a.
Usia 0,0-8 minggu: kehidupan bayi sangat dikuasai oleh emosi
(impulsif). Emosi anak sangat bertalian dengan perasaan indrawi (fisik).
b.
Usia 8 minggu-1 tahun: pada fase ini, perasaan anak mengalami
diferensiasi (penguraian), yaitu dari perasaan senang dan tidak senang
jasmaniah menjadi perasaan-perasaan: senang, jengkel, terkejut, dan takut.
c.
Usia 1,0 tahun-3,0 tahun gejala-gejala perkembangan emosi, sebagai
berikut:
1.
Emosinya sudah mulai terarah pada sesuatu.
2.
Sejajar dengan perkembangan bahasa yang sudah dimulai sejak usia 2
tahun maka anak sudah dapat menyatakan perasaannya dengan menggunakan bahasa.
3.
Sifat-sifat perasaan anak pada fase ini:
a.
Labil, artinya mudah kembali berubah.
b.
Mudah “tersulut” (dipengaruhi) tetapi tidak bertahan lama dan
sifatnya dangkal.
4.
Perkembangan Bahasa
Ada 3 bentuk
prabahasa yang normal muncul dalam pola perkembangan bahasa, yakni menangis,
mengoceh, dan isyarat.
Menangis adalah lebih penting karena merupakan dasar bagi perkembangan bahasa yang sebenarnya. Isyarat dipakai bayi sebagai pengganti bahasa. Karena bahasa dipelajari melalui proses meniru maka bayi perlu memperoleh model atau contoh yang baik supaya dapat meniru kata-kata yang baik.
Menangis adalah lebih penting karena merupakan dasar bagi perkembangan bahasa yang sebenarnya. Isyarat dipakai bayi sebagai pengganti bahasa. Karena bahasa dipelajari melalui proses meniru maka bayi perlu memperoleh model atau contoh yang baik supaya dapat meniru kata-kata yang baik.
5.
Perkembangan Bermain
Pada masa ini
bayi bersifat bebas dan spontan yang ditandai dengan tidak adanya aturan dan
lebih bersifat bermain sendiri dari padadengan orang lain. pada masa anak
mencapai usia 3 bulan, penguasaan tangannya telah sedemikian berkembang
sehingga memungkinkan dia dapat bermain dengan boneka, atau mainan lainnya.
Pada usia ini anak juga merasakan kegembiraan dengan membalikkan badan dari
satu sisi ke sisi lainnya, menendang-nendang, dan memperhatikan gerkan-gerakan
tangannya. Pada usia tahun kedua, permainannya sudah mulai teratur dan boneka
dipakai untuk berbagai macam kegiatan permainan. Ciri khas pada usia ini ialah
permainannya banak melibatkan kegiatan berjalan, melemparkan dan memungut
kembali, dan memasukkan atau mengeluarkan benda-benda dari tempatnya.
6.
Perkembangan Pengertian
Seorang bayi
memperoleh pengertian tentang apa yang diamatinya melalui kematangan dan
belajar. Pada awal tahun pertama, tinkah laku bayi menunjukkan bahwa ia
menafsirkan hal-hal yang baru berdasarkan yang lama. Pada usia 2 tahun, ia
telah mampu membuat kesimpulan sedarhana yang berdasarkan pengalaman-pengalaman
serupa yang dilihat ada hubungannya. Pengertian pertamabagi bayi tentang objek
diperoleh melalui penjelasan sensorinya (pengindraannya): melihat, meraba,
mencium, dan mengecap.
7.
Perkembangan Kepripadian
Pada masa ini
masih berkembang sikap egosentris (aku dipusat). Ia hanya mementingkan dirinya
sendiri dan menghiraukan kepentingan orang lan. Ia adalah raja (ratu) kecil
yang hanya memerintah dunia sekitarnya. Sikap egosentrisini mempengaruhi sikap
sosialnya, seperti (a) semua orang harus melayani dirinya, (b) semua orang
harus tunduk pada kehendaknya, dan (c) segala sesuatu yang dikehendakinya harus
ada dan harus dipenuhinya.
8.
Perkembangan-Moral
Pada masa ini, anak cendurung suka mengalami perbuatan yang menyenangkan, dan tidak mengulangi perbuatan yang menyakitkan (tidak menyenangkan). Dengan melihat kecendrunga perilaku anak tersebut maka untuk menanamkan konsep moral pada anak, sebaiknya dilakukan hal-hal sebagai berikut:
Pada masa ini, anak cendurung suka mengalami perbuatan yang menyenangkan, dan tidak mengulangi perbuatan yang menyakitkan (tidak menyenangkan). Dengan melihat kecendrunga perilaku anak tersebut maka untuk menanamkan konsep moral pada anak, sebaiknya dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a.
Berilah pujian, ganjaran atau sesuatu yang menyenangkan apabila dia
melaku -kan perbuatan yang baik. Ini akan menjadi faktor penguat
(reinforcement) bagi anak untuk mengulangi perbuatan yang baik.
b.
Berilah hukuman, atau sesuatu yang mendatangkan perasaan tidak
senang, apabila dia melakukan perbuatan yang tidak baik. Hukuman tersebut akan
menjadi reinforcement bagi anak, untuk tidak mengulangi perbutan tersebut.
9.
Perkembangan Kesadaran Beragama
Menurut Arnold Gessel, anak pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan. Dalam hal ini orang tualah sebagai lingkungan pertama bagi anak yang seogiyanya melakukan hal hal-hal yang membantu perkembangan beragamanya, sebagaimana berikut:
a. Mengenalkan konsep-konsep atau nilai-nilai beragama kepada anak melalui bahasa.
b. Memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang.
c. Memberikan contoh dalam mengamalkan ajaran agama secara baik.
Menurut Arnold Gessel, anak pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan. Dalam hal ini orang tualah sebagai lingkungan pertama bagi anak yang seogiyanya melakukan hal hal-hal yang membantu perkembangan beragamanya, sebagaimana berikut:
a. Mengenalkan konsep-konsep atau nilai-nilai beragama kepada anak melalui bahasa.
b. Memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang.
c. Memberikan contoh dalam mengamalkan ajaran agama secara baik.
A.
Fase Prasekolah ( Usia Taman Kanak-kanak )
Anak usia pasekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar
usia 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai
pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet training), dan
mengenal beberapa yang dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya).
1.
Perkembangan Fisik
Perkembangan
fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Dengan
meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun
kekuatannya. Proporsi tubuhny berubah secara dramatis, seperti pada usia 3
tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm, dan beratnya sekitar 10-13 kg;
sedangkan pada usia 5 tahun, tingginya sudah mencapai sekitar 100-110 cm.
Pertumbuhan tulang-tulangnya semangkin besar dan kuat namun pertumbuhan
tengkoraknya tidak secepat usia sebelum-nya. Pertumbuhan otaknya pada usia lima
tahun sudah mencapai 75% dari ukuran orang dewasa, dan 90% pada usia 6
tahun.Untuk pertumbuhan fisik anak sangat diperlu-kan gizi yang cukup, baik
protein (untuk membangun sel-sel tubuh), vitamin dan mineral (untuk pertumbuhan
struktur tubuh), dan carbohydrat (untuk energi).
2.
PerkembanganIntelektual
Menurut Piaget,
perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperasional yaitu
tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Yang
dimaksud dengan operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara
mental bukan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional,
atau “syimbolic function”, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk
mempresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol
(bahasa, gambar, tanda/isyarat benda, gesture, atau peristiwa). Kemampuan
berpikir memang dipandang lebih maju tetapi memiliki keterbatasan sebagai
berikut :
a.
Egosentrisme,yang maksudnya bukan “selfishness” (egois), atau
arogan (sombong), namun merujuk kepada (1) diferensiasi diri, lingkungan orang
lain yang tidak sempurna, dan (2) kecenderungan untuk mempersepsi, memahami dan
menafsirkan sesuatu berdasarkan sudut pandang sendiri.
b.
Kaku dalam berfikir (rigidity of thought). Salah satu
karakteristik berfikir preoperasional adalah kaku (frozen).
c.
Semilogical reasoning. Anak-anak mencoba untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa alam yang misterius yang dialaminya sehari-hari.
3.
Perkembangan Emosional
Pada usia 4
tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan
bukan Aku (orang lain atau benda). Kesedaran ini diperoleh dari pengalamannya,
bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain atau benda. Beberapa
jenis emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu sebagai berikut :
a.
Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap
membahayakan.
b.
Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada
objeknya.
c.
Marah, merupakan perasaan tidak senang, atau benci baik terhadap
orang lain, diri sendiri, atau objek tertentu, yang diwujudkan dalam bentuk
verbal (kata-kata kasar/ makian/sumpah serapah), atau nonverbal(seperti
mencubit, memukul, menampar, menendang, dan merusak).
d.
Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang
dipandang telah merebut kasih sayang kepadanya.
e.
Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif,
nyaman, karena terpenuhi keinginannya.
f.
Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian,
atau perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda.
g.
Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut
ditakutinya (takut yang abnormal).
h.
Ingin tahu (curiosity), yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui
segala sesuatu atau objek-objek baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.
4.
Perkembangan Bahasa
Perkembangan
bahasa anak usia prasekolah, dapat diklasifikasiakan ke dalam dua tahap
(sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya), yaitu:
a.
Masa ketiga (2,0-2,6) yang bercirikan
1.
Anak sudah bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
2.
Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan,
3.
Anak banyak menanyakan nama dan tempat.
4.
Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan
berakhiran.
b.
Masa keempat (2,6-6,0) yang bercirikan
1.
Anak sudah dapat menggunakan kata-kata majmuk beserta anak kalimatnya.
2.
Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal
waktu sebab akibat melalui pertanyaan-pertanyaaan.
5.
Perkembangan Sosial
Pada usia
prasekolah (terutama mulai isia 4 tahun), perkembangan sosial anak sudah tampak
jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya.
Tanda-tanda perkembangan sosial pada anak ini adalah:
a.
Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga
maupun dalam lingkungan bermain.
b.
Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.
c.
Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
d.
Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebaya
(peer group).
6.
Perkembangan Bermain
Usia anak
prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya diisi
dengan kegiatan bermain. Yang dimaksud dengan kegiatan bermain disini adalah
suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh
kesenangan. Menurut Abu Ahmadi, 1977 ada beberapa macam permainan anak:
a.
Permainan Fungsi (permainan gerak).
b.
Permainan Fiksi.
c.
Permainan Reseptif atau Apresiatif.
d.
Permainan Membentuk (konstruksi).
e.
Permainan Prestasi.
7.
Perkembangan Kepribadian.
Masa ini lazim
disebut masa Trotzalter, periode perlawanan atau masa krisis pertama. Krisis
ini terjadi karena ada perubahan yang hebat dalam dirinya, yaitu dia mulai
sadar akan Aku-nya. Aspek-aspek perkembangan kepribadian anak itu meliputi
hal-hal berikut:
a.
dependency & Self-Image
Konsep anak
prasekolah tentang dirinya sulit dipahami dan dianalisis, karena keterampilan
bahasanya belum jelas, dan pandangannya terhadap orang lain masih egosentris.
Mereka memiliki sistem pandangan dan persepsi yang kompleks, tetapi belum dapat
menyatakan. Perkembangan sikap “independensi” dan kepercayaan diri (self
confidence).
b.
Initiative vs Guilt
Erik Erikson
mengemukakan suatu teori bahwa anak prasekolah mengalami satu krisis
perkembangan, karena mereka menjadi kurang dependen, dan mengalami konflik antara
“initiative dan guilt”.
8.
Perkembangan Moral.
Pada masa ini,
anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya
(orangtua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan
orang lain (orangtua, saudara, dan teman sebaya) anak belajar memahami tentang
kegiatan atau perilaku mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak
boleh/ditolak/tidak disetujui.
9.
Perkembangan Kesadaran Beragama
Kesadaran
beragaa pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sikap keagamaannya bersifat reseptif (menerima) meskipun banyak bertanya.
b. Pandangan ketuhanannya bersifat anthopormorph (dipersonifikasikan).
c. Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam).
d. Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
a. Sikap keagamaannya bersifat reseptif (menerima) meskipun banyak bertanya.
b. Pandangan ketuhanannya bersifat anthopormorph (dipersonifikasikan).
c. Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam).
d. Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
B.
Fase Anak Sekolah (Usia Sekolah Dasar)
1.
Perkembangan Intelektual
Pada usia
sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rngsangan intelektual,
atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampun intelektual atau
kemampuan kognitif. Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan
baru, yaitu mengkelafikasikan (mengelompokkan), menyusun, atau mengasosiasikan
(menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan
2.
Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah
sarana berkomunikasi dengan orang lain. dalam pengertian ini tercakup semua
cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakandalam bentuk
tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat
bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Pada awal masa ini, anak sudah menguasai
sekitar 2.500 kata,dan pada masa akhir usia 11-12 tahun telah dapat menguasai
sekitar 50.000 kata. Terdapat 2 faktor penting yang mempengaruhi perkembangan
bahasa, sebagai berikut:
a.
Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang
(organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b.
Proses belajar, yang berarti anak telah matang untuk berbicara lalu
mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi/meniru ucapan/kata-kata
yang didengar-nya.
3.
Perkembangan Sosial
Maksud
perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosientris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain).
4.
Perkembangan Emosi
Menginjak usia
sekolah, anak mulai menyadari bahwa pemgumgkapan emosi secara kasar tidaklah
diterima di masyarakat. Oleh karena itu, ia mulai belajar untuk mengendalikan
dan mengontrol ekpresi emosinya. Emosi merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula prilaku
belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat
atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya
dirinya terhadap aktivitas belajar. Maka sebaliknya apabila yang menyertai
proses itu emosi negatif, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam
arti individu tidak dapat memusatkan perhatian-nya untuk belajar sehingga
kemungkinan ia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.
5.
Perkembangan Moral
Anak mulai
mengenal konsep moral (mengenal benar salah atau bai buruk) pertama kali dari
lingkungan keluarga. Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini (prasekolah)
merupakan hal yang seharusnya, karena informasi yang diterima anak mengenai
benar salah atau baik buruk akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya di
kemudian hari. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti
peraturan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya.
6.
Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Pada masa ini,
perkembangan tersebut ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Sikap agama bersifat reseptif disertai dengan pengertian.
b.
Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional
berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta.
c.
Penghayatan secara rohaniah semangkin mendalam, pelaksanaan
kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.Periode usia sekolah dasar
merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode
sebelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses
pembentukan atau pendidikan yang diterimanya.
7.
Perkembangan Motorik
Pada masa ini
ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena
itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang
berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik,
berenang, main bola, dan atletik. Perkebangan fisik yang normal merupakan salah
satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan
maupun keterampilan. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat menunjang
kepentingan belajar peserta didik.
C.
Fase Remaja
1.
Makna Remaja
Fase remaja
merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan
matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut
Konopka (Pikunas,1976) masa remaja ini meliputi (a) remaja awal: 12-15 tahun;
(b) remaja madya: 15-18 tahun, dan (c) remaja akhir: 19-22 tahun. Dalam
membahas makna remaja ini, berikut dikemukakan beberapa tinjauan atau pandangan
dari para ahli lain:
a.
Persepektif Biososial
Persefektif ini
memfokuskan kajiannya kepada hubungan antara mekanisme biologis dengan
pengalaman sosial. Tokoh-tokohnya adalah:
b.
Persefektif Relasi Interpersonal
Remaja
merupakan suatu periode yang mengalami perubahan dalam hubungan sosial, yang
ditandai dengan berkembangnya minat terhadap lawan jenis, atau pengalaman
pertama dalam bercinta.
c.
Persepektif Sosiologis dan Antropologis
Persepektif ini
menekankan studinya terhadap pengaruh norma, moral, harapan-harapan budaya dan
sosial, ritual, tekanan kelompok, dan dampak terhadap teknologi terhadap
perilaku remaja.
d.
Persepektif Psikologis
Teori
psikologis dan psikososial menkaji hubungan antara mekanisme penyesuaian
psikologis dengan kondisi sosial yang mempengaruhinya. Erik H. Erikson berpen-
dapat bahwa remaja bukan sebagai periode konsolidasi kepribadian, tetapi
sebagai tahapa penting dlam siklus kehidupan. Masa remaja berkaitan erat dengan
perkem- bangan “sense of identity vs role confusion”, yaitu perasaan atau
kesadarn akan jati dirinya.
e.
Persepektif Belajar Sosial
Persepektif ini
menjelaskan tentang pentingnya prinsip-prinsip belajar yang dapat digunakan
untuk memahami tingkah laku remaja dalam berbagai status sosial.
f.
Persepektif Psikoanalisis
Freud memandang
bahwa masa anak akhir dan remaja awal merupakan periode yang lebih tenang. Masa
ini dinamakan periode “Latency”, ego terbebas dari konflik antara insting
seksual dengan norma-norma sosial. Anna Freud, anak perempuan Freud, merujuk
periode remaja ini sebagai masa “internal disharmony” (ketidakharmonisan
internal). Kondisi ini menyebabkan masa remaja dipandang sebagai periode “strom
& stress”.selanjutnya ia mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah pokok
mekanisme pertahanan ego pada masa remaja, yaitu sebagai berikut:
1.
Ego mencoba untuk mengganti konflik oedipal dengan orangtua. Preses
ini sering mengarahkan remaja untuk memperlakukan orangtua dengan sikap masa
bodoh, sementara itu ia menggunakan banyak waktu dan energinya bagi pengganti
orantuanya.
2.
Ego gagal menolak desakan regresif dengan kembali kepada
dorongan-dorongan (implus) seksual kekanak-kanakan.Peter Blos (1962) membagi
perkembangan remaja ke dalam empat segmen: (a) preadolesence, (b) early
adolesence, (c) adolesence proper, (d) late adolesence.
D.
Implikasi Perkembangan Kepribadian dalam Pendidikan
Perkembangan
kepribadian dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, karena kedua hal ini saling
terkait satu sama lainnya dan memiliki hubungan yang ireverdibel. Yang artinya
kedua hal ini memiliki pengaruh tembal balik yang seimbang. Dalam implikasinya
perkembangan kepribadian dan pendidikan terbagi menjadi dua macam. Yang
pertama, perkembangan kepribadian mempengaruhi pendidikan. Dan yang kedua,
pendidikan mempengaruhi perkembangan kepribadian.
Perkembangan kepribadian mempengaruhi pendidikan maksudnya adalah
kepribadian akan mempengaruhi pencapaian seseorang dalam pendidikan. Hal ini
biasanya dapat dijelaskan dengan bagaimana sikap orang tersebut dalam memahami
materi pelajaran dan juga sikapnya di dalam kelas. Kepribadian seseorang juga
dapat menunjukkan tingkat kecerdasan orang tersebut. Dalam hal ini bukanlah
seseorang yang selalu bersifat ramah akan mendapatkan pencapaian yang baik
dalam proses belajar, akan tetapi bagaimana sikapnya dalam memahami materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga terkadang orang yang dianggap
kurang ramah akan mendapatkan hasil yang baik dalam memahami suatu materi
pelajaran. Namun jika dikaitkan dengan lingkungan sosial hal ini kurang baik
karena dikhawatirkan jika orang tersebut akan menggunakan pengetahuannnya untuk
sesuatu yang menyimpang.
Pendidikan mempengaruhi perkembangan kepribadian maksudnya dalam
hal ini pendidikan memiliki peran penting dalam perkembangan kepribadian
individu. Dalam dunia pendidikan tidak hanya dijabarkan bagaimana cara individu
memahami suatu materi pelajaran tetapi juga pembentukan karakter. Melalui pembentukan
karakter kepribadian individu dapat dibangun. Untuk membentuk kepribadian yang
baik dalam diri individu maka pendidikan sangatlah dibutuhkan, dan dalam hal
ini pendidikan yang dimaksud bukanlah pendidikan formal saja melainkan semua
bentuk pendidikan baik pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Dan dalam
pembentukan kepribadian yang baik peran dari pendidikan nonformal dari keluarga
sangatlah penting. Dengan adanya individu yang memiliki keperibadian yang baik
dalam hal sosial dan pengetahuan maka individu tersebut akan memiliki peranan
yang sangat penting dalam masyarakat. Hal inilah yang diharapkan dari
perkembangan kepribadian terutama pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Tahapan perkembangan dan implikasi terhadap pendidikan
Sunarto dan Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Catherina,Lee . 1989 .Pertumbuhan dan Perkembangan kepribadian
anak. Arcan : Jakarta
Santrock , John W . 2003 .Adolescence Perkembangan kepribadian dan
implikasinya terhadap pendidikan . Erlangga : Jakarta
Sunarto . 1999 .Perkembangan kepribadian. Rineka Cipta : Jakarta
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........13
TEORI THREE RIGH
KOMPASIANA
HUMANIORA
6 Desember 2017 00:04 |
Diperbarui: 6 Desember 2017 14:46 |
Dibaca: 1560 | Komentar: 0 | Nilai: 0
Menurut Renzuli anak-anak berbakat adalah anak yang memiliki atau
mampu mengembangkan kesatuan dari sifat-sifat itu dan menerapkanya untuk bidang-bidang
apa yang bermakna dari kinerja manusia. Bisa juga dikatakan bahwa anak berbakat
menurut teori Renzulli adalah anak yang mampu mengembangkan potensinya.
Teori Renzulli juga mengemukakan bahwa identifikasi anak berbakat
harus mewakili kawasan-kawasan kemampuan intelektual umum, komitmen
terhadap tugas dan kreativitas. Menurutnya kinerja seseorang secara khusus
dipengaruhi oleh motivasi yang muncul dalam menyelesaikan tugasnya.
Menurut Renzulli, keberbakatan mencakup tiga dimensi yang saling
berkaitan, yang di sebut dengan "Three-Ring Conception" yaitu:
High potential ability, atau
kecerdasan diatas rata-rata atau bisa juga disebut kecerdasan tinggi. Kemampuan
ini mencakup berbagai bidang kemampuan yang biasanya diukur dengan tes
intellegensi, prestasi, kemampuan mental primer dan berfikir kreatif.
Diantaranya penalaran verbal, cepat menangkap informasi, spasial gagasan yang
orisinil. Keberbakatannya bisa dilihat dari tingkat IQ yang dimiliki anak:
#
bakat ringan IQ 115-129
#
bakat sedang IQ 130-144
#
bakat tinggi IQ 145 ke atas
Task commitment,atau
penyelesaian tugas-tugas. Meningkatkan diri terhadap tugas-tugas yang dimiliki
atau yang didapat. Memiliki komitmen yang tinggi. Task commitmentini
merupakan bentuk motivasi internal yang mendorong seseorang untuk tekun dan
ulet dalam mengerjakan pekerjaannya, meskipun mengalami macam-macam rintangan
atau hambatan, tetapi menyelesaikan tugas yang telah diberikan padanya adalah
tanggung jawabnya.
Menunjukkan komitmen terhadap tugas, di indikasikan dengan
memiliki minat dan antusias yang tinggi dengan suatu problem atau bidang
tertentu, kemampuannya dalam mengidentifikasi masalah-masalah di bidang-bidang
tertentu, memelihara keterbukaan diri dan kritik eksternal.
Kreativitas tinggi,kreativitas
merupakan suatu ungkapan atau upaya untuk mengungkapkan atau berusaha
menciptakan sesuatu dengan fantasi. Sebagai kemampuan memberikan
gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam memecahkan suatu masalah, atau
kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru, menciptakan hal baru / membuat
kombinasi-kombinasi yang baru. Kreativitas yang tinggi, ditunjukkan dengan
kelancaran dan keluwesan dalam berfikir, keterbukaan terhadap pengalaman,
reseptif dalam berfikir.
Sumber: Conny Semiawan. 1994. Persepektif pendidikan Anak Berbakat.
Jakarta: Departemen pendidikan Dan Kebudyaan
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
DAFTAR ISI
BAB II
PEMBAHASAN
Inteligensi merupakan
suatu istilah yang populer. Hampir semua orang sudah mengenal istilah ini,
bahkan mengemukakannya. Seringkali kita mendengar seseorang mengatakan si A
tergolong pandai atau cerdas (inteligen) dan si B tergolong bodoh atau kurang
cerdas (tidak inteligen) dan istilah lainnya seperti pandai, cakap, pintar
cerdas dan lainnya. Istilah inteligen sudah lama ada dan berkembang dalam
masyarakat sejak zaman Cicero[1]
yaitu kira-kira dua ribu tahun yang lalu dan merupakan salah satu aspek
alamiyah dari seseorang. Inteligensi bukan merupakan suatu kata asli yang
berasal dari bahasa Indonesia. Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari
bahasa Latin yaitu “inteligensia”. Sedangkan kata “inteligensia”
itu sendiri berasal dari kata inter dan logo, inter yang berarti diantara, sedangkan logo berarti memilih. Sehingga
inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu
penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Teori tentang inteligensi pertama kali
dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jonel Pol pada tahun 1951. Keduanya ini
mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (Power) yang dapat
melengkapi akal pikiran manusia atau pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut
dalam bahasa Yunani disebut nous.
Menurut W. Stern dalam
Abu Ahmadidan Widodo Supriyono mengemukakan inteligensi adalah suatu daya jiwa
untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang
baru.[2]
Menurut Alfred Binet
(1905) merumuskan bahwa inteligensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir,
yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.[3]
Menurut David
Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir
secara rasional, dan menghadapi lingkungan secara efektif. Secara garis besar
dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan
proses berfikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat
diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan
nyata yang merupakan manifestasi dari proses berfikir rasional itu. Beberapa
pakar menyebutkan bahwa inteligensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah[4].
Inteligensi merupakan
potensi bawaan yang sering dikaitkan dengan berhasil tidaknya anak belajar di
sekolah.[5]
Dengan kata lain, inteligensi dianggap sebagai faktor yang menentukan berhasil
atau tidaknya anak di sekolah.
Pada Abad XV, di Cina
telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi para pelamar jabatan sebagai
pegawai negara. Untuk itu dapat diterima sebagai pegawai, para pelamar harus
mengikuti ujian tertulis mengenai pengetahuan Confucian Classic dan
mengenai kemampuan menulis puisi dan komposisi karangan. Kurang dari 7% pelamar
yang biasanya lulus ujian tingkat distrik yang berlangsung sehari semalam.
Kemudian harus mengikuti ujian berikutnya yang berupa kemampuan menulis prosa
dan sajak. Dalam ujian kedua ini hanya 10% dari sisa peserta yang dapat lulus.
Akhirnya barulah ujian tingkat akhir diadakan di Peking dimana dianatara para
peserta terakhir ini hanya lulus sekitar 3% saja. Para lulusan ini dapat diangkat
menjadi mandarin dan boleh bekerja sebagai pegawai negara. Dengan demikian,
dari ketiga tahap ujian tersebut, hanya 5 diantara 100.000 pelamar saja yang
pada akhirnya dapat mencapai status mandarin. Apa yang dilakukan oleh para
penguasa Cina pada saat itu dapat dikatakan telah sesuai dengan prinsip
pengukuran yang berkembang lebih akhir dan masih dipegang sampai sekarang ini.
Baru pada abad XIX ujian semacam itu mulai dihilangkan sejalan dengan pesatnya
kemajuan universitas-universitas.[6]
Penelitian Galton
(1870) dan Vandenberg (1962) mengemukakan bahwa faktor genetika mempunyai
pengaruh yang relatif tinggi terhadap kemampuan inteligensi anak. Sebaliknya,
lingkungan sebagaimana dikatakan oleh J.P. Chaplin sangat mempengaruhi organisme
individu, termasuk inteligensi.[7]
Sementara itu, menurut
Wiramihardja sumber inteligensi adalah: (1). Genetika (2). Lingkungan dan (3).
Genetika-Lingkungan. Genetika atau bersifat genetis, artinya memiliki
sumber asal yang bersifat turunan, sedangkan lingkungan adalah segala
hal yang terjadi di lingkungan yang memberikan dampak terhadap sisi kognitif
kehidupan kejiwaan kita. Genetika-Lingkungan adalah sintetis dari
lingkungan dan genetis yaitu landasan intelegensi yang terjadi akibat adanya
pengaruh lingkungan. Sejak awal, hal ini menampilkan kontroversi mengenai
peranan alam-pembinaan, nature-nurture issues. Penelitian spektakuler
pernah dilakukan oleh William Stern yang menhasilkan kesimpulan bahwa
kecerdasan orang ditentukan 49% turunan dan 51% lingkungan. Tapi, sangat di
sayangkan, bahwa penelitian itu dilakukan ketika psikologi hanya percaya pada
adanya pengaruh keturunan dan lingkungan saja, belum menemukan faktor sintesis
antara turunan-lingkungan.[8]
Penelitian spektakuler
dari William Stern merupakan acuan fenomenal yang menemukan kapasitas
intelektual kurang lebih 49% ditentukan warisan dan 51% hasil pendidikan. Jadi,
orang memiliki IQ tinggi bisa jadi berkat warisan yang baik, misalnya orang tua
yang cerdas, tetapi bisa juga karena belajar dengan baik.[9]
Dr. Fidrayani, M. Pd.,
M. Si,[10]
dalam kuliahnya mengatakan bahwa jika genetik pintar maka anak akan pintar.
Maka mengapa di daerah Jawa dalam menacari jodoh itu ada tiga yang harus
menjadi perhatian yaitu, Bibit, Bebet, Bobot.[11]
Karena juga kualitas ummat ditentukan gen. Kenapa orang tua mencari yang
baik-baik? karena di dalam diri manusia ada gen yang baik dan ada gen yang
tidak baik, 90% gen yang baik bertemu dengan 10% gen yang tidak baik, belum
tentu gen yang akan di hasilkan adalah gen yang baik apalagi jika gen tidak
baik bertemu dengan yang tidak baik, tentu menjadi tidak baik. Walaupun gennya
baik 90% dan yang buruk 10% belum tentu gen yang lahir baik karena bisa saja
yang dimunculkan oleh Allah adalah yang tidak baik, sehingga kita kadang
melihat ada yang bapaknya ganteng, ibunya cantik, tapi anaknya makan dan minum
menggunakan selang. Ini karena kekuasaan Allah SWT. Hak prerogatif Allah, Oleh
sebab itu, kita harus bermunajat kepada Allah sebagaimana yang diajarkan dalam
al-Qur’an.
Goelman (2002),
menyatakan bahwa IQ bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar seseorang, tetapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhi diantaranya
adalah faktor lingkungan, faktor biologis, dan faktor psikologi yang terdiri
dari bakat, minat, dan kecerdasan emosi. Selain itu Goelman (2002) juga
mengatakan bahwa IQ hanya mempunyai peran sekitar 20% dalam menentukan prestasi
individu, 80% sisanya di tentukan oleh faktor-faktor lain termasuk kecerdasan
emosi. Kecerdasan emosi menurut Ary Ginanjar Agustian (2008) adalah kemampuan
peserta didik untuk merasa dan menentukan strategi apa yang akan dilakukan
untuk mengatasi emosi yang ada dalam dirinya.[12]
Menurut Dr. Fidrayani,
M. Pd., M. Si,[13]
dalam kuliahnya menyatakan bahwa hubungan IQ dengan prestasi adalah :
1.
Orang
yang memiliki IQ tinggi maka akan mendapatkan prestasi yang baik.
2.
Seseorang
yang memiliki IQ yang baik akan mampu menyelesaikan persoalan serumit apapun
baik di lingkungan akademik maupun di lingkungan sosialnya.
3.
Seseorang
yang memiliki IQ yang baik akan mudah dalam menyelesaikan studinya.
4.
Akan
mudah mendapatkan pekerjaan.
5.
Akan
mudah mendapatkan uang.
6.
Seorang
yang memiliki IQ yang baik akan memiliki ketahanan dalam rumah tangga.
Individu yang memiliki
inteligensi yang baik akan mengubah perilaku yang dapat diterima di
lingkungannya sehingga membuat individu tersebut memiliki rasa percaya diri
karena dapat berinteraksi dan diterima oleh lingkungannya. Mangun Harjana
(2005) mengungkapkan salah satu faktor yang mendukung kepercayaan diri adalah
faktor sosial, yakni seseorang akan percaya diri karena dapat berinteraksi
dengan orang lain.
Gardner (dalam
sandtrock, 2007: 156) menyebutkan salah satu tipe inteligensi adalah
keterampilan intrapersonal, yaitu kemampuan memahami diri sendiri, kepercayaan
diri, kontrol diri, disiplin diri, harga diri, dan pengenalan konsep diri.[14]
Sebelum membicarakan
hubungan Inteligensi dengan otak, maka kita harus mengetahui fungsi otak kiri
dan otak kanan kita.
Fungsi otak kiri:
-
Berfikir
Logis
-
Verbal
-
Inferensi
-
Membentuk
hubungan
-
Sistem
“mistis”
Belahan otak
kiri menekankan pada:
-
Kata-kata
-
Logika
-
Angka
-
Matematika
-
urutan
Fungsi otak
kanan:
-
Manipulasi
objek
-
Respon-respon
emosi
-
Peraba
-
Estetis
-
Kreativitas
Belahan otak
kanan menekankan:
-
Ritme
-
Irama
-
Musik
-
Gambar
-
Imajinasi
Keterkaitan antara otak
dengan inteligensi yaitu, yang menggerakkan kaki, tangan, menulis, dan membaca
semua adalah otak. Dan otak merupakan
sumber kecerdasan (secara fisiologi). Kenapa kita marah? karena otak kita tidak
kita pakai, sehingga ada perkataan “tidak punya otak kamu”. Otak secara benda
ada tetapi secara fungsi tidak dipergunakan.
Dalam suatu
laboraturium, dalam sebuah otak ada sinaps, sinaps ini ketika diberikan
stimulus yang bagus maka dia akan tersambung, semakin banyak sambungan maka
akan semakin bagus. Seseorang yang mempunyai intelegensi yang baik maka fungsi
otak selalu digunakan.
Menurut Dr. Fidrayani,
M. Pd., M. Si,[15]
dalam kuliahnya menyatakan bahwa
seseorang yang memiliki inteligensi yang baik akan cepat dan mudah memproses
informasi. Sebagai contoh: guru memberikan soal matematika dan peserta didik
disuruh menjawab, anak-anak 5x6 berapa?
Peserta didik yang memiliki
kemampuan inteligensi yang baik akan cepat memproses informasi itu dan langsung
menjawab “30”.
Contoh lain: guru memberikan soal, 7+7-4 berapa ?.
Perserta didik yang
memiliki intelegensi yang baik akan menjawab dengan cepat dan tepat, dan menjawab
“10”.
Menurut Dr. Fidrayani,
M. Pd., M. Si,[16]
dalam kuliahnya menyatakan bahwa dalam kerja memori (Working Memory), ada yang namanya short memory, dan ada yang dinamakan long memory. Ketika suatu informasi disampaikan maka dia akan
tersimpan di dalam short memory,
tetapi jika informasi itu disampaikan secara berulang-ulang maka akan tersimpan
di dalam long memory.
Seseorang yang memiliki
kemampuan inteligensi yang baik atau memiliki tingkat inteligensi yang cerdas
maka informasi yang dia dapat dia akan menyimpan di dalam long memory bukan di dalam short
memory, karena jika suatu informasi tersimpan di dalam short memory paling lambat tiga hari maka informasi itu akan hilang
dan ketika dipanggil lagi maka tidak akan teringat lagi. Tetapi jika tersimpan
di dalam long memory akan bertahan
lama dan ketika dipanggil maka dia akan segera mengingat kembali informasi itu.
a.
Tes
Binet Simon, menyelidiki inteligensi anak antara umur 3 sampe 15 tahun,
sehingga dari hasil itu dapat diketahui IQ-nya.
b.
Brightness
tes atau tes mosellom, yaitu
test three words (tes 3 kata)
c.
Telegram
Test, yaitu disuruh membuat berita dalam bentuk telegram
d.
Definitie, disuruh mendeskripsikan sesuatu
e.
Wiggly
test, yaitu menyusun kembali balok-balok kecil yang semula tersusun
menjadi satu.
f.
Stenquest
test, disuruh mengamati sesuatu benda sebaik-baiknya, lalu dirusak
kemudian disuruh membentuk lagi
g.
Absrudy
test, disuruh mencari keanehan yang terdapat di dalam suatu bentuk
cerita
h.
Medalion
test, yaitu di suruh menyelesaikan gambar-gambar yang belum jadi, atau
sebagian.
Sternberg dalam Santrock
mengatakan bahwa secara umum inteligensi dibedakan mejadi 3 diantaranya:
a.
Intelegensi Analitis
Yaitu kecerdasan yang
lebih cenderung dalam proses penilaian objektif dalam suatu pembelajaran dalam
setiap pelajaran, selalu mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap hasil ujian.
Misalnya individu dalam ujian disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai di
atas rata-rata.
b.
Inteligensi
Kreatif
Yaitu kecerdasan yang
lebih cenderung pada sifat-sifat yang unik, merancang hal-hal baru. Misalnya:
seorang peserta didik diinstruksikan untuk menulis kata “P O H O N” oleh
gurunya, tetapi jawaban seorang individu yang kreatif dengan menggambarkan
sebuah pohon.
c.
Inteligensi
Praktis
Yaitu kecerdasan yang
berfokus pada kemampuan untuk menggunakan, menerapkan dan mengiplementasikan,
dan mempraktikan. Misalnya: seorang individu mendapatkan skor rendah dalam tes
IQ tradisional, tetapi dengan cepat memahami masalah dalam kehidupan nyata,
contohnya dalam pembelajaran praktikum, akan cepat memahami karena dibantu
dengan berbagai peralatan dan media.
a.
Faktor
Bawaan atau Keturunan
Penelitian membuktikan
bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan diantara
dua anak kembar, korelasi nilai tes IQ-nya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti
lainnya pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40-0,50 dengan
ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10-0,20 dengan ayah dan ibu
angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah,
IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah
saling kenal.
b.
Faktor
Lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri
yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup
menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa
terlepas dari otak. Dan perkembangan otak dipengaruhi oleh gizi yang
dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional
dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting seperti, pendidikan
latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususunya pada masa-masa peka).[18]
c.
Stabilitas
Inteligensi dan IQ
Inteligensi bukanlah
IQ. Inteligensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang
IQ hanyalah hasil dari suatu tes inteligensi itu (yang notabene hanya mengukur
sebagai kelompok dari inteligensi). Stabilitas inteligensi tergantung
perkembangan organik otak.
d.
Faktor
Gizi
Faktor gizi kuat atau
lemahnya fungsi intelektual juga ditentukan oleh gizi yang memberikan
energi/tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi (gizi berimbang) terutama yang
besar pengaruhnya pada perkembangan inteligensi ialah pada fase prenatal (anak
dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia di atas lima tahun
pengaruhnya tidak signifikan lagi.
e.
Faktor
Kematangan Piage
Seorang psikolog dari
Swiss membuat empat tahapan kematangan dalam perkembangan intelektual, yaitu:
periode sensori motorik (0-2 tahun), periode pra operasional (2-7 tahun),
periode operasional konkrit (7-11 tahun) dan periode operasional formal (11-16
tahun). Hal tersebut membuktikan bahwa semakin bertambah usia seseorang,
intelektualnya makin berfungsi dengan sempurna. Ini berarti faktor kematangan
mempengaruhi struktur intelektual,
sehingga menimbulkan perubahan-perubahan kualitatif dari fungsi intelektual.
Yaitu kemampuan menganalisis (memecahkan suatu permasalahan yang rumit) dengan
baik.
f.
Faktor
pembentukan pendidikan dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap
fungsi intelektual seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas
sarana seperti bahan bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai,
semua ini dapat membentuk anak menjadi meningkat fungsi dan kualitas
pikirannya, pada gilirannya situasi ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi
anak dibanding anak seusianya.
Alfred Biner
(1857-1911), seorang ahli psikologi dari Prancis, yang dianggap sebagai bapak atau pelopor tes inteligensi ini. Tes asli disusun
oleh Binet pada tahun 1905, pada saat dia menerima tugas dari pemerintah
Prancis untuk meneliti sebab-sebab kemunduran peserta didik dalam pelajaran
waktu itu. Apakah kemunduran dan kegalalan itu di sebabkan oleh kemalasan atau
kenakalan, ataukah boleh jadi kecerdasannya kurang?
Dalam penelitian itu
Binet dibantu Simon mulai menyusun bermacam-macam item, inteligensi anak terus
bertambah sampai batas umur 15 tahun. Sedangkan diatas 15 tahun tidak akan
bertambah lagi, yang bertambah hanya pengetahuannya saja. Tes Binet ini
telah mengalami beberapa revisi. Revisi pertama dilakukan oleh Goddard pada
tahun 1911, dan direvisi kembali pada tahun 1916 oleh Terman.
Setelah dilakukan
eksperimen dan revisi berulang kali, akhirnya para ahli psikologi sepakat adanya satu ukuran dalam inteligensi yang dinamakan Intelligence
Question atau IQ. IQ diperoleh melalui hasil pembagian anatara umur mental
atau Mental Age (MA) dengan umur kalender atau Chronologi cale Age
(CA). Hasil pembagian kemudian dikalikan 100.
|
IQ =
|
|
IQ =
|
IQ= satuan tingkat
kemampuan individu. MA diproleh melalui pemberian sekelompok pertanyaan yang
dijawab betul oleh sejumlah besar individu dengan umur yang sama. Jika
seseorang mempunyai hasil pekerjaan secara betul seperti yang dilakukan oleh
sejumlah anak yang berumur 15 tahun, MA individu tersebut adalah 15. Kemudian
CA di peroleh menurut usia seseorang. Angka 100 adalah bilangan tetap atau
konstanta yang di usulkan dan di sarankan oleh stern dan terman untuk
mengindari angka pecahan dalam satuan IQ.[19]
Misalnya, seorang anak
berusia 6 tahun. Mula-mula diajukan pertanyaan kepadanya lima buah pertanyaan
yang sesuai dengan umurnya. Jika lima buah pertanyaan itu dapat di jawab semua,
lalu diajukan pertanyaan diatasnya (6 tahun, 7 tahun, 8 tahun, 9 tahun, dan
seterusnya) sampai sama sekali tak ada lagi pertanyaan yang terjawab. Tetapi,
jika pertanyaan-pertanyaan yang pertama (6 tahun) ada sebuah atau lebih yang
terjawab (salah) maka diajukan pertanyaan-pertanyaan di bawahnya (5 tahun, 4
tahun) sampai dapat dijawab semuanya.
|
Umur CA
|
Jawaban
|
Nilai MA
|
|||||
|
6 tahun
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
6
|
|
7 tahun
|
√
|
X
|
X
|
X
|
X
|
|
|
|
8 tahun
|
√
|
√
|
X
|
X
|
X
|
|
|
|
9 tahun
|
X
|
X
|
√
|
X
|
X
|
|
|
|
10 tahun
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
|
-
|
|
Jumlah
|
|
||||||
Maka MA-Nya = 7
CA = 6
Jadi
IQ 
= ± 123
Maka anak itu memiliki IQ sebesar
123 dan setelah di sesuaikan dengan tabel di bawahnya, yaitu tabel kategori
inteligensi maka dia masuk dalam kelompok Cerdas.[20]
Nana Syaodih (2007: 100-101) mengkategorikan inteligensi (kecerdasan
intelektual) ke dalam beberapa tingkat, yaitu:
|
IQ
|
Kategori
|
Persentase
|
|
140 ke atas
|
Genius
|
0, 25%
|
|
130-139
|
Sangat cerdas
|
0, 75%
|
|
120-129
|
Cerdas
|
6%
|
|
110-119
|
Di atas norma
|
13%
|
|
90-109
|
Normal
|
60%
|
|
80-89
|
Di bawah normal
|
13%
|
|
70-79
|
Bodol (dull)
|
6%
|
|
50-69
|
Debil (morron)
|
0, 75%
|
|
25-49
|
Imbecile
|
O,20%
|
|
25 ke bawah
|
Idiot
|
0, 05%
|
Nana Syaodih juga menjelaskan bahwa
anak-anak yang IQ-nya di bawah 70 termasuk kelompok terbelakang. Umumnya mereka
tidak bisa belajar pada sekolah biasa, mereka harus didik secara khusus di luar
sekolah.[21]
Kelemahan dari tes binet ini adalah
bahwa tes itu adalah tes individual yang hanya dapat melayani seorang anak saja
pada suatu pelaksanaan teks. Hal ini memerlukan waktu dan tenaga yang banyak
sekalipun hasilnya memuaskan. Oleh karena itu, beberapa psikolog Amerika segera
mengadakan percobaan-percobaan penyusuaian bentuk tes untuk tes kelompok.
Pada tahun 1917 Amerika Serikat terlibat
dalam perang dunia 1 dan sibuk mengadakan pemilihan calon-calon militer. Maka
pemerintahan meminta kepada ahli psikologi untuk membuat tes guna tujuan di
atas. Hasilnya ialah tes Anny dan Army Beta. Army alpha diperuntukan
bagi calon-calon tentara yang dapat membaca dan menulis serta dapat berbahasa
Inggris dengan baik, sedangkan Army Beta
diperuntukan bagi calon-calon tentara yang tidak dapat membaca dan menulis
serta tidak dapat berbahasa ingris dengan baik.
Selain tes Binet Simon dan revisi-revisi
serta tes Army Alpha dan Army Beta, berkembang pula tes
inteligensi yang lain dianatarnya:
-
Tes
Wechsler (WAIS dan WISC)
-
Tes
Progressive Matrices 9CPM, SPM da APM)
-
Culture
Fair Intelegensi Tes (CFIT)
-
Goodenough
Draw A Man Test (DAM)
-
Dan
lain sebagainya.
34 tahun setelah di
terbitkan tes inteligensi pertama oleh Stanford Biner, David Wechler memperkenalkan versi 1 tes
inteligensi yang dirancang khusus untuk digunakan orang dewasa. Tes tersebut
terbit pada tahun 1939 dan dinamai Wechsler
Bellevue Intelegent Scale (WBIS), disebut juga skala W-B. Alasan Wechsler
mengembangkan skala W-B adalah kenyataan bahwa tes inteligensi yang digunakan
untuk orang dewasa saat itu hanya merupakan perluasaan dari tes inteligensi
anak-anak dengan menambahkan soal yang sejenis yang lebih sukar. Isi tes yang
seperti itu, menurut Wechsler seringkali tidak menarik minat dan perhatian
orang dewasa. Pada tahun 1949 Wechsler menerbitkan pula skala inteligensi untuk
digunakan pada anak-anak. Model tes ini ada 2 macam yaitu : pertama, untuk umur
16 tahun ke atas, yaitu Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) dan kedua untuk anak-anak
yaitu Wechsler Intelligence Scale for
Children (WISC). Tes Wechsler meliputi dua sub, Verbal dan performance
(tes lisan dan perbuatan, serta keterampilan). Tes lisan meliputi pengetahuan
umum, pemahaman, ingatan, mencari kesamaan, hitungan dan bahasa. Sedangkan tes
keterampilan meliputi menyusun gambar dan sandi (kode angka-angka).[22]
Tes Wechsler ini
berbeda dengan tes Binet. Dalam tes Binet diadakan perbandingan antara MA dan
CA, sedangkan dalam tes Wechsler tes IQ hanya semata-mata hasil dari MA saja.
Namun keduanya sama-sama dilakukan secara perorangan.[23]
Model tes Wechsler ada dua:
1.
Wechsler
Intelligence Children Scale (WISC)
Tes WISC merupakan tes inteligensi yang biasa digunakan untuk
mengukur taraf kecerdasan anak usia 5 tahun hingga 15 tahun. Tes WISC memiliki
kemampuan untuk mendeskripsikan berbagai aspek kecerdasan anak, seperti wawasan
dan minat pengetahuan, daya konsentrasi dan daya ingat jangka pendek, berbagai
kemampuan seperti: bahasa, matematika, berfikir logis dan abstrak, Visual
motoric coordination, visual perception organizazion, visual-spatial
relationship dan field dependence, adaptasi terhadap lingkungan dan pemahaman
terhadap norma-norma sosial (berkaitan dengan antisipasi masalah sosial dan
ketrampilan sosial), dan kreatifitas.
Beberapa penelitian telah menggunakan tes WISC untuk mengungkap gejala-gejala
gangguan klinis pada anak, seperti: main brain disfunction/brain damage,
emotional disturbance, anxiety, delinquency, learning disabilities, dan
lain-lain (Sattler, 1978).[24]
Diantara tes WISC
yaitu tes kemampuan verbal, diantaranya:
a). Tes kemampuan verbal skala information
(pengetahuan umum).
Skala information pengetahuan umum dibuat
dengan memberikan pertanyaan mengenai pengetahuan umum. Tes bentuk skala
pengetahuan umum dalam penelitian ini berjumalah 5 butir soal. Gambar I adalah
salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala pengetahuan umum. Hasil
keseluruhan teks menunjukan presentase yang paling tinggi. Peserta didik dapat
menjawab dengan tepat. Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa peserta
didik tidak mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang bersifat
pengetahuan umum. Hal ini dikarenakan peserta didik mampu mengingat
informasi-informasi yang sifatnya hafalan.
|
Satuan suhu menurut standar internasional (SI) adalah......
a. Celcius
b. Fahrenheit
c. Reamur
d. Kelvin
|
Gambar I.
Tes Kemampuan verbal skala information
b). Tes kemampuan verbal skala Comprehension (pemahaman).
Tes kemampuan verbal
skala pemahaman dibuat untuk menguji informasi atau konsep-konsep yang
dimilikimpeserta didik. Tes bentuk skala pemahaman dalam penelitian ini
berjumlah 8 butir soal. Gambar II adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan
verbal skala pemahaman. Hasil keseluruhan tes menunjukan bahwa peserta didik
mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala pemahaman yaitu sebesar 58, 29%
|
Proses pembentukan glukosa dari karbondioksida dan air dengan bantuan
cahaya matahari disebut.....
a. respirasi
b. sintesis
c.
metabolisme
d.
fotosintesis
|
Gambar 2. Tes kemampuan verbal skala comprehension.
c). Tes kemampuan verbal skala Arithmetic
(berhitung).
Tes kemampuan skala
berhitung dalam penelitian ini berjumlah 3 butir soal. Gamabr 3 adalah salah
satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala berhitung. Hasil keseluruhan teks
menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala
berhitung yaitu sebesar 38,72%
|
Neni memanaskan minyak tanah bermassa 200 gram
sehingga suhunya naik menjadi 20ﹾC. Jika kalor jenis minyak tanah adalah 2,2 x 103
j/kgﹾC, maka kalor yang diperlukan untuk memanaskan minyak tanah tersebut
adalah....
a.
8,8 x 103 j
b.
8 x 103 j
c.
0,8 x 103 j
d.
0,08 x 103 j
|
Gambar 3. Tes
kemampuan verbal skala arithmetic.
d). Tes kemapuan verbal Similarities
(kemiripan).
Tes kemampuan
verbal skala kemiripan dibuat untuk menanyakan persamaan/kemiripan kata dari
seatu objek tertentu. Tes dalam penelitian ini berjumlah 2 butir soal. Gmbar 4
adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan kemiripan. Hasil keseluruhan tes
menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala
kemiripan yaitu sebesar 40,43%
|
O2 : Oksigen
a.
IﹾC : 273 K
b.
I kalori : 42 j
c.
H2O : Karbondioksida
d.
CO2 : Karbonmonoksida
|
Gambar 4. Tes kemapuan verbal skala similarities
e). Tes kemampuan verbal skala Digit
Span (Rentang angka).
Tes kemampuan
verbal skala rentang angka dibuat untuk menanyakan serangkaian angka. Tes
bentuk skala rentang angka dalam penelitian ini berjumlah dua butir soal.
Gambar 5 adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala rentang
angka. Hasil keseluruhan tes menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab
dengan tepat pertanyaan di skala rentang angka yaitu sebesar 28, 08% hasil tes
pada skala ini menunjukan presentase yang paling rendah peserta didik dapat
menjawab dengan tepat. Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa peserta
didik sebenarnya mampu menghitung dengan pertanyaan yang diberikan, namun
karena kurang teliti dalam memberikan jawaban dan bingung dengan adanya
rentetan angka yang hampir sama/jawaban pengecoh maka banyak peserta didik yang
menjawab dengan tidak tepat.
|
Mufti mengukur suhu air dengan termometer skala fahrenheit dan
menunjukan angka 23ﹾF. Berapakah suhu air tersebut jika ditanyakan
dalam skala reamur, celsius, dan fahrenheit secara berurutan ?
a. -4 R; -5ﹾC; 268 K
b. 4ﹾR; 5ﹾC; 268 K
c. -4ﹾR; 5ﹾC; 268 K
d. -5ﹾR; -4ﹾC; 268 K
|
Gambar 5. Tes kemampuan verbal skala digit span
f). Tes kemampuan verbal skala Vocabulary (Perbendaharaan
Kata)
tes kemampuan verbal
skala perbendaharaan kata dibuat untuk menguji pengetahuan kata. Tes bentuk
skala perbendaharaan kata dalam penelitian ini berjumlah 10 butir soal. Gambar
VI adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala perbendaharaan
kata. Hasil keseluruhan tes menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab
dengan tepat pertanyaan di skala perbendaharaan kata yaitu sebesar 53,19%
berdasarkan hasil wawancara, awalnya peserta didik merasa bingung dengan
pertanyaan model seperti ini. Namun dibantu peneliti maka peserta didik mampu
menjawab dengan baik pertanyaan tersebut.[25]
|
1. a. Celcius b. Kelvin
c. fahrenheit d. Termometer
2. a. H2O b. CO2
c.O2 d. Cahaya mathari
|
Gamabar 6. Tes kemmapuan
verbal skala vocabulary
2.
Wechsler
adult Intelligence scale (WAIS).
Tes ini dikenalkan pada individu mulai umur 16 tahun sampai dewasa,
tes ini di sajikan secara individual yaitu seorang tester menghadapi seorang
seorang testi, membutuhkan waktu kira-kira 90 menit. Terdiri dari 11 subtes
yang di golongkan menjadi dua, yaitu: Verbal dan Performance.
Verbal:
-
Informasi
-
Pengertian
-
Hitungan
-
Persamaan
-
Rentangan
angka
-
Perbendaharaan
kata
Performance:
-
Simbol
angka
-
Melengkapi
gambar
-
Rencangan
balok
-
Mengatur
gambar
-
Merakit
objek
Dari kesebelas subtes tersebut diperoleh skor mentah, masing-masing
harus di ubah dulu kedalam skor standar, kemudian skor standar tersebut
dijumlahkan sesuai dengan komponennya yaitu verbal dan performance adalah full.
Total standard skor di konsultasikan dengan tabel IQ sesuai dengan usia subjek.
Hasil berupa Verbal IQ, Performance IQ, dan Full IQ yang merupakan IQ deviasi
dengan mean 100 dan SD 15.
Tabel klarifikasi Tingkat IQ oleh Wechsler:
|
Klarifikasi IQ
|
Skor
|
|
Verry superior
|
128 and Over
|
|
Superior
|
120-127
|
|
Average
|
91-110
|
|
Dull Normal
|
80-90
|
|
Bordline
|
66-79
|
|
Deffective
|
65 and below.
|
Penelitian Soeramto
(1986) mengenai kesahihan, kendalan, dan faktor-faktor inteligensi yang
diungkap WAIS, denagn menggunakan hasil tes WAIS dari biro konsultasi Fakultas
Psikologi, menyimpulkan bahwa WAIS cukup sahih untuk mengungkap inteligensi.[26]
Teori ini di perkenalkan pada tahun 1983
oleh J.P. Guilford dan Pof. howard Gardner. Konsep ini memandang bahwa setiap
orang adalah unik, setiap orang perlu menyadari dan mengembangkan ragam
kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya. Setiap siswa berbeda karena
mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.
Konsep kecerdasan majemuk atau multiple
inteligensi berawal dari karya Howard Gardner dalam buku Frames Of Mind tahun 1983 yang didasarkan atas hasil penelitian
selama beberapa tahun tentang kapasita kognitif manusia (Human Cognitif Capacities). Garden menolak asumsi bahwa kognisi
manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan
tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukan penguasaan yang berbeda,
individu memiliki beberapa kecerdasan dan bergabung menjadi satu kesatuan
membentuk kepribadian yang cukup tinggi.
Menurut Gardner kecerdasan itu tidak
hanya diartikan sebagai IQ semata, namun kecerdasan itu menyangkut kemampuan
sesorang untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah serta menghasilkan produk
atau ide.[27]
Gardner telah menetapkan delapan kecerdasan:
-
Verbal-linguistik
-
Logis-matematis
-
Visual-spasial
-
Kinesttetik-jasmani
-
Musikal
-
Interpersonal
-
Interpersonal-naturalis.[28]
Multipel inteligensi
yang mencakup delapan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan pengembangan dari
kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ)[29]
Kecerdasan intelektual
IQ) adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental
berpikir, menalar dan memecahkan masalah, Robins dan Judge (2008: 57).
Kecerdasan emosional
(EQ) adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan,
serta mengatur keadaan jiwa (Goelman, 2003).
Kecerdasan Spiritual
(SQ) adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran,
perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, SQ secara komprehensif
(Ginanjar (2005: 47) sedangkan Zohar dan Ian Marshall (dalam Agustian; 2001)
mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi
persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup
kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
yang lain.[30]
Di lain referensi Howard Gardner juga
mengemukakan bahwa kecerdasan seseorang meliputi 10 unsur-unsur yaitu :
Memuat kemampuan
seseorang dalam berfikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berfikir
menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta
memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berfikir. Anak-anak dengan
kecerdasan matematika-logika yang tinggi menyenangi kegiatan menganalisis dan
mempelajari sebab-akibat terjadinya sesuatu.. anak memperlihatkan kecendrungan
aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan soal-soal
matematika. Ciri-ciri lain :
a.
Menggunakan
angka dengan baik (ahli matematika, fisikawan, akutan pajak dan ahli statistik)
b.
Melakukan
penalaran (programmer, ilmuwan dan ahli logika)
c.
Ketertarikan
terhadap angka-angka
d.
Menikmati
ilmu pengetahuan
e.
Mudah
mengingat angka-angka dan skor-skor.
f.
Menikmati
permainan yang menggunakan strategi seperti catur atau games tertinggi
Kemampuan menggunakan
bahasa dan kata-kata, secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang
berbeda untuk mengespresikan gagasan-gagasannya. Anak dengan kecerdasan bahasa
yang tinggi di tandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan
penggunan suatu bahasa seperti membaca,
menulis puisi, menulis kata-kata mutiara, menulis karangan dan lain sebagainya.
Anak-anak dengan potensi kecerdasan bahasa yang tinggi memiliki daya ingat yang
kuat.
a.
Senang
membaca buku atau apa saja, bercerita atau mendongeng
b.
Senang
berkomunikasi, berbicara, berdialog, berdiskusi, dan senang berbahasa asing.
c.
Pandai
meghubungkan atau merangkai kata-kata atau kalimat baik lisan maupun tulisan.
Pandai menafsirkan kata-kata atau paragraf baik secara lisan maupun tulisan,
senang mendengarkan musik dan lain sebagainya.
d.
Pandai
mengingat dan menghafal
e.
Mudah
mengungkapkan perasaan baik lisan maupun tulisan.
Memuat kemampuan
seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada di
sekelilingnya, termasuk nada dan irama. Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan
musical yaitu senang sekali mendengar nada dan irama yang indah, apakah itu
melalui senandung yang di lagukan sendiri, mendengarkan kaset, radio, petunjuk
orkestra atau alat musik lainnya yang dimainkan sendiri. Ciri-ciri lainnya:
a.
Kepekaan
terhadap irma, senang menyanyi dan mendengarkan musik.
b.
Memainkan
istrumen musik, dan membaca not-not balok/angka.
c.
Mengingat
melodi atau nada
d.
Mampu
mendengar perbedaan antara instrumen
yang berbeda tetapi dimainkan bersamaan.
e.
Suka bernyanyi sambil mengerjakan tugas.
f.
Membuat
suara-suara musikal dengan tubuhnya (bersenandung, bertepuk tangan, menjentikan
jari atau menghentakan kaki)
g.
Mengarang
dan menulis lagu-lagu.
Memuat kemampuan
seseorang memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan visual spasial yang tinggi memperlihatkan kemampuan yang lebih
dibandingkan dengan anak-anak lain dalam hal, misalnya menciptakan imajinasi
bentuk dalam pikiran, atau kemampuan untuk menciptakan bentuk-bentuk tiga
dimensi, seperti orang dewasa sebagai pemahat patung atau arsitek suatu
bangunan. Ciri-ciri lainnya:
a.
Pemandu,
pramuka dan pemburu.
b.
Mentransformasikan
persepsi dunia spasial-visual dalam bentuk tertentu (dekorator interior,
arsitek, dan seniman).
c.
Kepekaan
terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antar ruang tersebut.
d.
Biasanya
lebih mengingat wajah ketimbang nama
e.
Membuat
sketsa dan membangun dan mendirikan
sesuatu serta bongkar pasang.
f.
Melihat
foto-foto
g.
Membuat
peta dan corat-coret
h.
Memecahkan
teka-teki.
Memuat kemampuan
seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau keseluruhan
tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Hal itu dapat
dijumpai pada anak-anak yang unggul pada salah satu cabang olahraga, seperti
bulu tangkis, sepak bola, tenis, berenang dan lain sebagainya. Atau dapat pula
terekspos seperti anak-anak yang pandai menari, tampil bermain akrobat, atau
unggul dalam bermain sulap. Ciri-ciri lainnya:
a.
Suka
bergerak dan aktif sambil berpikir
b.
Mudah
dan cepat mempelajari ketrampilan-ketrampilan fisik
c.
Senang
berekting dan menirukan ekspresi teman-temannya
d.
Senang
menggunakan gerakan-gerakan untuk membantunya mengingat berbagai hal.
Menunjukan kemampuan
seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Anak-anak dengan kemampuan
lebih di bidang ini cenderung memahami dan berinteraksi dengan orang lain
sehingga ia mudah dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Kecerdasan ini disebut
juga kecerdasan sosial. Anak dengan kecerdasan ini tidak saja mampu menjalani
persahabatn yang akrab dengan teman-temannya secara mudah, ia juga memiliki
kemampuan tinggi dalam memimpin, mengorganisasi, menangani perselisihan anatar
teman, memperoleh simpati dari anak-anak lain, dan lain sebagainya. Ciri-ciri
lainnya:
a.
Mampu
mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan
orang lain.
b.
Kepekaan
terhadap ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat
c.
Suka
menawarkan bantuan ketika orang membutuhkan.
d.
Percaya
diri ketika bertemu dengan orang baru
e.
Mudah
mengetahui bagaimana sesamanya bersemangat untuk kerja
f.
Suka
mengatur kegiatan bagi dirinya sendiri maupun teman-temannya
g.
Biasanya
disukai teman-teman.
Menunjukan kemampuan
seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri. Anak dengan kecerdasan
intra-personal tinggi menunjukan
tanda-tanda mampu mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada
dirinya. Anak-anak semacam ini suka melakukan introspeksi diri, mengoreksi
kekurangan maupun kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri.
Ada beberapa
diantaranya yang menyukai kesunyian dan kesendirian, merenung dan berdialog
dengan dirinya sendiri. Orang tua unggul tidak perlu merasa was-was apabila
memergoki sebuah hati sering berlaku demikian. Barangkali hal itu merupakan
sebuah proses dari potensi kecerdasannya. Hanya saja, sebagai orang tua tidak
boleh lepas kontrol dengan perilaku anaknya itu. Misalnya, orang tua memergoki
anaknya sedang merenung dengan mengurung diri di kamarnya, orang tuanya perlu
mencari tahu penyebab tindakan anaknya itu. Jika sekiranya alasan yang di
kemukakan si anak masuk akal, orang tua tidak perlu merasa khawatir akan
keselamatannya. Ciri-ciri lainnya:
a.
Suka
bekerja sendiri daripada sama-sama
b.
Sering
menghabiskan waktu untuk merenung
c.
Senang
memikirkan masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti.
Merupakan kemmapuan
seseorang untuk peka terhadap lingungan dan alam. Misalnya,anak senang berada
dalam lingkungan yang terbuka seperti di pantai, gunung, cagar alam, hutan,
sawah, gunung dan lain sebagainya. Anak-anak dengan tingkat kecerdasan naturalis
tinggi cenderung suka mengobservasi lingkungan alam seperti aneka jenis
bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan fauna, benda-benda
di angkasa, dan lain sebagainya.[31]
Ciri-ciri lainnya:
a.
Mengenali
dan mengategorikan spesies, flora dan fauna
b.
Suka
bintang, awan dan gunung
c.
Pandai
bercocok tanam dan merawat kebun
d.
Peduli
tentang alam dan lingkungan
e.
Mudah
beradaptasi dengan temapt dan acara yang berbeda-beda.
Keahlian pada berbagai
maslah pokok kehidupan dan aspek eksitensial manusia serta pengalaman mendalam
terhadap kehidupan. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filusuf dan
teolog.
Anak-anak dengan
tingkat kecerdasan eksistensial memiliki ciri-ciri:
a.
Ingin
tahu bagaimana bumi bertahun-tahun yang lalu
b.
Mengapa
kita ada di Bumi
c.
Apakah
ada kehidupan di planet lain
d.
Kemana
mahluk hidup setelah mati
e.
Apakah
ada dimensi kehidupan lain
f.
Mempertanyaan
hakekat segala sesuatu
g.
Mempertanyakan
keberadaan peran diri sendiri di alam/dunia.
Keyakinan dan mengaktualisasikan akan sesuatu
yang bersifat transeden atau penyadaran akan nilai-nilai akidah dan keimanan.
Ciri-ciri:
a.
Keyakinan
akan kebesaran tuhan
b.
Kesadaran
suara hati, internalisasi nilai, aktualisasi dan keikhlasan
c.
Menghayati
batal dan haram dalam agama, toleransi, sabar, tawakkal, dan keyakinan akan
takdir baik dan buruk.[32]
Dari banyak jenis
kecerdasan menurut Howard Gardner tersebut, yang menjadi pertanyaan adalah
mengapa begitu banyak anak yang merasa bodoh? Tahukah kita bahwa salah satu
alasannya adalah sekolah. Sekolah memang bisa menjadi pengalaman yang sangat
buruk kecuali anak-anak yang memiliki
kecerdasan abahasa dan matematis. Banyak sekolah terlalu mencurahkan perhatian
untuk menghasilkan anak-anak yang pandai membaca dan menghitung, dan terbiasa
mengabaikan anak-anak dengan berbagai kecerdasan lainnya. Padahal banayak
penelitian yang menunjukan bahwa mempelajari musik dan seni bisa membantu
anak-anak dalam memhami pelajaran lain.
Salah satu contoh
kekeliruan yang dilakukan sekolah terlihat dari banyaknya anak yang emmiliki
kecerdasan visual/spasial yang diabaikan begitu saja. Banyak orang tua merasa
tidak nyaman, bahkan menganggapnya sebagai hadiah hiburan saja, apabila guru
sang anak mengatakan,”anak ini sangat berbakat di bidang seni”. Padahal,
kecerdasan visual dapat membantu anak-anak yang menghadapi kesulitan dalam
pelajaran membaca, matematis, atau ilmu pengetahuan. Apabila orangtua dan guru
mengabaikan kecerdasan visual anak tersebut, berarti seperti meminta mereka
memerangi lautan pendidikan dengan maata tertutup.
Contoh lain adalah anak
dengan kecerdasan interpersonal yang menonjol, sering sekali malah dicemooh
sebagai “anak gaul”. Padahal, seharusnya anak-anak tersebut didorong untuk ikut
pemilihan ketua OSIS, ketua senat, atau kegiatan lainnya. Lebih menyedihkan
lagi perlakuan terhadap anakanak dengan kecerdasan intrapersonal. Anak-anak
pendiam dengan kecerdasan yang terpendam ini sering harus berakhir diruang
konsultasi psikologi sekolah, atau tenggelam kemudian menghilang diantara
kerumunan orang-orang banyak. Dan ekekliruan lain adalah begitu banyak sekolah
yang memaksa anak-anak untuk diam, membisu, sambil melakukan tugas yang
berulang-ulang dalam suatu ruangan yang bebas dari sentuhan seni, musik, dan
sentuhan manusiawi lain.
Nicholasa Mohr seorang
penulis dan artis peraih beberapa penghargaan dalam bukunya yang berjudul growinng
up inside the sanctuary of my imagination, mengisahkan pengalamannya di
sekolah. Sebagai seorang anak yang cerdas, kaat-kata asing sering terlontar
begitu saja dari mulutnya. Hal ini sering membuatnya terpaksa menerima hukuman,
duduk dipojok kelas. Dengan jelas ia menggambarkan imajinasinya tentang
pemandangan laut yang biru, pohon, air terjun, kapal yang berlayar di laut
lepas, sehingga ia mampu bermeditasi dan menikmati keindahan pemandangan hasil
daya pertajaman daya khayalnya.[33]
Kecerdasan-kecerdasan
seperti inilah yang bisa diungkapkan melalui Multiple Intelligence Test.
Kecerdasan anak tidak dapat diukur dari satu aspek kecerdasan saja. Banyak
aspek kecerdasan yang dimiliki anak. Sebagaimana makna yang tersirat dari surat
Yusuf ayat 67[34].
Kecerdasan yang tersembunyi dan harus diungkapkan. Sehingga dari fakta Multiple
Intellegence diharapkan ada peran yang aktif untuk meningkatkan kecerdasan
individu, khususnya siswa selama proses pengembangan diri.[35]
Bagaimana cara
mengembangakn Multiple Intelligence ini ?
Kecerdasan
Visual-spasial dikembangkan dengan beberapa kegiatan:
a). Menjelajahi dunia seni
b). Ciptakan perpustakaan gambar.
c). Mengabadikan moment tiap hari dengan foto
d). Mencari pola-pola visual yang menarik
e). Bercakap-cakap
menggunakan gambar dan bermain puzzle.
Kecerdasan linguistic
di kembangkan dengan beberapa cara:
a). Tulislah ide-ide yang
muncul di benak
b). Carilah kata-kata yang tidak kamu ketahui di kamus
c). Adakanlah waktu bercerita dengan keluarga
d). Bermainlah dengan kata-kata
e). Belajarlah bahasa asing
f). Hadirilah pergelaran seni puisi
Kecerdasan musical
dikembangkan dengan:
a). Dengarkanlah sebanyak mungkin jenis music
b). Bernyanyilah bersama keluarga atau teman-teman
c). Libatkanlah diri dalam musik sekolah
d). Belajarlah membaca musik
e). Ambillah kursus musik privat instrumen kegemaran
Kecerdasan natural
dikembangkan dengan:
a). Tanamlah sesuatu dan amatilah pertumbuhannya
b). Berbaribglah di halaman dan menataplah kelangit
c). Peliharalah beberapa satwa
d). Pergilah mengamati burung
e). Bacalah buku atau majalah tentang alam
f). Libatkanlah diri dalam organisasi lingkungan
Kecerdasan kinestetik
dikembangkan dengan:
a). Latihan koordinasi tangan-mata
b). Bermainlah tebak gerakan bersama keluarga
c). Carilah ide-ide saat bergerak dan berolahraga
d). Ambillah kursus bela diri
e). Pelajarilah suatu seni dan kerajinan.
Kecerdasan
intrapersonal dikembangkan dengan cara:
a). Jumpailah orang-orang
baru
b). Sumbangkanlah waktu untuk menolong orang-orang sesama
c). Belajarlah bersama sesama
d). Lewatkanlah waktu bersama keluarga
e). Carilah orang pembimbing
d). Berlatihlah berteman.
Kecerdasan
interpersonal:
a). Tanyakanlah kepada diri sendiri “siapa aku ?” bermain “Who am
i”
b). Buatlah daftar dari hal-hal yang menjadi kemahiran
c). Ingatlah mimpi-mimpimu
d). Renungkanlah harimu
e). Tetapkanlah sasaran/target bagi dirimu sendiri.
Kecerdasan
Logical-matematis dikembangkan dengan cara:
a). Bermainlah permainan yang menggunakan strategi serta logika
b). Berlatihlah
mengkalkulasikan soal-soal matematika sederhana dalam benakmu
c). Berlatihlah mengistemasi segalanya
d). Tulislah sepuluh pertanyaan tentang bagaimana dunia ini bekerja
e). Perhatikanlah bagaimana kamu memecahkan masalah.[36]
Kecerdasan spiritual,
menurut sukidi (2004: 99) dikembangkan dengan cara:
a). Kenalilah diri anda
b). Lakukan
instrospeksi diri, dalam istilah keagamaan adalah pertobatan. Ajukan
pertanyaan: “sudahkah perjalanan hidup saya berada pada sel yang benar ?”
c). Aktifkan
Hati secara Rutin, dalam konteks keagamaan adalah mengingat tuhan.
d). Menemukan keharmonisan dan ketenangan hidup
[1]
Cicero atau
Marcus Tullius Cicero, lahir 3 Januari 106 SM-7 Desember 43 M. Ia ini adalah
tokoh romawi klasik tokoh pada bidang filsafat dan retorika dll. Dan dia ini
pemikirannya diannggap lebih dekat dengan aliran Platonisme, dan banyak
mengambil pendapat dari Plato (C. Rowe, et al., Sejarah Pemikiran Politik
Yunani. Terj. A. Ananda, et al, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),
p. 562.
[11]
Bibit, adalah berasal
dari keluarga mana dan seperti apa. Bebet, adalah kesiapan seseorang
dalam memberi nafkah keluarga, ini masuk dalam aspek ekonomi alias harta. Bobot,
adalah kualitas seseorang dalam arti yang luas, meliputi aspek pendidika,
akhlak dan agama. Tapi orang tua sekarang lebih melihat strata pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar