Selasa, 24 April 2018

Kumpulan semua Artikel Mata Kuliah Kurikulum semester 3



NAMA : SYAHRUL RAMADHAN
NIM : 11160110000004
KELAS : 3 C.
TUGAS : ARTIKEL TENTANG LANDASAN FILOSOFIS PENYUSUNAN KURIKULUM
BAB I
PENDAHULUAN.
       Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu saja kurikulum yang di kembangkan juga untuk mencerminkan falsafah/pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh indonesia ketika masa penjajahan belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian filsafat.
       Istilah filsafat adalah terjemahan dari bahasa Ingris “phylosopy” yang berasal dari perpanduan dua kata yaitu “philien” yang berarti cinta, dan “sophia” yang berarti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan atau love of wisdom. Secara operasional filsafat mengandung dua pengertian, yaitu sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafa (sistem teori atau pemikiran). Dalam kaitannya filsafat sebagai proses socrates mengatakan bahwa filsafat adalah cara berpikir secara radikal, menyeluruh, dan mendalam atau cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.
       Ada 3 landasan yang erat kaitannya dengan pengembangan kurikulum yaitu; landasan filosofis, landasan psikologis dan landasan sosiologis, ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Namun, dalam artikel kali ini kita hanya khusus membahas tentang landasan yang pertama yaitu landasan filosofisnya.
B.     Landasan filosofi dalam pengembangan kurikulum.
       Filsafat yang berarti “cinta akan kebijaksanaan”, untuk mengerti dan berbuat bijak, seseorang harus memiliki pengetahuan, dan pengetahuan yang diperoleh melalui proses berfikir, yaitu berfikir secara mendalam, logis dan sistematis. Secara harfiah, filsafat dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Secara populer filsafat diartikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu.
       Adapun alasan filosofis dianggap sebagai landasan pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi atau rumusan yang didapatkan dari hasil berfikir secara mendalam, analisis, logis dan sistematis dalam merencanakan dan melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum.
       Ada 4 (empat) fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum :
1.    Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan.
2.    Filsafat dapat menentukan isi atau materi pengajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3.    Filsafat dapat mennetukan strategi atau cara pencapaian tujuan.
4.    Melalui filsafat dapat ditentukan bagaimana menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
       Dalam kurikulum terdapat berbagai komponen yang dalam pengembangannya harus didasari pada asumsi atau landasan pikiran yang mendalam, logis, sistematis, dan menyeluruh atau disebut landasan filosofis.  Adapun manfaat penggunaan filsafat pendidikan dan pengembangan kurikulum antara lain:
1.      Memberikan arah yang jelas terhadap tujuan pendidikan.
2.      Dapat memeberikan gambaran yang jelas dari hasil yang dicapai
3.      Memberikan arah terhadap proses yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.
4.      Memungkinkan dapat mengukur hasil yang di capai.
5.      Memberikan motivasi yang kuat untuk melakukan aktivitas.
C.    Aliran-aliran filsafat pendidikan :
1.      Idealisme.
a).  Konsep-konsep filsafat:
(1). Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat spiritual atau rohaniah.
(2). Humanologi (hakikat manusia): jiwa dikaruniai kemampuan berfikir /rasional. Kemampuan berfikir meneyababkan adanya kemampuan memilih.
(3). Epistemologi (hakikat pengetahuan): pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berfikir.
(4). Aksiologi (hakikat nilai): kehidupan manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari pandangan tentang kenyataan atau metafisika.
b).  konsep-konsep pendidikan:
(1). Tujuan pendidikan: pembentukan karakter dan kemudian tertuju pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial.
(2). Isi pendidikan: penyiapan ketrampilan bekerja sesuatu mata pencarian melalui pendidikan praktis dan mengembangkan kemampuan berfikir melalui pendidikan  liberal dan umum.
(3). Metode pendidikan: yaitu metode dialektik/dialogik,
(4) peranan peserta didik dan pendidik: peserta didik yaitu mengembangkan bakat dan kepribadiannya. Sedangkan pendidikan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efisien dan efektif.
            2. Realisme
                a).  Konsep-konsep filsafat:
          (1). Metafisika (hakekat realitas): realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat  fisik atau materi.
          (2). Humanologi (hakikat manusia): hakikat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakannya. Jiwa merupakan sebuah organisme yang sangat kompleks yang mempunyai kemampuan berfikir.
          (3). Epistimologi (hakikat pengetahuan): pengetahuan diperoleh melalui pengindraan dengan menggunakan pikiran.
          (4). Aksiologi (hakikat ilmu): tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam yang diperoleh melalui ilmu; dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasan atau adat istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
      b).  Konsep-konsep pendidikan
          (1) tujuan pendidikan: yaitu dapat menyesuakan diri secara tepat dalam hidup dan melaksanakan tanggung jawab sosial.
          (2). Isi pendidikan: yaitu kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna bagi penyusuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial.
          (3). Metode pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupun tidak langsung.
     (4). Peran peserta didik dan pendidik: yaitu menguasai pengetahuan yang dapat berubah-ubah. Sedangkan peserta didik menguasai pengetahuan, terampil dan tekhnik mendidik, dan memiliki kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.
  3.  Pragmatisme.
               Aliran ini berpendapat bahwa kenyataan pada hakikatnya berada pada hubungan sosial, antara manusia dengan manusia lainnya. Berkat hubungan sosial itu manusia dapat memperbaiki hubungan memperbaiki mutu kehidupannya. Pengetahuadiperoleh dari pengamatan dan konteks sosial yang berguna untuk kehidupan masyarakat.
4.      Eksistensialisme.
       Aliran ini mengakui bahwa sebagai individu setiap manusia memiliki kelemahan-kelemahan, namun demikian setiap individu itu dapat memperbaiki dirinya sendiri sesuai dengan norma-norma dan keyakinan yang ditentukannya sendiri. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih. Norma-norma ditentukan sendiri sesuai dengan kebebasannya itu. Dengan demikian, setiap individu bisa memiliki norma yang berbeda.

BAB III
PENUTUP

       Filsafat merupakan sebuah landasan dan patokan dalam penetapan kurikulum. Indonesia yang berfalsafahkan pancasila, tentunya menjadikan pancasila sebagai acuan dan dasar  dalam penentuan kurikulum yang akan diterapkan di indonesia. Aliran-aliran utama filsafat antara lain, yaitu: idealisme, aliran realisme, aliran pragmatisme, aliran eksistensialis yang bisa menjadi  pemikiran filsafat yang untuk memecahkan permasalahan pendidikan.


Sumber :
1.      Prof. Dr. Nana syaodih sukmadinata, Pengembangan kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
2.      Prof. Dr. H. Syafruddin nurdin, guru Profesional & Implementasi Kurikulum, Tanggerang: Ciputat Press, 2005.
3.      Mansur Muslich, KTSP Dasar pemahaman dan pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara, 2012.



ARTIKEL
KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM DAN PENGEMBANGANNYA
Nama : Syahrul Ramadhan
Nim : 11160110000004
Kelas : 3 C.

      Kurikulum adalah suatu alat atau sistem yang ada dalam pendidikan, sebagai alat pendidikan kurikulum mempunyai komponen-komponen yang saling mendukung satu sama lain.
para pemikir pendidikan mempunyai ragam dalam menentukan jumlah komponen kurikulum, meskipun dari beberapa pendapat akan tetapi pemahaman dan pengertiannya hampir sama. Subandijah membagi komponen kurikulum menjadi 5 yaitu : Tujuan, Isi, Strategi, Media, dam Proses. Sedangkan menurut Nasution komponen kurikulum ada 4 yaitu : Tujuan, isi, metode, evaluasi. Berikut ini akan di uraikan secara singkat mengenai komponen-komponen tersebut.
1.             Komponen Tujuan
Berdasarkan hakikat dari tujuan diatas dijabarkan sejumlah tujuan kurikulum mulai dari tujuan kelembagaan pendidikan atau tujuan institusional, tujuan mata pelajaran atau tujuan kurikuler dan tujuan pengajaran atau tujuan instruksional.
a.      Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan sasaran yang harus di jadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan. Tujuan pendidikan umumnya biasanya dirumuskan dalam bentuk prilaku yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang.
b.      Tujuan institusional, adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikanmisalnya SD, SMP, SMA, perguruan tinggi. Artinya kemampuan yang diharapkan dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan program studinya di lembaga pendidikan yang ditempuh.
c.      Tujuan kurikuler, tujuan ini merupakan penjabaran dari tujuan institusional sehingga sifatnya lebih khusus. Tujuan kurikuler adalah tujuan-tujuan bidang studi atau mata pelajaran sehingga mencerminkan hakikat keilmuwan yang ada didalamnya.
d.      Tujuan instruksional, tujuan ini dijabarkan dari tujuan kurikuler. Tujuan ini adalah tujuan yang langsung dihadapkan kepada anak didik sebab harus dapat dicapai setelah anak didik menempuh proses belajar mengajar. Ada dua jenis tujuan instruksional yakni tujuan instruksional umum (TIU) tujuan instruksional khusus (TIK). Perbedaan kedua tujuan tersebut terletak dalam kemampuan yang diharapkan dikuasai peserta didik. TIU sifatnya lebih luas dan mendalam sedangkan TIK terbatas dan harus dapat diukur pada saat berlangsungnya proses mengajar.
              Menurut Bloom dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of Education Objectives yang terbit pada tahun 1965 bentuk perilaku tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan kedalam 3 klarifikasi atau 3 domain:
         a.       Tujuan domain kognitif yaitu tujuan yang mengarah pada  pengembangan akal   dan intelektual peserta didik.
         b.      Tujuan domain afektif yaitu tujuan yang mengarah pada penggerakan hati nurani para peserta didik.
         c.       Tujuan domain psikomotor yaitu tujuan yang menngarah pada pengembangan ketrampilan jasmani peserta didik.
             Sekilas jika diperhatikan dari tujuan diatas merupakan tujuan pendidikan islam, karena antara tujuan pendidikan nasional dengan tujuan pendidikan islam cenderung mempunyai kesamaan yang kuat yaitu menciptakan insani yang beriman dan bertakwa serta mempunyai pengentahuan intelektual dan ketrampilan.
2.             Komponen Isi dan Struktur Progam atau Materi
              Isi atau materi tersebut berupa materi-materi bidang studi, seperti matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan sebagainya. Bidang-bidang tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada. Bidang-bidang tersebut biasanya telah dicantumkan dalam struktur program kurikulum sekolah yang bersangkutan.
                   Materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
           a.    Teori : seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematiktentang gejala dengan menspesifikasi hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan dengan gejala tersebut.
           b.    Konsep : suatu abstraksi yang di bentuk oleh organisasi dari ke khususan-kehususan merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta dan gejala.
           c.    Generalisasi : kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian .
           d.    Prinsip : ide utama , pola sekema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
           e.    Prosedur : seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus di lakukan peserta didik.
           f.    Fakta : sejumlah informasi khusus dalam materi yang di anggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
           g.    Istilah : kata- kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
h.    Contoh / ilustrasi : hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
i.    Definisi : penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal / kata dalam garis besarnya.
j.    Preposisi : cara yang di gunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
              Ada beberapa kriteria yang dapat membantu para perancang kurikulum dalam  menentukan isi kurikulum. Kriteria tersebut antara lain :
a.      Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa
b.      Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.
c.      Isi kurikulum dapat mencapai tujuan yang komprehensif, artinya mengandung aspek intelektual, moral, sosial.
d.      Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji.
e.      Isi kurikulum harus dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Isi kurikulum disusun dalam bentuk program pendidikan yang nantinya dijabarkan dan dilaksanakan melalui proses pengajaran.
                        Mata pelajaran sebagai bagian dari kebudayaan manusia merupakan pengetahuan bagi manusia itu sendiri untuk mempermudah kehidupannya. Mata pelajaran dikelompokkan kedalam tiga bagian, yakni :
       a.    Mata pelajaran umum dan mata pelajaran khusus. Yang dikategorikan sebagai mata pelajaran umum yakni kegiatan yang berkenaan dengan pemerintahan, kehidupan sosial budaya, sistem nilai/moral. Dalam struktur kurikulum mata pelajaran tersebut disebut pendidikan umum (general education) sedangkan pengetahuan yang diperlukan untuk hidup manusia secara khusus misalnya untuk memenuhi dunia kerja. Dalam struktur kurikulum pengetahuan khusus tersebut disebut pendidikan keahlian, contohnya seperti mata pelajaran ekonomi dan pelajaran teknik.
     b.    Mata pelajaran deskriptif. Adalah pengetahuan yang umumnya bersifat fakta misalnya struktur tumbuhan dan binatang dan yang bersifat prinsip misalnya hukum, dll.
      c.    Mata pelajaran normatif. Berisikan aturan untuk mengadakan pilihan moral.
3.             Komponen metode/strategi
        Metode adalah upaya mengiplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode juga digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah di tetapkan. Dalam satu strategi pembelajaran digunakan beberapa metode. Strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada a plan of operation achieving something, sedangkan metode adalah a way in achieving something.
        Roly killer (1998) ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu:
a.      pendekatan yang berpusat pada guru
b.      pendekatan yang berpusat pada siswa.
      4.   Komponen Evaluasi atau Penilaian
          Untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum, maka diperlukan evaluasi. Mengingat komponen evaluasi ini sangat berhubungan erat dengan semua komponen lainnya, maka denagan cara evaluasi atau penilaian ini akan mengetahui tingkat kebeerhasilan dari semua komponen.
  Dalam mengevaluasi, biasanya pendidik akan mengevaluasi dengan materi atau bahan pelajaran yang sudah diajarkan atau paling tidak yang ada kaitannya dengan materi yang sudah diajarkan.
 Komponen evaluasi ini tidak hanya memperlihatkan sejauhmana prestasi peserta didik saja, tetapi juga sebagai sumber input bagi sekolahan sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan suatu kurikulum.
Kurikulum yang akan dilaksanakan atau diimplementasikan terlebih dahulu diuji cobakan dalam lingkungan terbatas, sebelum akhirnya diputuskan untuk didesiminasikan ke semua lembaga pendidikan. Berbagai upaya perlu dilakukan selama fase pengembangan kurikulum dilakukan, termasuk kedalamnya adalah evaluasi dan revisi. Evaluasi yang signifikan dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mendukung terwujudnya suatu pengembangan kurikulum secara efektif dan bermakna.
           Dengan evaluasi juga dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan, dan upaya bimbingan yang perlu dilakukan. Evaluasi kurikulum membutuhkan pengumpulan, pemroresan, dan interpretasi mengenai data terhadap program pendidikan.
         Aspek-aspek yang harus dievaluasi, menurut Arich Lewy sesuai dengan tahap-tahap dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
a.       Penentuan tujuan utama
b.      Perencanaan
c.       Uji-coba dan revisi
d.      Uji lapangan
e.       Pelaksanaan kerikulum
f.       Pengawasan mutu
         Menurut R. Ibrahim, Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan atau cara-cara antara lain:
1)      Menempatkan kedudukan setiap siswa dalam kelompoknya melalui pengembangan norma kelompok  dalam evaluasi hasil belajar
2)      Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan program atau matode pengajaran yang berbeda-beda, malalui analisis secara kuantitatif
3)      Teknik evaluasi yang digunakan terutama tes yang disusun dalam bentuk yang obyektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi reliabel dan valid.


Sumber:
[3] Abdulloh, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta, Ar-ruzz Media, 2010, hlm.51
[4][4] Dakiir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, yogyakata, PT Rhineka Cipta, 2004, hlm.23
[5][5]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung, Bumi Aksara, 1994, hlm. 24
[6][6]Burhan Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta : BPF, 1985, hlm. 10
[7][7]Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1992, hlm. 5
[8][8] Abdulloh, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta, Ar-ruzz Media, 2010, hlm.56
[9][9]Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1993, hlm.131-132
[10][10]Rusman, Manajemen Kurikulum, Jakarta, Rajawali Pers, 2008, hlm. 114-118




ARTIKEL PERUBAHAN DAN INOVASI KURIKULUM
Nama: Syahrul ramadhan
NIM: 11160110000004
Kelas: 3 C
Inovasi Kurikulum merupakan suatu gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum tersebut dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu. Inovasi dilakukan apabila guru benar-benar menyakini bahwa pembaharuan itu memang harus dilakukan dan diperlukan.
Implernentasi suatu inovasi kurikulum dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan jaman dan meningkatkan mutu suatu satuan pendidikan. Namun, sering inovasi-inovasi tersebut mengalami kegagalan dan tidak pernah diimplementasikan. Inovasi kurikulum ini bukan hanya perubahan pemikiran, tetapi yang paling penting adalah perubahan perilaku dalam pembelajaran. cepat atau lambatnya suatu inovasi diterima oleh masyarakat atau sekolah tergantung pada karakteristik inovasi.
Perubahan kurikulum mencakup semua aspek kurikulum, seperti mata perlajaran, isi atau konten, proses belajar mengajar, metode, pengelolaan waktu yang lebih baik, dan perolehan hasil belajar siswa. tentu yang lebih baik.
Dalam menyikapi suatu perubahan, setiap sekolah dituntut berperan dalam pembaharuan tersebut sampai pada tahap implementasinya dan menetapkan perubahan itu sesuai dengan perkembangan sekolah tersebut. Sering terjadi sekolah menerima suatu perubahan tanpa memperhitungkan mengapa mereka mengadopsinya, apa dampak perubahan itu bagi guru, siswa, dan masyarakat luas. Kemudian, sekolah yang dijadikan ajang pembaharuan itu digembor-gemborkan sebagai suatu model yang akan menjadi contoh bagi sekolah lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk memastikan apakah satu sekolah perlu melakukan suatu perubahan.
Inovasi dilakukan apabila guru benar-benar menyakini bahwa pembaharuan itu memang harus dilakukan dan diperlukan. Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manuasia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya).
Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam kaitan ini Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).
Beberapa faktor yang dijadikan landasan dalam merencanakan kurikulum yaitu:
1.    Pertama asas filosofis yang berkenaan dengan sistem nilai, pandangan, dan norma suatu masalah.
2.    Kedua, asas psikologis yang berkenaan dengan cara belajar siswa dan factor yang menghambat.
3.    Ketiga, asas sosiologis berkenaan dengan penyampaian kurikulum dalam masyarakat, apakah sudah sesuai atau belum terhadat tuntutan masyarakat.
4.    Terakhir, asas organisasi berkenaan dengan bentuk penyajian bahan pelajaran.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) bahwa ada prinsip umum dalam pengembangan inovasi yang perlu dievaluasi kurikulum tersebut antara lain :
1.        Prinsip relevansi. Kurikulum yang kita rancang dan kembangkan apakah sudah relevan dengan kebutuhan peserta didik untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
2.        Prinsip fleksibilitas. Kurikulum yang kita rancang dan kembangkan apakah sudah bersifat adaptif, mampu menyesuaikan diri dengan konteks pembelajaran.
3.        Prinsip kontinuitas. Kurikulum yang kita rancang dan kembangkan memungkinkah peserta didik lebih sanggup mengembangkan potensinya kelak dalam rencana belajar berikutnya (prinsip belajar sepanjang hayat).
4.        Prinsip praktis. Kurikulum sebaiknya mudah digunakan dengan alat sederhana dan biaya relatif murah, terutama dalam situasi ekonmi dewasa ini. Selain itu, apa yang dipelajari mahasiswa seharusnya mampu membentuk dan meningkatkan kompetensi mereka di dalam kehidupan sehari-hari.
5.        Prinsip efektivitas. Efektivitas sebuah kurikulum harus dilihat dari sejauhmana perubahan peserta didik, sebagaimana dampak dalam kehidupan dan karyanya.
Masalah-masalah yang terjadi dalam inovasi kurikulum dibedakan menjadi empat :
1.    Masalah relevansi pendidikan berkaitan dengan tujuan tuntutan di era modern.
2.    Masalah mutu berkaitan dengan peningkatan aspek pendidikan demi  menghasilkan lulusan yang berkualitas.
3.    Masalah efisiensi yang berkaitan dengan usaha memanfaatkan kesempatan dalam proses pendidikan.
4.    Pemerataan pendidikan yaitu member kesempatan pada mereka yang belum pernah mengenyam pendidikan dengan sistem desentralisasi.
         Dalam penyusunan kurikulum, perlu diperhatikan struktur materi. Hubungan vertikal yakni materi pengajaran berkaitan dengan waktu. Hubungan horizontal, yaitu materi pengajaran dalam kelas berkaitan antara materi pelajaran lainnya. Dan, terdapat tiga kriteria dalam struktur materi, yaitu berkesinambungan, berurutan, dan keterpaduan.
Inovasi dalam pendekatan belajar mengajar dapat dilakukan antara lain, pertama pengalaman belajar yang merupakan aktivitas siswa dalam menangkap dan mengembangkan materi yang disampaikan guru. Kedua, cara belajar siswa aktif yaitu perubahan posisi siswa dari objek belajar menjadi subjek yang belajar dengan melibatkan keaktifan mentalnya (menyukai materi), intelektualnya (cara berpikir), dan sosialnya (mendiskusikan materi dengan teman). Dan yang ketiga, belajar proses yaitu belajar tidak harus selalu dihafal tetapi bagaimana proses penerimaan materi.
Guru memerlukan inovasi dalam penyampaian materi. Sistem penyampaian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sistem modul dan sistem paket belajar. Sistem modul bertujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri dan guru sebagai pembimbing, sehingga ada kesempatan bagi mereka yang ada di daerah terpencil. Sistem paket belajar bertujuan agar siswa mendapat bekal keterampilan yang berguna bagi hidupnya kelak.
           Kemudian, inovasi sistem penilaian pada evaluasi pembelajaran dibagi menjadi enam cara yaitu tes non kertas (tes non tertulis), tes dalam kondisi wajar (penilaian secara diam-diam), tes home tes (berupa pekerjaan rumah/ PR), performance (praktik), portofolio (pengumpulan tugas-tugas dalam kurun waktu tertentu), rubrik (penilaian menggunakan kriteria tertentu berdasarkan kinerja pembelajaran).
Ada Beberapa pengembangan inovasi kurikulum diindonesia
1.      Inovasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
          Dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum. Kemunculannya seiring dengan munculnya semangat reformasi pendidikan, diawali dengan munculnya kebijakan Pemerintah. Kurikulum berbasis kompetensi dikembangkan untuk memberikan keahlian dan keterampilan sesuai dengan standar kompetensi yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing dan daya jual untuk menciptakan kehidupan yang berharkat dan bermartabat ditengah-tengah perubahan, persaingan, dan kerumitan kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya.
           Gordon (1988) menyarankan beberapa aspek yang harus terkandung dalam kompetensi adalah: pengetahuan (knowledge), yaitu pengetahuan untuk melakukan proses berfikir. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki individu. Keterampilan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas yang dibebankan. Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini sehingga akan mewarnai dalam segala tindakannya. Sikap ( attitude), yaitu perasan atau reaksi terhadap suatu rangsang yang datang dari luar, perasaan senang atau tidak senang terhadap sesuatu masalah. Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan untuk mempelajari materi pelajaran.
2.       Inovasi Kurikulum Berbasis Mayarakat
Perkembangan pendidikan anak sejalan dengan dinamika masyarakatnya, karena ciri masyarakat selalu berkembang. Ada kelompok masyarakat yang berkembang sangat cepat, tetapi ada pula yang lambat. Hal ini karena pengaruh dari perkembangan teknologi, komunikasi dan telekomunikasi. Dalam kondisi seperti ini perubahan-perubahan di masyarakat terjadi pada semua aspek kehidupan. Efek perubahan di masyarakat akan berimbas pada setiap individu warga masyarakat, pengetahuan, kecakapan, sikap, kebiasaan bahkan pola-pola kehidupan.
Kurikulum berbasis masyarakat yang bahan dan objek kajiannya kebijakan dan ketetapan yang dilakukan di daerah, disesuaikan dengan kondisi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah yang perlu dipelajari oleh siswa di daerah tersebut. Bagi siswa berguna untuk memberikan kemungkinan dan kebiasaan untuk akrab dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Kemungkinan lain mencegah dari keterasingan lingkungan, terbiasa dengan budaya dan adat istiadat setempat dan berusaha mencintai lingkungan hidup, sehingga sebutan kurikulum ini disebut kurikulum berbasis wilayah.
3.      Inovasi Kurikulum Berbasis Keterpaduan
Kurikulum terpadu merupakan kurikulum yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun klasikal aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik bermakna dan otentik. Semuanya menekankan pada cara menyampaikan pelajarn yang bermakna dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran terpadu diharapkan para siswa memperoleh pengetahuan secara menyeluruh dengan cara mengaitkan satu pelajaran dengan pelajaran lain.


Sumber referensi:
1.       Mohd.Ansyar & H. Nurtain, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, 1991.
2.        Sanjaya. Wina, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.



ARTIKEL
KURIKULUM DAN POLITIK PENDIDIKAN
Nama: syahrul Ramadhan
NIM: 11160110000004
Kata pendidikan tentu sudah tidak asing di telinga anda, bisa dikatakan semua yang kita lakukan melalui proses pendidikan, nah berbicara pendidikan secara formal tentu tidak lepas dari yang namanya kurikulum, perubahan kurikulum di berbagai Negara tentunya sebagai langkah menjadikan pendidikan itu sendiri dapat lebih berkualitas.
            Berbicara Perubahan kurikulum pendidikan yang ada di berbagai Negara tidak dapat di lepaskan dengan kondisi politik di Negara tersebut.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum, diantaranya filosofis, psikologis, sosial budaya, politik, pembangunan negara dan perkembangan dunia, dan ilmu dan teknologi (IPTEK), dalam makalah ini saya akan mengangkat salah satunya, yakni faktor politik.
Studi politik pendidikan mengungkapkan cara-cara yang ditempuh pemerintah dalam menggunakan pendidikan sebagai alat untuk memperkuat posisinya dan menutup peran-peran aktivitas subversif terhadapnya. Contohnya, bagaimana rezim otoriter memperkuat posisinya dengan ketat mengontrol pendidikan dan bagaimana semua rezim menggunakan pendidikan memperkuat sentimen kebangsaan dalam rangka memaksimalkan kekuasaan negara. Pertanyaanya adalah bagaimana hal itu dilakukan? Tentu dalam hal dimana institusi pendidikan memiliki ketergantungan terhadap rejim berkuasa (pemerintah). Sekolah-sekolah dan Perguruan Tingi memiliki kepentingan yang sangat tinggi pada pemerintah, terutama dalam hal akses pendanaan, penempatan lulusan dan sebagainya. Sekolah dan Perguruan Tingi tentu tidak bisa berjalan sendiri, tanpa input dari pemerintah, dan dalam konteks itulah maka pemerintah yang dipimpin oleh rezim berkuasa memiliki ikatan bersama dengan lembaga-lembaga pendidikan. Dengan begitu, pendidikan menjadi alat yang dapat dimanfaatkan untuk mengungkap persaingan kekuasaan baik secara internal maupun eksternal. Diantara berbagai institusi dan praktek yang secara signifikan mempengaruhi stabilitas dan transformasi sistem politik adalah pendidikan.Melalui pendekatan filosofis, fungsi politik dalam pendidikan mengungkap jenis-jenis penyelenggaraan pendidikan, pengembagan kurikulum maupun pengembangan organisasi, dalam rangka menanamkan konsep-konsep filosofis tentang masyarakat politik yang baik atau tatanan sosial yang baik. Berkenaan dengan fungsi ini, maka Easton kemudian mengajukan pertanyaan, apa peran yang harus dimainkan oleh pendidikan dalam rangka membangun warga negara yang baik? Kajian tentang hal ini telah banyak dijawab dalam beberapa karya Reisner (1992), McCully (1959), Talmon (1952), dan Cobban (1938). Dari mereka para pendidik mendapatkan pernyataan bahwa sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan mempersiapkan generasi muda untuk menjadi warga negara yang aktif. Para insan pendidikan telah memusatkan tugas-tugas mereka pada pengembangan program-program pelatihan kewarganegaraan dengan mempromosikan kesetiaan kepada gagasan pemerintahan demokrasi.
Perubahan kurikulum yang ada di berbagai negara tidak pernah lepas dari kondisi politik yang sedang berlaku di negara tersebut. Untuk itu, tidak menutup kemungkinan kurikulum akan berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi politik yang memengaruhi negara pada saat itu.
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Hamid Hasan, dalam rapat dengan Panja Kurikulum DPR RI, Rabu (22/1/2013). Hamid mengatakan bahwa fakta ini juga terjadi di beberapa negara besar seperti Amerika dan Jepang yang mengubah kurikulum dalam waktu singkat karena adanya pergolakan politik di negara tersebut.
            “Contoh saja Jepang, baru dua tahun pernah mengubah kurikulum hanya karena aspek politik. Jadi waktu itu terkait penjajahan Jepang, konten dalam pelajaran sejarahnya ada yang dihilangkan dengan maksud agar generasi saat itu tetap memiliki nasionalisme dan kecintaan terhadap negara,” katanya.
“Jadi, tidak ada satu pun kurikulum bebas dari pengaruh politik. Itu sudahestablished dalam kurikulum. Begitu power politik itu berubah, akan ada berpengaruh juga pada kurikulum,” tambah pria yang menjabat sebagai Ketua Tim Inti Pengembangan Kurikulum 2013 ini kemudian.
            Anggota Panja Kurikulum DPR RI, Raihan Iskandar, mengatakan, untuk meminimalisasi perubahan kurikulum akibat kondisi politik yang berubah, ada baiknya dibuat Rencana Strategis (Renstra) Pendidikan yang jelas dan kuat. Pasalnya, muncul kekhawatiran kurikulum akan kembali dirombak pada 2014 mendatang.
            Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Wiles Bondi (dalam Sudrajat, 2008) dalam bukunya `Curriculum Development: A Guide to Practice’ turut menjelaskan pengaruh politik dalam pembentukan dan pengembangan kurikulum.
Hal ini jelas menunjukkkan bahwa pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh proses politik, kerana setiap kali tampuk pimpinan sesebuah negara itu bertukar, maka setiap kali itulah kurikulum pendidikan berubah.
Walaupun kekuasaan politik terpusat pada berbagai kelompok dan individu, efektifitas dan kegunaannya dibentuk oleh berbagai institusi.pola institusional pendidiikan publik mungkin saja tampak kokoh, cukup mantap, sehingga untuk dapat berhasil, setiap proposal perlu menyesuaikan diri dengannya).
Elliot (1959: 1047) menambahkan bahwa salah satu komponen terpenting pendidikan, kurikulum,misalnya, dapat menjadi media sosialisasi politik. Menurutnya, kurikulum di suatu lembaga pendidikan memiliki tiga sumber utama. Pertama: pendapat kelompok profesional pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh institusi-institusi pelatihan guru dan seringkali merefleksikan atau mengadaptasi ide dari individu-individu yang didewa-dewakan, seperti John Dewey, John Lock, dan William Stern. Kedua, kebutuhan akan dana. Ketiga,aktivitas kelompok-kelompok berpengaruh, seperti asosiasi industri, perserikatan, dan beberapa organisasi kebangsaan yang memiliki semangat patriotik.
Fungsi politik pendidikan secara khusus juga dapat diaktualisasikan melalui proses pembelajaran. Menurut Massialas (1969: 18-79 dan 155), proses pembelajaran bisa bersifat kognitif (misalnya, mendapatkan pengetahuan dasar tentang suatus sistem), bisa bersifat afektif (misalnya, mengetahui sikap-sikap positif dan negatif terhadap penguasa atau simbol-simbol), bisa bersifat evaluatif (misalnya, menilai peran-peran politik berdasarkan standar tertentu), atau bisa bersifat motivatuf (misalnya, penanaman rasa ingin berpartisipasi). Sebagian besar unsur-unsur pembelajaran tersebut dapat dirancang dan diarahkan sedemikian rupa untuk memenuhi tuntutan politik tertentu.
Di banyak negara totaliter dan negara berkembang, pemimpin politik sangat menyadari fungsi pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuan politik. Mereka melakukan berbagai cara untuk mengontrol sistem pendidikan dan menitipkan pesan-pesan politik melalui metode dan bahan ajar (curriculum content) pendidikan. Di negara-negara Komunis, misalnya, metode brain washing digunakan secara luas membentuk pola pikir kaum muda, agar sejalan dengan doktrin komunisme.

Mellaui kurikulum nasional, pendidikan diindonesia telah menjalani proses yang  yang amat berlainan dengan perkembangan kebudayaan sehingga pendidikan diindonesia bukan lagi sebagai persoalan budaya, melainkan kepentingan poltik di suatu titik dan kepentingan ekonomi di sisi lain.
Darmaningtyas memberikan catatan kritis atas perjalanan kurikulum nasional. Di masa orde baru, kurikulum dijadikan sarang indoktrinasi bagi penguasa. Hal itu terwujud dengan adanya matapelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuanagn Bangsa). Mata pelajarn ini lebih banyak menceritakan perjuanagn fisik melawan penjajah terutama dari kalangan tentara (angkatan darat). Isi mata pelajaran ini sebenarnya tumpang tindih dengan mata pelajaran lain seperti IPS, Sejarah Nasional, dan PMP yang juga memuat hal tersebut.
Lalu muncul ditahun 1994 kurikulum baru penggnati kurikulum 1984. Hal yang menonjol dari kurikulum ini adalah dominnanya pelajaran matematika serta bahasa (Indonesia dan Ingris) dalam seluruh jenjang pendidikan. Tapi, terlalu minimnya pelajaran seni baik seni musik, seni kriya dan seni-seni lainnya. Dari sini dapat dinilai bahwa kurikulum 1994 merupakan kurikulum yang menhapus rasa seni dari dunia pendidikan formal atau bisa dikatakan proses pemiskinan cita rasa seni sebagai manusia karena manusia direduksi hanya untuk menguasai tekhnologi saja.
Ditulisan lain darmaningtyas mencontohkannya kurikulum muatan lokal. Secara konseptual kurikulum muatan lokal (Mulok) itu bagus karena  menurut para perancangnya, hal tersebut dimaksud untuk mengomodasi potensi-potensi lokal  yang ada disekitar sekolah guna mengindarkan terjadinya murid tercabut dari akar-akar lingkungan sosial dan budaya. akan tetapi, apa yang terjadi di lapangan?
Di dalam praktiknya kurikulum muatan lokal ini menjadi tersentral di tingkat provinsi. Artinya pelajaran muatan lokal disekolah satu dan lainnya dalam satu provinsi itu sama, yang membedakan hanya satu provinsi satu dengan provinsi lain. Itupun tidak semua. Sebagai contoh antara jawa tengah, DIY dan jawa timur yang memiliki basis budaya jawa, pelajaran muatan lokalnya sebagian sama yaitu bahasa dan kesenian jawa. Demikian yang ada di jawa barat muatan lokalnya sama yaitu bahsa dan kesenian sunda. Mata pelajaran semacam itu jelas tidak berllau bermanfaat bagi para pelajar yang tinggal di wilayah bekasi, depok, dan tanggerang yang alam pergaulan mereka lebih banyak menggunakan bahasa indonesia dan sebagian bahasa campuran (jawa, sunda, batak, madura) karena mayoritas mereka adalah pendatang yang tidak memiliki latar belakang budaya sunda. Dengan kata lain materi bahasa dan budaya sunda hanya menghabiskan waktu dan energi saja.
Contoh lain di kepulauan seribu karena masuk dalam wilayah DKI maka harus belajar Pengetahuan Lingkungan Kota Jakarta (PLK). Padahal secara geografis, ekonomi, sosial dan budaya mereka berada dalam kehidupan yang amat berbeda, yaitu dunia perairan seharusnya pengetahuan yang harus mereka kenal dan kembangkan pun mestinya dunia perairan dengan segala dimensinya.
Kecuali, menurut perancnagnya materi muatan lokal ini tidak perlu diujikan karena dimaksud hanya untuk mengetahui kemmapuan kognitif siswa dan tidak terasing dengan lingkungannya. Akan tetapi yang terjadi dilapangan kurikulum muatan lokal ini diujikan. Jadi gagasan muatan lokal itu bagus secara filosofis dan subtansi tapi gagal pada tingkat implementasinya. Kegagalan bersumber pada ketidakmampuan birokrasi memahami konsep kurikulum muatan lokal sehingga menafsirkan mulok itu dalam bentuk sentralisasi ditingkat provinsi, buka ditingkat sekolah.
Darmaningtyas juga melihat bahwasanya KBK telah menyebabkan penyeragaman dan sentralisme dalam pendidikan, KBK mengedepankan beberapa pelajaran dan diujikan atau dipersyaratkan untuk mengidentifikasi peserta didik itu pintar, maju atau lulus, mata pelajaran itu adalah komputer dan bahasa ingris. Ini mengakibatkan mata pelajaran lain dikesampingkan tapi penting dipelajari tapi tidak menjadi syarat ia dianggap sekolahnya sebagai peserta didik yang pintar dan sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi. Disini kelihatan bahwa penguasa menginginkan peserta didik siap menhadapi globalisasi, dengan menguasai alat berkomunikasi dunia yaitu bahsa ingris dan komputer.
Kurikulum semestinya dikembangkan dengan mendasarkan basis empiris di masing-masing lingkungan sekolah. Sekolah-sekolah yang berada di pesisir misalnya cocok mengembangkan bidang kelautan dan pesisir. Sebaliknya yang berada di daerah agraris patut mengembangkan dunia pertanian. Sebab, itulah potensi dasar yang harus dikembangkan oleh murid.
 


ARTIKEL
POULA FREIRE
MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM (FREIRE/HUMANISTIK/PENDIDIKAN KRITIS)
Nama: Syahrul Ramadhan
Nim: 11160110000004
         Pendidikan pada hakekatnya adalah sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu,  setiap proses pendidikan akan berusaha mengembangkan  seluas-luasnya potensi individu  sebagai sebuah elemen penting untuk mengembangkan dan mengubah masyarakat (agent of change). Dari beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lulusan suatu lembaga pendidikan, barangkali kurikulumlah yang bisa dianggap menjadi prioritas utama untuk diperhatikan.
       Dalam artikel ini akan membahas tentang model kurikulum yang di tawarkan oleh Poulo Freire dengan pendidikan humanistik dan pendidikan kritis.
       Kurikulum dalam pandangan Freire berpusat pada “problematisasi” situasi yang kongkret. Peserta didik bersama pendidiknya memaknai berbaga ipersoalan seputar pengalaman hidupnya dan berusaha memecahkannya. Sebagai mediator, pendidik berfungsi meyakinkan atas realitas yang diketahui oleh peserta didiknya, lantas secara bersama menganalisisnya sehingga pesertadidik membangun ilmunya sendiri secara kritis dan kreatif.
      Peserta didikmencari tahu arti pengetahuan yang telah dibangunnya lewat diskusi dengan pendidik maupun dengan kawan-kawanya. Pendidik juga aktif dalam mencari kejelasan, menanyakan kebenaran, dan mengevaluasi alternatif yang ada. Akan nampak bahwa pendidik juga berperan sebagai teman belajar bagi peserta didik.Kurikulum yang bertolak dari realitas kongkret peserta didik serta berdasarkan atas prinsip-prinsip yang dinamis, bukan pola statis (seperti dalam pendidikan sistem bank), adalah mutlak bagi proses pendidikan yang sejati yang membebaskan. Inilah yang dimaksud Freire dengan perlunya perlunyaexperience-centerd curriculum dalam sistem sekolah.
     Aspek-aspek dalam experience-centerd curriculum didasarkan pada kebutuhan dan minat peserta didik untuk, kemudian diarahkan bagi perkembangan pribadinya secara integral terutama aspek berfikir, emosi,motorik, dan pengalaman sosial. Jadi pokok-pokok bahasan yang ada dalam kurikulum terutama mengacu pada realitas kehidupan yang wajar dan problem pengalaman hidup peserta didik, dengan pendekatan demikian ini, peserta didik tidak saja dipersiapkan supaya mampu mengantisipasi masa depan. Namun juga sekaligus menyadari dan ikut berpartisipasi  dengan situasi sosial sesungguhnya di mana ia dan sekolah adalah bagiannya.
       Dalam hal ini sebagaimana Freire mendasari landasan epistemologinya dengan nilai kemanusiaan Freire juga mendasari kerangka aksiologisnya pada nilai humanisme yang berimplikasi pada kemaslahatan manusia, dalam kerangka aksiologinya Freire berasumsi bahwa kebebasan berpendapat dan berpikir adalah hak tiap manusia. Hak ini perlu diberikan ruang agar manusia tumbuh menjadi makhluk yang imajinatif dan kreatif. Sebab itu Freire merumuskan sebuah konsep tujuan pendidikan yang dapat memberikan hak manusia untuk mengaktualisasikan potensi dan kreativitasnya sendiri, Berikut konsep pendikan dalam pandangan Freire :
1.  Pendidikan untuk penyadaran (Conscientizacao). Penyadaran merupakan inti dari proses pendidikan. Pendidikan harus mengandung muatan realistis, dalam materi ajar berhubungan dengan fenomena actual dari realitas sosial masyarakat, sehingga setelah menggenyam pendidikan peserta didik menjadi sadar akan kebutuhan, tantangan dan persoalan yang terkaitdengan realitas sosial sekitarnya atau bahkan sadar akan realitas sosial dunia.
2.  Pendidikan untuk pembebasan. Dalam banyak kesempatan Freire mengatakan bahwa pendidikan nilai paling vital bagi proses pembebasan manusia. Baginya pendidikan jalur permanen pembebasan, dan berada dalam dua tahap : Pertama,  pendidikan menjadikan orang sadar akan penindasan yang menimpa mereka dan melalui gerakan praksis untuk mengbubah keadaan itu. Kedua, pendidikan merupakan proses permanen aksi budaya pembebasan.
3.  Pendidikan untuk humanisasi. Humanisasi merupakan fitrah manusia, namun ia sering diingkari oleh manusia sendiri (terutama oleh golongan penindas) justru karena adanya pengingkaran tersebut, humanisasi menjadi disadari. Pengingkaran biasanya berupa perlakuan tidak adil,  pemerasan, penindasan dan kekejaman kaum penindas. Bentukkerinduan kaum tertindas akan kebebasan dan keadilan, serta perjuangan mereka untuk menarik kembali harkat kemanusiaan mereka yang hilang.
       Paulo Freire dengan model pembelajaran pasif, yakni pendidik menerangkan, peserta didik mendengarkan, pendidik mendiktekan, peserta didik mencatat, pendidik bertanya, peserta didik menjawab, dan seterusnya. Kenyataan seperti ini diistilahkan Paulo Freire sebagai pendidikan gaya bank (banking system), yakni pendidikan model deposito, pendidik sebagai deposan yang mendepositokan pengetahuan serta berbagai pengalamannya kepada peserta didik, sedangkan peserta didik hanya menerima, mencatat dan menyimpan semua informasi yang disampaikan pendidik. Peserta didik merupakan pengumpul sejumlah pengetahuan, tetapi pada akhirnya peserta didik itu sendiri yang “disimpan” sebab miskinnya daya cipta. Karena itu pendidikan gaya bank menguntungkan kaum penindas dalam melestarikan penindasan terhadap sesamanya manusia.
     Konsep pendidikan yang membebaskan seharusnya dapat memecahkan masalah kontradiksi guru dan murid yang selama ini terjadi. Dengan merujuk kutub-kutub kontradiksi itu, sehingga kedua-uanya secara bersamaan adalah guru dan murid. Karena semakin banyak murid menyimpan tabungan yang dititipkan kepada mereka, semakin kurang mengembangkan kesadaran kritis yang dapat mereka peroleh dari keterlibatan di dunia sebagai pengubah dunia tersebut. Humanisme dari pendekatan gaya bank menutupi suatu usaha untuk menjadikan manusia sebagai benda terkendali (automaion).
Adapun menurut Freire isi kurikulum harus bermuara pada dan untuk humanisasi, bukan sekedar menghasilkan pekerja. Dalam kurikulum yang pro-neoliberalisme, para siswa di didik untuk menjadi pekerja dan professional yang menyerahkan urusan politik kepada para pembuat kebijakan resmi oleh pemimpin masyarakat. Kuriulum netral keliru ini mendidik para siswa untuk mengamati fenomena tanpa mempertimbangkan (judging), memahami dunia berdasarkan konsensus resmi, melaksanakan perintah tampa mempertanyakannya, seakan masyarakat yang ada sudah baik-baik adanya.

          Dalam memahami nilai humanisme, praktik pendidikan pembebasan bagi kaum tertindas Freire mencoba memaparkan siswa sebagai subjek dalam proses pembebasan dari kekuasaan. Siswa yang selalu diposisikan sebagai objek selalu disebut sebagai kaum yang tertindas. Dalam pandangannya kaum tertindas tidak berusaha untuk mengupayakan pembebasan, tetapi cenderung menjadikan dirinya penindas.
      Dalam konteks kesadaran kritis benda-benda dan fakta ditampilkan secara empirik, dalam kausalitas dan saling berhubungan dengan lingkungan sekitar. Dalam pengertian lain, kesadaran kritis berupaya untuk mengintegrasikan diri dengan realitas, yang pada akhirnya lambat-laun akan diikuti oleh aksi atau tindakan. Karena sekali manusia menemukan dan menangkap adanya tantangan, memahaminya, maka ia akan bertindak
Upaya menggerakkan kesadaran ini dapat menggeser dinamika dari pendidikan kritis menuju pendidikan yang revolusioner. Menurut Freire, pendidikan revolusione adalah sistem kesadaran untuk melawan sistem burjois atau kaum penentang kalangan tertindas karena tugas utama pendidikan (selama ini) adalah mereproduksi ideologis burjois. Artinya, pendidikan telah menjadi kekuatan kaum burjois untuk menjadi saluran kepentingannya. Maka, revolusi yang nanti berkuasa akan membalikkan tugas pendidikan yang pada awalnya telah dikuasai oleh kaum burjois, kini menjadi jalan untuk mencipatakan ideologi baru dengan terlebih dahulu membentuk “masyarakat baru”. Masyarakat baru adalah tatanan stuktur sosial yang tak berkelas dengan memberikan ruang kebebasan penuh atas masyarakat keseluruhan.
SUMBER:
1.      Jon Wiles, Joseph Bondi, Curriculum Developm\ent A Guide To Practice, (New Jersey  : Merril Prentice Hall,2002), hlm. 34.
2.      Kesuma, Dharma & Teguh Ibrahim. 2016. Struktur Fundamental Pendagogik:
Membedah Pemikiran Paulo Freire. Bandung: PT Refika Aditama.

 

ARTIKEL
 KURIKULUM DAN TEKHNOLOGI
Nama: Syahrul Ramadhan
NIM: 11160110000004
Kleas: 3 C.
Soedijarto (1993:125) mengemukakan bahwa dalam  menghadapi abad ke-21, ada tiga indicator utama dari hasil pendidikan yang bermutu dan tercermin dari kemampuan pribadi lulusannya,yaitu (1) kemampuan untuk bertahan dalam kehidupan, (2) kemampuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan, baik dalam segi sosial budaya, dalam segi politik, dalam segi ekonomi, maupun dalam segi fisik biologis, dan (3) kemampuan untuk belajar terus pada pendidikan lanjutan. Sementara itu, Wadirman (1996:3) menyatakan bahwa pendidikan hendakanya  dapat meningkatkan kreativitas, etos kerja, dan wawasan keunggulan peserta didik.
Dari dua pendapat tersebut tampakanya terdapat kesamaan misi dan visi  yang didasarkan pada kenyataan bahwa dunia nyata yang akan dihadapi Oleh peserta didik penuh dengan persaingan. Oleh karena itu, peserta didik perlu dibekali kemampuan guna mengantisipasinya dan dapat mencari alternatif penyelesaian masalah kehidupan yang dihadapinya.
Salah satu masalah kehidupan yang akan dihadapi para lulusan peserta didik adalah adanya perubahan  masa yang akan datang yang belum pasti bentuk dan arahnya. Namun, yang pasti adalah adanya tantangan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia yang salah satunya berwujud teknologi
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
Nana Syaodih S. (1997:67) menyatakan bahwa sebenarnya  sejak dahulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Kalau manusia pada zaman dahulu memecahkan kemiri dengan batu atau memetik buah dengan galah, sesungguhnya mereka sudah menggunakan teknologi, yaitu teknologi sederhana.
Teknlogi ialah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan bantuan alat dan akal sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra dan otak manusia.
Dalam inovasi pendidikan tidak bisa lepas dengan masalah revolusi metode, kurikulum yanh inovatif, teknologi serta SDM yang kritis untuk bisa menghasilkan daya cipta dan hasil sekolah sebagai bentuk perubahan pendidikan. Sekolah harus mempunyai orientasi bisnis pelanggan yang memiliki daya saing global. Untuk itu ada 5 (lima) teknologi yang dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik yaitu :
1.      Sistem berpikir
Setiap berpikir menjadikan kita untuk lebih hati-hati dengan munculnya tiap metode di dunia pendidikan. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya perubahan yang tidak kita inginkan. Tanpa sistem berpikir kita akan sulit untuk mengadakan peningkatan riil di bidang pendidikan. Jadi sistem berpikir menghadirkan konsep sistem yang umum.
2.      Desain sistem
Desain sistem adalah teknologi merancang dan membangin system yang baru. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang cepat yang memungkinkan harapan. Desain sistem memberi kita peralatan untuk menciptakan suatu system yanag baru dan suatu strategi utnuk peubahan.
3.      Kualitas Pengetahuan
Mutu atau kualitas pengetahuan merupakan teknologi yang memproduksi suatu prosuk atau jasa/layanan yang sesuai harapan dan pelanggan. Ilmu pengetahuan yang berkualitas telah menjadi alat yang sangat berharga dalam inovasi pendidikan/sekolah.
4.      Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan adalah suatu cara untuk memandu energy kreatif kea rah positif. Dapat juga diartikan system pemikiran yang berlaku untuk aspek manajemen inovasi tentunya dengan berorientasi pada POAC (Perencanaan, Organisasi, Aktualisasi dan Control)
5.      Teknologi Pembelajaran
Disini ada dua bagian yaitu peralatan pelajar elektronik (computer, multimedia, internet dan telekomunikasi) dan pembelajaran yang di desain, metode dan strateginya diperlukan untuk membuat peralatan elektronik yang efektif. Pelajaran elektronik ini mengubah cara mengkomunikasikan belajar. Jadi teknologi pembelajaran adalah system pemikiran yang berlaku untuk insruksi dan belajar

Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual
Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis, bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.
Dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong terhadap desain pesan maupun strategi pembelajarannya. Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di dalamnya meliputi : (1) teknologi cetak; (2) teknologi audio-visual; (3) teknologi berbasis komputer; dan (4) teknologi terpadu.
1.      Teknologi Cetak
adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti : buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau photografis. Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan pembelajaran merupakan contoh penyampaian dalam bentuk teknologi cetak.
Dua komponen teknologi ini adalah bahan teks verbal dan visual. Pengembangan kedua jenis bahan pembelajaran tersebut sangat bergantung pada teori persepsi visual, teori membaca, pengolahan informasi oleh manusia dan teori belajar.
Secara khusus, teknologi cetak/visual mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1) teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang; (2) keduanya biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif; (3) keduanya berbentuk visual yang statis; (4) pengembangannya sangat bergantung kepada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual; (5) keduanya berpusat pada pembelajar; dan (6) informasi dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.
2.      Teknologi Audio-Visual;
 merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audio-visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran. Peralatan audio-visual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang beukuran besar. Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis.
Secara khusus, teknologi audio-visual cenderung mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1) bersifat linier; (2) menampilkan visual yang dinamis; (3) secara khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembang; (3) cenderung merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan yang riil dan abstrak: (4) dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif; (5) sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan interaktivitas belajar si pembelajar.
3.      Teknologi Berbasis Komputer;
merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Pada dasarnya, teknologi berbasis komputer menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar monitor. Berbagai aplikasi komputer biasanya disebut “computer-based intruction (CBI)”, “computer assisted instruction (CAI”), atau “computer-managed instruction (CMI)”.
Aplikasi-aplikasi ini hampir seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan pembelajaran terprogram, akan tetapi sekarang lebih banyak berlandaskan pada teori kognitif. Aplikasi-aplikasi tersebut dapat bersifat : (1) tutorial, pembelajaran utama diberikan, (2) latihan dan pengulangan untuk membantu pembelajar mengembangkan kefasihan dalam bahan yang telah dipelajari sebelumnya, (3) permainan dan simulasi untuk memberi kesempatan menggunakan pengetahuan yang baru dipelajari; dan (5) dan sumber data yang memungkinkan pembelajar untuk mengakses sendiri susunan data melalui tata cara pengakasesan (protocol) data yang ditentukan secara eksternal.
Teknologi komputer, baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut :
1.      Dapat digunakan secara secara acak, disamping secara linier
2.      Dapat digunakan sesuai dengan keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
3.      Gagasan-gagasan biasanya diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol maupun grafis.
4.      Prinsip-prinsip ilmu kognitif diterapkan selama pengembangan
5.      Belajar dapat berpusat pada pembelajar dengan tingkat interaktivitas tinggi.
4)      Teknologi Terpadu; merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi ini,– khususnya dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi, yakni adanya interaktivitas pembelajar yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.
Pembelajaran dengan teknologi terpadu ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1.      Dapat digunakan secara acak, disamping secara. linier
2.      Dapat digunakan sesuai dengan keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
3.      Gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman Pembelajar, relevan dengan kondisi pembelajar, dan di bawah kendali pembelajar.
4.      Prinsip-prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan pembelajaran
5.      Belajar dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan terbentuk pada saat digunakan.
6.      Bahan belajar menunjukkan interaktivitas pembelajar yang tinggi
7.      Sifat bahan yang mengintegrasikan kata-kata dan contoh dari banyak sumber media.

Sumber:
Depdiknas. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif; Pelayanan Profesional
            Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang
Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek.
            Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

  



 ARTIKEL KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN
Nama : Syahrul ramadhan
NIM : 11160110000004
Kelas : C
Mata Kuliah : KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN
Dosen Pengampu : Dr. FAUZAN, M.A
BAB I
 PENDAHULUAN
         Kurikulum adalah seperangkat pedoman bagi pendidik dalam mengembangkan program pembelajaran kepada siswa dengan tujuan agar siswa dapat mempersiapkan diri untuk mengahadapi berbagai macam permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Pembelajaran dapat di artikan sebagai suatu kegiatan yang di lakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah kearah yang lebih baik. Kurikulum dan pembelajaran sendiri  menyangkut beberapa bahasan seperti; peranan kurikulum, landasan pengembangan kurikulum, komponen-komponen, prinsip-prinsip, model-model pengembangan, inovasi pembelajaran dan pengembangan kurikulum itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1  Makna Kurikulum.
       Secara etimologi, istilah kurikulum (Curriculum) berasal dari bahasa yunani yaitu Curir yang artinya “pelari” dan curere yang berati “tempat berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik pada zaman romawi kuno di yunani. Dalam bahasa prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus di tempuh oleh seorang pelari dari garis star sampai dengan garis finis untuk memperoleh mendali atau penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut kemudian di ubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya. Program tersebut berisi mata pelajaran-mata pelajaran (courses) yang harus di tempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI (enam tahun), SMP/MTS (tiga tahun), SMA/SMK/MA (tiga tahun). Dengan demikian secara terminologi  istilah kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus di tempuh atau di selesaikan peserta didik disekolah untuk memperoleh ijazah. Sedangkan menurut UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pembelajaran, serta cara yang di gunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UUSPN, BAB I, Pasal 1, ayat 19).
1.2  Makna Kurikulum sebagai ide atau gagasan.
       Kurikulum sebagai suatu ide atau konsep kurikulum bersifat dinamis, atau selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, tuntunan masyarakat, ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Ide atau gagasan tentang kurikulum hanya ada dalam pemikiran seseorang yang terlibat dalam proses pendidikan, baik kepala sekolah, guru, pengawas. Dimensi kurikulum sebagai sebuah ide biasanya di jadikan langkah awal dalam pengembangan kurikulum, yaitu ketika melakukan studi pendapat. Di indonesia, pengambil keputusan tertinggi adalah menteri pendidikan nasional.
1.3  Makna kurikulum sebagai sebuah proses/implementasi.
       Secara sederhana implementasi bisa di artikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky (1979) mengemukakan implementasi sebagai evaluasi; Browne dan Wildavsky (1983)  juga mengemukakan bahwa implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Implementasi bukan sekedar aktivitas tapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang di gunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program, atau harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut.
1.4   Kurikulum sebagai dokumen dan evaluasi.
       Kurikulum sebagai suatu dokumen memiliki keterkaitan yang tidak terpisahkan dengan implementasi dokumen tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Kurikulum dan pembelajaran bagaikan dua sisi  dari satu mata uang logam yang masing-masing sama pentingnya. Evaluasi merupakan proses yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan formal. Mengapa demikian ? bagi guru evaluasi dapat menentukan efektifitas kinerja selama ini; sedangkan bagi pengemban kurikulum evaluasi dapat memberikan informasi untuk perbaikan kurikulum yang sedang berjalan. Evaluasi sering dianggap sebagai salah satu hal yang sangat menakutkan bagi siswa. Oleh karena itu, memang melalui kegiatan evaluasi dapat di tentukan nasib siswa dalam proses pembelajaran selanjutnya. Anggapan ini harus di luruskan. Evaluasi mestinya di pandang  sebagai sesuatu yang wajar yakni sebagai suatu bagian integral dari suatu proses kegiatan pembelajaran.
1.5  Profil kurikulum sekolah/madrasah.
1.6   Peran dan fungsi kurikulum dalam pendidikan.
       Menurut oemar harnalik (1990) terdapat tiga jenis peranankurikulum yang dinilai sangat penting, yaitu “peranan konservatif, peranan kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif”. Peranan konservatif, yaitu peranan kurikulum untuk mewariskan, mentransmisikan, dan menafsirkan nilai-nilai sosial dan budaya masa lampau yang tetap eksis dalam masyarakat. Peranan krisis dan evaluatif, yaitu peranan kurikulum untuk menilai dan memilih nilai-nilai sosial-budaya yang akan di wariskan kepada peserta didik berdasarkan kriteria tertentu. Peranan kreatif, yaitu peranan kurikulum untuk menciptakan dan menyusun kegiatan-kegiatan yang kreatif dan konstruktif sesuai dengan perkembangan peserta didik dan kebutuhan masyarakat. Fungsi kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu alat untuk membentuk manusia seutuhnya sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional, termasuk berbagai tingkatan tujuan pendidikan yang ada di bawahnya. Kurikulum sebagai alat dapat di wujudkan dalam bentuk program, yaitu kegiatan dan pengalaman belajar  yang harus dilaksanakan oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

BAB III
PENUTUP
       Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, pelajaran, serta cara yang di gunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembanagn kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar Nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Maka dari itu, hendaknya para pengajar dan semua individu yang terkait dalam hal tersebut untuk dapat melaksanakan tugas profesinya dengan seoptimal mungkin.

Buku referensi :
1.      Zainal Arifin , Konsep dan Model pengembangan KURIKULUM, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet. Pertama.
2.      Syafrudin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta : PT. Ciputat Press, 2005), cet. Ketiga.
3.      Wina Sanjaya, KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN: TEORI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), cet. Keempat.



TUGAS ARTIKEL TENTANG LANDASAN PSIKOLOGIS PENGEMBANGAN KURIKULUM
Nama : Syahrul Ramadhan
NIM : 11160110000004
Kelas : 3C

BAB I
PENDAHULUAN
       Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, mempunyai hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku  (peserta didik) ke arah yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan asumsi–asumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Psikologi.
     Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan, pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa. Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu: psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
B.     Psikologi Perkembangan dan Psikologi Belajar
1.      Psikologi Perkembangan.
              Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa.  Menurut Ross Vasta dkk, (1992) psikologi perkembangan adalah cabang psikologi yang mempelajari tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati.Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, tahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
            Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab  itu, dalam pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
a.       Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
        Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;
a.    Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya,
b.   Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak,
c.    Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,
d.   Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
b.      Metode dalam psikologi perkembangan
a.    Pengetahuan tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik, atau studi kasus. Studi longitudinal menghimpun informasi tentang perkembangan individu melalui pengamatan  dan pengkajian perkembangan sepanjang masa perkembangan, sejak lahir sampai dengan dewasa, seperti yang pernah dilakukan oleh Williard C. Olson. Metode cross sectional pernah dilakukan oleh Arnold Gessel. Ia mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkat usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mental, pola-pola perkemmbangan dan kemampuan, serta perilaku mereka. Studi Psikoanalitik dilakukan oleh Sigmund Freud beserta para pengikutnya. Studi ini banyak diarahkan mempelajari perkembangan anak pada masa-masa sebelumnya, terutama pada masa kanak-kanak (balita).
b.      Menurut mereka pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa balita itu dapat mengganggu perkembangan pada masa-masa berikutnya. Metode sosiologik digunakan oleh Robert Huvighurst. Ia mempelajari perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas yang harus dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat. Metode lain yang sering digunakan untuk mengkaji perkembangan anak adalah studi kasus. Dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para ahli psikologi perkembangan menarik beberapa kesimpulan tentang pola-pola perkembangan anak. Studi demikian pernah dilakukan oleh Jean Peaget tentang perkembangan kognitif anak.[1][2]
c.    Secara psokologis, anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memperhatikan kondisi psikologis perkembangan dan belajar anak.
d.        Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan.
e.    Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiaan, tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Seorang anak mungkin lebih cepet perkembangannya pada tahap tertentu, tetapi lambat pada tahap lainnya, atau perkembangan aspek tertentu lebih cepat di bandingkan dengan aspek lainnya. 
f.     Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya.
g.    Adanya perbedaan-perbedaan tersebut sering menimbulkan kebingungan pada para guru, tetapi justru akan memperluas dan memperkaya pengetahuan para pemakai teori-teori perkembangan anak.
2.       Psikologi Belajar dan Kurikulum
       Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semua dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang terjadi secara insting/terjadi  karena secara kebetulan bukan termasuk belajar.
       Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi 3 kelas, antara lain ;
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)
       Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi–potensi tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu.
b. Behaviorisme
       Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.
       Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R (stimulus – respon) atau aksi-reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon – stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Hukum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang – ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c.       Organismic/Cognitive Gestalt Field
       Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya.



BAB III
PENUTUP
        Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang di dasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Salah satu dari dasar dan landasan itu adalah landasan psikologi, dimana dalam landasan psikologi harus memahami minimal dua bidang psikologi yang mendasari perkembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya.       Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semua dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan.


DAFTAR PUSTAKA
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005
Papalia, Diane E., et. al. Human Development. Mc. Graw Hill Companies. 2008
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis—cet. kedelapanbelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2007
Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia—Edisi ketiga, cetakan ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2005
Sukarman, Dadang. Pengembangan Kurikulum – electronic book Kurikulum dan Teknologi Pendidikan – UPI. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI. 2007
Syaodih, Nana. Pengembangan Kurikum: Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya. 1997



 


ARTIKEL
LANDASAN SOSIOLOGIS PENYUSUNAN KURIKULUM
Nama : Syahrul Ramadhan
NIM : 11160110000004
Kelas : 3C

BAB I
PENDAHULUAN
       Berbicara mengenai landasan sosiologis sebuah kurikulum, maka kita juga pasti akan sedikit banyak bersinggungan dengan keadaan sosial, masyarakat dan budaya. Karena faktanya, budaya tidak bisa dilepaskan dari aspek sosial kemasyarakatan.. budaya merupakan hasil dari interaksi sosial yang terjadi melalui ide-ide yang muncul dari sebuah komunitas manusia. Anak-anak sekolah berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal, informal, maupun non formal. Dan mereka semua diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan masyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam        melaksanakan kurikulum.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Landasan sosiologis penyusunan kurikulum.
       Sebelum berbicara lebih jauh maka ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu arti dan makna dari empat kata tersebut, agar kita lebih jelas dengan apa yang akan kita bahas, karena jika kita membahas sesuatu yang belum jelas maka itu akan membingungkan kita sendiri.
Pertama: “Landasan”, yang mempunyai arti alas, bantalan, dasar dan tumpuan.
Kedua: “Sosiologi”, yang mempunyai arti bersifat sosial kemasyarakatan  dan yang bersifat pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat.
Ketiga: “Penyusunan”, mempunyai arti proses, atau cara serta perbuatan untuk memberikan susunan yang sisteamtis.
Keempat: “Kurikulum”, yang mempunyai arti perangkat mata pelajaran yang diajarkan lembaga pendidikan.
       Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa secara etimologi landasan sosiologis penyusunan kurikulum adalah suatu landasan atau pijakan dalam menyusun sebuah kurikulum yang mengacu pada aspek kemasyarakatan.
       Secara terminologi adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam penyusunan kurikulum.
B.     Landasan Sosiologis.
       Ciri universal dari manusia adalah hidup secara berkelompok, dan pasti membutuhkan orang lain. Manusia belajar dan tumbuh dari masyarakat. Tidak ada satu manusiapun yang hidup tanpa bantuan orang lain. Masyarakat adalah suatu sistem, yang didalamnya ada beberapa subsistem yang berjenjang secara struktural, mulai dari subsistem kepercayaan, nilai, dan subsistem kebutuhan. Subsistem-subsitem tersebut  mempunyai korelasi yang saling terkait. Masyarakat sebagai sistem mampu memproses pendidikan. Oleh karenanya, masyarakat harus mempertimbangkan dalam penyusunan sebuah kurikulum.
       James W. Thorton seperti yang di kutip Prof. Oemar Hamalik, mengatakan bahwa setidaknya ada empat kelompok kekuatan sosial yang mempengaruhi kurikulum. Di antaranya:
1.      Kekuatan sosial yang resmi, yang terdiri atas:
a.      Pemerintah suatu negara, melalui UUD dan ideologi negara
b.      Pemerintah daerah, melalui kebijakannya
c.      Perwakilan departemen pendidikan setempat
2.      Kekuatan sosial masyarakat setempat, yang terdiri atas:
a.      Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan
b.      Kerukunan atau persatuan keluarga sekolah-sekolah sejenis.
c.      Perguruan tinggi
d.      Persatuan orang tua murid
e.      Penerbit buku-buku pelajaran
f.       Media massa
g.      Adat kebiasaan masyarakat setempat.
3.      Organisasi profesional, yang terdiri atas:
a.      Persatuan Guru
b.      Persatuan Dokter
c.      Ahli hukum     
4.      Kelompok atau organisasi yang bergerak berdasarkan kepentingan tertentu, seperti kelompok patriotik dan sebagainya.
       Sulaiman sumardi merumuskan bahwa kebudayaan adalah hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Pertama: “Karya”, yaitu karya masyarakat yang menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan.
Kedua: “Rasa”, meliputi jiwa manusia yang di wujudkan dalam norma-norma dan nilai.
Ketiga: “Cipta”, merupakan pikiran orang-orang dalam hidup bermasyarakat.
C.     Implikasi landasan sosiologis dalam penyusunan kurikulum.
       Faktor sosial budaya snagat penting dalam penyusunan kurikulum yang relevan, karena kurikulum merupakan alat untuk merealisasikan sistem pendidikan. Implikasi dasar sebagai berikut:
1.      Kurikulum harus disusun berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakat. Kurikulum disusun bukan hanya harus berdasarkan nilai, adat istiadat, cita-cita dari masyarakat, tetapi juga harus berlandaskan semua dimensi kebudayaan.
2.      Karena kondisi sosial budaya senantiasa berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan masyarakat. Amak kurikulum harus disusun  dengan memperhatikan unsur fleksibilitas dan bersifat dinamis, sehingga kurikulum tersebut senantiasa relevan dengan amsyarakat.
3.      Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial budaya dalam masyarakat.
4.      Kurikulum di sekolah harus berdasarkan kebudayaan nasional yang berlandaskan pada falsafah pancasila, yang mencakup perkembangan kebudayaan daerah.


BAB III
PENUTUP

       Sekolah adalah suatu institusi yang didirikan dan diperuntukan bagi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum sebaiknya mempertimbangkan segi sosiologis ini, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun perbaikan kurikulum. Masyarakat adalah suatu sistem yang meliptu berbagai komponen antara lain, subsistem kepercayaan, nilai-nilai, kebutuhan dan permintaan. Masing-masing komponen berpengaruh  terhadap penyusunan kurikulum. Dan di dalam masyarakat terdapat berbagai lembaga sosial yang masing-masing memiliki pengaruh dan patut untuk di pertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.


      Sumber Referensi :
1.      Nana Syaodih sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010).
2.      Oemar Hamali, Dasar-Dasar pengembangan kurikulum, (Bnadung: Remaja Rosdakarya, 2011).
3.      Abdullah Idi, Pengenbangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2011).
4.      Syarifudin Nuruddin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2003).





ARTIKEL MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Nama : Syahrul Ramadhan
Nim : 11160110000004
Kelas : 3 C

A.    Pengembangan Kurikulum menurut Hilda Taba
          Kurikulum menurut Hilda Taba adalah: “ a curriculum is a plan for learning, therefore what is know about the learning process and the development of individual has bearing on the shaping of the curriculum”. kurikulum adalah suatu rencana belajar, oleh karena itu, konsep-konsep tentang belajar dan perkembangan individu dapat mewarnai bentuk-bentuk kurikulum.Kurikulum tidak hanya terletak pada pelaksanaanya, tetapi pada keluasan cakupannya, terutama pada isi, metode dan tujuannya, terutama tujuan jangka panjang, karena justeru kurikulum terletak pada tujuannya yang umum dan jangka panjang itu, sedangkan imlementasinya yang sempit termasuk pada pengajaran, yang keduanya harus kontinue.
                      Kurikulum merupakan pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat umum dan khusus dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan suatu pola tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar. Hilda Taba berpendapat bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakatnya.Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model Taba lebih menitik beratkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatau proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam kurikulum ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Model pengembangan ini lebih rinci dan lebih sempurna jika dibandingkan dengan model pengembangan Tyler. Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Modifikasi tersebut terutama penekanannya pada pemusatan perhatian guru. Teori Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam pegembangan kurikulum.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba, yaitu
1.       Membuat unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru :Dalam kegiatan ini perlu mempersiapkan 1. Perencanaan berdasarkan pada teori-teori yang kuat, dan 2. Eksperimen harus dilakukan di dalam kelas dengan menghasilkan data yang empiric dan teruji. Unit –unit eksperimen ini harus dirancang melaui tahapan-tahapan sebagai berikut:· Mendiagnosis kebutuhan. Pada langkah ini, pengembangan kurikulum dimulai dengan menentukan kebuttuhan-kebutuhan siswa melalui diagnosis tentang berbagai kekurangan (deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa. Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta kebutuhan-kebutuhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan. · Merumuskan tujuan khusus. Setelah kebuttuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para pengembang kurikulum merumuskan tujuan. Rumusan tujuan akan meliputi:- Konsep atau gagasan yang akan dipelajari- Sikap, kepekaan dan perasaan yang akan dikembangkan- Cara befikir untuk memperkuat, - Kebiasaan dan keterampilan yang akan dikuasai· Memilih isi. Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan meerupakan langkah berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan yang harus dicapai sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk siswa.· Mengorganisasi isi. Melalui penyeleksian, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu diberikan.· Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yag harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.· Mengorganisasi pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.· Menentukan alat evaluasi dan prosedur yang harus dilakukan siswa. Peda penentuan alat evaluasi guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.· Menguji keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
2.      Menguji unit eksperimenUnit yang sudah sudah dihasilkan pada langkah yang pertama harus diujicobakan pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui tigkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data sebagai penyempurnaan.
3.       Mengadakan revisi dan konsolidasiSetelah langkah pengujian, maka langkah selanjutnya melakukan revisi dan konsolidasi. Perbaikan dan penyempurnaan dilakukan pada data yang dihimpun sebelumnya. Selain dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dilakukan juga konsolidasi yaitu penarikan kesimpulan hal-hal yang umum dan tentang konsistensi teori-teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan secara bersana-sama dengan coordinator kurikulum maupun ahli kurikulum. produk dari langkah ini adalah berupa teaching learning unit yang telah diuji dilapangan. Pada langkah ini dilakukan pula penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
4.       Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (developing a frame work)Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu harus dikaji oleh para ahli kurikulum.Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab dalam langkah ini.- Apakah lingkup isi telah memadai - Apakah isi telah tersusun secara logis - Apakah pemebelajaran telah memberikan peluang terhadap pengembangan intelektual, keterampilan dan sikap - Dan apakah konsep dasar telah terakomodasi Perkembangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan itu telah berimbang ke dalamnya dan keluasannya, dan apakah pengalaman belajar telah memungkinkan belajarnya kemampuan intelektual dan emosional. Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional kurikulum lainnya. Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum yang siap untuk diimplementasikan dan didesiminasikan.
5.       Implementasi dan desiminasiDalam langkah ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke daerah dan sekolah-sekolah dan dilakukan pendataan tetang kesulitan serta permasalahan yang dihadapi guru-guru di lapangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan dilapangan yang berkaitan dengan aspek-aspek penerapan kurikulum. Pengembangan kurikulum realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan teori dan praktek. Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal.
B.     Ralph W Tyler.
       Ralph W Tyler merumuskan empat pertanyaan mendasar yang harus terjawab dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:
a)    What educational purpose should the school seek to attain? à Apa tujuan pendidikan yang harus dicapai di sekolah?
b)   What educational experiences can be provided that are likely to attain these purposes? à Apa pengalaman pendidikan yang dapat disediakan jika kita mencapai tujuan tersebut?
c)    How can these educational experiences be effectively organized? à Bagaimana pengalaman pendidikan dapat diorganisir secara efektif?
d)   How can we determine whether these purposes are being attained? à Bagaimana kita mampu memutuskan apakan tujuan ini telah tercapai.

     Dari keempat pertanyaan mendasar tersebut, disusunlah langkah-langkah    pengembangan kurikulum model Tyler adalah sebagai berikut:
a)   Menentukan tujuan
                 Dalam menentukan tujuan pendidikan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) mempelajari siswa sebagai sumber tujuan. (2) mempelajari kehidupan kontemporer dilingkungan masyarakat, (3) penentuan tujuan berdasarkan tinjauan filosofis, (4) peninjauan tujuan berdasarkan tinjauan psikologis.
b)   Menentukan pengalaman belajar.
                  Ada 5 prinsip pengalaman belajar, yaitu : (1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbuat tingkah laku yang menjadi tujuan, (2) pengalaman belajar harus menyenangkan bagi siswa, (3) siswa harus terlibat dalam belajar, (4) diberikan beberapa pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pendidikan, (5) pengalaman belajar yang disediakan dapat menghasilkan beberapa kemampuan, yaitu: kemampuan berfikir, memperoleh informasi, mengembangkan sikap sosial, mengembangkan minat.
c)    Pengorganisasian pengalaman belajar
                  Ada tiga prinsip menurut Tyler (1950: 55) dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu: kontinuitas, urutan isi, dan integrasi.
          Prinsip kontinuitas ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Bersifat vertikal artinya pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan pengalaman belajar selanjutnya. Prinsip kontinuitas bersifat horizontal artinya bahwa suatu pengalaman yang diberikan pada siswa harus memiliki fungsi dan bermanfaat untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain.
                   Prinsip urutan isi, sebenarnya erat hubungannya dengan kontinuitas, perbedaannya terletak pada tingkat kesulitan dan keluasan bahasan. Artinya, setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa harus memerhatikan tingkat perkembangan siswa. pengalaman belajar yang diberikan di kelas lima harus berbeda dengan pengalaman pada tingkat selanjutnya.
d)   Evaluasi
                 Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan mengetahui kelemahan dan kekuatan program kurikulum. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan sehubungan dengan evaluasi. Pertama, evaluasi harus menilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Kedua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu.

Daftar Pustaka
      Abdullah. 2007. Pengembangan KURIKULUM Teori & Praktik. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
      Dakir, H. 2004. PERENCANAAN dan PENGEMBANGAN KURIKULUM. Jakarta: PT Rineka Cipta.
      Hamlik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
      Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
       Subandijan. 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
       Asfari Rifai, Soekirno, Soedarminto. 1999 Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan Bahan Belajar. Jakarta: Universitas Terbuka.



ARTIKEL PERUBAHAN DAN INOVASI KURIKULUM
Nama: Syahrul ramadhan
NIM: 11160110000004
Kelas: 3 C
Inovasi Kurikulum merupakan suatu gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum tersebut dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu. Inovasi dilakukan apabila guru benar-benar menyakini bahwa pembaharuan itu memang harus dilakukan dan diperlukan.
Implernentasi suatu inovasi kurikulum dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan jaman dan meningkatkan mutu suatu satuan pendidikan. Namun, sering inovasi-inovasi tersebut mengalami kegagalan dan tidak pernah diimplementasikan. Inovasi kurikulum ini bukan hanya perubahan pemikiran, tetapi yang paling penting adalah perubahan perilaku dalam pembelajaran. cepat atau lambatnya suatu inovasi diterima oleh masyarakat atau sekolah tergantung pada karakteristik inovasi.
Perubahan kurikulum mencakup semua aspek kurikulum, seperti mata perlajaran, isi atau konten, proses belajar mengajar, metode, pengelolaan waktu yang lebih baik, dan perolehan hasil belajar siswa. tentu yang lebih baik.
Dalam menyikapi suatu perubahan, setiap sekolah dituntut berperan dalam pembaharuan tersebut sampai pada tahap implementasinya dan menetapkan perubahan itu sesuai dengan perkembangan sekolah tersebut. Sering terjadi sekolah menerima suatu perubahan tanpa memperhitungkan mengapa mereka mengadopsinya, apa dampak perubahan itu bagi guru, siswa, dan masyarakat luas. Kemudian, sekolah yang dijadikan ajang pembaharuan itu digembor-gemborkan sebagai suatu model yang akan menjadi contoh bagi sekolah lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk memastikan apakah satu sekolah perlu melakukan suatu perubahan.
Inovasi dilakukan apabila guru benar-benar menyakini bahwa pembaharuan itu memang harus dilakukan dan diperlukan. Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manuasia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya).
Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam kaitan ini Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).
Beberapa faktor yang dijadikan landasan dalam merencanakan kurikulum yaitu:
1.    Pertama asas filosofis yang berkenaan dengan sistem nilai, pandangan, dan norma suatu masalah.
2.    Kedua, asas psikologis yang berkenaan dengan cara belajar siswa dan factor yang menghambat.
3.    Ketiga, asas sosiologis berkenaan dengan penyampaian kurikulum dalam masyarakat, apakah sudah sesuai atau belum terhadat tuntutan masyarakat.
4.    Terakhir, asas organisasi berkenaan dengan bentuk penyajian bahan pelajaran.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) bahwa ada prinsip umum dalam pengembangan inovasi yang perlu dievaluasi kurikulum tersebut antara lain :
1.        Prinsip relevansi. Kurikulum yang kita rancang dan kembangkan apakah sudah relevan dengan kebutuhan peserta didik untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
2.        Prinsip fleksibilitas. Kurikulum yang kita rancang dan kembangkan apakah sudah bersifat adaptif, mampu menyesuaikan diri dengan konteks pembelajaran.
3.        Prinsip kontinuitas. Kurikulum yang kita rancang dan kembangkan memungkinkah peserta didik lebih sanggup mengembangkan potensinya kelak dalam rencana belajar berikutnya (prinsip belajar sepanjang hayat).
4.        Prinsip praktis. Kurikulum sebaiknya mudah digunakan dengan alat sederhana dan biaya relatif murah, terutama dalam situasi ekonmi dewasa ini. Selain itu, apa yang dipelajari mahasiswa seharusnya mampu membentuk dan meningkatkan kompetensi mereka di dalam kehidupan sehari-hari.
5.        Prinsip efektivitas. Efektivitas sebuah kurikulum harus dilihat dari sejauhmana perubahan peserta didik, sebagaimana dampak dalam kehidupan dan karyanya.
Masalah-masalah yang terjadi dalam inovasi kurikulum dibedakan menjadi empat :
1.    Masalah relevansi pendidikan berkaitan dengan tujuan tuntutan di era modern.
2.    Masalah mutu berkaitan dengan peningkatan aspek pendidikan demi  menghasilkan lulusan yang berkualitas.
3.    Masalah efisiensi yang berkaitan dengan usaha memanfaatkan kesempatan dalam proses pendidikan.
4.    Pemerataan pendidikan yaitu member kesempatan pada mereka yang belum pernah mengenyam pendidikan dengan sistem desentralisasi.
         Dalam penyusunan kurikulum, perlu diperhatikan struktur materi. Hubungan vertikal yakni materi pengajaran berkaitan dengan waktu. Hubungan horizontal, yaitu materi pengajaran dalam kelas berkaitan antara materi pelajaran lainnya. Dan, terdapat tiga kriteria dalam struktur materi, yaitu berkesinambungan, berurutan, dan keterpaduan.
Inovasi dalam pendekatan belajar mengajar dapat dilakukan antara lain, pertama pengalaman belajar yang merupakan aktivitas siswa dalam menangkap dan mengembangkan materi yang disampaikan guru. Kedua, cara belajar siswa aktif yaitu perubahan posisi siswa dari objek belajar menjadi subjek yang belajar dengan melibatkan keaktifan mentalnya (menyukai materi), intelektualnya (cara berpikir), dan sosialnya (mendiskusikan materi dengan teman). Dan yang ketiga, belajar proses yaitu belajar tidak harus selalu dihafal tetapi bagaimana proses penerimaan materi.
Guru memerlukan inovasi dalam penyampaian materi. Sistem penyampaian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sistem modul dan sistem paket belajar. Sistem modul bertujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri dan guru sebagai pembimbing, sehingga ada kesempatan bagi mereka yang ada di daerah terpencil. Sistem paket belajar bertujuan agar siswa mendapat bekal keterampilan yang berguna bagi hidupnya kelak.
           Kemudian, inovasi sistem penilaian pada evaluasi pembelajaran dibagi menjadi enam cara yaitu tes non kertas (tes non tertulis), tes dalam kondisi wajar (penilaian secara diam-diam), tes home tes (berupa pekerjaan rumah/ PR), performance (praktik), portofolio (pengumpulan tugas-tugas dalam kurun waktu tertentu), rubrik (penilaian menggunakan kriteria tertentu berdasarkan kinerja pembelajaran).
Ada Beberapa pengembangan inovasi kurikulum diindonesia
1.      Inovasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
          Dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum. Kemunculannya seiring dengan munculnya semangat reformasi pendidikan, diawali dengan munculnya kebijakan Pemerintah. Kurikulum berbasis kompetensi dikembangkan untuk memberikan keahlian dan keterampilan sesuai dengan standar kompetensi yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing dan daya jual untuk menciptakan kehidupan yang berharkat dan bermartabat ditengah-tengah perubahan, persaingan, dan kerumitan kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya.
           Gordon (1988) menyarankan beberapa aspek yang harus terkandung dalam kompetensi adalah: pengetahuan (knowledge), yaitu pengetahuan untuk melakukan proses berfikir. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki individu. Keterampilan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas yang dibebankan. Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini sehingga akan mewarnai dalam segala tindakannya. Sikap ( attitude), yaitu perasan atau reaksi terhadap suatu rangsang yang datang dari luar, perasaan senang atau tidak senang terhadap sesuatu masalah. Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan untuk mempelajari materi pelajaran.
2.       Inovasi Kurikulum Berbasis Mayarakat
Perkembangan pendidikan anak sejalan dengan dinamika masyarakatnya, karena ciri masyarakat selalu berkembang. Ada kelompok masyarakat yang berkembang sangat cepat, tetapi ada pula yang lambat. Hal ini karena pengaruh dari perkembangan teknologi, komunikasi dan telekomunikasi. Dalam kondisi seperti ini perubahan-perubahan di masyarakat terjadi pada semua aspek kehidupan. Efek perubahan di masyarakat akan berimbas pada setiap individu warga masyarakat, pengetahuan, kecakapan, sikap, kebiasaan bahkan pola-pola kehidupan.
Kurikulum berbasis masyarakat yang bahan dan objek kajiannya kebijakan dan ketetapan yang dilakukan di daerah, disesuaikan dengan kondisi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah yang perlu dipelajari oleh siswa di daerah tersebut. Bagi siswa berguna untuk memberikan kemungkinan dan kebiasaan untuk akrab dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Kemungkinan lain mencegah dari keterasingan lingkungan, terbiasa dengan budaya dan adat istiadat setempat dan berusaha mencintai lingkungan hidup, sehingga sebutan kurikulum ini disebut kurikulum berbasis wilayah.
3.      Inovasi Kurikulum Berbasis Keterpaduan
Kurikulum terpadu merupakan kurikulum yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun klasikal aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik bermakna dan otentik. Semuanya menekankan pada cara menyampaikan pelajarn yang bermakna dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran terpadu diharapkan para siswa memperoleh pengetahuan secara menyeluruh dengan cara mengaitkan satu pelajaran dengan pelajaran lain.


Sumber referensi:
1.       Mohd.Ansyar & H. Nurtain, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, 1991.
2.        Sanjaya. Wina, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
 
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...