuk Syi’ah ungkapan ini merujuk pada imam “[. 13]
Menurut sarjana Bernard Lewis, ini ayat Alquran telah
diuraikan dalam beberapa ucapan-ucapan Muhammad. Tapi ada juga perkataan yang memberi batas ketat pada tugas ketaatan. Dua wacana yang dinisbahkan pada Nabi dan universal diterima sebagai otentik adalah indikasi. Satu mengatakan, “tidak ada ketaatan dalam dosa”, dalam kata lain, jika perintah penguasa sesuatu yang bertentangan dengan hukum ilahi, bukan hanya tidak ada kewajiban ketaatan, tetapi ada tugas ketidaktaatan. Ini lebih dari hak revolusi yang muncul dalam pemikiran politik Barat. Ini adalah tugas revolusi, atau paling tidak pembangkangan dan perlawanan terhadap otoritas. Pengumuman lain, “tidak mematuhi makhluk terhadap pencipta nya,” lagi jelas membatasi kewenangan penguasa, apapun bentuk penguasa yangmungkin.[14]
            Namun, Ibnu Taimiyah – seorang sarjana penting dari mazhab Hanbali – berkata dalam Tafsir untuk ayat ini “tidak ada ketaatan dalam dosa”, bahwa orang harus mengabaikan perintah penguasa jika akan melanggar hukum Tuhan dan tidak harus menggunakan ini sebagai alasan untuk revolusi karena akan mantra darah Muslim.
Akuntabilitas Islam Sunni pengacara berkomentar pada saat itu diperbolehkan untuk tidak mematuhi, mendakwa atau menghapus penguasa di kekhalifahan. Hal ini biasanya ketika penguasa tidak memenuhi tanggung jawab publik wajib atas mereka di bawah Islam. Al-Mawardi mengatakan bahwa jika para penguasa Islam memenuhi tanggung jawab kepada masyarakat, rakyat harus mematuhi hukum mereka, tetapi jika mereka menjadi baik tidak adil atau sangat tidak efektif maka khalifah atau penguasa harus dipecat melalui Majlis abu-Syura. Demikian pula Al-Baghdadi percaya bahwa jika para penguasa tidak menegakkan keadilan, umat melalui majelis harus memberi peringatan kepada mereka, dan jika diabaikan maka Khalifah dapat impeachment. Al-Juwaini berpendapat bahwa Islam adalah tujuan ummah, sehingga setiap penguasa yang menyimpang dari tujuan ini harus dipecat. Al-Ghazali percaya bahwa penindasan oleh khalifah sudah cukup untuk impeachment. Daripada hanya mengandalkan impeachment, pemberontakan Ibnu Hajar Al-Asqalani diwajibkan atas orang-orang jika khalifah mulai bertindak dengan tidak mempedulikan hukum Islam. Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa untuk mengabaikan situasi seperti ini adalah haram, dan mereka yang tidak dapat pemberontakan di dalam khalifah harus memulai perjuangan dari luar. Al-Asqalani menggunakan dua ayahs dari Alquran untukmembenarkanini: “… Dan mereka (orang-orang berdosa pada qiyamah) akan berkata, ‘Tuhan kami! Kami telah menaati pemimpin-pemimpin kami dan pemimpin kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar. Ya Tuhan kami! Beri mereka (para pemimpin) ganda hukuman yang Anda berikan kami dan mengutuk mereka dengan kutukan yang sangat besar’…”[ 33:67-68]
            pengacara Islam berkomentar bahwa ketika para penguasa menolak untuk turun melalui impeachment berhasil melalui Majlis, menjadi diktator melalui dukungan tentara yang korup, jika mayoritas setuju mereka memiliki pilihan untuk memulai sebuah revolusi terhadap mereka. Banyak dicatat bahwa pilihan ini hanya dilakukan setelah anjak dalam potensi biaya hidup. [7]
Aturan hukum Hadits berikut menetapkan prinsip penegakan hukum dalam kaitannya dengan nepotisme dan [akuntabilitas 15]
Dikisahkan ‘Aisha: Orang-orang Quraisy khawatir tentang wanita dari Bani Makhzum yang telah melakukan pencurian. Mereka bertanya, “Siapa yang akan berdoa untuknya dengan Rasul Allah?” Beberapa berkata, “Tidak ada berani melakukannya kecuali Usamah bin Zaid yang tercinta ke Rasul Allah.” Ketika Usamah berbicara tentang bahwa Rasul Allah Rasul Allah berkata: “Apakah Anda mencoba untuk mengantara bagi seseorang dalam kasus berhubungan dengan Hukuman Ditetapkan Allah?” Lalu ia berdiri dan menyampaikan khotbah berkata, “Apa yang menghancurkan bangsa sebelumnya Anda, adalah bahwa jika mulia di antara mereka mencuri, mereka akan memaafkannya, dan jika orang miskin di antara mereka mencuri, mereka akan hukuman Hukum Allah kepadanya. Demi Allah, jika Fatima, putri Muhammad (putri saya) mencuri, aku akan memotong tangannya. ”
            pengacara Islam Berbagai Bagaimanapun kondisi beberapa tempat, dan ketentuan misalnya masyarakat miskin tidak dapat dihukum karena mencuri keluar dari kemiskinan, sebelum mengeksekusi seperti hukum, sehingga sangat sulit untuk mencapai seperti panggung. Hal ini dikenal selama waktu kekeringan di masa kekhalifahan Khulafaur Rasyidin, hukuman modal ditangguhkan hingga dampak kekeringanberlalu.
            ahli hukum Islam kemudian merumuskan konsep aturan hukum, yang tunduk sama dari semua kelas untuk hukum tanah biasa, di mana tidak ada orang di atas hukum dan mana pejabat dan warga negara biasa berada di bawah kewajiban untuk mematuhi hukum yang sama. Seorang Qadhi (hakim Islam) juga tidak diperbolehkan untuk diskriminasi atas dasar agama, ras, warna kulit, kekerabatan atau prasangka. Ada juga beberapa kasus di mana Khalifah harus muncul sebelum hakim saat mereka siap untuk mengambil putusan mereka. [16]
            Menurut Nuh Feldman, seorang profesor hukum di Universitas Harvard, para sarjana hukum dan ahli hukum yang pernah menjunjung tinggi aturan hukum digantikan oleh hukum yang diatur oleh negara karena kodifikasi Syariah oleh Kekaisaran Ottoman di abad ke-19 awal: [ 17]
Bagaimana para ulama kehilangan statusnya sebagai penjaga hukum adalah kisah yang kompleks, tetapi dapat disimpulkan dalam pepatah bahwa reformasi parsial terkadang lebih buruk daripada tidak sama sekali. Pada awal abad ke-19, kerajaan Utsmani menanggapi kemunduran militer dengan gerakan reformasi internal. Reformasi yang paling penting adalah usaha untuk mengkodifikasi Syariah. Proses Westernizing, asing dengan tradisi hukum Islam, berusaha untuk mengubah Syariah dari tubuh doktrin-doktrin dan prinsip-prinsip yang harus ditemukan oleh manusia upaya para ulama ke dalam satu set aturan yang dapat mendongak dalam sebuah buku.
            Setelah hukum ada dalam bentuk terkodifikasi, namun hukum itu sendiri dapat menggantikan para ulama sebagai sumber otoritas. Kodifikasi mengambil dari para ulama klaim mereka semua-penting untuk memiliki mengatakan akhir atas isi hukum dan ditransfer bahwa kekuasaan negara.
Reaksi terhadap kolonialisme Eropa
Pada abad ke-19 perambahan Eropa di dunia Islam datang dengan mundurnya Kekaisaran Ottoman, kedatangan Perancis di Aljazair (1830), hilangnya Kekaisaran Moghul di India (1857), serangan Rusia ke Kaukasus (1857 ) dan Asia Tengah.
Reaksi muslim pertama perambahan Eropa dari “petani dan” agama, bukan asal perkotaan. pemimpin Karismatik “”, umumnya anggota ulama atau pemimpin ordo religius, meluncurkan panggilan untuk jihad dan membentuk koalisi suku. Syariah bertentangan dengan hukum umum lokal dikenakan untuk menyatukan suku-suku. Contohnya termasuk Abdul Qadir di Aljazair, Mahdi di Sudan, Shamil di Kaukasus, yang Senussi di Libya dan di Chad, Mullah-i Lang di Afghanistan, Akhund Swat di India, dan kemudian, Abd al-Karim di Maroko .
Semua gerakan akhirnya gagal “meskipun kemenangan spektakuler seperti penghancuran tentara Inggris di Afghanistan pada tahun 1842 dan pengambilan Kharoum pada 1885.” [18]
Reaksi Muslim kedua untuk perambahan Eropa kemudian pada abad dan awal abad 20 tidak kekerasan perlawanan tetapi penerapan beberapa cara Barat politik, sosial, budaya dan teknologi. Anggota elite perkotaan, khususnya di Mesir, Iran, dan Turki menganjurkan dan mempraktekkan “Westernisasi”.
Kegagalan dari upaya westernisasi politik, menurut beberapa orang, adalah dicontohkan oleh reorganisasi Tanzhimat para penguasa Utsmani. Syariah dikodifikasikan ke dalam undang-undang (yang disebut Mecelle) dan legislatif terpilih didirikan untuk membuat hukum. Langkah-langkah mengambil peran Ulama tentang “menemukan” hukum dan kelas sarjana sebelumnya kuat melemah dan layu ke pejabat agama, sedangkan legislatif dihentikan kurang dari setahun setelah pelantikan dan tidak pernah pulih untuk menggantikan Ulama sebagai cabang “terpisah “pemerintah menyediakan Pemisahan kekuasaan. [19]
B.     Paradigma” dari eksekutif sebagai kekuatan dicentang syariah baik oleh para ulama atau wewenang populer sebuah badan legislatif terpilih menjadi paradigma dominan di sebagian besar dunia Muslim Sunni di kedua puluh abad. ” [20]
Modern politik ideal negara Islam
Selain legitimasi yang diberikan oleh pendapat ulama abad pertengahan, nostalgia untuk hari-hari kerajaan Islam berhasil kemudian direbus di bawah kolonialisme Barat. nostalgia ini memainkan peran utama dalam politik Islam yang ideal negara Islam, sebuah negara di mana hukum Islam yang unggul. [21] program politik Islam umumnya akan dicapai dengan kembali membentuk pemerintah yang ada negara-negara Muslim, tetapi sarana untuk melakukan hal ini bervariasi di seluruh gerakan dan keadaan. Banyak gerakan Islam, seperti Jamaat-e-Islami di Bangladesh, telah menemukan bahwa mereka dapat menggunakan proses demokrasi untuk keuntungan mereka, dan fokus pada suara dan koalisi dengan partai politik lainnya. gerakan yang lebih radikal lain seperti Jama’atul Mujahideen Bangladesh memeluk ideologi Islam militan.
            Dalam menghadapi kemiskinan yang luar biasa, korupsi dan kekecewaan dengan politik konvensional, cita-cita politik dari negara Islam telah dikritik oleh banyak menyertai gerakan liberal dalam Islam dan misalnya oleh Ziauddin Sardar, sebagai utopis dan tidak menawarkan solusi nyata.
Abadke-20 Setelah Perang Dunia I dan pembubaran Kekaisaran Ottoman, dan pembubaran berikutnya kekhalifahan oleh Mustafa Kemal Atatürk (pendiri Turki), banyak umat Islam merasa bahwa kekuatan politik agama mereka mundur. Ada juga kekhawatiran bahwa ide-ide dan pengaruh Barat yang tersebar di seluruh masyarakat Muslim. Hal ini menyebabkan kemarahan besar pengaruh kekuatan Eropa. Partai Baath diciptakan di Syria dan di Irak sebagai gerakan untuk melawan dan harry Inggris.
            Selama tahun 1960-an, ideologi dominan dalam dunia Arab adalah pan-Arabisme yang perlombaan agama dan menekankan penciptaan sosialis, negara sekuler berdasarkan nasionalisme Arab daripada Islam. Namun, pemerintah didasarkan pada nasionalisme Arab telah menemukan diri mereka menghadapi stagnasi ekonomi dan kekacauan. Semakin, perbatasan negara-negara ini terlihat sebagai ciptaan kolonial buatan – yang mereka, karena benar-benar telah digambarkan dalam suatu peta dengan kekuatan kolonial Eropa.
Sekarang dari Kairo ke Teheran, orang banyak yang pada 1950-an menunjukkan di bawah bendera merah atau nasional sekarang berbaris di bawah bendera hijau. Sasaran adalah sama: bank asing, klub malam, pemerintah daerah dituduh puas terhadap Barat. kontinuitas ini jelas tidak hanya dalam target namun juga para peserta: individu-individu yang sama yang diikuti Nasser atau Marx pada tahun 1960 adalah Islamishariini.[22]
            GerakanKontemporer Beberapa aliran politik umum dalam Islam termasuk
1.      tradisionalisme, yang menerima tafsiran tradisional pada Quran dan Sunnah dan “mengambil sebagai imitasi prinsip dasar (taqlid), yaitu, penolakan untuk berinovasi”, dan mengikuti salah satu dari empat sekolah hukum atau Madh’hab (Shaf’i, Maliki , Hanafi, Hanbali) dan, mungkin termasuk Sufisme. Salah satu contoh tradisionalisme sufi adalah sekolah Barelvi di Pakistan. [23]
2.      fundamentalisme Reformis, yang “mengkritik tradisi, komentar-komentar, praktik keagamaan populer (maraboutisme, pemujaan terhadap orang-orang kudus)”, penyimpangan, dan takhayul; itu bertujuan untuk kembali ke teks pendiri. reformisme ini umumnya dikembangkan sebagai tanggapan terhadap ancaman dari luar (pengaruh Hindu tentang Islam, misalnya. contoh abad ke-18 adalah Syah Waliyullah di India dan Muhammad bin Abd al-Wahhab (yang mendirikan Wahhabisme) di Semenanjung Arab. [ 24] Sebuah contoh modern dapat Salafisme (Salafiyya).
3.      Islamisme atau Islam politik, baik berikut dan berangkat dari fundamentalisme reformis, merangkul kembali ke syariah, tetapi terminologi Barat mengadopsi seperti revolusi dan ideologi dan mengambil sikap yang lebih liberal terhadap hak-hak perempuan. [25] Kontemporer contoh termasuk Jamaat-e -Islami, Ikhwanul Muslimin dan Revolusi Islam Iran.
4.      gerakan liberal dalam Islam secara umum mendefinisikan diri mereka bertentangan dengan gerakan-gerakan politik Islam, tetapi sering memeluk banyak unsur-unsuranti-imperialis. Sunni dan Syiah perbedaan
Menurut sarjana Vali Nasr, kecenderungan politik Sunni dan Syiah kebangkitan Islam berbeda, dengan fundamentalisme Sunni “di Pakistan dan banyak dunia Arab” menjadi “jauh dari” politik revolusioner, sedangkan Syiah fundamentalisme sangat dipengaruhi oleh Ruhollah Khomeini dan berbicara tentang penindasan orang miskin dan kelas perang.
5.      Sunni fundamentalisme “berakar pada dorongan agama yang konservatif dan bazaar, pencampuran kepentingan pedagang dengan nilai-nilai agama.” … versi Khomeini fundamentalisme terlibat orang miskin dan berbicaratentangperangkelas. Ini cleeavage antara fundamentalisme sebagai revivalisme dan fundamentalisme sebagai revolusi itu dalam dan untuk sementara panjang bertepatan erat dengan membagi sektarian antara Sunni – tradisional di dunia Muslim `kaya`, terkait dengan religiusitas konservatif – dan Syiah – yang lama luar, `lebih ditarik untuk bermimpi radikal dan licik “[. 26]
Graham Fuller juga mencatat bahwa dia menemukan “tidak ada organisasi Islam mainstream (dengan pengecualian Syiah [] Iran) dengan pandangan sosial radikal atau pendekatan revolusioner terhadap tatanan sosial terpisah dari pengenaan keadilanhukum.”[27]
6.      Modernperdebatan, Setelah oposisi umum untuk kolonialisme, korupsi dan rasisme didirikan sebagai fokus, perdebatan tentang Islam politik menjadi umumnya terfokus pada beberapa pertanyaan inti melalui 1970:
• Status perempuan dan integrasi prioritas feminisme ke kutipan [fiqh baru diperlukan]
• Islam ekonomi dan peran utang dalam penindasan dan stagnasi negara-negara Muslim
• Zionisme dan respon terhadap pembentukan negara Yahudi Israel dan pertanyaan kutipan kenegaraan [diperlukan]
• Self pemerintahan di negara-negara Muslim atau di negara-negara dengan minoritas muslim yang signifikan
• Kontrol dari pendapatan minyak di Timur Tengah kutipan [sunting] Bangsa Amerika kerjasama sangat penting dalam pandangan ini – seperti kerjasama dengan kekuatan-kekuatan sekuler dan sekutunya. Agenda gerakan sekuler dan Islamis selama periode ini semua tapi dibedakan. Namun, beberapa gerakan pedesaan menemukan kemajuan yang dibuat di sini untuk menjadi simbolis dan tidak memuaskan. Pada tahun 1979 situasi politik berubah secara drastis, dengan Mesir berdamai dengan Israel, Revolusi Iran, dan invasi Soviet di Afghanistan – ketiga kejadian memiliki efek yang luas tentang bagaimana Islam dianggap sebagai sebuah fenomena politik.
Untuk memahami ini, mempertimbangkan berbagai sikap Muslim dengan keyakinan kuat dalam Islam sebagai solusi universal untuk masalah politik, turun ke peristiwa tahun 1980-an dan 1990-an:
      Persepsipenganiayaan Beberapa Muslim menyalahkan tempat untuk semua kesalahan dalam masyarakat Muslim masuknya “asing” gagasan termasuk utang berbasis kapitalisme, komunisme, dan bahkan feminisme, kembali ke prinsip-prinsip Islam dipandang sebagai obat alami. Namun ini ditafsirkan dengan sangat banyak cara: sosialisme dan Marxisme sebagai pedoman untuk beradaptasi dengan dunia Islam modern di penurunan oleh 1980-an sebagai Uni Soviet menginvasi Afghanistan dan polarisasi sikap terhadap komunisme dan varian sosialisme sekuler lainnya. Kapitalisme sering didiskreditkan oleh korupsi biasa.
Satu tema yang terus-menerus bahwa kedua pendukung dan penentang Islam sebagai catatan gerakan politik adalah bahwa umat Islam secara aktif dianiaya oleh orang asing Barat dan lainnya. Pandangan ini tentu saja tidak dibedakan dari kritik imperialisme termasuk imperialisme minyak, karena banyak negara-negara Muslim yang duduk di cadangan minyak yang relatif besar. Kolonialisme sering diidentifikasi sebagai kekuatan yang “melawan Islam ‘, dan tampaknya rapi Imperium Britania mencakup pengalaman serta orang-orang zaman modern – dominasi Ottoman panjang menjadi lebih atau kurang dilupakan.
      ReaktifIslam Ini terutama melalui langkah-langkah reaktif bahwa gerakan yang diberi label Islam datang terlihat ke Barat, di mana ia dicap sebagai gerakan yang berbeda dari Islam, pan-Arabisme dan ketahanan terhadap kolonisasi. Legitimasi semacam ini sangat banyak perbedaan diragukan. Olivier Roy berpendapat bahwa motif utama dari semua kegiatan ini adalah perlawanan terhadap kolonialisme dan pengendalian Dunia Islam oleh pihak luar. Dalam pandangan ini, gerakan yang disebut Islam adalah sepenuhnya reaktif dan ringan, hanya alasan yang mudah digunakan untuk membenarkan apa yang ada di fakta resistensi semacam budaya dan ekonomi
Namun, ada banyak kesamaan terbuka. Orang-orang militan yang mengikuti versi syariah berdasarkan fiqh klasik (“yurisprudensi”) sebagaimana yang ditafsirkan oleh ulama setempat (“ahli hukum”), adalah yang paling menonjol dari beberapa tren bersaing dalam filsafat Islam modern di tahun 1970-an dan 1980-an. Itu saat ini bahwa mereka menjadi terlihat – dan kekhawatiran – ke Barat, ketika mereka menantang diktator modernis bahwa Barat telah umum menaruh kepercayaan masuk Lihat Islam militan untuk tinjauan rinci beberapa gerakan modern yang sering diberi label Islam oleh lawan-lawan mereka. Artikel ini hanya tentang definisi reaktif dari Barat, yang mengarah ke label. Tren yang menyebabkan ini diringkas oleh Ziauddin Sardar. Perang Dingin eksploitasi
Tapi pertukaran lintas budaya seperti, aktivisme sopan dan pandangan moderat sangat sering ditindas oleh penyandang dana dari strain lebih militan yang berusaha untuk mengeksploitasi mereka terhadap Uni Soviet.
Amerika Serikat, misalnya, pada tahun 1980 yang disediakan universitas-menulis buku untuk mujahidin Afganistan yang mendorong sikap militan dan bahkan diajarkan aritmatika menggunakan contoh-contoh yang melibatkan granat tangandan“matikafir” Ada juga tekanan terhadap sosialisme sekuler di Dunia Islam, dan khususnya di Irak, Suriah dan Iran, sampai Revolusi Iran 1979 terbukti dengan baik bisa menjadi kontra-produktif dan mengarah pada suatu pukulan balik yang menempatkan rezim-rezim di tempat yang akan memusuhi itu, Barat sekuler,dunia.
      Perandalamterorisme Beberapa pasukan militan Islam telah terlibat dalam terorisme dan telah menjadi sasaran dalam serangkaian inisiatif militer dibenarkan oleh retorika AS “War on Terorisme”, yang telah diadopsi oleh Rusia, Israel dan negara-negara lain. Hal ini telah menyebabkan umat Islam dan para penentang inisiatif ini (dalam gerakan perdamaian) mengkarakterisasi kadang-kadang sebagai Perang sebenarnya tentang Islam.
Sebagai bagian dari perang ini, mereka mengklaim, setiap penafsiran harfiah politik Islam, dari fiqh klasik untuk Marxis untuk pandangan moderat seperti Dr Shakir, semua yang diklasifikasikan sebagai bagian dari satu “musuh” gerakan? Mutasi digambarkan sebagai ‘Islam’
Artikel                   utama: Islamisme
Apa kelompok-kelompok ini memiliki kesamaan cenderung oposisi ke Amerika Serikat dan Israel. Mereka sangat bervariasi dalam hal bentuk Hukum Islam yang merekainginkan.Globalisasi Seiring dengan banyak fenomena budaya lainnya, pemikiran politik Islam telah mengalami globalisasi sendiri sebagai penganut berbagai jenis telah datang bersama-sama. Bahkan sedemikian ketat, kelompok rahasia Al-Qaida, ada muslim yang beriman dari berbagai latar belakang secara drastis datang bersama-sama, beberapa di antaranya menerima taktik dan prioritas kelompok, dan beberapa tidak. Sementara fanatik kekerasan digunakan oleh para pemimpin sinis membuat serangan sangat terlihat pada kepentingan Barat dan bahkan di ‘tanah air, ini diperkirakan oleh banyak orang untuk tidak lebih dari reaksi untuk abad ke-20 yang penuh upaya sinis oleh Jerman, Inggris, dan Kekaisaran Amerika menyebarkan Islam idealis sebagai taktik belaka.
Ketika Rusia bergabung dengan Dewan Konferensi Islam di tahun 2003, menekankan bahwa memiliki sejarah panjang yang berhasil ko-eksistensi dengan umat Islam, dan penduduk yang terintegrasi besar Muslim (beberapa di antaranya dalam arti Islam).
7.      Presiden Vladimir Putin, meskipun konfrontasi panjang dan berdarah dengan pemberontak di Chechnya, ditawarkan untuk bertindak sebagai jembatan atau broker netral dalam hubungan antara Muslim dan NATO, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Ini adalah retorika sangat berbeda, yang lebih pragmatis mungkin mencerminkan kenyataan bahwa republik bekas-Soviet Uzbekistan, Kazakhstan, Turkmenistan, Azerbaijan memiliki gerakan-gerakan politik Islam besar – serupa dengan yang di Turki dan Pakistan, relatif modern dalam nada dan bersedia berpartisipasi dalam Perang Terorisme AS pada tingkat tertentu, meskipun tidak sebagaikombatanlangsung.
      Beberapa analis percaya bahwa Perang Dingin lama telah battlelines digambar ulang, dengan Rusia memilih sekutu baru – orang-orang dengan catatan kesuksesan di AS memaksa penarikan dari wilayah strategis (Beirut, Somalia dan – tergantung pada interpretasi – Afghanistan dan Irak) dengan populasi Muslim. Dalam pandangan ini, aliansi Marxis lama melawan kolonialisme adalah retorika dominan Lain menerima janji Rusia sebagai tulus, dan percaya bahwa gerakan Islam dari semua garis akhirnya akan datang ke akomodasi dengan kekuatan-kekuatan sekuler dalam negeri, dan Islam sebagai anti-korupsi global, anti-kolonialisme, dan gerakan anti-rasisme, kurang terfokus pada Zionisme dan Palestina. George W. Bush misalnya telah mencatat kebutuhan riil pengembangan ekonomi di negara-negara Muslim, untuk memutuskan siklus kemiskinan yang cenderung untuk memberi makan ke dalam gerakan ekstremis. Di Afghanistan, Pakistan, Turki dan Irak, pemerintahan Bush telah bekerja sama dengan kekuatan nominal Islam dan partai politik yang berkuasa dalam pemerintahan. Ia menyangkal bahwa itu sangat terlibat dalam Perang tentang Islam. Namun, jajak pendapat negara-negara Muslim menunjukkan penolakan ini tidak dipercaya. Setiap akomodasi tidak akan cepat datang.
Internasionalisme
Politik Islam dalam arti ketat non-evangelis tidak dapat digambarkan sebagai Islam. Dalam arti ketat politik, lahir dari perjuangan melawan kolonialisme dan perang melawan teror, gerakan perlawanan Islam dapat dipandang analog dengan gerakan perlawanan lainnya, seperti Amerika Latin perjuangan terhadap US “imperialisme”. Dalam hal ini Islam politik jatuh dalam lingkup internasionalisme, yang memiliki banyak cabang lain – Maois, Marxis dan tentu saja Amerika Latin. Perjuangan Amerika Latin telah dilaporkan misalnya dalam majalah New Internasionalis dan juga perjuangan di dunia Islam telah dilaporkan dalam majalah Internasionalis Islam.
References
^ Abu Hamid al-Ghazali quoted in Mortimer, Edward, Faith and Power: The Politics of Islam,Vintage Books, 1982, p.37
^ Feldman, Noah, Fall and Rise of the Islamic State, Princeton University Press, 2008, p.2
^ Lewis, Bernard, The Middle East : a Brief History of the last 2000 Years, Touchstone, (1995), p.139
^ Lewis, The Middle East, (1995), p.143
^ Lewis, The Middle East, (1995), p.141
^ The Early Islamic Conquests(1981)
^ Feldman, Noah, Fall and Rise of the Islamic State, Princeton University Press, 2008, p.6
^ Understanding Islamism[dead link] Middle East/North Africa Report N°37 2 March 2005
^ Roy, Olivier, The Failure of Political Islam by Olivier Roy, translated by Carol Volk, Harvard University Press, 1994, p.14-15
^ Momen, Moojan, Introduction to Shi’i Islam, Yale University Press, 1985 p.194
^ Momen, Moojan, Introduction to Shi’i Islam, Yale University Press, 1985 p.192
^ Sahih Bukhari, Volume 4, Book 56, Number 681
^ (Weeramantry 1997, pp. 132 & 135)
^ Roy, Olivier, The Failure of Political Islam by Olivier Roy, translated by Carol Volk, Harvard University Press, 1994, p.32
^ Feldman, Noah, Fall and Rise of the Islamic State, Princeton University Press, 2008, p.71-76
^ Feldman, Noah, Fall and Rise of the Islamic State, Princeton University Press, 2008, p.79
^ Roy, The Failure of Political Islam, (1994), p.4
^ Roy, Failure of Political Islam, (1994) p.30-31
^ Roy, Failure of Political Islam, (1994) p.31
^ Roy, Failure of Political Islam. (1994) p.35-7
^ Shia Revival : How conflicts within Islam will shape the futureby Vali Nasr, Norton, 2006, p.148-9
^ Fuller, Graham E., The Future of Political Islam, Palgrave MacMillan, (2003), p.26
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok......8
EPISTIMOLOGI ISLAM
A.    Epistimologi islam.
Epistemologi adalah cabang dari ilmu filsafat yang secara khusus membahas teori ilmu pengetahuan, yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Epistemologi berasal dari bahasa yunani yaitu   episteme, yang berarti pengetahuan[[1]] dan logos (kata/pembicaraaan atau ilmu). Adapun pengertian Islam itu sendiri secara bahasa (etimologi), berasal dari bahasa Arab, dari kata salima yang berarti selamat sentosa,  Secara istilah (terminologi), Islam berarti ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul atau lebih tegas lagi Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW. jadi epistemologi islam adalah pengetahuan islam berdasarkan pemikiran, akal manusia.
Epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentang seluas jangkauan metafisika, selain itu ia merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari [[2]].      
Epistemologi itu disebut teori pengetahuan (theory of  knowledge)  , di mana dalam bahasa Arab disebut Nazhriyah al-Ma’rifah. Robert Audi dalam The Cambridge Dictionary of Philosophy menyatakan epistemologi sebagai studi tentang pengetahuan dan kebenaran , paling tidak secara khusus mempelajari tentang tiga bagian penting:
1.       penegasan ciri-ciri pengetahuan
2.       kondisi  sumber-sumber pengetahuan yang sesungguhnya.
3.       batasan-batasan pengetahuan dan kebenaran.
Apa yang dapat kita ketahui ?dan bagaimana kita dapat mengetahui itu ? adalah pertanyaan-pertanyaan filosofis dan  bentuk-bentuk pengetahuan  menjadi topik utama epistemologi, secara bersamaan dihubungkan kepada gagasan kesadaran lain seperti kepercayaan (belief), pemahaman (understanding), akal Budi (reason), keputusan (judgement), perasaan (sensation), penglihatan atau tanggapan daya memahami/menanggapi sesuatu (perception), intuisi/gerak hati (intuition), dugaan (guessing) dan pengetahuan/pelajaran (learning).
Epistemologi membahas tentang hakikat pengetahuan dan dalam hal ini terbagi kepada dua aliran  yakni, realisme dan idealisme. Namun ada beberapa penjelasan tentang hakikat pengetahuan ini sendiri   Realisme menyatakan hakikat pengetahuan adalah apa yang ada dalam gambar. Pengetahuan menurut teori ini sesuai dengan kenyataan. Sedangkan idealisme menganggap pengetahuan itu adalah gambar menurut pendapat atau  penglihatan.
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif
e. Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.
B.     Epistemologi Bayani.
1.      Pengertian bayani,
Secara etimologi, Bayan berarti penjelasan (eksplanasi). Al-Jabiri berdasarkan beberapa makna yang diberikan kamus lisan al Arab mengartikan sebagai al fashl wa infishal (memisahkan dan terpisah) dalam kaitannya dengan metodologi dan al dhuhur wa al idhar (jelas dan penjelasan) berkaitan dengan visi dari metode bayani.[[3]]
Sementara itu, secara terminology bayan mempunyai dua arti (1) sebagai aturan penafsiran wacana, (2) sebagai syarat-syarat memproduksi wacana. Berbeda dengan makna etimologi yang telah ada sejak awal peradaban Islam, makna etimologis ini baru lahir belakangan, yakni pada masa kodifikasi (tadwin). Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya memahiami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran. Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks.
1.      Sumber bayani.
Meski menggunakan metode rasional filsafat seperti digagas Syathibi, epistemologi  bayani tetap berpijak pada teks (nash). Dalam ushûl al-fiqh, yang dimaksud nash sebagai sumber pengetahuan bayani adalah al-Qur`an dan As-Sunnah ..
                 Metode Qiyas, Untuk memperoleh pengetahuan, epistemologi bayani menempuh dua jalan, diantaranya adalah :
          1) Berpegang pada redaksi (lafazh) teks dengan menggunakan kaidah bahasa Arab:
2)Menggunakanmetode qiyas (analogi) dan inilah prinsip utama epistemologi bayani.
a.       Pendukung Keilmuan Bayani,
Corak epistemologi bayani didukung oleh pola pikir kaum teolog/ahli kalam, ahli fiqih dan ahli bahasa.Pola pikir tekstual bayani lebih dominan secara politis dan membentuk corak pemikiran keislaman yang hegemonik.
b.      Validitas Keilmuan Bayani.
Validitas keilmuan bayani tergantung pada kedekatan dan keserupaan teks atau nash dan realitas. Otoritas teks dan otoritas salaf yang dibakukan dalam kaidah-kaidah metodologi ushul fiqih klasik lebih diunggulkan daripada sumber otoritas keilmuan yang lain seperti ilmu-ilmu kealaman (kauniyah), akal (aqliyah), dan intuisi (wijdaniyah). Dominasi pola pikir tekstual ijtihadiyah menjadikan sistem epistemologi keagamaan Islam kurang begitu peduli terhada isu-isu keagamaan yang bersifat kontekstual-bahtsiyyah.Pola pikir bayani lebih mendahulukanqiyas (qiyas al-illah untuk fiqih, dan qiyas dalalah untuk kalam. Di samping itu, nalar epistemologi bayani selalu mencurigai akal pikiran, karena dianggap akan menjauhi kebenaran tekstual.
C.     Epistemologi burhani.
1.      Pengertian.
Dalam bahasa Arab, al-burhan berarti argument (al-hujjah)yang jelas (al-bayyinah; clear) dandistinc (al-fashl), yang dalam bahasa inggris adalahdemonstration, yang mempunyai akar bahasa Latin: demonstration (berarti member isyarat, sifat, keterangan, dan penjelasan)
Dalam perspektif logika (al-mantiq), burhani adalah aktivitas berpikir untuk menetapkan kebenaran suatu premis melalui metode penyimpulan (al-istintaj),dengan menghubungkan premis tersebut dengan premis yang lain yang oleh nalar dibenarkan atau telah terbukti kebenarannya (badlihiyyah). Sedang dalam pengertian umum, burhani adalah aktivitas nalar yang menetapkan kebenaran suatu premis.
Jika dibandingkan dengan kedua epistemology yang lain;bayani dan irfani, dimana bayani menjadikan teks (nash), ijma’, dan ijtihad sebagai otoritas dasar dan bertujuan untuk membangun konsepsi tentang alam untuk memperkuat akidah agama, yang dalam hal ini Islam. Sedang irfanimenjadikan al-kasyf sebagai satu-satunya jalan di dalam memperoleh pengetahuan dan sekaligus bertujuan mencapaimaqam bersatu dengan Tuhan. Maka burhani  lebih bersandar pada kekuatan natural manusia berupa indra, pengalaman, dan akal di dalam mencapai pengetahuan.
Dalam memandang proses keilmuan, kaum Burhaniyun bertolak dari cara  filsafat di mana hakikat sebenarnya adalah  universal. Hal ini akan menempatkan ‘makna” dari realitas pada posisi otoritatif, sedangkan ”bahasa” yang bersifat particular hanya sebagai penegasan atau ekspresinya. Hal  ini nampak sejalan dengan penjelasan al-Farabi bahwa “makna/’ datang lebih dahulu dari pada “kata”, sebab makna datang dari sebuah pengkopsesian intelektual yang berada dalam tataran pemikiran atau rasio yang diaktualisasikan dalam kata-kata. Al-Farabi memberikan pengandaian bahwa seandainya konsepsi intelektual itu letaknya dalam kata-kata itu sendiri maka yang lahir selanjutnya bukanlah makna-makna dan pemikiran-pemikiran baru tetapi kata-kata yang baru.    
Jadi setiap ilmu burhaniberpola dari nalar burhani dan nalar burhan bermula dari proses abstraksi yang bersifat akali terhadap realitas sehingga muncul makna, sedang makna sendiri butuh aktualisasi sebagai upaya untuk bisa dipahami dan dimengerti, sehingga di sinilah ditempatkan kata-kata; dengan redaksi lain, kata-kata adalah sebagai alat komunikasi dan sarana berpikir di samping sebagai sibol pernyataan makna.
Mengikuti Aristoteles, Al-Jabiri dalam hal ini menegaskan bahwa setiap yang burhani pasti silogisme, tetapi belum tentu yang silogisme itu burhani.
b.      Silogisme yang burhani (silogisme demonstrative atau qiyah burhani)
selalu bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, bukan untuk tujuan tertentu seperti yang dilakukan oleh kaum sufistaiyah (sophis).Silogisme (al-qiyas) dapat disebut sebagai burhani, jika memenuhi tiga syarat: 
1.       mengetahui sebab yang Secara structural, proses yang dimaksud di atas terdiri dari tiga hal, pertamaproses eksperimentasi yakni pengamatan terhadap realitas;
2.       proses abstraksi, yakni terjadinya gambaran atas realitas tersebut dalam pikiran; 
3.       ekspresi yaitu mengungkapkan realitas dalam kata-kata.
Aplikasi dari bentukan silogisme ini haruslah melewati tiga tahapan yaitu tahap pengertian (ma’qulat), tahap pernyataan (ibarat) dan tahap penalaran (tahlilat). Dalam perspektif tiga teori kebenaran, maka kebenaran yang dihasilkan oleh pola piker burhanitampak ada kedekatannya dengan teori kebenaran koherensi atau konsistensi. Dalam burhanimenuntut penalaran yang sistematis, logis, saling berhubungan dan konsisten antara premis-premisnya, juga secara benar koheren dengan pengalaman yang ada, begitu pula tesis kebenaran konsistensi atau koherensi.

STRUKTUR FUNDAMENTAL
EPISTEMOLOGI BURHANI
1.        Origin (sumber)
 Nash/ Teks/ Wahyu (Otoritas Teks) Al-Akhbar, al-Ijma’ (Otoritas Salaf) Al-’Ilm al-Tauqifi
2.        Methode (proses dan prosedur)
 Ijtihadiyyah Istinbathiyyah/ Istintajiyyah/ Istidlaliyyah/ qiyasQiyas (Qiyas al-ghahib ‘ala al-syahid)
3.        Approach
 Lughawiyyah (bahasa), Dalalah Lughawiyyah
5.        Fungsi dan Peran Akal
 Akal sebagai pengekang / pengatur hawa nafsu (lihat Lisan al-‘Arab Ibn Man-dzur), Justifikasi-Repeetitif-Taqlidi (pengukuh kebenaran/ otoritas teks), Al-‘Aql al-Diniy
6.        Type of Argument
 Dialektik (Jadaliyyah); al-‘Uqul al Mtanafisah
Defensif – Apologetik – Polemik – Dogmatik Pengaruh pola Logika Stonic (bukan logika Aristoteles)
7.        Tolok Ukur Validitas Keilmuan
 Keserupaan/ kedekatan antara teks (nash) dengan realitas
8.        Prinsip-Prinsip Dasar
 Infishal (discontinue) = Atomistik
Tajwiz (keserbabolehan) = tidak ada hokum kausalitas, Muqarabah (kedekatan, keserupaan), Analogi deduktif; Qiyas
9.        Kelompok Ilmu-ilmu Pendukung
 Kalam (Teologi), Fiqih (Jurisprudensi)/ Fuqaha; Ushuliyyun, Nahwu (Grammar); Balaghah

Menurut sejarah munculnya metode pemikiran burhani. dasar logika yang paling berpengaruh di dalamnya adalah logika Aristoteles. Istilah logika ini sebenarnya muncul belakangan dan tidak pernah disebut oleh Aristoteles.
Aristoteles sendiri memperkenalkan metode berpikirnya ini sebagai metode berpikir analitik. Logika Aristoteles sering disebut sebagai logika tradisionalis, logika formal, atau logika deduktif. Salah satu ajaran penting dalam logika Aristoteles adalah silogisme.
Dengan landasan logika Aristoteles, beberapa metode yang dipakai dalam epistemologi burhani adalah metode deduksi(istintaj, qiyasjami), induksi(istiqrd), konsep universalisme (al-kulli). universalitas-universalitas induktif, prinsip kausalitas dan historitas. serta tujuan syariah (al-maqashid).
Perbedaan mendasar antara penalaran dengan epistemologi bayani dan burhani adalah inferensi pada bayani didasarkan atas lafal, sedangkan pada epistemologi burhani didasarkan pada makna.
Dalam perkembangan selanjutnya, metode burhani yang dianggap lebih unggul dibanding dua epistemologi yang lain ternyata mengandung kekurangan, bahwa ia tidak bisa sampai seluruh realitas wujud. Ada sesuatu yang tidak bisa dicapai oleh penalaran rasional, meski rasio telah mengklaim sesuai dengan prinsip-prinsip segala sesuatu,bahkan silogisme rasional sendiri pada saat tertentu tidak bisa mejelaskan atau mendefinisikan sesuatu yang diketahuinya.
D.    Epistimologi Islam
Secara etimologis, kata Irfani berasal dari bahsa arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata ‘arafa yang berarti tahu/mengetahui. Seakar pula dengan kata Ma’ruf (Keba-jikan) dan Ma’rifat (pengetahuan).[[4]]
Irfan dari kata dasar bahasa Arab semakna dengan makrifat, berarti pengetahuan. Tetapi ia berbeda dengan ilmu (`ilm). Irfan atau makrifat berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh secara langsung lewat pengalaman (experience), sedang ilmu menunjuk pada pengetahuan yang diperoleh lewat transformasi (naql) atau rasionalitas (aql).Karena itu, irfan bisa diartikan sebagai pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakekat oleh Tuhan kepada hamba-Nya setelah adanya olah ruhani yang dilakukan atas dasar cinta. Kebalikan dari epistemologi bayani, sasaran bidik irfani adalah aspek esoterik syareat, apa yang ada dibalik teks. Sedangkan secara epistemologis, irfani merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan cara pengolahan batin/ruhani, yang kemudian diung-kapkan secara logis
2.      Sumber Asal Irfani.
Para ahli berbeda pendapat tentang asal sumber irfan.
a.       kelompok yang menganggap bahwa irfan Islam berasal dari sumber Persia dan Majusi, seperti yang disampaikan Dozy dan Thoulk. Alasannya, sejumlah besar orang-orang Majusi di Iran utara tetap memeluk agama mereka setelah penaklukan Islam dan banyak tokoh sufi yang berasal dari daerah Khurasan. Di samping itu, sebagian pendiri aliran-aliran sufi berasal dari keturunan orang Majusi, seperti Ma`ruf al-Kharki dan Bayazid Busthami.
b)      kelompok yang beranggapan bahwa irfan berasal dari sumber-sumber Kristen, seperti dikatakan Von Kramer, Ignaz Goldziher, Nicholson, Asin Palacios dan O'lery. Alasannya, (1) adanya interaksi antara orang-orang Arab dan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman Islam; (2) adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para Sufi, dalam soal ajaran, tata cara melatih jiwa (riyâdlah) dan mengasingkan diri (khalwât), dengan kehidupan Yesus dan ajarannya, juga dengan para rahib dalam soal pakaian dan cara bersembahyang.
c)      kelompok yang beranggapan bahwa irfan ditimba dari India, seperti pendapat Horten dan Hartman. Alasannya, kemunculan dan penyebaran irfan (tasawuf) pertama kali adalah di Khurasan, kebanyakan dari para sufi angkatan pertama bukan dari kalangan Arab, seperti Ibrahim ibn Adham , Syaqiq al-Balkh dan Yahya ibn Muadz. Pada masa sebelum Islam, Turkistan adalah pusat agama dan kebudayaan Timur serta Barat.Mereka memberi warna mistisisme lama ketika memeluk Islam.Konsep dan metode tasauf seperti keluasan hati dan pemakaian tasbih adalah praktek-praktek dari India.
d)     kelompok yang menganggap irfan berasal dari sumber-sumber Yunani, khususnya Neo-Platonisme dan Hermes, seperti disampaikan O'leary dan Nicholson.Alasannya, ‘Theologi Aristoteles' yang merupakan paduan antara sistem Porphiry dan Proclus telah dikenal baik dalam filsafat Islam.Kenyataannya, Dzun al-Nun al-Misri (796-861 M), seorang tokoh sufisme dikenal sebagai filosof dan pengikut sains Hellenistik.Jabiri agaknya termasuk kelompok ini. Menurutnya, irfan diadopsi dari ajaran Hermes, sedang pengambilan dari teks-teks al-Qur`an lebih dikarenakan tendensi politik. Sebagai contoh, istilah maqâmat yang secara lafzi dan maknawi diambil dari al-Qur`an (QS.Al-Fusilat 164), identik dengan konsep Hermes tentang mi`raj, yakni kenaikan jiwa manusia setelah berpisah dengan raga untuk menyatu dengan Tuhan. Memang ada kata maqâmat dalam al-Qur`an tetapi dimaksudkan sebagai ungkapan tentang pelaksanaan hak-hak Tuhan dengan segenap usaha dan niat yang benar, bukan dalam arti tingkatan atau tahapan seperti dalam istilah al-Hujwiri.
E.     Konsep epistimologi irfani.
            Pengetahuan irfani tidak didasarkan atas teks seperti halnya bayani, tidak juga didasarkan pada rasio seperti halnya burhani, tetapi pada kasyf, yakni tersingkapnya rahasia-rahasia realitas oleh Tuhan. pengetahuan irfani setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan.
1.      Persiapan.
Untuk bisa menerima limpahan pengetahuan (kasyf), seseorang harus menempuh jenjang-jenjang kehidupan spiritual. Setidaknya ada tujuh tahapan yang harus dijalani, mulai dari bawah menuju puncak; Taubat, Wara` (menjauhkan diri dari segala sesuatu yang subhat),Zuhud (tidak tamak dan tidak mengutamakan kehidupan dunia), Faqir (mengosongkan seluruh pikiran, tidak menghendaki apapun kecuali Tuhan SWT), Sabar, Tawakkal, Ridla (hilangnya rasa ketidaksenangan dalam hati sehingga yang tersisa hanya gembira dan suka cita).
2.      Penerimaan.
Jika telah mencapai tingkat tertentu dalam sufisme, seseorang akan mendapatkan limpahan pengetahuan langsung dari Tuhan secara illuminatif (pencerahan). Pada tahap ini seseorang akan mendapatkan realitas kesadaran diri yang demikian mutlak (kasyf), sehingga dengan kesadaran itu ia mampu melihat realitas dirinya sendiri (musyâhadah) sebagai objek yang diketahui. Pengetahuan semacam ini di dunia islam sering disebut dengan ilham, disebut ilham.
3.      Pengungkapan.
Yakni pengalaman mistik diinterpretasikan dan diungkapkan kepada orang lain, lewat ucapan atau tulisan. Namun, karena pengetahuan irfani bukan masuk tatanan konsepsi dan representasi tetapi terkait dengan kesatuan simpleks kehadiran Tuhan dalam diri dan kehadiran diri dalam Tuhan, sehingga tidak bisa dikomunikasikan, maka tidak semua pengalaman ini bisa diungkapkan.
Epistemologi Irfani merupakan sebuah cabang ilmu filsafat Islam yang kemudian membentuk disiplin ilmu secara otonom. Irfani (bentuk infinitif dari kata ‘arafa yang berarti tahu/mengetahui) ini erat kaitannya dengan konsep tasawuf: ma'rifat. Karena itu, pengetahuan irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks tetapi dengan olah ruhani, yang setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan; Persiapan, Penerimaan (ilham), dan Pengungkapan. Ungkapan-ungkapan yang dihasilkan oleh pemikiran secara irfani sering kali menjadi tidak beraturan dan di luar kesadaran, karena keluar saat seseorang mengalami suatu pengalaman intuitif yang sangat mendalam yang disebut gnosis, sehingga sering tidak sesuai dengan kaidah teologis maupun epistemologis tertentu, sehingga karena itu cenderung  pula ia sering dihujat dan dinilai menyimpang. Pendekatan irfani secara epistemologis, menjadikan pengalaman ruhani bisa dijelaskan secara rasional dan masuk akal.

Tiga epistemologi Islam ini mempunyai ‘basis’ dan karakter yang berbeda.Pengetahuan bayani didasarkan atas teks suci, irfani pada intuisi sedang burhani pada rasio.Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan
Perbandingan Epistemologi Bayani. Irfani. dan Burhani

Bayani
Irfani
Burhani
Sumber
Teks Keagamaan/ Nash
Ilham/ Intuisi
Rasio
Metode
Istinbat/ Istidlal
Kasyf
Talilili (analitik). Diskursus
Pendekatan
Linguistik
Psikho-Gnostik
Loaika
■i-
Tema Sentral
Ashl-Furu* Kata – Makna
Zahir - Batin Wilayah – Nubuwah
Essensi - Aksistensi Bahasa – Loaika
Validitas
Kebenaran
Korespondensi
Intersubjektif
Koherensi Konsistensi
Pendukung
Kaum Teolos.
ahli Fiqli.
ahli Bahasa
Kaum Sufi
Para Filosof

FOOTNOTE
[1]  M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas?, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 243
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 4-6.

[3] Muhammad Abid al-Jabiri, Post Tradisionalism Islam, Terj. Ahmad Baso, (Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm. 60
[4] Noorsyam, filsafat Pendidikan dasar dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Usaha Nasional, Surabaya : 1984), hal 34
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....9
ISLAM SEBAGAI PRODUK BUDAYA
A.    PENGERTIAN BUDAYA.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa: “ budaya “ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.[1]
Menurut S. Takdir Alisyahbana,[2]kebudayaan mempunyai beberapa pengertian yaitu:
 1.   Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.    Kebudayaan adalah warisan sosial atau tradisi.
3.    Kebudayaan adalah cara, aturan, dan jalan hidup manusia.
4.    Kebudayaan adalah penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-cara menyelesaikan persoalan.
5.    Kebudayaan adalah hasil perbuatan atau kecerdasan manusia.
6.   Kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia.
Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa budaya adalah suatu akal pikiran manusia yang menjadikan suatu hukum adat istiadat tertentu yang harus di patuhi.
Sedangkan kebudayaan adalah segala sesuatu yang menjadikan manusia bisa bergaul dengan masyarakat dengan aturan atau cara yang bisa diterima oleh masyarakat tertentu.
Ternyata kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri atas berbagai unsur besar dan unsur kecil yang merupakan satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Unsur-unsur kebudayaan dalam pandangan Malinowski adalah sebagai berikut:[3]
1.         Sistem norma yang memungkinkan terjadinya kerjasama antara para anggota masyarakat dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2.         Organisasi ekonomi.
3.         Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan yang paling utama).
4.          Organisasi kekuatan.
Dengan demikian kebudayaan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Berbagai kekuatan yang dihadapi manusia seperti kekuatan alam dan kekuatan lainnya tidak selalu baik baginya. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau alat kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat. Teknologi ini paling sedikit meliputi tujuh unsur, seperti : alat-alat produksi, senjata, wadah, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan, alat transformasi.
B.     ISLAM SEBAGAI BUDAYA.
Islam yang dihubungkan dengan kebudayaan berarti cara hidup atau way of life yang juga sangat luas cakupannya. Tentu disini Islam juga dilihat sebagai realitas sosial. Yakni Islam yang telah menyejarah meruang dan mewaktu, Islam yang dipandang sebagai fenomena sosial:bisa dilihat dan dicermati. Dengan demikian yang dimaksudkan kebudayaan Islam adalah cara pandang komunitas Muslim yang telah berjalan, terlembaga dan tersosialisasi dari kurun waktu ke waktu, satu generasi ke generasi yang lain dalam berbagai aspek kehidupan yang cukup luas tapi tetap menampilkan satu bentuk budaya, tradisi, seni, yang khas Islam. Biasanya ruang lingkup studi budaya tidak bisa lepas dari beberapa faktor yang mencangkup manusia, pengaruh lingkungan, perkembangan masyarakat, serta lintas budaya atau cross-culture.
Keunikan budaya dan peradapan Islam terletak pada kokohnya landasan budaya dan peradapan ini berdiri dan bersandar. Paling tidak ada lima poin utama yang membedakan budaya islam dengan budaya lain.
1.    Pertama adalah konsep tauhid atau oneness of god. Di mana saja kapan saja Islam selalu menampilkan ajakan satu Tuhan. Semua yang ada di atas bumi tunduk pada hanya satu Tuhan. Dengan unity of god atau tauhid, posisi individu dan kelompoknya terangkat dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Kemerdekaan, kebebasan yang tauhidi adalah citra budaya masyarakat ini. Penjajahan, imperialisme, penindasan, atau kewenang-wenangan.penguasa atas penderitaan rakyat tidak ada tempat.
2.    Kedua adalah universalitas pesan dan misi peradaban ini. Qur’an menekankan persaudaraan manusia dengan tetap memberi ruang pada perbedaan ras, keluarga, negara, dan sebagainya. Al-Qur’an memberi ajaran yang jelas bahwa persatuan umat manusia adalah satu keharusan dengan tetap bersandar pada kebenaran, kebaikan, serta taqwa pada Allah.
3.    Ketiga adalah prinsiap moral yang selalu ditegakkan dalam budaya ini. Selain ajaran Al-Qur’an, sunnah yang penuh dengan nuansa-nuansa moral, peradaban dan kebudayaan Islam juga tidak pernah sepi dari ajaran ini. Ajaran moral wali songo misalnya nama bisa dibaca dalam buku the Admonition of She Bari, atau pesan-pesan seh Bari yang oleh para sejarawan diduga ditulis oleh sunan bonang. Ajaran moral walisongo juga disajikan melalui media wayang yang  memasyarakat dijawa.
4.   Keempat adalah budaya toleransi yang cukup tinggi. Bisa dikatakan bahwa dimana sebuah negara penduduknya mayoritas muslim, seperti Madinah zaman Nabi misalnya, pastilah non muslim terjamin hidup aman, damai, berdampingan bersam-sama. Sementara jika minoritas muslim tinggal disebuah negara dengan penduduk mayoritas non muslim seperi yang terjadi di India, agaknya keadaan akan lain.
5.    Kelima adalah prinsip keutamaan belajar memperoleh ilmu. Budaya ngaji membaca dan mengkaji kandungan Al-Qur’an, mempelajar hadits adalah budaya Islam yang telah lama eksis sejak kurun pertama sampai kini. Al-Qur’an dan sunah itu sendiri menekankan mulianya pendidikan dan pencari ilmu. Budaya baca, iqra’, dengan demikian telah terbukti membawa peradaban islam pada puncak peradaban dunia dalam waktu yang sangat lama. Budaya yang mengesankan ini sering disebut sebagai budaya pendidikan seumur hidup, atau ” life long educatin” yang terukir dalam sejarah sekaligus dalam sabda Nabi : “ Carilah ilmu dari sejak bayi sampai keliang lahat “.
C.     FUNGSI BUDAYA.
Didalam kebudayaan terdapat pola – pola perilaku yang merupakan cara – cara manusia untuk bertindak sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat, artinya kebudayaan merupakan suatu garis pokok tentang perilaku yang menetapkan peraturan – peraturan mengenai bagaimana masyarakat harus bertindak, bagaimana masyarakat melakukkan hubungan dengan orang lain atau bersosialisasi, apa yang harus dilakukan, apa yang dilarang dan sebagainya.
Hasil karya manusia akan melahirkan suatu kebudayaan atau teknologi yang nantinya akan berguna untuk melindungi ataupun membantu masyarakat untuk mengolah alam yang bisa bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri.
1.      Batas : Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan, Batas perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya
2.      Identitas : Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
3.      Komitmen  : Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
4.      Stabilitas  : Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah  perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan.
5.      Pembentuk sikap dan prilaku  : Budaya bertindak sebagai mekanisme, alasan yang masuk akal (sense-making) serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku
D.    AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA.
Salah satu jalur penyebaran Islam di Indonesia adalah melalui perangkat budaya. Ajaran Islam yang ditanamkan melalui perangkat budaya ini, mau tak mau, menyisakan warisan agama lama dan kepercayaan yang ada, yang tumbuh subur di masyarakat pada waktu itu, untuk dilestarikan kemudian dibersihkan dari anasir syirik. Pembersihan anasir syirik ini merupakan satu upaya untuk meneguhkan konsep monoteisme (tauhid) dalam ajaran Islam.
Contoh akulturasi islam dan budaya di Indonesia :
1.      Budaya wayang. Wayang adalah bagian dari ritual agama politeisme, namun kemudian diubah menjadi sarana dakwah dan pengenalan ajaran monoteisme. Ini suatu kreativitas yang luar biasa, sehingga masyarakat diislamkan melalui jalur ini. Mereka merasa aman dengan Islam, karena hadir tanpa mengancam tradisi, budaya, dan posisi mereka.
2.      Tahlilan dan ziarah kubur. Hal ini merupakan penghormatan terhadap leluhur sebagaimana yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa.
3.      Pelaksanaan zakat fitrah. Salah satu mazhab yang berkembang di Indonesia adalah mazhab yang saat mengambil konklusi fikihnya disesuaikan dengan konteks lokal. Salah satu contohnya, perihal pelaksanaan perintah zakat fitrah. Secara tekstual, zakat fitrah haruslah diberikan dalam bentuk gandum-sesuai dengan bahan makanan pokok di Arab Saudi. Namun ulama kita berijtihad untuk mengganti gandum dengan beras dalam pelaksanaan zakat fitrah, karena disesuaikan dengan bahan makanan pokok di Indonesia.
4.      Pesantren. Pesantren adalah suatu wadah yang menciptakan sub kultur islami yang unik dan merupakam satu kesatuan universal.[4]
5.      Menara Kudus. Menara Kudus merupakan akulturasi unik persentuhan dua kebudayaan. Jika Ricklefs ahli sejarah islam Jawa menyimpulkan bahwa kehadiran islam di Jawa sangat di warnai dengan proses harmonis dan tidak mengusik elemen elemen Hindu Budha.[5]
Bisa dikatakan bahwa proses pengislaman budaya Nusantara oleh para ulama terdahulu dibarengi dengan proses penusantaraan nilai-nilai Islam, sehingga keduanya melebur menjadi identitas baru yang kemudian kita kenal sebagai Islam Nusantara.
Dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa, Wali Songo memiliki peran yang cukup besar dalam proses akulturasi Islam dengan budaya Jawa. Mereka menghasilkan karya-karya kebudayaan sebagai media penyebaran Islam. Untuk memperkenalkan unsur-unsur budaya baru hasil akulturasi Islam dengan budaya Jawa itu, para wali melakukan pengenalan nilai-nilai baru secara persuasif. Dan, terkait dengan persoalan-persoalan yang sensitif, seperti bidang kepercayaan, para wali membiarkan Perangkat budaya adalah bentuk investasi masa depan bagi umat Islam Indonesia dalam menghadapi dinamika keberagamaan yang penuh warna. Perangkat budaya ini merupakan sumber etik moral dan pijakan kultural bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
FOOTNOTE
[1] KBBI hlm. 149
[2] Atang Abd.Hakim, Jaih Mubarok,Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999) hlm. 28
[3] Ibid, hlm. 31
[4] Abdurahman Mas’ud, Metedologi Pengajaran Agama, (Semarang: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.243.
[5] Ibid., hlm. 245
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
 Kelompok....10
PENDEKATAN DALAM STUDY ISLAM
A.    PENDEKATAN FILOSOFIS.
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[1] Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti ”adanya” sesuatu.[2]
Jika melihat definisi yang diberikan oleh dua orang yang mula-mula mencintai kebijakan, Plato dan Aristoteles, kita dapat mulai melihat bagaimana kemungkinan-kemungkinan itu dapat dimengerti. Plato mendeskripsikan filsuf sebagai orang yang siap merasakan setiap bentuk pengetahuan, senang belajar dan tidak pernah puas. Aristoteles juga memberikan suatu defenisi filsafat sebagai ”pengetahuan mengenai kebenaran” .
Sedangkan Sextus Empiricius menyatakan bahwa filsafat adalah suatu aktivitas yang melindungi kehidupan yang bahagia melalui diskusi dan argumen. Maka unsur kunci yang menyusun ”cinta pada kebijakan’ adalah kemauan menjaga pikiran tetap terbuka, kesediaaan membaca secara luas, dan mempertimbangkan seluruh wilayah pemikiran dan memiliki perhatian pada kebenaran. Semua itu bagian dari suatu aktivitas atau proses dimana dialog, diskusi, dan mengemukakan ide dan argumen merupakan intinya. Dengan kata lain, “cinta pada kebijakan” ini adalah suatu komitmen, suatu kemauan mengikuti sesuatu atau alur pemikiran atau suatu ide sampai pada kesimpulan-kesimpulannya, namun setiap langkah proses itu selalu terbuka untuk ditentang selalu terbuka untuk dibuktikan salah. Kesimpulan-kesimpulan yang dicapai bersifat sementara dan tentatif.
Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. Dengan demikian dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya adalah upaya atau usaha untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriah.
Sebagai contoh, kita jumpai berbagai merek pulpen dengan kualitas dan harganya yang berbeda, namun inti semua pulpen itu adalah sebagai alat tulis. Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah semua nama dan jenis pulpen. Louis O. Kattsof mengatakan, bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematik dan universal. Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas di mana akal tidak sanggup lagi. Radikal artinya sampai ke akar-akarnya hingga tidak ada lagi yang tersisa. Sistematik maksudnya adalah dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu, dan universal maksudnya tidak dibatasi hanya pada suatu kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk seluruhnya.
Sedangkan filsafat setelah memasuki ranah “agama” terjadi sedikit pergeseran makna dari yang disebutkan di atas. Misalnya, dalam kajian agama kristen Dalferd menyatakan bahwa tugas filsafat adalah melihat persoalan-persoalan yang melingkupi pengalaman manusia, faktor-faktor yang menyebabkan pengalaman manusia menjadi pengalaman religius, dan membahas bahasa yang digunakan umat beragama dalam membicarakan keyakinan mereka. Baginya, rasionalitas kerja reflektif agama dalam proses keimanan yang menuntut pemahaman itulah yang meniscayakan adanya hubungan antara agama dan filsafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...