Kelompok...1
THAHARAH
·
Menurut bahasa adalah bersih dan terbebas dari kotoran yang nampak
seperti najis yang berasal dari air kencil atau yang lainnya dan najis secara
maknawi berupa aib dan kemaksiatan. Bersih
dari najis dan menghilangkannya merupakan suatu kewajiban bagi yang
tahu, akan hukum dan mampu melaksanakannya.najis adalah lawan kata dari suci,
dan najis itu sendiri adalah sesuatu yang kotor secara syar’i, dimana hal itu
mewajibkan bagi setiap muslim untuk mensucikan diri darinya.[1]
·
Macam-amacam najis:
1.
Kotoran manusia dan air seninya “jika seorang dianatra kalian
menginjak kotoran dengan sandalnya, amka sesungguhnya debu menjadi penyuci bagi
nya “(HR> Abu Daud di sanad shahih).
2.
Madzi, air yang lembut dan lengket, ia keluar di saat syahwat
memuncak , ketika keluar ia tidak muncrat dan tidak disertai dengan rasa capek.
Hal ini lebih banyak terjadi pada perempuan , nabi ditanya tentang madzi,
Rasul:”Hendaklah mencuci kemaluannya dan wudhu”.
3.
Segala yang keluar dari Kubul dan Dubul.
4.
Anjing & Babi.
5.
Darah ahid. Seorang wanita “wahai rasulullah, baju salah seorang
dianatara kami ada yang terkena darah haid, lalu apa yang ahrus diperbuat?
“Hendaklah dia mengerinkannya, kemudian menggosokkannya dnegan air dan
menyiramnya setelah itu sholatlah ia dengn itu”.
6.
Nanah
7.
Minuman keras seperti arak &sebagainya.[2]
·
Membersihkan pakaian dari madzi, sahl bin hanif ia pernah terkena
air madzi maka ia tanya kepada rasul maslah kainnya: “cukuplah bagimu untuk
menganbil satu telapak tangan air kemudian kamu percikan pakaianmu yang terkena
madzi, hingga kau lihat ia telah mengenainya.
Membersihkan tanah karena terkena
air kencing dan lain sebagainya, dengan cara menyiraminya dengan air.
Sebgaaimana rasul perintah untuk menyirami air kencing orang arab di mesjid
(HR. Muslim).[3]
·
Hal-hal yang membatalkan wudhu:
1.
Keluar air kencing
2.
Keluar mani, wadi dan madzi
3.
Tidur pulas, hingga menghilangkan kesadaran
4.
Bersentuhan antara laki-laki dengan perempuan tanpa penghalang.
5.
Memegang/menyentuh, walau kemaluan sendiri.[4]
·
Tayamum ialah mengusap muka dan kedua telpaka tangan dengan debu
yang suci. Adapun hikmah tayamum:
1.
Menumbuhkan kesadran bahwa syariat islam itu tidak mempersulit
umatnya.
2.
Mengingatkan manusia akan asal kejadiannya
3.
Tidak ada alasan untuk meninggalkan ibadah karena kurang sarana
pokok
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
A.
Pengertian
Thaharah
Sebelum
membahas dasar-dasar hukum thaharah, kami akan membahasa tentang pengertian
thaharah :
Thaharah
berasal dari bahasa arab yakni طهر- يطهر-
طهرة yang artinya bersuci
Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari
berbagai kotoran[5] atau
bersih dan suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan
najis ma’nawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan.[6]
Sedangkan dalam buku yang lain secara etimologi “thaharah” berarti “kebersihan”
ketika dikatakan saya menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah saya
membersihkan pakaian.[7] Dalam
buku Fiqh ibadah,[8]secara
bahasa ath-thaharah berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang
kasat mata maupun tidak.[9]
Sedangkan menurut istilah atau terminologi
thaharah adalah menghilangkan hadas, menghilangkan najis, atau melakukan
sesuatu yang semakna atau memiliki bentuk serupa dengan kedua,[10]kegiatan
tersebut.[11]
Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah
adalah bersih dari najis haqiqi yakni khabast atau najis hukmi yakni hadast[12],
devenisi yang dibuat oleh mazhab maliki dan hambali sama dengan devenisi yang
digunkan oleh ulama mazhab hanafi mereka mengatakan bahwa thaharah adalah
menghilangkan apa yang menghalangi sholat yaitu hadats atau najis dengan
menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah.[13]
Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi mengatakan
bahwa thaharah memiliki 4 tahapan yakni[14] :
1.
menyucikan
lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran.
2.
menyucikan
anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.
3.
menyucikan hati
dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk
4.
menyucikan hati
dari selain allah.
Prof. Dr. Zakiyah Darajat membagi thaharah
menjadi dua bagian yakni lahir dan batin, bersuci batin adalah mensucikan diri
dari dosa dan kemasiatan.cara mensucikan dengan cara bertaubat dengan
sungguh-sungguh dari segala dosa dan kemaksiatan dari kotoran kemusrikan,
keraguan dan kebencian dengki, curang, tipuan, takabur, ria caranya dengan
bertindak ikhlas. Yakin, cinta kebaikan, benar, thawadu’, hanya mengharapkan
ridho allah bagi setiap perbutan.[15]
Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan
hadats, kebersihan dari kotoran, cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran
itu pada tempat ibadah, pakaian yang di pakai pada badan seseorang. Sedangkan
kebersihan dari hadats dilakukan dengan mengambil air widhu dan mandi.[16]
Thaharah dari hadats
ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk mandi
dan wudhu adalah air dan tanah(debu) untuk tayammum. Dalam hal ini air harus
dalam keadaan suci lagi menyucikan atau di sebut dengan air muthlak sedangkan
tanah/debu harus memenuhi beberapa syarat yang di tentukan.[17]
B.
Dasar Hukum
Thaharah.
H.abdul khaliq Hasan
mengemukakan salah satu landasan hukum thaharah adalah surah al Furqan ayat 11:
Artinya : Dialah yang meniupkan angin
sebagai pembawa kabar gembira, dekat sebelum kedatangan rahmatnya(hujan) dan
kami turunkan air dari langit air yang bersih(QS.Al-Furqan:48)
Wahbah az zuhaili dalam tafsir al munir
menjelaskan, maksud ayat ini adalah allah menurunkan air yang suci sebagai alat
bersuci baik untuk tubuh, pakaian, maupun yang lain sebab kata thahur
berarti sesuatu yang digunakan untuk thaharah(bersuci), sebagaimana kata wudhu
yang di gunakan untuk berwudhu.[18]
Allah SWT menyuruh manusia untuk
membersihkan pakaian dan segala kotoran yang termasuk berhala. Membersihkan
pakaian dapat di artikan dengan membersihak pakaian lahir,[19]dan
pakaian batin[20].
Jadi dengan ayat diatas, allah megatakan bahwa kebersihkan dari lahir dan batin
itu harus dipadukan, sebab diantara keduanya harus di padukan dan saling
berhubungan.[21]
Artinya : janganlah selalu
kebersihan sedapat mungkin, karna allah swt membangun islam di atas kebersihan,
dan tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang bersih (H.R Athabrany).[22]
Kebersihan atau bersuci menjadi media utama
mendekatkan diri kepada Allah karena Allah mencintai orang-orang yang
mensucikan dirinya, perhatikan lah surah Al-Baqorah ayat 222
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya : sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri (QS.Al-Baqarah:222).[23]
Ada pun
dalil- dalil yang di kemukakan oleh Wahbah Az Zuhaily adalah nabi muhammad saw
bersabda
Artinya :
kunci sholat ialah suci, yang menyebabkan haram melakukan perkara – perkara
yang yang di halalkan sebelum sholat adalah takbiratul ihram dan yang
menghalalkan melakukan perkara yang diharamkan sewaktu sholat ialah salam.[24]
C.
Bab Air.
1.
Macam-macam
Air.
a.
Ditinjau dari
segi hukumnya, air dapat di bagi dalam empat bagian:
1.
Air suci dan
mensucikan, yaitu air mutlak artinya air yang masih sewajarnya dikatakan air
atau air yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci tanpa ada makruh
padanya.[25]
Air seperti ini disebut sebagai air mutlaq karena jika ia dimutlakkan
(pengertiannya tidak dibatasi), maka masih tetap dinamakan air dan kondisinya
serta karakternya sebagai air tidak berubah, tetap pada kondisi aslinya. Jadi
yang air mutlak (air yang suci mensucikan) adalah air yang suci zat dan
esensinya yaitu ketika dimasuki zat lain ia tidak menjadi najis. Air yang
termasuk dalam kategori ini ada tujuh macam yaitu air hujan, air sumur, air
laut, air sungai, air salju, air telaga, air embun.[26] Pada
initinya jika air itu masih tetap dalam kondisi dan karakter awal sebagai air,
tidak berubah satupun dari rasa, warna dan bau maka hukum menggunakan air ini
adalah suci mensucikan tanpa ada keraguan padanya.
2.
Air yang suci
dan tidak menyucikan, Air suci tapi tidak mensucikan atau air musta’mal yaitu
air yang telah digunakan untuk menghilangkan najis meskipun rasa, warna, dan
bau tidak berubah.[27] Air
musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci karena tidak bisa menyucikan zat
lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air suci mensucikan,namun setelah
dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah hilang,bergantilah ia menjadi
air musta’amal yaitu air hasil atau bekas dari bersuci, Meskipun air tersebut
masih tetap dalam kondisi dan karakter awal dari sebuah air. Namun jika air
musta’mal tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai dua qullah maka
hukumnya menjadi suci mensucikan. Air yang mencapai dua qullah tidak menjadi
najis karena ada najis di dalamnya kecuali jika perubahan karakter sebuah air
telihat dengan jelas maka air tersebut menjadi najis.[28] Contoh
lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia dalam jumlah sedikit.
Misalnya segelas atau hanya segayung.
3.
Air makruh
yaitu air suci,dapat mensucikan namun makruh di gunakan. Air yang masuk dalam
kategori ini adalah air musyammas yaitu air yang menjadi panas atau di panaskan
dengan matahari dalam bejana logam, besi atau tembaga selain emas dan perak.
Hukum makruh yang di maksud adalah jika penggunaan air musyammas digunakan untuk
badan. Jika digunakan untuk tujuan lain seperti cuci baju, menyiram bunga dan
lain-lain maka hukumnya tidak makruh alias boleh-boleh saja. Karena menurut
dugaan menggunakan air musyammas dapat menyebabkan penyakit kusta.[29]
4.
Air
mutanajis atau air najis yaitu air yang terkena najis sedang jumlahnya
kurang dari qullah.[30] Atau
mencapai dua qullah atau lebih tapi karakternya sebagai air sudah berubah
dengan jelas, baik dari segi rasa, warna ataupun bau. Air dua qulllah atau air
yang banyak menurut kebiasaan tidak menjadi najis hanya karena ada najis yang
memasukinya kecuali jika terjadi perubahan pada air tersebut meskipun sedikit.
Maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Jika perubahan terjadi dengan
hilangnya perubahan karena najis maka air tersebut menjadi suci, jika perubahan
tersebut karena penambahan air suci lain. Namun jika karena hal lain misalnya
minyak kesturi, minyak, debu dan lain-lain maka air tersebut tetap dalam keadaa
tidak suci.,Sedangkan air yang tidak mencapai dua qullah jika kemasuka najis
maka air itu dihukumi najis, meskipun air tersebut tidak berubah sifatnya sama
sekali. Ada beberapa pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air
tersebut kurang dari dua qullah. pengecualiannya sebagai berikut:
a.
Najis yang
memasuki air tersebut adalah najis yang tidak dapat dilihat dengan mata normal
b.
Air
tersebut kemasukan bangkai yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat,
nyamuk, semut, lebah, kutu binatang, kutu rambut, kalajengking dan lain-lain.
Kecuali jika bangkai tersebut mengubah air tersebut, atau bangkai tersebut
sengaja dilemparkan kedalam air. Jika bangkai dilemparka dalam keadan hidup
maka air tidak menjadi najis meskipun pada akhirnya ia mati dalam air tersebut.
c.
Jilatan kucing
pada air menggenang atau pada air yang mengalir. Ini dikarenakan kucing
bukanlah hewan najis.
d.
Asap dari
barang najis dalam kadar yang sedikit.
e.
Debu najis dari
kotoran binatang. Debu kotoran tidak dapat menajiskan anggota tubuh yang basah.
Jika najis padat yang masuk dalam air yang
mencapai dua qullah, maka menurut pendapat yang azhar, diperbolehkan bagi
seseorang mengambil air tersebut dari sisi mana saja, tidak wajib menghindari
sisi yang kena najis, karena keseluruhan air tersebut hukumnya suci. Jika air
tersebut merubah sifat air, maka menurut pendapat yang shohih yaitu:jika
jumlah air yang tersisa tidak berubah sifatnya namun air tersebut kurang dari
dua qullah maka hukum air itu adalah najis. Jika sia air tersebut tidak
berubah dan mencapai dua qullah atau lebih, maka air tersebut suci.[31]
D.
Najis.
1.
Pengertian
Najis
Secara
etimologi najis berarti sesuatu yang dapat mengotori,menjijikan. Sedangkan
menurut istilah syara’, najis adalah sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi
keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan.
2.
Macam-macam najis.
Najis terdapat
terdiri dari beberapa macam baik berbentuk cairan maupun berbentuk padat antara
lain:
a.
Bangkai
binatang yang hidup di darat kecuali belalang, sedangkan bangkai binatang yang
hidup di laut hukumnya suci.
b.
Darah. Termasuk
dalam hal ini darah haid, darah nifas, dan darah istihadhah.
c.
Segala sesuatu
yang keluar dari qubul dan dubur yaitu berupa kencing, sebagaimana sabda nabi
yang menyuruh sahabat untuk menyiram air seni dari seorang badui yang
kencing di masjid, kotoran atau tahi, madzi atau cairan encer yang keluar tanpa
syahwat yang kuat juga dihukumi najis, wadzi yaitu cairan berwarna putih keruh
yang keluar setelah kencing atau sehabis melakukan pekerjaan berat, serta batu
kemih yang keluar setelah buang air kecil. Sedangkan sperma baik dari manusia
atau binatang adalah suci terkecuali sperma babi dan anjing. Dasar dari sperma
adalah suci adalah hadist dari aisyah ra. bahawa aisyah pernah menggaruk sperma
yang telah kering dari pakaian Rasulullah saw. kemudian pakaian itu dipakai
oleh Beliau untuk sholat. Sperma dapat dihukumi najis jika ketika setelah
kencing seseorang belum mencuci kemaluannya kemudian keluar sperma atau ketika
sparma bercampur dengan madzi, dan hal ini sering terjadi. Sehingga agak susah
membedakan madzi dan mani.
d.
Anjing dan babi
dan segala yang bertalian dengannya.
e.
Khamr, atau
minuman yang memabukkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah pd surah al
maidah ayat 90. Kata rijs (Qs. Al-Maidah) pada ayat tersebut menurut syara’
adalah najis. Segala minuman yang memabukkan itu adalah najis. Sedangkan zat
lain yang memabukkan tapi tidak berbentuk cair seperti ganja dan shabu-shabu
tidak dikategorikan najis meskipun mengonsumsinya itu haram.
f.
Nanah. Dalam
penyebutannya nanah terbagi dua yaitu qaih yaitu sejenis nanah yang keluar dari
jerawat dan bisul. Qaih dimasukkan dalam najis karena sebenarnya nanah adalah
darah yang sudah berubah dan tidak lagi tercampur dengan darah, dan shaded
yaitu sejenis nanah yang bercampur dengan darah. Termasuk juga cairan bisul
serta cairan nanah entah baunya amsih berbau darah atau sudah berubah.
g.
anggota yang
dipotong dari bagian binatang yang masih hidup tanpa melalui penyembelihan.
hukumnya adalah sama dengan bangkai. Kecuali sesuatu yang terpisah dari
manusia, belalang, dan ikan. Misalnya rambut manusia. Adapun hukum sesuatu
yang terpisah dari binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya maka
ia adalah najis. Jika kita ragu apakah bagian itu berasal dari hewan yang boleh
dimakan atau tidak, maka hukumnya suci.
Semua jenis najis tidak dapat berubah suci
kecuali pada tiga macam yaitu:
a.
khamr
dengan tempatnya/wadahnya karena sudah menjadi cuka, yaitu melalui proses
fermentasi
b.
kulit yang
najis dapat menjadi suci jika disamak baik again dalam maupun bagian luarnya.
Menyamak kulit didak bole dengan cara menjemur,menggunakan debu,dipanggang atau
di asinkan karena semua cara ini tidak menghilangkannajis pada permukaan kulit.
c.
binatang yang
muncul dari organ yang sudah mati adalah suci. M Misalnya bangkai
yang mengeluarkan belatung. Alasannya karena terdapat unsure kehidupan di
dalamnya.[32]
Najis juga
dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
a.
Najis
mukhafafah yaitu najis ringan, seperti kencing bayi laki-laki yang belum
berumur 2 tahun dan belum pernh makan sesuatu kecuali air susu ibunya.[33] Untuk
membersihkan nya tidak dicuci melainkan hanya diperciki air
saja. Adapun kencing bayi perempuan dihukumi najis dan harus di siram atau di
cuci hingga baunya hilang. Dalam syarah Shahih muslim, Imam Nawawi
mengatakan:Sesungguhnya memercikkan air pada kencing bayi sudah memadai selama
bayi tersebut semata-mata hanya menyusui pada ibunya. Apabila bayi tersebut
sudah memakan makanan tambahan untuk mengenyangkan,maka wajib mencucinya tanpa
adaperbedaan pendapat di kalangan ulama. Bagi bayi yang sejak lahir disupai
kurma tidaklah ada halangan untuk memerciki kencingnya,sebab yang demikian itu
tidaklah dianggap memakan makanan tambahan selain air susu ibu.perbuatan
menyuapi bayi dengan kurma adalah sunnah nabi. Jika bayi memakan selain ASI
seperti minum obat atau madu,namun untuk tujuan tertentu,misalnya berobat maka,
air kencingnya tetap dipercikkan bukan di basuh atau di cuci.[34]
b.
Najis
mutawasithah yaitu najis sedang. Yaitu najis selain dari bayi dan ajing serta
babi, seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan
binatang, kecuali air mani, barang cair dan memabukkan,susu hewan yang tidak
hala dagingnya untuk dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya,keculai bangkai
ikan dan belalang. Najis mutawasithah trbagi menjadi dua yaitu najis ‘ainiyah
yaitu najis yang dapat diketahui dengan indra atau berwujud. Yang kedua adlah
najis hukmiyah yaitu najis yang tidak Nampak, seperti bekas kencing atau arak
yang sudah kering. Menghilangkan najis ‘ainiyah hukumya wajib hingga rasa warna
dan bau najis tersebut hilang. Membersihkan najis hukmiyah cukup dengan
mengalirkan air di atas najis tersebut dengan satu siraman tanpa disyaratkan
niat.
c.
Najis
mugalladzah yaitu najis berat seperti anjing dan babi.[35] Jilatan
dari kedua hewan ini harus dicuci sebanyak tujuh kali yang salah satunya
dicampur dengan tanah. Air liur anjing itu najis,jika ia menjilati sebuah
bejana maka bejana itu pun harus di cuci sebanyak tujuh kali yang salah satunya
dengan menggunakan tanah. Dalam hal ini najis terletak pada mulut dan air liur
anjing. Sedangkan bulunya tidak najis jika dalam keadaan kering. Begitupun
babi, keseluruhannya adalah najis sebagaimana firman Allah dalam QS.Al
An’am:145 dan QS.Almaidah:3. Akan tetapi ulama memperbolehkan menjahit dengan
menggunakan bulu babi.[36]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....2
ZAKAT
·
Zakat mempunyai beberapa arti.
-
Al-barakatu, keberkahan
-
At-thaharatu, kesucian
-
Ash-shalahu, keberesan
Secara istilah zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan
tertentu yang Allah swt, wajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada
yang berhak menerimanya, denagn persyaratan tertentu pula.[37]
·
Zakat adalah bagian dari harta dengan persyartaan tertentu. Zakat
adalah sesuatu yang diberikan orang sebagai hak allah kepada yang berhak
menerima, antara lain para fakir miskin, menurut ketentuan dalam agama islam.[38]
·
Macam-macam zakat:
a.
Zakat fitrah. Zakatul abdan karena yang di zakati adalah badan.
Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan satu kali dalam setahun oleh
setiap muslim untuk dirinya sendiri dan untuk setiap jiwa atau orang yang
menjadi tanggungannya, adapun jumlah yang dikeluarkan (3,5 liter/2,5 kg). Zakat
fitrah di wajibkan mulai terbenam
matahari malam idul fitri, akan tetapi boleh di takjil (menyegerakan)
sejk awal bulan ramadhan.
b.
Zakat mal:
1.
Zakat harta (perniagaan) dengan berjalan satu tahun (haul) yaitu
menggabungkan semua harta perdagangan dari awal sampai akhir dalalm satu tahun,
kemudian dikeluarkan zakatnya, zakatnya ini tidak ada nisabnya, kadar zakat
harta perniagaan adalah sebesar 2,5% bisa dengan uang atau harta.
2.
Zakat ziro’ah (pertanian/segala hasil bumi), jika mencapai nisob 5
wasaq (650 Kg). Adapun kadar zakatnya ada 2 macam:
a). Pengairan alamiah 10%
b). Pengairan tenaga manusia 5%
3.
Zakat ma’adin (pertambangan), segala sesuatu yang keluar dari bumi
yang berharga seperti timah, emas, dll. Adapun nisab emas 20 dinar/ 94 gram,
zakat 2,5 %, tidak ada haul.
4.
Zakat rikaz (barang temuan), 20% tanpa ada nisab dan haul.
5.
Zakat hasil laut, baik secara alami atau di biakkan bisa berapa
ikan, rumput laut, mutiaara, kerang dll.
6.
Hasil ternak, seorang yang memeilihara ternak wajib.
7.
Emas dan perak, 20 dinar (85 gram) dengan haul selama 1 tahun dan
kadar 2,5%
c.
Mustahiq zakat, Qs: At-Taubah ayat 60:
1.
Fakir
2.
Orang-orang miskin
3.
Pengurus zakat
4.
Para muallaf yang di bujuk hatinya
5.
Untuk memerdekakan budak
6.
Orang yang berhutang di jalan Allah
7.
Orang-orang yang dalam perjalanan.
Dari delapan inilah yang
disebut asnaf.dari 8 ini riqa dalam arti memerdekakan budak .karena budak tidak
ada di indonesia.
·
Muallaf ada 4:
1.
muallaf muslim adalah udah amsuk islam tetapi niatnya atau imannya
masih lemah, maka diperkuat dengn memberi zakat.
2.
Orang yang telah masuk silamdan niat cukup kuat, dan ia terkemuka
di kalangan kaumnya. Ia diberi zakat dengan harapan kawan-kawannya akan
tertarik masuk islam.
3.
Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang kafir yang
disampingnya.
4.
Muallaf yang dapat memebndung kejahatan orang yang membangkang
membayar zakat.
·
Riqab adalah budak belia yang diberi kebebasan usaha mengumpulkan
kekayaan agar ia dapat menebus dirinya untuk merdeka.
·
Gharim ada 3:
1.
Orang yang meminjam guna menghindarkan fitnah atau mendamaikan
permusuhan
2.
Orang yang meminjam guna keperluan diri sendiri atau keluarganya
untuk tujuan yang mubah
3.
Orang minjem karena tanggungan. Ex:pengurus masjid,
madrasah/pesantren
·
Sabilillah, jalan menyampaikan sesuatu karena ridha Allah baik
berupa ilmu maupun amal. Jumhur ulama mengartikan sabilillah diberikan kepada
para angkatan bersenjata yang lillahi ta’ala artinya tidak mendapat gaji dari
pemerintah.
·
Ibnu sabil yaitu mengadakan perjalanan dari negara dimana
dikeluarkan zakat, atau melewati negara itu.[39]
·
Hikmah zakat:
1.
Zakat dapat mejaga dan memelihara harta dari ancaman mata dan
tangan para pendosa dan pencuri
2.
Zakat merupakan pertolongan
bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang ememrlukan bantuan
3.
Menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil
4.
Ucapan syukur kepada Allah.
5.
Memperat hubungan dan menghindari kesenjangan sosial.[40]
·
Hukum meninggalkan zakat:
1.
Zakat wajib, engga ia berdosa, tapi tidak murtad dari islam dan
pemerintahan berkewajiban memungut.
2.
Orang yang tau zakat itu wajib, tapi dia unjuk gigi membela diri,
maka dia berhak diperangi.
3.
Orang-orang yang tidak berzakat dan tidak mengetahui wajib, maka
dia telah keluar dari silam dan berhak di bunuh.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
ZAKAT
A.
Pengertian
Zakat
Menurut lughat
arti zakat adalah tumbuh (al Numuww) seperti pada zakat Al Zar’u yang artinya
bertambaha banyak dan mengandung berkat seperti pada zaka’ al malu dan
suci(thoharoh) seperti pada nafsan zakiyah dan qad aflaha man zakkaha[1]
Sedangkan
menurut Istilah zakat adalah sebagian harta yang telah diwajibkan oleh Allah
swt untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya sebagaiman yang telah
dinyatakan dalam Al Qur’an atau juga boleh diartikan dengan kadar tertentu atas
harta tertentu yang diberikan kepada orang-orang tertentu dengan lafadz zakat
yang juga digunakan terhadap bagian tertentu yang dikeluarkan dari orang yang
telah dikenai kewajiban untuk mengeluarkan zakat[2]
Menurut
Imam Maliki dalam mendefinisikan zakat bahwa zakat adalah mengeluarkan sebagian
yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab(batas
kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya
dengan catatan kepemilikan itu penuh dan mencapai haul, bukan barang tambang
dan bukan pertanian.
Menurut
madzhab Syafii zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh
sesuai dengan cara khusus, sedangkanmadzhab Hambali mengatakan Zakat adalah hak
yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus
pula.[3]
B.
Hukum
Mengeluarkan Zakat
Zakat
merupakan rukun ketiga dari lima rukun Islam dan zakat juga termasuk salah satu
panji-panji Islam yang penegakkannya tidak boleh diabaikan oleh siapaun juga.
Zakat telah difardzukan diMadinah pada bulan Syawwal tahun kedua hijrah setelah
kepada ummat islam diwajibkan berpuasa ramadhan. Dasar-dasar atau landasan
kewajiban mengeluarkan zakat disebutkan dalam:
Al Qur’anS:
urat Al Baqarah; 43
“Dan Dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’
a) Surat At
Taubah; 103
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”
b) Surat Al
An’am; 141
“Dan
dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung,
pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang
serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya
(yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari
memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan”.
c) Surat At
Taubah; 5
“Apabila
sudah habis bulan-bulan Haram itu Maka Bunuhlah orang-orang musyrikin itu
dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah
ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan[.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”[4].
As Sunnah
a) Hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar Rosulullah bersabda
بني الاءسلا م على خمس شها دة ان لا اله الاالله و ان محمدا رسول الله اقا مة الصلاة و ايتاء الز كاة و حج البيت و صوم رمضان (متفق علبه)
“Islam
itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang menegaskan bahwa tiada tuhan
selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat,
menunaikan haji dan berpuasa pada bulan ramadhan” (HR Bukahari Muslim)[5]
b) Hadits yang
diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah
ما من صاحب كنز لا يؤ دي ز كا ته الا احمي عليه في نارجهنم فيجعل صفا ئح فتكوى بها جنبا ه و جبهته-الحد يث
(رواه احمد و مسلم)
“Seseorang yang menyimpan hartanya tidak dikeluarkan zakatnya
akan dibakar dalam neraka jahnnam baginya dibuatkan setrika dari api, kemudian
disetrikakan ke lambung dan dahinya-Al Hadits (HR Ahmad dan Muslim)[6]
c) Hadits yang
diriwayatkan oleh Thabrani dal buku Al Ausath dan As Saghir dari Ali
ان الله فرض على اغنياء المسا عين في اموا لهم بقد ر الذي يسع فقرا ئهم ولن يجهد الفقراء اذا جا عوا او عروا الا بما يصنع اغنيا ئهم الا وان الله يحا سبهم حسابا شديدا و يعذ بهمعذابااليما
“Allah
ta’ala mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin sejumlah
yang dapat melapangi orang-orang miskin diantara merela fakir miskin itu
tiadalah akan menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang kecuali
karena perbuatan golongan dan kaya, ingatlah Allah akan mengadili mereka nanti
nanti secara tegas dan menyiksa mereka dengan pedih”[7]
Ijma’ Ulama’
Ulama
baik salaf (tradisional) maupun khalaf (modern) telah sepakat akan kewajiban
zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam[8].
C. Syarat,
Rukun Dan Hikmah Zakat
Zakat mempunyai
beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut jumhur ulama syarat wajib zakat
terdiri dari:
1. Islam
2. Merdeka
3. Baligh dan
Berakal
4. Harta yang
dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati
Harta yang
memiliki criteria ini ada lima jenis antara lain:
1.
Uang, emas, perak baik berbentuk uang logam
maupun uang kertas
2.
Barang tambang dan barang temuan
3.
Barang dagangan
4.
Hasil tanaman dan buah-buahan
5.
Binatang ternak (menurut jumhur ulama yang
merumput sendiri atau menurut Maliki binatang yang diberi makan)
6.
Harta yang dizakati telah mencapai nishab atau
senilai dengannya
7.
Harta yang dizakati adalah milik penuh
8.
Kepemilikan harta telah mencapai haul (setahun)
9.
Harta tersebut bukan termasuk harta hasil
hutang
10.
Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan
pokok
Dan diantara
syarat-syarat sah pelaksanaan zakat terdiri atas:
1. Niat
2. Tamlik
(memindahkan kepemilikan kepada penerimanya)
Rukun
zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nisab(harta) yang dengan melepaskan
kepemilikan terhadapnya, menjadiakannya sebagai milik orang fakir dan
menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya yakni
imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.[9]
Diantara
hikmah disyariatkannya zakat adalah bahwa pendistribusiannya mampu memperbaiki
kedudukan masyarakat dari sudut moral dan material dimana ia dapat menyatukan
anggota-anggota masyarakatnya menjadi seolah-olah sebuah tubuh yang satu,
selain dari itu zakat juga dapat membersihkan jiwa anggota masyarakat dari
sifat pelit dan bakhil. Zakat juga merupakan benteng keamanan dalam system
ekonomi islam sebagai jaminan kearah stabilitas dan kesinambungan sejarah
social masyarakat.
Diantara
hikmah zakat yang lain yang saling menguntungkan baik dari pihak sang kaya
maupun dari pihak si miskin antara lain:
·
menolong orang yang lemah dan susah agar dia
dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah dan terhadap makhluk Allah
(masyarakat)
·
membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak
yang tercela, serta membayarkan amanat kepada orang yang berhak dan
berkepentingan
·
sebagai ucapan syukur dan trimakasi atas nikmat
kekayaan yang diberikan kepadanya
·
guna menjaga kejahatan-kejahatan yang akan timbul
dari si miskin dan yang susah
·
guna mendekatkan hubungan kasih sayang dan
cinta mencintai antara si miskin dan si kaya[10]
·
penyucian dari bagi orang yang berpuasa dari
kebatilan dan kekokohan untuk memberi makan kepada orang miskin serta sebagai
rasa syukur kepada Allah atas selesainya menunaikan kewajiban puasa[11]
C.
Zakat terbagi
atas dua jenis yakni
Zakat
Fitrah, zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada bulan
Ramadhan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5 kilogram/3,5 liter makanan pokok
yang ada di daerah bersangkutan. Zakat Maal (Zakat Harta), mencakup hasil
perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan,
emas dan perak. Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
D.
Zakat Fitrah
Makna
zakat fitrah, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah futur (berbuka puasa)
pada bulan ramadhan disebut pula dengan sedekah. Lafadh sedekah menurut syara’
dipergunakan untuk zakat yang diwajibkan, sebagaimana terdapat pada berbagai
tempat dalam qur’an dan sunnah. Dipergunakan pula sedekah itu untuk zakat
fitrah, seolah-olah sedekah dari fitrah atau asal kejadian, sehingga wajibnya
zakat fitrah untuk mensucikan diri dan membersihkan perbuatannya.
Dipergunakan
pula untuk yang dikeluarkan disini dengan fitrah, yaitu bayi yang di lahirkan.
Yang menurut bahasa-bukan bahasa arab dan bukan pula mu’arab (dari bahasa lain
yang dianggap bahas arab)-akan tetapi merupakan istilah para fuqoha’.
Zakat
fitrah diwajibkan pada kedua tahun hijrah, yaitu tahun diwajibkannya puasa
bulan ramadhan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan
perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk memberi makanan pada orang-orang miskin
dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada hari raya.
Zakat
ini merupakan pajak yang berbeda dari zakat-zakat lain, seperti memiliki nisab,
dengan syarat-syaratnya yang jelas, pada tempatnya. Para fuqoha’ menyebut zakat
ini dengan zakat kepala, atau zakat perbudakan atau zakat badan. Yang dimaksud
dengan badan disini adalah pribadi, bukan badn yang merupakan dari jiwa dan
nyawa.
Adapun
dalil atau dasar kewajibannya zakat fitrah adalah berdasarkan atas:
a. Al Qur’an :
Surat Al A’la; 14
“Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)”
Surat Al
Baqarah; 43
“Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang
ruku’”[12]
b. As Sunnah
“Dari Ibn Umar ia berkata: Rasulullah saw
mewajibkan zakat fitri(berbuka) bulan ramadhan sebanyak satu sha’(3,1 liter)
kurma atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba, laki-laki
atau perempuan”(HR Bukhari Muslim), dalam hadits Bukhari disebutkan “mereka
membayar fitrah itu sehari atau dua hari sebelum hari raya”[13]
Adapun
hikmah dari kewajiban zakat fitrah adalah penyucian diri bagi orang yang
berpuasa dari kebatilan dan kekotoran, untuk memberi makan kepada orang-orang
miskin serta sebagai ras syukur kepada Allah atas selesainya menunaikan
kewajiban puasa. Rasulullah juga menerangkan tentang waktu mengeluarkannya
yaitu sebelum sholat id, yang dimulai sejak waktu utamanya yaitu setelah
tenggelamnya matahari pada malam id (menurut Tsauri, Ahmad, Ishak dan Syafii
dalam Al Jadid serta menurut satu berita juga dari Malik)[14].
Dibawah
ini akan diterangkan beberapa waktu dan hukum membayar zakat fitrah antara
lain:
1.
Waktu yang di bolehkan yaitu dari awal ramadhan sampai hari penghabisan ramadhan
2.
Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan ramadhan
3.
Waktu yang lebih baik (sunnat), yaitu dibayar sesudah shalat subuh sebelum
pergi sholat hari raya
“Dari
Ibn Abbas, ia berkata: telah diwajibkan oleh rasulullah saw zakat fitrah sebagai
pembersih bagi orang puasa dan memberi makan bagi orang miskin, barang siapa
yang menunaikannya sebelum sholat hari raya maka zakat itu diterima, dan barang
siapa membayarnya sesudah sholat hari raya maka zakat itu sebagai sedekah
biasa”(HR Abu Dawud dan Ibn Majah)
4. Waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah hari raya tetapi
sebelum terbenam matahari pada hari raya
5. Waktu haram,
yaitu dibayar sesudah terbenam matahari pada hari raya[15].
Rasulullah
juga menganjurkan agar zakat dikeluarkan atas bayi yang masih dalam kandungan
sebagaiman dilakukan oleh Ustman bin Affan r. a.[16], menurut Tsauri, Ahmad,
Ishak dan Syafii tidak wajib dikelurkan zakat ats bayi yang dilahirkan setelah
waktu diwajibkannya mengeluarkan zakat dan menurut Abu Hanifah, Laits, Syafii
masih tetap wajib dikeluarkan zakat ats bayi tersebut karena lahirnya sebelum
waktu diwajibkan[17]. Dengan demikian anak yang telah lahir pada saat matahari
terbenam dan istri pada saat itu telah dinikahi dan menjadi tanggungannya maka
wajib dikeluarkan zakat fitrahnya begitu juga dengan sebaliknya[18].
Adapun
tujuan dari zakat fitrah adalah memenuhi kebutuhan orang-orang miskin pada hari
raya idul fitri dan untuk menghibur mereka dengan sesuatu yang menjadi makanan
pokok penduduk negeri tersebut[19]. Adapun syarat-syarat wajib zakat fitrah
terdiri atas:
1. Islam
2. Lahir
sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan ramadhan
3.
Memiliki lebihan harta dan keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk
yang wajib dinafkahinya baik manusia ataupun binatang pada malam hari raya dan
siang harinya, sabda rasulullah
“Beritahukanlah kepada mereka (penduduk
yaman), sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada mereka sedekah(zakat) yang
diambil dari orang-orang kaya diberikan kepada orang-orang fakir dikalangan
mereka” (HR Jamaah ahli hadits)[20]
E.
Zakat Maal
(harta)
Menurut
terminologi (bahasa) harta adalah segala sesuatu yang di inginkan sekali oleh
manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. sedangkan menurut
istilah syara’ harta adalah segala sesuatu yang dapat di miliki dan dapat di
manfaatkan. sesuatu dapat disebut dengan maal(harta) apabila memenuhi dua
syarat antara lain:
a. Dapat
dimiliki, dikuasai, dihimpun dan disimpan
b.
Dapat di ambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya seperti rumah, mobil ternak
dan lain sebagainya.
Harta (maal)
yang Wajib di Zakati
1.
Binatang Ternak seperti: unta, sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas (ayam,
itik, burung).
2. Emas Dan
Perak
3. Biji makanan
yang mengenyangkan seperti beras, jagung, gandum, dan sebagainya
4. Buah-buahan
seperti anggur dan kurma
5. Harta
Perniagaan
DAFTAR PUSTAKA
·
Nasution, Lahmanudin, Fiqih 1,
(Bandung: Jaya Baru, 1998)
·
Ar Rahman, Syaikh Muhammad Abdul
Malik, 1001 Masalah Dan Solusinya, (Jakarta: Pustaka Cerdas Zakat, 2003),
·
Al Zuhayly, Wahbah, Al Fiqh Al
IslamiAdillatuh, (Damaskus: Dar Al Fikr, 1995),
·
Al Fauzan, Saleh, Fiqih Sehari-hari,
(Jakarta: Gema Insani, 2006),
·
Rasyid, Sulaiman Fiqih Islam,
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994),
·
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah 3,
(Bandung: PT Al Maarif, 1982),
_______________
[1] Lahmanudin
Nasution, Fiqih 1, (Bandung: Jaya Baru, 1998) h: 145
[2] Syaikh
Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, 1001 Masalah Dan Solusinya, (Jakarta: Pustaka
Cerdas Zakat, 2003), h: 2
[3] Wahbah Al
Zuhayly, Al Fiqh Al IslamiAdillatuh, (Damaskus: Dar Al Fikr, 1995), h: 83-85
[4] Saleh Al
Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006), h: 244
[5] Syaikh
Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, 1001 Masalah Dan Solusinya, (Jakarta: Pustaka
Cerdas Zakat, 2003), h: 12
[6] Sulaiman Rasyid,
Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994), h:193
[7] Sayyid Sabiq,
Fiqih Sunnah 3, (Bandung: PT Al Maarif, 1982), h:193
[8] Syaikh
Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, opcit, h: 12
[9] Ibid, h: 97
[10] Syaikh
Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, opcit, h: 17
[11] Sulaiman
Rasyid, opcit, h: 217-218
[12] Lahmanudin
Nasution, opcit, h: 168
[13] Saleh Al
Fauzan, opcit, h: 272
[14] Sayyid
Sabiq, opcit, h: 127
[15] Sulaiman
Rasyid, opcit, h: 210
[16] Saleh Al
Fauzan, opcit, h: 273
[17] Sayyid
Sabiq, opcit, h: 128
[18] Lahmanudin
Nasution, opcit, h: 170
[19] Saleh Al
Fauzan, opcit, h: 274
[20] Sulaiman
Rasyid, opcit, h: 20
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....3
SHALAT
·
Shalat secara bahasa, artinya do,a sedang menurut istilah berarti
suatu sistem ibadah yang tersusun dan beberapa perkataan dan perbuatan yang di
yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam berdasarkan atas
syarat-syarat dan rukun2 tertentu.[41]
·
Shalat adalah ibadah yang pertama diwajibkan AllahSWT. Dimana perintah
itu disampaikan langsung oleh-nya tanpa perantara.
·
Macam-macam sholat:
a.
Sholat wajib, farduain dan fardu kifayah.
b.
Sholat sunnah secara etimologi adalah tambahan (nafl):
1.
Rawatib 6.
Hajat 11. witir
2.
Wudhu 7.
Mutlaq 12. Hari raya
3.
Tahiyatul masjid 8.
Tasbih 13. Gerhana
bulan dan matahari.
4.
Dhuha 9.
tarawih
5.
Istikhara 10.
Taubat
Tata cara sholat berjamaah:
1.
Makmum sendirian sebelah kanan imam
2.
Jika seorang wanita berjama’ah hendaklah ia berdiri seoranmg diri
di belakang
3.
Imam wanita hendaklah di tengah-tengah kaum wanita di dalam saf.
4.
Imam laki-laki di tengah saf
5.
Anak-anak dan wanita di belakang kaum laki-laki.[42]
·
Qashar dan jamak, syarat:
1.
Bepergian tidak untuk maksiat
2.
Jaraknya masafatul qoshr (81 KM)
3.
Tidak boleh bermakmum pada orang yang bermukim
4.
Masih berstatus musafir, ketika sholat
5.
Bepergian tujuan yang jelas.
·
Sholat jumat itu sholat yang berdiri sendiri dan bukan pengganti sholat dhuhur (syaikh abdul qadhir
ar-rahbawi).
·
Syarat-syarat khutbah jumaat:
1.
Khutbah dilaksanakan setelah tergilincir matahari dan sebelum
sholat
2.
Niat
3.
Sebelum sholat fardu jumat
4.
Mengeraskan suaranya agar rukun-rukun khutbah di dengar juma’ah
5.
Berkesinambungan antara 2 khutbah
6.
Berdiri jika mampu
7.
Duudk 2 khutbah
8.
Khotib suci dan menutup aurat.
9.
Menggunakan bahasa Arab jika mampu.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
PENGERTIAN SHOLAT
Sholat berasal dari bahasa Arab As-Sholah, sholat menurut Bahasa (Etimologi) berarti Do'a dan secara terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan yang telah ditentukan (Sidi Gazalba,88).
Adapun scara hakikinya ialah” berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”atau” mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya. (Hasbi AsySyidiqi, 59).
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’.[1]
(Imam Bashari Assayuthi, 30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon rido-Nya. Sholat dalam agama islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadat manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali dengan itu.
Sholat berasal dari bahasa Arab As-Sholah, sholat menurut Bahasa (Etimologi) berarti Do'a dan secara terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan yang telah ditentukan (Sidi Gazalba,88).
Adapun scara hakikinya ialah” berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”atau” mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya. (Hasbi AsySyidiqi, 59).
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’.[1]
(Imam Bashari Assayuthi, 30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon rido-Nya. Sholat dalam agama islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadat manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali dengan itu.
Macam-macam
sholat sunah:
1.
Shalat Sunah
Tahajud, Shalat sunah
tahajud adalah shalatyang
dikerjakan pada waktu tengah malam di antara shalat isya’
dan Shalat shubuh setelah bangun
tidur. Jumlah rokaat shalattahajud
minimal dua rokaat hingga tidak terbatas. Saat hendak kembali tidur
sebaiknya membaca ayat kursi, surat al-ikhlas, surat al-falaq dan surat an-nas.
2.
Shalat Sunah
Dhuha, Shalat Dhuha
adalah shalat sunah yang
dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00 hingga jam 10.00 waktu setempat.
Jumlah roka'at shalat dhuha
minimal dua rokaat dan maksimal dua belas roka'at dengan satu salam setiap dua
roka'at. Manfaat dari shalat dhuha
adalah supaya dilapangkan dada dalam segala hal, terutama rejeki. Saat
melakukan sholatdhuha
sebaiknya membaca ayat-ayat surat al-waqi'ah, adh-dhuha, al-quraisy,
asy-syamsi, al-kafirun dan al-ikhlas.
3.
Shalat Sunah Istikharah, Shalat istikharah adalah shalat yang tujuannya adalah
untuk mendapatkan petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan hidup baik
yang terdiri dari dua hal/perkara maupun lebih dari dua. Hasil
dari petunjuk Allah SWT akan menghilangkan kebimbangan dan kekecewaan di
kemudian hari. Setiap kegagalan akan memberikan pelajaran dan pengalaman yang
kelak akan berguna di masa yang akan datang. Contoh kasus penentuan
pilihan:
- memilih jodoh suami/istri
- memilih pekerjaan
- memutuskan suatu perkara
- memilih tempat tinggal, dan lain sebagainya
Dalam melakukan shalat istikharah sebaiknya juga melakukan, puasa sunah, shodaqoh, zikir, dan amalan baik lainnya.
- memilih jodoh suami/istri
- memilih pekerjaan
- memutuskan suatu perkara
- memilih tempat tinggal, dan lain sebagainya
Dalam melakukan shalat istikharah sebaiknya juga melakukan, puasa sunah, shodaqoh, zikir, dan amalan baik lainnya.
4.
Shalat Sunah
Tasbih, Shalat tasbih adalah
solat yang bertujuan untuk memperbanyak memahasucikan Allah SWT. Waktu
pengerjaan shalat bebas.
Setiap rokaat dibarengi dengan 75 kali bacaan tasbih. Jikashalat dilakukan
siang hari, jumlah rokaatnya adalah empat rokaat salam salam, sedangkan jika
malam hari dengan dua salam.
5.
Shalat Sunah Taubat, Shalat taubat adalah shalat dua roka'at yang
dikerjakan bagi orang yang ingin bertaubat, insyaf atau menyesali perbuatan
dosa yang telah dilakukannya dengan bersumpah tidak akan melakukan serta
mengulangi perbuatan dosanya tersebut. Sebaiknya shalat sunah taubat
dibarengi dengan puasa,
shodaqoh dan sholat.
6.
Shalat Sunah
Hajat, Shalat Hajat
adalah shalat agar hajat atau
cita-citanya dikabulkan oleh Allah SWT.Shalat hajat
dikerjakan bersamaan dengan ikhtiar atau usaha untuk mencapai hajat atau
cita-cita. Shalat sunah
hajat dilakukan minimal dua rokaat dan maksimal dua belas bisa kapan saja
dengan satu salam setiap dua roka'at, namun lebih baik dilakukan pada sepertiga
terakhir waktu malam.
7.
Shalat Sunah Safar, Shalat safar adalah sholat yang
dilakukan oleh orang yang sebelum bepergian atau melakukan perjalanan selama
tidak bertujuan untuk maksiat seperti pergi haji, mencari ilmu, mencari kerja,
berdagang, dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah
supaya mendapat keridhoan, keselamatan dan perlindungan dari Allah SWT.
8.
Shalat Sunah
Rawatib. Shalat sunah rawatib
dilakukan sebelum dan setelah shalat fardhu.
Yang sebelum Shalat Fardhu
disebut shalatqobliyah, dan
yang setelah shalat fardhu
di sebut shalat Ba'diyah.
Keutamaannya adalah sebagai pelengkap dan penambal shalatfardhu
yang mungkin kurang khusu atau tidak tumaninah.
9.
Shalat Sunah Istisqho’, Shalat
sunah ini di lakukan untuk memohon turunnya hujan. dilakukan secara berjamaah
saat musim kemarau.
10.
Shalat Sunah
Witir. Shalat sunah witir dilakukan
setelah sampai sebelum fajar. bagi yang yakin akan bangun malam diutamakan
dilakukan saat sepertiga malam setelah shalat Tahajud.Shalat witir disebut
juga shalat penutup. biasa
dilakukan sebanyak tiga rakaat dalam dua kali salam, dua rakaat pertama salam
dan dilanjutkan satu rakaat lagi[3].
11.
Shalat Tahiyatul
Masjid. Shalat tahiyatul
masjid ialah shalat untuk menghormati masjid. Disunnahkan shalat tahiyatul
masjid bagi orang yang masuk ke masjid, sebelum ia duduk. Shalat tahiyatul
masjid itu dua raka’at.
12.
Shalat Tarawih. Shalat Tarawih
yaitu shalat malam pada bulan ramadhan hukumnya sunnah muakad atau penting bagi
laki-laki atau perempuan, boleh dikerjakan sendiri-sendiri dan boleh pula
berjama’ah.
13.
Shalat Hari Raya (Idul
Adha dan Idul Fitri). Sebagaimana telah
diterangkan bahwa waktu shalat hari raya idul fitri adalah tanggal 1 syawal
mulai dari terbit matahari sampai tergeincirnya. Akan tetapi, jika diketahui
sesudah tergelincirnya matahari bahwa hari itu tanggal 1 syawal jadi waktu
shalat telah habis, maka hendaklah shalat di hari kedua atau tanggal 2 saja.
Sedangkan untuk shalat hari raya Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.
14.
Shalat Dua Gerhana. Kusuf adalah gerhana
matahari dan khusuf adalah gerhana bulan[4].
Shalat kusuf dan khusuf hukumnya sunnah muakaddah berdasarkan sabda Nabi saw.
Yang artinya :
“Sesungguhnya matahari
dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang maupun
kehidupannya. Maka apabila kalian menyaksikan itu, hendaklah kalian shalat dan
berdoa kepada Allah Ta’ala.” (H.R. Syaikhain).
15.
Sholat Rawatib. Sholat rawatib adalah
sholat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah dholat fardu. Seluruh dari
sholat rawatib ini yaitu ada 22 rakaat, yaitu :
2 rakaat
sebelum sholat subuh (sesudah sholat subuh tidak ada sholat sunah ba’diyah).
2 rakaat
sebelum sholat zuhur. 2 atau 4 rakaat sesudah zuhur.
2 rakaat
atau 4 rakaat sebelum sholat ashar, (sesudah sholat ashar tidak ada sholat
ba’diyah).
2 rakaat
sesudah sholat maghrib.
2 rakaat
sebelum sholat isya.
2 rakaat
sesudah sholat isya.
Sholat-sholat tersebut
yang dikerjakan sebelum sholat fardhu, dinamakan “qobliyah” dan sesudahnya
disebut “ ba’diyah”.
KEDUDUKAN SHALAT DALAM ISLAM
Shalat sebenarnya
telah dipersintahkan Allah kepada umat terdahulu sebelum umat nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Wahai Bani
Isra’il ingatlah nikmat yang telah Aku berikan kepada kalian …… tegakkanlah
shalat, keluarkanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku. [Al Baqarah: 40-43].
Allah juga berfirman (artinya), “Dan tidaklah mereka (ahlul kitab dan musyrikin) diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah semata, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Demikianlah agama yang lurus.”[Al Bayyinah: 5].
Allah juga berfirman (artinya), “Dan tidaklah mereka (ahlul kitab dan musyrikin) diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah semata, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Demikianlah agama yang lurus.”[Al Bayyinah: 5].
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar
Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda yang artinya: “Islam dibangun atas lima (perkara): kesaksian
bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah
Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke baitullah, dan puasa
Ramadhan.[5]
Adapun kedudukan
sholat dalam islam yaitu:
1.
Shalat sebagai sebab
seseorang ditolong oleh Allah. Hal ini karena Allah sendiri berfirman
(artinya), “ Wahai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan kepada Allah
dengan kesabaran dan shalat” [Al Baqarah 153]. Shalat bila ditunaikan
sebagaimana mestinya niscaya akan menyebabkan seseorang ditolong oleh Allah
dalam setiap urusannya.
2.
Shalat merupakan sebab
seseorang tercegah dari kekejian dan kemungkaran. Allah berfirman (artinya),
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran.” [Al
Ankabuut 45]. Jika shalat dikerjakan dengan semestinya pastiakan
mencegah pelakunya dari kekejian dan kemungkaran dengan ijin Allah.
3.
Shalat merupakan salah
satu rukun islam. [H.R Al bukhari 8 dan Muslim 16].
4.
Shalat merupakan
amalan yang pertama kali dihisab/ dihitung di hari kiamat.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wasallam bersabda (artinya), “Sesungguhnya amalan seorang hamba yang
pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik
maka ia akan beruntung dan selamat. Namun bila shalatnya jelek maka ia akan
merugi dan celaka..” [H.R At Tirmidzi 413 dan dishahihkan Asy Syaikh Al
Albani]. Yang dimaksud shalat merupakan amalan pertama kali yang dihisab di
hari kiamat adalah shalat wajib, sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi
Wasallam yang lain (artinya), “Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari
seorang muslim pada hari kiamat adalah shalat wajib…” [H.R ibnu Majah 1425 dan
dishahihkan Asy Syaikh Al Albani]. Telah dimaklumi bahwa shalat yang diwajibkan
kepada kita adalah shalat 5 waktu (Zhuhur, ‘Ashr, Maghib, Isya’ dan Subuh).
Demikian pula shalat Jum’at bagi pria. Inilah yang disepakati seluruh ulama.
5.
Keutamaan shalat dapat dilihat
dari awal perintah untuk mengerjakannya yaitu diperintahkan langsung kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam tanpa melalui perantara Jibril “alaihis
Salaam, di tempat yang tertinggi yang pernah dicapai manusia yaitu langit
ketujuh, di malam yang paling utama bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam
yaitu malam Isra’ Mi’raj dan
diwajibkan disetiap hari sepanjang hidup seorang muslim.
Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat
Seluruh ummat Islam
sepakat bahwa orang yang mengingkari wajibnya shalat, maka dia kafir dan keluar
dari Islam. Tetapi mereka berselisih tentang orang yang meninggalkan shalat
dengan tetap meyakini kewajiban hukumnya. Sebab perselisihan mereka adalah
adanya sejumlah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menamakan orang
yang meninggalkan shalat sebagai orang kafir, tanpa membedakan antara orang
yang mengingkari dan yang bermalas-malasan mengerjakannya.
Dari Jabir
Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya (batas)
antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
Dari Buraidah, dia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang
artinya : Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat. Barangsiapa
meninggalkannya, maka ia telah kafir.’” [6]
Namun yang rajih dari
pendapat-pendapat para ulama’, bahwa yang dimaksud dengan kufur di sini adalah
kufur kecil yang tidak mengeluarkan dari agama. Ini adalah hasil
kompromi antara hadits-hadits tersebut dengan beberapa hadits lain, di
antaranya:
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit
Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda yang artinya :
‘Lima shalat
diwajibkan Allah atas para hamba. Barangsiapa mengerjakannya dan tidak
menyia-nyiakannya sedikit pun karena menganggap enteng, maka dia memiliki
perjanjian de-ngan Allah untuk memasukkannya ke Surga. Dan barangsiapa tidak
mengerjakannya, maka dia tidak memiliki perjanjian dengan Allah. Jika Dia
berkehendak, maka Dia mengadzabnya. Atau jika Dia berkehendak, maka Dia
mengampuninya.’”[7]
Kita menyimpulkan
bahwa hukum meninggalkan shalat masih di bawah derajat kekufuran dan
kesyirikan. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan perkara
orang yang tidak mengerjakannya kepada kehendak Allah.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
[An-Nisaa’: 48]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari seorang hamba yang
muslim pada hari Kiamat adalah shalat wajib. Jika dia
mengerjakannya dengan sempurna (maka ia selamat). Jika tidak, maka dikatakan:
Lihatlah, apakah dia memiliki shalat sunnah? Jika dia memiliki shalat sunnah
maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Kemudian seluruh
amalan wajibnya dihisab seperti halnya shalat tadi.’”
Dari Hudzaifah bin al-Yaman,
dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam
akan lenyap sebagaimana lenyapnya warna pada baju yang luntur. Hingga
tidak lagi diketahui apa itu puasa, shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah
akan diangkat dalam satu malam, hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi.
Tinggallah segolongan manusia yang terdiri dari orang tua dan renta. Mereka
berkata, ‘Kami dapati bapak-bapak kami mengucapkan kalimat: Laa ilaaha
illallaah dan kami pun mengucapkannya.’” Shilah berkata kepadanya, “Bukankah
kalimat laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat untuk mereka, jika mereka tidak
tahu apa itu shalat, puasa, qurban, dan shadaqah?”
Lalu Hudzaifah
berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga kali. Setiap kali itu
pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang ketiga, Hudzaifah menoleh dan
berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah yang akan menyelamatkan mereka dari
Neraka. Dia mengulanginya tiga kali.”[8]
LANDASAN
HUKUM SHALAT WJIB DAN SUNNAH
1.
Landasan Al qur’an, Kewajiban shalat dapat
dilihat dalam (Q.S:Al Baqarah 2:110)
Yang artinya: Dan
dirikanlah sholat tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan
bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanyapada sisi Allah. Sesungguhnya
Allah maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Kemudian dalam (Q.S:An
Nisa 4:103)
Yang artinya:
Maka apabila kamu telah menyelesaikan sholat (mu), ingat Allah diwaktu berdiri,
diwaktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman,
maka dirikanlah sholat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya sholat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.[9]
a.2. Landasan hadits
landasan hukum bagi
sholat wajib termuat dalam Hadist Shahih Bukhari No. 211 Jilid I yakni
isinya tentang proses terjadinya isra’ wal mi’raj dimana pada peristiwa dimana
nabi diberikan perintah sholat yang awalnya 50 rakaat di perkecil menjadi 5
rakaat.[11]
b. Landasan hukum
sholat sunnah
Shalat
Idul Fitri
Shalat
Idul Adha
Hadist
mengenai Shalat Sunnah di atas Ibnu
Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama Rasulullah SAW dan Abu bakar
dan Umar, beliau semua melakukan shalat tersebut sebelum khutbah.” (HR Imam
Bukhari dan Muslim)
Shalat
Kusuf (Gerhana Matahari)
Shalat
Khusuf (Gerhana Bulan)
Hadist tentang Shalat Kusuf dan Shalat Khusuf :
Hadist tentang Shalat Kusuf dan Shalat Khusuf :
“Sesungguhnya
matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah
SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak juga karena
kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian mengalaminya (gerhana), maka
shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana itu) berakhir.” (HR Imam Bukhari dan
Muslim)
Shalat
Istisqo’
Dari
Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat istisqo’ dua raka’at, seperti
shalat ‘Id. (HR Imam Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Shalat
Sunnah Sendiri
Shalat
Rawatib (Shalat yang mengiringi Shalat Fardlu)
Hadist
yang menjelaskan tentang ini Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW senantiasa
menjaga (melakukan) 10 rakaat (rawatib), yaitu: 2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2
raka’at sesudahnya, 2 raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at
sesudah Isya’ di rumah beliau, dan 2 raka’at sebelum Shubuh … (HR
Imam Bukhari dan Muslim).
Shalat
Tahajjud (Qiyamullail)
Al-Qur’an
surah Al-Israa’ ayat 79, As-Sajdah ayat 16 – 17, dan Al-Furqaan ayat 64.
Dilakukan dua raka’at-dua raka’at dengan jumlah raka’at tidak dibatasi.
Shalat Dhuha
Dari
A’isyah Rda., adalah Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak dipisah keduanya
(tiap shalat 2 raka’at) dengan pembicaraan.” (HR Abu Ya’la)
Shalat
Tahiyyatul Masjid
Dari
Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian
masuk masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.” (HR Jama’ah
Ahli Hadits)
Shalat Taubat
Nabi
SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia bangun berwudhu
kemudian shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada Allah, kecuali ia akan
diampuni.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lain)
Shalat Istikharah
Dari
Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari kami Istikharah
dalam segala hal … beliau SAW bersabda: ‘apabila salah seorang dari kalian
berhasrat pada sesuatu, maka shalatlah dua rakaat di luar shalat fardhu …dan
menyebutkan perlunya’ …” (HR Jama’ah Ahli
Hadits kecuali Imam Muslim)
PERSAMAAN
DAN PERBEDAAN PENDAPAT 4 MAZHAB MENGENAI SHOLAT
1.
Niat : semua ulama
mazhab sepakatbahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata tidaklah diminta.
(Mughniyah; 2001)
Ibnu Qayyim berpendapat dalam
bukunya Zadul Ma’ad, sebagaimana yang dijelaskan dalam jilid
pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, sebagai berikut :
Nabi Muhammad saw bila menegakkan shalat, beliau langsung mengucapkan “Allahu
akbar” dan beliau tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan
niat sama sekali. (Mughniyah; 2001)
2.
Takbiratul Ihram :
shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul
ihram ini berdasarkan sabda Rasulullah saw : (Mughniyah; 2001) “Kunci shalat
adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu
selain perbuatan-perbuatan shalat) adalah takbir, dan
penghalalnya adalah salam.”
Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya. (Mughniyah; 2001) Syafi’i : boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan alif dan lampada kata “Akbar”. (Mughniyah; 2001)Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia). (Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab). (Mughniyah; 2001) Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa bahasa Arab. (Mughniyah; 2001) Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata “Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli. (Mughniyah; 2001)
Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya. (Mughniyah; 2001) Syafi’i : boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan alif dan lampada kata “Akbar”. (Mughniyah; 2001)Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia). (Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab). (Mughniyah; 2001) Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa bahasa Arab. (Mughniyah; 2001) Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata “Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli. (Mughniyah; 2001)
Berdiri : semua ulama mazhab sepakatbahwa
berdiri dalam shalat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul
ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia boleh
shalat dengan duduk. Bila tidak mampu
duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagian kanan, seperti letak orang
yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya,
menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi.
Hanafi berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh
shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya
dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap kiblat. (Mughniyah; 2001)
Dan bila tidak mampu
miring ke kanan, maka menurut Syafi’i dan Hambali ia
boleh shalat terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu
juga, ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya.
(Mughniyah; 2001)
Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya. (Mughniyah; 2001) Maliki : bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya. (Mughniyah; 2001) Syafi’i dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi. (Mughniyah; 2001)
Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya. (Mughniyah; 2001) Maliki : bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya. (Mughniyah; 2001) Syafi’i dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi. (Mughniyah; 2001)
3.
Bacaan : ulama
mazhab berbeda pendapat.
Hanafi :
membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa
saja dari Al-Quran itu boleh, berdasarkan Al-Quran surat Muzammil ayat 20 :
(Mughniyah; 2001)
”Bacalah
apa yang mudah bagimu dari Al-Quran,” (Bidayatul Mujtahid, Jilid I,
halaman 122, dan Mizanul Sya’rani, dalam bab shifatus
shalah). Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk
bagian dari surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan.
Orang yang shalat sendiri ia boleh memilih apakah mau didengar sendiri (membaca
dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain (membaca dengan keras), dan
bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya. Dalam shalat itu
tidak ada qunut kecuali pada
shalat witir. Sedangkan menyilangkan dua
tangan aalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila meletakkan
telapak tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah
pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih utama adalah meletakkan dua
tangannya di atas dadanya. (Mughniyah; 2001)
Syafi’i : membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan. Pad shlat subuh disunnahkan membaca qunutsetelah mengangkat kepalanya dari ruku’ pad rakaat kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah wajib, hanya disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas pusar dan agak miring ke kiri. (Mughniyah; 2001) Maliki : membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah, sebagaimana pendapat Syafi’i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pad shalat subuh dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, serta qunut pada shalat subuh saja. Sedangkan menyilangkan kedua tangan adalah boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua tangan pada shalat fardhu. (Mughniyah; 2001) Hambali : wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’ disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak boleh dengan keras. Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya. Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar. (Mughniyah; 2001).
Syafi’i : membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan. Pad shlat subuh disunnahkan membaca qunutsetelah mengangkat kepalanya dari ruku’ pad rakaat kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah wajib, hanya disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas pusar dan agak miring ke kiri. (Mughniyah; 2001) Maliki : membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah, sebagaimana pendapat Syafi’i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pad shalat subuh dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, serta qunut pada shalat subuh saja. Sedangkan menyilangkan kedua tangan adalah boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua tangan pada shalat fardhu. (Mughniyah; 2001) Hambali : wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’ disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak boleh dengan keras. Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya. Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar. (Mughniyah; 2001).
Empat
mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah sunnah,
berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : (Mughniyah;
2001) ”kalau
ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi ’alaihim waladzdzaallin, maka kalian harus
mengucapkan amin.”
4.
Ruku’ : semua
ulama mazhab sepakatbahwa ruku’ adalah wajib di dalam shalat.
Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di
dalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak bergerak.
(Mughniyah; 2001)
Hanafi : yang diwajibkan hanya
semata-mata membungkukkan badan dengan lurus, dan tidak wajib thuma’ninah.
Mazhab-mazhab yang lain : wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang
shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninahdan
diam (tidak bergerak) ketika ruku’. (Mughniyah; 2001) Syafi’i,
Hanafi, dan Maliki : tidak wajib berdzikir
ketika shalat, hanya disunnahkan saja mengucapkan : (Mughniyah; 2001) Subhaana
rabbiyal ’adziim ”Maha
Suci Tuhanku Yang Maha Agung”
Hambali : membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib. (Mughniyah; 2001)Kalimatnya menurut Hambali : Subhaana rabbiyal ’adziim ”Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung”
Hanafi : tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan berdiri). (Mughniyah; 2001) Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh. Mazhab-mazhab yang lain : wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’, yaitu mengucapkan : Sami’allahuliman hamidah”Allah mendengar orang yang memuji-Nya”
Hambali : membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib. (Mughniyah; 2001)Kalimatnya menurut Hambali : Subhaana rabbiyal ’adziim ”Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung”
Hanafi : tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan berdiri). (Mughniyah; 2001) Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh. Mazhab-mazhab yang lain : wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’, yaitu mengucapkan : Sami’allahuliman hamidah”Allah mendengar orang yang memuji-Nya”
5.
Sujud : semua
ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua
kali pada setipa rakaat.Mereka berbeda pendapat tentang batasnya.
(Mughniyah;
2001)
Maliki, Syafi’i, dan Hanafi :
yang wajib (menempel) hanya dahi, sedangkan yang lain-lainnya adalah sunnah.
(Mughniyah; 2001) Hambali : yang diwajibkan
itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu jari
dua kaki) secara sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung,
sehingga menjadi delapan. (Mughniyah; 2001)
Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana dalam ruku’. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di dalam sujud. Hanafi : tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab yang lain : wajib duduk di antara dua sujud. (Mughniyah; 2001)
Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana dalam ruku’. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di dalam sujud. Hanafi : tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab yang lain : wajib duduk di antara dua sujud. (Mughniyah; 2001)
6.
Tahiyyat : tahiyyat di
dalam shalat dibagi menjadi dua bagian : pertama yaitu tahiyyat yang
terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan
ashar dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua
adalah tahiyyat yang diakhiri dengan
salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat. (Mughniyah;
2001)
Hambali : tahiyyat pertama
itu wajib. Mazhab-mazhab lain : hanya
sunnah.
Syafi’i, dan Hambali : tahiyyat terakhir adalah wajib. Maliki dan Hanafi : hanya sunnah, bukan wajib. (Mughniyah; 2001) Kalimat (lafadz) tahiyyatmenurut Hanafi : Attahiyatu lillahi washolawaatu waththoyyibaatu wassalaamu”Kehormatan itu kepunyaan Allah, shalawat dan kebaikan serta salam sejahtera” ’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh ”Kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah
”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Menurut Maliki (Mughniyah; 2001) Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi aththoyyibaatu ashsholawaatu lillah ”Kehormatan itu kepunyaan Allah, kesucian bagi Allah, kebaikan dan shalawat juga bagi Allah” Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh ”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya” Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah ”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya”
Menurut Syafi’i : (Mughniyah; 2001) Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah ”Kehormatan, barakah-barakah, shalawat, dan kebaikan adalah kepunyaan Allah” Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah
”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Menurut Hambali : (Mughniyah; 2001) Attahiyyatu lillahi washsholawaatu waththoyyibaatu ”Kehormatan itu kepunyaan Allah, juga shalawat dan kebaikan”
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh ”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya” Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Allahumma sholli ’alaa Muhammad ”Ya Allah, berikanlah shalawat kepada muhammad”
Syafi’i, dan Hambali : tahiyyat terakhir adalah wajib. Maliki dan Hanafi : hanya sunnah, bukan wajib. (Mughniyah; 2001) Kalimat (lafadz) tahiyyatmenurut Hanafi : Attahiyatu lillahi washolawaatu waththoyyibaatu wassalaamu”Kehormatan itu kepunyaan Allah, shalawat dan kebaikan serta salam sejahtera” ’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh ”Kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah
”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Menurut Maliki (Mughniyah; 2001) Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi aththoyyibaatu ashsholawaatu lillah ”Kehormatan itu kepunyaan Allah, kesucian bagi Allah, kebaikan dan shalawat juga bagi Allah” Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh ”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya” Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah ”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya”
Menurut Syafi’i : (Mughniyah; 2001) Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah ”Kehormatan, barakah-barakah, shalawat, dan kebaikan adalah kepunyaan Allah” Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah
”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Menurut Hambali : (Mughniyah; 2001) Attahiyyatu lillahi washsholawaatu waththoyyibaatu ”Kehormatan itu kepunyaan Allah, juga shalawat dan kebaikan”
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh ”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya” Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Allahumma sholli ’alaa Muhammad ”Ya Allah, berikanlah shalawat kepada muhammad”
7.
Mengucapkan salam
(Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Maliki, dan Hambali : mengucapkan
salam adalah wajib. Hanafi : tidak wajib. (Bidayatul
Mujtahid, Jilid I, halaman 126). Menurut empat
mazhab, kalimatnya sama yaitu Assalaamu’alaikum
warahmatullaah ”Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah
kepada kalian” Hambali : wajib
mengucapkan salam dua kali, sedangakan yang lain hanya mencukupkan satu kali
saja yang wajib. (Mughniyah; 2001)
8.
Tertib : diwajibkan
tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram wajib
didahulukan dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca
Al-Fatihah wajib didahulukan dari ruku’, dan ruku’ didahulukan daru sujud,
begitu seterusnya. (Mughniyah; 2001)
9.
Berturut-turut :
diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara berurutan dan langsung, juga
antara satu bagian dengan bagian yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah langsung
setelah bertakbir tanpa ada selingan. Dan mulai ruku’ setelah membaca
Al-Fatihah atau ayat Al-Quran, tanpa selingan, begitu seterusnya. Juga tidak
boleh ada selingan lain, antara ayat-ayat, kalimat-kalimat, dan huruf-huruf.
(Mughniyah; 2001)[12]
Daftar Pustaka
Al-
Quranur Karim
Abu
Masyhad, Tuntunan Shalat Lengkap ( Semarang : PT. MG, 1988)
Ali Imran, Fiqih, (
Bandung : Cita Pustaka Mdia Perintis , 2011)
Moh,
Rifa’I, Fiqh Islam Lengkap ( Semarang :Karya Toha Putra, 1978
)
Muttafaq
‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/45 no. 16 (20))], ini adalah lafazh darinya,
Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/49 no. 8), Sunan at-Tirmidzi (IV/119 no.
2736), Sunan an-Nasa-i (VIII/107).
Shahih:
[Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 884)], Sunan Ibni Majah (I/342 no. 1079), Sunan
an-Nasa-i (I/231), dan Sunan at-Tirmidzi (IV/125 no. 2756).
Shahiih:
[Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1150)], Muwaththa’ al-Imam Malik (hal. 90 no.
266), Ahmad (II/234 no. 82), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/ 93 no. 421),
Sunan Ibni Majah (I/449 no. 1401), dan Sunan an-Nasa-I (I/230).
Shahiih:
[Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 3273)], dan Sunan Ibni Majah (II/1344 no. 4049).

[5] Muttafaq
‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/45 no. 16 (20))], ini adalah lafazh darinya,
Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/49 no. 8), Sunan at-Tirmidzi (IV/119 no.
2736), Sunan an-Nasa-i (VIII/107).
[6] Shahih:
[Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 884)], Sunan Ibni Majah (I/342 no. 1079), Sunan
an-Nasa-i (I/231), dan Sunan at-Tirmidzi (IV/125 no. 2756).
[7] Shahiih:
[Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1150)], Muwaththa’ al-Imam Malik (hal. 90 no.
266), Ahmad (II/234 no. 82), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/ 93 no. 421),
Sunan Ibni Majah (I/449 no. 1401), dan Sunan an-Nasa-i (I/230).
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...4
PUASA
·
Puasa dari kata as-shoum yang berarti menahan, yakni menahan diri
dari sesuatu yang berpantang apa saja. Menurut syara’ adalah menahan diri dari
segala sesuatu yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari dengan niat dan syarat-syarat tertentu.[43]
·
Syarat-syarat puasa:
1.
Islam
2.
Baligh. Sekitar 12 tahun atau tanda-tanda tertentu.
3.
Berakal.
4.
Suci (haid dan nifas) tidak sah puasa tapi wajib qada settelahnya
5.
Muqim
6.
Kuat puasa, tidak wajib puasa bagi orang yang sakit dan orang yang
sudah tua.[44]
·
Tiga orang yang terlepas dari hukum:
1.
Orang yang sedang tidur
2.
Orang gila sampai sembuh
3.
Kanak-kanak sampai dia baligh. (HR. Abu Daud & Nasa’i).
·
“Kami disuruh rasulullah mengqadha puasa, tapi tidak disuruh
mengqadha sholat”. (HR. ???)
·
Rukun puasa ada 2:
1.
Niat pada malam harinya.
2.
Menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, sejak
terbit sampai terbenam matahari.[45]
·
Macam-macam puasa:
1.
Puasa wajib, bulan ramadhan , nazar, kafarat.
2.
Puasa sunnah, selian puasa diatas.
3.
Puasa makruh yaitu:
a.
Puasa pada hari yang diragukan, apakah bulan ramadhan atau belum?
b.
Puasa yang dilakukan hari jumat sendiri, atau hari sabtu sendiri,
yaitu tidak didahului puasa hari sebelum dans esudahnya.
4.
Puasa haram.
a.
Puasa hari raya idul fitri
b.
Puasa hari raya idul adha
c.
Hari tasyrik 3 hari sesudah hari raya idul adha.[46]
·
Hal-hal yangemembatalkan puasa.
1.
Makan dan minum dengan sengaja.
2.
Al—Huqnah, yaitu memasukan sesuatu kedalam rongga melalui kemaluan
dubur atau qubul.
3.
Muntah dengan sengaja, sekalipun diyakinkan tidak ada yang kembali
masuk setelah keluar mulut.
4.
Bersetubuh walaupun tidak sampai keluar mani’.
5.
Keluar dengan sebab
mubasyrah (sentuh kulit tanpa alas), mencium dll. Akan tetapi keluar mani tanpa
sentuhan kulit, ex: pandangan atau
karena mimpi tidak batal puasa.
6.
Haid, nifas, gila, murtad.[47]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
A.
Pengertian puasa
Puasa (Ash-Shawm) dalam pengertian
bahasa adalah menahan dan berhenti dari sesuatu, sedangkan dalam istilah agama
artinya adalah menahan dari makan, minum, dan hubungan kelamin, mulai dari waktu
fajar sampai Maghrib, karena mencari Ridha Allah . Dalil Al-Qur’an yang
mewajibkan puasa adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 183.
Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.[48]
B.
Pensyariatan Puasa dalam Islam
Puasa itu di Fardlukan pada tahun
kedua hari Hijrah. Rasulullah wafat sesudah berpuasa Sembilan hari Ramadhan.
Beliau membolehkan bagi orang sakit dan bagi orang yang dalam perjalanan tidak
berpuasa dengan wajib mengqadlainya di waktu yang lain dan beliau membolehkan
wanita yang sedang mengandung dan yang sedang menyusui anak tidak berpuasa,
dengan memberi fidyah.
Di antara petunjuk Rasulullah ialah
tidak memasuki puasa Ramadhan melainkan dengan nyata-nyata telah melihat bulan,
atau dengan pensaksian seseorang yang adil, apabila tidak terlihat bulan dan
tidak ada pensaksian tentang telah ada bulan, beliau menyempurnakan bulan
Sya’ban 30 hari. Apabila dua saksi mengakui melihat bulan sesudah keluar waktu hari
raya, beliaupun berhari raya dan mengerjakan sembayang hari raya esok harinya.
Beliau menyegerakan berbuka dan beliau berbuka itu sebelum bersembayang maghrib
dengan beberapa biji kurma basah, kalau tidak ada dengan beberapa biji kurma
kering kalau tidak ada dengan beberapa teguk air.
Beliau kadang-kadang berpuasa di
dalam safarnya dan terkadang-kadang berbuka. Dan beliau menyuruh para sahabat
berbuka apabila mereka telah dekat kepada musuh. Dan beliau tidak
menjangkakan Masafah Safar dalam membolehkan berbuka itu. Segala yang
tersebut dalam kitab-kitab Fiqh tentang batas Safar yang membolehkan berbuka
dan Qashar sembahyang, adalah dari Ijtihad para Fuqaha. Penduduk Mekkah
bersembahyang safar, yakni qashar dan jama’ di Arafah beserta Nabi, pada hal
jaraknya Arafah dari Makkah, tidak sejarak jangka batas yang diberikan oleh
mereka. Para sahabat membuka puasanya dengan memulai Safar, tidak menunggu
lewat perkampungan . mereka mengkhabarkan bahwa demikian sunnah Nabi.
Pernah Nabi memasuki waktu shubuh
dalam keadaan berjunub. Maka beliaupun mandi dan berpuasa, sebagaimana pernah
beliau mencium isterinya dalam keadaan berpuasa.[49]
C.
Macam-macam puasa
1.
Puasa Fardhu
Puasa Fardhu adalah puasa rukun
islam yang wajib dikerjakan oleh setiap muslim yang mukallaf selama satu bulan
penuh (bulan Ramadhan) setiap Tahunnya. Adapun dasar hukumnya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa,” (QS.Al-Baqarah: 183)
2.
Puasa Qadha Ramadhan
Puasa qadha ramadhan ialah puasa
yang dlakukan untuk membayar puasa Ramadhan yang tertinggal oleh sebab
terlupanya niat di waktu malam hari, atau dibatalkannya karena ada halangan
(udzur syar’i), atau sengaja dibatalkannya tanpa alasan yang dapat diterima
secara syar’I (agama).
Halangan (udzur syar’i), misalnya
sakit, musafir atau bekerja berat seperti di tambang batu bara dan sebagainya.
Pembatalan puaa tanpa alasan yang dapat diterima oleh agama disebut pembatalan
tanpa udzur.
Dasar hukumnya puasa Qadha:
“……dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain….” (QS.Al-Baqarah: 185)
3.
Puasa Nadzar (kaulan)
Puasa Nadzar (kaulan) adalah puasa
yang diwajibkan orang kepada dirinya sendiri dengan cara bernadzar (kaul)
kepada Allah swt. Maka yang bersangkuatan harus berpuasa sesuai nadzarnya, baik
cara maupun jumlahnya. Adapun dasar
“….dan hendaklah mereka menepati nadzarnya…”
(QS. Al Hajj:29
4.
Puasa Kaffarah
Puasa Kaffarah ialah puasa
penghapusan dosa karena melakukan pelanggaran berat yang seharusnya tidak di
lakukannya. Pelanggaran berat yang dimaksud ialah:
a.
Sengaja membatalkan puasanya dibulan ramadhan dengan melakukan
hubungan badan (jima’)
b.
Melakukan beberapa pelanggaran ketika masih dalam keadaan ihram,
padahal ia tidak mampu menyembelih dam (hewan)
c.
Membunuh orang tidak sengaja.
d.
Terkena sumpahnya sendiri dengan sebab melanggarinya.
e.
Melakukan zhihar.
5.
Puasa tathawwu’ (sunnat)
Puasa tathawwu’ atau sunnat ialah
puasa-puasa yang tidak termasuk ke dalam klompok puasa yang tersebut diatas.
Diantara puasa tathawwu’ yaitu:
a.
Puasa enam bulan syawal,
b.
Puasa sepuluh hari bulan Dzulhijjah, yaitu dari tanggal 1 sampai
tanggal 10 dzulhijjah (hari idul adhah). Akan tetapi pada hari ksepuluh,
puasanya hanya sampai dengan selesai shalat id saja.
c.
Puasa Asyura (10 muharram) dan Tasu’a (9muharram)
d.
Puasa senin dan kamis,
e.
Puasa hari-hari putih (tanggal 13,14,15) setiap bulan. “barang
siapa berpuasa tiga hari dalam sebulan, maka sesungguhnya ia telah berpuasa
satu tahun.” (HR. Ahmad dan Tarmidzi).[50]
6.
Puasa bulan Rajab dan sya,ban
Kata Aisyab, “saya melihat
Rasulullah SAW menyempurnakan puasa satu bulan penuh selan dalam bulan
Ramadhan, dan saya tidak melihat beliau dalm bulan-bulan yang lain berpuasa
lebih banyak dari bulan sya’ban” (riwayat Bukhari dan Muslim).[51]
7.
Puasa Makruh
Dalam hal ini ada beberapa pendapat
para ulama’. Para ulama sepakat tentang hari-hari makruh melakukan puasa,
diantaranya puasa pada ari jum’at saja atau hari sabtu saja, sehari atau dua
hari sebelum bulan ramadhan.
8.
Puasa haram
Yang terlarang berpuasa pada hari
tertentu adalah pada kedua hari raya (idul fitri dan idul adha) dan pada hari
tasyrik, yaitu tiga hari sesudah hari raya Adha (tanggal
11-13) bulan zulhijjah.[52]
D.
Syarat dan rukun puasa
1.
Orang-orang yang wajib melaksanakan puasa adalah:
a.
Islam
b.
Baligh
c.
Berakal (tidak gila atau mabuk), lelaki atau perempuan
d.
Suci dari haid dan nifas bagi perempuan
e.
Berada di kampong, tidak wajib bagi orang musafir
f.
Sanggup puasa, tidak wajib bagi orang yang sakit dan orang yang
lemah
Semua yang terdapat di atas
tersebut, merupakan syarat-syarat wajib puasa, bila terdapat pada seseorang
muslim syarat-syarat wajib ini, wajiblah ia berpuasa, dan berdosa bila dia
meninggalkannya.[53]
2.
Rukun puasa
Ada
dua rukun puasa, yang masing-masingnya merupakan unsure terpenting dari
hakikatnya yaitu:
a.
Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, semenjak terbit
fajar hingga terbenam matahari. Artinya: “….Maka sekarang
campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…”
(QS.Al-Baqarah:187) Yang dimaksud dengan benang putih dan benang hitam
ialah terangnya siang dan gelapnya malam.
b.
Niat, Berniat itu hendaknya sebelum fajar, pada setiap malam bulan
Ramadhan. Berdasarkan hadist Hafsah, katanya : telah bersabda Rasulullah
SAW,“Barang siapa yang tidak membulatkan niatnya buat berpuasa sebelum Fajar,
maka tidak sah puasanya”.(diriwayatkan oleh Ahmad dan Ash-Habus Sunan, dan
dinyatakan sah oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu HIbban).
Dan niat itu sah pada salah satu
saat dimalam hari, dan tidak disyariatkan mengucapkannya, karena itu merupakan
pekerjaan hati, tak ada sangkut-pautnya dengan lisan. Hakikatnya niat adalah
menyengaja suatu perbuatan demi mentaati perintah Allah Ta’ala dalam
mengharapkan keridhaaNya.[54]
E.
Hal-hal yang membatalkan puasa
1.
Membatalkan niat untuk berpuasa.
2.
Makan dan minum dengan.[55]
3.
Sengaja memasukan sesuatu benda kedalam rongga terbuka, meskipun
benda itu sekecil apa pun. Rongga terbuka seperti mulut, hidung, telinga dan
kemaluan
4.
Keluar sesuatu dari perut, sepeeti muntah walapun sedikit dengan
cara di sengaja. Tetapi jika tidak disengaja, maka puasanya tidak batal.
5.
Bercampur (jima’)
6.
Keluar mani, apabila ada unsure kesengajaan. Adapun keluar mani
sebab mimpi, maka hukumnya tidak batal.[56]
F.
Hikmah dan Filosofi Puasa
1.
Semua yang diperintahkan oleh Islam atau yang dilarangnya pasti
mengandung nilai (makna) filosofinya. Hanya saja, orang tidak mampu
menangkapnya. Seperti halnya dengan ibadah-ibadah lainya, maka ibadah puasapun
tidak luput dari makna filosofi tersebut, nilai filosofi yang dikandung oleh
ibadah puasa sbb:
a.
Sebagai penyataan syukur kepada Allah swt, atas segala nikmat-Nya
yang telah diberikan kepada manusia. Pada hakikatnya, semua jenis ibadah yang
dipersembahkan hamba kepada Kholiqnya termasuk kedalam bab ini. Yakni sebagai
symbol terima kasih keada Tuhan Ynag Maha Pencipta.
b.
Sebagi latihan dan uji coba untuk menguji seseorang, sampai dimana
ketaatan, ketahanan jiwanya, serta kejujuran dalm menjalani tugasnya sebagai
seseorang hamba terhadap perintah Kholiqnya. Orang mukmin pasti memilih lapar
kerena berpuasa ketimbang kenyang berpuasa karena melawan perintah Allah.
c.
Para dokter sepakat bahwa pengaturan makan dan minum sangat perlu
untuk menjaga kesehatan. Karna penyebab dari segala macam penyakit berawal pada
perut. Takdiragukan lagi bahwa apa yang dikatakan para dokter itu sesuai dengan
apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw.“perut adalah sarangnya penyakit, dan
pencegahan awal adalah pangkal pengobatan, berilah masing-masing tubuh apa yang
terbiasa”(Al Hadis).
d.
Puasa dapat menekan dan mengendalikan syahwat. Karena orang yang
sedang berpuasa ia sudah siap untuk tidak berbicara hal-hal yang porno, apalagi
melakukan ataupun melakukannya. Karena semua itu membuat rusak pahala puasanya.
Jadi setiap peluang yang menjerumus kearah negative telah diantisipasi oleh
ibadah puasa. Sehingga ia selamat dari godaan hawa nafsu.
e.
Orang yang telah menjalankan puasa, pasti merasakan betapa perihnya
perut yang keroncong karena tidak makan dan minum, maka ia akan mudah tergugah
kalau diajak untuk bersedekah kepada orang fakir miskin. Ia akan mudah peduli
kepada masalah-maslah social yang ada di sekelilingnya.[57]
2.
Dalam berpuasa seseorang dapat mengontrol anggauta badannya hingga
gerak gerik jiwa dan bathinnya dan ucapan mulutnya. Kesucian yang ditimbulkan
dari akibat puasa adalah kesucian "ma'nawi". Bukan hanya kesucian
lahir semata-mata yang mungkin dapat dibersih-kan dengan air, juga kesucian
bathin dapat dibersihkan dengan latihan jiwa dan perbuatan kalbu. Hikmah puasa
dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.
Mendidik para mu'min supaya berperangai luhur dan agar dapat
mengontrol seluruh nafsu dalam keinginan manusia biasa.
b.
Mendidik jiwa agar biasa dan dapat menguasai diri, sehingga mudah
menjalankan semua kebaikan dan meninggalkan segala larangan.
c.
Membiasakan orang yang berpuasa bersabar dan tahan uji.
d.
Mendidik jiwa agar dapat memegang amanat sebaik-baiknya,
karena orang berpuasa itu sebagai seorang yang mendapat amanat untuk
tidak makan dan minum atau hal-hal yang membatalkannya. Sedang amanat itu harus
dapat dipegang teguh, baik di hadapan orang banyak maupun di kala sendirian.
e.
Untuk mendidik manusia agar jangan mudah
lekas dipengaruhi oleh benda sekalipun ia dalam keadaan sengsara/kelaparan
dapat mempertahankan pribadinya dan pribadi Islam hingga tidak lekas terjerumus
ke jurang ma'shiat dan sebagainya.
f.
Ditinjau dari segi kesehatan,
puasa sangat berguna untuk menjaga dan memperbaiki kesehatan.
g.
Untuk menyuburkan rasa syukur kepada "Allah" atas karunia
yang telah diberikan kepada hamba-Nya.
h.
Menanamkan "rasa cinta
kasih" sesama manusia, terutama
terhadap orang-orang miskin, orang-orang
yang menderita kelaparan dan kesengsaraan. Dengan berlatih lapar dan
dahaga setiap hari selama satu bulan, orang yang mampu dapat merasakan nasib
fakir dan miskin.[58]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...5
HAJI
·
Menurut bahasa pergi mengunjungi sesuatu yang diagungkan. Haji
adalah meninggalkan kampung haalman, memisahkan
keluarga menuju kepada yang mulia, mengingat yang sudah tiada (maksudnya
para nabi) dan mengunjungi rumah Allah yang maha memberi nikmat, yaitu ka’bah.[59]
·
Syarat wajib haji:
1.
Islam 4.
balig
2.
Berakal 5.
sehat
3.
Merdeka 6.
Mampu.
Rukun haji:
1.
Wukuf
2.
Tawaf ifadhah
3.
Ihram
4.
Sa’i antara safa dan marwa[60]
·
Umrah, dari kata i’timar yang berarti ziarah atau berkunjung. Umrah
adalah menjiarahi ka’bah, tawaf di sekelilingnya, sa’i antara safa dan marwa,
serta mencukur/menggunting rambut. Ibnu hajar dalam fathul bari mengatakan
bahwa ihram artinya memakmurkan masjidil haram.[61]
·
Rukun umrah:
1.
Ihram dari miqat yang dilalui
2.
Tawaf 7x keliling ka’bah
3.
Sa’i safa dan marwah
·
Perbedaan haji dan umrah:
1.
Umrah tidak terkait waktu tertentu , haji 1x setahun.
2.
Umrah tidak ada wukuf, haji syah dan batal di wukuf
3.
Umrah tidak ada kewajiban lempar jumrah, haji wajib, denda.
4.
Miqat umrah untuk penduduk mekkah adalah tanah halal, Ex: Jiranah,
ta’nim, nahlal, hudaibiyah. Sedang haji adalah rumahnya sendiri.
5.
Dalam umrah tidak ada perintah untuk mabit di mina dan muzdalifah.
·
Cara pelaksanaan haji dan umrah (nusuk): ada 4 (empat) cara
melakukan nusuk yaitu ifrad, tamattu, qiran dan itlaq. Cara yang plaing utama
adalah ifrad, jika umrah dilaksanakan pada musim haji. Jika umrah dilakukan
diluar muslim haji, cara yang paling utama yaitu tamattu’ atau qiran, sebba
makruh menunda umrah melewati tahun tersebut (tahun pelaksanaan haji).
1.
Ifrad, yaitu haji dahulu baru dilanjutkan dengan umrah kebalikan
ifrad yaitu tamattu
2.
Tamattu, umrah dari miqat sesuai domisili jama’ah haji pada
bulan-bulan haji (syawal, dzul qa’dah, dan 10 hari pertama dzul hijjah),
kemudian haji pada tahun itu juga di mekkah, jadi tamattu harus memenuhi dua
syarat:
a.
Berihram umrah pada musim haji
b.
Berihram haji dilakukan pada tahun itu juga dari mekkah.
3.
Qiran, melakukan haji dna umrah secara bersamaan dari miqat sesuai
wilayah domisili. Orang yang berhaji Qiran hanya melakukan nusuk haji tanpa
menambah tawaf untuk umrah. Bisa juga melakukan ihram umrah terlebih dahulu.
Cara ihram umrah terlebih dahulu, cara ihram umrah sama seperti ihram haji.
Rukun umrah sama dengan haji cuman tidak ada wuquf.[62]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
HAJI
A.
Pengertian Haji
Haji atau Hiji menurut arti bahasa
bermakna “menuju atau menyengaja”, atau banyak-banyak menuju kepada sesuatu
yang diangungkan. Sedang syara’ adalah menuju Ka’bah untuk menunaikan ibadah.
Seperti yang akan diterangkan berikut ini. Ibadah haji termasuk salah satu
syari’at para Nabi terdahulu.[1]
Haji diwajibkan atas orang yang
kuasa ,satu kali seumur hidupnya. Dan ibadah haji itu wajib segera dikrjakan.
Artinya , apabila orang tersebut telah memenuhi syarat-syaratnya, tetapi masih
dilalaikannya juga (tidak dikerjakan pada tahun ini), maka ia berdosa karena
kelalaiannya itu.[2]
Firman Allah Swt:
ولله على الناس حج البيت من استطا عاليه سبيلا. ا ل عمران:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah ,yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali Imron: 97)
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Ibnu Abbas. Nabi Besar Saw, telah berkata, “Hendaklah kamu
bersegera mengerjakan haji karena sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari
suatu halangan yang akan merintanginya.”(Riwayat Ahmad).
B.
Syarat-Syarat Wajib Haji dan Umrah
Syarat wajibnya haji dan umrah itu ada
tujuh perkara, yaitu :[3]
1. Islam
2. Baligh
(sudah dewasa)
3. Berakal
sehat
4. Merdeka,
“Maka tidak wajib haji bagi orang yang mempunyai sifat bertentangan dengan
sifat-sifat tersebut itu”.
5. Ada
bekalnya beserta tempatnya bila memang butuh tempat, sebab kadang-kadang ada
juga yang tidak butuh tempat bekal, sebagaimana orang yang dekat dengan negeri
Makkah, dan disyaratkan pula adanya air di tempat yang biasanya dapat membawa air
dengan harga yang umum.
6. Ada
kendaraannya, yakni kendaraan yang pantas untuk dibeli atau disewa. Hal ini
jika antara orang itu dengan negeri Makkah jaraknya dua kali angkatan atau
bahkan lebih dari itu, baik dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau tidak. Jika
antara dia dan negeri Makkah tidak ada dua kali angkatan
(perjalanan) sedang orang itu kuat menempuh dengan berjalan kaki,
maka wajib baginya menunaikan haji tanpa kendaraan. Dan disyaratkan juga bahwa
bekal itu tadi lebih setelah untuk membayar hutangnya dan dari ongkos
pembiayaan orang yang menjadi tanggungannya selama waktu perginya dan
pulangnya. Juga harus sudah lebih untuk mencukupi kebutuhan rumah (dengan biaya
yang wajar) juga lebih dari pembiayaan yang pantas untuk budak yang ada di
dalam rumah itu tadi.
7. Keadaan
jalannya sunyi, maksudnya ialah keadaan perjalanan menurut perkiraan sangat
aman (tidak ada gangguan) sekiranya masih terdapat benda-benda yang pantas di
tiap-tiap tempat. Jika sekiranya seseorang merasa tidak aman akan
dirinya, hartanya atau kehormatannya maka tidaklah wajib berhaji.
Adapun perkataan mushannif “dan
mampu menunaikan” itu tetap ada di dalam sebagian keterangan. Sedang yang
dikehendaki dengan “mampu” ialah suatu keadaan yang tetap wujud sesudah adanya bekal,
dan kendaraan yang pada suatu saat memungkinkan berjalan sesuai yang
dijanjikan.
Jika seseorang itu mampu hanya saja
dia butuh memutuskan perjalanan dua kali angkatan dalam sebagian hari-hari
(yang ditempuh), maka baginya tidak wajib haji karena dalam keadaan sengsara.
C.
Rukun Haji
Rukun-rukun haji itu ada empat, yaitu:[4]
1. Ihram
yang disertai dengan niat, yakni niat masuk menuanaikan haji.
2. Wukuf
di tanah Arafah, yang dimaksudkan ialah datangnya orang yang ihram haji
dalam Dzulhijjah dengan syarat, bahwa orang yang wukuf itu
ahli ibadah, tidak gila dan tidak pula ayan. Waktu wukuf (di tanah
Arafah) itu berlangsung terus sampai datangnya fajar hari raya
Qurban yang tanggal 10 Dzulhijjah.
3. Thawaf
di Baitullah (Ka’bah) sebanyal 7 kali putaran. Thawaf tersebut dimulai dari
arah Hajar Aswad, seluruh badannya ditepatkan (ketika memulai) pada Hajar Aswad
itu. Seandainya seseorang memulai thawaf selain di Hajar Aswad, maka thawafnya
ini tidak ada artinya. Syarat Thawaf : [5]
a. Menutup
aurat,
b. Suci
dari hadas dan najis,
c. Ka’bah
hendaknya di sebelah kiri orang yang thawaf,
d. Permulaan
thawaf itu hendaknya dari Hajar Aswad,
e. Thawaf
itu hendaklah tujuh kali
f. Thawaf
itu hendaklah di dalam masjid karena Rasulullah saw melakukan thawaf di masjid.
Sunnah Thawaf:[6]
a. Mengusap
dan mencium (mengecup) Hajar Aswad
b. Mengusap
rukun Yamani
c. Berjalan
kaki
d. Tanpa
alas kaki
e. Berselendang
(kedua ujungnya terletak di pundak kiri dan bagian tengahnya terletak di bawah
bagian ketiak kanan) di dalam thawaf yang ada lari kecilnya. (Pria)
f. Lari
kecil (di dalam thawaf yang akan disambung dengan sa’i) pada putaran ke- 1, 2
dan 3. (Pria)
g. Mengucapkan
do’a-do’a dari Nabi SAW di dalam thawaf
h. Shalat
sunnat thawaf 2 rakaat seteleh selesai thawaf. (Dapat dilakukan sesudah
beberapa minggu, walaupun tidak di dalam Masjidil Haram. Tapi, yang lebih utam
di belakang Maqam Ibrahim).
Macam-macam thawaf :[7]
a) Thawaf
qudum (thawaf ketika baru sampai) sebagai shalat tahiyatul masjid.
b) Thawaf
Ifadah (thawaf rukun haji).
c) Thawaf
Wada’ (thawaf ktika akan meninggalkan makkah.
d) Thawaf
Tahallul (penghalalan barang yang haram ketika ihram.
e) Thawaf
Nadzar (thawaf yang dinazarkan)
f) Thawaf
sunah
4. Sa’i antara Shafa dan Marwah
sebanyak kali.
Adapun syaratnya Sa’i, yaitu
hendaknya seseorang memulai pada permulaan Sa’inya dari Shafa dan mengakhirinya
di Marwah. Dan dihitung perginya orang dari Shafa ke Marwah satu kali, kemudian
kembalinya dari Marwah ke Shafa dihitung lagi satu kali.
“Shafa” dengan dibaca pendek,
pengertiannya ialah bagian pinggir dari bukit Abi Qubaisy, sedang
“Marwah” dengan dibaca fat-hah mimnya artinya itu nama bagi suatu tempat
yang sudah terkenal di negeri Makkah.
Dan masih ada lagi beberapa rukun
haji, seperti mencukur atau menggunting rambut. Hal ini jika memang saya
menjadikan masing-masing dari keduanya sebagai ibadah (rukun) dan demikian itu
adalah pendapat yang masyhur.
Jika aku berkata, bahwa sesungguhnya
masing-masing dari keduanya itu sebagai usaha memperbolehkan perkara yang
dilarang, maka keduanya bukanlah termasuk dari golongan rukun-rukun
haji.
Sunnah Sa’i:[8]
a. Suci
dari kedua hadas dan suci dari najis
b. Menutup
aurat
c. Naik
ke atas trap (jalan tanjakan) Shafa dan Marwah
d. Lari
kecil antara dua tanda Pal/Lampu Hijau (bagi pria)
e. Membaca
do’a dan dzikir yang datang dari Nabi Muhammad SAW.
f. Berturut-turut
antara pelaksanaan Thawaf 7 kali dan disambung Sa’i, dan berturut-turut antara
Sa’i yang satu dengan yang berikutnya. Tetapi ada Qoul Mashur yang berpendapat
bahwa dalam rukun haji itu juga mencakup mencukur rambut dan tertib. Pendapat
ini diambil dari kitab Fathul Qarib Mujib :
D.
Wajib Haji
Perkataan wajib dan rukun biasanya
berarti sama, tetapi di dalam urusan haji ada perbedaan sebagai berikut :[9]
Rukun : sesuatu yang
tidak sah haji melainkan dengan melakukannya, dan ia tidak boleh diganti dengan
“dam” (menyembelih kambing).
Wajib :
sesuatu yang perlu dikerjakan ,tetapi sahnya haji tidak bergantung padanya, dan
boleh diganti dengan mnyembelih binatang.
1) Ihram dan miqat.
2) Berhenti di Muzdalifah
sesudah tengah malam.
3) Melontar Jumrah Aqobah.
4) Melontar tiga jumrah.
5) Bermalam di mina.
6) Thawaf wada’.
7) Menjauhkan diri dari semua
larangan atau yang diharamkan.
E.
Sunah Haji dan Umrah
Adapun sunah-sunah haji dan umrah itu ada tujuh yaitu:[10]
a) Mengerjakan
Ifrad, yaitu mendahulukan mengerjakan ihram haji daripada ihram umrah, yakni
seseorang mengerjakan ihram haji dahulu dari miqatnya haji, sesudah selesai
mengerjakan haji kemudian hendaknya keluar dari Makkah menuju tanah halal
(miqat) yang lebih dekat. Lalu ihram umrah disertai mengerjakan amalan-amalan
dalam umrah. Jika seseorang membaliknya (umrah dahulu baru haji), maka tidak
dapat dikatakan ifrad.
b) Membaca
talbih, di dalam membaca talbih disunnahkan untuk memperbanyak selama dalam
ihram dan juga disunnahkan mengeraskan suaranya. Adapun lafadznya tablih yaitu
sebagai brikut:
“Labbaika Allahumma labbaikala syariika laka labbaika. Innal Hamda
Wan Nikmata laka wal Mulka laa syarika laka”
Ketika telah selesai dari membaca
talbih maka hendaknya dilanjutkan dengan membaca shalawat Nabi dan bermohon
kepada Allah SWT, agar dapat masuk surga dan mendapatkan ridhanya serta
terpelihara dari api neraka.
c) Thawaf
Qudum, thawaf ini dikhususkan kepada orang yang haji sewaktu memasuki Makkah
sebelum Wuquf di ‘Arafah. Bagi orang yang umrah ketika dia thawaf karena
umrahnya, maka cukuplah mengerjakan thawaf qudum ini.
d) Bermalam
di Muzdalifah, selanjutnya bahwa bermalam di Muzdalifah ini terhitung masuk
beberapa sunnah haji adalah sesuai dengan isi pembicaraan Imam Rafi’i, tetapi
menurut Imam Nawawi hal itu termasuk ziyadah (tambahannya) kitab Raudlah dan
Syarah kitab Muhadzab, yakni bahwa bermalam di Muzdalifah itu termasuk wajib.
e) Mengerjakan
shalat dua rakaat karena thawaf yakni sesudah selesai dari mengerjakan thawaf.
Shalat dua rakaat itu hendaknya dilakukan di belakang makam Ibrahim a.s.
“Dan hendaknya merendahkan suara bacaan dalam dua rakaat shalat itu
(di waktu siang) dan mengeraskannya di waktu malam. Apabila orang itu tidak
mengerjakan shalat dua rakaat di belakang Ibrahim, maka boleh mengerjakannya di
Hijir Isma’il, jika tidak dapat maka boleh di Masjidil Haram dan jika di
Masjidil Haram tidak dapat, maka boleh melakukannya di tempat yang dikehendaki
dari tanah Haram dan lainnya.
f) Bermalam
di Mina. Imam Rafi’i sudah mengesahkan hal ini, tetapi bagi Imam Nawawi
tersebut di dalam ziyadah kitab raudlah mengatakan bahwa bermalam di Mina itu
wajib.
g) Mengerjakan
thawaf wada’ ketika hendak keluar dari tanah Makkah, baik dari pergi untuk
mengerjakan ibadah haji atau tidak karena menuanaikan ibadah haji, sekalipun
jarak bepergiannya itu jauh atau dekat.
Keterangan mushannif tersebut yakni
disunnahkannya Thawaf Wada’ adalah merupakan pendapat yang terunggul, tetapi
menurut pendapat yang lebih jelas mengatakan bahwa Thawaf Wada’ itu wajib
hukumnya.
Sebagaimana keterangan yang terdapat
dalam kitab Syarah Muhadz-dzab, bahwa jika wajib bagi orang laki-laki untuk
tidak memakai pakaian yang terdapat jahitan dan tidak terdapat sulaman dan
ikatan pada pakaian seperti sepatu.
Hendaknya orang tersebut memakai
kain dan selendang yang keduanya berwarna putih dan dalam keadaan masih baru.
Jika seandainya tidak ada kain yang baru, maka yang penting keduanya dalam
keadaan suci.
F.
Pengertian Umrah
Hukum umrah adalah fardu’ain atas
tiap-tiap orang laki-laki atau perempuan , sekali seumur hidup, seperti haji.[11] Firman Allah Swt :
وَ اَ تِمُّو االْحَجَ وَالْعُمَرَةَ لِلهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karna Allah.” (Al-Baqarah
: 196)
Sabda Rasulllah saw :
عَنْ
عَا ئِشَة قَا لَتْ : يَا رَسُوْلُ اللهِ هَلْ عَلَ النِّسَا ءِ مِنْ
جِهَادٍ ؟ قَا لَ نَعَمْ عَلَيْهِنَّ جِهَا د لَا قَتَا لَ فَيْهَ الْحَجُّ
وَالْعُمْرَةُ
Dari Aisyah. Ia bertanya kepada Rasulullah saw, “Adakah wajib atas
perempuan berjihad?” Jawaban beliau, “Ya ,tetapi jihad mereka bukan peperangan
,melainkan mengerjakan haji dan umrah.” (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).
G.
Rukun Umrah.
Adapun rukun-rukunnya umrah itu ada
tiga perkara sebagaimana menurut sebagian keterangan, tetapi menurut sebagaian
keterangan lain rukun-rukun umrah itu ada empat perkara yaitu:[12]
a) Ihram
b) Thawaf
c) Sa’i
d) Mencukur atau menggunting rambut
(menurut salah satu dari dua pendapat).
“Mengikuti salah satu dari dua
pendapat itu adalah lebih unggul, seperti keterangan yang baru saja disebutkan
di muka. Jika tidak mengikuti maka berarti mencukur atau menggunting rambut itu
tidak termasuk dalam rukun-rukunnya umrah”.
Beberapa kewajiban haji selain daripada rukun-rukun umrah itu ada
tiga perkara:[13]
Pertama: melakukan Ihram dari batas yang tepat menurut keadaan (masa) dan
tempat. Adapun yang dimaksud dengan “Miqat Zamany” ialah dinisbatkan
pada waktu musim haji yakni: bulan Syawal, Dzul Qa’dah dan 10 malam dari bulan
Dzil Hijjah. Sedang bila dinisbatkan kepada masa Umrah maka sepanjang tahun itu
menjadi waktunya menunaikan Ihram Umrah. “Miqat Makany” ialah haji bagi orang
yang menetap (mukim) di negeri Makkah, baik dia sebagai penduduk Makkah atau
mengembara, maka miqatnya di lingkungan Makkah itu sendiri.
Bagi orang yang bukan berstatus
mukim di negeri Makkah maka:[14]
a) Jika
orang itu menghadap dari jurusan Madinah, maka miqatnya ialah di Dzul Hulaifah.
b) Jika
menghadap dari jurusan Syam, Mesir, dan Maghribi, maka miqatnya di desa Juhfah.
c) Jika
menghadap dari jurusan Tihamatil Yaman, maka miqatnya ialah di Yulamlam.
d) Jika
menghadap dari jurusan tanah Najdil Hijaz dan NadjilYaman, maka miqatnya di
Bukit Qarn.
e) Dan
jika menghadap dari jurusan tanah Masyriq, maka miqatnya dari Dzatu ‘Iraq.
Kedua: melempar jumrah tiga dengan memulai pada jumrah Ula (Kubra),
kemudian jumrah Wustha dan lalu jumrah ‘Aqabah. Hendaknya dalam melempar
masing-masing jumrah tersebut dengan menggunakan tujuh buah batu kerikil satu
demi satu. Jika orang melempar jumrah dengan dua buah batu kerikil sekaligus (1 kali lemparan) maka dihitung satu kali lemparan. Dan
seandainya melemparkan dengan 1 batu kerikil untuk tujuh kali lemparan maka
dibilang cukup (syah). Disyaratkan benda yang dibuat melempar itu berupa “batu”
, tidak boleh lainnya seperti luk” (inten) dan gamping (kapur).
Ketiga : mencukur rambut atau menggunting. Adapun yang lebih utama bagi
orang laki-laki yaitu mencukur. Sedangkan bagi orang permpuan dengan menggunting
saja. Dalam mencukur rambut paling tidak (paling sedikit) tiga biji rambut
kepala dengan mencukur ,menggunting, mencabut atau mmbakar atau juga dengan
memotongnya. Barang siapa tidak mempunyai rambut pada kepalanya, maka boleh
hanya dengan menjalankan(menggerak-gerakkan) penyukur diatas kepalanya. Tidak
dapat menggantikan rambut selain rambut kepala seperti rambut jenggot.
H.
Cara-Cara Pelaksanaan Haji dan Umrah.
Ada tiga cara melaksanakan haji dan umrah :[15]
1.
Ifrod (yang paling afdol diantara ketiga cara). Yaitu , mengerjakan
haji terlebih dahulu secara sempurna. Apabila telah melakukannya, kembali ke
kawasan hill (halal) yakni diluar kawasan haram, (lalu
berihram untuk mengerjakan umrah. Tempat paling afdhol diluar kawasan haram,
untuk melakukan ihram ‘umrah ialah desa al-jikranah ,kemudian At-tan’im,
al-hudaibiyah. Sorang yang melakukan haji secara ifrod , tidak dibebani dam,
kecuali jika ia ingin ber-tathawwu’ (membayar dam secara suka rela demi
memperoleh pahala semata-mata).
2.
Qiron yaitu meniatkan haji dan umrah bersama-sama ,dengan
mengucapkan :Labbaika bi hajjatin wa ‘umrotin ma’a (ma’an).Artinya : Ya Allah
aku datang memenuhi perintah-Mu, dengan mengerjakan haji dan umrah
bersama-sama. Dengan demikian, cukuplah melaksanakan pekerjaan-pekerjaan haji
saja. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan umrah, secara otomatis telah gugur dan
trgabung dalam pkerjaan-pekerjaan haji, sama seperti kewajiban berwudlu yang
secara otomatis tergabung dalam pelaksanaan mandi wajib. Hanya saaja, apabila
ia berthawaf dan br sa’i sebelum wukuf di arafah, maka sa’inya itu terhitung
sebagai pelaksanaan kewajiban sa’i untuk haji dan umrah, sedangkan thawafnya
tidak terhitung. Sebabnya ialah, karena thawaf yang difardukan dalam haji,
haruslah berlangsung stelah wukuf orang yang melaksanakan haji dan umrah secara
Qiran diharuskan membayar dam (denda) seekor domba. Kecuali apabila ia adalah
penduduk kota makkah, maka tidak ada denda atas dirinya. Hal itu, karna ia
tidak dianggap melampaui miqat. Sedangkan miqatnya ialah Makkah.
3.
Tamattu’, yaitu dengan melakukan ihram umrah lalu melintasi miqot
dalam keadaan ihram, dan setelah selesai umrahnya itu, ia segera bertahallul di
Makkah. Dengan demikian ia dapat bertamattu’ (menikmati) hal-hal
yang seharusnya terlarang baginya. Keringanan ini berlaku baginya sampai saat
ia akan memulai ihram hajinya (yakni sampai menjelang wukuf di Arafah.
Seseorang hanya dapat disebut
bertamattu’ karena adanya 4 kondisi :[16]
a. Apabila
ia bukan penduduk kawasan Al Masjid Al Haram. Seseorang dapat disebut
sebagai penduduk kawasan al masjid al haram apabila tempat tinggalnya kurang
dari jarak yang memperbolehkannya mengqosor shalatnya (dengan demikian seperti
telah disebutkan diatas ia tidak terkena kewajiban membayar denda apabila tidak
memulai ihram dari miqat, mengingat bahwa miqatnya ialah Makkah itu sendiri).
b. Apabila
ia mendahulukan umrah sebelum haji, dan umrahnya itu dilakukannya dalam
bulan-bulan haji.
c. Apabila
ketika ber ihram untuk haji,ia tidak kembali ke miqat asalnya
atau miqat lainnya yang berjarak sama seperti miqat asalnya.
d. Apabila
hajinya dan umrah yang dilakukannya dalam rangka mewakili atau menggantikan
kewajiban seseorang tertentu. (dengan demikian jika ia melakukan umrah atas
nama seseorang, kemudian setelah itu mlakukan haji atas nama orang lain, maka
ia tidak disebut sebagai telah ber tamattu’).
Demikian apabila ke empat kondisi
tersebut di atas ada pada diri seseorang, maka ia disebut telah bertamattuk,
dan karenanya ia diwajibkan membayar dam (denda) seekor domba.
Dan sekiranya ia tidak dapat membayar dam seperti itu, maka ia
diwajibkan berpuasa selama tiga hari diantara hari-hari haji , yaitu sebelum
yaum an-nahr (hari raya haji) baik berturut-turut atau terpisah-pisah kemudian
setelah ia tiba kembali ke tanah airnya ,ia diwajiban berpuasa lagi sebanyak
tujuh hari sehingga jumlah semuanya sepuluh hari.
Dan sekiranya ia tidak berpuasa tiga
hari pada hari-hari haji, maka ia diwajibkan berpuasa 10 hari setelah pulang
ketanah airnya, secara berturut-turut atau terpisah-pisah. Dam
(denda) yang diwajibkan karena Qiran sama saja dengan tamattu’. Adapun
urutan-urutan cara haji yang paling afdol ialah Ifrod, kemudian tamattu’,
kemudian Qiran.
I.
Beberapa Larangan Ketika Ihram
Hal-hal yang tidak boleh dikerjakan
oleh orang yang sedang dalam ihram haji atau umrah ada yang terlarang hanya
laki-laki saja, ada yang terlarang bagi perempuan saja, dan pula terlarang bagi
keduanya (laki-laki dan perempuan).[17]
Yang dilarang bagi laki-laki:
a. Dilarang
memakai pakaian yang berjahit, baik jahitan biasa atau bersulaman, atau
diikatkan kedua ujungnya. Yang dimaksud adalah tidak boleh memakai pakaian yang
melingkungi badan (seperti kain sarung). Yang diperbolehkan ialah kain panjang,
kain basahan / handuk. Boleh juga memakai kain tersebut kalau karena keadaan
yang mendesak, seperti sangat dingin, atau panas, tetapi ia wajib membayar
denda (dam).
b. Dilarang
menutup kepala, kecuali karena suatu keperluan, maka diperbolehkan , tetapi ia
wajib membayar denda (dam). Maka kadaannya dibangkitkan seperti sewaktu membaca
talbiyah itu menunjukkan bahwa dilarang menutup kepala itu karena ihram.
Yang dilarang bagi perempuan :
Dilarang menutup muka dan dua
telapak tangan, kecuali apabila keadaan mendesak, maka ia boleh menutup muka
dan dua telapak tangnnya , tetapi diwajibkan membayar fidyah.
Yang dilarang bagi keduanya (laki-laki dan perempuan)
1) Dilarang memakai
wangi-wangian, baik pada badan maupun pada pakaian. Adapun ketinggalan bau
wangi-wangian yang dipakai sebelum ihram hingga masih tetap tinggal sesudahnya
, tidak berdosa, bahkan Rasulullah SAW, apabila hendak ihram , biasanya beliau
memakai wangi-wangian lebih dahulu.
2) Dilarang
menghilangkan rambut/bulu badan yang lain, begi juga berminyak rambut.
3) Dilarang
memotong kuku. Keterangannya dikiaskan pada larangan menghilangkan rambut.
Menghilangkan tiga helai rambut atau tiga kuku , mewajibkan fidiyah yang cukup
dengan syarat pada tempat dan masa yang satu. Mencukur rambut karena udzur
seperti sakit diperbolehkan tetapi wajib membayar fidyah.
4) Dilarang
mengakadkan nikah (menikahkan ,menikah atau menjadi wakil dalam akad
pernikahan). Rujuk tidak dilarang, sebab rujuk itu berarti mengekalkan
pernikahan, bukan akad nikah.
5) Dilarang bersetubuh
dan pendahuluannya. Bersetubuh itu bukan hanya dilarang, tetapi memfasidkan
haji apabila terjadi sebelum mengerjakan penghalal yang pertama.
6) Dilarang berburu
dan membunuh binatang darat yang liar dan halal dimakan. Adapun yang dimakan
binatang yang diburu oleh orang lain, tidak ada halangan bagi orang ihram, asal
niat orang yang berburunya bukan untuk orang ihram.
Tahallul (penghalalan beberapa larangan)
Penghalalan beberapa larangan ada tiga perkara :[18]
a. Melontar Jumrah ‘Aqobah pada hari raya.
b. Mencukur atau menggunting rambut.
c. Thawaf yang diiringi dengan sa’i, kalau
ia belum sa’i sesudah thawaf qudum.
Apabila dua perkara diantara tiga
perkara tersebut telah dikerjakan, halallah baginya baginya beberapa larangan
brikut ini :
a) Memakai
pakaian berjahit.
b) Menutup
kepala bagi laki-laki dan menutup muka telapak tangan bagi perempuan.
c) Memotong
kuku.
d) Memakai
wangi-wangian,minyak rambut, dan memotongnya kalau ia belum bercukur.
e) Berburu
dan membunuh binatang yang liar.
Maka apabila dikerjakannya satu
perkara lagi sesudah dua perkara yang pertama tadi, hasillah penghalal yang
kedua, dinamakan ‘tahallul ke dua’, dan halallah semua larangan yang belum
halal pada tahallul pertama tadi. Sesudah itu ia wajib meneruskan beberapa
pekerjaan haji yang belum dikerjakannya kalau ada, umpamanya melontar
,sedangkan ia tidak dalam ihram lagi. Adapun penghalal umrah yaitu sesudaah
selesai dari semua pekerjaannya.
Beberapa Jenis Dam (denda) :[19]
1. Dam
(denda) tamatu’ atau qiran. Artinya, orang yang mengerjakan haji dan umrah
dengan cara tamatu’ atau qiran, ia wajib membayar denda; dendanya wajib diatur
sebagai berikut:
a. Menyembelih
seekor kambing yang sah untuk qurban.
b. Kalau
tidak sanggup memotong kambing, ia wajib berpuasa 10 hari: 3 hari wajib
dikerjakan sewaktu ihram paling lambat sampai Hari Raya Haji, 7 hari lagi wajib
dikerjakan sesudah ia kembali kenegerinya.
2. Dam
(denda) karena terkepung (terhambat). Orang yang terhalang dijalan tidak dapat
meneruskan pekerjaan haji atau umrah, baik terhalang di Tanah Halal atau di
Tanah Haram, sedangkan tidak ada jalan lain, ia hendaknya tahallul dengan
menyembelih seekorkambing ditempatnya terhambat itu, dan mencukur rambut
kepalanya. Menyembelih dan bercukur itu hendaklah dengan niat tahallul
(penghalalan yang halal).
3. Dam (denda) karena
mengerjakan salah satu dari beberapa larangan berikut :
a. Mencukur atau
menghilangkan tiga helai rambut atau lebih.
b. Memotong kuku.
c. Mamakai pakaian yang
berjahit.
d. Memakai minyak rambut.
e. Mamakai minyak wangi
baik pada badan ataupun pada pakaian.
f. Pendahuluan
bersetubuh sesudah tahallul utama.
Denda kesalahan tersebut boleh
memilih antara tiga perkara: menyembelih seekor kambing yang sah untuk korban,
puasa tiga hari, atau bersedekah tiga sa’ (9,3 liter) kepada 6 orang miskin.[20]
4. Dam
(denda) karena bersetubuh yang membatalkan haji dan umrah apabila terjadi
sebelum tahallul pertama. Denda itu wajib diatur sbagai berikut: mula-mula
wajib menyembelih unta, karna umar telah berfatwa dengan wajibnya unta. Kalau
tidak dapat unta, dia wajib memotong sapi. Kalau tidak ada sapi, menyembelih 7
ekor kambing. Kalu tidak dapat kambing, hndaklah dihitung harga unta dan
dibelikan makanan, lalu makanan itu disedekahkan kepada fakir miskin ditanah
haram. Kalu tidak dapat makanan, hendaklah puasa. Tiap-tiap ¼ sa’ dari harga
unta tadi, harus puasa 1hari, tempat puasa dimana saja, tetapi menyembelih unta
atau sapi, begitu juga bersdekah mkanan, wajib dilakukan ditanah haram. Cara
tersebut ialah pendapat sebagian ulama’, beralasan fatwa umar. Ulama’ yang lain
berpendapat wajib menyembelih seekos kambing saja, mereka mengambil alasan
hadits mursal yang diriwayatkan oleh abu Dawud.
5. Dam
(denda) membunuh buruan atau binatang liar. Binatang liat ada yang mempunyai
bandingan atau missal dengan binatang yang jinak, berarti ada binatang jinak
yang keadaannya mirip dngan binatang liar yang terbunuh, dan ada yang tidak.
Kalau binatang yang terbunuh itu mempunyai bandingan, dendanya menymbelih
binatang jinak yang sebanding dengan yang terbunuh. Atau dihitung harganya, dan
sebanyak harga itu dibelikan makanan. Makanan itu disedekahkan kepada fakir miskin
di Tanah Haram. Atau puasa sebanyak harga binatang tadi, tiap-tiap seperempat
sa’ makanan berpuasa 1 hari. Bolh memilih antara 3 perkara tersbut, tetapi
menyembelih atau bersedekah makanan wajib dilakukan di Tanah Haram, sedangkan
puasa boleh dimana saja.
Kalau binatang yang terbunuh itu
tidak ada bandingannya, dendanya besedekah makanan sebanyak harga binatang yang
terbunuh, kepada fakir miskin di Tanah Haram, atau puasa tiap-tiap ¼ sa’ 1
hari.
DAFTAR RUJUKAN
As’ad, Aliy. 1979. Terjemahan Fathul Mu’inKudus:Menara Kudus.
Amar , Imron Abu. 1982. Fat-hul Qarib,
Kudus:Menara Kudus.
Al-Ghazali, Abu Hamid. 1993 Abu Hamid,Rahasia Haji
dan Umroh.Bandung: Karisma
Rasjid , Sulaiman. 2006. Fiqih islam.Bandung: Sinar Baru
Algen Sindo.
Taufiqurrochman. 2009. Manasik Haji dan Spiritual. Malang:
UIN-Malang Press.
FOOTNOTE
[1] Aliy
As’ad, Terjemahan Fathul Mu’in(Kudus:Menara Kudus, 1979), hlm 103
[2] Sulaiman
Rasjid, Fiqih islam (Bandung: Sinar Baru Algen Sindo, 2006), hlm 247
[3] Imron Abu Amar, Fat-hul
Qarib, (Kudus:Menara Kudus, 1982) hlm 198
[4] Ibid, hlm
200
[5] Sulaiman
Rasjid, Fiqih islam,… hlm 253
[6] Taufiqurrochman, Manasik
Haji dan Spiritual.., hlm 27
[7] Sulaiman
Rasjid, Fiqih islam,… hlm 255
[8] Taufiqurrochman, Manasik
Haji dan Spiritual (Malang: UIN-Malang Press, 2009) hlm 29
[10] Imron Abu
Amar, Fat-hul Qarib,…..hlm 205
[11] Sulaiman
Rasjid, Fiqih islam,...275
[12] Imron Abu
Amar, Fat-hul Qarib,...hlm 202
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...6
QURBAN DAN KHITAN
·
Qurban adalah sesuatu yang disembelih pada hari raya, kurban guna
mendekatkan diri kepada Allah. Karena udhiyah diambil dari kata dhuha yang
berarti matahari meninggi karena hewan qurban disembelih pada waktu tersebut.[63]
·
Hukum Qurban:
1.
Wajib bagi yang mampu, ini menurut rabi’ah, abu hanifah dan
sebagian ulama mazhab maliki. Dalil QS. Al-Kautsar, hadis jundab bin sufyan.
2.
Sunnah, bukan wajib. Ini pendapat imam malik, syafi;i, ahmad,
ishaq. Dalil hadis dari ummu salamah.[64]
·
Syarat hewan Qurban:
1.
Hendaknya termasuk kategori binatang yang telah disepakati ulama.
2.
Domba hendaknya beumur 6 bulan hingga 1 tahun atau yang masuk tahun
ketiga dna tidak boleh kurang dari itu. Unta hendaknya berumur 5 tahun atau
lebih, sapi tidak boleh kurang dari 2 tahun, kambing bandot tidak boleh kurang
1 tahun, dan biri-biri tidak boleh kurang dari 6 bulan.
3.
Hendaknya hewan qurban terbebas dari berbagai macam cacat.[65]
·
Waktu Qurban dimulai setelah matahari terbit pada idul adha kira2
setelah berlalu waktu yang cukup untuk melaksanakan shalat 2 raka’at dan 2
khutbah. Waktu penyembelihan Qurban berlangsung sampai dengan akhir tasyriq (13
Dzul Hijjah). Oenyembelihan qurban sebelum matahari terbit hukunya tidak sah.[66]
·
Seluruh hari tasyriq adalah waktu penyembelihan (HR. Ahmad dan Ibnu
Hibban). Menuurt syafi’i akhir waktu penyembelihan hewan qurban adalah pada
sampai tenggelam, hari tasyriq ketiga dan pelaksanaan qurban boleh siang dan
malam hari. Akan tetapi menyenbelih di malam hari itu makruh hukumnya mutlak,
apabila menyembelih sebelum waktunya, maka tidak dihitung sebagai kurban, namun
jika tidak menyenbelih sampai keluar waktunya, maka hilanglah kesempatan itu.
Dan jika tahun berikutnya berkurban tepat pada waktunya, maka yang terhitung
kurban adalah saat menyenbelih pada waktunya bukan untuk tahun lalu, semua ini
berkaitan dengan kurban yang hukumnya sunnah.[67]
·
Tata cara penyembelihan hewan qurban dan Aqiqah:
1.
Seorang yang berkurban sebaiknya menyembelih hewan kurbannya dengan
tangan sendiri, tidak mewakilinya kepada orang lain. Walaupun demikian, tidak
ada salahnya menuruh orang lain melaksankan hal tersebut.
2.
Disunnahkan menghadapkan hewan kurbannya kearah kiblat, kemudian
dengan menyembelih dengan menyebut: “Bismillah hi, Allagu akbar allahumma
taqabbal minniÍ”
3.
khitan, adalah memotong kulup atau kulit yang menutupi ujung
kemaluan agar laki-laki terhindar dari berkumpulnya kotoran dibawah kulup, dan
memudahkan permbersihannya setelah buang air kecil. Adapun tentang khitan bagi
bayi perempuan (dengan melukai sedikit dari bagian atas kemaluannya).[68]
·
Menurut Dr. Shabari al-qobani, khitan adalah sesuatu yang mutlak
harus dilakukan. Sebab, apabila tidak maka dianggap tidak sempurna
keislamannya.[69]
·
Hukum khitan, diantara ulama yang mewajibkan yaitu imam malik,
syafi’i dan ahmad, “Barang siapa belum berkhitan, maka tidka boleh ajdi imam
dan tidak boleh memberi kesaksian”, tutur imam malik. Ungkapan tersebut hanya
penekanan semata. Sedangkan abu hanifah dan Al-Hasan berpendapat, bahwa khitan
amalan yang disunnahkan.[70]
·
Orang tua yang dikaruniai bayi, disunnahkan menghitan bayi pada
hari ke-7 kelahirannya, hadis ini sesuia dari ahmad dan baihaqi dari asiyah,
bahwa nabi saw. menghitan al-hasan dan al-husain pada hari ketujuh
kelahirannya.[71]
·
Dalam majmu Al-Fatwa imam ibnu taimiyah hal. 114, bahwa maksud
dilaksanakan khitan pada anak laki-laki adalah untuk mensucikannya dari hal-hal
najis di dalam qulfah. Sedangkan bagi wanita adalah unuk mengontrol dorongan
syahwatnya, sebab apabila wanita masih mempunyai clistoris, maka dorongan nafsu
akan memuncak.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
QURBAN & AQIQAH
A.
Penyembelihan Hewan
1.
Pengertian
Dalam istilah fiqih, penyelembelihan
(adz-dzabhu) Secara Bahasa berarti at-tabayyun, yaitu bau yang sedap. Hal
ini disebabkan pembolehan secara hukum syar’imenjadikannya menjadi baik harum.
Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, penyembelihan adalah terpotongnya empat urat
leher, yaitu urat tenggorokan, urat pencernaan, dan dua urat nadi. Adapun
menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali penyembelihan adalah terpotongnya dua
saluran di leher hewan, yaitu saluran nafas yang terletak di leher dan saluran
makanan/pencernaan.[1][1]
Jadi, yang dimaksud menyembelih adalah memotong saluran nafas dan
saluran makanan dari seekor binatang menurut aturan yang telah disyariatkan
oleh agama, kecuali ikan dan belalang keduanya halal dimakan dengan tidak
disembelih.[2][2] Berdasarkan hadis Rasulullah saw, yang berbunyi :
“Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai ; ikan dan
belalang”. (Riwayat Ibnu Majah)
Penyembeliahan hewan menurut
ketentuan agam, yaitu melenyapkan nyawa binatang (yang halal) untuk dimakan
dengan sesuatu alat yang tajam selain tulang dan gigi. Binatang yang halal bisa
menjadi haram untuk dimakan karena tata cara penyembelihannya tidak sesuai
dengan ajaran agama Islam. Misalnya, tidak menyebutkan asma Allah atau menyebut
selain nama Allah, binatang yang mati karena dicekik, dipukuli, atau karena
jatuh.[3][3] Berdasarkan firman Allah Swt. Surah al-Ma’idah : 3 yang
berbunyi :
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الختزير وما اهل لغير الله به والمنخنقة
والموقوزة والمتردية والنطيحة وما اكل السبع الا ما زكيتم. وما زبح علي النصب.
“Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, dan daging yang disembelih bukan atas nama Allah,
yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang
disembelih untuk berhala”.[4][4]
Jika hewan yang akan disembelih
adalah hewan liar yang susah untuk ditangkap atau sulit untuk disembelih pada
lehernya, diperbolehkan melukai bagian tubuh yang mematikan dengan menyebut
nama Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda :
Dari
Abu Usyra’, dari ayahnya, ia berkata bahwa Rasulullah saw, ditanya “apakah
tidak ada penyelembelihan itu selain dikerongkongan dan dileher?, “Rasulullah
saw bersabda “kalau kamu tusuk pahanya, niscaya cukuplah hai itu”.(Riwayat at-Tirmizi)[5][5]
2.
Ketentuan Penyelembelihan Binatang
Dalam
penyelembelihan , ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu tentang orang
yang menyelembelih, dan alat yang digunakan untuk menyelembelih.
Syarat-syarat Orang yang
menyembelih
a.
Islam, penyelembelihan yang dilakukan oleh orang non-Islam adalah
tidak sah.
b.
Berakal sehat, penyelembelihan yang dilakukan orang gila tidak sah.
c.
Mumayyiz
d.
Berdo’a
Syarat-syarat Binatang yang akan disembelih
a.
Binatang itu masih hidup
b.
Binatang itu termasuk binatang yang halal, baik cara memperoleh
maupun zatnya.
Syarat-syarat Alat yang digunakan untuk menyelembelih
a.
Alat yang digunakan tajam, tidak runcing dan tidak tumpul
Seperti yang Rasulullah SAW lakukan:
Dari Syaddad Ibnu Aus bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah
mewajibkan berbuat kebaikan terhadap segala sesuatu. Maka jika engkau membunuh,
bunuhlah dengan cara yang baik dan jika engkau menyembelih, sembelihlah dengan
cara yang baik, dan hendaklah di antara kamu mempertajam pisaunya dan
memudahkan (kematian) binatang sembelihannya." Riwayat Muslim.
a.
Terbuat dari besi, baja, batu, dan kaca
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
Dari Rafi' Ibnu Khodij Radliyallaahu
'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apa yang dapat
menumpahkan darah dengan diiringi sebutan nama Allah, makanlah, selain gigi dan
kuku, sebab gigi adalah tulang sedang kuku adalah pisau bangsa Habasyah."
Muttafaq Alaihi.
Sunnah menyembelih
a.
Memotong dua urat yang ada dikiri kanan leher, agar lekas matinya.
b.
Binatang yang disembelih itu, hendaklah dimiringkan ke sebelah rusk
kirinya, supaya mudah bagi orang yang menyembelihnya.
c.
Dihadapkan ke Kiblat.
B.
QURBAN
1.
Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban berasal
dari bahasa Arab yang diambil dari kata : qaruba – yaqrabu –
qurban wa qurbaanan. Artinya, “dekat” atau “mendekatkan diri”,
mendekati atau menghampiri. Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang
digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan
maupun. Dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan
yang digunakan untuk qurban adalah binatang ternak, seperti kambing, sapi, dan
unta.[8][9]
Dalam bahasa Arab, hewan kurban
disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah , dengan bentuk
jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai
tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira
pukul 07.00 – 10.00. Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing)
yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari,
1994).
Ibadah qurban hukumnya sunnah
muakkad, artinya sunnah yang sangat dianjurkan bagi orang yang sudah mampu.
Sebagaimana firman Allah swt :
“Sesungguhnya Kami telah memberi
kepadanya nikmat yang banyak.Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu,dan
berkurbanlah.”(Al-Kausar:1-2)
“Dan
bagi tiap-tiap umat Telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang Telah
[1]Abu malik kamal bin as-sayyid salim, shahih fikih sunnah, jakarta,
pustaka azzam, 2006, 102.
[2] Drs. Mo. Rifa’i risalah tuntunan sholat lengkap, PT. Karya toha putra
semarang, 2014, 14.
[3] Ibdi, 23.
[4] Drs. Moh, rifa’i, hal. 18.
[8] Prof.
Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh
Ibadah,Amzah, Jakarta,2010, hlm 3
[9] Pengertian yang
di kemukakan oleh Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul
Wahhab Sayyed Hawwas hampir sama dengan apa yang di kemukakan oleh Prof. Dr
.Wahbah Az Zuhaili.
[10] Yang
dimaksud dengan “semakna dengan keduanya” yakni tayamum dan beberapa mandi yang
disunnahkan dan ungkapan “memiliki bentuk yang serupa dengan kedua nya”
meliputi basuhan kedua atau ketiga ketika menghilangkan hadas dan najis.
Pembahasan thaharah meliputi beberapa pembahasan seperti wudhu, mandi,
menghilangkan najis dan tayamum
[12] Khabats adalah
adalah sesuatu yang kotor menurut syara’ adapun hadats adalah sifat syara’ yang
melekata pada anggota tubuh dan dapat dihilangkan thaharah(kesucian)
[19] Yang
dimaksud dengan membersihkan pakaian lahir adalah membersihkan diri dari hadast
dan najis dengan berwudhu dan mandi.
[20] Yang dimaksud
dengan membersihkan pakaian batin adalah membersihkan dari kesyirikan dan
lain-lain
[21] Drs.Babudin.S.Ag
dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia,Fiqih Untuk X madrasah
aliyah, intimedia ciptanusantara, Jakarta, 2005, hlm 3
[22] Ibid.
[23] Drs.Babudin.S.Ag
dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia,Fiqih Untuk X madrasah
aliyah, intimedia ciptanusantara, Jakarta, 2005, hlm 4
[24] Dalam keterangan nya hadist ini shahih dan hasan yangdi petik oleh Abu
Daud, Tarmidzi Dan Ibnu Majah Dari Ali Bin Abi Thalib(Nasbur Rayah,Jilid 1 Hlm
307)
[26] Ibid 13
[27] Ibid 13
[29] Ibid 90
[37] Didin hafidhuddin, mujmal lughah al-rabiyyah, al-mujmal al-wasith
(mesir: Daar el-ma’arif, 1972, 396.
[38] K.H. M. Syukri ghozali, pedoman zakat, 107.
[39] Zurrinal z dan aminuddin, fiqih ibadah, jakarta, lembaga penelitian
universitas islam negeri, 2008, 182.
[40] Zurinal z dan aminuddin, fiqh ibadah, 184.
[41] Nasaruddin razak, Dinul Islam (bandung, al-ma’arif, 1985, 178. Dan Ali
imran dalam bukunya fiqih shalat adalah
suara komunikasi antara hamba dengan tuhannya, h. 39.
[42] Syaikh abdul Qadir Ar-rahbawi panduan lengkap shalat menurut 4 mazhab,
jakarta, pustaka Al-Kautsar, 2011, 224.
[43] Zurrinal z dan aminuddin, fiqih ibadah, jakarta, lembaga penelitian
UIN syahid, 2008, h. 142.
[44] Ibid, 143.
[45]Zurrinal z dan aminuddin, 144.
[46] Ibid, 147.
[47] Yusuf Qardhawi, Op., Cit., hal 6-11.
[59] Nashir ibn musfir az-zahrani, indahnya ibadah haji, jakarta, Qishti
press, 2004, 4.
[60] Abdul aziz muhammad azam dan abdul wahhab sayyed hawas, fiqh ibadah,
jakarta azam, 2009, 499-513.
[61] Muhammad najmuddin zuhdi dan muh. Luqman arifin, 125 masalah haji,
solo, tiga serangkai, 2008.
[62] Wahbah zuhaili, menjalankan ibadah sesuai tuntunan fiqh imam syafi’i,
jakarta almahira, 2010. 546-547.
[63] Sayyid shabiq, fiqh sunnah, jakarta, darul fath, 2006
[64] ibid
[65] ibid
[66] Wahbah zuhaili, fiqh imam syafi’i, jakarta, almahira, 2008, 572.
[67] Imam an-nawawi, raudhatuth thalibin, jalan kampus melayu kecil,
pustaka azam, 2008, 668.
[68] Muhammad bagir, al-habsyi, fiqh praktis, bandung: mizan, 2001, 65.
[69] Ibrahim madji as-sayid, 50 wasiat rasulullah bagi wanita, jakarta,
al-kautsar, 1995, 116.
[70] Kamil muhammad uwaldah, fiqh wanita, jakarta, al-kautsar, 2005, 485.
[71] Wahbah zuhaili, fiqh imam syafi’i, jakarta, almahira, 2008, 579.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar