Selasa, 24 April 2018

Belajar & Pembelajaran Bagian III (tiga)


a.       Usia 0,0-8 minggu: kehidupan bayi sangat dikuasai oleh emosi (impulsif). Emosi anak sangat bertalian dengan perasaan indrawi (fisik).
b.      Usia 8 minggu-1 tahun: pada fase ini, perasaan anak mengalami diferensiasi (penguraian), yaitu dari perasaan senang dan tidak senang jasmaniah menjadi perasaan-perasaan: senang, jengkel, terkejut, dan takut.
c.       Usia 1,0 tahun-3,0 tahun gejala-gejala perkembangan emosi, sebagai berikut:
1.      Emosinya sudah mulai terarah pada sesuatu.
2.      Sejajar dengan perkembangan bahasa yang sudah dimulai sejak usia 2 tahun maka anak sudah dapat menyatakan perasaannya dengan menggunakan bahasa.
3.      Sifat-sifat perasaan anak pada fase ini: 
a.       Labil, artinya mudah kembali berubah.
b.      Mudah “tersulut” (dipengaruhi) tetapi tidak bertahan lama dan sifatnya dangkal.
4.      Perkembangan Bahasa
Ada 3 bentuk prabahasa yang normal muncul dalam pola perkembangan bahasa, yakni menangis, mengoceh, dan isyarat.
Menangis adalah lebih penting karena merupakan dasar bagi perkembangan bahasa yang sebenarnya. Isyarat dipakai bayi sebagai pengganti bahasa. Karena bahasa dipelajari melalui proses meniru maka bayi perlu memperoleh model atau contoh yang baik supaya dapat meniru kata-kata yang baik.
5.      Perkembangan Bermain
Pada masa ini bayi bersifat bebas dan spontan yang ditandai dengan tidak adanya aturan dan lebih bersifat bermain sendiri dari padadengan orang lain. pada masa anak mencapai usia 3 bulan, penguasaan tangannya telah sedemikian berkembang sehingga memungkinkan dia dapat bermain dengan boneka, atau mainan lainnya. Pada usia ini anak juga merasakan kegembiraan dengan membalikkan badan dari satu sisi ke sisi lainnya, menendang-nendang, dan memperhatikan gerkan-gerakan tangannya. Pada usia tahun kedua, permainannya sudah mulai teratur dan boneka dipakai untuk berbagai macam kegiatan permainan. Ciri khas pada usia ini ialah permainannya banak melibatkan kegiatan berjalan, melemparkan dan memungut kembali, dan memasukkan atau mengeluarkan benda-benda dari tempatnya.
6.      Perkembangan Pengertian
Seorang bayi memperoleh pengertian tentang apa yang diamatinya melalui kematangan dan belajar. Pada awal tahun pertama, tinkah laku bayi menunjukkan bahwa ia menafsirkan hal-hal yang baru berdasarkan yang lama. Pada usia 2 tahun, ia telah mampu membuat kesimpulan sedarhana yang berdasarkan pengalaman-pengalaman serupa yang dilihat ada hubungannya. Pengertian pertamabagi bayi tentang objek diperoleh melalui penjelasan sensorinya (pengindraannya): melihat, meraba, mencium, dan mengecap.
7.      Perkembangan Kepripadian
Pada masa ini masih berkembang sikap egosentris (aku dipusat). Ia hanya mementingkan dirinya sendiri dan menghiraukan kepentingan orang lan. Ia adalah raja (ratu) kecil yang hanya memerintah dunia sekitarnya. Sikap egosentrisini mempengaruhi sikap sosialnya, seperti (a) semua orang harus melayani dirinya, (b) semua orang harus tunduk pada kehendaknya, dan (c) segala sesuatu yang dikehendakinya harus ada dan harus dipenuhinya.
8.      Perkembangan-Moral
      Pada masa ini, anak cendurung suka mengalami perbuatan yang menyenangkan, dan tidak mengulangi perbuatan yang menyakitkan (tidak menyenangkan). Dengan melihat kecendrunga perilaku anak tersebut maka untuk menanamkan konsep moral pada anak, sebaiknya dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a.       Berilah pujian, ganjaran atau sesuatu yang menyenangkan apabila dia melaku -kan perbuatan yang baik. Ini akan menjadi faktor penguat (reinforcement) bagi anak untuk mengulangi perbuatan yang baik.
b.      Berilah hukuman, atau sesuatu yang mendatangkan perasaan tidak senang, apabila dia melakukan perbuatan yang tidak baik. Hukuman tersebut akan menjadi reinforcement bagi anak, untuk tidak mengulangi perbutan tersebut.
9.      Perkembangan Kesadaran Beragama
Menurut Arnold Gessel, anak pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan. Dalam hal ini orang tualah sebagai lingkungan pertama bagi anak yang seogiyanya melakukan hal hal-hal yang membantu perkembangan beragamanya, sebagaimana berikut:
a. Mengenalkan konsep-konsep atau nilai-nilai beragama kepada anak melalui bahasa.
b. Memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang.
c. Memberikan contoh dalam mengamalkan ajaran agama secara baik.
A.    Fase Prasekolah ( Usia Taman Kanak-kanak )
Anak usia pasekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar usia 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet training), dan mengenal beberapa yang dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya).
1.      Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun kekuatannya. Proporsi tubuhny berubah secara dramatis, seperti pada usia 3 tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm, dan beratnya sekitar 10-13 kg; sedangkan pada usia 5 tahun, tingginya sudah mencapai sekitar 100-110 cm. Pertumbuhan tulang-tulangnya semangkin besar dan kuat namun pertumbuhan tengkoraknya tidak secepat usia sebelum-nya. Pertumbuhan otaknya pada usia lima tahun sudah mencapai 75% dari ukuran orang dewasa, dan 90% pada usia 6 tahun.Untuk pertumbuhan fisik anak sangat diperlu-kan gizi yang cukup, baik protein (untuk membangun sel-sel tubuh), vitamin dan mineral (untuk pertumbuhan struktur tubuh), dan carbohydrat (untuk energi).
2.      PerkembanganIntelektual
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperasional yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental bukan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional, atau “syimbolic function”, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol (bahasa, gambar, tanda/isyarat benda, gesture, atau peristiwa). Kemampuan berpikir memang dipandang lebih maju tetapi memiliki keterbatasan sebagai berikut :
a.       Egosentrisme,yang maksudnya bukan “selfishness” (egois), atau arogan (sombong), namun merujuk kepada (1) diferensiasi diri, lingkungan orang lain yang tidak sempurna, dan (2) kecenderungan untuk mempersepsi, memahami dan menafsirkan sesuatu berdasarkan sudut pandang sendiri.
b.      Kaku dalam berfikir (rigidity of thought). Salah satu karakteristik berfikir preoperasional adalah kaku (frozen).
c.       Semilogical reasoning. Anak-anak mencoba untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam yang misterius yang dialaminya sehari-hari.
3.      Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan bukan Aku (orang lain atau benda). Kesedaran ini diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain atau benda. Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu sebagai berikut :
a.        Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan.
b.        Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya.
c.        Marah, merupakan perasaan tidak senang, atau benci baik terhadap orang lain, diri sendiri, atau objek tertentu, yang diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata kasar/ makian/sumpah serapah), atau nonverbal(seperti mencubit, memukul, menampar, menendang, dan merusak).
d.       Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang kepadanya.
e.        Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif, nyaman, karena terpenuhi keinginannya.
f.         Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian, atau perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda.
g.        Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya (takut yang abnormal).
h.        Ingin tahu (curiosity), yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala sesuatu atau objek-objek baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.
4.      Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia prasekolah, dapat diklasifikasiakan ke dalam dua tahap (sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya), yaitu:
a.       Masa ketiga (2,0-2,6) yang bercirikan
1.      Anak sudah bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
2.      Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan, 
3.      Anak banyak menanyakan nama dan tempat.
4.      Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan berakhiran.
b.      Masa keempat (2,6-6,0) yang bercirikan
1.      Anak sudah dapat menggunakan kata-kata majmuk beserta anak kalimatnya.
2.      Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu sebab akibat melalui pertanyaan-pertanyaaan.
5.        Perkembangan Sosial
Pada usia prasekolah (terutama mulai isia 4 tahun), perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada anak ini adalah:
a.       Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain.
b.      Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.
c.       Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
d.      Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebaya (peer group).
6.        Perkembangan Bermain
Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Yang dimaksud dengan kegiatan bermain disini adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan. Menurut Abu Ahmadi, 1977 ada beberapa macam permainan anak:
a.       Permainan Fungsi (permainan gerak).
b.      Permainan Fiksi.
c.       Permainan Reseptif atau Apresiatif.
d.      Permainan Membentuk (konstruksi).
e.       Permainan Prestasi.
7.        Perkembangan Kepribadian.
Masa ini lazim disebut masa Trotzalter, periode perlawanan atau masa krisis pertama. Krisis ini terjadi karena ada perubahan yang hebat dalam dirinya, yaitu dia mulai sadar akan Aku-nya. Aspek-aspek perkembangan kepribadian anak itu meliputi hal-hal berikut:
a.       dependency & Self-Image
Konsep anak prasekolah tentang dirinya sulit dipahami dan dianalisis, karena keterampilan bahasanya belum jelas, dan pandangannya terhadap orang lain masih egosentris. Mereka memiliki sistem pandangan dan persepsi yang kompleks, tetapi belum dapat menyatakan. Perkembangan sikap “independensi” dan kepercayaan diri (self confidence).
b.      Initiative vs Guilt
Erik Erikson mengemukakan suatu teori bahwa anak prasekolah mengalami satu krisis perkembangan, karena mereka menjadi kurang dependen, dan mengalami konflik antara “initiative dan guilt”.
8.        Perkembangan Moral.
Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orangtua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain (orangtua, saudara, dan teman sebaya) anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui.
9.        Perkembangan Kesadaran Beragama
Kesadaran beragaa pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sikap keagamaannya bersifat reseptif (menerima) meskipun banyak bertanya.
b. Pandangan ketuhanannya bersifat anthopormorph (dipersonifikasikan).
c. Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam).
d. Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
B.     Fase Anak Sekolah (Usia Sekolah Dasar)
1.      Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rngsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampun intelektual atau kemampuan kognitif. Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengkelafikasikan (mengelompokkan), menyusun, atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan
2.      Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakandalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Pada awal masa ini, anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata,dan pada masa akhir usia 11-12 tahun telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Terdapat 2 faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, sebagai berikut:
a.       Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b.      Proses belajar, yang berarti anak telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi/meniru ucapan/kata-kata yang didengar-nya.
3.      Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosientris (mau memperhatikan kepentingan orang lain).
4.      Perkembangan Emosi
Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pemgumgkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, ia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekpresi emosinya. Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula prilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya dirinya terhadap aktivitas belajar. Maka sebaliknya apabila yang menyertai proses itu emosi negatif, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatian-nya untuk belajar sehingga kemungkinan ia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.
5.      Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar salah atau bai buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena informasi yang diterima anak mengenai benar salah atau baik buruk akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya di kemudian hari. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti  peraturan atau tuntutan dari orang tua atau  lingkungan sosialnya.
6.      Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan tersebut ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Sikap agama bersifat reseptif disertai dengan pengertian.
b.      Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta.
c.       Penghayatan secara rohaniah semangkin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya.
7.      Perkembangan Motorik
Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik, berenang, main bola, dan atletik. Perkebangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat menunjang kepentingan belajar peserta didik.
C.     Fase Remaja
1.      Makna Remaja
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konopka (Pikunas,1976) masa remaja ini meliputi (a) remaja awal: 12-15 tahun; (b) remaja madya: 15-18 tahun, dan (c) remaja akhir: 19-22 tahun. Dalam membahas makna remaja ini, berikut dikemukakan beberapa tinjauan atau pandangan dari para ahli lain: 
a.       Persepektif Biososial
Persefektif ini memfokuskan kajiannya kepada hubungan antara mekanisme biologis dengan pengalaman sosial. Tokoh-tokohnya adalah:
b.      Persefektif Relasi Interpersonal
Remaja merupakan suatu periode yang mengalami perubahan dalam hubungan sosial, yang ditandai dengan berkembangnya minat terhadap lawan jenis, atau pengalaman pertama dalam bercinta.
c.       Persepektif Sosiologis dan Antropologis
Persepektif ini menekankan studinya terhadap pengaruh norma, moral, harapan-harapan budaya dan sosial, ritual, tekanan kelompok, dan dampak terhadap teknologi terhadap perilaku remaja. 
d.      Persepektif Psikologis
Teori psikologis dan psikososial menkaji hubungan antara mekanisme penyesuaian psikologis dengan kondisi sosial yang mempengaruhinya. Erik H. Erikson berpen- dapat bahwa remaja bukan sebagai periode konsolidasi kepribadian, tetapi sebagai tahapa penting dlam siklus kehidupan. Masa remaja berkaitan erat dengan perkem- bangan “sense of identity vs role confusion”, yaitu perasaan atau kesadarn akan jati dirinya.
e.       Persepektif Belajar Sosial
Persepektif ini menjelaskan tentang pentingnya prinsip-prinsip belajar yang dapat digunakan untuk memahami tingkah laku remaja dalam berbagai status sosial.
f.       Persepektif Psikoanalisis
Freud memandang bahwa masa anak akhir dan remaja awal merupakan periode yang lebih tenang. Masa ini dinamakan periode “Latency”, ego terbebas dari konflik antara insting seksual dengan norma-norma sosial. Anna Freud, anak perempuan Freud, merujuk periode remaja ini sebagai masa “internal disharmony” (ketidakharmonisan internal). Kondisi ini menyebabkan masa remaja dipandang sebagai periode “strom & stress”.selanjutnya ia mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah pokok mekanisme pertahanan ego pada masa remaja, yaitu sebagai berikut:
1.      Ego mencoba untuk mengganti konflik oedipal dengan orangtua. Preses ini sering mengarahkan remaja untuk memperlakukan orangtua dengan sikap masa bodoh, sementara itu ia menggunakan banyak waktu dan energinya bagi pengganti orantuanya.
2.      Ego gagal menolak desakan regresif dengan kembali kepada dorongan-dorongan (implus) seksual kekanak-kanakan.Peter Blos (1962) membagi perkembangan remaja ke dalam empat segmen: (a) preadolesence, (b) early adolesence, (c) adolesence proper, (d) late adolesence.
D.    Implikasi Perkembangan Kepribadian dalam  Pendidikan
Perkembangan kepribadian dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, karena kedua hal ini saling terkait satu sama lainnya dan memiliki hubungan yang ireverdibel. Yang artinya kedua hal ini memiliki pengaruh tembal balik yang seimbang. Dalam implikasinya perkembangan kepribadian dan pendidikan terbagi menjadi dua macam. Yang pertama, perkembangan kepribadian mempengaruhi pendidikan. Dan yang kedua, pendidikan mempengaruhi perkembangan kepribadian.
Perkembangan kepribadian mempengaruhi pendidikan maksudnya adalah kepribadian akan mempengaruhi pencapaian seseorang dalam pendidikan. Hal ini biasanya dapat dijelaskan dengan bagaimana sikap orang tersebut dalam memahami materi pelajaran dan juga sikapnya di dalam kelas. Kepribadian seseorang juga dapat menunjukkan tingkat kecerdasan orang tersebut. Dalam hal ini bukanlah seseorang yang selalu bersifat ramah akan mendapatkan pencapaian yang baik dalam proses belajar, akan tetapi bagaimana sikapnya dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga terkadang orang yang dianggap kurang ramah akan mendapatkan hasil yang baik dalam memahami suatu materi pelajaran. Namun jika dikaitkan dengan lingkungan sosial hal ini kurang baik karena dikhawatirkan jika orang tersebut akan menggunakan pengetahuannnya untuk sesuatu yang menyimpang.
Pendidikan mempengaruhi perkembangan kepribadian maksudnya dalam hal ini pendidikan memiliki peran penting dalam perkembangan kepribadian individu. Dalam dunia pendidikan tidak hanya dijabarkan bagaimana cara individu memahami suatu materi pelajaran tetapi juga pembentukan karakter. Melalui pembentukan karakter kepribadian individu dapat dibangun. Untuk membentuk kepribadian yang baik dalam diri individu maka pendidikan sangatlah dibutuhkan, dan dalam hal ini pendidikan yang dimaksud bukanlah pendidikan formal saja melainkan semua bentuk pendidikan baik pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Dan dalam pembentukan kepribadian yang baik peran dari pendidikan nonformal dari keluarga sangatlah penting. Dengan adanya individu yang memiliki keperibadian yang baik dalam hal sosial dan pengetahuan maka individu tersebut akan memiliki peranan yang sangat penting dalam masyarakat. Hal inilah yang diharapkan dari perkembangan kepribadian terutama pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Tahapan  perkembangan dan implikasi terhadap pendidikan Sunarto dan Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Catherina,Lee . 1989 .Pertumbuhan dan Perkembangan kepribadian anak. Arcan : Jakarta
Santrock , John W . 2003 .Adolescence Perkembangan kepribadian dan implikasinya terhadap pendidikan . Erlangga : Jakarta
Sunarto . 1999 .Perkembangan kepribadian. Rineka Cipta : Jakarta
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........13
TEORI THREE RIGH
KOMPASIANA
HUMANIORA
6 Desember 2017   00:04 |
Diperbarui: 6 Desember 2017   14:46 |
Dibaca: 1560 | Komentar: 0 | Nilai: 0
Menurut Renzuli anak-anak berbakat adalah anak yang memiliki atau mampu mengembangkan kesatuan dari sifat-sifat itu dan menerapkanya untuk bidang-bidang apa yang bermakna dari kinerja manusia. Bisa juga dikatakan bahwa anak berbakat menurut teori Renzulli adalah anak yang mampu mengembangkan potensinya.
Teori Renzulli juga mengemukakan bahwa identifikasi anak berbakat harus mewakili kawasan-kawasan kemampuan intelektual umum,  komitmen terhadap tugas dan kreativitas. Menurutnya kinerja seseorang secara khusus dipengaruhi oleh motivasi yang muncul dalam menyelesaikan tugasnya.
Menurut Renzulli, keberbakatan mencakup tiga dimensi yang saling berkaitan, yang di sebut dengan "Three-Ring Conception" yaitu:
High potential ability, atau kecerdasan diatas rata-rata atau bisa juga disebut kecerdasan tinggi. Kemampuan ini mencakup berbagai bidang kemampuan yang biasanya diukur dengan tes intellegensi, prestasi, kemampuan mental primer dan berfikir kreatif. Diantaranya penalaran verbal, cepat menangkap informasi, spasial gagasan yang orisinil. Keberbakatannya bisa dilihat dari tingkat IQ yang dimiliki anak:
# bakat ringan IQ 115-129
# bakat sedang IQ 130-144
# bakat tinggi IQ 145 ke atas
Task commitment,atau penyelesaian tugas-tugas. Meningkatkan diri terhadap tugas-tugas yang dimiliki atau yang didapat. Memiliki komitmen yang tinggi. Task commitmentini merupakan bentuk motivasi internal yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet dalam mengerjakan pekerjaannya, meskipun mengalami macam-macam rintangan atau hambatan, tetapi menyelesaikan tugas yang telah diberikan padanya adalah tanggung jawabnya.
 Menunjukkan komitmen terhadap tugas, di indikasikan dengan memiliki minat dan antusias yang tinggi dengan suatu problem atau bidang tertentu, kemampuannya dalam mengidentifikasi masalah-masalah di bidang-bidang tertentu, memelihara keterbukaan diri dan kritik eksternal.
Kreativitas tinggi,kreativitas merupakan suatu ungkapan atau upaya untuk mengungkapkan atau berusaha menciptakan sesuatu dengan fantasi. Sebagai kemampuan memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam memecahkan suatu masalah, atau kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru, menciptakan hal baru / membuat kombinasi-kombinasi yang baru. Kreativitas yang tinggi, ditunjukkan dengan kelancaran dan keluwesan dalam berfikir, keterbukaan terhadap pengalaman, reseptif dalam berfikir.
Sumber: Conny Semiawan. 1994. Persepektif pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Departemen pendidikan Dan Kebudyaan
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

DAFTAR ISI


BAB II

PEMBAHASAN

       Inteligensi merupakan suatu istilah yang populer. Hampir semua orang sudah mengenal istilah ini, bahkan mengemukakannya. Seringkali kita mendengar seseorang mengatakan si A tergolong pandai atau cerdas (inteligen) dan si B tergolong bodoh atau kurang cerdas (tidak inteligen) dan istilah lainnya seperti pandai, cakap, pintar cerdas dan lainnya. Istilah inteligen sudah lama ada dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman Cicero[1] yaitu kira-kira dua ribu tahun yang lalu dan merupakan salah satu aspek alamiyah dari seseorang. Inteligensi bukan merupakan suatu kata asli yang berasal dari bahasa Indonesia. Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu “inteligensia”. Sedangkan kata “inteligensia” itu sendiri berasal dari kata inter dan logo, inter yang berarti diantara, sedangkan logo berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
       Teori tentang inteligensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jonel Pol pada tahun 1951. Keduanya ini mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (Power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia atau pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut nous.
       Menurut W. Stern dalam Abu Ahmadidan Widodo Supriyono mengemukakan inteligensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang baru.[2]
       Menurut Alfred Binet (1905) merumuskan bahwa inteligensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.[3]
       Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungan secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berfikir rasional itu. Beberapa pakar menyebutkan bahwa inteligensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah[4].
       Inteligensi merupakan potensi bawaan yang sering dikaitkan dengan berhasil tidaknya anak belajar di sekolah.[5] Dengan kata lain, inteligensi dianggap sebagai faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya anak di sekolah.
       Pada Abad XV, di Cina telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi para pelamar jabatan sebagai pegawai negara. Untuk itu dapat diterima sebagai pegawai, para pelamar harus mengikuti ujian tertulis mengenai pengetahuan Confucian Classic dan mengenai kemampuan menulis puisi dan komposisi karangan. Kurang dari 7% pelamar yang biasanya lulus ujian tingkat distrik yang berlangsung sehari semalam. Kemudian harus mengikuti ujian berikutnya yang berupa kemampuan menulis prosa dan sajak. Dalam ujian kedua ini hanya 10% dari sisa peserta yang dapat lulus. Akhirnya barulah ujian tingkat akhir diadakan di Peking dimana dianatara para peserta terakhir ini hanya lulus sekitar 3% saja. Para lulusan ini dapat diangkat menjadi mandarin dan boleh bekerja sebagai pegawai negara. Dengan demikian, dari ketiga tahap ujian tersebut, hanya 5 diantara 100.000 pelamar saja yang pada akhirnya dapat mencapai status mandarin. Apa yang dilakukan oleh para penguasa Cina pada saat itu dapat dikatakan telah sesuai dengan prinsip pengukuran yang berkembang lebih akhir dan masih dipegang sampai sekarang ini. Baru pada abad XIX ujian semacam itu mulai dihilangkan sejalan dengan pesatnya kemajuan universitas-universitas.[6]
       Penelitian Galton (1870) dan Vandenberg (1962) mengemukakan bahwa faktor genetika mempunyai pengaruh yang relatif tinggi terhadap kemampuan inteligensi anak. Sebaliknya, lingkungan sebagaimana dikatakan oleh J.P. Chaplin sangat mempengaruhi organisme individu, termasuk inteligensi.[7]
       Sementara itu, menurut Wiramihardja sumber inteligensi adalah: (1). Genetika (2). Lingkungan dan (3). Genetika-Lingkungan. Genetika atau bersifat genetis, artinya memiliki sumber asal yang bersifat turunan, sedangkan lingkungan adalah segala hal yang terjadi di lingkungan yang memberikan dampak terhadap sisi kognitif kehidupan kejiwaan kita. Genetika-Lingkungan adalah sintetis dari lingkungan dan genetis yaitu landasan intelegensi yang terjadi akibat adanya pengaruh lingkungan. Sejak awal, hal ini menampilkan kontroversi mengenai peranan alam-pembinaan, nature-nurture issues. Penelitian spektakuler pernah dilakukan oleh William Stern yang menhasilkan kesimpulan bahwa kecerdasan orang ditentukan 49% turunan dan 51% lingkungan. Tapi, sangat di sayangkan, bahwa penelitian itu dilakukan ketika psikologi hanya percaya pada adanya pengaruh keturunan dan lingkungan saja, belum menemukan faktor sintesis antara turunan-lingkungan.[8]
       Penelitian spektakuler dari William Stern merupakan acuan fenomenal yang menemukan kapasitas intelektual kurang lebih 49% ditentukan warisan dan 51% hasil pendidikan. Jadi, orang memiliki IQ tinggi bisa jadi berkat warisan yang baik, misalnya orang tua yang cerdas, tetapi bisa juga karena belajar dengan baik.[9]
      Dr. Fidrayani, M. Pd., M. Si,[10] dalam kuliahnya mengatakan bahwa jika genetik pintar maka anak akan pintar. Maka mengapa di daerah Jawa dalam menacari jodoh itu ada tiga yang harus menjadi perhatian yaitu, Bibit, Bebet, Bobot.[11] Karena juga kualitas ummat ditentukan gen. Kenapa orang tua mencari yang baik-baik? karena di dalam diri manusia ada gen yang baik dan ada gen yang tidak baik, 90% gen yang baik bertemu dengan 10% gen yang tidak baik, belum tentu gen yang akan di hasilkan adalah gen yang baik apalagi jika gen tidak baik bertemu dengan yang tidak baik, tentu menjadi tidak baik. Walaupun gennya baik 90% dan yang buruk 10% belum tentu gen yang lahir baik karena bisa saja yang dimunculkan oleh Allah adalah yang tidak baik, sehingga kita kadang melihat ada yang bapaknya ganteng, ibunya cantik, tapi anaknya makan dan minum menggunakan selang. Ini karena kekuasaan Allah SWT. Hak prerogatif Allah, Oleh sebab itu, kita harus bermunajat kepada Allah sebagaimana yang diajarkan dalam al-Qur’an.
       Goelman (2002), menyatakan bahwa IQ bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor lingkungan, faktor biologis, dan faktor psikologi yang terdiri dari bakat, minat, dan kecerdasan emosi. Selain itu Goelman (2002) juga mengatakan bahwa IQ hanya mempunyai peran sekitar 20% dalam menentukan prestasi individu, 80% sisanya di tentukan oleh faktor-faktor lain termasuk kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi menurut Ary Ginanjar Agustian (2008) adalah kemampuan peserta didik untuk merasa dan menentukan strategi apa yang akan dilakukan untuk mengatasi emosi yang ada dalam dirinya.[12]
       Menurut Dr. Fidrayani, M. Pd., M. Si,[13] dalam kuliahnya menyatakan bahwa hubungan IQ dengan prestasi adalah :
1.      Orang yang memiliki IQ tinggi maka akan mendapatkan prestasi yang baik.
2.      Seseorang yang memiliki IQ yang baik akan mampu menyelesaikan persoalan serumit apapun baik di lingkungan akademik maupun di lingkungan sosialnya.
3.      Seseorang yang memiliki IQ yang baik akan mudah dalam menyelesaikan studinya.
4.      Akan mudah mendapatkan pekerjaan.
5.      Akan mudah mendapatkan uang.
6.      Seorang yang memiliki IQ yang baik akan memiliki ketahanan dalam rumah tangga.
       Individu yang memiliki inteligensi yang baik akan mengubah perilaku yang dapat diterima di lingkungannya sehingga membuat individu tersebut memiliki rasa percaya diri karena dapat berinteraksi dan diterima oleh lingkungannya. Mangun Harjana (2005) mengungkapkan salah satu faktor yang mendukung kepercayaan diri adalah faktor sosial, yakni seseorang akan percaya diri karena dapat berinteraksi dengan orang lain.
      Gardner (dalam sandtrock, 2007: 156) menyebutkan salah satu tipe inteligensi adalah keterampilan intrapersonal, yaitu kemampuan memahami diri sendiri, kepercayaan diri, kontrol diri, disiplin diri, harga diri, dan pengenalan konsep diri.[14]
       Sebelum membicarakan hubungan Inteligensi dengan otak, maka kita harus mengetahui fungsi otak kiri dan otak kanan kita.
Fungsi otak kiri:
-          Berfikir Logis
-          Verbal
-          Inferensi
-          Membentuk hubungan
-          Sistem “mistis”
Belahan otak kiri menekankan pada:
-          Kata-kata
-          Logika
-          Angka
-          Matematika
-          urutan
Fungsi otak kanan:
-          Manipulasi objek
-          Respon-respon emosi
-          Peraba
-          Estetis
-          Kreativitas
Belahan otak kanan menekankan:
-          Ritme
-          Irama
-          Musik
-          Gambar
-          Imajinasi
      Keterkaitan antara otak dengan inteligensi yaitu, yang menggerakkan kaki, tangan, menulis, dan membaca semua adalah otak.  Dan otak merupakan sumber kecerdasan (secara fisiologi). Kenapa kita marah? karena otak kita tidak kita pakai, sehingga ada perkataan “tidak punya otak kamu”. Otak secara benda ada tetapi secara fungsi tidak dipergunakan.
       Dalam suatu laboraturium, dalam sebuah otak ada sinaps, sinaps ini ketika diberikan stimulus yang bagus maka dia akan tersambung, semakin banyak sambungan maka akan semakin bagus. Seseorang yang mempunyai intelegensi yang baik maka fungsi otak selalu digunakan.
      Menurut Dr. Fidrayani, M. Pd., M. Si,[15] dalam kuliahnya menyatakan  bahwa seseorang yang memiliki inteligensi yang baik akan cepat dan mudah memproses informasi. Sebagai contoh: guru memberikan soal matematika dan peserta didik disuruh menjawab, anak-anak 5x6 berapa?
       Peserta didik yang memiliki kemampuan inteligensi yang baik akan cepat memproses informasi itu dan langsung menjawab “30”.
Contoh lain: guru memberikan soal, 7+7-4 berapa ?.
      Perserta didik yang memiliki intelegensi yang baik akan menjawab dengan cepat dan tepat, dan menjawab “10”.
       Menurut Dr. Fidrayani, M. Pd., M. Si,[16] dalam kuliahnya menyatakan bahwa dalam kerja memori (Working Memory), ada yang namanya short memory, dan ada yang dinamakan long memory. Ketika suatu informasi disampaikan maka dia akan tersimpan di dalam short memory, tetapi jika informasi itu disampaikan secara berulang-ulang maka akan tersimpan di dalam long memory.
      Seseorang yang memiliki kemampuan inteligensi yang baik atau memiliki tingkat inteligensi yang cerdas maka informasi yang dia dapat dia akan menyimpan di dalam long memory bukan di dalam short memory, karena jika suatu informasi tersimpan di dalam short memory paling lambat tiga hari maka informasi itu akan hilang dan ketika dipanggil lagi maka tidak akan teringat lagi. Tetapi jika tersimpan di dalam long memory akan bertahan lama dan ketika dipanggil maka dia akan segera mengingat kembali informasi itu.
a.       Tes Binet Simon, menyelidiki inteligensi anak antara umur 3 sampe 15 tahun, sehingga dari hasil itu dapat diketahui IQ-nya.
b.      Brightness tes atau tes mosellom, yaitu test three words (tes 3 kata)
c.       Telegram Test, yaitu disuruh membuat berita dalam bentuk telegram
d.      Definitie, disuruh mendeskripsikan sesuatu
e.       Wiggly test, yaitu menyusun kembali balok-balok kecil yang semula tersusun menjadi satu.
f.       Stenquest test, disuruh mengamati sesuatu benda sebaik-baiknya, lalu dirusak kemudian disuruh membentuk lagi
g.      Absrudy test, disuruh mencari keanehan yang terdapat di dalam suatu bentuk cerita
h.      Medalion test, yaitu di suruh menyelesaikan gambar-gambar yang belum jadi, atau sebagian.
i.        Education test (scholastic test) yaitu tes yang biasanya diberikan di sekolah-sekolah.[17]
             Sternberg dalam Santrock mengatakan bahwa secara umum inteligensi dibedakan mejadi 3 diantaranya:
a.        Intelegensi Analitis
       Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung dalam proses penilaian objektif dalam suatu pembelajaran dalam setiap pelajaran, selalu mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap hasil ujian. Misalnya individu dalam ujian disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai di atas rata-rata.
b.      Inteligensi Kreatif
       Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung pada sifat-sifat yang unik, merancang hal-hal baru. Misalnya: seorang peserta didik diinstruksikan untuk menulis kata “P O H O N” oleh gurunya, tetapi jawaban seorang individu yang kreatif dengan menggambarkan sebuah pohon.
c.       Inteligensi Praktis
       Yaitu kecerdasan yang berfokus pada kemampuan untuk menggunakan, menerapkan dan mengiplementasikan, dan mempraktikan. Misalnya: seorang individu mendapatkan skor rendah dalam tes IQ tradisional, tetapi dengan cepat memahami masalah dalam kehidupan nyata, contohnya dalam pembelajaran praktikum, akan cepat memahami karena dibantu dengan berbagai peralatan dan media.
a.       Faktor Bawaan atau Keturunan
       Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan diantara dua anak kembar, korelasi nilai tes IQ-nya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40-0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10-0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
b.      Faktor Lingkungan
      Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Dan perkembangan otak dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting seperti, pendidikan latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususunya pada masa-masa peka).[18]
c.       Stabilitas Inteligensi dan IQ
        Inteligensi bukanlah IQ. Inteligensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes inteligensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari inteligensi). Stabilitas inteligensi tergantung perkembangan organik otak.
d.      Faktor Gizi
       Faktor gizi kuat atau lemahnya fungsi intelektual juga ditentukan oleh gizi yang memberikan energi/tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi (gizi berimbang) terutama yang besar pengaruhnya pada perkembangan inteligensi ialah pada fase prenatal (anak dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia di atas lima tahun pengaruhnya tidak signifikan lagi.
e.       Faktor Kematangan Piage
       Seorang psikolog dari Swiss membuat empat tahapan kematangan dalam perkembangan intelektual, yaitu: periode sensori motorik (0-2 tahun), periode pra operasional (2-7 tahun), periode operasional konkrit (7-11 tahun) dan periode operasional formal (11-16 tahun). Hal tersebut membuktikan bahwa semakin bertambah usia seseorang, intelektualnya makin berfungsi dengan sempurna. Ini berarti faktor kematangan mempengaruhi  struktur intelektual, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan kualitatif dari fungsi intelektual. Yaitu kemampuan menganalisis (memecahkan suatu permasalahan yang rumit) dengan baik.
f.       Faktor pembentukan pendidikan dan latihan yang bersifat  kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap fungsi intelektual seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas sarana seperti bahan bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai, semua ini dapat membentuk anak menjadi meningkat fungsi dan kualitas pikirannya, pada gilirannya situasi ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi anak dibanding anak seusianya.
       Alfred Biner (1857-1911), seorang ahli psikologi dari Prancis, yang  dianggap sebagai bapak atau  pelopor tes inteligensi ini. Tes asli disusun oleh Binet pada tahun 1905, pada saat dia menerima tugas dari pemerintah Prancis untuk meneliti sebab-sebab kemunduran peserta didik dalam pelajaran waktu itu. Apakah kemunduran dan kegalalan itu di sebabkan oleh kemalasan atau kenakalan, ataukah boleh jadi kecerdasannya kurang?
       Dalam penelitian itu Binet dibantu Simon mulai menyusun bermacam-macam item, inteligensi anak terus bertambah sampai batas umur 15 tahun. Sedangkan diatas 15 tahun tidak akan bertambah lagi, yang bertambah hanya pengetahuannya saja. Tes Binet ini telah mengalami beberapa revisi. Revisi pertama dilakukan oleh Goddard pada tahun 1911, dan direvisi kembali pada tahun 1916 oleh Terman.
          
               
IQ =  x 100

IQ =  x 100


       IQ= satuan tingkat kemampuan individu. MA diproleh melalui pemberian sekelompok pertanyaan yang dijawab betul oleh sejumlah besar individu dengan umur yang sama. Jika seseorang mempunyai hasil pekerjaan secara betul seperti yang dilakukan oleh sejumlah anak yang berumur 15 tahun, MA individu tersebut adalah 15. Kemudian CA di peroleh menurut usia seseorang. Angka 100 adalah bilangan tetap atau konstanta yang di usulkan dan di sarankan oleh stern dan terman untuk mengindari angka pecahan dalam satuan IQ.[19]
       Misalnya, seorang anak berusia 6 tahun. Mula-mula diajukan pertanyaan kepadanya lima buah pertanyaan yang sesuai dengan umurnya. Jika lima buah pertanyaan itu dapat di jawab semua, lalu diajukan pertanyaan diatasnya (6 tahun, 7 tahun, 8 tahun, 9 tahun, dan seterusnya) sampai sama sekali tak ada lagi pertanyaan yang terjawab. Tetapi, jika pertanyaan-pertanyaan yang pertama (6 tahun) ada sebuah atau lebih yang terjawab (salah) maka diajukan pertanyaan-pertanyaan di bawahnya (5 tahun, 4 tahun) sampai dapat dijawab semuanya.



Umur CA
Jawaban
Nilai MA
6 tahun

6
7 tahun
X
X
X
X

8 tahun
X
X
X

9 tahun
X
X
X
X

10 tahun
X
X
X
X
X

-
Jumlah
                                                                                          
                    

                         Maka MA-Nya  = 7  CA = 6
                                         Jadi IQ      
                                                         
                                                                =  ± 123

Maka anak itu memiliki IQ sebesar 123 dan setelah di sesuaikan dengan tabel di bawahnya, yaitu tabel kategori inteligensi maka dia masuk dalam kelompok Cerdas.[20]
      Nana Syaodih (2007: 100-101) mengkategorikan inteligensi (kecerdasan intelektual) ke dalam beberapa tingkat, yaitu:

IQ
Kategori
Persentase
140 ke atas
Genius
0, 25%
130-139
Sangat cerdas
0, 75%
120-129
Cerdas
6%
110-119
Di atas norma
13%
90-109
Normal
60%
80-89
Di bawah normal
13%
70-79
Bodol (dull)
6%
50-69
Debil (morron)
0, 75%
25-49
Imbecile
O,20%
25 ke bawah
Idiot
0, 05%
     
       Nana Syaodih juga menjelaskan bahwa anak-anak yang IQ-nya di bawah 70 termasuk kelompok terbelakang. Umumnya mereka tidak bisa belajar pada sekolah biasa, mereka harus didik secara khusus di luar sekolah.[21]
       Kelemahan dari tes binet ini adalah bahwa tes itu adalah tes individual yang hanya dapat melayani seorang anak saja pada suatu pelaksanaan teks. Hal ini memerlukan waktu dan tenaga yang banyak sekalipun hasilnya memuaskan. Oleh karena itu, beberapa psikolog Amerika segera mengadakan percobaan-percobaan penyusuaian bentuk tes untuk tes kelompok.
       Pada tahun 1917 Amerika Serikat terlibat dalam perang dunia 1 dan sibuk mengadakan pemilihan calon-calon militer. Maka pemerintahan meminta kepada ahli psikologi untuk membuat tes guna tujuan di atas. Hasilnya ialah tes Anny dan Army Beta. Army alpha diperuntukan bagi calon-calon tentara yang dapat membaca dan menulis serta dapat berbahasa Inggris dengan baik, sedangkan Army Beta diperuntukan bagi calon-calon tentara yang tidak dapat membaca dan menulis serta tidak dapat berbahasa ingris dengan baik.
       Selain tes Binet Simon dan revisi-revisi serta tes Army Alpha dan Army Beta, berkembang pula tes inteligensi yang lain dianatarnya:
-          Tes Wechsler (WAIS dan WISC)
-          Tes Progressive Matrices 9CPM, SPM da APM)
-          Culture Fair Intelegensi Tes (CFIT)
-          Goodenough Draw A Man Test (DAM)
-          Dan lain sebagainya.
        34 tahun setelah di terbitkan tes inteligensi pertama oleh Stanford Biner,  David Wechler memperkenalkan versi 1 tes inteligensi yang dirancang khusus untuk digunakan orang dewasa. Tes tersebut terbit pada tahun 1939 dan dinamai Wechsler Bellevue Intelegent Scale (WBIS), disebut juga skala W-B. Alasan Wechsler mengembangkan skala W-B adalah kenyataan bahwa tes inteligensi yang digunakan untuk orang dewasa saat itu hanya merupakan perluasaan dari tes inteligensi anak-anak dengan menambahkan soal yang sejenis yang lebih sukar. Isi tes yang seperti itu, menurut Wechsler seringkali tidak menarik minat dan perhatian orang dewasa. Pada tahun 1949 Wechsler menerbitkan pula skala inteligensi untuk digunakan pada anak-anak. Model tes ini ada 2 macam yaitu : pertama, untuk umur 16 tahun ke atas, yaitu Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) dan kedua untuk anak-anak yaitu Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC). Tes Wechsler meliputi dua sub, Verbal dan performance (tes lisan dan perbuatan, serta keterampilan). Tes lisan meliputi pengetahuan umum, pemahaman, ingatan, mencari kesamaan, hitungan dan bahasa. Sedangkan tes keterampilan meliputi menyusun gambar dan sandi (kode angka-angka).[22]
       Tes Wechsler ini berbeda dengan tes Binet. Dalam tes Binet diadakan perbandingan antara MA dan CA, sedangkan dalam tes Wechsler tes IQ hanya semata-mata hasil dari MA saja. Namun keduanya sama-sama dilakukan secara perorangan.[23]
Model tes Wechsler ada dua:
1.      Wechsler Intelligence Children Scale (WISC)
       Tes WISC merupakan tes inteligensi yang biasa digunakan untuk mengukur taraf kecerdasan anak usia 5 tahun hingga 15 tahun. Tes WISC memiliki kemampuan untuk mendeskripsikan berbagai aspek kecerdasan anak, seperti wawasan dan minat pengetahuan, daya konsentrasi dan daya ingat jangka pendek, berbagai kemampuan seperti: bahasa, matematika, berfikir logis dan abstrak, Visual motoric coordination, visual perception organizazion, visual-spatial relationship dan field dependence, adaptasi terhadap lingkungan dan pemahaman terhadap norma-norma sosial (berkaitan dengan antisipasi masalah sosial dan ketrampilan sosial),  dan kreatifitas. Beberapa penelitian telah menggunakan tes WISC untuk mengungkap gejala-gejala gangguan klinis pada anak, seperti: main brain disfunction/brain damage, emotional disturbance, anxiety, delinquency, learning disabilities, dan lain-lain (Sattler, 1978).[24]
       Diantara tes WISC yaitu tes kemampuan verbal, diantaranya:
     a). Tes kemampuan verbal skala information (pengetahuan umum).
       Skala information pengetahuan umum dibuat dengan memberikan pertanyaan mengenai pengetahuan umum. Tes bentuk skala pengetahuan umum dalam penelitian ini berjumalah 5 butir soal. Gambar I adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala pengetahuan umum. Hasil keseluruhan teks menunjukan presentase yang paling tinggi. Peserta didik dapat menjawab dengan tepat. Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang bersifat pengetahuan umum. Hal ini dikarenakan peserta didik mampu mengingat informasi-informasi yang sifatnya hafalan.

Satuan suhu menurut standar internasional (SI) adalah......

a.       Celcius
b.      Fahrenheit
c.       Reamur
d.      Kelvin
     
              Gambar I. Tes Kemampuan verbal skala information
      b). Tes kemampuan verbal skala Comprehension (pemahaman).
       Tes kemampuan verbal skala pemahaman dibuat untuk menguji informasi atau konsep-konsep yang dimilikimpeserta didik. Tes bentuk skala pemahaman dalam penelitian ini berjumlah 8 butir soal. Gambar II adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala pemahaman. Hasil keseluruhan tes menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala pemahaman yaitu sebesar 58, 29%
Proses pembentukan glukosa dari karbondioksida dan air dengan bantuan cahaya matahari disebut.....

a.       respirasi
b.      sintesis
c.         metabolisme
d.        fotosintesis
  
       Gambar 2. Tes kemampuan verbal skala comprehension.
      c). Tes kemampuan verbal skala Arithmetic (berhitung).
       Tes kemampuan skala berhitung dalam penelitian ini berjumlah 3 butir soal. Gamabr 3 adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala berhitung. Hasil keseluruhan teks menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala berhitung yaitu sebesar 38,72%


Neni memanaskan minyak tanah bermassa 200 gram sehingga suhunya naik menjadi 20C. Jika kalor jenis minyak tanah adalah 2,2 x 103  j/kgC, maka kalor yang diperlukan untuk memanaskan minyak tanah tersebut adalah....
a.       8,8 x 103 j
b.      8 x 103 j
c.       0,8 x 103 j
d.      0,08 x 103 j
     
       Gambar 3. Tes kemampuan verbal skala arithmetic.
            d).  Tes kemapuan verbal Similarities (kemiripan).
              Tes kemampuan verbal skala kemiripan dibuat untuk menanyakan persamaan/kemiripan kata dari seatu objek tertentu. Tes dalam penelitian ini berjumlah 2 butir soal. Gmbar 4 adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan kemiripan. Hasil keseluruhan tes menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala kemiripan yaitu sebesar 40,43%


O2 : Oksigen

a.       IC : 273 K
b.      I kalori : 42 j
c.       H2O : Karbondioksida
d.      CO2 : Karbonmonoksida
   
      Gambar 4. Tes kemapuan verbal skala similarities
e). Tes kemampuan verbal skala Digit Span (Rentang angka).
            Tes kemampuan verbal skala rentang angka dibuat untuk menanyakan serangkaian angka. Tes bentuk skala rentang angka dalam penelitian ini berjumlah dua butir soal. Gambar 5 adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala rentang angka. Hasil keseluruhan tes menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala rentang angka yaitu sebesar 28, 08% hasil tes pada skala ini menunjukan presentase yang paling rendah peserta didik dapat menjawab dengan tepat. Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa peserta didik sebenarnya mampu menghitung dengan pertanyaan yang diberikan, namun karena kurang teliti dalam memberikan jawaban dan bingung dengan adanya rentetan angka yang hampir sama/jawaban pengecoh maka banyak peserta didik yang menjawab dengan tidak tepat.


Mufti mengukur suhu air dengan termometer skala fahrenheit dan menunjukan angka 23F. Berapakah suhu air tersebut jika ditanyakan dalam skala reamur, celsius, dan fahrenheit secara berurutan ?

a.       -4 R; -5C; 268 K
b.      4R; 5C; 268 K
c.       -4R; 5C; 268 K
d.      -5R; -4C; 268 K

        Gambar 5. Tes kemampuan verbal skala digit span
f). Tes kemampuan verbal skala Vocabulary (Perbendaharaan Kata)
       tes kemampuan verbal skala perbendaharaan kata dibuat untuk menguji pengetahuan kata. Tes bentuk skala perbendaharaan kata dalam penelitian ini berjumlah 10 butir soal. Gambar VI adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala perbendaharaan kata. Hasil keseluruhan tes menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala perbendaharaan kata yaitu sebesar 53,19% berdasarkan hasil wawancara, awalnya peserta didik merasa bingung dengan pertanyaan model seperti ini. Namun dibantu peneliti maka peserta didik mampu menjawab dengan baik pertanyaan tersebut.[25]

1.      a. Celcius                     b. Kelvin
c.       fahrenheit               d. Termometer


2.      a. H2O                           b. CO2
c.O2                                          d. Cahaya mathari

Gamabar 6. Tes kemmapuan verbal skala vocabulary

2.      Wechsler adult Intelligence scale (WAIS).
       Tes ini dikenalkan pada individu mulai umur 16 tahun sampai dewasa, tes ini di sajikan secara individual yaitu seorang tester menghadapi seorang seorang testi, membutuhkan waktu kira-kira 90 menit. Terdiri dari 11 subtes yang di golongkan menjadi dua, yaitu: Verbal dan Performance.

Verbal:

-          Informasi
-          Pengertian
-          Hitungan
-          Persamaan
-          Rentangan angka
-          Perbendaharaan kata
Performance:
-          Simbol angka
-          Melengkapi gambar
-          Rencangan balok
-          Mengatur gambar
-          Merakit objek
Dari kesebelas subtes tersebut diperoleh skor mentah, masing-masing harus di ubah dulu kedalam skor standar, kemudian skor standar tersebut dijumlahkan sesuai dengan komponennya yaitu verbal dan performance adalah full. Total standard skor di konsultasikan dengan tabel IQ sesuai dengan usia subjek. Hasil berupa Verbal IQ, Performance IQ, dan Full IQ yang merupakan IQ deviasi dengan mean 100 dan SD 15.

Tabel klarifikasi Tingkat IQ oleh Wechsler:
Klarifikasi IQ
Skor
Verry superior
128 and Over
Superior
120-127
Average
91-110
Dull Normal
80-90
Bordline
66-79
Deffective
65 and below.

     Penelitian Soeramto (1986) mengenai kesahihan, kendalan, dan faktor-faktor inteligensi yang diungkap WAIS, denagn menggunakan hasil tes WAIS dari biro konsultasi Fakultas Psikologi, menyimpulkan bahwa WAIS cukup sahih untuk mengungkap inteligensi.[26]

       Teori ini di perkenalkan pada tahun 1983 oleh J.P. Guilford dan Pof. howard Gardner. Konsep ini memandang bahwa setiap orang adalah unik, setiap orang perlu menyadari dan mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya. Setiap siswa berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.
       Konsep kecerdasan majemuk atau multiple inteligensi berawal dari karya Howard Gardner dalam buku Frames Of Mind tahun 1983 yang didasarkan atas hasil penelitian selama beberapa tahun tentang kapasita kognitif manusia (Human Cognitif Capacities). Garden menolak asumsi bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukan penguasaan yang berbeda, individu memiliki beberapa kecerdasan dan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kepribadian yang cukup tinggi.
       Menurut Gardner kecerdasan itu tidak hanya diartikan sebagai IQ semata, namun kecerdasan itu menyangkut kemampuan sesorang untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah serta menghasilkan produk atau ide.[27] Gardner telah menetapkan delapan kecerdasan:
-          Verbal-linguistik
-          Logis-matematis
-          Visual-spasial
-          Kinesttetik-jasmani
-          Musikal
-          Interpersonal
-          Interpersonal-naturalis.[28]
       Multipel inteligensi yang mencakup delapan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ)[29]
       Kecerdasan intelektual IQ) adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar dan memecahkan masalah, Robins dan Judge (2008: 57).
       Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa (Goelman, 2003).
       Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, SQ secara komprehensif (Ginanjar (2005: 47) sedangkan Zohar dan Ian Marshall (dalam Agustian; 2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.[30]
       Di lain referensi Howard Gardner juga mengemukakan bahwa kecerdasan seseorang meliputi 10 unsur-unsur yaitu :
       Memuat kemampuan seseorang dalam berfikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berfikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berfikir. Anak-anak dengan kecerdasan matematika-logika yang tinggi menyenangi kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab-akibat terjadinya sesuatu.. anak memperlihatkan kecendrungan aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Ciri-ciri lain :
a.       Menggunakan angka dengan baik (ahli matematika, fisikawan, akutan pajak dan ahli statistik)
b.      Melakukan penalaran (programmer, ilmuwan dan ahli logika)
c.       Ketertarikan terhadap angka-angka
d.      Menikmati ilmu pengetahuan
e.       Mudah mengingat angka-angka dan skor-skor.
f.       Menikmati permainan yang menggunakan strategi seperti catur atau games tertinggi
       Kemampuan menggunakan bahasa dan kata-kata, secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengespresikan gagasan-gagasannya. Anak dengan kecerdasan bahasa yang tinggi di tandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunan suatu bahasa  seperti membaca, menulis puisi, menulis kata-kata mutiara, menulis karangan dan lain sebagainya. Anak-anak dengan potensi kecerdasan bahasa yang tinggi memiliki daya ingat yang kuat.
a.       Senang membaca buku atau apa saja, bercerita atau mendongeng
b.      Senang berkomunikasi, berbicara, berdialog, berdiskusi, dan senang berbahasa asing.
c.       Pandai meghubungkan atau merangkai kata-kata atau kalimat baik lisan maupun tulisan. Pandai menafsirkan kata-kata atau paragraf baik secara lisan maupun tulisan, senang mendengarkan musik dan lain sebagainya.
d.      Pandai mengingat dan menghafal
e.       Mudah mengungkapkan perasaan baik lisan maupun tulisan.
        Memuat kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk nada dan irama. Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan musical yaitu senang sekali mendengar nada dan irama yang indah, apakah itu melalui senandung yang di lagukan sendiri, mendengarkan kaset, radio, petunjuk orkestra atau alat musik lainnya yang dimainkan sendiri. Ciri-ciri lainnya:
a.       Kepekaan terhadap irma, senang menyanyi dan mendengarkan musik.
b.      Memainkan istrumen musik, dan membaca not-not balok/angka.
c.       Mengingat melodi atau nada
d.      Mampu mendengar perbedaan antara instrumen  yang berbeda tetapi dimainkan bersamaan.
e.        Suka bernyanyi sambil mengerjakan tugas.
f.       Membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya (bersenandung, bertepuk tangan, menjentikan jari atau menghentakan kaki)
g.      Mengarang dan menulis lagu-lagu.
       Memuat kemampuan seseorang memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Anak-anak yang memiliki kecerdasan visual spasial yang tinggi  memperlihatkan kemampuan yang lebih dibandingkan dengan anak-anak lain dalam hal, misalnya menciptakan imajinasi bentuk dalam pikiran, atau kemampuan untuk menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi, seperti orang dewasa sebagai pemahat patung atau arsitek suatu bangunan. Ciri-ciri lainnya:
a.       Pemandu, pramuka dan pemburu.
b.      Mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual dalam bentuk tertentu (dekorator interior, arsitek, dan seniman).
c.       Kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antar ruang tersebut.
d.      Biasanya lebih mengingat wajah ketimbang nama
e.       Membuat sketsa  dan membangun dan mendirikan sesuatu serta bongkar pasang.
f.       Melihat foto-foto
g.      Membuat peta dan corat-coret
h.      Memecahkan teka-teki.
       Memuat kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau keseluruhan tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Hal itu dapat dijumpai pada anak-anak yang unggul pada salah satu cabang olahraga, seperti bulu tangkis, sepak bola, tenis, berenang dan lain sebagainya. Atau dapat pula terekspos seperti anak-anak yang pandai menari, tampil bermain akrobat, atau unggul dalam bermain sulap. Ciri-ciri lainnya:
a.       Suka bergerak dan aktif sambil berpikir
b.      Mudah dan cepat mempelajari ketrampilan-ketrampilan fisik
c.       Senang berekting dan menirukan ekspresi teman-temannya
d.      Senang menggunakan gerakan-gerakan untuk membantunya mengingat berbagai hal.
       Menunjukan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Anak-anak dengan kemampuan lebih di bidang ini cenderung memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga ia mudah dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Kecerdasan ini disebut juga kecerdasan sosial. Anak dengan kecerdasan ini tidak saja mampu menjalani persahabatn yang akrab dengan teman-temannya secara mudah, ia juga memiliki kemampuan tinggi dalam memimpin, mengorganisasi, menangani perselisihan anatar teman, memperoleh simpati dari anak-anak lain, dan lain sebagainya. Ciri-ciri lainnya:
a.       Mampu mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain.
b.      Kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat
c.       Suka menawarkan bantuan ketika orang membutuhkan.
d.      Percaya diri ketika bertemu dengan orang baru
e.       Mudah mengetahui bagaimana sesamanya bersemangat untuk kerja
f.       Suka mengatur kegiatan bagi dirinya sendiri maupun teman-temannya
g.      Biasanya disukai teman-teman.
       Menunjukan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri. Anak dengan kecerdasan intra-personal tinggi  menunjukan tanda-tanda mampu mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya. Anak-anak semacam ini suka melakukan introspeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri.
       Ada beberapa diantaranya yang menyukai kesunyian dan kesendirian, merenung dan berdialog dengan dirinya sendiri. Orang tua unggul tidak perlu merasa was-was apabila memergoki sebuah hati sering berlaku demikian. Barangkali hal itu merupakan sebuah proses dari potensi kecerdasannya. Hanya saja, sebagai orang tua tidak boleh lepas kontrol dengan perilaku anaknya itu. Misalnya, orang tua memergoki anaknya sedang merenung dengan mengurung diri di kamarnya, orang tuanya perlu mencari tahu penyebab tindakan anaknya itu. Jika sekiranya alasan yang di kemukakan si anak masuk akal, orang tua tidak perlu merasa khawatir akan keselamatannya. Ciri-ciri lainnya:
a.       Suka bekerja sendiri daripada sama-sama
b.      Sering menghabiskan waktu untuk merenung
c.       Senang memikirkan masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti.
      Merupakan kemmapuan seseorang untuk peka terhadap lingungan dan alam. Misalnya,anak senang berada dalam lingkungan yang terbuka seperti di pantai, gunung, cagar alam, hutan, sawah, gunung dan lain sebagainya. Anak-anak dengan tingkat kecerdasan naturalis tinggi cenderung suka mengobservasi lingkungan alam seperti aneka jenis bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan fauna, benda-benda di angkasa, dan lain sebagainya.[31] Ciri-ciri lainnya:
a.       Mengenali dan mengategorikan spesies, flora dan fauna
b.      Suka bintang, awan dan gunung
c.       Pandai bercocok tanam dan merawat kebun
d.      Peduli tentang alam dan lingkungan
e.       Mudah beradaptasi dengan temapt dan acara yang berbeda-beda.
       Keahlian pada berbagai maslah pokok kehidupan dan aspek eksitensial manusia serta pengalaman mendalam terhadap kehidupan. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filusuf dan teolog.
       Anak-anak dengan tingkat kecerdasan eksistensial memiliki ciri-ciri:
a.       Ingin tahu bagaimana bumi bertahun-tahun yang lalu
b.      Mengapa kita ada di Bumi
c.       Apakah ada kehidupan di planet lain
d.      Kemana mahluk hidup setelah mati
e.       Apakah ada dimensi kehidupan lain
f.       Mempertanyaan hakekat segala sesuatu
g.      Mempertanyakan keberadaan peran diri sendiri di alam/dunia.
       Keyakinan dan mengaktualisasikan akan sesuatu yang bersifat transeden atau penyadaran akan nilai-nilai akidah dan keimanan. Ciri-ciri:
a.       Keyakinan akan kebesaran tuhan
b.      Kesadaran suara hati, internalisasi nilai, aktualisasi dan keikhlasan
c.       Menghayati batal dan haram dalam agama, toleransi, sabar, tawakkal, dan keyakinan akan takdir baik dan buruk.[32]
      Dari banyak jenis kecerdasan menurut Howard Gardner tersebut, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa begitu banyak anak yang merasa bodoh? Tahukah kita bahwa salah satu alasannya adalah sekolah. Sekolah memang bisa menjadi pengalaman yang sangat buruk  kecuali anak-anak yang memiliki kecerdasan abahasa dan matematis. Banyak sekolah terlalu mencurahkan perhatian untuk menghasilkan anak-anak yang pandai membaca dan menghitung, dan terbiasa mengabaikan anak-anak dengan berbagai kecerdasan lainnya. Padahal banayak penelitian yang menunjukan bahwa mempelajari musik dan seni bisa membantu anak-anak dalam memhami pelajaran lain.
      Salah satu contoh kekeliruan yang dilakukan sekolah terlihat dari banyaknya anak yang emmiliki kecerdasan visual/spasial yang diabaikan begitu saja. Banyak orang tua merasa tidak nyaman, bahkan menganggapnya sebagai hadiah hiburan saja, apabila guru sang anak mengatakan,”anak ini sangat berbakat di bidang seni”. Padahal, kecerdasan visual dapat membantu anak-anak yang menghadapi kesulitan dalam pelajaran membaca, matematis, atau ilmu pengetahuan. Apabila orangtua dan guru mengabaikan kecerdasan visual anak tersebut, berarti seperti meminta mereka memerangi lautan pendidikan dengan maata tertutup.
      Contoh lain adalah anak dengan kecerdasan interpersonal yang menonjol, sering sekali malah dicemooh sebagai “anak gaul”. Padahal, seharusnya anak-anak tersebut didorong untuk ikut pemilihan ketua OSIS, ketua senat, atau kegiatan lainnya. Lebih menyedihkan lagi perlakuan terhadap anakanak dengan kecerdasan intrapersonal. Anak-anak pendiam dengan kecerdasan yang terpendam ini sering harus berakhir diruang konsultasi psikologi sekolah, atau tenggelam kemudian menghilang diantara kerumunan orang-orang banyak. Dan ekekliruan lain adalah begitu banyak sekolah yang memaksa anak-anak untuk diam, membisu, sambil melakukan tugas yang berulang-ulang dalam suatu ruangan yang bebas dari sentuhan seni, musik, dan sentuhan manusiawi lain.
     Nicholasa Mohr seorang penulis dan artis peraih beberapa penghargaan dalam bukunya yang berjudul growinng up inside the sanctuary of my imagination, mengisahkan pengalamannya di sekolah. Sebagai seorang anak yang cerdas, kaat-kata asing sering terlontar begitu saja dari mulutnya. Hal ini sering membuatnya terpaksa menerima hukuman, duduk dipojok kelas. Dengan jelas ia menggambarkan imajinasinya tentang pemandangan laut yang biru, pohon, air terjun, kapal yang berlayar di laut lepas, sehingga ia mampu bermeditasi dan menikmati keindahan pemandangan hasil daya pertajaman daya khayalnya.[33]
      Kecerdasan-kecerdasan seperti inilah yang bisa diungkapkan melalui Multiple Intelligence Test. Kecerdasan anak tidak dapat diukur dari satu aspek kecerdasan saja. Banyak aspek kecerdasan yang dimiliki anak. Sebagaimana makna yang tersirat dari surat Yusuf ayat 67[34]. Kecerdasan yang tersembunyi dan harus diungkapkan. Sehingga dari fakta Multiple Intellegence diharapkan ada peran yang aktif untuk meningkatkan kecerdasan individu, khususnya siswa selama proses pengembangan diri.[35]
      Bagaimana cara mengembangakn Multiple Intelligence ini ?
     Kecerdasan Visual-spasial dikembangkan dengan beberapa kegiatan:
 a).  Menjelajahi dunia seni
 b).  Ciptakan perpustakaan gambar.
 c).  Mengabadikan moment tiap hari dengan foto
 d).  Mencari pola-pola visual yang menarik
 e). Bercakap-cakap menggunakan gambar dan bermain puzzle.
       Kecerdasan linguistic di kembangkan dengan beberapa cara:
a).  Tulislah ide-ide yang muncul di benak
b). Carilah kata-kata yang tidak kamu ketahui di kamus
c). Adakanlah waktu bercerita dengan keluarga
d). Bermainlah dengan kata-kata
e). Belajarlah bahasa asing
f). Hadirilah pergelaran seni puisi
       Kecerdasan musical dikembangkan dengan:
a). Dengarkanlah sebanyak mungkin jenis music
b). Bernyanyilah bersama keluarga atau teman-teman
c). Libatkanlah diri dalam musik sekolah
d). Belajarlah membaca musik
e). Ambillah kursus musik privat instrumen kegemaran
       Kecerdasan natural dikembangkan dengan:
a). Tanamlah sesuatu dan amatilah pertumbuhannya
b). Berbaribglah di halaman dan menataplah kelangit
c). Peliharalah beberapa satwa
d). Pergilah mengamati burung
e). Bacalah buku atau majalah tentang alam
f). Libatkanlah diri dalam organisasi lingkungan
       Kecerdasan kinestetik dikembangkan dengan:
a). Latihan koordinasi tangan-mata
b). Bermainlah tebak gerakan bersama keluarga
c). Carilah ide-ide saat bergerak dan berolahraga
d). Ambillah kursus bela diri
e). Pelajarilah suatu seni dan kerajinan.
       Kecerdasan intrapersonal dikembangkan dengan cara:
a).  Jumpailah orang-orang baru
b). Sumbangkanlah waktu untuk menolong orang-orang sesama
c). Belajarlah bersama sesama
d). Lewatkanlah waktu bersama keluarga
e). Carilah orang pembimbing
d). Berlatihlah berteman.
       Kecerdasan interpersonal:
a). Tanyakanlah kepada diri sendiri “siapa aku ?” bermain “Who am i”
b). Buatlah daftar dari hal-hal yang menjadi kemahiran
c). Ingatlah mimpi-mimpimu
d). Renungkanlah harimu
e). Tetapkanlah sasaran/target bagi dirimu sendiri.
       Kecerdasan Logical-matematis dikembangkan dengan cara:
a). Bermainlah permainan yang menggunakan strategi serta logika
b). Berlatihlah mengkalkulasikan soal-soal matematika sederhana dalam benakmu
c). Berlatihlah mengistemasi segalanya
d). Tulislah sepuluh pertanyaan tentang bagaimana dunia ini bekerja
e). Perhatikanlah bagaimana kamu memecahkan masalah.[36]
       Kecerdasan spiritual, menurut sukidi (2004: 99) dikembangkan dengan cara:
a). Kenalilah diri anda
b). Lakukan instrospeksi diri, dalam istilah keagamaan adalah pertobatan. Ajukan pertanyaan: “sudahkah perjalanan hidup saya berada pada sel yang benar ?”
c). Aktifkan Hati secara Rutin, dalam konteks keagamaan adalah mengingat tuhan.
d). Menemukan keharmonisan dan ketenangan hidup



               [1] Cicero atau Marcus Tullius Cicero, lahir 3 Januari 106 SM-7 Desember 43 M. Ia ini adalah tokoh romawi klasik tokoh pada bidang filsafat dan retorika dll. Dan dia ini pemikirannya diannggap lebih dekat dengan aliran Platonisme, dan banyak mengambil pendapat dari Plato (C. Rowe, et al., Sejarah Pemikiran Politik Yunani. Terj. A. Ananda, et al, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), p. 562.
               [2] Abu Ahmadi & Widodo Supriyono,  Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 32.
               [3] Sadli Saparinah, Intelegensi Bakat dan Test IQ (Jakarta: PT Gaya Favorit Press, 1996), hal. 49 dan William Stren juga mengatakan hal yang sama bahwa intelegensi sebagian besar dengan dasar dan turuna. lihat, Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2013) hal. 99.
               [4] Jhon, W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), cet ke-4, hal. 134.
              [5] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hal. 135.
              [6] Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi intelegensi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal 90-91.
              [7] Syamsu Yusuf & A. Juntika Nur Ihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hal. 174
                       [8] Umi Rohmah, “Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya Dalam Dunia Pendidikan”, Jurnal cendekia, (Vo. 9, No. 1, Januari-juni/2011), hal. 128
                       [9] Ibid., hal. 128
                       [10] Dosen Psikologi Pendidikan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
                     [11] Bibit, adalah berasal dari keluarga mana dan seperti apa. Bebet, adalah kesiapan seseorang dalam memberi nafkah keluarga, ini masuk dalam aspek ekonomi alias harta. Bobot, adalah kualitas seseorang dalam arti yang luas, meliputi aspek pendidika, akhlak dan agama. Tapi orang tua sekarang lebih melihat strata pendidikan.

                       [12]  Nisa Marhaeni, “Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar Segugus 1 Kecamatan Wates Kabupaten kulon Progo tahun ajaran 2015/2016”, Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Edisi 4, tahun ke-5/2016), hal. 336
                       [13]  Dosen Psikologi Pendidikan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
                       [14]  Ade Wijaya, Skripsi:” hubungan Antara Tingkat Intelegensi dengan Kepercayaan Diri Siswa Kelas X SMA Negeri 7 Kota Bengkulu”, (Bengkulu:  FKIP Universitas Bengkulu , 2014), hal. 43
                        [15]  Dosen Psikologi Pendidikan, UIN Syarif Hidayatullah.
                      [16]  Dosen Psikologi Pendidikan, UIN Syarif Hidayatullah jakarta.
                    [17]  Ibid., hal. 29
                      [18]  Soemanto, Drs. Wasty, Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), h. 46-48.
                  [19] Purwa atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 129
                      [20] Ibid., hal. 130.
                      [21]  Anna Rufaidah, “Pengaruh Intelegensi dan Minat Siswa Terhadap Putusan Pemilihan Jurusan”, Jurnal Ilmiah Kependidikan, (Vol. II, No. 02, Juli/ 2015), hal. 142.
                      [22]  Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi suatu pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), hal 194-195
                     [23]  Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintas Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hal. 165
                     [24]   Nanik, “Penelusuran karakteristik Hasil Tes Intelegensi WISC Pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas”, Jurnal Psikologi, (Vol. 34, No. 1, Agustus/ 2016), hal. 35
                    [25]  Siti Fatimah, “Identifikasi Tes Keammpuan Verbal Siswa Menurut WISC dengan Tema “Suhu dan Kalor dalam Kehidupan” di MTs Pluz Az Zahro Cilacap, JRKPF UAD, (Vo. 2, No. 2, Oktober/2015) hal. 60-61
                  [26]  Ratna Wulan, “SPM Untuk Mengukur Intelegensi”, jurnal Psikologi, (Vol. 1, No. 2,/1996), hal. 70
                  [27] Howard Gardner, Multiple Intelligence: Kecerdasan Majemuk Teori dan Praktek, Penerjemah Alexander Sindrou, (Batam: Interaksara, 2003) hal. 34.
                  [28] Ibid., hal. 55
                  [29] Handy Susanto, “Penerapan Multiple Intellegences dalam sitem pembelajaran”, Jurnal Pendidikan penabur, (Vol. XXV, No. 04, Juli/ 2005), hal. 60.
                    [30]   Made Budha artana Dkk, “Pengaruh Kecerdasan  Intelektual (IQ), kecerdasan Emosional (EQ), Kecerdasan spiritual (SQ), Dan Perilaku Belajar Terhadap Pemahaman Akutansi”, Jurnal A Akutansi S1 (Vol. 2, No. 1, /2014) hal. 3
                   [31] Op., Cit., Purwa atmaja Prawira, hal. 153-158.
                    [32] C. Asri Budiningsih, Belajar dan pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Citra, 2005)
                             [33]  Laurel Schmidt, Jalan Pintas Menuju 7 Kali Lebih Cerdas: 50 Aktifitas, Permainan, dan Prakarya untuk Mengasah 7 Kecerdasan Mendasar Pada Anak Anda, (Bandung: Kaifa, 2001), hal. 39.
                                                                            وَقَالَ يٰبَنِيَّ لَاتَدْخُلُوْا مِنْ بَابٍ وَّاحِدٍوَّادْخُلُوْا مِنْ اَبْوَابٍ مُّتَفَرِّقَة   [34] Artinya:” Dan dia (Ya’qub) berkata, “Wahai anak-anakku ! janganlah kamu masuk dari satu pintu  gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda.....”                                                                                                                                                              
                              [35]  Nurul maulidah dan Agus Santoso, “Permainan Konstruktif untuk Meningkatkan Kemampuan Multiple Intelligence (Visual-Spasial dan Interpersonal)”, Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, (Vol. 02, No. O1, /2012) hal. 37
                    [36] Sugirin, P.Hd, Cara Mengembangkan Berbagai Macam Kecerdasan: How To Multiply Your Child’s Intellegence, (Jakarta: Indeks, 2008), hal. 7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...