Selasa, 24 April 2018

Fiqh Ibadah & Muamalah Bagian I (Satu)


Kelompok...1
THAHARAH
·         Menurut bahasa adalah bersih dan terbebas dari kotoran yang nampak seperti najis yang berasal dari air kencil atau yang lainnya dan najis secara maknawi berupa aib dan kemaksiatan. Bersih  dari najis dan menghilangkannya merupakan suatu kewajiban bagi yang tahu, akan hukum dan mampu melaksanakannya.najis adalah lawan kata dari suci, dan najis itu sendiri adalah sesuatu yang kotor secara syar’i, dimana hal itu mewajibkan bagi setiap muslim untuk mensucikan diri darinya.[1]
·         Macam-amacam najis:
1.      Kotoran manusia dan air seninya “jika seorang dianatra kalian menginjak kotoran dengan sandalnya, amka sesungguhnya debu menjadi penyuci bagi nya “(HR> Abu Daud di sanad shahih).
2.      Madzi, air yang lembut dan lengket, ia keluar di saat syahwat memuncak , ketika keluar ia tidak muncrat dan tidak disertai dengan rasa capek. Hal ini lebih banyak terjadi pada perempuan , nabi ditanya tentang madzi, Rasul:”Hendaklah mencuci kemaluannya dan wudhu”.
3.      Segala yang keluar dari Kubul dan Dubul.
4.      Anjing & Babi.
5.      Darah ahid. Seorang wanita “wahai rasulullah, baju salah seorang dianatara kami ada yang terkena darah haid, lalu apa yang ahrus diperbuat? “Hendaklah dia mengerinkannya, kemudian menggosokkannya dnegan air dan menyiramnya setelah itu sholatlah ia dengn itu”.
6.      Nanah
7.      Minuman keras seperti arak &sebagainya.[2]
·         Membersihkan pakaian dari madzi, sahl bin hanif ia pernah terkena air madzi maka ia tanya kepada rasul maslah kainnya: “cukuplah bagimu untuk menganbil satu telapak tangan air kemudian kamu percikan pakaianmu yang terkena madzi, hingga kau lihat ia telah mengenainya.
Membersihkan tanah karena terkena air kencing dan lain sebagainya, dengan cara menyiraminya dengan air. Sebgaaimana rasul perintah untuk menyirami air kencing orang arab di mesjid (HR. Muslim).[3]
·         Hal-hal yang membatalkan wudhu:
1.      Keluar air kencing
2.      Keluar mani, wadi dan madzi
3.      Tidur pulas, hingga menghilangkan kesadaran
4.      Bersentuhan antara laki-laki dengan perempuan tanpa penghalang.
5.      Memegang/menyentuh, walau kemaluan sendiri.[4]
·         Tayamum ialah mengusap muka dan kedua telpaka tangan dengan debu yang suci. Adapun hikmah tayamum:
1.      Menumbuhkan kesadran bahwa syariat islam itu tidak mempersulit umatnya.
2.      Mengingatkan manusia akan asal kejadiannya
3.      Tidak ada alasan untuk meninggalkan ibadah karena kurang sarana pokok
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
A.    Pengertian Thaharah
Sebelum membahas dasar-dasar hukum thaharah, kami akan membahasa tentang pengertian thaharah :
Thaharah berasal dari bahasa arab yakni طهر- يطهر- طهرة   yang artinya bersuci
Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran[5] atau bersih dan suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma’nawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan.[6] Sedangkan dalam buku yang lain secara etimologi “thaharah” berarti “kebersihan” ketika dikatakan saya menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah saya membersihkan pakaian.[7] Dalam buku Fiqh ibadah,[8]secara bahasa ath-thaharah  berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak.[9]
Sedangkan menurut istilah atau terminologi thaharah adalah menghilangkan hadas, menghilangkan najis, atau melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki bentuk serupa dengan kedua,[10]kegiatan tersebut.[11]
Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah adalah bersih dari najis haqiqi yakni khabast atau najis hukmi yakni hadast[12], devenisi yang dibuat oleh mazhab maliki dan hambali sama dengan devenisi yang digunkan oleh ulama mazhab hanafi mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan apa yang menghalangi sholat yaitu hadats atau najis dengan menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah.[13]
Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi mengatakan bahwa thaharah memiliki 4 tahapan yakni[14] :
1.      menyucikan lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran.
2.       menyucikan anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.
3.      menyucikan hati dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk
4.      menyucikan hati dari selain allah.
Prof. Dr. Zakiyah Darajat membagi thaharah menjadi dua bagian yakni lahir dan batin, bersuci batin adalah mensucikan diri dari dosa dan kemasiatan.cara mensucikan dengan cara bertaubat dengan sungguh-sungguh dari segala dosa dan kemaksiatan dari kotoran kemusrikan, keraguan dan kebencian dengki, curang, tipuan, takabur, ria caranya dengan bertindak ikhlas. Yakin, cinta kebaikan, benar, thawadu’, hanya mengharapkan ridho allah bagi setiap perbutan.[15]
Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, kebersihan dari kotoran, cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian yang di pakai pada badan seseorang. Sedangkan kebersihan dari hadats dilakukan dengan mengambil air widhu dan mandi.[16]
Thaharah dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air dan tanah(debu) untuk tayammum. Dalam hal ini air harus dalam keadaan suci lagi menyucikan atau di sebut dengan air muthlak sedangkan tanah/debu harus memenuhi beberapa syarat yang di tentukan.[17]
B.     Dasar Hukum Thaharah.
H.abdul khaliq Hasan mengemukakan salah satu landasan hukum thaharah adalah surah al Furqan ayat 11:
Artinya : Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, dekat sebelum kedatangan rahmatnya(hujan) dan kami turunkan air dari langit air yang bersih(QS.Al-Furqan:48)
Wahbah az zuhaili dalam tafsir al munir menjelaskan, maksud ayat ini adalah allah menurunkan air yang suci sebagai alat bersuci baik untuk tubuh, pakaian, maupun yang lain sebab kata thahur berarti sesuatu yang digunakan untuk thaharah(bersuci), sebagaimana kata wudhu yang di gunakan untuk berwudhu.[18]
Allah SWT menyuruh manusia untuk membersihkan pakaian dan segala kotoran yang termasuk berhala. Membersihkan pakaian dapat di artikan dengan membersihak pakaian lahir,[19]dan pakaian batin[20]. Jadi dengan ayat diatas, allah megatakan bahwa kebersihkan dari lahir dan batin itu harus dipadukan, sebab diantara keduanya harus di padukan dan saling berhubungan.[21]
Artinya : janganlah selalu kebersihan sedapat mungkin, karna allah swt membangun islam di atas kebersihan, dan tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang bersih (H.R Athabrany).[22]
Kebersihan atau bersuci menjadi media utama mendekatkan diri kepada Allah karena Allah mencintai orang-orang yang mensucikan dirinya, perhatikan lah surah Al-Baqorah ayat 222
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya : sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri (QS.Al-Baqarah:222).[23]
Ada pun dalil- dalil yang di kemukakan oleh Wahbah Az Zuhaily adalah nabi muhammad saw bersabda
Artinya : kunci sholat ialah suci, yang menyebabkan haram melakukan perkara – perkara yang yang di halalkan sebelum sholat adalah takbiratul ihram dan yang menghalalkan melakukan perkara yang diharamkan sewaktu sholat ialah salam.[24]
C.     Bab Air.
1.      Macam-macam Air.
a.       Ditinjau dari segi hukumnya, air dapat di bagi dalam empat bagian:
1.      Air suci dan mensucikan, yaitu air mutlak artinya air yang masih sewajarnya dikatakan air atau air yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci tanpa ada makruh padanya.[25] Air seperti ini disebut sebagai air mutlaq karena jika ia dimutlakkan (pengertiannya tidak dibatasi), maka masih tetap dinamakan air dan kondisinya serta karakternya sebagai air tidak berubah, tetap pada kondisi aslinya. Jadi yang air mutlak (air yang suci mensucikan) adalah air yang suci zat dan esensinya yaitu ketika dimasuki zat lain ia tidak menjadi najis. Air yang termasuk dalam kategori ini ada tujuh macam yaitu air hujan, air sumur, air laut, air sungai, air salju, air telaga, air embun.[26] Pada initinya jika air itu masih tetap dalam kondisi dan karakter awal sebagai air, tidak berubah satupun dari rasa, warna dan bau maka hukum menggunakan air ini adalah suci mensucikan tanpa ada keraguan padanya.
2.      Air yang suci dan tidak menyucikan, Air suci tapi tidak mensucikan atau air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk menghilangkan najis meskipun rasa, warna, dan bau tidak berubah.[27] Air musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci karena tidak bisa menyucikan zat lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air suci mensucikan,namun setelah dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah hilang,bergantilah ia menjadi air musta’amal yaitu air hasil atau bekas dari bersuci, Meskipun air tersebut masih tetap dalam kondisi dan karakter awal dari sebuah air. Namun jika air musta’mal tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga mencapai dua qullah maka hukumnya menjadi suci mensucikan. Air yang mencapai dua qullah tidak menjadi najis karena ada najis di dalamnya kecuali jika perubahan karakter sebuah air telihat dengan jelas maka air tersebut menjadi najis.[28] Contoh lain dari air ini adalah air suci namun hanya tersedia dalam jumlah sedikit. Misalnya segelas atau hanya segayung.
3.      Air makruh yaitu air suci,dapat mensucikan namun makruh di gunakan. Air yang masuk dalam kategori ini adalah air musyammas yaitu air yang menjadi panas atau di panaskan dengan matahari dalam bejana logam, besi atau tembaga selain emas dan perak. Hukum makruh yang di maksud adalah jika penggunaan air musyammas digunakan untuk badan. Jika digunakan untuk tujuan lain seperti cuci baju, menyiram bunga dan lain-lain maka hukumnya tidak makruh alias boleh-boleh saja. Karena menurut dugaan menggunakan air musyammas dapat menyebabkan penyakit kusta.[29]
4.      Air mutanajis atau air najis yaitu air yang terkena najis sedang jumlahnya kurang dari qullah.[30] Atau mencapai dua qullah atau lebih tapi karakternya sebagai air sudah berubah dengan jelas, baik dari segi rasa, warna ataupun bau. Air dua qulllah atau air yang banyak menurut kebiasaan tidak menjadi najis hanya karena ada najis yang memasukinya kecuali jika terjadi perubahan pada air tersebut meskipun sedikit. Maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Jika perubahan terjadi dengan hilangnya perubahan karena najis maka air tersebut menjadi suci, jika perubahan tersebut karena penambahan air suci lain. Namun jika karena hal lain misalnya minyak kesturi, minyak, debu dan lain-lain maka air tersebut tetap dalam keadaa tidak suci.,Sedangkan air yang tidak mencapai dua qullah jika kemasuka najis maka air itu dihukumi najis, meskipun air tersebut tidak berubah sifatnya sama sekali. Ada beberapa pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air tersebut kurang dari dua qullah. pengecualiannya sebagai berikut:
a.       Najis yang memasuki air tersebut adalah najis yang tidak dapat dilihat dengan mata normal
b.       Air tersebut kemasukan bangkai yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat, nyamuk, semut, lebah, kutu binatang, kutu rambut, kalajengking dan lain-lain. Kecuali jika bangkai tersebut mengubah air tersebut, atau bangkai tersebut sengaja dilemparkan kedalam air. Jika bangkai dilemparka dalam keadan hidup maka air tidak menjadi najis meskipun pada akhirnya ia mati dalam air tersebut.
c.       Jilatan kucing pada air menggenang atau pada air yang mengalir. Ini dikarenakan kucing bukanlah hewan najis.
d.      Asap dari barang najis dalam kadar yang sedikit.
e.       Debu najis dari kotoran binatang. Debu kotoran tidak dapat menajiskan anggota tubuh yang basah.

Jika najis padat yang masuk dalam air yang mencapai dua qullah, maka menurut pendapat yang azhar, diperbolehkan bagi seseorang mengambil air tersebut dari sisi mana saja, tidak wajib menghindari sisi yang kena najis, karena keseluruhan air tersebut hukumnya suci. Jika air tersebut merubah sifat air, maka menurut pendapat yang shohih yaitu:jika jumlah air yang tersisa tidak berubah sifatnya namun air tersebut kurang dari dua qullah maka hukum air itu adalah najis. Jika sia air tersebut tidak berubah dan mencapai dua qullah atau lebih, maka air tersebut suci.[31]
D.    Najis.
1.      Pengertian Najis
Secara etimologi najis berarti sesuatu yang dapat mengotori,menjijikan. Sedangkan menurut istilah syara’, najis adalah sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan.
2.      Macam-macam najis.
Najis terdapat terdiri dari beberapa macam baik berbentuk cairan maupun berbentuk padat antara lain:
a.       Bangkai binatang yang hidup di darat kecuali belalang, sedangkan bangkai binatang yang hidup di laut hukumnya suci.
b.      Darah. Termasuk dalam hal ini darah haid, darah nifas, dan darah istihadhah.
c.       Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur yaitu berupa kencing, sebagaimana sabda nabi yang menyuruh sahabat untuk menyiram air seni dari seorang badui yang kencing di masjid, kotoran atau tahi, madzi atau cairan encer yang keluar tanpa syahwat yang kuat juga dihukumi najis, wadzi yaitu cairan berwarna putih keruh yang keluar setelah kencing atau sehabis melakukan pekerjaan berat, serta batu kemih yang keluar setelah buang air kecil. Sedangkan sperma baik dari manusia atau binatang adalah suci terkecuali sperma babi dan anjing. Dasar dari sperma adalah suci adalah hadist dari aisyah ra. bahawa aisyah pernah menggaruk sperma yang telah kering dari pakaian Rasulullah saw. kemudian pakaian itu dipakai oleh Beliau untuk sholat. Sperma dapat dihukumi najis jika ketika setelah kencing seseorang belum mencuci kemaluannya kemudian keluar sperma atau ketika sparma bercampur dengan madzi, dan hal ini sering terjadi. Sehingga agak susah membedakan madzi dan mani.
d.      Anjing dan babi dan segala yang bertalian dengannya. 
e.       Khamr, atau minuman yang memabukkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah pd surah al maidah ayat 90. Kata rijs (Qs. Al-Maidah) pada ayat tersebut menurut syara’ adalah najis. Segala minuman yang memabukkan itu adalah najis. Sedangkan zat lain yang memabukkan tapi tidak berbentuk cair seperti ganja dan shabu-shabu tidak dikategorikan najis meskipun mengonsumsinya itu haram.
f.       Nanah. Dalam penyebutannya nanah terbagi dua yaitu qaih yaitu sejenis nanah yang keluar dari jerawat dan bisul. Qaih dimasukkan dalam najis karena sebenarnya nanah adalah darah yang sudah berubah dan tidak lagi tercampur dengan darah, dan shaded yaitu sejenis nanah yang bercampur dengan darah. Termasuk juga cairan bisul serta cairan nanah entah baunya amsih berbau darah atau sudah berubah.
g.      anggota yang dipotong dari bagian binatang yang masih hidup tanpa melalui penyembelihan. hukumnya adalah sama dengan bangkai. Kecuali sesuatu yang terpisah dari manusia, belalang, dan ikan. Misalnya rambut manusia. Adapun hukum sesuatu yang  terpisah dari binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya maka ia adalah najis. Jika kita ragu apakah bagian itu berasal dari hewan yang boleh dimakan atau tidak, maka hukumnya suci.
Semua jenis najis tidak dapat berubah suci kecuali pada tiga macam yaitu:
a.        khamr dengan tempatnya/wadahnya karena sudah menjadi cuka, yaitu melalui proses fermentasi
b.      kulit yang najis dapat menjadi suci jika disamak baik again dalam maupun bagian luarnya. Menyamak kulit didak bole dengan cara menjemur,menggunakan debu,dipanggang atau di asinkan karena semua cara ini tidak menghilangkannajis pada permukaan kulit.
c.       binatang yang muncul dari organ  yang sudah mati adalah suci. M Misalnya bangkai yang mengeluarkan belatung. Alasannya karena terdapat unsure kehidupan di dalamnya.[32]
Najis juga dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
a.       Najis mukhafafah yaitu najis ringan, seperti kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernh makan sesuatu kecuali air susu ibunya.[33] Untuk membersihkan nya tidak dicuci melainkan hanya diperciki air saja. Adapun kencing bayi perempuan dihukumi najis dan harus di siram atau di cuci hingga baunya hilang. Dalam syarah Shahih muslim, Imam Nawawi mengatakan:Sesungguhnya memercikkan air pada kencing bayi sudah memadai selama bayi tersebut semata-mata hanya menyusui pada ibunya. Apabila bayi tersebut sudah memakan makanan tambahan untuk mengenyangkan,maka wajib mencucinya tanpa adaperbedaan pendapat di kalangan ulama. Bagi bayi yang sejak lahir disupai kurma tidaklah ada halangan untuk memerciki kencingnya,sebab yang demikian itu tidaklah dianggap memakan makanan tambahan selain air susu ibu.perbuatan menyuapi bayi dengan kurma adalah sunnah nabi. Jika bayi memakan selain ASI seperti minum obat atau madu,namun untuk tujuan tertentu,misalnya berobat maka, air kencingnya tetap dipercikkan bukan di basuh atau di cuci.[34]
b.      Najis mutawasithah yaitu najis sedang. Yaitu najis selain dari bayi dan ajing serta babi, seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani, barang cair dan memabukkan,susu hewan yang tidak hala dagingnya untuk dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya,keculai bangkai ikan dan belalang. Najis mutawasithah trbagi menjadi dua yaitu najis ‘ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui dengan indra atau berwujud. Yang kedua adlah najis hukmiyah yaitu najis yang tidak Nampak, seperti bekas kencing atau arak yang sudah kering. Menghilangkan najis ‘ainiyah hukumya wajib hingga rasa warna dan bau najis tersebut hilang. Membersihkan najis hukmiyah cukup dengan mengalirkan air di atas najis tersebut dengan satu siraman tanpa disyaratkan niat.
c.       Najis mugalladzah yaitu najis berat seperti anjing dan babi.[35] Jilatan dari kedua hewan ini harus dicuci sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan tanah. Air liur anjing itu najis,jika ia menjilati sebuah bejana maka bejana itu pun harus di cuci sebanyak tujuh kali yang salah satunya dengan menggunakan tanah. Dalam hal ini najis terletak pada mulut dan air liur anjing. Sedangkan bulunya tidak najis jika dalam keadaan kering. Begitupun babi, keseluruhannya adalah najis sebagaimana firman Allah dalam QS.Al An’am:145 dan QS.Almaidah:3. Akan tetapi ulama memperbolehkan menjahit dengan menggunakan bulu babi.[36]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....2
ZAKAT
·         Zakat mempunyai beberapa arti.
-          Al-barakatu, keberkahan
-          At-thaharatu, kesucian
-          Ash-shalahu, keberesan
Secara istilah zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang Allah swt, wajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, denagn persyaratan tertentu pula.[37]
·         Zakat adalah bagian dari harta dengan persyartaan tertentu. Zakat adalah sesuatu yang diberikan orang sebagai hak allah kepada yang berhak menerima, antara lain para fakir miskin, menurut ketentuan dalam agama islam.[38]
·         Macam-macam zakat:
a.       Zakat fitrah. Zakatul abdan karena yang di zakati adalah badan. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan satu kali dalam setahun oleh setiap muslim untuk dirinya sendiri dan untuk setiap jiwa atau orang yang menjadi tanggungannya, adapun jumlah yang dikeluarkan (3,5 liter/2,5 kg). Zakat fitrah di wajibkan mulai terbenam  matahari malam idul fitri, akan tetapi boleh di takjil (menyegerakan) sejk awal bulan ramadhan.
b.      Zakat mal:
1.      Zakat harta (perniagaan) dengan berjalan satu tahun (haul) yaitu menggabungkan semua harta perdagangan dari awal sampai akhir dalalm satu tahun, kemudian dikeluarkan zakatnya, zakatnya ini tidak ada nisabnya, kadar zakat harta perniagaan adalah sebesar 2,5% bisa dengan uang atau harta.
2.      Zakat ziro’ah (pertanian/segala hasil bumi), jika mencapai nisob 5 wasaq (650 Kg). Adapun kadar zakatnya ada 2 macam:
a). Pengairan alamiah 10%
b). Pengairan tenaga manusia 5%
3.      Zakat ma’adin (pertambangan), segala sesuatu yang keluar dari bumi yang berharga seperti timah, emas, dll. Adapun nisab emas 20 dinar/ 94 gram, zakat 2,5 %, tidak ada haul.
4.      Zakat rikaz (barang temuan), 20% tanpa ada nisab dan haul.
5.      Zakat hasil laut, baik secara alami atau di biakkan bisa berapa ikan, rumput laut, mutiaara, kerang dll.
6.      Hasil ternak, seorang yang memeilihara ternak wajib.
7.      Emas dan perak, 20 dinar (85 gram) dengan haul selama 1 tahun dan kadar 2,5%
c.       Mustahiq zakat, Qs: At-Taubah ayat 60:
1.      Fakir
2.      Orang-orang miskin
3.      Pengurus zakat
4.      Para muallaf yang di bujuk hatinya
5.      Untuk memerdekakan budak
6.      Orang yang berhutang di jalan Allah
7.      Orang-orang yang dalam perjalanan.
Dari delapan  inilah yang disebut asnaf.dari 8 ini riqa dalam arti memerdekakan budak .karena budak tidak ada di indonesia.
·         Muallaf ada 4:
1.      muallaf muslim adalah udah amsuk islam tetapi niatnya atau imannya masih lemah, maka diperkuat dengn memberi zakat.
2.      Orang yang telah masuk silamdan niat cukup kuat, dan ia terkemuka di kalangan kaumnya. Ia diberi zakat dengan harapan kawan-kawannya akan tertarik masuk islam.
3.      Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang kafir yang disampingnya.
4.      Muallaf yang dapat memebndung kejahatan orang yang membangkang membayar zakat.
·         Riqab adalah budak belia yang diberi kebebasan usaha mengumpulkan kekayaan agar ia dapat menebus dirinya untuk merdeka.
·         Gharim ada 3:
1.      Orang yang meminjam guna menghindarkan fitnah atau mendamaikan permusuhan
2.      Orang yang meminjam guna keperluan diri sendiri atau keluarganya untuk tujuan yang mubah
3.      Orang minjem karena tanggungan. Ex:pengurus masjid, madrasah/pesantren
·         Sabilillah, jalan menyampaikan sesuatu karena ridha Allah baik berupa ilmu maupun amal. Jumhur ulama mengartikan sabilillah diberikan kepada para angkatan bersenjata yang lillahi ta’ala artinya tidak mendapat gaji dari pemerintah.
·         Ibnu sabil yaitu mengadakan perjalanan dari negara dimana dikeluarkan zakat, atau melewati negara itu.[39]
·         Hikmah zakat:
1.      Zakat dapat mejaga dan memelihara harta dari ancaman mata dan tangan para pendosa dan pencuri
2.      Zakat merupakan pertolongan  bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang ememrlukan bantuan
3.      Menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil
4.      Ucapan syukur kepada Allah.
5.      Memperat hubungan dan menghindari kesenjangan sosial.[40]
·         Hukum meninggalkan zakat:
1.      Zakat wajib, engga ia berdosa, tapi tidak murtad dari islam dan pemerintahan berkewajiban memungut.
2.      Orang yang tau zakat itu wajib, tapi dia unjuk gigi membela diri, maka dia berhak diperangi.
3.      Orang-orang yang tidak berzakat dan tidak mengetahui wajib, maka dia telah keluar dari silam dan berhak di bunuh.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
ZAKAT
A.    Pengertian Zakat
Menurut lughat arti zakat adalah tumbuh (al Numuww) seperti pada zakat Al Zar’u yang artinya bertambaha banyak dan mengandung berkat seperti pada zaka’ al malu dan suci(thoharoh) seperti pada nafsan zakiyah dan qad aflaha man zakkaha[1]
Sedangkan menurut Istilah zakat adalah sebagian harta yang telah diwajibkan oleh Allah swt untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya sebagaiman yang telah dinyatakan dalam Al Qur’an atau juga boleh diartikan dengan kadar tertentu atas harta tertentu yang diberikan kepada orang-orang tertentu dengan lafadz zakat yang juga digunakan terhadap bagian tertentu yang dikeluarkan dari orang yang telah dikenai kewajiban untuk mengeluarkan zakat[2]
Menurut Imam Maliki dalam mendefinisikan zakat bahwa zakat adalah mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab(batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan catatan kepemilikan itu penuh dan mencapai haul, bukan barang tambang dan bukan pertanian.
Menurut madzhab Syafii zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus, sedangkanmadzhab Hambali mengatakan Zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula.[3]
B.     Hukum Mengeluarkan Zakat
Zakat merupakan rukun ketiga dari lima rukun Islam dan zakat juga termasuk salah satu panji-panji Islam yang penegakkannya tidak boleh diabaikan oleh siapaun juga. Zakat telah difardzukan diMadinah pada bulan Syawwal tahun kedua hijrah setelah kepada ummat islam diwajibkan berpuasa ramadhan. Dasar-dasar atau landasan kewajiban mengeluarkan zakat disebutkan dalam:
Al Qur’anS: urat Al Baqarah; 43
“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’
a) Surat At Taubah; 103
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”
b) Surat Al An’am; 141
“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.
c) Surat At Taubah; 5
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu Maka Bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan[. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”[4].
As Sunnah
a) Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar Rosulullah bersabda
بني الاءسلا م على خمس شها دة ان لا اله الاالله و ان محمدا رسول الله اقا مة الصلاة و ايتاء الز كاة و حج البيت و صوم رمضان (متفق علبه)
“Islam itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang menegaskan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa pada bulan ramadhan” (HR Bukahari Muslim)[5]
b) Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah
ما من صاحب كنز لا يؤ دي ز كا ته الا احمي عليه في نارجهنم فيجعل صفا ئح فتكوى بها جنبا ه و جبهته-الحد يث
(رواه احمد و مسلم)
“Seseorang yang menyimpan hartanya tidak dikeluarkan zakatnya akan dibakar dalam neraka jahnnam baginya dibuatkan setrika dari api, kemudian disetrikakan ke lambung dan dahinya-Al Hadits (HR Ahmad dan Muslim)[6]
c) Hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dal buku Al Ausath dan As Saghir dari Ali
ان الله فرض على اغنياء المسا عين في اموا لهم بقد ر الذي يسع فقرا ئهم ولن يجهد الفقراء اذا جا عوا او عروا الا بما يصنع اغنيا ئهم الا وان الله يحا سبهم حسابا شديدا و يعذ بهمعذابااليما
“Allah ta’ala mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat melapangi orang-orang miskin diantara merela fakir miskin itu tiadalah akan menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang kecuali karena perbuatan golongan dan kaya, ingatlah Allah akan mengadili mereka nanti nanti secara tegas dan menyiksa mereka dengan pedih”[7]
Ijma’ Ulama’
Ulama baik salaf (tradisional) maupun khalaf (modern) telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam[8].
C. Syarat, Rukun Dan Hikmah Zakat
Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut jumhur ulama syarat wajib zakat terdiri dari:
1. Islam
2. Merdeka
3. Baligh dan Berakal
4. Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati
Harta yang memiliki criteria ini ada lima jenis antara lain:
1.       Uang, emas, perak baik berbentuk uang logam maupun uang kertas
2.       Barang tambang dan barang temuan
3.       Barang dagangan
4.       Hasil tanaman dan buah-buahan
5.       Binatang ternak (menurut jumhur ulama yang merumput sendiri atau menurut Maliki binatang yang diberi makan)
6.       Harta yang dizakati telah mencapai nishab atau senilai dengannya
7.       Harta yang dizakati adalah milik penuh
8.       Kepemilikan harta telah mencapai haul (setahun)
9.       Harta tersebut bukan termasuk harta hasil hutang
10.    Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok
Dan diantara syarat-syarat sah pelaksanaan zakat terdiri atas:
1. Niat
2. Tamlik (memindahkan kepemilikan kepada penerimanya)
Rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nisab(harta) yang dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadiakannya sebagai milik orang fakir dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.[9]
Diantara hikmah disyariatkannya zakat adalah bahwa pendistribusiannya mampu memperbaiki kedudukan masyarakat dari sudut moral dan material dimana ia dapat menyatukan anggota-anggota masyarakatnya menjadi seolah-olah sebuah tubuh yang satu, selain dari itu zakat juga dapat membersihkan jiwa anggota masyarakat dari sifat pelit dan bakhil. Zakat juga merupakan benteng keamanan dalam system ekonomi islam sebagai jaminan kearah stabilitas dan kesinambungan sejarah social masyarakat.
Diantara hikmah zakat yang lain yang saling menguntungkan baik dari pihak sang kaya maupun dari pihak si miskin antara lain:
·                menolong orang yang lemah dan susah agar dia dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah dan terhadap makhluk Allah (masyarakat)
·                membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta membayarkan amanat kepada orang yang berhak dan berkepentingan
·                sebagai ucapan syukur dan trimakasi atas nikmat kekayaan yang diberikan kepadanya
·                guna menjaga kejahatan-kejahatan yang akan timbul dari si miskin dan yang susah
·                guna mendekatkan hubungan kasih sayang dan cinta mencintai antara si miskin dan si kaya[10]
·                penyucian dari bagi orang yang berpuasa dari kebatilan dan kekokohan untuk memberi makan kepada orang miskin serta sebagai rasa syukur kepada Allah atas selesainya menunaikan kewajiban puasa[11]
C.     Zakat terbagi atas dua jenis yakni
Zakat Fitrah, zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5 kilogram/3,5 liter makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan. Zakat Maal (Zakat Harta), mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
D.     Zakat Fitrah
Makna zakat fitrah, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah futur (berbuka puasa) pada bulan ramadhan disebut pula dengan sedekah. Lafadh sedekah menurut syara’ dipergunakan untuk zakat yang diwajibkan, sebagaimana terdapat pada berbagai tempat dalam qur’an dan sunnah. Dipergunakan pula sedekah itu untuk zakat fitrah, seolah-olah sedekah dari fitrah atau asal kejadian, sehingga wajibnya zakat fitrah untuk mensucikan diri dan membersihkan perbuatannya.
Dipergunakan pula untuk yang dikeluarkan disini dengan fitrah, yaitu bayi yang di lahirkan. Yang menurut bahasa-bukan bahasa arab dan bukan pula mu’arab (dari bahasa lain yang dianggap bahas arab)-akan tetapi merupakan istilah para fuqoha’.
Zakat fitrah diwajibkan pada kedua tahun hijrah, yaitu tahun diwajibkannya puasa bulan ramadhan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk memberi makanan pada orang-orang miskin dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada hari raya.
Zakat ini merupakan pajak yang berbeda dari zakat-zakat lain, seperti memiliki nisab, dengan syarat-syaratnya yang jelas, pada tempatnya. Para fuqoha’ menyebut zakat ini dengan zakat kepala, atau zakat perbudakan atau zakat badan. Yang dimaksud dengan badan disini adalah pribadi, bukan badn yang merupakan dari jiwa dan nyawa.
Adapun dalil atau dasar kewajibannya zakat fitrah adalah berdasarkan atas:
a. Al Qur’an : Surat Al A’la; 14
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)”
Surat Al Baqarah; 43
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”[12]
b. As Sunnah
 “Dari Ibn Umar ia berkata: Rasulullah saw mewajibkan zakat fitri(berbuka) bulan ramadhan sebanyak satu sha’(3,1 liter) kurma atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”(HR Bukhari Muslim), dalam hadits Bukhari disebutkan “mereka membayar fitrah itu sehari atau dua hari sebelum hari raya”[13]
Adapun hikmah dari kewajiban zakat fitrah adalah penyucian diri bagi orang yang berpuasa dari kebatilan dan kekotoran, untuk memberi makan kepada orang-orang miskin serta sebagai ras syukur kepada Allah atas selesainya menunaikan kewajiban puasa. Rasulullah juga menerangkan tentang waktu mengeluarkannya yaitu sebelum sholat id, yang dimulai sejak waktu utamanya yaitu setelah tenggelamnya matahari pada malam id (menurut Tsauri, Ahmad, Ishak dan Syafii dalam Al Jadid serta menurut satu berita juga dari Malik)[14].
Dibawah ini akan diterangkan beberapa waktu dan hukum membayar zakat fitrah antara lain:
1. Waktu yang di bolehkan yaitu dari awal ramadhan sampai hari penghabisan ramadhan
2. Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan ramadhan
3. Waktu yang lebih baik (sunnat), yaitu dibayar sesudah shalat subuh sebelum pergi sholat hari raya
“Dari Ibn Abbas, ia berkata: telah diwajibkan oleh rasulullah saw zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang puasa dan memberi makan bagi orang miskin, barang siapa yang menunaikannya sebelum sholat hari raya maka zakat itu diterima, dan barang siapa membayarnya sesudah sholat hari raya maka zakat itu sebagai sedekah biasa”(HR Abu Dawud dan Ibn Majah)
4. Waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah hari raya tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya
5. Waktu haram, yaitu dibayar sesudah terbenam matahari pada hari raya[15].
Rasulullah juga menganjurkan agar zakat dikeluarkan atas bayi yang masih dalam kandungan sebagaiman dilakukan oleh Ustman bin Affan r. a.[16], menurut Tsauri, Ahmad, Ishak dan Syafii tidak wajib dikelurkan zakat ats bayi yang dilahirkan setelah waktu diwajibkannya mengeluarkan zakat dan menurut Abu Hanifah, Laits, Syafii masih tetap wajib dikeluarkan zakat ats bayi tersebut karena lahirnya sebelum waktu diwajibkan[17]. Dengan demikian anak yang telah lahir pada saat matahari terbenam dan istri pada saat itu telah dinikahi dan menjadi tanggungannya maka wajib dikeluarkan zakat fitrahnya begitu juga dengan sebaliknya[18].
Adapun tujuan dari zakat fitrah adalah memenuhi kebutuhan orang-orang miskin pada hari raya idul fitri dan untuk menghibur mereka dengan sesuatu yang menjadi makanan pokok penduduk negeri tersebut[19]. Adapun syarat-syarat wajib zakat fitrah terdiri atas:
1. Islam
2. Lahir sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan ramadhan
3. Memiliki lebihan harta dan keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya baik manusia ataupun binatang pada malam hari raya dan siang harinya, sabda rasulullah
 “Beritahukanlah kepada mereka (penduduk yaman), sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada mereka sedekah(zakat) yang diambil dari orang-orang kaya diberikan kepada orang-orang fakir dikalangan mereka” (HR Jamaah ahli hadits)[20]
E.     Zakat Maal (harta)
Menurut terminologi (bahasa) harta adalah segala sesuatu yang di inginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. sedangkan menurut istilah syara’ harta adalah segala sesuatu yang dapat di miliki dan dapat di manfaatkan. sesuatu dapat disebut dengan maal(harta) apabila memenuhi dua syarat antara lain:
a. Dapat dimiliki, dikuasai, dihimpun dan disimpan
b. Dapat di ambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya seperti rumah, mobil ternak dan lain sebagainya.
Harta (maal) yang Wajib di Zakati
1. Binatang Ternak seperti: unta, sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas (ayam, itik, burung).
2. Emas Dan Perak
3. Biji makanan yang mengenyangkan seperti beras, jagung, gandum, dan sebagainya
4. Buah-buahan seperti anggur dan kurma
5. Harta Perniagaan
DAFTAR PUSTAKA
·         Nasution, Lahmanudin, Fiqih 1, (Bandung: Jaya Baru, 1998)
·         Ar Rahman, Syaikh Muhammad Abdul Malik, 1001 Masalah Dan Solusinya, (Jakarta: Pustaka Cerdas Zakat, 2003),
·         Al Zuhayly, Wahbah, Al Fiqh Al IslamiAdillatuh, (Damaskus: Dar Al Fikr, 1995),
·         Al Fauzan, Saleh, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006),
·         Rasyid, Sulaiman Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994),
·         Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah 3, (Bandung: PT Al Maarif, 1982),
_______________
[1] Lahmanudin Nasution, Fiqih 1, (Bandung: Jaya Baru, 1998) h: 145
[2] Syaikh Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, 1001 Masalah Dan Solusinya, (Jakarta: Pustaka Cerdas Zakat, 2003), h: 2
[3] Wahbah Al Zuhayly, Al Fiqh Al IslamiAdillatuh, (Damaskus: Dar Al Fikr, 1995), h: 83-85
[4] Saleh Al Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006), h: 244
[5] Syaikh Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, 1001 Masalah Dan Solusinya, (Jakarta: Pustaka Cerdas Zakat, 2003), h: 12
[6] Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994), h:193
[7] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 3, (Bandung: PT Al Maarif, 1982), h:193
[8] Syaikh Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, opcit, h: 12
[9] Ibid, h: 97
[10] Syaikh Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, opcit, h: 17
[11] Sulaiman Rasyid, opcit, h: 217-218
[12] Lahmanudin Nasution, opcit, h: 168
[13] Saleh Al Fauzan, opcit, h: 272
[14] Sayyid Sabiq, opcit, h: 127
[15] Sulaiman Rasyid, opcit, h: 210
[16] Saleh Al Fauzan, opcit, h: 273
[17] Sayyid Sabiq, opcit, h: 128
[18] Lahmanudin Nasution, opcit, h: 170
[19] Saleh Al Fauzan, opcit, h: 274
[20] Sulaiman Rasyid, opcit, h: 20
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....3
SHALAT
·         Shalat secara bahasa, artinya do,a sedang menurut istilah berarti suatu sistem ibadah yang tersusun dan beberapa perkataan dan perbuatan yang di yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam berdasarkan atas syarat-syarat dan rukun2 tertentu.[41]
·         Shalat adalah ibadah yang pertama diwajibkan AllahSWT. Dimana perintah itu disampaikan langsung oleh-nya tanpa perantara.
·         Macam-macam sholat:
a.       Sholat wajib, farduain dan fardu kifayah.
b.      Sholat sunnah secara etimologi adalah tambahan (nafl):
1.      Rawatib                       6. Hajat                       11. witir
2.      Wudhu                                    7. Mutlaq                     12. Hari raya
3.      Tahiyatul masjid          8. Tasbih                      13. Gerhana bulan dan matahari.
4.      Dhuha                         9. tarawih
5.      Istikhara                      10. Taubat
Tata cara sholat berjamaah:
1.      Makmum sendirian sebelah kanan imam
2.      Jika seorang wanita berjama’ah hendaklah ia berdiri seoranmg diri di belakang
3.      Imam wanita hendaklah di tengah-tengah kaum wanita di dalam saf.
4.      Imam laki-laki di tengah saf
5.      Anak-anak dan wanita di belakang kaum laki-laki.[42]
·         Qashar dan jamak, syarat:
1.      Bepergian tidak untuk maksiat
2.      Jaraknya masafatul qoshr (81 KM)
3.      Tidak boleh bermakmum pada orang yang bermukim
4.      Masih berstatus musafir, ketika sholat
5.      Bepergian tujuan yang jelas.
·         Sholat jumat itu sholat yang berdiri sendiri dan bukan  pengganti sholat dhuhur (syaikh abdul qadhir ar-rahbawi).
·         Syarat-syarat khutbah jumaat:
1.      Khutbah dilaksanakan setelah tergilincir matahari dan sebelum sholat
2.      Niat
3.      Sebelum sholat fardu jumat
4.      Mengeraskan suaranya agar rukun-rukun khutbah di dengar juma’ah
5.      Berkesinambungan antara 2 khutbah
6.      Berdiri jika mampu
7.      Duudk 2 khutbah
8.      Khotib suci dan menutup aurat.
9.      Menggunakan bahasa Arab jika mampu.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
PENGERTIAN SHOLAT
Sholat berasal dari bahasa Arab As-Sholah, sholat menurut Bahasa (Etimologi) berarti Do'a dan secara terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan yang telah ditentukan (Sidi Gazalba,88).
            Adapun scara hakikinya ialah” berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”atau” mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya. (Hasbi AsySyidiqi, 59).
            Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’.[1]
(Imam Bashari Assayuthi, 30).
            Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon rido-Nya.   Sholat dalam agama islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadat manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali dengan itu. 
Macam-macam sholat sunah:
1.      Shalat Sunah Tahajud, Shalat sunah tahajud adalah shalatyang dikerjakan pada waktu tengah malam di antara shalat isya’ dan Shalat shubuh setelah bangun tidur. Jumlah rokaat shalattahajud minimal dua rokaat hingga tidak  terbatas. Saat hendak kembali tidur sebaiknya membaca ayat kursi, surat al-ikhlas, surat al-falaq dan surat an-nas.
2.      Shalat Sunah Dhuha, Shalat Dhuha adalah shalat sunah yang dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00 hingga jam 10.00 waktu setempat. Jumlah roka'at shalat dhuha minimal dua rokaat dan maksimal dua belas roka'at dengan satu salam setiap dua roka'at. Manfaat dari shalat dhuha adalah supaya dilapangkan dada dalam segala hal, terutama rejeki. Saat melakukan sholatdhuha sebaiknya membaca ayat-ayat surat al-waqi'ah, adh-dhuha, al-quraisy, asy-syamsi, al-kafirun dan al-ikhlas.
3.      Shalat Sunah Istikharah, Shalat istikharah adalah shalat yang tujuannya adalah untuk mendapatkan petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan hidup baik yang terdiri dari dua hal/perkara maupun lebih dari dua. Hasil dari petunjuk Allah SWT akan menghilangkan kebimbangan dan kekecewaan di kemudian hari. Setiap kegagalan akan memberikan pelajaran dan pengalaman yang kelak akan berguna di masa yang akan datang. Contoh kasus penentuan pilihan:         
- memilih jodoh suami/istri     
- memilih pekerjaan    
- memutuskan suatu perkara  
- memilih tempat tinggal, dan lain sebagainya           
Dalam melakukan 
shalat istikharah sebaiknya juga melakukan, puasa sunah, shodaqoh, zikir, dan amalan baik lainnya.
4.      Shalat Sunah Tasbih, Shalat tasbih adalah solat yang bertujuan untuk memperbanyak memahasucikan Allah SWT. Waktu pengerjaan shalat bebas. Setiap rokaat dibarengi dengan 75 kali bacaan tasbih. Jikashalat dilakukan siang hari, jumlah rokaatnya adalah empat rokaat salam salam, sedangkan jika malam hari dengan dua salam.
5.       Shalat Sunah Taubat, Shalat taubat adalah shalat dua roka'at yang dikerjakan bagi orang yang ingin bertaubat, insyaf atau menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukannya dengan bersumpah tidak akan melakukan serta mengulangi perbuatan dosanya tersebut. Sebaiknya shalat sunah taubat dibarengi dengan puasa, shodaqoh dan sholat.
6.      Shalat Sunah Hajat, Shalat Hajat adalah shalat agar hajat atau cita-citanya dikabulkan oleh Allah SWT.Shalat hajat dikerjakan bersamaan dengan ikhtiar atau usaha untuk mencapai hajat atau cita-cita. Shalat sunah hajat dilakukan minimal dua rokaat dan maksimal dua belas bisa kapan saja dengan satu salam setiap dua roka'at, namun lebih baik dilakukan pada sepertiga terakhir waktu malam.
7.      Shalat Sunah Safar, Shalat safar adalah sholat yang dilakukan oleh orang yang sebelum bepergian atau melakukan perjalanan selama tidak bertujuan untuk maksiat seperti pergi haji, mencari ilmu, mencari kerja, berdagang, dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah supaya mendapat keridhoan, keselamatan dan perlindungan dari Allah SWT.
8.      Shalat Sunah Rawatib. Shalat sunah rawatib dilakukan sebelum dan setelah shalat fardhu. Yang sebelum Shalat Fardhu disebut shalatqobliyah, dan yang setelah shalat fardhu di sebut shalat Ba'diyah. Keutamaannya adalah sebagai pelengkap dan penambal shalatfardhu yang mungkin kurang khusu atau tidak tumaninah.
9.       Shalat Sunah Istisqho’, Shalat sunah ini di lakukan untuk memohon turunnya hujan. dilakukan secara berjamaah saat musim kemarau.
10.  Shalat Sunah Witir. Shalat sunah witir dilakukan  setelah sampai sebelum fajar. bagi yang yakin akan bangun malam diutamakan dilakukan saat sepertiga malam setelah shalat Tahajud.Shalat witir disebut juga shalat penutup. biasa dilakukan sebanyak tiga rakaat dalam dua kali salam, dua rakaat pertama salam dan dilanjutkan satu rakaat lagi[3].
11.  Shalat Tahiyatul Masjid. Shalat tahiyatul masjid ialah shalat untuk menghormati masjid. Disunnahkan shalat tahiyatul masjid bagi orang yang masuk ke masjid, sebelum ia duduk. Shalat tahiyatul masjid itu dua raka’at.
12.  Shalat Tarawih. Shalat Tarawih yaitu shalat malam pada bulan ramadhan hukumnya sunnah muakad atau penting bagi laki-laki atau perempuan, boleh dikerjakan sendiri-sendiri dan boleh pula berjama’ah.
13.  Shalat Hari Raya (Idul Adha dan Idul Fitri). Sebagaimana telah diterangkan bahwa waktu shalat hari raya idul fitri adalah tanggal 1 syawal mulai dari terbit matahari sampai tergeincirnya. Akan tetapi, jika diketahui sesudah tergelincirnya matahari bahwa hari itu tanggal 1 syawal jadi waktu shalat telah habis, maka hendaklah shalat di hari kedua atau tanggal 2 saja. Sedangkan untuk shalat hari raya Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.
14.  Shalat Dua Gerhana. Kusuf adalah gerhana matahari dan khusuf adalah gerhana bulan[4]. Shalat kusuf dan khusuf hukumnya sunnah muakaddah berdasarkan sabda Nabi saw. Yang artinya :
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang maupun kehidupannya. Maka apabila kalian menyaksikan itu, hendaklah kalian shalat dan berdoa kepada Allah Ta’ala.” (H.R. Syaikhain).
15.  Sholat Rawatib. Sholat rawatib adalah sholat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah dholat fardu. Seluruh dari sholat rawatib ini yaitu ada 22 rakaat, yaitu :
  2 rakaat sebelum sholat subuh (sesudah sholat subuh tidak ada sholat sunah ba’diyah).
  2 rakaat sebelum sholat zuhur. 2 atau 4 rakaat sesudah zuhur.
  2 rakaat atau 4 rakaat sebelum sholat ashar, (sesudah sholat ashar tidak ada sholat ba’diyah).
  2 rakaat sesudah sholat maghrib.
  2 rakaat sebelum sholat isya.
  2 rakaat sesudah sholat isya.
Sholat-sholat tersebut yang dikerjakan sebelum sholat fardhu, dinamakan “qobliyah” dan sesudahnya disebut “ ba’diyah”.
KEDUDUKAN SHALAT DALAM ISLAM
Shalat sebenarnya telah dipersintahkan Allah kepada umat terdahulu sebelum umat nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Wahai Bani Isra’il ingatlah nikmat yang telah Aku berikan kepada kalian …… tegakkanlah shalat, keluarkanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku. [Al Baqarah: 40-43].
Allah juga berfirman (artinya), “Dan tidaklah mereka (ahlul kitab dan musyrikin) diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah semata, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Demikianlah agama yang lurus.”[Al Bayyinah: 5].
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Islam dibangun atas lima (perkara): kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke baitullah, dan puasa Ramadhan.[5]
Adapun kedudukan sholat dalam islam yaitu:
1.        Shalat sebagai sebab seseorang ditolong oleh Allah. Hal ini karena Allah sendiri berfirman (artinya), “ Wahai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan shalat” [Al Baqarah 153]. Shalat bila ditunaikan sebagaimana mestinya niscaya akan menyebabkan seseorang ditolong oleh Allah dalam setiap urusannya.
2.        Shalat merupakan sebab seseorang tercegah dari kekejian dan kemungkaran. Allah berfirman (artinya), “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran.” [Al Ankabuut 45]. Jika shalat dikerjakan dengan semestinya pastiakan mencegah pelakunya dari kekejian dan kemungkaran dengan ijin Allah.
3.        Shalat merupakan salah satu rukun islam. [H.R Al bukhari 8 dan Muslim 16].
4.        Shalat merupakan amalan yang pertama kali dihisab/ dihitung di hari kiamat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya), “Sesungguhnya amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka ia akan beruntung dan selamat. Namun bila shalatnya jelek maka ia akan merugi dan celaka..” [H.R At Tirmidzi 413 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani]. Yang dimaksud shalat merupakan amalan pertama kali yang dihisab di hari kiamat adalah shalat wajib, sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam yang lain (artinya), “Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari seorang muslim pada hari kiamat adalah shalat wajib…” [H.R ibnu Majah 1425 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani]. Telah dimaklumi bahwa shalat yang diwajibkan kepada kita adalah shalat 5 waktu (Zhuhur, ‘Ashr, Maghib, Isya’ dan Subuh). Demikian pula shalat Jum’at bagi pria. Inilah yang disepakati seluruh ulama.
5.        Keutamaan shalat dapat dilihat dari awal perintah untuk mengerjakannya yaitu diperintahkan langsung kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam tanpa melalui perantara Jibril “alaihis Salaam, di tempat yang tertinggi yang pernah dicapai manusia yaitu langit ketujuh, di malam yang paling utama bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam yaitu malam Isra’ Mi’raj dan diwajibkan disetiap hari sepanjang hidup seorang muslim.
Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat
Seluruh ummat Islam sepakat bahwa orang yang mengingkari wajibnya shalat, maka dia kafir dan keluar dari Islam. Tetapi mereka berselisih tentang orang yang meninggalkan shalat dengan tetap meyakini kewajiban hukumnya. Sebab perselisihan mereka adalah adanya sejumlah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menamakan orang yang meninggalkan shalat sebagai orang kafir, tanpa membedakan antara orang yang mengingkari dan yang bermalas-malasan mengerjakannya.
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
Dari Buraidah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.’” [6]
Namun yang rajih dari pendapat-pendapat para ulama’, bahwa yang dimaksud dengan kufur di sini adalah kufur kecil yang tidak mengeluarkan dari agama. Ini adalah hasil kompromi antara hadits-hadits tersebut dengan beberapa hadits lain, di antaranya:
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
‘Lima shalat diwajibkan Allah atas para hamba. Barangsiapa mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikit pun karena menganggap enteng, maka dia memiliki perjanjian de-ngan Allah untuk memasukkannya ke Surga. Dan barangsiapa tidak mengerjakannya, maka dia tidak memiliki perjanjian dengan Allah. Jika Dia berkehendak, maka Dia mengadzabnya. Atau jika Dia berkehendak, maka Dia mengampuninya.’”[7]
Kita menyimpulkan bahwa hukum meninggalkan shalat masih di bawah derajat kekufuran dan kesyirikan. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan perkara orang yang tidak mengerjakannya kepada kehendak Allah.
 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa’: 48]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari seorang hamba yang muslim pada hari Kiamat adalah shalat wajib. Jika dia mengerjakannya dengan sempurna (maka ia selamat). Jika tidak, maka dikatakan: Lihatlah, apakah dia memiliki shalat sunnah? Jika dia memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Kemudian seluruh amalan wajibnya dihisab seperti halnya shalat tadi.’”
Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam akan lenyap sebagaimana lenyapnya warna pada baju yang luntur. Hingga tidak lagi diketahui apa itu puasa, shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah akan diangkat dalam satu malam, hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi. Tinggallah segolongan manusia yang terdiri dari orang tua dan renta. Mereka berkata, ‘Kami dapati bapak-bapak kami mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah dan kami pun mengucapkannya.’” Shilah berkata kepadanya, “Bukankah kalimat laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat untuk mereka, jika mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa, qurban, dan shadaqah?”
Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga kali. Setiap kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang ketiga, Hudzaifah menoleh dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia mengulanginya tiga kali.”[8]
LANDASAN HUKUM  SHALAT WJIB DAN SUNNAH
1. Landasan Al qur’an, Kewajiban shalat dapat dilihat dalam (Q.S:Al Baqarah 2:110)
Yang artinya: Dan dirikanlah sholat tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanyapada sisi Allah. Sesungguhnya Allah maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Kemudian dalam (Q.S:An Nisa 4:103)
Yang artinya:  Maka apabila kamu telah menyelesaikan sholat (mu), ingat Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah sholat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.[9]
a.2. Landasan hadits
landasan hukum bagi sholat wajib termuat dalam Hadist Shahih Bukhari No. 211 Jilid I yakni isinya tentang proses terjadinya isra’ wal mi’raj dimana pada peristiwa dimana nabi diberikan perintah sholat yang awalnya 50 rakaat di perkecil menjadi 5 rakaat.[11]
b. Landasan hukum sholat sunnah
Shalat Idul Fitri
Shalat Idul Adha
Hadist mengenai Shalat Sunnah di atas Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama Rasulullah SAW dan Abu bakar dan Umar, beliau semua melakukan shalat tersebut sebelum khutbah.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)
Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
Hadist tentang Shalat Kusuf dan Shalat Khusuf :
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak juga karena kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian mengalaminya (gerhana), maka shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana itu) berakhir.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Shalat Istisqo’
Dari Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat istisqo’ dua raka’at, seperti shalat ‘Id. (HR Imam Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Shalat Sunnah Sendiri
Shalat Rawatib (Shalat yang mengiringi Shalat Fardlu)
Hadist yang menjelaskan tentang ini Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW senantiasa menjaga (melakukan) 10 rakaat (rawatib), yaitu: 2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya, 2 raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at sesudah Isya’ di rumah beliau, dan 2 raka’at sebelum Shubuh … (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Shalat Tahajjud (Qiyamullail)
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 79, As-Sajdah ayat 16 – 17, dan Al-Furqaan ayat 64. Dilakukan dua raka’at-dua raka’at dengan jumlah raka’at tidak dibatasi.
Shalat Dhuha
Dari A’isyah Rda., adalah Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak dipisah keduanya (tiap shalat 2 raka’at) dengan pembicaraan.” (HR Abu Ya’la)
Shalat Tahiyyatul Masjid
Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.” (HR Jama’ah Ahli Hadits)
Shalat Taubat
Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia bangun berwudhu kemudian shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada Allah, kecuali ia akan diampuni.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lain)
Shalat Istikharah
Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari kami Istikharah dalam segala hal … beliau SAW bersabda: ‘apabila salah seorang dari kalian berhasrat pada sesuatu, maka shalatlah dua rakaat di luar shalat fardhu …dan menyebutkan perlunya’ …” (HR Jama’ah Ahli Hadits kecuali Imam Muslim)
 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENDAPAT 4 MAZHAB MENGENAI SHOLAT
1.      Niat : semua ulama mazhab sepakatbahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata tidaklah diminta. (Mughniyah; 2001)
Ibnu Qayyim berpendapat  dalam bukunya Zadul Ma’ad, sebagaimana yang dijelaskan dalam jilid pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, sebagai berikut : Nabi Muhammad saw bila menegakkan shalat, beliau langsung mengucapkan “Allahu akbar” dan beliau tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan niat sama sekali. (Mughniyah; 2001)
2.      Takbiratul Ihram : shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul ihram ini berdasarkan sabda Rasulullah saw : (Mughniyah; 2001) Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain  perbuatan-perbuatan shalatadalah takbirdan penghalalnya adalah salam.”
Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya. (Mughniyah; 2001) Syafi’i : boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan alif dan lampada kata “Akbar”. (Mughniyah; 2001)Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia). (Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab). (Mughniyah; 2001) Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa bahasa Arab. (Mughniyah; 2001) Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata “Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli. (Mughniyah; 2001)
Berdiri : semua ulama mazhab sepakatbahwa berdiri dalam shalat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia boleh shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagian kanan, seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi. Hanafi berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap kiblat. (Mughniyah; 2001)
Dan bila tidak mampu miring ke kanan, maka menurut Syafi’i dan Hambali ia boleh shalat terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya. (Mughniyah; 2001)
Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya. (Mughniyah; 2001) Maliki : bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya. (Mughniyah; 2001) Syafi’i dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan  lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi. (Mughniyah; 2001
)
3.      Bacaan : ulama mazhab berbeda pendapat.
Hanafi : membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa saja dari Al-Quran itu boleh, berdasarkan Al-Quran surat Muzammil ayat 20 : (Mughniyah; 2001)
Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran,” (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 122, dan Mizanul Sya’rani, dalam bab shifatus shalah). Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan. Orang yang shalat sendiri ia boleh memilih apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya. Dalam shalat itu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir. Sedangkan menyilangkan dua tangan aalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila meletakkan telapak tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih utama adalah meletakkan dua tangannya di atas dadanya. (Mughniyah; 2001)
Syafi’i : membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan. Pad shlat subuh disunnahkan membaca qunutsetelah mengangkat kepalanya dari ruku’ pad rakaat kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah wajib, hanya disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas pusar dan agak miring ke kiri. (Mughniyah; 2001) Maliki : membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah, sebagaimana pendapat Syafi’i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pad shalat subuh dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, serta qunut pada shalat subuh saja. Sedangkan menyilangkan kedua tangan adalah boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua tangan pada shalat fardhu. (Mughniyah; 2001) Hambali : wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’ disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak boleh dengan keras. Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya. Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar. (Mughniyah; 2001).
Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah sunnah, berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : (Mughniyah; 2001) ”kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi ’alaihim waladzdzaallin, maka kalian harus mengucapkan amin.”
4.      Ruku’ : semua ulama mazhab sepakatbahwa ruku’ adalah wajib di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak bergerak. (Mughniyah; 2001)
Hanafi : yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan dengan lurus, dan tidak wajib thuma’ninah. Mazhab-mazhab yang lain : wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninahdan diam (tidak bergerak) ketika ruku’. (Mughniyah; 2001) Syafi’i, Hanafi, dan Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat, hanya disunnahkan saja mengucapkan : (Mughniyah; 2001) Subhaana rabbiyal ’adziim Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung
Hambali : membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib. (Mughniyah; 2001)Kalimatnya menurut Hambali : Subhaana rabbiyal ’adziim ”Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung
Hanafi : tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan berdiri). (Mughniyah; 2001) Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh. Mazhab-mazhab yang lain : wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’, yaitu mengucapkan : Sami’allahuliman hamidahAllah mendengar orang yang memuji-Nya
5.      Sujud : semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setipa rakaat.Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. (Mughniyah; 2001)
Maliki, Syafi’i, dan Hanafi : yang wajib (menempel) hanya dahi, sedangkan yang lain-lainnya adalah sunnah. (Mughniyah; 2001) Hambali : yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga menjadi delapan. (Mughniyah; 2001)
Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana dalam ruku’. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di dalam sujud. Hanafi : tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab yang lain : wajib duduk di antara dua sujud. (Mughniyah; 2001)
6.      Tahiyyat : tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian : pertama yaitu tahiyyat yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat. (Mughniyah; 2001)
Hambali tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain : hanya sunnah.
Syafi’i, dan Hambali tahiyyat terakhir adalah wajib. Maliki dan Hanafi : hanya sunnah, bukan wajib. (Mughniyah; 2001) Kalimat (lafadz) tahiyyatmenurut Hanafi : Attahiyatu lillahi washolawaatu waththoyyibaatu wassalaamuKehormatan itu kepunyaan Allah, shalawat dan kebaikan serta salam sejahtera” ’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh ”Kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Menurut Maliki (Mughniyah; 2001) Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi aththoyyibaatu ashsholawaatu lillah ”Kehormatan itu kepunyaan Allah, kesucian bagi Allah, kebaikan dan shalawat juga bagi Allah” Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh ”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya” Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah ”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya
Menurut Syafi’i : (Mughniyah; 2001) Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah ”Kehormatan, barakah-barakah, shalawat, dan kebaikan adalah kepunyaan Allah” Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Menurut Hambali : (Mughniyah; 2001) Attahiyyatu lillahi washsholawaatu waththoyyibaatu ”Kehormatan itu kepunyaan Allah, juga shalawat dan kebaikan
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh ”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya” Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin ”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh” Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya” Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh ”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Allahumma sholli ’alaa Muhammad ”Ya Allah, berikanlah shalawat kepada muhammad
7.      Mengucapkan salam (Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Maliki, dan Hambali : mengucapkan salam adalah wajib. Hanafi : tidak wajib. (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 126).  Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu Assalaamu’alaikum warahmatullaah ”Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian” Hambali : wajib mengucapkan salam dua kali, sedangakan yang lain hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib. (Mughniyah; 2001)
8.      Tertib : diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram wajib didahulukan dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca Al-Fatihah wajib didahulukan dari ruku’, dan ruku’ didahulukan daru sujud, begitu seterusnya. (Mughniyah; 2001)
9.      Berturut-turut : diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara berurutan dan langsung, juga antara satu bagian dengan bagian yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah langsung setelah bertakbir tanpa ada selingan. Dan mulai ruku’ setelah membaca Al-Fatihah atau ayat Al-Quran, tanpa selingan, begitu seterusnya. Juga tidak boleh ada selingan lain, antara ayat-ayat, kalimat-kalimat, dan huruf-huruf. (Mughniyah; 2001)[12]
Daftar Pustaka
Al- Quranur Karim
Abu Masyhad, Tuntunan Shalat Lengkap ( Semarang : PT. MG, 1988)
Ali Imran, Fiqih, ( Bandung : Cita Pustaka Mdia Perintis , 2011)
Moh, Rifa’I, Fiqh Islam Lengkap ( Semarang :Karya Toha Putra, 1978 )
Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/45 no. 16 (20))], ini adalah lafazh darinya, Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/49 no. 8), Sunan at-Tirmidzi (IV/119 no. 2736), Sunan an-Nasa-i (VIII/107).
Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 884)], Sunan Ibni Majah (I/342 no. 1079), Sunan an-Nasa-i (I/231), dan Sunan at-Tirmidzi (IV/125 no. 2756).
Shahiih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1150)], Muwaththa’ al-Imam Malik (hal. 90 no. 266), Ahmad (II/234 no. 82), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/ 93 no. 421), Sunan Ibni Majah (I/449 no. 1401), dan Sunan an-Nasa-I (I/230).
Shahiih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 3273)], dan Sunan Ibni Majah (II/1344 no. 4049).




[1]Ali Imran, Fiqih, ( Bandung : Cita Pustaka Mdia Perintis , 2011), hal 39
[2] Moh, Rifa’I, Fiqh Islam Lengkap ( Semarang :Karya Toha Putra, 1978 ) hal : 103
[3]  Ibid, hal 227
[4] Abu Masyhad, Tuntunan Shalat Lengkap( Semarang : PT. MG, 1988) hal.118
[5] Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/45 no. 16 (20))], ini adalah lafazh darinya, Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/49 no. 8), Sunan at-Tirmidzi (IV/119 no. 2736), Sunan an-Nasa-i (VIII/107).


[6]  Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 884)], Sunan Ibni Majah (I/342 no. 1079), Sunan an-Nasa-i (I/231), dan Sunan at-Tirmidzi (IV/125 no. 2756).

[7]   Shahiih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1150)], Muwaththa’ al-Imam Malik (hal. 90 no. 266), Ahmad (II/234 no. 82), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/ 93 no. 421), Sunan Ibni Majah (I/449 no. 1401), dan Sunan an-Nasa-i (I/230).


[8] Shahiih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 3273)], dan Sunan Ibni Majah (II/1344 no. 4049).


[12]http://jejakjejakjejak.wordpress.com/2011/07/27/persamaan-dan-perbedaan-sholat-4-mazhab/
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...4
PUASA
·         Puasa dari kata as-shoum yang berarti menahan, yakni menahan diri dari sesuatu yang berpantang apa saja. Menurut syara’ adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan syarat-syarat tertentu.[43]
·         Syarat-syarat puasa:
1.      Islam
2.      Baligh. Sekitar 12 tahun atau tanda-tanda tertentu.
3.      Berakal.
4.      Suci (haid dan nifas) tidak sah puasa tapi wajib qada settelahnya
5.      Muqim
6.      Kuat puasa, tidak wajib puasa bagi orang yang sakit dan orang yang sudah tua.[44]
·         Tiga orang yang terlepas dari hukum:
1.      Orang yang sedang tidur
2.      Orang gila sampai sembuh
3.      Kanak-kanak sampai dia baligh. (HR. Abu Daud & Nasa’i).
·         “Kami disuruh rasulullah mengqadha puasa, tapi tidak disuruh mengqadha sholat”. (HR. ???)
·         Rukun puasa ada 2:
1.      Niat pada malam harinya.
2.      Menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, sejak terbit sampai terbenam matahari.[45]
·         Macam-macam puasa:
1.      Puasa wajib, bulan ramadhan , nazar, kafarat.
2.      Puasa sunnah, selian puasa diatas.
3.      Puasa makruh yaitu:
a.       Puasa pada hari yang diragukan, apakah bulan ramadhan atau belum?
b.      Puasa yang dilakukan hari jumat sendiri, atau hari sabtu sendiri, yaitu tidak didahului puasa hari sebelum dans esudahnya.
4.      Puasa haram.
a.       Puasa hari raya idul fitri
b.      Puasa hari raya idul adha
c.       Hari tasyrik 3 hari sesudah hari raya idul adha.[46]
·         Hal-hal yangemembatalkan puasa.
1.      Makan dan minum dengan sengaja.
2.      Al—Huqnah, yaitu memasukan sesuatu kedalam rongga melalui kemaluan dubur atau qubul.
3.      Muntah dengan sengaja, sekalipun diyakinkan tidak ada yang kembali masuk setelah keluar mulut.
4.      Bersetubuh walaupun tidak sampai keluar mani’.
5.      Keluar  dengan sebab mubasyrah (sentuh kulit tanpa alas), mencium dll. Akan tetapi keluar mani tanpa sentuhan kulit, ex: pandangan  atau karena mimpi tidak batal puasa.
6.      Haid, nifas, gila, murtad.[47]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
A.    Pengertian puasa
Puasa (Ash-Shawm) dalam pengertian bahasa adalah menahan dan berhenti dari sesuatu, sedangkan dalam istilah agama artinya adalah menahan dari makan, minum, dan hubungan kelamin, mulai dari waktu fajar sampai Maghrib, karena mencari Ridha Allah . Dalil Al-Qur’an yang mewajibkan puasa adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 183.
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.[48]
B.     Pensyariatan Puasa dalam Islam
Puasa itu di Fardlukan pada tahun kedua hari Hijrah. Rasulullah wafat sesudah berpuasa Sembilan hari Ramadhan. Beliau membolehkan bagi orang sakit dan bagi orang yang dalam perjalanan tidak berpuasa dengan wajib mengqadlainya di waktu yang lain dan beliau membolehkan wanita yang sedang mengandung dan yang sedang menyusui anak tidak berpuasa, dengan memberi fidyah.
Di antara petunjuk Rasulullah ialah tidak memasuki puasa Ramadhan melainkan dengan nyata-nyata telah melihat bulan, atau dengan pensaksian seseorang yang adil, apabila tidak terlihat bulan dan tidak ada pensaksian tentang telah ada bulan, beliau menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari. Apabila dua saksi mengakui melihat bulan sesudah keluar waktu hari raya, beliaupun berhari raya dan mengerjakan sembayang hari raya esok harinya. Beliau menyegerakan berbuka dan beliau berbuka itu sebelum bersembayang maghrib dengan beberapa biji kurma basah, kalau tidak ada dengan beberapa biji kurma kering kalau tidak ada dengan beberapa teguk air.
Beliau kadang-kadang berpuasa di dalam safarnya dan terkadang-kadang berbuka. Dan beliau menyuruh para sahabat berbuka apabila mereka telah dekat kepada musuh. Dan beliau tidak menjangkakan Masafah Safar dalam membolehkan berbuka itu. Segala yang tersebut dalam kitab-kitab Fiqh tentang batas Safar yang membolehkan berbuka dan Qashar sembahyang, adalah dari Ijtihad para Fuqaha. Penduduk Mekkah bersembahyang safar, yakni qashar dan jama’ di Arafah beserta Nabi, pada hal jaraknya Arafah dari Makkah, tidak sejarak jangka batas yang diberikan oleh mereka. Para sahabat membuka puasanya dengan memulai Safar, tidak menunggu lewat perkampungan . mereka mengkhabarkan bahwa demikian sunnah Nabi.
Pernah Nabi memasuki waktu shubuh dalam keadaan berjunub. Maka beliaupun mandi dan berpuasa, sebagaimana pernah beliau mencium isterinya dalam keadaan berpuasa.[49]
C.     Macam-macam puasa
1.      Puasa Fardhu
Puasa Fardhu adalah puasa rukun islam yang wajib dikerjakan oleh setiap muslim yang mukallaf selama satu bulan penuh (bulan Ramadhan) setiap Tahunnya. Adapun dasar hukumnya:
 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS.Al-Baqarah: 183)
2.      Puasa Qadha Ramadhan
Puasa qadha ramadhan ialah puasa yang dlakukan untuk membayar puasa Ramadhan yang tertinggal oleh sebab terlupanya niat di waktu malam hari, atau dibatalkannya karena ada halangan (udzur syar’i), atau sengaja dibatalkannya tanpa alasan yang dapat diterima secara syar’I (agama).
Halangan (udzur syar’i), misalnya sakit, musafir atau bekerja berat seperti di tambang batu bara dan sebagainya. Pembatalan puaa tanpa alasan yang dapat diterima oleh agama disebut pembatalan tanpa udzur.
Dasar hukumnya puasa Qadha:
 “……dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain….” (QS.Al-Baqarah: 185)
3.      Puasa Nadzar (kaulan)
Puasa Nadzar (kaulan) adalah puasa yang diwajibkan orang kepada dirinya sendiri dengan cara bernadzar (kaul) kepada Allah swt. Maka yang bersangkuatan harus berpuasa sesuai nadzarnya, baik cara maupun jumlahnya. Adapun dasar
 “….dan hendaklah mereka menepati nadzarnya…” (QS. Al Hajj:29
4.      Puasa Kaffarah
Puasa Kaffarah ialah puasa penghapusan dosa karena melakukan pelanggaran berat yang seharusnya tidak di lakukannya. Pelanggaran berat yang dimaksud ialah:
a.       Sengaja membatalkan puasanya dibulan ramadhan dengan melakukan hubungan badan (jima’)
b.       Melakukan beberapa pelanggaran ketika masih dalam keadaan ihram, padahal ia tidak mampu menyembelih dam (hewan)
c.       Membunuh orang tidak sengaja.
d.      Terkena sumpahnya sendiri dengan sebab melanggarinya.
e.       Melakukan zhihar.
5.      Puasa tathawwu’ (sunnat)
Puasa tathawwu’ atau sunnat ialah puasa-puasa yang tidak termasuk ke dalam klompok puasa yang tersebut diatas. Diantara puasa tathawwu’ yaitu:
a.       Puasa enam bulan syawal,
b.      Puasa sepuluh hari bulan Dzulhijjah, yaitu dari tanggal 1 sampai tanggal 10 dzulhijjah (hari idul adhah). Akan tetapi pada hari ksepuluh, puasanya  hanya sampai dengan selesai shalat id saja.
c.       Puasa Asyura (10 muharram) dan Tasu’a (9muharram)
d.      Puasa senin dan kamis,
e.       Puasa hari-hari putih (tanggal 13,14,15) setiap bulan. “barang siapa berpuasa tiga hari dalam sebulan, maka sesungguhnya ia telah berpuasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Tarmidzi).[50]
6.      Puasa bulan Rajab dan  sya,ban
Kata Aisyab, “saya melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa satu bulan penuh selan dalam bulan Ramadhan, dan saya tidak melihat beliau dalm bulan-bulan yang lain berpuasa lebih banyak dari bulan sya’ban” (riwayat Bukhari dan Muslim).[51]
7.      Puasa Makruh
Dalam hal ini ada beberapa pendapat para ulama’. Para ulama sepakat tentang hari-hari makruh melakukan puasa, diantaranya puasa pada ari jum’at saja atau hari sabtu saja, sehari atau dua hari sebelum bulan ramadhan.
8.      Puasa haram
Yang terlarang berpuasa pada hari tertentu adalah pada kedua hari raya (idul fitri dan idul adha) dan pada hari tasyrik, yaitu tiga hari sesudah hari raya Adha (tanggal 11-13)  bulan zulhijjah.[52]
D.    Syarat dan rukun puasa
1.      Orang-orang yang wajib melaksanakan puasa adalah:
a.       Islam
b.      Baligh
c.       Berakal (tidak gila atau mabuk), lelaki atau perempuan
d.      Suci dari haid dan nifas bagi perempuan
e.       Berada di kampong, tidak wajib bagi orang musafir
f.       Sanggup puasa, tidak wajib bagi orang yang sakit dan orang yang lemah
Semua yang terdapat di atas tersebut, merupakan syarat-syarat wajib puasa, bila terdapat pada seseorang muslim syarat-syarat wajib ini, wajiblah ia berpuasa, dan berdosa bila dia meninggalkannya.[53]
2.      Rukun puasa
Ada dua rukun puasa, yang masing-masingnya merupakan unsure terpenting dari hakikatnya yaitu:
a.       Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, semenjak terbit fajar hingga terbenam matahari.   Artinya: “….Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…” (QS.Al-Baqarah:187) Yang dimaksud dengan benang putih dan benang hitam ialah terangnya siang dan gelapnya malam.
b.      Niat, Berniat itu hendaknya sebelum fajar, pada setiap malam bulan Ramadhan. Berdasarkan hadist Hafsah, katanya : telah bersabda Rasulullah SAW,“Barang siapa yang tidak membulatkan niatnya buat berpuasa sebelum Fajar, maka tidak sah puasanya”.(diriwayatkan oleh Ahmad dan Ash-Habus Sunan, dan dinyatakan sah oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu HIbban).
Dan niat itu sah pada salah satu saat dimalam hari, dan tidak disyariatkan mengucapkannya, karena itu merupakan pekerjaan hati, tak ada sangkut-pautnya dengan lisan. Hakikatnya niat adalah menyengaja suatu perbuatan demi mentaati perintah Allah Ta’ala dalam mengharapkan keridhaaNya.[54]
E.     Hal-hal yang membatalkan puasa
1.      Membatalkan niat untuk berpuasa.
2.      Makan dan minum dengan.[55]
3.      Sengaja memasukan sesuatu benda kedalam rongga terbuka, meskipun benda itu sekecil apa pun. Rongga terbuka seperti mulut, hidung, telinga dan kemaluan
4.      Keluar sesuatu dari perut, sepeeti muntah walapun sedikit dengan cara di sengaja. Tetapi jika tidak disengaja, maka puasanya tidak batal.
5.      Bercampur (jima’)
6.      Keluar mani, apabila ada unsure kesengajaan. Adapun keluar mani sebab mimpi, maka hukumnya tidak batal.[56]
F.      Hikmah dan Filosofi Puasa
1.      Semua yang diperintahkan oleh Islam atau yang dilarangnya pasti mengandung nilai (makna) filosofinya. Hanya saja, orang tidak mampu menangkapnya. Seperti halnya dengan ibadah-ibadah lainya, maka ibadah puasapun tidak luput dari makna filosofi tersebut, nilai filosofi yang dikandung oleh ibadah puasa sbb:
a.       Sebagai penyataan syukur kepada Allah swt, atas segala nikmat-Nya yang telah diberikan kepada manusia. Pada hakikatnya, semua jenis ibadah yang dipersembahkan hamba kepada Kholiqnya termasuk kedalam bab ini. Yakni sebagai symbol terima kasih keada Tuhan Ynag Maha Pencipta.
b.      Sebagi latihan dan uji coba untuk menguji seseorang, sampai dimana ketaatan, ketahanan jiwanya, serta kejujuran dalm menjalani tugasnya sebagai seseorang hamba terhadap perintah Kholiqnya. Orang mukmin pasti memilih lapar kerena berpuasa ketimbang kenyang berpuasa karena melawan perintah Allah.
c.       Para dokter sepakat bahwa pengaturan makan dan minum sangat perlu untuk menjaga kesehatan. Karna penyebab dari segala macam penyakit berawal pada perut. Takdiragukan lagi bahwa apa yang dikatakan para dokter itu sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw.“perut adalah sarangnya penyakit, dan pencegahan awal adalah pangkal pengobatan, berilah masing-masing tubuh apa yang terbiasa”(Al Hadis).
d.      Puasa dapat menekan dan mengendalikan syahwat. Karena orang yang sedang berpuasa ia sudah siap untuk tidak berbicara hal-hal yang porno, apalagi melakukan ataupun melakukannya. Karena semua itu membuat rusak pahala puasanya. Jadi setiap peluang yang menjerumus kearah negative telah diantisipasi oleh ibadah puasa. Sehingga ia selamat dari godaan hawa nafsu.
e.       Orang yang telah menjalankan puasa, pasti merasakan betapa perihnya perut yang keroncong karena tidak makan dan minum, maka ia akan mudah tergugah kalau diajak untuk bersedekah kepada orang fakir miskin. Ia akan mudah peduli kepada masalah-maslah social yang ada di sekelilingnya.[57]
2.      Dalam berpuasa seseorang dapat mengontrol anggauta badannya hingga gerak gerik jiwa dan bathinnya dan ucapan mulutnya. Kesucian yang ditimbulkan dari akibat puasa adalah kesucian "ma'nawi". Bukan hanya kesucian lahir semata-mata yang mungkin dapat dibersih-kan dengan air, juga kesucian bathin dapat dibersihkan dengan latihan jiwa dan perbuatan kalbu. Hikmah puasa dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.       Mendidik para mu'min supaya berperangai luhur dan agar dapat mengontrol seluruh nafsu dalam keinginan manusia biasa.
b.      Mendidik jiwa agar biasa dan dapat menguasai diri, sehingga mudah menjalankan semua kebaikan dan meninggalkan segala larangan.
c.       Membiasakan orang yang berpuasa bersabar dan tahan uji.
d.      Mendidik jiwa agar dapat memegang amanat sebaik-baiknya,  karena orang berpuasa itu sebagai  seorang yang mendapat amanat untuk tidak makan dan minum atau hal-hal yang membatalkannya. Sedang amanat itu harus dapat dipegang teguh, baik di hadapan orang banyak maupun di kala sendirian.
e.       Untuk mendidik  manusia  agar jangan   mudah lekas dipengaruhi oleh benda sekalipun ia dalam keadaan sengsara/kelaparan dapat mempertahankan pribadinya dan pribadi Islam hingga tidak lekas terjerumus ke jurang ma'shiat dan sebagainya.
f.       Ditinjau  dari  segi  kesehatan,   puasa  sangat   berguna untuk menjaga dan memperbaiki kesehatan.
g.      Untuk menyuburkan rasa syukur kepada "Allah" atas karunia yang telah diberikan kepada hamba-Nya.
h.      Menanamkan   "rasa   cinta   kasih"   sesama   manusia, terutama  terhadap   orang-orang   miskin,   orang-orang yang menderita kelaparan dan kesengsaraan.  Dengan berlatih lapar dan dahaga setiap hari selama satu bulan, orang yang mampu dapat merasakan nasib fakir dan miskin.[58]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...5
HAJI
·         Menurut bahasa pergi mengunjungi sesuatu yang diagungkan. Haji adalah meninggalkan kampung haalman, memisahkan  keluarga menuju kepada yang mulia, mengingat yang sudah tiada (maksudnya para nabi) dan mengunjungi rumah Allah yang maha memberi nikmat, yaitu ka’bah.[59]
·         Syarat wajib haji:
1.      Islam                     4. balig
2.      Berakal                  5. sehat
3.      Merdeka                6. Mampu.
Rukun haji:
1.      Wukuf
2.      Tawaf ifadhah
3.      Ihram
4.      Sa’i antara safa dan marwa[60]
·         Umrah, dari kata i’timar yang berarti ziarah atau berkunjung. Umrah adalah menjiarahi ka’bah, tawaf di sekelilingnya, sa’i antara safa dan marwa, serta mencukur/menggunting rambut. Ibnu hajar dalam fathul bari mengatakan bahwa ihram artinya memakmurkan masjidil haram.[61]
·         Rukun umrah:
1.      Ihram dari miqat yang dilalui
2.      Tawaf 7x keliling ka’bah
3.      Sa’i safa dan marwah
·         Perbedaan haji dan umrah:
1.      Umrah tidak terkait waktu tertentu , haji 1x setahun.
2.      Umrah tidak ada wukuf, haji syah dan batal di wukuf
3.      Umrah tidak ada kewajiban lempar jumrah, haji wajib, denda.
4.      Miqat umrah untuk penduduk mekkah adalah tanah halal, Ex: Jiranah, ta’nim, nahlal, hudaibiyah. Sedang haji adalah rumahnya sendiri.
5.      Dalam umrah tidak ada perintah untuk mabit di mina dan muzdalifah.
·         Cara pelaksanaan haji dan umrah (nusuk): ada 4 (empat) cara melakukan nusuk yaitu ifrad, tamattu, qiran dan itlaq. Cara yang plaing utama adalah ifrad, jika umrah dilaksanakan pada musim haji. Jika umrah dilakukan diluar muslim haji, cara yang paling utama yaitu tamattu’ atau qiran, sebba makruh menunda umrah melewati tahun tersebut (tahun pelaksanaan haji).
1.      Ifrad, yaitu haji dahulu baru dilanjutkan dengan umrah kebalikan ifrad yaitu tamattu
2.      Tamattu, umrah dari miqat sesuai domisili jama’ah haji pada bulan-bulan haji (syawal, dzul qa’dah, dan 10 hari pertama dzul hijjah), kemudian haji pada tahun itu juga di mekkah, jadi tamattu harus memenuhi dua syarat:
a.       Berihram umrah pada musim haji
b.      Berihram haji dilakukan pada tahun itu juga dari mekkah.
3.      Qiran, melakukan haji dna umrah secara bersamaan dari miqat sesuai wilayah domisili. Orang yang berhaji Qiran hanya melakukan nusuk haji tanpa menambah tawaf untuk umrah. Bisa juga melakukan ihram umrah terlebih dahulu. Cara ihram umrah terlebih dahulu, cara ihram umrah sama seperti ihram haji. Rukun umrah sama dengan haji cuman tidak ada wuquf.[62]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
HAJI
A.    Pengertian Haji
Haji atau Hiji menurut arti bahasa bermakna “menuju atau menyengaja”, atau banyak-banyak menuju kepada sesuatu yang diangungkan. Sedang syara’ adalah menuju Ka’bah untuk menunaikan ibadah. Seperti yang akan diterangkan berikut ini. Ibadah haji termasuk salah satu syari’at para Nabi terdahulu.[1]
Haji diwajibkan atas orang yang kuasa ,satu kali seumur hidupnya. Dan ibadah haji itu wajib segera dikrjakan. Artinya , apabila orang tersebut telah memenuhi syarat-syaratnya, tetapi masih dilalaikannya juga (tidak dikerjakan pada tahun ini), maka ia berdosa karena kelalaiannya itu.[2]
Firman Allah Swt:
ولله على الناس حج البيت من استطا عاليه سبيلا. ا ل عمران:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah ,yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali Imron: 97)
Sabda Rasulullah Saw :
Dari Ibnu Abbas. Nabi Besar Saw, telah berkata, “Hendaklah kamu bersegera mengerjakan haji karena sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari suatu halangan yang akan merintanginya.”(Riwayat Ahmad).
B.     Syarat-Syarat  Wajib Haji dan Umrah
            Syarat wajibnya haji dan umrah itu ada tujuh perkara, yaitu :[3]
1.      Islam
2.      Baligh (sudah dewasa)
3.      Berakal sehat
4.      Merdeka, “Maka tidak wajib haji bagi orang yang mempunyai sifat bertentangan dengan sifat-sifat tersebut itu”.
5.      Ada bekalnya beserta tempatnya bila memang butuh tempat, sebab kadang-kadang ada juga yang tidak butuh tempat bekal, sebagaimana orang yang dekat dengan negeri Makkah, dan disyaratkan pula adanya air di tempat yang biasanya dapat membawa air dengan harga yang umum.
6.      Ada kendaraannya, yakni kendaraan yang pantas untuk dibeli atau disewa. Hal ini jika antara orang itu dengan negeri Makkah jaraknya dua kali angkatan atau bahkan lebih dari itu, baik dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau tidak. Jika antara dia dan negeri Makkah tidak ada dua kali angkatan (perjalanan)  sedang orang itu kuat menempuh dengan berjalan kaki, maka wajib baginya menunaikan haji tanpa kendaraan. Dan disyaratkan juga bahwa bekal itu tadi lebih setelah untuk membayar hutangnya dan dari ongkos pembiayaan orang yang menjadi tanggungannya selama waktu perginya dan pulangnya. Juga harus sudah lebih untuk mencukupi kebutuhan rumah (dengan biaya yang wajar) juga lebih dari pembiayaan yang pantas untuk budak yang ada di dalam rumah itu tadi. 
7.      Keadaan jalannya sunyi, maksudnya ialah keadaan perjalanan menurut perkiraan sangat aman (tidak ada gangguan) sekiranya masih terdapat benda-benda yang pantas di tiap-tiap  tempat. Jika sekiranya seseorang merasa tidak aman akan dirinya, hartanya atau kehormatannya maka tidaklah wajib berhaji.
Adapun perkataan mushannif “dan mampu menunaikan” itu tetap ada di dalam sebagian keterangan. Sedang yang dikehendaki dengan “mampu” ialah suatu keadaan yang tetap wujud sesudah adanya bekal, dan kendaraan yang pada suatu saat memungkinkan berjalan sesuai yang dijanjikan.
Jika seseorang itu mampu hanya saja dia butuh memutuskan perjalanan dua kali angkatan dalam sebagian hari-hari (yang ditempuh), maka baginya tidak wajib haji karena dalam keadaan sengsara.
C.     Rukun Haji
Rukun-rukun haji itu ada empat, yaitu:[4]
1.      Ihram yang disertai dengan niat, yakni niat masuk menuanaikan haji.
2.      Wukuf di tanah Arafah, yang dimaksudkan ialah datangnya orang yang ihram haji dalam   Dzulhijjah dengan syarat, bahwa orang yang wukuf itu ahli ibadah, tidak gila dan tidak pula ayan. Waktu wukuf (di tanah Arafah)  itu berlangsung terus sampai datangnya fajar hari raya Qurban yang tanggal 10 Dzulhijjah.
3.      Thawaf di Baitullah (Ka’bah) sebanyal 7 kali putaran. Thawaf tersebut dimulai dari arah Hajar Aswad, seluruh badannya ditepatkan (ketika memulai) pada Hajar Aswad itu. Seandainya seseorang memulai thawaf selain di Hajar Aswad, maka thawafnya ini tidak ada artinya. Syarat Thawaf : [5]
a.          Menutup aurat,
b.         Suci dari hadas dan najis,
c.          Ka’bah hendaknya di sebelah kiri orang yang thawaf,
d.         Permulaan thawaf itu hendaknya dari Hajar Aswad,
e.          Thawaf itu hendaklah tujuh kali 
f.         Thawaf itu hendaklah di dalam masjid karena Rasulullah saw melakukan thawaf di masjid.
Sunnah Thawaf:[6]
a.          Mengusap dan mencium (mengecup) Hajar Aswad
b.         Mengusap rukun Yamani
c.          Berjalan kaki
d.         Tanpa alas kaki
e.         Berselendang (kedua ujungnya terletak di pundak kiri dan bagian tengahnya terletak di bawah bagian ketiak kanan) di dalam thawaf yang ada lari kecilnya. (Pria)
f.         Lari kecil (di dalam thawaf yang akan disambung dengan sa’i) pada putaran ke- 1, 2 dan 3. (Pria)
g.         Mengucapkan do’a-do’a dari Nabi SAW di dalam thawaf
h.        Shalat sunnat thawaf 2 rakaat seteleh selesai thawaf. (Dapat dilakukan sesudah beberapa minggu, walaupun tidak di dalam Masjidil Haram. Tapi, yang lebih utam di belakang Maqam Ibrahim).
Macam-macam thawaf :[7]
a)        Thawaf qudum (thawaf ketika baru sampai) sebagai shalat tahiyatul masjid.
b)         Thawaf Ifadah (thawaf rukun haji).
c)         Thawaf Wada’ (thawaf ktika akan meninggalkan makkah.
d)        Thawaf Tahallul (penghalalan barang yang haram ketika ihram.
e)         Thawaf Nadzar (thawaf yang dinazarkan)
f)          Thawaf sunah
4.      Sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak kali.
Adapun syaratnya Sa’i, yaitu hendaknya seseorang memulai pada permulaan Sa’inya dari Shafa dan mengakhirinya di Marwah. Dan dihitung perginya orang dari Shafa ke Marwah satu kali, kemudian kembalinya dari Marwah ke Shafa dihitung lagi satu kali.
“Shafa” dengan dibaca pendek, pengertiannya ialah bagian pinggir dari bukit Abi Qubaisy, sedang “Marwah” dengan dibaca fat-hah mimnya artinya itu nama bagi suatu tempat yang sudah terkenal di negeri Makkah.
Dan masih ada lagi beberapa rukun haji, seperti mencukur atau menggunting rambut. Hal ini jika memang saya menjadikan masing-masing dari keduanya sebagai ibadah (rukun) dan demikian itu adalah pendapat yang masyhur.
Jika aku berkata, bahwa sesungguhnya masing-masing dari keduanya itu sebagai usaha memperbolehkan perkara yang dilarang, maka keduanya bukanlah termasuk  dari golongan rukun-rukun haji.
                        Sunnah Sa’i:[8]
a.       Suci dari kedua hadas dan suci dari najis
b.      Menutup aurat
c.       Naik ke atas trap (jalan tanjakan) Shafa dan Marwah
d.      Lari kecil antara dua tanda Pal/Lampu Hijau (bagi pria)
e.       Membaca do’a dan dzikir yang datang dari Nabi Muhammad SAW.
f.       Berturut-turut antara pelaksanaan Thawaf 7 kali dan disambung Sa’i, dan berturut-turut antara Sa’i yang satu dengan yang berikutnya. Tetapi ada Qoul Mashur yang berpendapat bahwa dalam rukun haji itu juga mencakup mencukur rambut dan tertib. Pendapat ini diambil dari kitab Fathul Qarib Mujib :
D.    Wajib Haji
Perkataan wajib dan rukun biasanya berarti sama, tetapi di dalam urusan haji ada perbedaan sebagai berikut :[9]
Rukun  : sesuatu yang tidak sah haji melainkan dengan melakukannya, dan ia tidak boleh diganti dengan “dam” (menyembelih kambing).
Wajib     : sesuatu yang perlu dikerjakan ,tetapi sahnya haji tidak bergantung padanya, dan boleh diganti dengan mnyembelih binatang.
1)      Ihram dan miqat.
2)      Berhenti di Muzdalifah sesudah tengah malam.
3)      Melontar Jumrah Aqobah.
4)      Melontar tiga jumrah.
5)      Bermalam di mina.
6)      Thawaf wada’.
7)      Menjauhkan diri dari semua larangan atau yang diharamkan.
E.     Sunah Haji dan Umrah
Adapun sunah-sunah haji dan umrah itu ada tujuh yaitu:[10]
a)      Mengerjakan Ifrad, yaitu mendahulukan mengerjakan ihram haji daripada ihram umrah, yakni seseorang mengerjakan ihram haji dahulu dari miqatnya haji, sesudah selesai mengerjakan haji kemudian hendaknya keluar dari Makkah menuju tanah halal (miqat) yang lebih dekat. Lalu ihram umrah disertai mengerjakan amalan-amalan dalam umrah. Jika seseorang membaliknya (umrah dahulu baru haji), maka tidak dapat dikatakan ifrad.
b)      Membaca talbih, di dalam membaca talbih disunnahkan untuk memperbanyak selama dalam ihram dan juga disunnahkan mengeraskan suaranya. Adapun lafadznya tablih yaitu sebagai brikut:
“Labbaika Allahumma labbaikala syariika laka labbaika. Innal Hamda Wan Nikmata laka wal Mulka laa syarika laka”
Ketika telah selesai dari membaca talbih maka hendaknya dilanjutkan dengan membaca shalawat Nabi dan bermohon kepada Allah SWT, agar dapat masuk surga dan mendapatkan ridhanya serta terpelihara dari api neraka.
c)      Thawaf Qudum, thawaf ini dikhususkan kepada orang yang haji sewaktu memasuki Makkah sebelum Wuquf di ‘Arafah. Bagi orang yang umrah ketika dia thawaf karena umrahnya, maka cukuplah mengerjakan thawaf qudum ini.
d)     Bermalam di Muzdalifah, selanjutnya bahwa bermalam di Muzdalifah ini terhitung masuk beberapa sunnah haji adalah sesuai dengan isi pembicaraan Imam Rafi’i, tetapi menurut Imam Nawawi hal itu termasuk ziyadah (tambahannya) kitab Raudlah dan Syarah kitab Muhadzab, yakni bahwa bermalam di Muzdalifah itu termasuk wajib.
e)      Mengerjakan shalat dua rakaat karena thawaf yakni sesudah selesai dari mengerjakan thawaf. Shalat dua rakaat itu hendaknya dilakukan di belakang makam Ibrahim a.s.
“Dan hendaknya merendahkan suara bacaan dalam dua rakaat shalat itu (di waktu siang) dan mengeraskannya di waktu malam. Apabila orang itu tidak mengerjakan shalat dua rakaat di belakang Ibrahim, maka boleh mengerjakannya di Hijir Isma’il, jika tidak dapat maka boleh di Masjidil Haram dan jika di Masjidil Haram tidak dapat, maka boleh melakukannya di tempat yang dikehendaki dari tanah Haram dan lainnya.
f)       Bermalam di Mina. Imam Rafi’i sudah mengesahkan hal ini, tetapi bagi Imam Nawawi tersebut di dalam ziyadah kitab raudlah mengatakan bahwa bermalam di Mina itu wajib.
g)      Mengerjakan thawaf wada’ ketika hendak keluar dari tanah Makkah, baik dari pergi untuk mengerjakan ibadah haji atau tidak karena menuanaikan ibadah haji, sekalipun jarak bepergiannya itu jauh atau dekat.
Keterangan mushannif tersebut yakni disunnahkannya Thawaf Wada’ adalah merupakan pendapat yang terunggul, tetapi menurut pendapat yang lebih jelas mengatakan bahwa Thawaf Wada’ itu wajib hukumnya.
Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Syarah Muhadz-dzab, bahwa jika wajib bagi orang laki-laki untuk tidak memakai pakaian yang terdapat jahitan dan tidak terdapat sulaman dan ikatan pada pakaian seperti sepatu.
Hendaknya orang tersebut memakai kain dan selendang yang keduanya berwarna putih dan dalam keadaan masih baru. Jika seandainya tidak ada kain yang baru, maka yang penting keduanya dalam keadaan suci.    
F.      Pengertian Umrah
Hukum umrah adalah fardu’ain atas tiap-tiap orang laki-laki atau perempuan , sekali seumur hidup, seperti haji.[11] Firman Allah Swt :
وَ اَ تِمُّو االْحَجَ وَالْعُمَرَةَ لِلهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karna Allah.” (Al-Baqarah : 196)
Sabda Rasulllah saw :
عَنْ عَا ئِشَة قَا لَتْ : يَا رَسُوْلُ اللهِ هَلْ عَلَ النِّسَا ءِ  مِنْ جِهَادٍ ؟ قَا لَ نَعَمْ عَلَيْهِنَّ جِهَا د لَا قَتَا لَ فَيْهَ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ
Dari Aisyah. Ia bertanya kepada Rasulullah saw, “Adakah wajib atas perempuan berjihad?” Jawaban beliau, “Ya ,tetapi jihad mereka bukan peperangan ,melainkan mengerjakan haji dan umrah.” (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).
G.    Rukun Umrah.
Adapun rukun-rukunnya umrah itu ada tiga perkara sebagaimana menurut sebagian keterangan, tetapi menurut sebagaian keterangan lain rukun-rukun umrah itu ada empat perkara yaitu:[12]
a)      Ihram
b)      Thawaf
c)      Sa’i
d)     Mencukur atau menggunting rambut (menurut salah satu dari dua pendapat).
“Mengikuti salah satu dari dua pendapat itu adalah lebih unggul, seperti keterangan yang baru saja disebutkan di muka. Jika tidak mengikuti maka berarti mencukur atau menggunting rambut itu tidak termasuk dalam rukun-rukunnya umrah”.
Beberapa kewajiban haji selain daripada rukun-rukun umrah itu ada tiga perkara:[13]
Pertama: melakukan Ihram dari batas yang tepat menurut keadaan (masa) dan tempat. Adapun yang dimaksud dengan “Miqat Zamany” ialah dinisbatkan pada waktu musim haji yakni: bulan Syawal, Dzul Qa’dah dan 10 malam dari bulan Dzil Hijjah. Sedang bila dinisbatkan kepada masa Umrah maka sepanjang tahun itu menjadi waktunya menunaikan Ihram Umrah. “Miqat Makany” ialah haji bagi orang yang menetap (mukim) di negeri Makkah, baik dia sebagai penduduk Makkah atau mengembara, maka miqatnya di lingkungan Makkah itu sendiri.
Bagi orang yang bukan berstatus mukim di negeri Makkah maka:[14]
a)      Jika orang itu menghadap dari jurusan Madinah, maka miqatnya ialah di Dzul Hulaifah.
b)      Jika menghadap dari jurusan Syam, Mesir, dan Maghribi, maka miqatnya di desa Juhfah.
c)      Jika menghadap dari jurusan Tihamatil Yaman, maka miqatnya ialah di Yulamlam.
d)     Jika menghadap dari jurusan tanah Najdil Hijaz dan NadjilYaman, maka miqatnya di Bukit Qarn.
e)      Dan jika menghadap dari jurusan tanah Masyriq, maka miqatnya dari Dzatu ‘Iraq.
Kedua: melempar jumrah tiga dengan memulai pada jumrah Ula (Kubra), kemudian jumrah Wustha dan lalu jumrah ‘Aqabah. Hendaknya dalam melempar masing-masing jumrah tersebut dengan menggunakan tujuh buah batu kerikil satu demi satu. Jika orang melempar jumrah dengan dua buah batu kerikil sekaligus (1 kali lemparan) maka dihitung satu kali lemparan. Dan seandainya melemparkan dengan 1 batu kerikil untuk tujuh kali lemparan maka dibilang cukup (syah). Disyaratkan benda yang dibuat melempar itu berupa “batu” , tidak boleh lainnya seperti luk” (inten) dan gamping (kapur).
Ketiga : mencukur rambut atau menggunting. Adapun yang lebih utama bagi orang laki-laki yaitu mencukur. Sedangkan bagi orang permpuan dengan menggunting saja. Dalam mencukur rambut paling tidak (paling sedikit) tiga biji rambut kepala dengan mencukur ,menggunting, mencabut atau mmbakar atau juga dengan memotongnya. Barang siapa tidak mempunyai rambut pada kepalanya, maka boleh hanya dengan menjalankan(menggerak-gerakkan) penyukur diatas kepalanya. Tidak dapat menggantikan rambut selain rambut kepala seperti rambut jenggot.
H.    Cara-Cara Pelaksanaan Haji dan Umrah.
Ada tiga cara melaksanakan haji dan umrah :[15]
1.      Ifrod (yang paling afdol diantara ketiga cara). Yaitu , mengerjakan haji terlebih dahulu secara sempurna. Apabila telah melakukannya, kembali ke kawasan hill (halal) yakni diluar kawasan haram, (lalu berihram untuk mengerjakan umrah. Tempat paling afdhol diluar kawasan haram, untuk melakukan ihram ‘umrah ialah desa al-jikranah ,kemudian At-tan’im, al-hudaibiyah. Sorang yang melakukan haji secara ifrod , tidak dibebani dam, kecuali jika ia ingin ber-tathawwu’ (membayar dam secara suka rela demi memperoleh pahala semata-mata).
2.      Qiron yaitu meniatkan haji dan umrah bersama-sama ,dengan mengucapkan :Labbaika bi hajjatin wa ‘umrotin ma’a (ma’an).Artinya : Ya Allah aku datang memenuhi perintah-Mu, dengan mengerjakan haji dan umrah bersama-sama. Dengan demikian, cukuplah melaksanakan pekerjaan-pekerjaan haji saja. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan umrah, secara otomatis telah gugur dan trgabung dalam pkerjaan-pekerjaan haji, sama seperti kewajiban berwudlu yang secara otomatis tergabung dalam pelaksanaan mandi wajib. Hanya saaja, apabila ia berthawaf dan br sa’i sebelum wukuf di arafah, maka sa’inya itu terhitung sebagai pelaksanaan kewajiban sa’i untuk haji dan umrah, sedangkan thawafnya tidak terhitung. Sebabnya ialah, karena thawaf yang difardukan dalam haji, haruslah berlangsung stelah wukuf orang yang melaksanakan haji dan umrah secara Qiran diharuskan membayar dam (denda) seekor domba. Kecuali apabila ia adalah penduduk kota makkah, maka tidak ada denda atas dirinya. Hal itu, karna ia tidak dianggap melampaui miqat. Sedangkan miqatnya ialah Makkah.
3.      Tamattu’, yaitu dengan melakukan ihram umrah lalu melintasi miqot dalam keadaan ihram, dan setelah selesai umrahnya itu, ia segera bertahallul di Makkah.  Dengan demikian ia dapat bertamattu’ (menikmati) hal-hal yang seharusnya terlarang baginya. Keringanan ini berlaku baginya sampai saat ia akan memulai ihram hajinya (yakni sampai menjelang wukuf di Arafah.
Seseorang hanya dapat disebut bertamattu’ karena adanya 4 kondisi :[16]
a.       Apabila ia bukan penduduk kawasan Al Masjid Al Haram. Seseorang dapat disebut sebagai penduduk kawasan al masjid al haram apabila tempat tinggalnya kurang dari jarak yang memperbolehkannya mengqosor shalatnya (dengan demikian seperti telah disebutkan diatas ia tidak terkena kewajiban membayar denda apabila tidak memulai ihram dari miqat, mengingat bahwa miqatnya ialah Makkah itu sendiri).
b.      Apabila ia mendahulukan umrah sebelum haji, dan umrahnya itu dilakukannya dalam bulan-bulan haji.
c.       Apabila ketika ber ihram untuk haji,ia tidak kembali ke miqat asalnya atau  miqat lainnya yang berjarak sama seperti miqat asalnya.
d.      Apabila hajinya dan umrah yang dilakukannya dalam rangka mewakili atau menggantikan kewajiban seseorang tertentu. (dengan demikian jika ia melakukan umrah atas nama seseorang, kemudian setelah itu mlakukan haji atas nama orang lain, maka ia tidak disebut sebagai telah ber tamattu’).
Demikian apabila ke empat kondisi tersebut di atas ada pada diri seseorang, maka ia disebut telah bertamattuk, dan karenanya ia diwajibkan membayar dam (denda) seekor domba.
     Dan sekiranya ia tidak dapat membayar dam seperti itu, maka ia diwajibkan berpuasa selama tiga hari diantara hari-hari haji , yaitu sebelum yaum an-nahr (hari raya haji) baik berturut-turut atau terpisah-pisah kemudian setelah ia tiba kembali ke tanah airnya ,ia diwajiban berpuasa lagi sebanyak tujuh hari  sehingga jumlah semuanya sepuluh hari.
Dan sekiranya ia tidak berpuasa tiga hari pada hari-hari haji, maka ia diwajibkan berpuasa 10 hari setelah pulang ketanah airnya, secara berturut-turut  atau terpisah-pisah. Dam (denda) yang diwajibkan karena Qiran sama saja dengan tamattu’. Adapun urutan-urutan cara haji yang paling afdol ialah Ifrod, kemudian tamattu’, kemudian Qiran.
I.       Beberapa Larangan Ketika Ihram
Hal-hal yang tidak boleh dikerjakan oleh orang yang sedang dalam ihram haji atau umrah ada yang terlarang hanya laki-laki saja, ada yang terlarang bagi perempuan saja, dan pula terlarang bagi keduanya (laki-laki dan perempuan).[17]
Yang dilarang bagi laki-laki:
a.       Dilarang memakai pakaian yang berjahit, baik jahitan biasa atau bersulaman, atau diikatkan kedua ujungnya. Yang dimaksud adalah tidak boleh memakai pakaian yang melingkungi badan (seperti kain sarung). Yang diperbolehkan ialah kain panjang, kain basahan / handuk. Boleh juga memakai kain tersebut kalau karena keadaan yang mendesak, seperti sangat dingin, atau panas, tetapi ia wajib membayar denda (dam).
b.      Dilarang menutup kepala, kecuali karena suatu keperluan, maka diperbolehkan , tetapi ia wajib membayar denda (dam). Maka kadaannya dibangkitkan seperti sewaktu membaca talbiyah itu menunjukkan bahwa dilarang menutup kepala itu karena ihram.
Yang dilarang bagi perempuan :
Dilarang menutup muka dan dua telapak tangan, kecuali apabila keadaan mendesak, maka ia boleh menutup muka dan dua telapak tangnnya , tetapi diwajibkan membayar fidyah.
Yang dilarang bagi keduanya (laki-laki dan perempuan)
1)   Dilarang memakai wangi-wangian, baik pada badan maupun pada pakaian. Adapun ketinggalan bau wangi-wangian yang dipakai sebelum ihram hingga masih tetap tinggal sesudahnya , tidak berdosa, bahkan Rasulullah SAW, apabila hendak ihram , biasanya beliau memakai wangi-wangian lebih dahulu.
2)   Dilarang menghilangkan rambut/bulu badan yang lain, begi juga berminyak rambut.
3)   Dilarang memotong kuku. Keterangannya dikiaskan pada larangan menghilangkan rambut. Menghilangkan tiga helai rambut atau tiga kuku , mewajibkan fidiyah yang cukup dengan syarat pada tempat dan masa yang satu. Mencukur rambut karena udzur seperti sakit diperbolehkan tetapi wajib membayar fidyah.
4)   Dilarang mengakadkan nikah (menikahkan ,menikah atau menjadi wakil dalam akad pernikahan). Rujuk tidak dilarang, sebab rujuk itu berarti mengekalkan pernikahan, bukan akad nikah.
5)   Dilarang bersetubuh dan pendahuluannya. Bersetubuh itu bukan hanya dilarang, tetapi memfasidkan haji apabila terjadi sebelum mengerjakan penghalal yang pertama.
6)   Dilarang berburu dan membunuh binatang darat yang liar dan halal dimakan. Adapun yang dimakan binatang yang diburu oleh orang lain, tidak ada halangan bagi orang ihram, asal niat orang yang berburunya bukan untuk orang ihram.
Tahallul (penghalalan beberapa larangan)
Penghalalan beberapa larangan ada tiga perkara :[18]
a.    Melontar Jumrah ‘Aqobah pada hari raya.
b.    Mencukur atau menggunting rambut.
c.    Thawaf yang diiringi dengan sa’i, kalau ia belum sa’i sesudah thawaf qudum.
Apabila dua perkara diantara tiga perkara tersebut telah dikerjakan, halallah baginya baginya beberapa larangan brikut ini :
a)      Memakai pakaian berjahit.
b)      Menutup kepala bagi laki-laki dan menutup muka telapak tangan bagi perempuan.
c)      Memotong kuku.
d)     Memakai wangi-wangian,minyak rambut, dan memotongnya kalau ia belum bercukur.
e)      Berburu dan membunuh binatang yang liar.
Maka apabila dikerjakannya satu perkara lagi sesudah dua perkara yang pertama tadi, hasillah penghalal yang kedua, dinamakan ‘tahallul ke dua’, dan halallah semua larangan yang belum halal pada tahallul pertama tadi. Sesudah itu ia wajib meneruskan beberapa pekerjaan haji yang belum dikerjakannya kalau ada, umpamanya melontar ,sedangkan ia tidak dalam ihram lagi. Adapun penghalal umrah yaitu sesudaah selesai dari semua pekerjaannya.
Beberapa Jenis Dam (denda) :[19]
1.      Dam (denda) tamatu’ atau qiran. Artinya, orang yang mengerjakan haji dan umrah dengan cara tamatu’ atau qiran, ia wajib membayar denda; dendanya wajib diatur sebagai berikut:
a.       Menyembelih seekor kambing yang sah untuk qurban.
b.      Kalau tidak sanggup memotong kambing, ia wajib berpuasa 10 hari: 3 hari wajib dikerjakan sewaktu ihram paling lambat sampai Hari Raya Haji, 7 hari lagi wajib dikerjakan sesudah ia kembali kenegerinya.
2.      Dam (denda) karena terkepung (terhambat). Orang yang terhalang dijalan tidak dapat meneruskan pekerjaan haji atau umrah, baik terhalang di Tanah Halal atau di Tanah Haram, sedangkan tidak ada jalan lain, ia hendaknya tahallul dengan menyembelih seekorkambing ditempatnya terhambat itu, dan mencukur rambut kepalanya. Menyembelih dan bercukur itu hendaklah dengan niat tahallul (penghalalan yang halal).
3.      Dam (denda) karena mengerjakan salah satu dari beberapa larangan berikut :
a.       Mencukur atau menghilangkan tiga helai rambut atau lebih.
b.      Memotong kuku.
c.       Mamakai pakaian yang berjahit.
d.      Memakai minyak rambut.
e.       Mamakai minyak wangi baik pada badan ataupun pada pakaian.
f.        Pendahuluan bersetubuh sesudah tahallul utama.
Denda kesalahan tersebut boleh memilih antara tiga perkara: menyembelih seekor kambing yang sah untuk korban, puasa tiga hari, atau bersedekah tiga sa’ (9,3 liter) kepada 6 orang miskin.[20]
4.      Dam (denda) karena bersetubuh yang membatalkan haji dan umrah apabila terjadi sebelum tahallul pertama. Denda itu wajib diatur sbagai berikut: mula-mula wajib menyembelih unta, karna umar telah berfatwa dengan wajibnya unta. Kalau tidak dapat unta, dia wajib memotong sapi. Kalau tidak ada sapi, menyembelih 7 ekor kambing. Kalu tidak dapat kambing, hndaklah dihitung harga unta dan dibelikan makanan, lalu makanan itu disedekahkan kepada fakir miskin ditanah haram. Kalu tidak dapat makanan, hendaklah puasa. Tiap-tiap ¼ sa’ dari harga unta tadi, harus puasa 1hari, tempat puasa dimana saja, tetapi menyembelih unta atau sapi, begitu juga bersdekah mkanan, wajib dilakukan ditanah haram. Cara tersebut ialah pendapat sebagian ulama’, beralasan fatwa umar. Ulama’ yang lain berpendapat wajib menyembelih seekos kambing saja, mereka mengambil alasan hadits mursal yang diriwayatkan oleh abu Dawud.
5.      Dam (denda) membunuh buruan atau binatang liar. Binatang liat ada yang mempunyai bandingan atau missal dengan binatang yang jinak, berarti ada binatang jinak yang keadaannya mirip dngan binatang liar yang terbunuh, dan ada yang tidak. Kalau binatang yang terbunuh itu mempunyai bandingan, dendanya menymbelih binatang jinak yang sebanding dengan yang terbunuh. Atau dihitung harganya, dan sebanyak harga itu dibelikan makanan. Makanan itu disedekahkan kepada fakir miskin di Tanah Haram. Atau puasa sebanyak harga binatang tadi, tiap-tiap seperempat sa’ makanan berpuasa 1 hari. Bolh memilih antara 3 perkara tersbut, tetapi menyembelih atau bersedekah makanan wajib dilakukan di Tanah Haram, sedangkan puasa boleh dimana saja.
Kalau binatang yang terbunuh itu tidak ada bandingannya, dendanya besedekah makanan sebanyak harga binatang yang terbunuh, kepada fakir miskin di Tanah Haram, atau puasa tiap-tiap ¼ sa’ 1 hari.
DAFTAR RUJUKAN
As’ad, Aliy. 1979. Terjemahan Fathul Mu’inKudus:Menara Kudus.
Amar , Imron Abu.  1982.  Fat-hul Qarib, Kudus:Menara Kudus.
Al-Ghazali,  Abu Hamid. 1993 Abu Hamid,Rahasia Haji dan Umroh.Bandung:    Karisma
Rasjid , Sulaiman. 2006. Fiqih islam.Bandung: Sinar Baru Algen Sindo.
Taufiqurrochman. 2009. Manasik Haji dan Spiritual. Malang: UIN-Malang Press.
FOOTNOTE
[1] Aliy As’ad, Terjemahan Fathul Mu’in(Kudus:Menara Kudus, 1979), hlm 103
[2] Sulaiman Rasjid, Fiqih islam (Bandung: Sinar Baru Algen Sindo, 2006), hlm 247
[3] Imron Abu Amar, Fat-hul Qarib, (Kudus:Menara Kudus, 1982) hlm 198
[4] Ibid, hlm 200
[5] Sulaiman Rasjid, Fiqih islam,… hlm 253
[6] Taufiqurrochman, Manasik Haji dan Spiritual.., hlm 27
[7] Sulaiman Rasjid, Fiqih islam,… hlm 255
[8] Taufiqurrochman, Manasik Haji dan Spiritual (Malang: UIN-Malang Press, 2009) hlm 29
[9] Ibid,… hlm 257
[10] Imron Abu Amar, Fat-hul Qarib,…..hlm 205
[11] Sulaiman Rasjid, Fiqih islam,...275
[12] Imron Abu Amar, Fat-hul Qarib,...hlm 202
[13] Ibid,... hlm 202
[14] Ibid,…hlm 203
[15] Abu Hamid Al-Ghazali, Rahasia Haji dan Umroh, (Bandung: Karisma,1993), hlm 35
[16] Ibid,...hlm 36
[17] Sulaiman Rasjid, Fiqih islam,...264
[18] Ibid,...268
[19] Ibid,...271
[20] Ibid,...273
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...6
QURBAN DAN KHITAN
·         Qurban adalah sesuatu yang disembelih pada hari raya, kurban guna mendekatkan diri kepada Allah. Karena udhiyah diambil dari kata dhuha yang berarti matahari meninggi karena hewan qurban disembelih pada waktu tersebut.[63]
·         Hukum Qurban:
1.      Wajib bagi yang mampu, ini menurut rabi’ah, abu hanifah dan sebagian ulama mazhab maliki. Dalil QS. Al-Kautsar, hadis jundab bin sufyan.
2.      Sunnah, bukan wajib. Ini pendapat imam malik, syafi;i, ahmad, ishaq. Dalil hadis dari ummu salamah.[64]
·         Syarat hewan Qurban:
1.      Hendaknya termasuk kategori binatang yang telah disepakati ulama.
2.      Domba hendaknya beumur 6 bulan hingga 1 tahun atau yang masuk tahun ketiga dna tidak boleh kurang dari itu. Unta hendaknya berumur 5 tahun atau lebih, sapi tidak boleh kurang dari 2 tahun, kambing bandot tidak boleh kurang 1 tahun, dan biri-biri tidak boleh kurang dari 6 bulan.
3.      Hendaknya hewan qurban terbebas dari berbagai macam cacat.[65]
·         Waktu Qurban dimulai setelah matahari terbit pada idul adha kira2 setelah berlalu waktu yang cukup untuk melaksanakan shalat 2 raka’at dan 2 khutbah. Waktu penyembelihan Qurban berlangsung sampai dengan akhir tasyriq (13 Dzul Hijjah). Oenyembelihan qurban sebelum matahari terbit hukunya tidak sah.[66]
·         Seluruh hari tasyriq adalah waktu penyembelihan (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban). Menuurt syafi’i akhir waktu penyembelihan hewan qurban adalah pada sampai tenggelam, hari tasyriq ketiga dan pelaksanaan qurban boleh siang dan malam hari. Akan tetapi menyenbelih di malam hari itu makruh hukumnya mutlak, apabila menyembelih sebelum waktunya, maka tidak dihitung sebagai kurban, namun jika tidak menyenbelih sampai keluar waktunya, maka hilanglah kesempatan itu. Dan jika tahun berikutnya berkurban tepat pada waktunya, maka yang terhitung kurban adalah saat menyenbelih pada waktunya bukan untuk tahun lalu, semua ini berkaitan dengan kurban yang hukumnya sunnah.[67]
·         Tata cara penyembelihan hewan qurban dan Aqiqah:
1.      Seorang yang berkurban sebaiknya menyembelih hewan kurbannya dengan tangan sendiri, tidak mewakilinya kepada orang lain. Walaupun demikian, tidak ada salahnya menuruh orang lain melaksankan hal tersebut.
2.      Disunnahkan menghadapkan hewan kurbannya kearah kiblat, kemudian dengan menyembelih dengan menyebut: “Bismillah hi, Allagu akbar allahumma taqabbal minniÍ
3.      khitan, adalah memotong kulup atau kulit yang menutupi ujung kemaluan agar laki-laki terhindar dari berkumpulnya kotoran dibawah kulup, dan memudahkan permbersihannya setelah buang air kecil. Adapun tentang khitan bagi bayi perempuan (dengan melukai sedikit dari bagian atas kemaluannya).[68]
·         Menurut Dr. Shabari al-qobani, khitan adalah sesuatu yang mutlak harus dilakukan. Sebab, apabila tidak maka dianggap tidak sempurna keislamannya.[69]
·         Hukum khitan, diantara ulama yang mewajibkan yaitu imam malik, syafi’i dan ahmad, “Barang siapa belum berkhitan, maka tidka boleh ajdi imam dan tidak boleh memberi kesaksian”, tutur imam malik. Ungkapan tersebut hanya penekanan semata. Sedangkan abu hanifah dan Al-Hasan berpendapat, bahwa khitan amalan yang disunnahkan.[70]
·         Orang tua yang dikaruniai bayi, disunnahkan menghitan bayi pada hari ke-7 kelahirannya, hadis ini sesuia dari ahmad dan baihaqi dari asiyah, bahwa nabi saw. menghitan al-hasan dan al-husain pada hari ketujuh kelahirannya.[71]
·         Dalam majmu Al-Fatwa imam ibnu taimiyah hal. 114, bahwa maksud dilaksanakan khitan pada anak laki-laki adalah untuk mensucikannya dari hal-hal najis di dalam qulfah. Sedangkan bagi wanita adalah unuk mengontrol dorongan syahwatnya, sebab apabila wanita masih mempunyai clistoris, maka dorongan nafsu akan memuncak.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

QURBAN & AQIQAH
A.    Penyembelihan Hewan
1.      Pengertian
Dalam istilah fiqih, penyelembelihan (adz-dzabhu) Secara Bahasa berarti at-tabayyun, yaitu bau yang sedap. Hal ini disebabkan pembolehan secara hukum syar’imenjadikannya menjadi baik harum. Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, penyembelihan adalah terpotongnya empat urat leher, yaitu urat tenggorokan, urat pencernaan, dan dua urat nadi. Adapun menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali penyembelihan adalah terpotongnya dua saluran di leher hewan, yaitu saluran nafas yang terletak di leher dan saluran makanan/pencernaan.[1][1]
Jadi, yang dimaksud menyembelih adalah memotong saluran nafas dan saluran makanan dari seekor binatang menurut aturan yang telah disyariatkan oleh agama, kecuali ikan dan belalang keduanya halal dimakan dengan tidak disembelih.[2][2] Berdasarkan hadis Rasulullah saw, yang berbunyi :
“Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai ; ikan dan belalang”. (Riwayat Ibnu Majah)
Penyembeliahan hewan menurut ketentuan agam, yaitu melenyapkan nyawa binatang (yang halal) untuk dimakan dengan sesuatu alat yang tajam selain tulang dan gigi. Binatang yang halal bisa menjadi haram untuk dimakan karena tata cara penyembelihannya tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Misalnya, tidak menyebutkan asma Allah atau menyebut selain nama Allah, binatang yang mati karena dicekik, dipukuli, atau karena jatuh.[3][3] Berdasarkan firman Allah Swt. Surah al-Ma’idah : 3 yang berbunyi :
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الختزير وما اهل لغير الله به والمنخنقة والموقوزة والمتردية والنطيحة وما اكل السبع الا                        ما زكيتم. وما زبح علي النصب.
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan daging yang disembelih bukan atas nama Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala”.[4][4]
Jika hewan yang akan disembelih adalah hewan liar yang susah untuk ditangkap atau sulit untuk disembelih pada lehernya, diperbolehkan melukai bagian tubuh yang mematikan dengan menyebut nama Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda :
                        Dari Abu Usyra’, dari ayahnya, ia berkata bahwa Rasulullah saw, ditanya “apakah tidak ada penyelembelihan itu selain dikerongkongan dan dileher?, “Rasulullah saw bersabda “kalau kamu tusuk pahanya, niscaya cukuplah hai itu”.(Riwayat at-Tirmizi)[5][5]
2.      Ketentuan Penyelembelihan Binatang
Dalam penyelembelihan , ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu tentang orang yang menyelembelih, dan alat yang digunakan untuk menyelembelih.
             Syarat-syarat Orang yang menyembelih
a.       Islam, penyelembelihan yang dilakukan oleh orang non-Islam adalah tidak sah.
b.      Berakal sehat, penyelembelihan yang dilakukan orang gila tidak sah.
c.       Mumayyiz
d.      Berdo’a
Syarat-syarat Binatang yang akan disembelih
a.       Binatang itu masih hidup
b.      Binatang itu termasuk binatang yang halal, baik cara memperoleh maupun zatnya.
Syarat-syarat Alat yang digunakan untuk menyelembelih
a.       Alat yang digunakan tajam, tidak runcing dan tidak tumpul
Seperti yang Rasulullah SAW lakukan:
Dari Syaddad Ibnu Aus bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat kebaikan terhadap segala sesuatu. Maka jika engkau membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik dan jika engkau menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaklah di antara kamu mempertajam pisaunya dan memudahkan (kematian) binatang sembelihannya." Riwayat Muslim.
a.       Terbuat dari besi, baja, batu, dan kaca
b.      Tidak menggunakan kuku, gigi, dan tulang.[6][6]
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
Dari Rafi' Ibnu Khodij Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apa yang dapat menumpahkan darah dengan diiringi sebutan nama Allah, makanlah, selain gigi dan kuku, sebab gigi adalah tulang sedang kuku adalah pisau bangsa Habasyah." Muttafaq Alaihi.
            Sunnah menyembelih
a.       Memotong dua urat yang ada dikiri kanan leher, agar lekas matinya.
b.      Binatang yang disembelih itu, hendaklah dimiringkan ke sebelah rusk kirinya, supaya mudah bagi orang yang menyembelihnya.
c.       Dihadapkan ke Kiblat.
d.      Membaca bismillah dan shalawat atas Nabi saw.[7][7]
B.     QURBAN
1.      Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban berasal dari bahasa Arab  yang diambil dari kata : qaruba – yaqrabu – qurban wa qurbaanan. Artinya, “dekat” atau “mendekatkan diri”, mendekati atau menghampiri. Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun. Dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan yang digunakan untuk qurban adalah binatang ternak, seperti kambing, sapi, dan unta.[8][9]
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00. Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).
Ibadah qurban hukumnya sunnah muakkad, artinya sunnah yang sangat dianjurkan bagi orang yang sudah mampu. Sebagaimana firman Allah swt :
“Sesungguhnya Kami telah memberi kepadanya nikmat yang banyak.Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu,dan berkurbanlah.”(Al-Kausar:1-2)
 “Dan bagi tiap-tiap umat Telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang Telah


[1]Abu malik kamal bin as-sayyid salim, shahih fikih sunnah, jakarta, pustaka azzam, 2006, 102.
[2] Drs. Mo. Rifa’i risalah tuntunan sholat lengkap, PT. Karya toha putra semarang, 2014, 14.
[3] Ibdi, 23.
[4] Drs. Moh, rifa’i, hal. 18.
   [5]  Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarah Al Muhadzab,Pustaka Azzam, Jakarta , 2009, hlm 234
[6] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani,Depok,2010, hlm 202
[7] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Almahira, Jakarta,2010 hlm 86
[8] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah,Amzah, Jakarta,2010, hlm 3
[9] Pengertian yang di kemukakan oleh Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas hampir sama dengan apa yang di kemukakan oleh Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili.
[10] Yang dimaksud dengan “semakna dengan keduanya” yakni tayamum dan beberapa mandi yang disunnahkan dan ungkapan “memiliki bentuk yang serupa dengan kedua nya” meliputi basuhan kedua atau ketiga ketika menghilangkan hadas dan najis. Pembahasan thaharah meliputi beberapa pembahasan seperti wudhu, mandi, menghilangkan najis dan tayamum
[11] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Almahira, Jakarta,2010 hlm 86
[12] Khabats adalah adalah sesuatu yang kotor menurut syara’ adapun hadats adalah sifat syara’ yang melekata pada anggota tubuh dan dapat dihilangkan thaharah(kesucian)
[13] Prof. Dr .Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani,Depok,2010, hlm 203
[14] Al-Imam ibnu Qudamah Al Maqdisi,Mukhtasar Minhajul Qasidin, Darul Haq, Jakarta, 2012, hlm 14
[15] Prof. Dr. Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, dana bakti wakaf, jakarta, 1995, hlm 10
[16] Prof. Dr. Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, dana bakti wakaf, jakarta, 1995, hlm 10
[17] DRS. Lahmuddin Nasution, M.Ag, fiqh 1, logos, hlm 9
[18] H.Abd.Kholiq Hasan, Tafsir Ibadah, Pustaka Pesantren,Yogyakarta, 2008, hlm 15
[19] Yang dimaksud dengan membersihkan pakaian lahir adalah membersihkan diri dari hadast dan najis dengan berwudhu dan mandi.
[20] Yang dimaksud dengan membersihkan pakaian batin adalah membersihkan dari kesyirikan dan lain-lain
[21] Drs.Babudin.S.Ag dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia,Fiqih Untuk X madrasah aliyah, intimedia ciptanusantara, Jakarta, 2005, hlm 3
[22] Ibid.
[23] Drs.Babudin.S.Ag dan Tim Penyusun Kementrian Agama Republik Indonesia,Fiqih Untuk X madrasah aliyah, intimedia ciptanusantara, Jakarta, 2005, hlm 4
[24] Dalam keterangan nya hadist ini shahih dan hasan yangdi petik oleh Abu Daud, Tarmidzi Dan Ibnu Majah Dari Ali Bin Abi Thalib(Nasbur Rayah,Jilid 1 Hlm 307)
[25] Moh.Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.KaryaToha Putra, 2001, hlm. 13
[26] Ibid 13
[27] Ibid 13
[28] Prof .Dr. Wahbah azzuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, Jakarta, Almahira, 2010, hlm 89
[29] Ibid 90
[30] Moh Rifa’I, , Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.KaryaToha Putra, 2001, hlm 14
[31] Prof .Dr. Wahbah azzuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, Jakarta, Almahira, 2010, hal 91-92
[32] Prof .Dr. Wahbah azzuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, Jakarta, Almahira, 2010, hlm 99-105
[33] Moh Rifa’I, , Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.KaryaToha Putra, 2001, hlm 14
[34] Maria Ulfa,Risalah Fikih Wanita,Surabaya:Terbi Terang,t.t,hlm 19
[35] Moh Rifa’I, , Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.KaryaToha Putra, 2001. hal 15
[36] Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, JakartaAl-Kautsar, hlm 14-15
[37] Didin hafidhuddin, mujmal lughah al-rabiyyah, al-mujmal al-wasith (mesir: Daar el-ma’arif, 1972, 396.
[38] K.H. M. Syukri ghozali, pedoman zakat, 107.
[39] Zurrinal z dan aminuddin, fiqih ibadah, jakarta, lembaga penelitian universitas islam negeri, 2008, 182.
[40] Zurinal z dan aminuddin, fiqh ibadah, 184.
[41] Nasaruddin razak, Dinul Islam (bandung, al-ma’arif, 1985, 178. Dan Ali imran dalam bukunya  fiqih shalat adalah suara komunikasi antara hamba dengan tuhannya, h. 39.
[42] Syaikh abdul Qadir Ar-rahbawi panduan lengkap shalat menurut 4 mazhab, jakarta, pustaka Al-Kautsar, 2011, 224.
[43] Zurrinal z dan aminuddin, fiqih ibadah, jakarta, lembaga penelitian UIN syahid, 2008, h. 142.
[44] Ibid, 143.
[45]Zurrinal z dan aminuddin, 144.
[46] Ibid, 147.
[47] Yusuf Qardhawi, Op., Cit., hal 6-11.
[48] Zakiah Daradjat, puasa meningkatkan kesehatan mental, (Jakarta: Ruhama,1993). Hlm.11
[49] Hasbi Ash-Shiddieqy,Kuliah Ibadah,(Jakarta:Bulan Bintang,1952).hlm.202-204
[50] Tgk.H.Z.A.Syihab,Tuntunan Puasa Praktis, (Jakarta:Bumi Aksara,1995). Hlm.12-21
[51] Sulaiman Rasyid, fiqh Islam, (Bandung:Sinar Baru Algensido,1994). Hlm.242
[52] Zakiah Daradjat, puasa meningkatkan kesehatan mental, Op,Cit .Hlm.58-59, jakarta ruhama
[53] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, pedoman puasa, (semarang:Pustaka Riski Putra).hlm.86
[54] Sayid Sabiq,Fiqh Sunnah 3,(Bandung:Alma’arif,1985).hlm.173-175
[55] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy.Op.Cit. hlm.121-122
[56] Tgk.H.Z.A.Syihab,Tuntunan Puasa Praktis,Op.Cit. hlm.33-34, jakarta, bumi aksara
[57] Ibid.hlm.5-6
[58] Sabiq. Sayyid. fikih sunnah 3, Op.Cit, bandung, Al-Ma’arif
[59] Nashir ibn musfir az-zahrani, indahnya ibadah haji, jakarta, Qishti press, 2004, 4.
[60] Abdul aziz muhammad azam dan abdul wahhab sayyed hawas, fiqh ibadah, jakarta azam, 2009, 499-513.
[61] Muhammad najmuddin zuhdi dan muh. Luqman arifin, 125 masalah haji, solo, tiga serangkai, 2008.
[62] Wahbah zuhaili, menjalankan ibadah sesuai tuntunan fiqh imam syafi’i, jakarta almahira, 2010. 546-547.
[63] Sayyid shabiq, fiqh sunnah, jakarta, darul fath, 2006
[64] ibid
[65] ibid
[66] Wahbah zuhaili, fiqh imam syafi’i, jakarta, almahira, 2008, 572.
[67] Imam an-nawawi, raudhatuth thalibin, jalan kampus melayu kecil, pustaka azam, 2008, 668.
[68] Muhammad bagir, al-habsyi, fiqh praktis, bandung: mizan, 2001, 65.
[69] Ibrahim madji as-sayid, 50 wasiat rasulullah bagi wanita, jakarta, al-kautsar, 1995, 116.
[70] Kamil muhammad uwaldah, fiqh wanita, jakarta, al-kautsar, 2005, 485.
[71] Wahbah zuhaili, fiqh imam syafi’i, jakarta, almahira, 2008, 579.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...