KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN
Dr. Fauzan, MA
Diruangan 3.18
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbil alamin, segala
puji bagi Allah tuhan semesta Alam, dan sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan Alam nabi besar muhammad saw.
Pertama saya sangat berterima kasih
kepada dosen KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN yaitu Dr. Fauzan, MA, yang telah
memberikan berbagai ilmunya selama empat bulan perkuliahan dengan 14 kali
pertemuan.
Alhamdulillah tulisan ini penulis ketik
dan bahan di kumpulkan selama empat bulan, ini merupakan penjelasan dan
ringkasan makalah dari dosen KURIKULUM DAN PEMBELAJARANselama perkuliahan
KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN, semoga bermanfaat.
Penulis:
SYAHRUL RAMADHAN
(11160110000004)
Komplek Grand Puri Laras, Blok H. No. 94, Jln, Legoso raya,
Pisangan, ciputat, kota tanggerang selatan, banten.
Tanggal: Minggu, 31 Desember 2017
Waktu: 13.42 WIB.
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2017
Kelompok...1
& 2
RAGAM KURIKULUM
·
Ragam/bentuk kurikulum yaitu:
1.
Kurikulum (written) disebut pula kurikulum ideal. Kurikulum
tertulis adalah kurikulum yang diharapkan dapat terlaksana dan sebagai acuan
atau pedoman bagi guru untuk proses belajar mengajar.
Dengan pedoman tersebut
guru akan menentukan hal-hal sbb:
a.
Merumuskan tujuan adn kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
=> tanpa tujuan yang jelas maka guru kesulitan
b.
Menentukan isi & materi pelajaran yang harus dikuasai untuk
mencapai tujuan/penguasaan kompetensi
c.
Menyusun strategi pembelajaran untuk guru & siswa sebagai upaya
pencapaian tujuan
d.
Menentukan keberhasilan pencapaian tujuan atau kompetensi
2.
Kurikulum terlaksana (actual) => sama halnya denagn kurikulum
nyata atau real curiculum. Kurikulum ini adalah kegiatan-kegiatan nyata yang
dilakukan dalam proses pembelajaran atau yang menjadi kenyataan dari kurikulum.
3.
Kurikulum tersembunyi (hidden curiculum) => kurikulum yang tidak
direncanakan. Menurut hilda taba tentang makna kurikulum:”curriculum is a plan
for learning” => aktivitas dan pengalaman anak di sekolah yang harus
direncanakan agar menjadi kurikulum. Ada juga berpendapat bahwa kurikulum tidak
hanya yang direncanakan, namun kurikulum juga termuat pengalaman atau aktifitas
yang di rencanakan
Kurikulum ini tidak tertulis ataupun
dibicarakan oleh guru, kurikulum ini upaya murni anak didik, bisa bersifat
positif & negatif:
a.
Positif berarti hidden curiculum memberi manfaat. Ex: memiliki cara
tersendiri untuk menjadi juara kelas.
b.
Negatif berarti hidden
curiculum tidak memeberi keuntungan. Ex: mencontek untuk menjadi juara kelas.
4.
Kurikulum hanpa (null) => tidak direncanakan dan tidak
dilaksanakan, tapi ada: privat, swimming pool.
5.
Kurikulum ekstra (ekstra) => kurikulum tambahan. Kurikulum yang
berada diluar kurikulum yang sudah direncanakan atau ditentukan oleh pihak
pendidik. => ini direncanakan dan dilaksanakan hanya saja diluar dari
ketentuan yang telah ditetapkan. Kurikulum ini menggambarkan kemampuan seorang
anak. Ex: ekschool, tari sama, kaligrafi dll.
·
Penerapan bentuk kurikulum dalam pendidikan => implementasi
kurikulum bisa diartikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis (written
curiculum) dalam bentuk pembelajaran. Implementasi kurikulum merupakan suatu
ide, konsep, program kedalam praktik pembelajaran sehingga terjadi perubahan
pada sekelompok orang yang diharapkan untuk berubah
·
Impelemtasi kurikulum mencakup 3 tahap:
1.
Pengembangan program => program tahuan, semester/catur wulan,
bulanan, harian.
2.
Pelaksanaan pembelajaran => proses interaksi peserta didik
dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan kearah yang lebih baik.
3.
Evaluasi => penialian akhir.
·
Impelemnatsi tidak lepas dari faktor-faktor yang emmepngaruhi
yaitu:
1.
Karakteristik kurikulum => ruang lingkup bahan ajar, tujuan,
fungsi, dll.
2.
Strategi implementasi => diskusi, seminar, penataran.
3.
Karakteristik penggunan kurikulum => pengetahuan, ketrampilan.
·
Urgensi kurikulum:
a. peran konservatif => tanggung jawab
sekolah mewariskan nilai-nilai budaya masyarakat kepada siswa
b.
peran kreatif => sekolah punya tanggung jawab dalam mengembangkan
hal-hal baru sesuai tuntutan zaman
c.
peran krisis dan evaluatif => menyeleksi nilai atau budaya baru yang mana
harus dimiliki anak didik.
·
Fungsi kurikulum:
a.
Fungsi pendidikan umum => mempersiapkan pendidik agar menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab
b.
Suplementasi => kurikulum sebagai alat pendidikan untuk
memberikan pelayanan kepada setiap siswa sesuai dengan perbedaan tersebut
c.
Eksplorasi => siswa diharapkan dapat belajar sesuai dengan minat
dan bakatnya, memungkinkan mereka akan belajar tanpa paksaan
d.
Keahlian => untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai dengan
keahliannya yang didasarkan minat dan bakat siswa.
Kelompok....3
LANDASAN FILOSOFI PENYUSUNAN KURIKULUM
·
Filosofis (filsafat) berarti cinta akan kebijaksanaan (love of
wisdom) => orang belajar filsafat agar ia menjadi bijak, pengetahuan di
dapat dengan berfikir secara sistematis, logis dan mendalam.
·
Filsafat => upaya untuk menggambarkan dan menyatakan suatu
pandangan yang sisitematis dan komperehensif tentang alam semesta dan kedudukan
manusia di dalamnya
·
Will durant dalam hamdani membagi ruang lingkup filsafat:
a.
Logika => percakapan menlaar dan berpikir secara tepat
b.
Estetika => membhaas keindahan bagaimana di bentuk dan dirasakan.
c.
Etika => penilaian moral, baik, buruk, tanggung jawab
d.
Politik => mempelajari tema2: politik, kebebasan, keadilan hak,
milik, hukum pemerinahan
e.
Metafisik => berkaitan dnegan proses analitis atas hakikat
fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang menyertainya.
·
Manfaat filsafat pendidikan => pada dasarnya filsafat pendidikan
adalah dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahn
pendidikan. Nasution mengidentifikasikan beberapa manfaat filsafat pendidikan:
a.
Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan di bawa kemana
anak-anak melalui pendidikan dis ekolah ? mendidik anak-anak kearah yang di
cita-citakan oleh masyarakat, bangsa & negara.
b.
Mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil yang harus di capai
c.
Filsafat dan tujuan pendidikan memberikan kesatuan yang bulat
kepada segala usaha pendidikan
d.
Tujuan pendidikan memungkinkan pendidik menilai usahanya hingga
mencapai tujuan itu tercapai?
e.
Tujuan pendidikan memberikan motivasi dorongan bagi
kegiatan-kegiatan pendidikan.
·
Filsafat dan tujuan pendidikan. Hummel mengemukakan ada 3 hal yang
harus di perhatikan dalam mengembangkan tujuan pendidikan:
1.
Autonomy => emmebrikan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan yang
prima pada setiap individu dan kelompok untuk dapat mandiri dan hidup bersama dalam
kehidupan yang lebih baik.
2.
Equisty => pendidikan harus dapat emmberikan kesempatan kepada
seluruh masyarakat utk dapat berpartissipasi dalam kebudayaan dan ekonomi
3.
Survival => pendidikan bukan saja harus dapat menjamin
terjadinya pewarisan dan memperkaya kebudayaan dari generasi ke generasi akan
tetapi juga harus memberikan pemahaman saling ketergantungan antara manusia
·
filsafat sebagai sistem nilai (value system) harus menjadi dasar
dalam menentukan tujuan pendidikan. Artinya, pandangan dalam hidup atau sistem
nilai yang dianggap baik oleh suatu amsyarakat akan tercermin dalam tujuan
pendidikan yang harus di capai.
·
Sistem nilai bangsa amerika, misal adalah liberalis-demokratis,
maka dengan demikian tujuan pendidikan di amerika adalah membentuk manusia yang
liberlais-demokratis
·
Di indonesia sistem berlaku adalah pancasila, oleh sebab itu
membentuk manusia yang pancasila merupakan tujuan dan arah dari segala ikhtiar
berbagai level dan jenis pendidikan.
·
Menurut bloom (1965) tujuan pendidikan di golongkan dalam tiga
klrafikasi:
1.
Domain kognitif => berhubungan dnegan pengembangan intelektual
dan kecerdasan.
2.
Efektif => berhubungan dengan pengembangan sikap dan bidang
psikomotor berhubungan dengan ketrampilan.
·
Filsafat sebagai proses berfikir. Filsafat dikatakan proses
berfikir. Namun, apakah setiap berfikir dapat dikatakan berfilsafat? Tidak.
Berfikir filosofis adalah berfikir yang memiliki ciri-ciri tertentu. Sidi
gazalba seperti di kutip uyoh sadulloh cirinya:
a.
Radikal => berfikir sampai ke akar, sampai pada konsekuensi
terakhir.
b.
Sistematis => logis yang bergerak selangka demi selangkah dan
penuh kesadaran.
c.
Universal => tidak berfikir secara khusus, yang khusus pada
bagian-bagian tertentu melainkan mencakup keseluruhan secara sistematis dan
logis sampai ke akar-akarnya.
·
Kurikulum dan filsafat pendidikan => tujuan penidikan sangat
dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa. Ex: indonesia
dijajah belanda, amka kurikulum beriorentasi pada politik belanda.
·
Aliran-aliran filsafat pendidikan:
a.
Idealisme => kebenaran itu datangnya dari yang maha kuasa.
“manusia tidak bisa melihatnya secara lengkap apalagi menciptakannya =>
memnadang pengetahuan itu datangnya dari kekeuasaan yang maha tinggi.
b.
Realisme => pada dasarnya manusia dapat menemukan dan mengenal
realitas sebagai hukum-hukum universal. Menurut aliran ini :”sesuatu itu
merupakan kebenaran manakala dibuktikan melalui pengalaman manakala tidak dapat
dibuktikan bukanlah kebenaran”.
c.
Pragmatisme => kenyataan pada hakikatnya berada pada hubungan
sosial, antara manusia dengan manusia lainnya berkat hub. Sosial itu manusia
dapat memperbaiki mutu kehidupannya
d.
Eksistensialis => individu setiap manusia memiliki kelemahan2
namun setiap individu itud apat memperbaiki dirinya sendiri sesuai dengan
norma-norma dan keyakinan yang ditentukannya sendiri.
·
Kurikulum yang cenderung bersifat idealis akan berbeda denagn
kurikulum yang beriorentasi kepada aliran realis dan pragmatis. Namun pada
pengembangan tidak perlu fanatik pada satua lairan. Pendidikan moral agama =.
Idealis, natural science => sifat realisme.
Kelompok...4
LANDASAN SOSIOLOGIS
·
Pendidikan tidak lepas dari kurikulum karena kurikulum itu sebgaai
pondasi bagi pendidikan agar kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana dengan
baik dan efesien
·
Sejak jaman dahulu masyarakat hanya bisa hidup dan berkembang terus
melalui kebudayaan sehingga dkebudayaan, masyarakat tidak ada. Sebaliknya tanpa
masyarakaat kebudayaan tidak ada. Penyebab krisis di masyarakat seringkali
dikaitkan dengan pendidikan dan sekolah, karena fungsi pendidikan untuk
memelihara dan mengembangkan kebudayaan
·
Suatu masyarakat dikatakan modern dan sehat jika semua intitusi si
masyarakat melaksanakan tugas masing-masing dengan baik untuk mencapai tujuan
bersama tsb. Umumnya, tujuan masyarakat bersama itu ialah mencapai kehidupan
yang harmonis bagi setiap indiviu dan warga masyarakat yang disatukan oleh
kesamaan pandangan hidup.
·
Seorang yang hidup terpisah dari kelompok sosialnya tidak
memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau tingkahlaku kultural lain sebagai
bagian dari nilai-nilai budaya masyarakat.
·
Walaupun masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang berbeda,
tetapi tanpa kebudayaan tidak ada masyarakat, dan tanpa tidak ada kebudayaan
·
Riset berbasis kultural oleh klinebers (1964) mereviu bbrapa faktor
yang menyebabkan seseorang gagal memandang sesuatu secara akurat:
1.
Kita memersepsi sesuatu berdasarkan latihan yang telah kita peroleh
dan pengalaman masa lampau
2.
Kita memnadang sesuatu berdasarkan harapan
3.
Kiat memnadang sesuatu berdasarkan pada upaya untuk memenuhi
kebutuhan atau keinginan
4.
Kita melihat sesuatu atas pengaruh org lain.
·
Kebudayaan mencakup ciptaan, norma, kepercayaan, tradisi,
loyalitas, tingkah laku, moral, kontrol diri, dan harapan juga nilai-nilai,
bahasa, cita2, aspirasi.
·
Struktur kebudayaan 3 elemen:
1.
Budaya Universal => semua nilai-nilai kepercayaan dan adat
istiadat yang dianut semua warga suatu masyarakat. Percaya pada tuhan yang maha
esa bukan animisme/atheisme dan menganut ekonomi keluarga, bukan kapasitas atau
komunisme.
2.
Budaya Khusus => Biasa ditemui pada masyarakat multikultural dan
kompleks, sangat jarang masyarakat yang kompleks memiliki satu kebudayaan
(homogen)
3.
Budaya alternatif => berbeda, malahan bisa bertentangan dengan
kebudayaan universal yang berlaku umum di masyarakat atau dengan budayaan
khusus. Budaya alternatif sama denagn budaya khusus, tetapi biasanya berbeda
dgn budaya universal. Ada satu karakter penting yang dimiliki budaya
alternatif: elemen alternatif, berbeda dengan elemen universal & elemen
khusus karena suatu pilihan baru yang biasa juga disebut suatu moralitas baru.
·
Klineberg ttg persepsi manusia mengungkap bahwa:
1.
Kita memnadang sesuatu dipengaruhi latihan yang di peroleh dari
pengalaman terdahulu.
2.
Kita melihat suatu menurut keinginan atau harapan kita
3.
Kita memandu sesuatu dipengaruhi org lain tertentu, sehingga
berpengaruh pada pengambilan keputusan sehari-hari
·
Vygotshy melanjutkan bahwa interaksi antar orang dilingkungan
sosialnya mendorong proses yang meningkatkan perkembangan kemmapuan kognitif
manusia.
·
Sasaran sekolah ialah pembentuk siswa sebagai manusia seutuhnya.
Untuk mencapai itu, tdk memadai jika kurikulum hanya fokus pada pengembangan
intelektual siswa saja, tetapi harus mencakip internalisasi dan pengalaman
siswa terhadap nilai-nilai yang terefleksi pada kepribadian dan tingkah laku
sehari-hari. Sekolah dua responsbility:
1.
Pengembangan kemmapuan akademik
2.
Pendidikan karakter siswa
·
Karena lingkungan sosial bersifat dinamik bukan statis sosiologi
kurikulum harus memodifikasi terus menerus. Perubahan-perubahan itu:
1.
Perubahan masyarakat
2.
Perubahan sekolah => walaupun sekarang alat bantu belajar
moderen tapi media itu cenderung masih sbgai instrumen utk mengajar dari pada
membelajarkan siswa, blum ada perbaikan sistem pendidikan yang ampuh untuk mengoptimalkan
pembelajaran. Pembelajaran masih bernuansa teacher-centere dll, yaitu ruang
kelas yang masih beriorentasi teaching dari pada learning, siswa jadi objek
dari pada subyek pembelajaran.
3.
Pengembangan kurikulum.
Kelompok....5
LANDASAN PSIKOLOGIS KURIKULUM
·
Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan perbedaan2 baik
perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilkinya sesuai dengan tahapan
perkembanagn nya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memerhatikan kondisi
psikologis.
·
Pengetahuan tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi
yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologi. Atau
studi kasus.
·
Study psikoanalitik dilakuakn oleh sigmund freud beserta para
pengikutnya. Study ini lebih banyak diarahakan mempelajari perkembangan anak
pada masa-masa sebelumnya, terutama pada masa anak-anak (balita).
·
Metode sosiologi digunakan oleh robert havighurts, ia mmempelajari
perkembanagn anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas yang harus dihadapi
dan dilakukan dalam masyarakat. Motode lain yang sering digunakan utk mengakaji
perkembanagn anak adalah study kasus => studi seperti ini telah dilakukan
oleh jean piaget tentang perkembanagn kognitif anak.
·
Pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan ini disebabkan bbrp
alasan:
1.
Setiap anak didik memiliki tahapan perkembangan tertentu.
2.
Perkembangan merupakan periode yang snagat menentukan untuk
keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka.
3.
Akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan.
·
Ada dua konsep yang perlu diketahui untuk memahami teori
perkembangan kognitif dari piaget, yaitu (a). konsep tentang fungsi dan (b).
konsep tentang struktur. Fungsi merupakan mekanisme biologis bawaan yang sama
untuk setiap orang.
·
Struktur merupakan seperangkat ketrampilan, pola-pola kegiatan yang
fleksibel yang digunakan untuk emmahami lingkungan.
·
Menurut piaget perkembangan kognitif ada 4 fase:
1.
Sensorimotor (0-2 tahun) => mengukuti dunia kebendaan secara
praktis dan belajar sebagaimana menimbulkan efek tertuntu tanpa memahami apa
yang sedang ia lakukan kecuali hanya
mencari cara melakukan perbuatan itu. Kemampuan ank dalam berbahasa pada masa
ini belum muncul, interaksi dengan lingkungan dilakukan melalui
gerakan-gerakan. Menyentuh, bergerak, dan sebagainya. Piaget percaya bahwa asal
mula tumbuhnya struktur mental adalah aksi atau tindakan. Artinya, apabila
seorang anak melihat, merasakan, atau menggerakan suatu benda, maka ia kan
memaksa otaknya untuk membangun program-program mental untuk menguasai atau
menanganinya. Diperkirakan semakin baik pengalaman-pengalaman anak, maka akan
semakin baik pula perkembangan intelektual anak tersebut.
2.
Praoperasional (2-7 tahun), ditandai:
a.
Adanya kesadarn dalam diri anak tentang suatu objek, anak sudah
memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda.
b.
Pada fase ini kemampuan ank dalam berbahasa mulai berkembang
c.
Fase operasional ini dinamakan juga fase intuisi, sebab pada masa
ini ank mulai mengetahui perbedaan antara objek-objek sebagai suatu bagian dari
individuatau kelasnya. Misalkan perbedaan antara bentuk tunggal dan bentuk
jamak.
d.
Pandangan dunia. Pada fase ini bersifat “animistic” artinya bahwa
segala sesuatu yang bergerak di dunia ini adalah ‘hidup” misalkan bulan
bergerak.
e.
Pada fase ini pengalaman dan pemahaman anak terhadap situasi
lingkungan sangat dipengaruhi oleh sifatnya yang “egosentric” ia akan
beranggapan bahwa cara pandang orang lain terhadap objek sama seperti
dirinya.=> ex: sebuah permainan harus mengikuti peraturan dia.
3.
Operasional konkret (7-11 tahun)
1.
Pada masa ini pikiran anak terbatas pada objek2 yang ia jumpai dari
pengalaman-pengalaman langsung. Anak berfikir tentang objek2 benda secara
langsung misal ttg warna, berat, dan strukturnya.
2.
Pada masa ini selain kemampuan yang telah dimiliki masa sebelumnya.
Anak mempunyai tambahan kemampuan yang disebut dengan system of operations
(satu langkah satu fikir) => kemampuan ini kelak akan menjadi dasar
terbentuknya intelegensi. Menurut piaget, intelegensi bukan sifat yang biasanya
digambarkan dengan skor IQ, intelegensi adalah suatu proses, yaitu tahapan
langkah operasional tertentu yang mendasari semua pikiran dan pengetahuan
manusia, disamping merupakan proses pembentukan pemahaman.
Kemampuan
kognitif yang dimiliki anak pada fase ini:
a.
Conservation ( pengekalan ) => kemampuan anak dalam memahami
aspek=aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah. => benda tidak akan
berubah secara sembarangan.
b.
Addition of classes (penambahan golongan benda) => kemampuan
anak dalam memahami cara mengkombinasikan benda-benda. Dari tinggi kerendah,
ayam, itik, bebek => bagian dari unggas.
c.
Multification of classes => pelipatan golongan benda, yakni
ekmampuan yang melibatkan pengetahuan cara mempertahankan dimensi-dimensi benda
seperti warna bunga dan jenis bunga untuk emmbentuk gabungan golongan benda,
seperti mawar merah, mawar putih.
4.
Operasional formal (12-14 tahun keatas).
a.
Pada masa ini pola pikir anak sudah sistematik dan meliputi
proses-proses yang kompleks.
b.
Aktivitas proses berfikir pada fase ini mulai menyerupai berfikir
orang dewasa.
c.
Tanpa mempertimbangkan psikologi ana.k, maka dapat dipastikan
kurikulum yang disusun tidak akan efektif
·
Psikologi belajar => pengembangan kurikulum tidak akan lepas
dari teori belajar. Sebab, pada dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan
siswa. Banyak teori tentang belajar sebagai sebuah proses perubahan tingkah
laku. Namun semau teori berpangkal pada pandnagan hakikat manusia.
a.
Menurut jhon locke => manusia organisme yang pasif. Dengan teori
tabularasas-nya, locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih. Hendak
ditulis apa tergantung yang menulis, melahirkan aliran => belajar
behavioristik-elementeristik => KTPSP => guru menyampaikan, murid =pasif,
k.13 active learning.
b.
Berbeda dgn Leibniz => manusia adalah organisme yang aktif.
Manusia sumber dari pada seluruh kegiatan, pada hakikatnya manusia bebas untuk
berbuat, manusia bebas untuk membuat pilihan dalam setiap situasi.
·
Dalam psikologi belajar ada ebebrapa aliran yang masing-masing
mempunyai konsep belajar =>
1.
Psikologi daya => dalam diri manusia terdapat berbagai daya.
Daya-daya tersebut harus dilatih agar dapat berfungsi denagn baik, seperti
mengingat, berfikir, merasakan, berkehendak, dan sebagainya. Sebagai
implikasinya => kurikulum harus menyediakan berbagai berbagai mata pelajaran
yang dapat menembangkan daya-daya itu.
2.
Teori mental state => menurut J. Herbart jiwa manusia
sesungguhnya terdiri atas kesan-kesan atau tanggapan yang amsuk melalui alat
indra, berasosiasi satu sama lain, utk kemudian membentuk mental atau kesadaran
manusia. Kesan tersebut akan tertanam semakin dalam melalui pelatihan. =>
pandnagan ini bersifat materialistik. Sebagai implikasinya => kurikulum
disusun dari sejumlah mata pelajaran yang mengandung pengetahuan yang luas,
disusun berpisah namun akan berasosiasi => akan menghasilkan manusia
intelektual.
3.
Psikologi behaviorisme => kesan dna ingatan adalah kegiatan
organisme. Manusia tdk dapat diamati, tetapi kelakuan ajsmaniyalah yang dapat
diamati. Belajar => pembentukan hubungan antara stimulus dan respon =>
tergantung latihan yang diadakan. Sebagai implikasinya => dengan mepelajari
kelakuan manusia, dapat disusun suatu program yang serasi dan memuaskan. Serasi
=> menyampaikan kembali ilmu yang didapat.
4.
Teori koneksionisme => doktrin pokok => hubungan antara
stimulus dan respon => oleh Thorndike melalui S-R Bond Theory dgn hukumbljr
sbb:
a.
Hukum latihan => apabila dilatih hubungan tersebut akan menguat.
b.
Hukum pengaruh => kuat atau lemahnya hubungan tersebut
tergantung pada pengaruhnya memuaskan atau tidak.
c.
Hukum kesiapan => mempengaruhi kepuasaan dan kegagalan dalam
belajar.
Pada umumnya
aliran ini:
a.
lingkungan mempengaruhi
kelakuan belajar individu
b.
Kurang memperhatikan proses pengenalan dan berfikir
c.
Mengutamakan pengalaman masa lalu.
Sebagai
impliasinya => kurikulum disusun
berdasarkan lingkungan, yg dapat menimbulkan respon atau tingkah laku yg
diharapkan.
5.
Psikologi gesalt => keseluruhan bukanlah penjumlahan
bagian-bagian, melainkan suatu kesatuan yang bermakna. Prinsip belajarnya:
a.
Belajar dimulai dari satu keseluruhan menuju bagian-bagian tersebut
b.
Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian tersebut.
c.
Bagian-bagian dilihat dalam hubungan keseluruhan berkat individuasi
=> biologi akan berpengaruh apa pada fisika?
d.
Belajar memerlukan pemahaman
e.
Belajar memerlukan organisasi pengalaman yang kontinu
Sebagai
implikasinya => kurikulum disusun atas dasar keseluruhan yang emmungkinkan
siswa berinteraksi dengan lingkungan dan menimbulkan pemahaman kepada mereka.
Kelompok...6
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
·
Pengembangan kurikulum hakikatnya adalah penyusunan rencana tentang
isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara
mempelajarinya.
·
Menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi,
misi, serta tujuan yang ingin capai.
·
Model pengembanagn kurikulum menurut Rapl Tyler:
Langkah-langkah yang harus ditempuh:
a.
Menentukan tujuan yang akan di capai melalui kegiatan pendidikan
yang akan dilakukan
b.
Menentukan pilihan bentuk proses pembelajaran menuju pencapaian
tujuan yang akan di capai
c.
Menentukan pengaturan atau organisasi materi kurikulum
d.
Menentukan cara untuk menilai hasil belajar
Tyler
menyatakan dalam menentukan tujuan pendidikan hendaknya jangan hanya
diperhitungkan pendapat para ahli disiplin ilmu melainkan juga kebutuhan dan
minat anak dan masyarakat yang sesuai dengan falsafah pendidikan.
·
Model menurut hilda taba => pada dasarnya hilda taba setuju
dengan pendahulunya, yaitu Ralp Tyler hanya bedanya, taba membuat deretan
kegiatan sebagai rincian untuk masing-masing tahapan. Langkah-langkah hilda
taba:
a.
Menentukan tujuan pendidikan dengan langkah-langkah:
1.
Merumuskan tujuan umum
2.
Mengklarifikasi tujuan-tujuan
3.
Merinci tujuan-tujuan berupa pengetahuan (fakta, ide, konsep) dan
berfikir.
4.
Merumuskan tujuan dalam bentuk yang spesifik.
b.
Mengidentifikasi dan menyeleksi pengalaman belajar dengan
langkah-langkah:
1.
Mengidentifikasi minat dan kebutuhan siswa
2.
Mengidentifikasi dan menyesuaikan dengan kebutuhan sosial
3.
Menentukan lulusan dan kedalam pembelajaran
4.
Menentukan keseimbangan antara ruang lingkup dan kedalaman
c.
Mengorganisasikan bahan kurikulum dan kegiatan belajar:
1.
Mennetukan organisasi kurikulum
2.
Menentukan ukuran materi kurikulum
3.
Melakukan pengintegrasian kurikulum
4.
Menentukan focus pelajaran
d.
Mengevaluasi hasil pelaksanaan kurikulum:
1.
Menentukan criteria penilaian
2.
Menyusun program evaluasi yang komprehensif
3.
Tekhnik mengumpulkan data
4.
Interpretasi dan evaluasi
5.
Menerjemahkan evaluasi kedalam kurikulum.
·
Model Harold B. Alberty => langakh-langkah pengembangan saja,
menambahkan beberapa unsur penting yang harus ditekan dalam kurikulum:
a.
Menentukan falsafah => merumuskan denagn jelas => tujuan ini
perlu diperinci dan harus sesuai dgn nilai masyarakat dan negara.
b.
Menentukan ruang lingkup materi pembelajaran => konsep, prinsip,
masalah serta batas-batas unit.
c.
Menentukan kegiatan pembelajaran => kegiatan peserta didik => kreatif dan
konstruktif forum dan diskusi
d.
Menentukan sumber belajar
dan alat belajar => berisihi bahan referensi.
e.
Menentukan evaluasi
f.
Menyusun panduan atau petunjuk tentang cara menggunakan unit sumber
·
Perbedaan 3 ini:
1.
Tyler => perencanaan dan point2 umum saja
2.
Taba => lebih rinci, penyempurnaan, implikasi dan eksperimen
3.
Al-berty => pengembangan saja.
Kelompok...7
MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
·
Guru menurut freire. Freire menepatkan guru dan murid pada posisi
yang sama. Guru menurut freire adalah seorang yang berada dalam proses
pendidikan yang demokratis, yaitu mempunyai kepercayaan kepada siswanya sebagai
mahluk yang tidak hanya mampu mendiskusikan masalah, tetapi juga mmapu
mengatasi masalah. Maksudnya, dalam proses belajar mengajar hendaknya ada
hubungan dialog. Seorang guru harus menjadi fasilitator, motivator, dan
dinamisator bagi siswanya agar tercipta suasana komunikatif dalam proses
belajar mengajar. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk
mengenbangkan dirinya.
·
Siswa menurut freire. Anak didik adalah mahluk yang memiliki nasib
dan amsa depan pendidikan masing-masing sehingga peran seorang pendidik dalam
pendidikan adalah mengarahkan mereka sesuai dengan potensi dan bakat yang
dimilikinya. Dengan kata lain, anak didik adalah mahluk yang dilahirkan sebagai
sosok-sosok dengan kebebasan dan kemerdekaan untuk mewujudkan eksitensinya
dirinya secara terbuka dan mandiri. Maka belajar merupakan suatu gerakan menuju kesadaran kritis,
belajar merupakan proses yang bersifat aktif. Sikap kritis manusia sama sekali
tidak dapat dihasilkan oleh pendidik yang bergaya bank (banking education).
Sikap kritisa dalam belajar pada anak didik menurut freire:
1.
Pembaca harus mengetahui peran dirinya => mempelajari sebuah
teks secara serius memerlukan analisa terhadap sebuah bidang kajian yang
ditulis oleh yang mempelajarinya. Belajar adalah sebuah bentuk penemuan kembali
(reinventing), penulisan ulang (rewriting)
penciptaan kembali (recreating) dan ini tugas subjek, bukan objek. Bertanya
dalam hati yang dimulai dengan terus menerus mengamati kebenaran yang
tersembunyi dibalik fakta yang dipaparkan dalam teks.
2.
Pada dasarnya praktik belajar adalah bersikap terhadap dunia. Orang
yang sedang belajar tidak boleh menghentikan rasa ingin tahunya terhadap orang
lain dan kehidupan nyata.
3.
Kapan saja mempelajari sesuatu kita dituntut menjadi lebih akrab
dengan bibliografi yang telah kita baca
4.
Dialektika, ini melibatkan pengalaman sosio-historis dan ideologi
penulis, yang tentu tidak sama dengan pengalaman pembaca
5.
Perilaku belajar menuntut rasa rendah hati (sense of modesty). Teks
yang kita baca tidak selalu mudah untuk dipahami. Dengan sikap rendah hati dan
kritis kita lantas mengetahui bahwa teks tersebut bisa jadi berada diluar
kemampuan kita untuk memahaminya, sehingga teks itu menjadis ebuah tantangan
tersendiri.
·
Nadhler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang
dapat menolong si pengguna untuk menegrti dan emmahami suatu proses secara
mendasar dan menyuruh.
B.
kurikulum Humanistik.
·
Dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan dpat membangun hubungan
emosional yang baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan individu
peserta didik itu selanjutnya. Pada kurikulum ini, guru diharapkan mengatahui
respon peserta didik terhadap kegiatan mengajar.
C. karakteristik Kurikulum Humanitik.
·
Kurikulum humanistik menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku
bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan.
Kurikulum ini kurang menekankan sekuens karena dengan sekuens murid-murid
kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas untuk memperluas dan memperdalam
aspek-aspek perkembangannya.
·
Robert S. Zais (1976) mengemukakan delapan model pengembangan
kurikulum:
1.
The Administrative (line-staff) model. Atau garis komandu “dari
atas kebawah” maksudnya inisiatif pengembanagn kurikulum dari ats kebawah
berasal dari pejabat tinggi (kemdiknas) kemudian secara struktural dilaksanakan
ditingkat bawah.
2.
The Grass-Roots Model => Inisiatif pengembangan kurikulum dalam
model ini berada di tanagn guru-guru sebagai pelaksana kurikulum disekolah.
3.
The demonstration Model +. Model ini menurut sejumlah guru dalam
satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbaharui kurikulum
4.
Beauchamp’s System model
5.
Taba’s inverted model => mengembangkan lima langkah.
6.
Roger’s interpersonal relations model
7.
The systematic action-research model tiga faktor utama yang
dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan natar
manusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas ilmu
8.
Emeging Technical Model => dari tiga variasi model =>
a.
model analisis tingkah laku => melatih kemampuan anak dari mulai
sederhana bertahap.
b.
model analisis =>
menjabarkan tujuan-tujuan khusus secara khusus,
c.
dan model berdasarkan komputer.
Kelompok...8
KOMPONEN-KOMPONEN
KURIKULUM
A. Pengertian
Komponen Kurikulum
Komponen menurut KBBI adalah bagian
dari keseluruhan. Kurikulum harus mempunyai komponen lengkap dan fungsional
baru bisa dikatakan baik. Kurikulum di suatu
sekolah (the curiculum) mungkin mempunyai komponen kurikulum yang
berbeda dari kurikulum di sekolah lain, karena perbedaan di dalam menafsirkan
komponen kurikulum. Namun perbedaan tersebut harus dapat dipisahkan antara
perbedaan prinsip dan perbedaan yang tidak prinsip.
B. Jenis-Jenis Komponen
Kurikulum
1. Komponen tujuan
Bangsa
yang menganut paham demokrasi sebagai falsafah hidupnya (democracy as a way
of life) akan menekan sistem pendidikan yang memiliki empat kemampuan;
a) Self realization (mewujudkan dan
mengembangkan bakat)
b) Human relationship (hubungan antar
insani)
c) Economic efficlency (efisiensi ekonomi)
d) Civic responsibility (tanggung jawab
warga negara)
Tujuan
pendidikan nasional dirumuskan langsung oleh pemerintah sebagai pedoman bagi
pengembangan tujuan-tujuan pendidikan yang lebih khusus. Tujuan institusional
adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap lembaga pendidikan, baik
pendidikan formal (TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA) maupun pendidikan nonformal
(lembaga khusus, pesantren). Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai
oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan pembelajaran umum adalah
tujuan yang ingin dicapai pada setiap pokok pembahasan, sedangkan tujuan
pembelajaran khusus adalah tujuan dari setiap sub pokok pembahasan. Di dalam
kurikulum 2004 atas kurikulum berbasis kompetensi dikenal dengan istilah
Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran, Kompetensi Dasar (KD), dan indikator. Bedanya,
kalau tujuan harus “dicapai” oleh peserta didik, sedangkan kompetensi harus
“dikuasai” oleh peserta didik. Istilah “dikuasai” mengandung implikasi yang
lebih berat bagi guru dibandingakan dengan istilah “dicapai”.
2. Komponen Isi/materi
Secara
umum, isi kurikulum itu dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a) Logika, yaitu pengetahuan tentang benar-
salah, berdasarkan prosedur keilmuan
b) Etika, yaitu pengetahuan baik-buruk,
nilai, dan moral
c) Estetika, yaitu pengetahuan tentang
indah-jelek, yang ada nilai seni.
Pengembangan
isi kurikulum harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Mengandung bahan kajian atau topik-topik
yang dapat dipelajari
b) Berorientasi pada standar kompetensi
lulusan mata pelajaran, dan kompetensi dasar.
3. Komponen Proses
Komponen
proses disebut juga komponen metode 11, yaitu upaya guru untuk membelajarkan
peserta didik. Guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembelajaran,
metode mengajar media pembelajaran. Pemilihan strategi pembelajaran harus
disesuaikan dengan tujuan kurikulum. Untuk memilih metode, guru dapat melihat
beberapa pendekatan yaitu berpusat pada mata pelajaran, pada peserta didik dan
berorientasi pada kehidupan bermasyarakat.
4. Komponen Evaluasi
Evaluasi
kurikulum merupakan usaha yang sulit dan kompleks, karena banyak aspek yang
harus dievaluasi, banyak orang yang terlibat, dan luasnya kurikulum yang harus
diperhatikan. Kumpulan mata pelajaran kegiatan dan pengalaman anak di dalam
maupun diluar sekolah.
C. Komponen
Pengembangan Kurikulum
1. Kebijakan Umum dalam Kegiatan
Belajar-Mengajar
Contoh
dari kebijakan umum dalam konteks sekolah adalah kebijakan dalam kegiatan
belajar-mengajar, persamaan kesempatan, pengembangan staf, atau kebutuhan
khusus. Contoh dari kebijakan khusus di sekolah, misalnya penggunaan seragam,
kunjungan sekolah, pengelolaan sumber belajar, dan pengelolaan keuangan.
2. Program Kegiatan
3. Rencana Pengembangan Sekolah
4. Organisasi dan Struktur Kurikulum
5. Skema Kerja
Skema
kerja merepresentasikan apa yang telah dibuat dalam penentuan keputusan tentang
struktur dan organisasi kurikulum.
6. Penilaian, Perekaman, dan Pelaporan
7. Petunjuk Teknis
Petunjuk
teknis atau guidelines berfungsi dalam menjawab pertanyaan “bagaimana”.
Contohnya, andaikan guru memiliki keterbatasan ilmu pengetahuan. Akan tetapi,
bagaimanapun juga ia berkewajiban menyampaikan ilmu tersebut kepada siswa.
8. Perencanaan Jangka Pendek dan Menengah
Perencanaan
jangka menengah sering digunakan dalam
kelompok tim tahunan.
9. Strategi Monitoring
Kelompok..... 9
INOVASI
KURIKULUM
A. Pengertian
Inovasi
·
Inovasi
dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang
digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari
bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” berupa ide, gagasan, benda atau mungkiin
tindakan. Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bisa
benar-benar baru yang belum tercipta sebelumnya yang kemudian disebut
inovation, atau dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah
ada dalam konteks sosial yang lain yang kemudian disebut discovery.Jadi
dengan demikian, inovasi itu dapat terjadi melalui proses inovation atau
melalui proses discovery.
B. Hambatan-
Hambatan Inovasi
·
Ibrahim
(1988) mencatat ada enam faktor utama yang dapat menghambat suatu inovasi
yaitu:
1. Estimasi yang tidak tepat
Adanya
pertimbangan implementasi inovasi, kurang adanya hubungan anggota team
pelaksana, kurang adanya persamaan pendapat tentang tujuan yang ingin dicapai,
tidak adanya koordinasi antar petugas yang terlibat. Untuk mencegah adanya hambatan
diatas, maka proses penyusunan perencanaan inovasi perlu dilakukan dengan
sungguh-sungguh dengan melibatkan koordinasi.
2. Konflik dan Motivasi
Adanya
perasaan iri dari pihak atau anggota tim inovasi dan dapat ditimbulkan juga
oleh motivasi, misalnya motivasi yang lemah dari orang-orang yang terlibat yang
justru memegang kunci.
3. Inovasi tidak berkembang
Pendapat
yang rendah, faktor geografis, seperti tidak memahami kondisi alam, letak
geografis yang terpencil dan sulit dijangkau oleh alat transformasi, serta
kurang nya sarana komunikasi.
4. Masalah finansial
Sering
terjadi kegagalan inovasi dikarenakan dana yang tidak memadai. Beberapa
faktornya adalah: bantuan dana yang sangat minim, kondisi ekonomi masyarakat
secara keseluruhan, penundaan bantuan dana.
5. Penolakan dari kelompok penentu
Seperti
golongan elite, tokoh masyarakat dalam suatu sistem sosial.
6. Kurang adanya hubungan sosial
Harus
diciptakan dengan melakukan pertukaran pikiran secara continue antara sesama
anggota team.
C. Jenis-Jenis
Inovasi Kurikulum
1. Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP)
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Dengan memerhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
2. Penyelenggaraan Sekolah Lanjutan Pertama
Terbuka (SLTPT)
SLTP
Terbuka merupakan sekolah menengah umum Tingkat pertama yang kegiatan
belajarnya dilaksanaka sebagian besar diluar gedung sekolah, menggunakan paket
belajar berupa modul dan pemanfaatan media elektrinik seperti radio.
3. Pengajaran Melalui Modul baik Formal
maupun Non Formal
4. Pembelajaran Melalui Komputer
Melalui
komputer siswa dapat belajar sendiri.
D. Inovasi
Kurikulum Indonesia
Seperti perubahan tujuan kurikulum,
penyesuaian materi dan waktu, dan strategi pembelajaran, serta sistem
penilaian. Dilakukan percobaan-percobaan pada sekolah tertentu. Jika
menunjukkan hasil yang baik, maka selanjutnya dituangkan untuk digunakan di
seluruh Indonesia.
Beberapa
pertimbangan inovasi kurikulum di Indonesia:
1. Relevansi yaitu masih adanya
ketidaksesuaian antara kurikulum yang digunakan dengan kebutuhan dilapangan.
2. Mutu pendidikan di Indonesia sangat
rendah. Mutu pendidikan Indonesia masih dibawah Malaisya dan Singapura, bahkan
Filiphina dan Thailand. Padahal tahun 1970-an, orang-orang Malaysia belajar ke
Indonesia.
3. Masalah pemerataan pembangunan
pendidikan di Indonesia sampai saat ini memang masih kurang merata.
4. Masalah keefektifan dan efisiensi
pendidikan. Keefektifan berkenaan dengan keampuhan pelaksanaan kurikulum,
metodologi, evaluasi, guru, pengawasan. Masalah efisiensi berkenaan dengan
manajemen kurikulum itu sendiri, keterbatasan dana dan daya. Dalam efesiensi
menyangkut juga aspek waktu, yaitu penggunaan waktu dalam setiap pelajaran.
Setelah bentuk
atau wujud inovasi kurikulum itu ada, kemudian dilaksanakan dalam situasi yang
sebenarnya. Untuk itu, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan:
1. Faktor guru (pendidik)
2. Faktor peserta didik (siswa)
Inteligensia,
kemampuan motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri
mereka tanpa ada paksaan.
3. Faktor program pembelajaran
Pedoman
dalam implementasi kurikulum di sekolah. Hasil inovasi kurikulum pada akhirnya
disusun dalam program pembelajaran.
4. Faktor fasilitas
5. Faktor lingkungan sosial masyarakat
Banyak
kegiatan inovasi kurikulum yang tidak didukung oleh masyarakat berakibat
terhentinya pelaksanaan inovasi.
E. Inovasi
Kurikulum 2013
1. Keunggulan kurikulum 2013
a) Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan
yang bersifat alamiah (konstektual) peserta didik dapat mengembangkan berbagai
kompetensi sesuai dengan potensinya.
b) Kurikulum 2013 yang berbasis karakter
c) Ada bidang-bidang studi atau pada
pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan
kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan.
2. Asumsi kurikulum 2013
Asumsi
merupakan parameter untuk menentukan tujuan dan kompetensi yang akan
dispesifikan, konsistensi dan validitas. Sedikitnya terdapat 5 asumsi yang
mendasari kurikulum 2013:
a) Banyak sekolah yang memiliki sedikit
guru yang profesional. Karena itu, penerapan kurikulum berbasis kompetensi
menuntut peningkatan kemampuan profesional guru.
b) Banyak sekolah yang hanya mengoleksi
sejumlah mata pelajaran dan pengalaman sehingga mengajar diartikan sebagai
kegiatan menyajikan materi yang terdapat dalam setiap mata pelajaran.
c) Peserta didik bukanlah kertas putih
melainkan individu yang memiliki potensi.
d) Peserta didik memiliki potensi yang
berbeda dan bervariasi.
e) Kurikulum harus berisi
kompetensi-kompetensi potensialsebagai jabaran dari seluruh aspek kepribadian
yang mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan.
Kelompok...10
KURIKULUM DAN TEKHNOLOGI
A. Kurikulum dan Teknologi
Sejak dahulu teknologi telah diterapkan
dalam pendidikan, tetapi yang digunakan adalah teknologi sederhana seperti
penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, dan lain-lain. Dewasa ini
sesuai dengan tahap perkembangannya yang digunakan adalah teknologi maju,
seperti audio dan video cassette, overhead projector, film
slide, dan motion film, mesin pengajaran, komputer, CD-rom dan
internet.[1]
Penerapan teknologi dalam bidang
pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat
lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan
teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools
technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga
teknologi sistem (system technology).
Kurikulumnya berisi rencana-rencana
penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang banyak
melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah:
pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran,
pengajaran modul. Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.
Perspektif teknologi sebagai
kurikulum ditekankan pada efektivitas program metode dan material untuk
mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi memengaruhi kurikulum dalam
dua cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana
penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori,
teknologi digunakan dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan
instruksional. Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih
diarahkan pada bagaimana mengajarkannya, bukan apa yang diajarkan. Adapun
pandangan kedua menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan
instruksional.
Pada tahun 1960, B.F Skinner menganjurkan
efisiensi dalam belajar, yaitu cara mengajar yang memberikan lebih banyak
subjek kepada peserta didik yang lebih banyak.[2]
B. Beberapa Ciri Kurikulum Teknologis
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep
teknologi pendidikan, memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:
1. Tujuan: tujuan diarahkan pada penguasaan
kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat
umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut
objektif atau tujuan instruksional. Objektif ini menggambarkan perilaku,
perbuatan atau kecakapan-keterampilan yang dapat diamati atau diukur.
2. Metode: Pengajaran bersifat individual,
tiap siswa menghadapi serentetan tugas yang harus dikerjakannya, dan maju
sesuai dengan kecepatan masing-masing. Pada saat tertentu ada tugas-tugas yang
harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penegasan tujuan: para siswa diberi
penjelasan tentang pentingnya bahan yang harus dipelajari. Sebagai tanda
menguasai bahan mereka harus menguasai secara tuntas tujuan-tujuan dari suatu
program.
b. Dalam kegiatan belajarnya mereka dapat
menguasai keterampilan-keterampilan dasar ataupun perilaku-perilaku yang
dinyatakan dalam tujuan program. Mereka belajar dengan cara memberikan respons
secara cepat terhadap persoalan-persoalan yang diberikan.
c. Pengetahuan tentang hasil: kemajuan
siswa dapat segera diketahui oleh siswa sendiri, sebab dalam model kurikulum
ini umpan balik selalu diberikan.
d. Organisasi bahan ajar: Bahan ajar atau
kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi
yang lebih kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari objektif-objektif
ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan.
e. Evaluasi: kegiatan evaluasi dilakukan
pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun semester,
fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam
penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan
balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif).
Juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk
penyempurnaan kurikulum.[3]
Meskipun memiliki
kelebihan-kelebihan, kurikulum teknologis tidak terlepas dari beberapa
keterbatasan atau kelemahan. Model ini terbatas kemampuannya untuk mengajarkan
bahan ajar yang kompleks atau membutuhkan penguasaan tingkat tinggi (analisis,
sintesis, evaluasi) juga bahan-bahan ajar yang bersifat afektif. Beberapa
percobaan menunjukkan kemampuan siswa untuk mentransfer hasil belajar cukup
rendah. Pengajaran teknologis sukar untuk dapat melayani bakat-bakat siswa
belajar dengan metode-metode khusus. Metode mengajar mereka cenderung seragam.[4]
C. Pengembangan Kurikulum dan Teknologi
Pengembangan
kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:
1.
Prosedur
pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang
lain.
2.
Hasil
pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang,
dan hendaknya memberikan hasil yang sama.
Inti dari pengembangan kurikulum
teknologis adalah penekanan pada kompetensi. Pengembangam dan penggunaan alat
dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan
program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi tertentu.
Pengembangan pengajaran yang
betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. Inilah hambatan utama pengembangan kurikulum ini, terutama
bagi sekolah atau daerah-daerah yang kemampuan finansialnya masih rendah.
Pemecahan masih dapat dilakukan
dengan menerapkan model kurikulum teknologis yang lebih menekankan pada
teknologi sistem dan kurang menekankan pada teknologi alat. Model ini di
Indonesia dikenal dengan nama Satuan Pelajaran dalam lingkungan Pendidikan
Dasar dan Menengah atau Satuan Acara Perkuliahan pada Perguruan Tinggi, sebagai
bagian dari Sistem Instruksional atau Desain Instruksional.
Pengembangan kurikulum teknologis
terutama yang menekankan teknologi alat, perlu mempertimbangkan beberapa hal.
1. formulasi perlu dirumuskan terlebih
dahulu apakah pengembangan alat atau media tersebut benar-benar diperlukan. Hal
ini menyangkut pasaran.
2. spesifikasi, diperlukan adanya
spesifikasi dari alat atau media yang akan dikembangkan, baik dilihat dari segi
kegunaannya maupun ketepatan penggunaannya. Spesifikasi juga meliputi
spesifikasi lingkungan tempat belajar, standar perilaku belajar, serta
keterampilan-keterampilan untuk mencapai tujuan.
3. prototipe, sekuens-sekuens pengajaran
perlu diujicobakan dalam bentuk prototipe-prototipe, demikian juga
format-format media, dan organisasi.
4. percobaan pertama, unit-unit pengajaran
diujicobakan pada sejumlah sampel siswa untuk mengetahui keberhasilan dan
kelemahannya.
5. mencoba hasil, hasil dari pengembangan dicoba
diterapkan di dalam sistem pengajaran yang berlaku. Proses pelaksanaan, hasil
dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dicatat sebagai umpan balik bagi
penyempurnaan selanjutnya.[5]
Kelompok....11
KURIKULUM
DAN POLITIK
A. Politik Pendidikan Sebagai Kajian
Akademis
·
Roger
F. Soltau dalam Introduction to politis,
“Ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara, dan lembaga-lembaga
yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu; hubungan negara dan warga
negaranya serta dengan negara-negara
lainnya.[6]
·
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata politik diartikan sebagai berikut.
1. Pengetahuan tentang ketatanegaraan atau
kenegaraan, yaitu mengenai sistem pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan.
2. Segala urusan dan tindakan,
kebijaksanaan,siasat.
·
Dalam
kamus bahasa Arab, ada beberapa istilah yang bisa di pergunakan dalam
pengertian pendidikan, yaitu ta’lim, ta’bid, tarbiyah, tadris, dll.
·
Kemudian
di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
·
Dari
beberapa pengertian tersebut, kita mendapati ada persamaan dan perbedaan antara
politik dan pendidikan. Persamaannya, politik dan pendidikan sama-sama
berkaitan urusan manusia hidup di dunia, sama-sama sebagai salah satu alat atau
jalan manusia untuk mencapai tujuannya, dan manusia sama sekali tidak bisa di
katakan apolitis dan tidak berpendidikan
secara total. Manusia sekecil apapun tetap berpolitis dan tetap berpendidikan.
Perbedaannya, politik lebih berkaitan dengan pencapaian posisi manusia dalam
wilayah atau sebuah kekuasaan, baik itu skala besar ataupun skala kecil,
sementara pendidikan lebih kepada pencapaian manusia memeperoleh pengetahuan,
kecerdasan, dan keterampilan untuk persiapan hidup ke depan atau terjun dalam
masyarakat yang lebih luas.
·
Politik
dan pendidikan sebenarnya tak bisa di pisahkan, ini setidaknya mengacu dari
pernyataan beberapa kalangan filsuf luar negeri kontemporer, modern, dan
posmodren, salah satunya Michael Foucault, yang yang mengatakan bahwasanya
tidaklah mungkin memisahkan keberadaan pengetahuan dengan meninggalkan
kekuasaan. Sebaliknya, tak mungkin memisahkan kekuasaan bisa berjalan tanpa
pengetahuan.kekuasaan bekerja di dalam proses pembentukan pengetahuan yang
merupakan sebuah bentuk kebudayaan. Ada filsuf lain, Francis Bacon, yang
mengatakan pengetahuan adalah kekuasaan. Juga, Bourdie mengatakan bahwasanya
pendidikan hanya jembatan untuk bicara tentang budaya dalam sebuah struktur.
Ini berarti pendidikan dilihat sebagai proses untuk memantapkan struktur yang
ada.[7]
·
Ki
Supriyoko di dalam salah satu tulisannya memberikan jabaran dan batasan wilayah
kajian dari politik pendidikan, yaitu sebagai berikut.
1.
Politik
pendidikan adalah metode yang digunakan untuk memengaruhi pihak lain untuk
mencapai tujuan pendidikan.
2.
Politik
pendidikan berbicara mengenai bagaimana metode untuk mencapai tujuan
pendidikan, misalnya tentang anggaran pendidikan, kebijakan pemerintah, dan
partisipasi masyarakat.
3.
Politik
pendidikan berbicara mengenai sejauh mana pencapaian pendidikan sebagai
pembentuk manusia Indonesia yang berkualitas, penyangga ekonomi nasional, dan
pembentuk bangsa yang berkarakter.
4.
Politik
pendidikan serupa pengertiannya dengan politik ekonomi, politik kebudayaan.
·
Itu
harus dibedakan dengan pendidikan politik yang pengertian dan wilayahnya
sebagai berikut:
1.
Pendidik
politik adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik bagi perannya di
dunia politik.
2.
Pendidik
politik lebih berorientasi pada bagaimana peserta didik menjadi manusia yang
melek politik.
3.
Pendidikan
politik lebih banyak berbicara mengenai usaha untuk ‘’ memelekpolitikkan’’
peserta didik bisa dicapai secara efektif, misalnya saja tentang sistem
pengajaran, metode pengajaran, kurikulum pendidikan dan sebagainya.
4.
Pendidikan
politik lebih banyak berbicara mengenai sejauh mana sistem pemerintah, hak dan
kewajiban warga negara, pemilu dan sebagainya.
5.
Pendidikan
politik setara pengertiannya dengan pendidikan ekonomi, pendidikan agama, sebagainya.[8]
B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Nasional
·
Sudah
jelas dasar diadakan pendidikan nasional tidak lain sumbernya adalah Pancasila
dan UUD 1945. Dalam pembukaan Undang- undang Dasar (UUD) Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kaliamat ‘’mencerdaskan kehidupan
bangsa’’ telah menjadi fondasi kita bersama dalam wadah Indonesia yang merdeka
di tahun 1945. H. Soedijarto menilai jika kalimat ‘’ mencerdaskan kehidupan
bangsa ‘’ belum terwujud. Ia mencontohkan beberapa fenomena sebagai bukti belum
cerdasnya kehidupan bangsa tersebut, antara lain:
1.
Ketidakmampuan
kita untuk tidak kekurangan air bersih dan bahan makanan di musim kering.
2.
Ketidakmampuan
kita mengatasi banjir dan tanah longsor di musim hujan,
3.
Ketidakmampuan
kita menemukan obat bagi penyakit yang berulang mewabah di Indonesia, seperti
demam berdarah.
4.
Ketergantungan
kita kepada hasil teknologi negara lain.
5.
Ketidakmampuan
kita untuk menemukan, mengelola, dan memanfaatkan sumber daya alam bagi
sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
·
Menurut
UU No. 4 Tahun 1950 tentang dasar- dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah
untuk seluruh Indonesia, tujuan pendidikan dan pengajaran ialah untuk membentuk
manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air ( pasal 3).[9]
1.
Kecakapan
berkaitan dengan kecerdasan seseorang dalam memperoleh pengetahuan bukan sekedar teori, melainkan praktik, bukan
saja cerdas pengetahuan sekolah, melainkan juga cerdas melihat situasi dan
kemudian memberikan solusi berbagai permasalahan yang adac di masyarakat.
2.
demokratis
berkaitan dengan hasil pendidikan nasional, memiliki kecerdasan moral,
keterampilan dengan rasa kemanusiaan, keadilan,
3.
bertanggung
jawab dari sudut ekonomis. Bukan saja memerhatikan kesejahteraan personal,
keluarga, atau golongannya, melainkan juga masyarakat sekitarnya dan bangsa
atau tanah airnya secara menyeluruh.
C. Hubungan Politik dan Pendidikan
·
Keduanya
sering dilihat sebagai bagian- bagian yang terpisah, yang satu sama yang lain
tidak memiliki hubungan apa- apa. Padahal, keduanya bahu – membahu dalam proses
pembentukan karakteristik masyarakat di suatu Negara
·
Lembaga
– lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku
politik masyarakat di negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga- lembaga
dan proses politik di suatu negara membawa dampak besar pada karakteristik
pendidikan di negara tersebut.
·
Di
dunia islam, keterkaitan antara pendidik dan politik terlihat jelas. Sejarah
peradaban islam banyak di tandai oleh kesungguhan para ulama dan umarah dalam
memperhatikan persoalan pendidikan dalam upaya memperkuat posisi social politik
kelompok dan pengikutnya.
·
Rasyid
(1994) menimpulkan bahwa dalam sejarah perkembangan islam, institusi politik
ikut mewarnai corak pendidikan yang dikembangkan. Keterlibatan para penguasa
dalam kegiatan pendidikan dalam waktu itu, menurut Rsyid, tidak hanya sebatas
dukungan moral kepada para peserta didik, melainkan juga dalam bidang
administrasi, keuangan, dan kurikulum (1994:3). Dia menulis sebagai berikut. “Tanpa
otoritas politik, syariat Islam sulit bahkan mustahil ditegakan. Kekuasaan
adalah saran untuk mempertahankan syiar Islam… Pendidikan bergerak dalam usaha
menyadarkan umat untuk menjalankan syariat. Umat tidak akan mengerti syariat
tanpa pendidikan. Bila politik (kekuasaan) berfungsi mengayomi dari atas, maka
pendidikan melakukan pembenahan lewat arus bawah (Rasyid, 1994:15)”
·
Keterkaitan
antara pendidikan dan politik berimplikasi pada semua dataran, baik pada
dataran filosofis maupun dataran kebijakan. Misalnya, filsafat pendidiakn di
suatu Negara sering kali merupakan refleksi prinsip ideologis yang diadopsi
oleh Negara tersebut. Di Indonesia, misalnya filsafat pendidikan nasional
adalah artikulasi pedagogis dari nilai- nilai yang terdapat pada Pancasila dan
Undang Dasar 1945. Pada dataran kebijakan, sangat sulit memisahkan antara
kebijakan- kebijakan pendidikan yang di buat oleh pemerintah di suatu Negara
dengan persepsi dan kepercayaan politik yang ada pada pemerinah tersebut.
·
Masing-
masing pemerintah menempatkan prioritas pendidikan yang berbeda- beda dan
menyukai kebijakan- kebijakan yang merefleksikan pandangan dasar dan
kepentingan –kepentingan mereka. Dari waktu ke waktu pemerintah membuat
kebijakan –kebijakan pendidikan atas dasar petimbangan- pertimbangan politik.[10]
D. Fungsi Politik Instisusi Pendidikan
·
Berbagai
aspek pembelajaran, terutama kurikulum dan bahan- bahan bacaan, sering kali
diarahkan pada kepentingan politi tertentu. Eliot (1959: 1046)
·
Eliot
menambahkan bahwa salah satu komponen terpenting pendidikan, kurikulum,
misalnya dapat menjadi media sosial politik. Menurutnya kurikulum di suatu
lembaga pendidikan memiliki tiga sumber utama:
1. Pendapat kelompok profesional pendidikan
2. Kebutuhan akan dana.
3. Aktifitas kelompok – kelompok
berpengaruh, seperti asosiasi industri, perserikatan dan beberapa organisasi
kebangsaan yang memiliki semangat patriotik.
·
Di
banyak negara totaliter dan negara berkembang, pemimpin politik sangat
menyadari fungsi pendidikan dalam mencapai tujuan –tujuan politik. Mereka
melakukan berbagai cara untuk mengontrol sistem pendidikan dan menitipkan pesan
–pesan politik melalui metode dan bahan ajar pendidikan.
·
Stabilitas
atau transformasi politik banyak ditentukan oleh faktor pendidikan. Manakala
terjadi transformasi radikal dalam sistem politik, misalnya setelah revolusi
Prancis dan Rusia, salah satu langkah utama yang dilakukan oleh para penguasa
di sana adalah menata sistem pendidikan.
·
Di
Indonesia, misalnya daya tahan rezim Soeharto selama 32 tahun banyak melibatkan
kebijaka- kebijakan kontroversial dalam bidang pendidikan, baik menyangkut
pengelolaan maupun kurikulum dan kegiatan pembelajaran. Misalnya,
1. kebijakan tentang kurikulum Pendidikan
Agama, Pendidikan Moral Pancasila (PMP).
2. kebijakan tentang seragam sekolah,
khususnya tentang hak mengenakan jilbab bagi siswi di sekolah umum.
·
Jika
selama masa Orde Baru otoritas pendidikan di kabupaten dan kota hanya merupakan
perpanjangan tangan dari otoritas pendidikan pusat dan provinsi, maka pada era
reformasi sekarang ini otoritas pendidikan kabupaten dan kota dituntut lebih
aktif dan kreatif dalam menata sistem pendidikan masing- masing.
·
Pihak
Departement Pendidikan Nasional juga telah mengembangkan konsep community based education. Saat ini
sekolah- sekolah telah dibentuk Komite Sekolah dan Komite Madrasah telah
dibentuk Komite Madrasah yang keanggotaanya merupakan perwakilan dari para
stakeholder. Untuk mem-back up pemerintah provinsi,kavbupaten dan kota dalam
mendesain dan mengembangkan program- program pendidikan, maka di beberapa
provinsi sudah dibentuk Dewan Pertimbangan Pendidikan Daerah yang keanggotaanya
terdiri dari para pakar pendidikan yang ada di daerah. [11]
KURIKULUM DAN
ISU-ISU SOSIAL
·
Suatu perbedaan jenis kelamin
berdasarkan budaya, dimana laki-laki dan perempuan dibedakan berdasarkan
peranya masing-masing yang dikontruksikan berdasarkan kultur setempat yang
berkaitan dengan kedudukan, sifat, peran dan fungsi di masyarkat, itulah yang
disebut dengan Gender. Lain halnya dengan sex atau jenis kelamin
merupakan kedudukan laki-laki dan perempuan yang dibedakan berdasarkan ciri
biologisnya.[12]
·
James Adam memberi definisi terorisme adalah penggunaan atau
ancaman kekerasan fisik oleh individu atau kelompok untuk tujuan-tujuan poitik
atau untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada.[13]
·
Hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai
pedoman berprilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya
peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya[14] Hak sendiri mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:[15]
a.
Pemilik hak;
b. Ruang
lingkup penerapan hak;
c. Pihak
yang bersedia dalam penerapan hak.
Ketiga
unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar tentang hak. Dengan demikian hak
merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang
terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.
·
Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia Pasal 1 disebutkan bahwa : “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[16]
1.
Kurikulum sebagai ruang ketimpangan Gender
·
Diawali dengan teori feminis. Teori feminis adalah sebuah gerakan
perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Istilah
feminis pertamkali dijelaskan oleh Francois Marie Charles Fourier pada tahun
1837. Fourier sangat mendukung hak-hak perempuan dalam kehidupan sehari-hari.
Fourier berbicara perempuan sebagai individu, bukan sebagai setengah pasangan
manusia.
·
Pada abad ke 15 sendiri sudah muncul Christine de Pizan yang
menulis ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Pizan
menentang keras praktik kebencian terhadap wanita dan stereotip terhadap
perempuan dalam budaya abad pertengahan yang didominasi oleh laki-laki. Pada
1759, untuk pertama kali juga istilah “hak” (rights) perempuan diperkenalkan
oleh Mary Wollstonecraft. Salah satu buku Wollstonecraft yang melahirkan
istilah “hak” berjudul “A Vindication of the Rights of Woman (1792).
·
Mulai dari zaman dahulu yakni pada zaman RA.
Kartini. Dimana pada masa beliau, perempuan sangatlah dikekang dan dibatasi
haknya terutama dalam hal memperoleh pendidikan.
·
pada Undang-Undang 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia memuat pasal-pasal yang mendukung kesetaraan pendidikan yang
menjamin hak perempuan untuk memperoleh pendidikan.
·
Dalam upaya kesetaraan Gender:
1. Kurikulum
sebagai jantung pendidikan
2. Guru
sebagai implementasi dan sering interaksi dengan siswa.[17]
[1]Nana Syaodih Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1988), hal. 96.
[3]Nana Syaodih Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1988), hal. 98.
[6] Mirriam Budiharjo, Dasar- Dasar
Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1971), hlm. 10-11
[7] Y. Dedy Pradipto, Belajar Sejati
versus Kurikulum Nasiopnal, ( Yogyakarta: Kanisius, 2007), hal. 24.
[8] Ki Supriyanto, Hakikat Politik
Peendidikan Nasional, dalam Ali Muhdi
Amnur (ed), Konfigurasi Politik
Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2007), hlm. 5.
[9] Ibid., hal. 45.
[10] M. Sirozi, Politik Pendidikan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010),
hal. 20.
[11] Ibid., hal. 43
[12] Dewi Oktaviani, dkk, Kurikulum sebagai Ketimpangan Gender” diambil dari http://www.accademia.edu/29960320/kurikulum_sebagai_Ruang_Ketimpangan_Gender pada tgl
27 Desember 2017. Pukul 16.00 WIB.
[13] A. Masyhur Effendi dan Taufani S. Evandri, HAM dalam dimensi/
Dinamika Yuridis/, sosial, politik dan proses penyusunan/ Aplikasi Hak Asasi
Manusia dalam masyarakat, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), hal 221.
[14] TIM ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasai Manusia dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: Prenada Media, 2003) hal 199.
[17] Dewi Oktaviani, dkk, Kurikulum sebagai Ketimpangan Gender” diambil dari http://www.accademia.edu/29960320/kurikulum_sebagai_Ruang_Ketimpangan_Gender pada tgl
27 Desember 2017. Pukul 16.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar