3). Jepang
mengumumkan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya.Ini berarti merupakan
tantangan terhadap imperialisme Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat. Adanya
pertentangan faham demokrasi, fasisme, dan komunisme. Adanya politik balas
dendam Revanche Idea Jerman terhadap Perancis karena Jerman merasa dihina
dengan Perjanjian Versailes.
1.
Penyebab Khusus
Di Eropa, sebab khusus terjadinya Perang Dunia II adalah serbuan
Jerman ke Kota Danzig, Polandia pada tanggal 1 September 1939. Polandia
merupakan negara dibawah pengawasan Liga-Liga Bangsa. Hitler menuntut Danzig
karena penduduknya adalah bangsa Jerman, tetapi Polandia menolak tuntutan itu.
Pada tanggal 3 September 1939 negara-negara pendukung LBB terutama Inggris dan
Perancis mengumumkan perang kepada Jerman, kemudian diikuti sekutu-sekutunya.
A.
Dampak Perang Dunia Ke II
Perang Dunia II
yang berakhir dengan korban dan kerugian yang jauh lebih besar dari pada Perang
Dunia I. juga membawa dampak yang luas dalam berbagai bidang, baik bidang
politik, bidang ekonomi, bidang bidang sosial, maupun bidang organisasi
internasional.
1.
Bidang Politik, Akibat yang muncul di bidang politik setelah Perang
Dunia II berakhir sebagai berikut.
a.
Amerika Serikat dan Rusia (Uni Soviet) sebagai pemenang dalam
Perang Dunia II tumbuh menjadi negara raksasa (adikuasa).
b.
Terjadinya perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dan Uni Soviet
yang menimbulkan Perang Dingin.
c.
Nasionalisme di Asia berkobar dan timbul negara-negara merdeka
seperti Indonesia (17 Agustus 1945),Filipina (4 Juli 1946), India dan Pakistan
Dominion (15 Agustus 1947) dan India merdeka penuh 26 Januari 1950, Birma (4
Januari 1948), dan Ceylon (dominion 4 Februari 1948).
d.
Munculnya politik mencari kawan atau aliansi yang dibentuk
berdasarkan kepentingan keamanan bersama, misalnya NATO, Pakta Warsawa, dan
SEATO.
2.
Bidang Ekonomi, Perang Dunia II menghancurkan perekonomian negara-negara
di dunia kecuali Amerika Serikat. Amerika Serikat menjadi pusat kekayaan dan
kreditur dari seluruh dunia. Untuk menanamkan pengaruhnya di negara-negara
Eropa dan yang lain, Amerika Serikat melaksanakan program. Misalnya Truman
Doctrine (1947), Marshall Plan (1947), Point Four Truman dan Colombo Plan.
Program-program ini merupakan usaha untuk membendung berkembangnya komunisme.
a.
Perekonomian dunia rusak, kecuali Amerika Serikat.
b.
Amerika Serikat tampil sebagai negara kreditur utama bagi
negaranegara di seluruh dunia. Oleh karena itu, dibuatlah beberapa program
untuk menyalurkan bantuan berupa kredit, seperti: Marshall Plan, Truman
Doctrine, Point Four Truman, dan Colombo Plan. ( Marshall Plan dibentuk untuk
memberikan bantuan ekonomi dan militer untuk membangun kembali Eropa. Truman
Doctrine bertujuan memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Yunani dan
Turki. Point Four Truman bertujuan memberikan bantuan ekonomi dan militer
kepada negara-negara yang masih terbelakang. Colombo Plan merupakan program kerja
sama pembangunan ekonomi dan kebudayaan di Asia Pasifik yang dibentuk di
Inggris. )
c.
Jerman dan Jepang tumbuh kembali sebagai negara industri setelah
memperoleh bantuan modal dari Amerika Serikat.
3.
Bidang Sosial, Untuk membantu penduduk yang menderita akibat korban
Perang Dunia II PBB membentuk UNRRA (United Nations Relief Rehabilitation
Administration). Tugas UNRRA di antaranya sebagai berikut.
- Memberi
makan kepada orang-orang yang terlantar.
- Mendirikan
rumah sakit.
- Mengurus
pengungsi dan menyatukan dengan keluarganya.
- Mengerjakan
kembali tanah yang rusak.
4.
Bidang Kerohanian, Setiap manusia menginginkan perdamaian. Berbagai
upaya dilakukan agar tercipta perdamaian dengan membentuk lembaga perdamaian.
Penderitaan yang ditimbulkan akibat Perang Dunia II menyadarkan manusia akan
akibat buruk perang. Penduduk dunia menyadari perlunya lembaga yang dapat
menjaga perdamaian dunia setelah Liga Bangsa-Bangsa dibubarkan. Pada tanggal 24
Oktober 1945 didirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations
Organization (UNO). Lembaga ini diharapkan dapat menjaga perdamaian dunia.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....8
PANCASILA GEOPOLITIK DAN WAWASAN NUSANTARA
A.
Latar Belakang.
Geopolitik
merupakan permasalahan yang sangat penting pada dua abad terakhir ini.
Permasalahan ini menjadi penting karena manusia yang telah berbangsa
membutuhkan wilayah sebagai tempat tinggalnya yang kemudian di kenal dengan
Negara. Dalam perkembangannya pengertian tidak saja diartikan sebagai intuisi
yang secara minimal meliputi unsur wilayah, rakyat, dan pemerintah yang
berkuasa. Unsur rakyat suatu negara disamping warga negara juga meliputi bukan
warga negara. Agar negara mencapai tujuan nasional aman dan sejahtera
(Pembukaan UUD ’45 Alinea IV) perlu pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan yang dimaksud agar warga negara Indonesia tahu tentang hak dan
kewajiban, serta mampu berdiri dan tetap menjaga dirinya di tengah arus
globalisasi.
Seperti yang
dikatakan Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 dihadapan sidang BPUPKI bahwa orang dan
tempat tak dapat dipisahkan atau rakyat tak dapat dipisahkan dari bumi yang ada
dibawah kakinya. Oleh karena itu, setelah membangsa orang menyatakan tempat
tinggal sebagai negara. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian negara tidak
hanya tempat tinggal, tetapi diartikan lebih luas lagi yang meliputi institusi,
yaitu pemerintah, rakyat, kedaulatan, dan lain-lain.
Karena orang
dan tempat tinggalnya tak dapat dipisahkan, ruang yang menjadi hal yang
menimbulkan konflik antar manusia, keluarga, masyarakat, dan bangsa
hingga kini, meskipun bentuknya dapat secara fisik maupun non fisik. Untuk
dapat mempertahankan ruang hidupnya, suatu bangsa harus mempunyai kesatuan cara
pandang yang dikenal sebagai wawasan nasional. Para ilmuan politik dan militer
menyebutnya sebagai geopolitik yang merupakan kepanjangan dari geografi
politik.
B.
Pengertian Wawasan Nusantara.
Wawasan
nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya,
wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan
untuk mencapai tujuan nasional.
Secara
Etimologi kata wawasan berasal dari kata wawas (bahasa Jawa) yang berarti
pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi, ditambahkan akhiran (an) bermakna
cara pandang, cara tincau atau cara melihat. Dari kata wawas muncul kata mawas
yang berarti; memandang, meninjau atau melihat. Wawasan artinya: pandangan,
tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi, atau cara pandang atau cara melihat.[1]
Selanjutnya
kata Nusantara terdiri dari kata nusa dan antara. Kata nusa artinya pulau atau
kesatuan kepulauan. Antara menunjukkan letak antara dua unsur. Nusantara
artinya kesatuan kepulauan yang terletak antara dua benua yakni Asia dan
Australia dan dua samudera yakni; samudera Hindia dan samudera Pasifik.
Berikut adalah pengertian wawasan nusantara menurut beberapa ahli.
1. Prof.Dr.
Wan Usman
Wawasan
Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya
sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.
2. Kelompok
kerja LEMHANAS 1999
Wawasan
Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan
nasional.
3. Sabarti
Akhadiah MK
Menuliskan
rumusan tentang pengertian wawasan nusantara sebagai cara pandang Bangsa
Indonesia tentang diri dan lingkungannya sesuai dengan ide nasionalnya, yaitu
Pancasila dan UUD 1945, sebagai aspirasi suatu bangsa yang merdeka, berdaulat
dan bermartabat di tengah-tengah lingkungannya, yang menjiwai tindak
kebijaksanaan dalam mencapai tujuan perjuangan bangsa. Sehingga wawasan
nusantara harus memegang teguh Pancasila dan UUD 1945 serta mengarah kepada
terwujudnya kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan.[2]
Wawasan
Nusantara memiliki dua landasan yaitu :
a. Landasan
Idiil.
Landasan Idiil
Wawasan Nusantara adalah Pancasila.Pancasila sebagai dasar negara juga termasuk
mendasari keberadaan Wawasan Nusantara. Pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara antara lain mensyukuri anugerah
konstelasi dan posisi geografi serta isi dan potensi yang memiliki oleh wilayah
nusantara.
b. Landasan
Konstitusional.
Landasan konstitusional Wawasan Nusantara adalah Undang-Undang
Dasar 1945, karena undang-undang dasar itulah yang merupakan konstitusi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Wujudnya anatara lain dalam bentuk
negara kesatuan serta penguasaan oleh negara atas bumi, air, dan dirgantara.
C.
Geopolitik Menurut Pandangan Para Ahli.
1.
Menurut Frederick Ratzel (1897)
Frederick Ratzel marupakan tokoh yang terkenal mempunyai Teori
Geopolitik. Pendapat dari Frederick Ratzel ini juga disebut dengan Teori Ruang.
Ratzel menyatakan bahwa “Negara dalam hal- hal tertentu dapat disamakan dengan
organisme, yaitu mengalami fase kehidupan dalam kombinasi dua tau lebih antara
lahir, tumbuh, berkembang, mencapai puncak, surut, kemudian mati”. Inti ajaran
Ratzel ini adalah ruang yang ditempati oleh kelompok- kelompok politik (negara-
negara) yang mengembangkan hukum ekspansionisme baik di bidang gagasan,
perutusan, maupun bidang produk.
2.
Karl Houshoffer (1896 – 1946).
Pendapat dari Karl Houshiffer mengenai geopolitik ini juga disebut
atau dikenal dengan Teori Ekspansionisme. Karl Houshoffer dalam teori
ekspansionismenya mengajarkan paham geopolitik ini sebagai ajaran
ekspansionisme dalam bentuk politik geografi yang mempunyai titik berat pada
persoalan- persoalan strategi perbatasan, ruang hidup dari bangsa
dan
juga tekanan rasial, ekonomi dan sosial sebagai faktor yang mengharuskan
pembagian baru kekayaan di dunia. Pandangan Karl Haushofer ini berkembang di
Jerman di bawah kekuasaan Adolf Hitler, juga dikembangkan ke Jepang dalam
ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan juga fasisme.
Pokok- pokok dari teori Haushofer ini pada dasarnya menganut teori Kjellen yang
sudah dibahas sebelumnya.
3.
Menurut Rudolf Kjellen.
Rudolf Kjellen adalah seorang ilmuwan politik yag berasal dari
Swedia pada masa awal abad ke-20. Menurut Rudolf Kjellen, geopolitik adalah
suatu seni dan juga praktek penggunaan kekuasaan politik atas suatu wilayah
tertentu. menurut cara pandang tradisional, istilah ini hanya diterapkan
terutama terhadap dampak geografi pada politik, namun perlahan- lahan
penggunaannya telah berkembang selama abad ke abad, yakni mencakup konotasi
yang lebih luas. Bagi kalangan akademisi, studi tentang geopolitik akan
melibatkan analisis geografi, sejarah dan juga ilmu sosial dengan mengacu pada
tata ruang politik dan pola pada berbagai skala, mulai dari tingkat negara
sampai dengan tingkat internasional.[3]
4.
Menurut W. Michel dan John Frederick Charles Fulles.
Pendapat dari kedua ahli tersebut disebut dengan wawasan nusantara.
Mitchel dan Fuller mempunyai pendapat bahwa kekuatan udara merupakan kekuatan
yang paling menentukan penguasaan dunia. Keunggulan yang dimiliki wawasan
dirgantara ini adalah pengembangan kekuatan yang ada di udara, yang memiliki
daya tangkis yang andal dari berbagai ancaman lawan dalam tempo yang cepat,
yang dahsyat dan juga dampaknya sangat mengerikan lawan sehingga tidak ada
kesempatan bagi lawan untuk bergerak. Kekuatan udara mempunyai daya tangkis
terhadap ancaman dan dapat melumpuhkan kekuatan lawan dengan cara penghancuran
di kandang lawan itu sendiri agar tidak mampu lagi bergerak menyerang.
5.
Nocholas J. Spykman.
Teori dari Spykman juga disebut dengan Wawasan Kombinasi. Yakni
teori yang emnghubungkan kekuatan darat, lautm dan juga udara dan dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan juga kebutuhan.
6.
Menurut Sunarso (2006).
Secara etimologis, Geopolitik berasal dari bahasa Yunani dan
berasal dari Geo dan juga Politik. “Geo” memiliki arti sebagai bumi yang
merupakan wilayah hidup. Sementara politik ini berasal dari kata “polis” yang
memiliki arti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara, dan
“teia” yang mempunyai arti urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga
negara suatu bangsa. Menurut Sunarso yang merupakan tokoh Indonesia, geopolitik
mempunyai makna sebagai ilmu penyelenggaraan negara dimana setiap kebijakannya
dikaitkan dengan masalah- masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu
bangsa.
Itulah beberapa
pengertian geopolitik menurut para ahli yang ada di dunia ini. Dari berbagai pendapat
ahli, bila dikaitkan dengan konteks negara Indonesia atau dikaitkan dengan
bahasa Indonesia maka geopolitik ini mempunyai arti tertentu. Arti dari
geopolitik sendiri secara umum adalah cara pandang dan juga sikap bangsa
Indonesia untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, yakni yang berwujud
Negara kepulauan yang berasaskan Pancasila dan juga UUD 1945.[4]
D.
Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Wawasan Nusantara..
1.
Kedudukan
a. Wawasan
nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia merupakan ajaran yang
diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan
penyimpangan dalam upaya mencapai serta mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
b. Wawasan
nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai
berikut:
1. Pancasila
sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai
landasan idiil.
2. Undang-undang
dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan
konstitusional.
3. Wawasan
nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan visional.
4. Ketahanan
nasional sebagai konsepsi nasional atau sebagai kebijaksanaan nasional,
berkedudukan sebagai landasan operasional.
2.
Fungsi.
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan,
serta rambu-rambu dalam menentukan segala jenis kebijaksanaan, keputusan,
tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah
maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara untuk memajukan kesejahteraan.
3.
Tujuan.
a.
Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan
bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".
b.
Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan
baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa
Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan
kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi
luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.
E.
Emplementasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Nasional
1.
Kehidupan Bidang Politik.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bidang politik,
yaitu :
a.
Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang,
seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden.
Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan
persatuan bangsa. Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan
kepala daerah harus menjalankan prinsip demokrasi dan keadilan, sehinnga tidak
menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
b.
Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia
harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus
mempunyai dasar hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian.
Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi
dan kabupaten dalam bentu peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan
dengan hukum yang berlaku secara nasional.
c.
Mengembangkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk
mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yang berbeda, sehingga
menumbuhkan sikap toleransi.
d.
Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga
pemerintahan untuk meningkatkan semangat kebangsaan, persatuan, dan kesatuan.
e.
Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan
memperkuat korps diplomatic sebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama
pulau-pulau terluar dan pulau kosong.[5]
2.
Kehidupan Bidang Ekonomi
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bidang ekonomi,
yaitu:
a.
Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti
posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil
tambang atau minyak yang besar, serta memiliki penduduk dalam jumlah cukup
besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi
pada sector pemerintahan, pertanian, dan perindustrian.
b.
Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan
antar daerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan
upaya dalam keadilan ekonomi.
c.
Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti
dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.
3.
Kehidupan Bidang Sosial
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bidang sosial,
yaitu:
a.
Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang
berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan
pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus
diprioritaskan bagi daerah tertinggal.
b.
Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan
Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber
pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya,
pengembangan museum, dan cagar budaya
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan
keamanan, yaitu :
a.
Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan
kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut
merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat
tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang mengganggu
keamanan kepada aparat dan belajar
b.
Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau
juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan
dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda
daerah dengan kekuatan keamanan.
c.
Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan
prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama
pulau dan wilayah terluar Indonesia.
FOOTNOTE
[1] Sumarsono. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. (Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama).h.66
[2] Achmad H Zubaidi.2002.PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN.
(Yogyakarta: Paradigma).h.75
[3] Budi Santoso.2005, Pendidikan Kewarganegaraan,
(Gramedia Pustaka Utama, Jakarta).h.85
[4] . Pamudji, (1985), Demokrasi Pancasila dan
Ketahanan Nasional, Suatu Analisa di Bidang politik dan pemerintahan.( Penerbit
Pt. Bina Aksara Jakarta).h.89
[5] Cristine. 2002, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Perguruan Tinggi,( PT Prandnya Paramita, Jakarta).h.76
[6] Tjipto Subadi, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan,(penerbit:
BP-FKIP UMS,Surakarta).h.188
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
JUMAT, 29 JUNI 2012
EVI MERIANI
1113032020
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
A.
Kata pengantar.
Setiap Negara
selalu berusaha meningkatkan pembangunan negaranya secara keseluruhan demi
tercapainya kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera . untuk itu
komponen-komponen suatu negara terutama pemerintah selalu melakukan usaha-usaha
demi meratanya pembangunan bangsa dan negara itu sendiri . namun terkadang
segala sesuatu yang telah disusun dan direncanakan tidak selalu berjalan sesuai
dengan apa yang diharapkan . banyak sekali halangan dan rintangan dalam usaha
melakukan pembangunan bangsa dan negara . bahkan biasanya hambatan ini justru
datang dari petinggi-petinggi negara ini . salah satu masalah terbesar negara
ini yang dianggap hambatan yang paling susah diberantas adalah tindak pidana
korupsi . hal inilah yang merupakan masalah terbesar Negara ini . maraknya
tindak pidana korupsi di Indonesia seakan menjadi ”tren” dikalangan
orang-orang penting di Negara ini . korupsi tidak hanya dilakukan sebagai ajang
mencari tambahan penghasilan namun terkadang ada alasan-alasan tertentu yang
sulit diterima oleh masyarakat .
Korupsi secara
langsung maupun tidak langsung membawa pengaruh yang begitu besar terhadap
kelangsungan kehidupan rakyat Indonesia . sebagian besar rakyat Indonesia
bahkan lebih dari separuhnya adalah rakyat “miskin” . sedangkan oknum-oknum itu,
seenaknya merampas hak rakyat .
Dalam hal ini
pemerintah bekerja keras mencari penyelesaian masalah ini . oleh karena itu
mulailah dibentuk lembaga-lembaga pemberantasan korupsi. Namun pada kenyataanya
hal ini belumlah cukup untuk menanggulangi tindak pidana korupsi . yang
dipertanyakan adalah mengapa hukuman para pelaku tindak pidana korupsi yang
seperti orang “tidak berpendidikan” ini jauh lebiih ringan dibanding hukuman
rakyat biasa yang sekedar mencuri ”ayam” .
Indonesia,
sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi,
terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai
saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan - peraturan,
antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti
korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling
monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi
dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditambah lagi dengan
dua Perpu, lima Inpres dan tiga Kepres. Di kalangan masyarakat telah berdiri
berbagai LSM anti korupsi seperti ICW, Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan
badan-badan lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon terhadap uapaya
pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan demikian pemberantasan dan
pencegahan korupsi telah menjadi gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet
peraturan, dan partisipasi masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan
sikap,dan pikiran kita dari tindakan korupsi.
Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia dalam mencegah dan memberantas korupsi. Masyarakat dan bangsa Indonesia harus mengakui, bahwa hal tersebut merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur mengatakan, bahwa prestasi tersebut, tidak terlepas dari kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia, yang didukung oleh masyarakat dan LSM, walaupun dampaknya masih terlalu kecil, tapi tetap kita harus berterima kasih dan bersyukur.
Berbagai upaya pemberantasan korupsi dengan IPK tersebut, pada umumnya masyarakat masih dinilai belum menggambarkan upaya sunguh-sunguh dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai sorotan kritis dari publik menjadi ukuran bahwa masih belum lancarnya laju pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat menduga masih ada praktek tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sorotan masyarakat yang demikian tajam tersebut harus difahami sebagai bentuk kepedulian dan sebagai motivator untuk terus berjuang mengerahkan segala daya dan strategi agar maksud dan tujuan pemberantasan korupsi dapat lebih cepat, dan selamat tercapai. Selain itu, diperlukan dukungan yang besar dari segenap kalangan akademis untuk membangun budaya anti korupsi sebagai komponen masyarakat berpendidikan tinggi .
Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial, fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan. Karena itu pula upaya.
Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia dalam mencegah dan memberantas korupsi. Masyarakat dan bangsa Indonesia harus mengakui, bahwa hal tersebut merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur mengatakan, bahwa prestasi tersebut, tidak terlepas dari kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia, yang didukung oleh masyarakat dan LSM, walaupun dampaknya masih terlalu kecil, tapi tetap kita harus berterima kasih dan bersyukur.
Berbagai upaya pemberantasan korupsi dengan IPK tersebut, pada umumnya masyarakat masih dinilai belum menggambarkan upaya sunguh-sunguh dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai sorotan kritis dari publik menjadi ukuran bahwa masih belum lancarnya laju pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat menduga masih ada praktek tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sorotan masyarakat yang demikian tajam tersebut harus difahami sebagai bentuk kepedulian dan sebagai motivator untuk terus berjuang mengerahkan segala daya dan strategi agar maksud dan tujuan pemberantasan korupsi dapat lebih cepat, dan selamat tercapai. Selain itu, diperlukan dukungan yang besar dari segenap kalangan akademis untuk membangun budaya anti korupsi sebagai komponen masyarakat berpendidikan tinggi .
Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial, fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan. Karena itu pula upaya.
penanganan
korupsi harus dilakukan secara komprehensif melalui startegi atau pendekatan
negara/politik, pendekatan pembangunan, ekonomi, sosial dan budaya. Selama ini
yang telah dan sedang dilakukan masih terkesan parsial, dimana korupsi masih
dipandang sebagai fenomena negara atau fenomena politik. Upaya pencegahan
korupsi di Indonesia juga harus dilakukan melalui upaya perbaikan totalitas
system ketatanegaraan dan penanaman nilai-nilai anti korupsi atau nilai sosial
anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK), baik di pemerintahan tingkat pusat
mauapun di tingkatdaerah.
Korupsi sebagai fenomena negara, selama ini difahami sebagai fenomena penyalahgunaan kekuasaan oleh yang berkuasa.
Berdasarkan pengertian tersebut, korupsi di Indonesia difahami sebagai perilaku pejabat dan atau organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan penyimpangan terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada. Korupsi difahami sebagai kejahatan negara (state corruption). Korupsi terjadi karena monopoli kekuasaan, ditambah kewenangan bertindak, ditambah adanya kesempatan, dikurangi pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar bila korupsi sangat sulit untuk diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan salah satu karakter atau sifat negara, sehingga negara = Kekuasaan = Korupsi.
Sebagai fenomena pembangunan, korupsi terjadi dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah.
Korupsi sebagai fenomena negara, selama ini difahami sebagai fenomena penyalahgunaan kekuasaan oleh yang berkuasa.
Berdasarkan pengertian tersebut, korupsi di Indonesia difahami sebagai perilaku pejabat dan atau organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan penyimpangan terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada. Korupsi difahami sebagai kejahatan negara (state corruption). Korupsi terjadi karena monopoli kekuasaan, ditambah kewenangan bertindak, ditambah adanya kesempatan, dikurangi pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar bila korupsi sangat sulit untuk diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan salah satu karakter atau sifat negara, sehingga negara = Kekuasaan = Korupsi.
Sebagai fenomena pembangunan, korupsi terjadi dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah.
Pembangunan
seharusnya merupakan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi negara,
terutama negara yang termasuk dalam kelompok negara berkembang, termasuk
Indonesia. Di negara berkembang yang melakukan pembangunan adalah pemerintah.
Pemerintah seharusnya mengarahkan pembangunan menjadi pemberdayaan masyarakat,
sehingga suatu saat masyarakat memiliki kemauan dan kemampuan memenuhi
kebutuhan dan melindungi kepentingan sendiri. Ketidakberdayaan masyarakat
sering dijadikan alasan untuk membantu, bentuk dan jenis bantuan dijadikan
proyek, disini pula menjadi sumber korupsi.
Korupsi sebagai fenomena sosial, dalam hal ini korupsi terjadi dalam hubungan interaksi atau transaksi antara pemerintah dengan masyarakat, antara pemerintah dengan pemerintah, antara masyarakat dengan masyarakat. Sebagai fenomena sosial budaya, korupsi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok : pertama kesepakan gelap (kolusi), kedua upaya menembus kemacetan atau hambatan yang disebabkan peraturan atau oknum, dan ketiga menhgindari tanggung jawab dan berupaya agar lepas dari jeratan hukum, misalnya sogok, hadiah, uang pelican, mensponsori suatu kegiatan tertentu dengan maksud mendapatkan yang bernilai lebih, atau sering dikenal dengan "ada udang dibalik batu", dll.
Korupsi sebagai fenomena budaya, dapat difahami bahwa korupsi terjadi karena sudah menjadi kebiasaan/perilaku yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang diketahui, difahami dan diyakini seseorang atau sekelompok orang. Nilai-nilai tersebut dibangun melalui proses sosialisasi dan
Korupsi sebagai fenomena sosial, dalam hal ini korupsi terjadi dalam hubungan interaksi atau transaksi antara pemerintah dengan masyarakat, antara pemerintah dengan pemerintah, antara masyarakat dengan masyarakat. Sebagai fenomena sosial budaya, korupsi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok : pertama kesepakan gelap (kolusi), kedua upaya menembus kemacetan atau hambatan yang disebabkan peraturan atau oknum, dan ketiga menhgindari tanggung jawab dan berupaya agar lepas dari jeratan hukum, misalnya sogok, hadiah, uang pelican, mensponsori suatu kegiatan tertentu dengan maksud mendapatkan yang bernilai lebih, atau sering dikenal dengan "ada udang dibalik batu", dll.
Korupsi sebagai fenomena budaya, dapat difahami bahwa korupsi terjadi karena sudah menjadi kebiasaan/perilaku yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang diketahui, difahami dan diyakini seseorang atau sekelompok orang. Nilai-nilai tersebut dibangun melalui proses sosialisasi dan
internalisasi
yang sistematis. Proses tersebut terjadi dalam lingkup pendidikan. Oleh karena
itu, kami memahami bahwa suatu kebiasaan harus dimulai dari merubah mindset
atau pola pikir, atau paradigma, kemudian membentuk perilaku berulang yang
coba-coba dan akhirnya menjadi kebiasaan. Sosialisasi dan internalisasi nilai
anti korupsi tersebut dilakukan kepada seluruh komponen masyarakat dan aparatur
pemerintah di pusat dan daerah, lembaga tinggi Negara, BUMN, BUMD, sehingga
nilai sosial anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK) menjadi gerakan nasional
dan menjadi kebiasaan hidup seluruh komponen bangsa Indonesia, menuju kehidupan
yang adil makmur dan sejahtera.
B.
Asal Kata dan Pengertian Korupsi
Korupsi berasal
dari bahasa Latin :corruptio dari
kata kerjacorrumpere yang bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok . Secara harfiah,
korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikuspolitisi maupun pegawai negeri,yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka.
Meskipun kata
corruption itu luas sekali artinya,namun sering corruptio dipersamakan artinya
dengan penyuapan seperti disebut dalam ensiklopedia Grote Winkler Prins (1977)
PP Pengganti UU
Nomor 24 Tahun 1960, mengartikan korupsi sebagai "tindakan seseorang yang
dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara dan daerah atau merugikan
keuangan suatu badan hukum lain yang menerima bantuan dari keuangan negara atau
daerah atau badan hukum lain yang memergunakan modal dan
kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau masyarakat", dst.
Kemudian Robert
Klitgaard dalam bukunya Controlling Corruption (1998), mendefinisikan korupsi
sebagai "tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah
jabatan Negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi
(perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau untuk melanggar aturan-aturan
pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi". Kemudian secara singkat
Komberly Ann Elliott dalam Corruption and The GlobalEconomy menyajikan definisi
korupsi, yaitu "menyalahgunakan jabatan pemerintahan untuk keuntungan
pribadi".
Menurut
pasal 25 (penghabisan) perpu nomor 24 tahun 1960 ini disebut peraturan
pemberantasan korupsi diatas saya namakan undang undang anti-korupsi
pasal , menentukan bahwa tindak pidana korupsi adalah :
pasal , menentukan bahwa tindak pidana korupsi adalah :
a) Tindaakan
seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian nergara atau daerah atau
merugikan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah atau
badan hukum lain yang mempergunakan modal atau kelonggaran kelonggaran dari
Negara atau masyarakat
b) Perbuatan
seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau badan dan dilakukan dengan
menyalahgunakan jabatan atau kedudukan
c) Kejahatan-kejahatan
tercantum dalam pasal 17-21 peraturan ini dan dalam pasal 209, 210,415, 417,
418, 419, 420, 423, 425, dan 435, kitab undang undang hokum pidana
Dari sudut
pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:
2.
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3.
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
4.
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
5.
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain,
di antaranya:
6.
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
7.
penggelapan dalam jabatan;
8.
pemerasan dalam jabatan;
9.
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara);
Dalam arti yang
luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi
dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam
bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan,
sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi,
yang arti harafiahnyapemerintahan oleh para pencuri,dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang
muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu
sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini
dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.Tergantung
dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaanpartai politik ada
yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
C.
Faktor Pendorong Terjadinya Korupsi di Indonesia
Konsentrasi
kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada
rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukandemokratik.
1.
Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan
perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
2.
Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang
haram, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang
pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
4.
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih
besar dari pendanaan politik yang normal.
5.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
6.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan
"teman lama".
9.
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai
kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup
yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang
menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh
suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji
pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut
tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi
satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan,
orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol
dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh
Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of
three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula
J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960
situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai,
gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami
bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak
diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang
diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah,
2007)
Rakyat
yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan
perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
Ketidakadaannya
kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan
kampanye".
D.
Dampak negatif korupsi
1.
Terhadap demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam
dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan
tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses
formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2.
Terhadap perekonomian
b.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan
membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private,
korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal,
ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan
perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi
mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru
muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk
membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
c.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor
publikdengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan
upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek
masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan
lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
3.
Terhadap kesejahteraan umum negara, Korupsi politis ada di
banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi
politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering
menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikusmembuat
peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan
perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya
mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan
besar kepada kampanye pemilu mereka.
E.
Contoh kasus tindak pidana korupsi di Indonesia
1.
Soeharto
Kasus Soeharto Bekas presiden Soeharto diduga melakukan tindak
korupsi di tujuh yayasan (Dakab, Amal Bakti Muslim Pancasila, Supersemar, Dana
Sejahtera Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora) Rp 1,4 triliun. Ketika diadili
di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ia tidak hadir dengan alasan sakit.
Kemudian majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengembalikan berkas
tersebut ke kejaksaan. Kejaksaan menyatakan Soeharto dapat kembali dibawa ke
pengadilan jika ia sudah sembuh?walaupun pernyataan kejaksaan ini diragukan
banyak kalangan.
2.
Pertamina
Dugaan korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara
Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993 yang meliputi 4 kontrak
pengeboran sumur minyak di Pendoko, Prabumulih, Jatibarang, dan Bunyu. Jumlah
kerugian negara, adalah US $ 24.8 juta. Para tersangkanya 2 Mantan Menteri
Pertambangan dan Energi Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita dan Ida Bagus
Sudjana, Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, serta Direktur PT UPG
Partono H Upoyo.
Kasus Proyek
Kilang Minyak Export Oriented (Exxor) I di Balongan, Jawa Barat dengan
tersangka seorang pengusaha Erry Putra Oudang. Pembangunan kilang minyak ini
menghabiskan biaya sebesar US $ 1.4 M. Kerugian negara disebabkan proyek ini
tahun 1995-1996 sebesar 82.6 M, 1996-1997 sebesar 476 M, 1997-1998 sebesar 1.3
Triliun. Kasus kilang Balongan merupakan benchmark-nya praktek KKN di
Pertamina. Negara dirugikan hingga US$ 700 dalam kasus mark-up atau
penggelembungan nilai dalam pembangunan kilang minyak bernama Exor I tersebut.
Kasus Proyek
Pipaisasi Pengangkutan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jawa (Pipianisasi Jawa),
melibatkan Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, Bos Bimantara Rosano
Barack, dan Siti Hardiyanti Rukmana. Kerugian negara hingga US$ 31,4 juta.
3.
Korupsi di BAPINDO
Tahun 1993,
pembobolan yang terjadi di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dilakukan oleh
Eddy Tanzil yang hingga saat ini tidak ketahuan dimana rimbanya, Negara
dirugikan sebesar 1.3 Triliun.
4.
HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young
Kasus HPH dan
Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young pada 31 Juli 2000 tentang
penggunaan dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian
negara Rp 15,025 triliun (versi Masyarakat Transparansi Indonesia). Yang
terlibat dalam kasus tersebut, antara lain, Bob Hasan, Prajogo Pangestu,
sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
Bob Hasan telah
divonis enam tahun penjara. Bob dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek
pemetaan hutan senilai Rp 2,4 triliun. Direktur Utama PT Mapindo Pratama itu
juga diharuskan membayar ganti rugi US$ 243 juta kepada negara dan denda Rp 15
juta. Kini Bob dikerangkeng di LP Nusakambangan, Jawa Tengah.
Prajogo
Pangestu diseret sebagai tersangka kasus korupsi dana reboisasi proyek hutan
tanaman industri (HTI) PT Musi Hutan Persada, yang diduga merugikan negara Rp
331 miliar. Dalam pemeriksaan, Prajogo, yang dikenal dekat dengan bekas
presiden Soeharto, membantah keras tuduhan korupsi. Sampai sekarang nasib kasus
taipan kakap ini tak jelas kelanjutannya.
5.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
Kasus Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kasus BLBI pertama kali mencuat ketika Badan
Pemeriksa Keuangan mengungkapkan hasil auditnya pada Agustus 2000. Laporan itu
menyebut adanya penyimpangan penyaluran dana BLBI Rp 138,4 triliun dari total
dana senilai Rp 144,5 triliun. Di samping itu, disebutkan adanya penyelewengan
penggunaan dana BLBI yang diterima 48 bank sebesar Rp 80,4 triliun.
Bekas Gubernur
Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono dianggap bertanggung jawab dalam
pengucuran BLBI. Sebelumnya, mantan pejabat BI lainnya yang terlibat pengucuran
BLBI?Hendrobudiyanto, Paul Sutopo, dan Heru Soepraptomo?telah dijatuhi hukuman
masing-masing tiga, dua setengah, dan tiga tahun penjara, yang dianggap terlalu
ringan oleh para pengamat. Ketiganya kini sedang naik banding.
Bersama tiga petinggi BI itu, pemilik-komisaris dari 48 bank yang terlibat BLBI, hanya beberapa yang telah diproses secara hukum. Antara lain: Hendrawan Haryono (Bank Aspac), David Nusa Widjaja (Bank Servitia), Hendra Rahardja (Bank Harapan Santosa), Sjamsul Nursalim (BDNI), dan Samadikun Hartono (Bank Modern).
Bersama tiga petinggi BI itu, pemilik-komisaris dari 48 bank yang terlibat BLBI, hanya beberapa yang telah diproses secara hukum. Antara lain: Hendrawan Haryono (Bank Aspac), David Nusa Widjaja (Bank Servitia), Hendra Rahardja (Bank Harapan Santosa), Sjamsul Nursalim (BDNI), dan Samadikun Hartono (Bank Modern).
Yang jelas,
hingga akhir 2002, dari 52 kasus BLBI, baru 20 dalam proses penyelidikan dan
penyidikan. Sedangkan yang sudah dilimpahkan ke pengadilan hanya enam kasus .
6.
Abdullah Puteh
Gubernur
Nanggroe Aceh Darussalam yang kini non aktif ini menjadi tersangka korupsi APBD
dalam pembelian helikopter dan genset listrik, dengan dugaan kerugian Rp 30
miliar. Kasusnya kini masih ditangani pihak kejaksaan dengan supervisi Komisi
Pemberantasan Korupsi.
F.
Sejarah lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia
1.
Orde Lama
a.
Kabinet Djuanda
Di masa Orde
Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama,
dengan perangkat aturanUndang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan
ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan
dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan
Abdulgani.
Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan data mengenai
pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan.
Mudah ditebak, model
perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan
dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada
Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada
Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir
tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya
kepada Kabinet Djuanda.
b.
Operasi Budhi
Pada 1963,
melalui Keputusan
Presiden No. 275
Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution,
yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono
Prodjodikusumo dengan
lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas
yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran
utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang
dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandriokemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu olehSoebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi di masaOrde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.
Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandriokemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu olehSoebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi di masaOrde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.
2.
Orde Baru
Pada masa awal
Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus1967, Soeharto terang-terangan
mengkritik Orde Lama,
yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang
terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan
dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa
Agung. Namun,
ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan
Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang
dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes,I.J. Kasimo, Mr Wilopo,
dan A.
Tjokroaminoto,
dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT
Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Empat tokoh
bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina,
misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite
ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketikaLaksamana
Sudomo diangkat
sebagai Pangkopkamtib,
dibentuklah Operasi
Tertib (Opstib)
dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat
mengenai metode pemberantasan korupsi yangbottom up atau top
down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin
melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan
makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.
3.
Era Reformasi
Di era
reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan
mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai
komisi atau badan baru, sepertiKomisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman.
Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid,
membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000.
Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota
tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah
Agung, TGPTPK
akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999.
Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN
sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi
terbaru yang masih eksis.
G.
KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)
Pada tanggal 16
Desember 2003,Taufiequrachman
Ruki, seorang
alumni Akademi
Kepolisian (Akpol)
1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki,
KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan
institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean
governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai
seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun
konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih
pemberantasan korupsi.
Menurut
Taufiequrachman Ruki, pemberantasan korupsi tidak hanya mengenai bagaimana
menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi juga bagaimana
mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang
melalui pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya contoh
"island of integrity" (daerah contoh yang bebas korupsi).
Pernyataan Taufiequrachman mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan preventif (pencegahan) dan represif (pengekangan) ini dilakukan dengan "memposisikan KPK sebagai katalisator (trigger) bagi aparat atau institusi lain agar tercipta good and clean governance dengan pilar utama transparansi, partisipasi dan akuntabilitas".
Taufiequrachman mengemukakan data hasil survei Transparency Internasional mengenai penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia. Hasil survei itu memberikan nilaiIPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei. Survei Transparency International Indonesia berkesimpulan bahwa lembaga yang harus dibersihkan menurut responden, adalah: lembaga peradilan (27%), perpajakan (17%), kepolisian (11%), DPRD (10%), kementerian/departemen (9%), bea dan cukai (7%), BUMN (5%), lembaga pendidikan (4%), perijinan (3%), dan pekerjaan umum (2%).
Lebih lanjut disampaikan, survei terbaru Transparency International yaitu "Barometer Korupsi Global", menempatkan partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4,2 (dengan rentang penilaian 1-5, 5 untuk yang terkorup). Masih berangkat dari data tersebut, di Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9),Vietnam (8,67), Filipina (8,33) danThailand (7,33).
Dengan adanya data tersebut, terukur bahwa keberadaan korupsi di Indonesia telah membudaya baik secara sistemik dan endemik. Maka Taufiequrachman berasumsi bahwa kunci utama dalam pemberantasan korupsi adalah integritas yang akan mencegah manusia dari perbuatan tercela, entah itu "corruption by needs" (korupsi karena kebutuhan), "corruption by greeds" (korupsi karena keserakahan) atau "corruption by opportunities" (korupsi karena kesempatan). Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.
Pernyataan Taufiequrachman mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan preventif (pencegahan) dan represif (pengekangan) ini dilakukan dengan "memposisikan KPK sebagai katalisator (trigger) bagi aparat atau institusi lain agar tercipta good and clean governance dengan pilar utama transparansi, partisipasi dan akuntabilitas".
Taufiequrachman mengemukakan data hasil survei Transparency Internasional mengenai penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia. Hasil survei itu memberikan nilaiIPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei. Survei Transparency International Indonesia berkesimpulan bahwa lembaga yang harus dibersihkan menurut responden, adalah: lembaga peradilan (27%), perpajakan (17%), kepolisian (11%), DPRD (10%), kementerian/departemen (9%), bea dan cukai (7%), BUMN (5%), lembaga pendidikan (4%), perijinan (3%), dan pekerjaan umum (2%).
Lebih lanjut disampaikan, survei terbaru Transparency International yaitu "Barometer Korupsi Global", menempatkan partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4,2 (dengan rentang penilaian 1-5, 5 untuk yang terkorup). Masih berangkat dari data tersebut, di Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9),Vietnam (8,67), Filipina (8,33) danThailand (7,33).
Dengan adanya data tersebut, terukur bahwa keberadaan korupsi di Indonesia telah membudaya baik secara sistemik dan endemik. Maka Taufiequrachman berasumsi bahwa kunci utama dalam pemberantasan korupsi adalah integritas yang akan mencegah manusia dari perbuatan tercela, entah itu "corruption by needs" (korupsi karena kebutuhan), "corruption by greeds" (korupsi karena keserakahan) atau "corruption by opportunities" (korupsi karena kesempatan). Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.
H.
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK)
Komisi
Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang
dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantaskorupsi di Indonesia.
Komisi ini didirikan berdasarkan kepadaUndang-Undang
Republik Indonesia Nomor
30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Saat ini KPK
dipimpin bersama oleh 4 orang wakil ketuanya, yakniChandra
Marta Hamzah, Bibit Samad
Rianto, Mochammad
Jasin, dan Hayono
Umar, setelah Perpu
Plt. KPK ditolak oleh DPR. Pada 25 November, M. Busyro
Muqoddasterpilih
menjadi ketua KPK setelah melalui proses pemungutan suara oleh Dewan Perwakilan
Rakyat.
Visi
Mewujudkan Lembaga yang Mampu Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi
Misi
Mewujudkan Lembaga yang Mampu Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi
Misi
Pendobrak dan Pendorong Indonesia yang Bebas
dari Korupsi
Menjadi Pemimpin dan Penggerak Perubahan untuk
Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
Koordinasi dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
Supervisi terhadap instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak
pidana korupsi; dan
Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang :
Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan tindak pidana korupsi;
Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
Meminta informasi tentang kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan
dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
dan
Meminta laporan instansi terkait mengenai
pencegahan tindak pidana korupsi
UNDANG-UNDANG
A.
Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan KPK :
B.
Peraturan Perundang-Undangan Tentang Tindak Pidana Korupsi
Yang kini
menonjol adalah tiga unsur yaitu (a) memperkaya diri, (b) menyalahgunakan
jabatan atau kedudukan (c) merugikan keuangan atau perekonomian Negara .
Pasal 16 menentukan :
a) Barang
siapa melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud dalam pasal 1 sub a dan b
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dan/ atau denda
setinggi tingginya satu juta rupiah
b) Segalaa
harta bendaa yang diperoleh dari korupsi dirampas
c) Si
terhukum dapat juga diwajibkan membayar uang pengganti yang jumlahnya sama
dengan harta benda yang diperoleh dari korupsi .
Pasal 17
membuat suatu tindak pidana baru yaitu : barang siapa memberi hadiah atau janji
kepada seseorang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah
atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari
Negara atau masyarakat dengan mengingat suatu kekuasaan atau suatu wewenang
yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau yang oleh si pemberi hadiah
atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dan/atau denda setinggi-tinggiya
satu juta rupiah .
Demikianlah
ditetapkan dalam pasal 5 ayat 3 ditagaskan oleh pasal 7 bahwa : perkara dalam
perkara korupsi ini jaksa berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat-surat
dan kiriman kiriman yang melalui jawatan pos, telegram, dan telepon, yang dapat
disangka mempunyai hubungan dengan perkara pidana korupsi yang sedang disidik
atau dituntut .
Dalam study ini
pendekatan yang dipakai ialah pendekatan normatif . norma-norma yang ada dalam
masyarakat bukan merupakan norma hukum saja, tetapi juga meliputi norma agama,
kebiasaan, dan kesusilaan sehingga pendekatan normatif ini pun terlampau luas
ruang lingkupnya . kadang-kadang norma norma yang lain itu berjalan seiring
dengan norma hukum . tetapi sering pula tidak sejalan . pendekatan ini
disebut pendekatan normatif . pendekatan normatif dalam arti sempit, yaitu
pendekatan yang ditujukan kepada norma hukum yang masih mempunyai beberapa
jalur .
C.
Jalur Hukum Perdata
Kemungkinan
gugatan perdata terhadap para koruptor berupa ganti kerugian kepada Negara
sesuai pasal 1365 BW terutama terhadap koruptor yang telah meninggal dunia
. hal ini telah diatur dalam pasal 32,33, dan 34 Undang-Undang No.
31 Tahun 1999 yang merupakan perbaikan pengaturan dalam UU PTPK 1971 .
Andaikata pun
tidak diatur dalam UU PTPK 1999 tetap saja Negara (antara lain melalaui
kejaksaan) untuk menggugat perdata para koruptor
.
D.
Jalur Hukum Administrasi
Dalam keputusan presiden nomor 14 A Thun 1980, yang mengatur
tentang tata
Cara rekanan yang dan masalah komisi, diskon, dan sebagainya .
hanya saja
Ketentuan dalam Keeputusan Presiden Nomor 14 A Tahun 1980 ini
perlu
dikaitkan dengan sanksi, kalau perlu dengan sanksi administratif
. sebelum
peraturan ini, sebenarnya telah ada ICW (Inside Comtabiliteits Wet)
23 April
1864 stbl 1864 Nomor 106, stbl 1925, Nomor 445 ditambah dan diubah
dengan LN
1954 Nomor 6, 1955 tentang Pengelolaan Keuangan Negara . begitu
pula
dengan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin
Pegawai Negeri .
E.
jalur hukum pidana
Jalur ini pun
luas ruang lingkupnya karena seperti diketahui korupsi itu tidak
Berupa korupsi
material dan keuangan saja, tetapi juga merupakan korupsi
Politik,
korupsi ilmu, korupsi sastra, dan seni . di Amerika Serikat korupsi pilotik
itu
justru mendapat
perhatian yang besar sekali, terutama karena terjadi
skandal Watergate
di Indonesia
korupsi politik seperti ini di ancam dengan hukuman pidana
menurut
Undang-Undang tentang Pemiliihan Umum (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999)
di
Malaysia, korupsi dalam pemilihan umum (pemilihan raya)
termasuk yang
disidik oleh
BPR (Badan Pemberantasan Rasuah)
nyatalah bahwa
perumusan ini termasuk dalam pengertiian korupsi politik
seperti yang
dimaksudkan di atas . korupsi ilmu sastra, seni pun diancam pidana
tercantum dalam
Undang-Undang Hak Cipta (Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1982 yang di
ubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987, kemudian oleh
Undang-Undang
No. 12 Tahun 1997)
Dalam
undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
hanya diatur tentang korupsi material
dan keuangan, ditambah dengan beberapa delik jabatan dan delik lain yang ada
kaitanyya dengan penyesuaian perkara korupsi .
Jelaslah bahwa
delik yang tercantum dalam UU PTPK itu sebagai ius constitutum dirasakan masih
terlalu sempit . masih banyak perbuatan yang dirasakan seharusnya dipidana (ius
constituendum) tidak tercakup di dalamnya . secara sosiologis, nepotisme
(memasang keluarga atau teman pada posisi pemerintah tanpa memenuhi persyaratan
untuk itu) dipandang sangat buruk dan merugikan masyarakat, tetapi tidak
termasuk sebagai delik korupsi . Syied Hussein Alatas membagi klasifikasi jenis
korupsi Dallam tiga kelompok : (a) paksaan pengeluaran uang, (b) sogokan, (c)
nepotisme .
Sekarang telah
ada Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupai, Kolusi, Nepotisme (LN Nomor 3851), tetapi rumusan
deliknya tidak ada sehingga sulit jaksa membuat surat dakwaan . ada sanksi,
tetapi tidak ada rumusan delik (definisi delik) . tidak ada definisi delik
dalam rumusan . bagaimana membuktikan seseorang telah melakukan nepotisme .
memang tidak ada Negara yang membuat rumusan delik tentang nepotisme karena itu
lebih berada dalam ruang lingkup sosial . (social issue, not legal issue) .
F.
Upaya Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi di Indonesi
1.
Strategi Pemberantasan Korupsi
bertambah besar volume pembangunan maka semakin besar pula
kemungkinan kebocoran . ditambah dengan gaji pegawai negeri yang memang sangat
minim di Negara-negara berkembang seperti Indonesia, pegawai negeri terdorong
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang kadang-kadang menggunakkan kekuasaanya
untuk menambah penghasilanya.
Memang terjadi
korupsi yang besar-besaran bagi mereka yang telah memperoleh pendapatan yang
memadai disebabkan karena sifatnya yang serakah, tetapi ini bukan hal yang
menyeluruh .
Guner Myrdal
berpendapat bahwa jalan untuk memberantas korupsi ialah sebagai berikut :
(a) Menaikkan gaji pegawai rendah (dan
menengah)
(b) Menaikkan moral pegawai tinggi
(c) Legalisasi pemungutan liar menjadi
pendapat resmi atau legal
Sudah jelas
bahwa kalangan elite kekuasaan harus member keteladanan bagi yang dibawah .
untuk mencegah korupsi besar-besaran, bagi penjabat yang menduduki jabatan yang
rawan korupsi seperti bidang pelayanan masyarakat, pendapatan Negara, penegak
hukum, dan pembuat kebijaksanaan harus didaftar kekayaannya sebelum menjabat
jabatanya sehingga mudah diperiksa pertambahan kekayaannya dibandingkan dengan
pendapatan yang resmi .
Artinya pegawai
negeri atau penjabat yang tidak dapat membuktikan kekayaanya yang tidak
seimbang debnga pendapatannyya yang resmi dapat digugat langsung secara perdata
oleh penuntu umum berdasarkan perbuatan melanggar hukum . dengan demikian,
harus ada sistem pendaftaran kekayaan penjabat sebelum dan sesudah menjabat
sehingga dapat dihitung pertambahan kekayaan itu .
Penuntutan pidana
hanya mempunyai fungsi sebagai obat yang terakhir . jelas korupsi tidak
akan terberantas hanya dengan penjatuhan pidana yang berat saja, tanpa suatu
prevensi yang lebih efektif .
Dengan pidana
mati pun seperti di RRC ternyata tidak menghapus korupsi . satu hal yang sering
dilipakan kurang diperhatikannya peningkatan kesadaran hukum rakyat . selalu
penegak hukum saja yang diancam dengan tindakan keras, tetapi jika rakyatnya
senidiri menoleransi korupsi, yang setiap kali memerlukan layanan selalau menyediakan
amplop, dan setiap kena perkara langsung mencari siapa penyidik, penuntut, atau
hakimnya untuk disogok, lingkaran setan korupsi tidak akan terberantas .
Di Negara
Negara Afrika Bagian Selatan dirumuskan strsategi pemberantasan korupsi
berbentuk piramida yang pada puncaknya adalah prevensi (pencerahan), sedangkan
pada kedua sisinya masing masing pendidikan masyarakat (public education) dan
pemidanaan (punishment)
Dalam
memberantas korupsi harus dicari penyebabnya terlebih dahulu, kemudian penyebab
itu dihilangkan dengan cara prevensi disusul dengan pendidikan (peningkatan
kesadaran hukum) masyarakat disertai dengan tindakan represif (pemidanaa)
.
G.
Upaya pemberantasan korupsi seiring kemajuan teknologi dan
komunikasi
Dalam
pemberantasan korupsi terkandung makna penindakan dan pencegahan korupsi, serta
ruang untuk peran serta masyarakat yang seharusnya dapat lebih ditingkatkan
dengan adanya perbaikan akses masyarakat terhadap informasi. Teknologi
informasi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan pelayanan publik sebagai salah
satu cara melakukan pencegahan korupsi. Sedangkan di sisi penindakan, (tanpa
bermaksud mengesampingkan pro kontra yang terjadi) undang-undang memberi ruang
bagi para penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan
Korupsi untuk mendapatkan dan menggunakan informasi elektronik guna memperkuat
pembuktian kasus korupsi. Saat ini kita tengah menanti kehadiran Peraturan
Pemerintah yang akan mengatur lebih lanjut intersepsi dalam rangka penegakan
hukum, sesuai amanah undang-undang.
Dari survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan Korupsi Tahun 2008, didapati bahwa belum terlalu banyak orang yang tahu bahwa tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada KPK bukan hanya tugas yang terkait dengan penanganan kasus korupsi dan penanganan pengaduan masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi, karena sekalipun telah banyak yang dilakukan oleh KPK dalam melakukan pencegahan korupsi dan dalam mengkaji sistem administrasi lembaga negara/pemerintah yang berpotensi korupsi, kegiatan-kegiatan itu menurut kalangan pers kalah nilai jualnya jika dibandingkan dengan liputan atas penindakan korupsi.
Dari survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan Korupsi Tahun 2008, didapati bahwa belum terlalu banyak orang yang tahu bahwa tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada KPK bukan hanya tugas yang terkait dengan penanganan kasus korupsi dan penanganan pengaduan masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi, karena sekalipun telah banyak yang dilakukan oleh KPK dalam melakukan pencegahan korupsi dan dalam mengkaji sistem administrasi lembaga negara/pemerintah yang berpotensi korupsi, kegiatan-kegiatan itu menurut kalangan pers kalah nilai jualnya jika dibandingkan dengan liputan atas penindakan korupsi.
Pemberantasan
tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Karenanya
ada tiga hal yang perlu digarisbawahi yaitu ‘mencegah’, ‘memberantas’ dalam
arti menindak pelaku korupsi, dan ‘peran serta masyarakat’.
Kemajuan
teknologi informasi sudah banyak membantu KPK dalam melakukan tugas-tugasnya.
Dari mulai gedung KPK yang dirancang sebagai smart building,paper-less
information system yang diberlakukan sebagai mekanisme komunikasi internal
di KPK, dan program-program kampanye serta pendidikan antikorupsi KPK. Dalam
meningkatkan peran serta masyarakat, informasi elektronik sangat dibutuhkan
agar informasi yang disampaikan dapat lebih cepat diterima, lebih luas
sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya. KPK juga telah mengadakan berbagai
lomba bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat yang antara lain berupa lomba PSA
antikorupsi, lomba film pendek antikorupsi, lomba poster, dan lomba-lomba
lainnya.
H.
Penggunaaan teknologi informasi dalam memperkuat pembuktian
kasus korupsi
Penegak hukum
di Indonesia, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan
Korupsi sama-sama diberi kewenangan melakukan penyadapan. Dan tidak seperti
yang dipersepsikan banyak orang, para penegak hukum tidak bisa sekehendak
hatinya menggunakan instrumen yang sensitif ini.
Bagi KPK,
penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada surat tugas yang ditandatangani
Pimpinan KPK yang menganut kepemimpinan kolektif di antara lima komisionernya.
Sedangkan keputusan untuk melakukan penyadapan didasarkan pada kebutuhan untuk
memperkuat alat bukti dalam kegiatan penyelidikan. Penyelidikan itu sendiri
dilakukan setelah kegiatan pengumpulan data dan keterangan dilakukan setelah
ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. Dengan demikian, penyadapan bukan
merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendapatkan bukti adanya suatu
tindak pidana korupsi, dan keputusan untuk melakukannya bukanlah keputusan yang
mudah.
Dalam melakukan
penyadapan sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 26 UU No. 31/1999 jo UU
No. 20/2001 serta pasal 12 butir a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK tunduk pada Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Teknis
Penyadapan Terhadap Informasi. Karena itu KPK tidak menganggap lahirnya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagai ancaman, karena penyadapan yang selama ini dilakukan merupakanlawfull
interception, sesuai aturan yang ada dan dilakukan dengan tanggung jawab,
profesionalisme, dan kehati-hatian ekstra.
KPK tidak
pernah menyebarluaskan hasil sadapan, kecuali sebagai pembuktian di sidang
pengadilan, yang diperdengarkan atas perintah hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi. Kesimpangsiuran informasi terjadi, ketika salah satu stasiun televisi
swasta menayangkan program yang memuat upaya penindakan KPK lengkap dengan
pemutaran rekaman hasil penyadapan yang dilakukan KPK.
Terkait dengan
banyaknya tayangan dalam program tersebut yang menampilkan para terperiksa,
terdakwa, dan terpidana kasus-kasus yang ditangani KPK,
ada sebagian
masyarakat yang menduga ada andil KPK di dalamnya. Sebagai catatan,
gambar-gambar dan rekaman yang ditampilkan tersebut diambil dari ruang
persidangan atau di halaman dan lobby tamu KPK yang merupakan ruang publik.
Parahnya lagi bukan hanya masyarakat awam hukum yang berpendapat demikian.
Dalam satu kesempatantalk show di salah satu universitas di Yogyakarta
medio September 2008 ini, seorang doktor hukumpun menyatakan bahwa KPK telah
melanggar hak asasi manusia para terdakwa kasus tindak pidana korupsi karena
memperdengarkan secara terus-menerus rekaman pembicaraan dengan tujuan sebagai
hukuman asesoris yang diberikan untuk mempermalukan mereka.
Selama ini, KPK
berusaha melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh undang-undang dengan
semaksimal mungkin memanfaatkan kewenangan yang ada. Karena itu Undang Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik akan kami cermati sebagai salah satu aturan
yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Dalam
penjelasan umum Undang-Undang tentang KPK disebutkan bahwa : “……..Tindak pidana
korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana
korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah
menjadi suatu kejahatan luar biasa”.
Kalimat di atas
bisa jadi merupakan salah satu alasan undang-undang ini mengatur kembali
pemberian kewenangan penyadapan kepada KPK, sekalipun kewenangan yang sama
telah diberikan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang
dimungkinkannya alat bukti petunjuk berupa informasi yang diucapkan, dikirim,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa
dengan itu; dan dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat
dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun
selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang
memiliki makna.
Dari keinginan
rakyat yang diterjemahkan dalam undang-undang yang menyatakan bahwa korupsi
merupakan kejahatan luar biasa, seharusnya membawa implikasi pada penanganan
korupsi dengan cara-cara yang luar biasa pula – sekalipun tetap dalam koridor
aturan hukum yang berlaku. Terkait dengan kontroversi penyadapan dalam
penindakan korupsi kita dapat mengambil penyadapan atas kasus terorisme sebagai
pembanding.
POLRI telah
lama melakukan penyadapan untuk kasus terorisme dan tidak pernah ada yang
mempermasalahkannya. Besar kemungkinan karena kita sudah memahami bahaya
terorisme.
Hal ini menjadi
tantangan bagi KPK untuk lebih giat menyampaikan betapa seriusnya implikasi
dari korupsi ini. Betapa besar ongkos sosial korupsi yang harus dibayar seluruh
rakyat Indonesia.
Ketika seorang
Penyelenggara Negara menerima suap, uang suap itu masih bisa berperan dalam
memutar roda perekonomian negara, sebagian bisa digunakan untuk membantu orang
lain, atau bahkan disumbangkan ke lembaga keagamaan.
Namun
yang selama ini kurang kita sadari - kerusakan sudah terjadi, ketika seseorang
dibiarkan melanggar aturan yang ditetapkan dengan tujuan-tujuan tertentu -
karena dia telah menyuap, entah itu membabat hutan, memasukkan barang ilegal,
menjual obat palsu, atau ribuan jenis lain pelanggaran yang pada akhirnya akan
bermuara pada kesengsaraan rakyat Indonesia.
Mengingat itu
semua, masih bisakah kita dengan percaya diri mengatakan bahwa bukan perilaku
koruptif kitalah yang menyebabkan rakyat di bumi yang kaya raya ini harus
berdiri berjam-jam sekedar untuk mendapatkan sembako atau uang sekedarnya?
Alangkah tidak sepadan jika boleh kita membandingkan antara uang suap yang
berpindah tangan itu dengan ongkos dan azab yang harus ditanggung (oleh orang
lain, saudara kita sendiri).
Sebagai
penutup, Undang-Undang ITE mensyaratkan adanya Peraturan Pemerintah yang
mengatur tata cara intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum. Para
penegak hukum termasuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil tentu saja berkepentingan
dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Karenanya keterlibatan
mereka dalam penyusunan Peraturan Pemerintah ini diperlukan untuk menjamin
profesionalisme, tanggung jawab, dan asas keadilan dalam pelaksanaan dan
pemanfaatan hasil intersepsi.
I.
Kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi belum maksimal
Kinerja
pemerintah dalam pemberantasan kasus korupsi masih belum maksimal. Dalam lima
tahun terakhir, masih banyak ditemukan kebijakan yang justru melemahkan upaya
pemberantasan korupsi. Dengan kata lain, prestasi eksekutif di bawah
kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) dalam memberantas
korupsi masih jauh dari ekspektasi publik.
Tidak sedikit
kebijakan pemerintah yang justru menggembosi langkah pemberantasan korupsi itu
sendiri. Lihat saja dari pernyataan yang dikeluarkan oleh Presiden SBY mengenai
kewenangan KPK yang dianggapnya terlalu besar, upaya BPKP mengaudit KPK, serta
rivalitas KPK vs Polri, terang Zainal Arifin Mochtar, Ketua Pusat Kajian Anti
Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) UGM .
selain adanya
upaya melemahkan KPK oleh pemerintah, masih terdapat beberapa catatan atas kebijakan
pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi selama lima tahun terakhir.
Pertama, kebijakan Presiden yang berdampak pada pemberantasan korupsi, antara
lain, Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Keppres
No. 11 Tahun 2005 tentang Pembentukan Timtas Tipikor, dan PP No. 37 Tahun 2006
tentang Kenaikan Tunjangan Anggota DPRD.
Inpres No. 5
Tahun 2004 dan Keppres No. 11 Tahun 2005, merupakan upaya untuk meningkatkan
kualitas pemberantasan korupsi. Namun dalam pelaksanaan, keduanya tidak
berjalan efektif dan masih meninggalkan banyak catatan. Sementara itu, PP No.
37 Tahun 2006 justru merupakan blunder kebijakan yang ditempuh pemerintah.
Dengan keluarnya PP tersebut, potensi terjadinya gejala korupsi, khususnya bagi
anggota DPRD, menjadi semakin besar. Kedua, peran pemerintah dalam pembentukan
undang-undang anti korupsi. Dalam penyusunan RUU Pengadilan Tipikor, pemerintah
terbukti lamban. Selain itu, juga pada UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA. Komitmen
pemerintah dalam hal ini patut dipertanyakan sebab isu paling krusial tentang
perpanjangan usia hakim agung justru diusulkan oleh pemerintah.
Terakhir,
penyelesaian adat atas dugaan kasus korupsi. Setidak-tidaknya terdapat dua
kasus yang disoroti, yakni kasus Amien Rais vs Presiden SBY dan Yusril Ihza
Mahendra vs Taufiequrrahman Ruki. Dalam konteks ini, Presiden terlihat
mengintervensi proses hukum yang semestinya dapat dijalankan sesuai dengan
prosedur.
Ditambahkan
oleh Eddy O.S. Hiariej, staf pengajar FH UGM yang juga anggota Pukat, bahwa
dari keseluruhan hal tersebut seolah-olah menjadi antitesis terkait dengan
keseriusan pemerintah dalam mendukung gerakan anti korupsi. Jargon-jargon yang
selama ini diserukan tampaknya masih jauh dari implementasi
J.
Menimbang keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi
Di negeri ini,
korupsi agaknya telah menjadi penyakit akut yang sulit untuk diberantas.
Bertahun-tahun di bawah pemerintahan yang korup, menjadikan penyebaran korupsi
semakin meluas dan sistemik. Korupsi yang meluas dengan gampang dapat kita
jumpai pada hampir seluruh kantor pelayanan publik. Korupsi menjadi bagian dari
sistem pengelolaan negara. Celakanya, korupsi kerap melibatkan
petinggi-petinggi negeri ini. Ketua DPR misalnya, adalah seorang terpidana yang
entah mengapa tidak perlu mendekam di penjara seperti terpidana lainnya. Bisa
jadi, Akbar Tanjung si terpidana itu bisa menyeret pejabat lainnya ke penjara
kalau dirinya harus menginap di hotel prodeo.
Dari sisi
hukum, aparat penegak hukum juga tampak letoi ketika berhadapan dengan korupsi.
Kalau menghadapi teroris macam Amrozi, Imam Samudera, dan lain sebagainya,
dengan sigap polisi bertindak. Kejaksaan pun, dengan proses yang sangat cepat,
mampu menyeret para terdakwa ke hadapan hakim di persidangan. Tetapi, sama
seperti politisi, ketika menangani kasus korupsi ada banyak alasan sehingga
berkas perkara mesti bolak-balik dikembalikan ke polisi, bukti tidak mendukung,
atau keluar SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) kalau tidak dituntut
bebas.
Macetnya hukum
dalam penanganan kasus korupsi bisa dimengerti dengan melihat korupsi sebagai
fenomena sosiologis. Dalam kaca mata sosiologis, korupsi melibatkan jaringan
elit kekuasaan, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Karena itu,
bercokolnya Ketua DPR dari jerat hukum bisa dibaca sebagai upaya melindungi
elit lain. Juga mengapa Jaksa Agung yang jelas-jelas dilaporkan ke polisi oleh
Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN)
karena laporan
palsu masih duduk di kursinya. Oleh sebab itu, korupsi dianggap sebagai
kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime. Untuk memberantasnya,
dibutuhkan pendekatan hukum yang luar biasa pula.
KPK, Komisi
Super?
Salah satu produk hukum yang digulirkan untuk memberantas korupsi adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau disingkat KPK. Pembentukan komisi ini merupakan amanat dari UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 20 Tahun 2001. UU Anti Korupsi itu merupakan amandemen dari UU No.3 Tahun 1971 tentang Anti Korupsi yang dianggap sudah tidak memadai lagi.
Salah satu produk hukum yang digulirkan untuk memberantas korupsi adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau disingkat KPK. Pembentukan komisi ini merupakan amanat dari UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 20 Tahun 2001. UU Anti Korupsi itu merupakan amandemen dari UU No.3 Tahun 1971 tentang Anti Korupsi yang dianggap sudah tidak memadai lagi.
Karena korupsi
adalah extra ordinary crime, maka ada beberapa kewenangan luar biasa yang
dimiliki oleh KPK. Diantaranya, pertama dipergunakannya alat bukti elektronik
dalam pembuktian. Alat bukti elektronik meliputi e-mail, rekaman suara, rekaman
video dan sebagainya. Bandingkan dengan KUHAP yang hanya mengakui kesaksian
langsung dari seseorang.
Kedua, KPK
memiliki kewenangan dalam hal penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Bahkan
KPK bisa mengambil alih kasus korupsi yang sedang ditangani oleh kejaksaan atau
kepolisian. Sebagai kejahatan yang luar biasa, korupsi memang tidak bisa
ditangani oleh aparatus negara konvensional seperti kejaksaan dan kepolisian.
Apalagi dalam kurun waktu yang lama terbukti dua institusi penegak hukum itu
gagal memberantas korupsi.
Ketiga, berbeda
dengan kejahatan lain, persidangan kasus korupsi juga dilakukan dengan cara di
luar kelaziman. Kelak kalau KPK telah berfungsi, koruptor akan diadili dalam
Pengadilan Korupsi. Hakim yang mengadili, baik di tingkat pertama (Pengadilan
Negeri), banding (Pengadilan Tinggi) maupun kasasi (MA) terdiri dari lima
orang, dua hakim reguler sedangkan tiga sisanya adalah hakim ad hoc.
Keempat, KPK
tidak hanya bertugas pada ranah penegakan hukum. KPK juga melakukan tugas
pencegahan, seperti memeriksa laporan kekayaan pejabat negara. Dengan
berfungsinya KPK, maka KPKPN akan dibubarkan dan akan menjadi salah satu divisi
dalam KPK. Dengan demikian, kasus laporan palsu kekayaan Jaksa Agung tidak akan
terulang lagi karena berbeda dengan KPKPN, KPK bisa langsung menyidik dan
menyeret Jaksa Agung ke Pengadilan Korupsi.
Karena begitu
besarnya kekuasaan yang dimiliki oleh KPK, banyak pihak berharap KPK akan
menjadi obat ampuh untuk menyembuhkan negeri ini dari korupsi. Apalagi anggota
KPK hanya lima orang sehingga bisa mengurangi benturan kepentingan.
Berdasarkan
pengalaman Komnas HAM dan KPKN, jumlah anggota yang besar menjadikan kedua
komisi itu tidak bisa lincah dalam mengambil keputusan. Belum lagi komposisi
anggota yang berwarna-warni latar belakangnya, menjadikan gerakan kedua komisi
semakin lamban karena banyaknya kepentingan yang harus diakomodasi.
Akan tetapi,
kekuasaan besar KPK juga tidak lepas dari ancaman dari para koruptor dan elit
politik yang tidak berkepentingan. Sejak awal sebetulnya proses pembentukan
komisi super ini kerap tersendat-sendat.
Proses
pembentukan KPK sendiri harus melalui berbagai tahapan yang cukup panjang.
Pertama diawali dengan pembentukan tim seleksi. Anggota Tim Seleksi dipilih
oleh Menteri Kehakiman dan HAM dan ditetapkan oleh Presiden dengan Keppres.
Selanjutnya Tim Seleksi yang akan memilik kandidat anggota KPK sebanyak 10
orang atau dua kali jabatan yang tersedia.
Tugas memilih
siapa anggota komisi yang akan menjadi musuh koruptor nomor satu adalah DPR.
Tim Seleksi akan memberikan 10 nama ke DPR yang akan memilih lima diantaranya
sebagai anggota KPK. Lalu anggota KPK akan diangkat oleh Presiden.
Sedangkan waktu
yang dibutuhkan untuk membentuk KPK sekitar 185 hari atau 6 bulan 5 hari.
Perkiraan ini adalah perkiraan optimis, artinya proses pembentukan berjalan
lancar dan tidak ada kejadian penting di luar perkiraan yang bisa menggagalkan
proses tersebut. Tenggat waktu yang diberikan oleh UU No.30 Tahun 2002 adalah
satu tahun. UU No. 30 disahkan tanggal 27 Desember 2002 sehingga KPK harus
sudah terbentuk 27 Desember 2003.
Daftar Pustaka
Hamzah jur andi,(2005),pemberantasan korupsi, Jakarta,PT Raja
Grafindo Persada
Dikoro wirdjono projo,(2005),tindak pidana tertentu di Indonesia, Jakarta,PT
Raja Grafindo Pesada
Komisi Pemberantasan Korupsi (2008), Survei Persepsi Masyarakat
Terhadap KPK dan Korupsi Tahun 2008.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....10
DEMOKRASI DUNIA DAN INDONESIA
A.
Latar Belakang.
Setiap warga
negara dalam kesehariannya selalu berhubungan dengan aspek-aspek politik , baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kehidupan politik yang telah
menjadi bagian dari keseharian warga negara dalam sebuah negara ini menimbulkan
atau membentuk pendapat , pandangan dan pengetahuan tentang perilaku politik .
Pandangan , pendapat, dan pengetahuan itu memunculkan orientasi seseorang
terhadap kehidupan politik atau objek politik sehingga melahirkan budaya
politik dalam sebuah Negara. Sebuah Negara memiliki sistem politik yang berbeda
. Disamping itu, sebuah Negara pasti memiliki sebuah sistem pemerintahan , dan
sistem pemerintahan yang dianut sesuai dengan keinginan dan kesepakan Negara tersebut.
Dalam sebuah
kehidupan bernegara sebuah negara sangat memerlukan sistempemerintahan, agar
mereka dapat tertuntun dan sebuah sisitem pemerintahan tersebut menjadi cara
yang dianut ileh semua masyarakat dalam sebuah Negara. Sistem pemerintahan yang
dianut dan paling sering digunakan adalah sistem pemerintahan demokrasi .
Proses
penguatan hak rakyat dan penduduk negeri akhir akhir ini makin menguat seiring
dengan meningkatnya tekonologi informasi dan kesadaran tentang hak inidividu
untuk menyuarakan pendapatnya, dan hak untuk mengetahui yang sebenarnya. Hal
ini hampir terjadi disemua negara kecuali negara-negara yang masih
mempertahankan sistem diktator seperti Myanmar, Korea Utara, Kuba dsb. Jika
dalam sebuah negara oposisi tidak diijinkan ada, maka dapat dipastikan negara
tersebut menganut sistim diktator. Oleh karena itu, demokrasi banyak diminati
oleh Negara-negara di dunia.
B.
Pengertian Demokrasi.
Secara
etimologis, demokrasi berasal dari dua kata , yaitudemos yang artinya
rakyat dancratein yang artinya memerintah. Jadi demokrasi berarti suatu
negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat .
Demokrasi
adalah bagaimana menghormati pendapat oranglain, mendengarkan mereka, tidak
berperasangka tentang kemunafikan, jangan menghukum mereka atau memfitnah
mereka secara tak semena-mena, meskipun ia seorang penghianat besar. Demorasi
adalah bagaimana seseorang mengakui kemungkinan kesalahan atas diri sendiri.[1]
Demokrasi itu dimana otoritas Negara ada di tangan rakyat.
Kedaulatan
Apa saja adalah
milik rakyat. Tetapi mustahil semua rakyat menjadi pemimpin (presiden) dalam
sebuah negara, maka dari itu mereka mengadakan pemilu, memilih wakil-wakil,
kemudian para wakil memilih sejumlah orang yang dibayar untuk mengurusi segala
yang diperlukan oleh rakyat dalm ketatanegaraan. Pengurus itu dijejer dari
paling atas Namanya presiden selanjutnya sampai ke level yang terbawah sampai
ajudan Pak RT.[2]
Dalam
Demokrasi, presiden dan seluruh jajaran birokrat adalah PRT alias pembantu
rumah tangga rakyat. Rakyat membayarnya, menyediakan kantor, rumah dinas,
kendaraan, serta segala perlengkapan untuk menjalankan tugasnya. Pemerintah
adalah pihak yang dipilih, sementara rakyat adalah pihak yang memilih, yang
memilih lebih tinggi derajatnya dan lebih berkuasa dari yang dipilih.[3]
C.
Perkembangan Demokrasi di Dunia
Budaya
demokrasi sesungguhnya sudah berkembang sejak zaman purba, yaitu pada zaman
berburu. Banyangkan sekelompok laki-laki purba berkumpul dimalam hari
mengelilingi api unggun sambil berdiskusi untuk memastikan apakah mereka akan
berburu keesokan hariunya atau tidak. Mereka adalah pemburu berpengalaman di
sukunya dan merasa sama-sama pantas untuk mengemukakan pandangannya
masing-masing dan ingin didengarkan. Di sekeliling api unggun, para lelaki itu
sedang mengambil bagian dari demokrasi.
Demokrasi
sebagi proses melibatkan masyarakat dalam pemerintahan muncul dibeberapa kota
di yunani kuno sekitar abad ke VI SM. Kemungkinan besar warga Athenalah yang
mencetuskan kata demokratia(demokrasi), yang merupakan gabungan dari dua kata
demos(rakyat), dan kratos(memerintah), unuk menggambarkan system pemerintahan
mereka.
Ciri utama
demokrasi yang dipraktekkan pada bangsa yunani kuno adalah adanya majlis, yaitu
sebuah pertemuan rakyat yang teratur dimana para warga Negara terhormat bebas
mengemukakan pendapat.majlis memilih 10 jendral untuk mengurus hal-hal yang
berkaitan dengan kemiliteran. Namun majlis yang memerintah yang berjumlah 500
orang dengan para pegawai Negara lainnya dipilih dengan cara diundi. Dengan
cara itu setiap warga memiliki kesempatan yang sama. Hak-hak warga Negara lainnya
diakui untuk menjamin system berjalan sebagaimana diharapkan. Yang paling
penting dari semuanya itu adalah adanya kebebasan berpendapat. Tanpa kebebasan
berpendapat, tidak aka nada debat baik dalam majlis maupun boul[4].
Demokrasi
yunani kuno bertahan hanya beberapa ratus tahun, dan akhirnya mati pada abad
ke2 SM. Selama periode yang sama republic romawi juga berkembang pesat. Meski
bukan sebuah demokrasi sebagaimana diterapkan di yunani kuno, republic ini
memiliki cirri demokrasi. Pada awalnya hanya kaum aristrokat, yaitu orang-orang
yang mewariskan kekuasaan selama turun temurun, yang duduk di pemerintahan.
Setelah itu rakyat juga diizinkan untuk memegang beberapa jabatan dan memilih pemimpin
mereka sendiri.
Ketika
orang-orang roma mulai menaklukkan Negara-negara lain, rakyat yang baru
ditaklukkan diizinkan untuk menjadi warga Negara roma dan mengambil bagian
dalam praktek demokrasi ini. Namun, dalam kenyataannya itu tidak pernah terjadi.
Wilayah taklukan romawi sangat luas. Dalam kondisi seperti itu, tidak mungkin
warga Negara taklukkan ini bias mempengaruhi pemerintahan yang berpusat di
roma. Gagasan untuk memilih para wakil dari daerah-daerah taklukan keibukota
romawi. Dalam kenyataan tidak pernah terjadi.
Pada abad
terakhir SM lembaga-lembagademokrasi republic romawi dihancurkan oleh para
pejabat yang korup dan prajurut yang haus kekuasaan. Republic ini diganti oleh
kaisar yang sewenang-wenang. Selama 600 tahun berikutnya, demokrasi benar-benar
hilang.
Demokrasi
muncul kembali di eropa utara sekitar 600 tahun setelah masehi. Untuk menangani
perselisihan dan membahas peraturan bagi komunitasnya, kaum Viking memanggil
majlis yang di sebut thing untuk bersidang, mereka menganggap satu sama lain
sederajat.
Sekitar tahun
930 M, kaum Viking di islandia membentuk althing, yaitu sebuah majlis untuk
seluruh kepilaun. Majlis ini bertahan selama lebih dari 3abad. Selama 500 tahun
berikutnya, anggota majlis regional dan nasional serupa munjul di skandinavia.
Badan-badan serupa juga munjul di belgia, belanda, Luxemburg, dan inggris.
Berkembang
pesatnya industry dan perdagangan memunjulkan kelas bisnis baru dan kaya. Para
penguasa Negara yaitu ratu/raja, seringkali sangat membutuhkan uang. Abad
berganti abad, para penguasa ini membentuk majelis yang terdiri dari
orang-orang kaya dan berpengaruh. Dengan demikian raja bukan satu-satunya lagi
orang yang menentukan berjalanya Negara. Ini dilakukan untuk menghindari
pertentangan yang keras dari kaum kaya yang dari hari ke hari semakin disegani
dalam masyarakat. Orang-orang ini kemudian akan memutuskan bagaimana menata dan
mengatur sesuai dengan kepentinagn mereka dan kepentingan raja/ratu. Pada
tahun-tahu awal, majelis semajam ini hanya mewakili sekelompok kecil
masyarakat, namun selama abad-abad berikutnya semakin banyak orang yang diberi
kesempatan untuk mengambil bagian.
Yang paling
terkenal dari semua majelis ini, dan yang paling mempengaruhi perkembangan
demokrasi, adalah perlemen inggris. Perlemen ini menganut system dua kamar atau
two houses. Kaum bangsawan kaya(nobles) yang berpengaruh duduk di perlemen yang
disebut majles tinggi. Mereka ini adalah penasehat raja/ratu. Para wakil dari
kelas menengah yang memiliki kekayaan dipilih oleh rakyat dan duduk dalam
majelis rendah, yang dalam waktu yang singkat menjadi berpengaruh daripada
majelis tinggi.
Kedua majlis
ini baik secara terpisah maupun bersama-sama, berhasil membatasi kekuasaan
raja/ratu, sampai akhirnya tercapai apa yang disebuat perimbangan dan pembagian
kekuasaan. Secara garis besar bias dikatakan perlemen membuat undang-undang
baru(fungsi legislative) dan raja/ratu melaksanakan undang-undang
tersebut(fungsi eksekutif). Hakim-hakim yang mandiri menafsirkan hokum-hukum
apabila diperlukan(fungsi yudikatif). Masing-masing dari ketiga lembaga
kekuasaan ini mengecek dua yang lain.
System ini
dibentuk tidak sebagai jawaban terhadap tuntutan rakyat akan demokrasi,
melainkan ajang berbagi kekuasaan di antara berbagai kelompok kelas atas dalam
masyarakat. Meski demikian mereka juga ingin menuntut keterwakilan rakyat dalam
perlemen dan lebih lanjut membatasi kekuasaan raja yang hanya mewakili dirinya
sendiri saja akan bangga menyebut diri mereka sebagai pejuang demokrasi yang
lebih besar. Gagasan ini selanjutnya di perkuat oleh munculnya protetantisme.
Dalam pandangan beberapa kaun protestan, kalau semua masyarakat sama di mata
tuhan, maka mestinya semua manusia juga memiliki kesempatan dan hak yang sama
dalam melatih dan menjalankanm pemerintahan.
Di inggris dua
prose ini(perlemen dan protestantisme) munvul pada abad ke-17. Raja yang kers
kepala Charles I, berusaha mengurangi kekuasaan perlemen dan menjerumuskan
Negara kedalam perang saudara yang dibanyarnya sendiri dengan tahta dan
hidupnya. Ia dipenggal pada tahun 1649. Dalam prose situ, gagasan demokrasi
yang melibatkan seluruh rakyat mendapatkan dukungan yang luar biasa besarnya.
Sebuah kelompok
unik yang disebut leveler membuat usulan-usulan yang mengejutkan. Mereka
mengemukakan bahwa semua orang memiliki hak yang sama untuk memilih pada
pemilihan umum tahunan, bahwa mereka yang terpilih harus melaksanakan amanat
rakyat, bukan mengikuti kehendak sendiri, dan bahwa anggota perlemen seharusnya
hanya menjabat paling banyak dua priode. Usulan-usulan ini, meskipun barang
kali sangat muluk, sangat sesuai dengan semangat demokrasi yunani kuno yang
sudah lama hilang.[5]
Kaum leveler
gagal, dan monarki kembali pada tahun 1660. Perjanjian baru antara perlemen
denganmonarki, yang disebut glorious revolution 1688, denagn efektif menutup
peluang rakyat jelata dalam proses politik. P-ada saat itu banyak Negara yang
telah memiliki perlemen atau majlis, tetapai sama dengan di inggris, sedikit
sekali warga Negara yang diperbolehkan memilih. Semua majlis ini tidak memiliki
kekuasaan yang nyata, atau seluruhnya terdiri dari orang-orang kaya dan
memiliki hak istimewa.
Kedua revulusi
ini terjadi sebagai reaksi terhadap tirani. Keduaanya menuntut hak rakyat untuk
memilih pemerintah atau penguasayang mereka kehendaki. Orang-orang amerika yang
dijajah, yang merasa bahwa mereka membanyar pajak kepada sebuah Negara namun
tidak dilibatkan dalam penentuannya, menciptakan selogan tidak ada pajak tanpa
perwakilan. Deklarasi kemerdekaan yang mereka tanda tangani pada tahun 1776
menekankan bahwa pemerintahan hanya bias memberikan kekuasaan dengan
persetujuan dari pihak yang diperintahkan. Di perancis deklarasi hak-hak
memproklamasikan bahwa sumber semua kedaulatan ada ditangan rakyat. Untuk
ukuran waktu itu, deklarasi-deklarasi ini benar-benar merupakan revolusi
demokratis.
Setelah
menghapus system pemerintahan senelumnya, kaum revolution merancang perwakilan,
dimana rakyat memilih beberapa orang untuk menjadi wakil mereka di majelis yang
baru.
Pelaksanaan
demokrasi perwakilan ini tidak bias dielakkan . namun, beberapa pemikir politik
masih merasa kuatir bahwa demokrasi ini akan rusak dalam prosesnya.
Para pemikir
inggris paine dan mill menganjurkan agar pemilihan umum diadakan
sesering mungkin untuk mencegah para wakil lipa terhadap rakyatnya. Paine dan
mill mengemukakan apabila wakil tersebut ingin dipilih lagi maka harus
mendengar apa yang disuruhkan para pemilihnya. Sam aseperti kaum leveler,
keduanya percaya masa jabatan para wakil harus terbatas.
Para pemikir
lainnya, tidak setuju dengan pained an mill. Burke dan Hamilton menyukai
kenyataan bahwa demokrasi perwakilan menjembatani pemerintah yang cerdas dan
rakyat yang bodoh, bahkan demokrasi perwakilan memungkinkan para wakil yang
terdidik dan cerdas bias membuat keputusan yang bijak dan tepat daripada rakyat
yang bodoh.
Ketegangan
antara dua kelompok ini berlangsung sampai hari ini. Kelompok yang sat uterus
memdorong terbentuknya demokrasi yang lebih besar: yang satu lagi berjuan untuk
mempraktikkan demokrasi dengan menerapkan batasan-batasan tertentu yang bias
dipahami. Umumnya bias dikatakan bahwa pandangan orang-orang yang menginginkan
lebih banyak pengaruh rakyat dalam pembuatan keputusan dan lebih banyak
tanggungjawab demokratis, tegangan waktu ini terlalu lama. Masa jabatan wakil
jarang dibatasi, kecuali untuk presiden amerika serikat, yang sejak tahu 1951
hanya diizinkan memegang dua kali masa jabatan.
D.
Demokrasi Semu Amerika Serikat.
Kemenangan Bush
untuk yang kedua kalinya dalam pemilu Amerika Serikat sekali lagi membuktikan
dilema demokrasi. Betapa demokrasi telah melegitimasi seorang pemimpin yang
sarat dengan agenda perang dan pembunuhan. Dan sayang sekali, opini masyarakat
dunia tidak menjadi pertimbangan utama masyarakat Amerika untuk memilih
pemimpin mereka, padahal yang sungguh-sungguh mengalami dampak negatif dari
kepemimpinan presiden Bush adalah masyarakat dunia, bukan masyarakat Amerika
semata.
Beberapa
keputusan politik Bush yang menentukan, telah sedemikian meresahkan warga
dunia, terutama karena keputusan-keputusan tersebut kerapkali jauh dari
semangat rasionalisasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Bush seringkali hanya
mendasarkan keputusannya syakwasangka dan petunjuk-petunjuk mistis masa lalu
yang tidak berdasar. Mengapa serangan Bush ke Iraq dan ke negara manapun dalam
rangka demokratisasi harus ditolak, serangan itu tidak hanya rapuh pada tataran
teoritis, melainkan juga rapuh pada tataran praksis. Mendekati pemilu
demokratis Iraq Januari 2005, intensitas pertumpahan darah terus meningkat kian
hari.
Tentu tidak
terbayangkan bagaimana sebuah pemilu “demokratis” bisa berjalan di tengah
ancaman kemanan yang begitu nyata. Pertama, pada tataran teoritis, demokrasi
sama sekali tidak identik dengan revolusi dan pertumpahan darah, melainkan ia
merupakan mekanisme perebutan kekuasaan dengan sebuah kesadaran yang serasional
mungkin.
Kudeta,
pertumpahan darah, maupun revolusi tidak bisa menjadi instrumen demokrasi,
karena hakikat demokrasi selalu mengandaikan sebuah proses panjang. Kalau ia
dipaksakan terlalu dini, maka suasana demokratis tidak akan tercipta, yang
munculmalah ketegangan berkepanjangan, dan itu sama sekali tidak kondusif bagi
demokrasi. Salah satu penyebab gelombang demokrasi, yang dikemukakan oleh
Samuel P. Huntington dalam Gelombang Demokratisasi Ketiga, adalah intervensi
Amerika Serikat. Pertanyaan yang pertama untuk teori di atas adalah intervensi
macam apa yang bisa mengubah sebuah masyarakat menuju era demokratis?
Dan akan
semakin muncul lebih banyak pertanyaan, ketika negara yang diintervensi
tersebut adalah negara-negara Muslim. Amerika, terlepas dari kesungguhan
intervensi untuk demokratisasinya, terlanjur membwa kesan negatif bagi kalangan
Muslim, maupun dunia ketiga pada umumnya. Dengan demikian, intervensi apapun
dari Amerika Serikat, apalagi menggunakan kekuatan militer, tidak akan pernah
efektif, ia akan menjadi musuh bersama baik yang pro perubahan maupun yang
kontra perubahan.Kedua, pada tataran fakta, kasus Iraq menjadi contoh populer
saat ini, Amerika Serikat ternyata sampai saat ini belum mampu mewujudkan mimpi
demokrasi di Iraq yang ia intervensi dengan menggunakan senjata.
Bush
membayangkan bahwa dengan menggulingkan Saddam Husein, rakyat Iraq akan serta
merta menyambutnya sebagai kemenangan demokrasi. Tapi lambat laun impian itu
semakin jauh panggang dari api. Perlawanan demi perlawanan demikian subur
seperti jamur di musim hujan. Impian baru Bush dan para serdadunya, bahwa
menaklukkan kota fallujah akan mengakhiri semangat para pejuang Muslim di Iraq,
tentu juga akan jauh dari kenyataan. Sebab perlawanan tidak hanya di Fallujah,
tapi juga di Samarra, Tikrit, Najaf, Baghdad sendiri, dan di semua wilayah
Iraq. Barangkali Fallujah akan jatuh, tapi perlawanan itu akan terus berkobar.
Serdadu Amerika
Serikat dan sekutunya akan menggunakan segala kecanggihan persenjataan melawan
gelombang perlawanan dari serdadu-serdadu yang tidak jelas, sebab mereka
berasal dari seantero dunia. Iraq menjadi surga bagi mereka yang hobbi perang
suci. Tak akan pernah berakhir, sebab tidak akan ada yang pernah benar-benar
kalah. Lalu kita sama termangu, benarkah senjata adalah solusi?
Fareed Zakaria,
dalam buku The Future of Freedom: Illiberal Democracy at Home and Abroad, telah
mewanti-wanti bahwa sangat tidak bijak memaksakn demokrasi ke negara-negara
Islam, dan dunia ketiga yang lain, di mana fondasi struktural pendukung
demokrasi tidak terbangun dengan kuat. Kalau demokrasi dipaksakan pada kondisi
rapuh seperti itu, maka yang tercipta adalah demokrasi illiberal, di mana
demokrasi hanya bermakna prosedural, yaitu adanya pemilu berkala, tapi
unsur-unsur kebebasan sipil, kebebasan beragama, berpendapat, berkumpul,
penjagaan hak privasi, kepemilikan pribadi, kebebasan malakukan perjalanan,
kebebasan berniaga, dan seterusnya tidak ada. Pada titik tertentu, demokrasi
malah akan memicu kerusuhan sosial.
Sebab demokrasi
membuka kesempatan sepenuh-penuhnya bagi golongan non-demokratis untuk eksis di
dunia publik. Masyarakat yang kurang cerdas akan sangat mudah dimobilisasi untuk
melegitimasi sebuah kekuatan politik, yang sekalipun kekuatan itu membawa
agenda-agenda non-demokratis.Barangkali tidak perlu terlalu jauh mengambil
contoh, Amerika Serikat, kampium demokrasi dunia, baru saja melakukan pesta
demokrasi yang disorot oleh seluruh penjuru dunia. Sangat tidak diragukan,
bahwa proses pemungutan suara di A.S. sangat demokratis. Tapi banyak orang
menjadi terbelalak, sebab ternyata prosedur demokratis belum tentu melahirkan
hasil yang demokratis. Agenda Bush yang bertentangan dengan prinsip kebebasan
dan demokrasi, seperti penolakan aborsi dan kawin sesama jenis, juga agenda
serangan militer kepada beberapa negara tanpa alasan yang kuat, ternyata
menjadi pilihan masyarakat “demokratis” Amerika. Maka demikianlah demokrasi, ia
menyimpan ambivalensi di tubuhnya.
Kalau
masyarakat serasional Amerika saja bisa memilih yang tidak demokratis dalam
proses demokratis, apatah lagi di sebuah negara yang tidak memiliki basis
masyarakat rasional, karena sekian lama hidup dalam keterpurukan ekonomi? Bush
betul telah menumbangkan sang diktator ulung, Saddam Husein, tapi pada saat
yang sama ia telah melakukan pembibitan diktator-diktator baru yang sama
ganasnya dan lebih banyak. Tawaran yang diajukan oleh Fareed Zakaria adalah
menunda pemilu untuk menyiapkan basic struktur yang kuat, berupa segala
perangkat kebebasan konstitusional, bagi tegaknya demokrasi yang genuin,
demokrasi liberal.Tapi alangkah tidak arifnya kalau kemudian mengangankan
Saddam berkuasa kembali di Irak untuk menyiapkan segala perangkat tersebut.
Maka yang
pertama kali harus dilakukan oleh tentara Asing A.S. dan sekutunya adalah
segera angkat kaki dari Irak. Sebab kehadiran mereka menjadi legitimasi
kelompok perlawanan Irak untuk terus melancarkan teror dan aksi bersenjata,
yang hal itu cenderung mendapat legitimasi warga sipil. Dengan demikian,
pemerintah transisional akan memperoleh jalan bagi rekonsiliasi nasional dan
proses stabilisasi keamanan dengan meminimalisir penggunaan senjata. Legitimasi
yang sangat minim kepada pemerintah transisional juga menjadi salah satu pemicu
kerusuhan. Oleh karenanya, percepatan pemilu awal nampaknya juga harus menjadi
prioritas. Sebab akan lebih mudah melakukan konsolidasi demokrasi di bawah
kekuasaan dengan legitimasi yang tinggi, dibanding di bawah pemerintahan boneka
buatan Amerika Serikat.
FOOTNOTE
[1] Hasan
hanafi , “Al-Judzur at Tarikhiyyah,” hlm. 138
[2] Emha Ainun
Nadjib, “Jejak Tinju Pak Kiayi”, kompas, Jakarta, 2008 hlm. 92
[3] Ibid.hlm.93
[4] http://wikipedia.com
(diakses : 17 November 2012)
[5] http://updaterus.com
(diakses : 17 November 2012)
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
DEMOKRASI DI INDONESIA
A.
Latar Belakang.
Dewasa ini,
hampir seluruh warga di dunia mengaku menjadi penganut paham demokrasi.
Demokrasi dipraktekkan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu negara ke
negara lain. Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia.
Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinanmereka bahwa konsep ini
merupakan tata pemerintahan yang paling unggul menganut sistem demokrasi,
demokrasi harus berdasarkan pada suatu kedaulatan rakyat, artinya kekuasaan
negara itu dikelola oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat.
Negara Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha untuk membangun sistem
politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada tahun
1945. Sebagai sebuah gagasan, demokrasi sebenarnya sudah banyak dibahas atau
bahkan dicoba diterapkan di Indonesia. Pada awal kemerdekaan Indonesia berbagai
hal dengan negaramasyarakat telah diatur dalam UUD 1945.
Para pendiri
bangsa berharap agar terwujudnya pemerintahan yang melindungi bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Semua itu merupakan
gagasan-gagasan dasar yang melandasi kehidupan negara yang demokratis.
Sebagai bentuk
kesungguhan negara Indonesia, landasan tentang demokrasi telah tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 maupun Batang Tubuh UUD 1945. Seluruh pernyataan dalam UUD
1945 dilandasi oleh jiwa dan semangat demokrasi. Penyusunan naskah UUD 1945 itu
sendiri juga dilakukan secara demokratis. UUD 1945 merangkum semua golongan dan
kepentingan dalam masyarakat Indonesia. Dengan demikian, demokrasi bagi bangsa
Indonesia adalah konsep yang tidak dapat dipisahkan.Budaya demokrasi di
Indonesia perlu dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara serta hendaknya mengacu kepada akar budaya nasionalisme yang memiliki
nilai gotong royong atau kebersamaan dan mementingkan kepentingan umum. Namun,
budaya individualisme dan budaya liberal yang masuk melanda masyarakat dengan
melalui arus globalisasi tidak mungkin bisa dibendung karena kemajuan
teknologi.
B.
Konsep Dasar Demokrasi
Sulit mencari
kesepakatan dari semua pihak tentang pengertian atau definisi
demokrasi. Ketika ada yang mendefinisikan demokrasi secara ideal atau
juga disebut sebagai definisi populistik tentang demokrasi, yakni
sebuah sistem pemerintahan ”dari, oleh, dan untuk rakyat”
maka pengertian demokrasi demikian tidak pernah ada dalam sejarah
umat manusia. Tidak pernah ada pemerintahandijalankan secara
langsung oleh semua rakyat; dan tidak pernahada pemerintahan sepenuhnya
untuk semua rakyat (Dahl 1971; Coppedge dan Reinicke 1993).
Dalam
praktiknya, yang menjalankan pemerintahan bukan rakyat, tapi elite
yang jumlahnyajauh lebih sedikit. Juga tidakpernah ada hasil dari
pemerintahan itu untuk rakyat semuanya secara merata, tapi selalu ada
perbedaan antara yang mendapat jauh lebih banyak dan yang mendapat jauh lebih
sedikit. Karena itu, ketika pengertian”demokrasi populistik” hendak tetap dipertahankan,
Dahl mengusulkan konsep ”poliarki” sebagai pengganti dari konsep ”demokrasi
populistik”tersebut. Poliarki dinilai lebih realistik untuk menggambarkan
tentang sebuah fenomena politik tertentu dalam sejarah peradaban manusia sebab
poliarki mengacu pada sebuah sistem pemerintahan oleh ”banyak rakyat” bukan
oleh ”semua rakyat”,oleh”banyak orang” bukan oleh”semua orang.”
C.
Pengertian Demokrasi
Kebanyakan
orang mungkin sudah terbiasa dengan istilah demokrasi. Secara etimologis, kata
demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” berarti rakyat dan
“kratos” berarti kekuasaan atau berkuasa. Dengan demikian,demokrasi
artinya pemerintahan oleh rakyat, dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan
rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka
pilih di bawah sistem pemilihan bebas. Dalam ucapan Abraham Lincoln,
Presiden Amerika Serikat ke-16 (periode 1861-1865) demokrasi secara sederhana
diartikan sebagai “the government from the people, by the people, and for the
people”, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal balik, tetapi keduanya
tidak sama.
Menurut Alamudi
(1991) demokrasi sesungguhnya adalahseperangkat gagasan dan prinsip tentang
kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktik dan prosedur yang terbentuk
melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku, sehingga demokrasi sering
disebut suatu pelembagaan dari kebebasan. Karena itu, mungkin saja mengenali
dasar-dasar pemerintahan konstitusional yang sudah teruji oleh zaman, yakni hak
asasi dan persamaan di depan hukum yang harus dimiliki setiap masyarakat untuk
secara pantas disebut demokrasi.
Menurut
International Commision of Jurist (ICJ), demokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusankeputusan politik
diselenggarakan oleh wn melalui wakil-wakil yg dipilih oleh mereka dan
bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yg bebas.
Sedangkan
menurur Henry B Mayo yang dikutip oleh Azyumardi Azra menyatakan bahwa:
Demokrasi
sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara
efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas
prinsip kesamaan plotik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik. (Azyumardi Azra, 2003: 110)
Dari beberapa
pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa demokrasi sebagai suatu sistem
bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan, yang memberikan penekanan pada
keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik penyelenggaraan negara maupun
pemerintahan.
Demokrasi
bertujuan mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga
negara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut.
Demokrasi
menempati posisi vital dalam kaitannya dengan pembagian kekuasaan dalam suatu
negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica),yaitu
kekuasaan yang diperoleh dari rakyat harus digunakan untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat.Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat
penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaaan
pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu membentuk
masyarakat yang adil dan beradaab,bahkan kekuasaan absolut pemerintah sering
menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Demokrasi tidak
akan datang,tumbuh,dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan
bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara.Oleh karena itu,demokrasi memerlukan
usaha nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya,yaitu budaya yang kondusif
sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka berpikir) dan
setting social (rancangan masyarakat).Bentuk konkret manifestasi tersebut
adalah demokrasi menjadi way of life(pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi
bernegara ,baik masyarakat maupun oleh pemerintah.
Menurut
Nurcholich Madjid,demokrasi dalam kerangka diatas berarti proses melaksanakan
nilai-nilai civility (keadaban) dalam bernegara dan
bermasyarakat.Demokrasi merupakan proses menuju dan menjaga civil
society yang menghormati dan berupaya merealisasikan nilai-nilai
demokrasi(Sukron,2002).Menurut Nurcholish Madjid (Gak Nur),pandangan hidup
demokratis berdasarkan bahan-bahan telah berkembang, baik secara teoritis
maupun pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya cukup mapan.
Negara atau
pemerintah dalam menjalankan tata pemerintahan-nya dikatakan demokratis dapat
dilihat dari empat aspek (Tim ICCE UIN Jakarta,2005:123),yaitu:
1.Masalah pembentukan negara;
2.Dasar kekuasaan negara;
3.Susunan kekuasaan negara;
4.Masalah kontrol rakyat.
D.
Prinsip Demokrasi Di Indonesia
Salah satu
pilar demokrasi adalah trias politica yang membagi ketiga kekuasaan
politik negara (eksekutif,yudikatif,dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga
jenis lembaga negara yang saling lepas (independen ) dalam berada dalam
peringkat yang sejajar satu sama lain.Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini dapat saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkanprinsip cheks and balances.
Ketiga lembaga
negara tersebut adalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif , lembaga pengadilan yang
berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyat
(DPR,untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasan
legislatif .Di bawah sistem ini,keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat
atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai dengan aspirasi
masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses
pemilian umum legislatif,selain sesuai dengan hukum dan peraturan.
Selain pemlihan
umum legislatif , banyak keputusan atau hasil- hasil penting,misalnya pemilihan
presiden suatu negara ,diperoleh melalui pemilihan umum.Di Indonesia , hak
pilih hanya diberikan kepada warga negara yang telah melewati umur tertentu
,misalnya umur 18 tahun , dan yang tidak memiliki catatan criminal
(misalnya,narapidana atau bekas narapidana). Pada dasarnya prinsip demokrasi
itu sebagai berikut.
1.
Kedaulatan di tangan rakyat, Kedaulatan rakyat maksudnya kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat. Ini berarti kehendak rakyat merupakan
kehendak tertinggi. Apabila setiap warga negara mampu memahami arti dan makna
dari prinsip demokrasi.
2.
Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, Pengakuan
bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak
membeda-bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya. Pengakuan
akan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar
1945 yang sebenarnya terlebih dahulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal
PBB yang lahir pada tanggal 24 Desember 1945. Peraturan tentang hak asasi
manusia, Undang-Undang Dasar 1945 dimuat dalam: Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 alinea pertama dan empat, Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan
MPR mengenai hak asasi manusia Indonesia telah tertuang dalam ketetapan MPR
No.XVII/MPR/1998. Setelah itu, dibentuk Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang
hak asasi manusia, Undang-Undang yang mengatur dan menjadi hak asasi manusia di
Indonesia adalah Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
3.
Pemerintahan berdasar hukum
(konstitusi), Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan
tidak, bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem
konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
4.
Peradilan yang bebas dan tidak memihak, Setiap warga negara Indonesia
memiliki hak untuk diperlakukan sama di depan hukum, pengadilan, dan
pemerintahan tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, kekayaan,
pangkat, dan jabatan. Dalam persidangan di pengadilan, hakim tidak
membeda-bedakan perlakuan dan tidak memihak si kaya, pejabat, dan orang yang
berpangkat. Jika merekabersalah, hakim harus mengadilinya dan memberikan
hukuman sesuai dengan kesalahannya.
5.
Pengambilan keputusan atas musyawarah, Bahwa dalam setiap
pengambilan keputusan itu harus dilaksanakan sesuai keputusan
bersama(musyawarah) untuk mencapai mufakat.
6.
Adanya partai plitik dan organisasi sosial politik, Bahwa dengan
adanya partai politik dan dan organisasi sosial politik ini berfungsi untuk
menyalurkan aspirasi rakyat.
7.
Pemilu yang demkratis, Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
E.
Ciri-ciri Demokrasi.
Menurut Henry
B. Mayo dalam Miriam Budiarjo (1990: 62 ) dalam bukunya ”Introduction to
Democratic Theory“, memberikan ciri-ciri demokrasi dari sejumlah nilai yaitu:
1)
Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
2) Menjamin
terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang
berubah.
3)
Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
4) Membatasi
pemakaian kekerasan sampai minimum.
5) Mengakui
serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat.
6) Menjamin
tegaknya keadilan.
Beberapa ciri
pokok demokrasi menurut Syahrial Sarbini (2006 : 122) antara lain :
1) Keputusan
diambil berdasarkan suara rakyat atau kehendak rakyat.
2) Kebebasan
individu dibatasi oleh kepentingan bersama, kepentingan bersama lebih penting
daripada kepentingan individu atau golongan.
3) Kekuasaan
merupakan amanat rakyat, segala sesuatu yang dijalankan pemerintah adalah untuk
kepentingan rakyat.
4) Kedaulatan
ada ditangan rakyat, lembaga perwakilan rakyat mempunyai kedudukan penting
dalam system kekuasaan negara.
F.
Nilai-Nilai Demokrasi
Mengutip
pendapatnya Zamroni dalam Winarno (2007: 98), nilai-nilai demokrasi meliputi :
1.
Toleransi..
Bersikap toleran artinya bersikap menenggang (menghargai,membiarkan
dan membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,kepercayaan, kebiasaan kelakuan
dan sebagainya) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri. Dalam
mayarakat demokratis seorang berhak memiliki pandangannya sendiri, tetapi ia
akan memegang teguh pendiriannya itu dengan cara yang toleranterhadap pandangan
orang lain yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendirianya. Sebagai
nilai, toleransi dapat mendorong tumbuhnya sikap toleran terhadap
keanekaragamaan, sikap saling percaya dan kesediaan untuk bekerjasama
antarpihak yang berbeda-beda keyakinan, prinsip, pandangan dan kepentingan.
2.
Kebebasan mengemukakan pendapat.
Mengeluarkan pikiran secara bebas adalah mengeluarkan
pendapat,pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan
fisik,psikis, atau pembatasan yang bertentangab dengan tujuan pengaturan tentan
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Warga negara yang menyampaikan
pendapatnya di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secar bebas dan
memperoleh perlindungan hukum. Dengan demikian, orang bebas mengeluarkan
pendapat tetapi perlu pengaturan dalam mengeluarkan pendapat tersebut agar
tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan antar-anggota masyarakat.
3.
Menghormati perbedaan pendapat. Warga negara yang menyampaikan
pendapatnya di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secar bebas dan
orang lain harus bisa menghormati perbedaan pendapat orang tersebut.
4.
Memahami keanekaragaman dalam masyarakat. Perubahan Dinamis dan
arus Globalisasi yang tinggi menyebabkan masyarakat yang memiliki banyak dan
beragam kebudayaan kurang memiliki kesadaran akan pentingnya peranan budaya
lokal kita ini dalam memperkokoh ketahanan Budaya Bangsa. Oleh karena itu kita
harus memahami arti kebudayaan serta menjadikan keanekaragaman budaya yang ada
di Indonesia sebagai sumber kekuatan untuk ketahanan budaya bangsa.Agar budaya
kita tetap terjaga dan tidak diambil oleh bangsa lain.
5.
Terbuka dan komunikasi. Demokrasi termasuk bersikap setara pada
sesama warga ataupun terbuka terhadap kritik, masukan, dan perbedaan pendapat,
bukanlah sekadar sebuah keputusan politik, apalagi kemauan pribadi perorangan
belaka. Demokrasi adalah sebuah proses panjang kebiasaan dan pembiasaan bersama
yang terus-menerus. Demokrasi pada dasarnya adalah sebuah kepercayaan akan
kebijakan orang banyak. Jauh dalam lubuknya, lebih dari sekadar kepercayaannya
akan kebebasan sebagai fitrah manusia, demokrasi adalah haluan yang berusaha
menempatkan kesetaraan manusia di atas segalanya.
6.
Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan., Setiap manusia
mempunyai hak yakni hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai kodrat
dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang wajib untuk dilindungi dan dihargai
oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan
perlindungan harkat dan martabat manusia. Pengakuan bahwa semua manusia
memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas
jenis kelamin, agama, suku.
7.
Percaya diri., Rasa percaya diri adalah sikap yang dapat di
tumbuhkan dari sikap sanggup berdiri sndiri, sanggup menguasai diri sendiri dan
bebas dari pengendalian orang lain dan bagaimana kita menilai diri sendiri
maupun orang lain menilai kita.sehingga kita mampu menghadapi situasi apapun.
Individu yang mempunyai rasa percaya diri adalah mengatur dirinya
sendiri,dapat mengarahkan,mengambil inisiatif,memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan
sendiri,dan dapat melakukan hal-hal untuk dirinya sendiri.
8.
Tidak menggantungkan pada orang lain. Kekuasaan yang diberikan
rakyat melalui satu proses demokratis dan dilaksanakan secara benar bersifat
mengikat semua warga. Tetapi warga tetap memiliki kewenangan untuk melakukan
kontrol atas penyelenggaraan kekuasaan. Hal ini hanya dapat tercapai apabila
semua orang yang terlibat Di dalam aksi massa itu adalah warga yang berpikir
mandiri dan serius. Rakyat yang menjadi pendukung utama demokrasi adalah rakyat
yang madani, yang mandiri dalam pemikirannya. Dia mesti menjadi orang yang
mengetahui apa yang dilakukannya dan mempunyai tanggung jawab terhadap
perbuatannya.
9.
Saling menghargai. Salah satu sifat yang mesti diwujuddkan dalam
kehidupan sehari-hari ialah saling menghargai kepada sesama manusia dengan
berlaku sopan,tawadhu, tasamuh, muru‟ah (menjaga harga diri), pemaaf, menepati
janji, berlaku „adil dan lain- lain. sebagainya. Harga menghargai ditengah
pergaulan hidup, setiap anggota masyarakat mempunyai tanggung jawab moral untuk
mempertahankan dan mewujudkan citra baik dalam masyarakat dengan menampakkan
tutur kata, sikap dan tingkah laku, cara berpakaian, cara bergaul, lebih bagus
daripada orang lain.
10.
Mampu mengekang diri. Dengan kemampuan mengekang diri, maka hidup
akan lebih tertata, dan lebih memungkinkan baginya mencapai sukses. Sebagai
orang yang mampu mengekang diri, maka ia akan: Pertama, membangun komitmen yang
kuat untuk tidak berpikir, bertindak, bersikap, dan berperilaku yang bertentangan
dengan firman Allah SWT. Kedua, karena Allah SWT juga memerintahkan agar setiap
manusia mampu memberi manfaat optimal bagi lingkungannya, maka ia berkomitmen
untuk menjadikan pikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya bermanfaat optimal
bagi lingkungannya. Ketiga, ia bersungguh-sungguh mewujudkan komitmennya agar
ia dapat mewujudkan komitmennya.
11.
Kebersamaan. Manusia adl makhluk sosial yang tdk bisa hidup
sendiri. Manusia membutuhkan kebersamaan dlm kehidupannya. Tuhan menciptakan
manusia beraneka ragam dan berbeda-beda tingkat sosialnya. Ada yang kuat ada
yang lemah ada yang kaya ada yang miskin dan seterusnya. Demikian pula Tuhan
ciptakan manusia dengan keahlian dan kepandaian yang berbeda-beda pula. Semua
itu adalah dalam rangka saling memberi dan saling mengambil manfaat.
12.
Keseimbangan, Satu hal yang juga hampir boleh dikatakan tidak dapat
lepas dari diri kita adalah kenyataan bahwa kita juga menjadi bagian dari
kelompok kemasyarakatan dimanapun lingkungan kita berada, otomatis semua orang
mempunyai fungsi dan peran sosialnya masing-masing dalam struktur
kemasyarakatan tersebut, walau sekecil apapun peranan tersebut. Kehidupan
masyarakat yang seimbang dapat dibayangka sebagai kehidupan masyarakat yang
tumbuh secara bebas dan positif, penuh dengan variasi dan dinamikanya dalam
suatu keteraturan uang serasi dan harmonis.
G.
Pilar Demokrasi di Indonesia.
Dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sanusi (2006) mengetengahkan sepuluh pilar
demokrasi yang dipesankan oleh para pembentuk negara (the founding fathers)
sebagaimana diletakkan di dalam UUD 1945 sebagai berikut:
1.
Demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Esensinya adalah
seluruh sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI haruslah
taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Demokrasi dengan kecerdasa, Demokrasi harus dirancang dan
dilaksanakan oleh segenap rakyat dengan pengertian-pengertiannya yang jelas,
dimana rakyat sendiri turut terlibat langsung merumuskan substansinya,
mengujicobakan disainnya, menilai dan menguji keabsahannya. Sebab UUD 1945 dan
demokrasinya bukanlah seumpama final product yang tinggal
mengkonsumsi saja, tetapi mengandung nilai-nilai dasar dan kaidah-kaidah dasar
untuk supra-struktur dan infra-struktur sistem kehidupan bernegara bangsa
Indonesia. Nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar ini memerlukan pengolahan secara
seksama. Rujukan yang mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa tidak
dimaksudkan untuk diperlakukan hanya sebagai kumpulan dogma-dogma saja,
melainkan harus ditata dengan menggunakan akal budi dan akal pikiran yang
sehat. Pengolahan itu harus dilakukan dengan cerdas.
3.
Demokrasi yang berkedaulatan rakyat, Demokrasi menurut UUD 1945
ialah demokrasi yang berkedaulatan rakyat, yaitu kekuasaan tertinggi ada di
tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki atau memegang kedaulatan
itu. Kedaulatan itu kemudian dilaksanakan menurut undang-undang dasar.
4.
Demokrasi dengan rule of law, Negara adalah organisasi
kekuasaan, artinya organisasi yang memiliki kekuasaan dan dapat menggunakan
kekuasaan itu dengan paksa. Dalam negara hukum, kekuasaan dan hukum itu
merupakan kesatuan konsep yang integral dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Implikasinya adalah kekuasaan negara harus punya legitimasi hukum. Esensi dari
demokrasi dengan rule of lawadalah bahwa kekuasaan negara harus
mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth).
Kekuasaan negara memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang
terbatas pada keadilan formal dan kepura-puraan. Kekuasaan negara menjamin
kepastian hukum (legal security), dan kekuasaan ini mengembangkan manfaat atau
kepentingan hukum (legal interest) seperti kedamaian dan pembangunan. Esensi
lainnya adalah bahwa seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama di
hadapan hukum, memiliki akses yang sama kepada layanan hukum. sebaliknya,
seluruh warga negara berkewajiban mentaati semua peraturah hukum.
5.
Demokrasi dengan pembagian kekuasaan negara, Demokrasi dikuatkan
dengan pembagian kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang
bertanggung jawab menurut undang-undang dasar.
6.
Demokrasi dengan hak azasi manusia, Demokrasi menurut UUD 1945
mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asasi,
melainkan untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya. Hak asasi
manusia bersumber pada sifat hakikat manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Hak asasi manusia bukan diberikan oleh negara atau pemerintah. Hak
ini tidak boleh dirampas atau diasingkan oleh negara dan atau oleh siapapun.
7.
Demokrasi dengan peradilan yang merdeka, Lembaga peradilan
merupakan lembaga tertinggi yang menyuarakan kebenaran, keadilan, dan kepastian
hukum. Lembaga ini merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka (independent).
Ia tidak boleh diintervensi oleh kekuasaan apapun. Kekuasaan yang merdeka ini
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan
untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya. Di muka pengadilan,
semua pihak mempunyai hak dan kedudukan yang sama.
8.
Demokrasi dengan otonomi daerah Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Hal ini merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945 yang mengatur
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai
pemerintahan daerah (Pasal 18 UUD 1945).
9.
Demokrasi dengan kemakmuran
Demokrasi bukan sekedar soal kebebasan dan hak, bukan sekedar soal
kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula sekedar soal mengorganisir kedaulatan
rakyat atau pembagian kekuasaan. Demokrasi bukan pula sekedar soal otonomi
daerah dan keadilan hukum. sebab berbarengan dengan itu semua, demokrasi
menurut UUD 1945 ternyata ditujukan untuk membangun negara
berkemakmuran/kesejahteraan (welfare state) oleh dan untuk sebesar-besarnya
rakyat Indonesia.
10.
Demokrasi yang berkeadilan sosial, Demokrasi menurut UUD 1945
menggariskan keadilan sosial diantara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan
masyarakat. Keadilan sosial bukan soal kesamarataan dalam pembagian output
materi dan sistem kemasyarakatan. Keadilan sosial justru lebih merujuk pada
keadilan peraturan dan tatanan kemasyarakatan yang tidak diskriminatif untuk
memperoleh kesempatan atau peluang hidup, tempat tinggal, pendidikan,
pekerjaan, politik, administrasi pemerintahan, layanan birokrasi, bisnis, dan
lain-lain.
H.
Perkembangan Demokrasi Di Indonesia.
Setelah Orde
Baru tumbang yang ditandai oleh turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada
bulan Mei 1998 terbuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk kembali
menggunakan demokrasi. Demokrasi merupakan pilihan satu-satunya bagi
bangsa
Indonesia karena memang tidak ada bentuk pemerintahan atau sistem politik
lainnya yang lebih baik yang dapat dipakai untuk menggantikan sistem politik
Orde Baru yang otoriter. Oleh karena itu ada konsensus nasional tentang
perlunya digunakan demokrasi setelah Orde Baru tumbang. Gerakan demokratisasi
setelah Orde Baru dimulai dengan gerakan yang dilakukan oleh massa rakyat
secara spontan. Segera setelah Soeharto menyatakan pengunduran dirinya, para
tokoh masyarakat membentuk sejumlah partai politik dan melaksanakan
kebebasan berbicara danberserikat/berkumpul sesuai dengan nilai-nilai demokrasi
tanpa mendapat halangan dari pemerintah. Pemerintah tidak melarang
demokratisasi tersebut meskipun peraturan perundangan yang berlaku bias
digunakan untuk itu. Pemerintah bisa saja, umpamanya, melarang pembentukan
partai politik karena bertentangan dengan UU Partai Politik dan Golongan Karya
yanghanya mengakui dua partai politik dan satu Golongan Karya. Tentu saja
pemerintah tidak mau mengambil resiko bertentangan dengan rakyat sehingga
pemerintah membiarkan demokratisasi bergerak sesuai dengan keinginan rakyat. Pemerintah
kemudian membuka peluang yang lebih luas untuk melakukan demokratisasi dengan
mengeluarkan tiga UU politik baru yang lebih demokratis pada awal 1999. Langkah
selanjutnya adalah amandemen UUD 1945 yang bertujuan untuk menegakkan demokrasi
secara nyata dalam sistem politik Indonesia.Demokratisasi pada tingkat
pemerintah pusat dilakukan bersamaan dengan demokratisasi pada tingkat pemerintah
daerah (provinsi,kabupaten, dan kota). Tidak lama setelah UU Politik
dikeluarkan,diterbitkan pula UU Pemerintahan Daerah yang memberikan otonomi yang
luas kepada daerah-daerah.Suasana bebebasan dan keterbukaan yang terbentuk pada
tingkat pusat dengan segera diikuti oleh daerahdaerah. Oleh karena itu
beralasan untuk mengatakan, demokratisasi di Indonesia semenjak 1998 juga telah
menghasilkan demokratisasi pada tingkat pemerintah daerah.Sesuai dengan
perkembangan demokratisasi di tingkat pusat, di tingkat provinsi (juga di
tingkat kabupaten dan kota) dilakukan penguatan kedudukan dan fungsi tersebut
mempunyai kedudukan yang sama dengan gubernur. Gubernur tidak lagi merupakan
“penguasa tunggal” seperti yang disebutkan dalam UU Pemda yang dihasilkan
selama masa Orde Baru.DPRD telah mendapatkan perannya sebagai lembaga
legislatif daerah yang bersama-sama dengan gubernur sebagai kepala eksekutif
membuat peraturan daerah (perda). DPRD Provinsi menjadi lebih mandiri karena
dipilih melalui pemilihan umum (pemilu) yang demokratis. Melalui pemilu
tersebut, para pemilih mempunyai kesempatan menggunakan hak politik mereka
untuk menentukan partai politik yang akan duduk di DPRD. Suasana kebebasan yang
tercipta di tingkat pusat sebagai akibat dari demokratisasi juga tercipta di
daerah. Partisipasi masyarakat dalam memperjuangkan tuntutan mereka dan
mengawasi jalannya pemerintahan telah menjadi gejala umum di seluruh provinsi
di Indonesia. Berbagai demonstrasi dilakukan oleh kelompok- kelompok
masyarakat, tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di pelosok-pelosok desa
di Indonesia.Rakyat semakin menyadari hak-hak mereka sehingga mereka semakin peka
terhadap praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan yang tidak benar dan
merugikan rakyat.Hal ini mengharuskan pemerintah bersikap lebih peka terhadap
aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat. Demokratisasi telah membawa perubahan-perubahan
politik baik di tingkat pusat maupun daerah. Apa yang terjadi di tingkat pusat
dengan cepat ditiru oleh daerahdaerah. Demokratisasi merupakan sarana untuk
membentuk system politik demokratis yang memberikan hak-hak yang luas kepada
rakyat sehingga pemerintah dapat diawasi untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power).
Dalam
perkembangan-nya demokrasi di Indonesia,demokrasi dibagi dalam beberapa periode
berikut:
1.
Pelakasanaaan Demokrasi pada Masa Revolusioner (1945-1950).
Tahun 1945-1950,Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang
ingin kembali ke Indonesia.Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan
dengan baik karena masih adanya revolusi fisik.Pada awalnya kemerdekaan masih
terdapat sentralisasi kekuasaan.Hal itu terlihat pada pasal 4 Aturan
Peralihan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa sebelum MPR ,DPR dan DPA dibentuk
menurut UU ini ,segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu
oleh KNIP.Untuk menghindari bahwa negara Indonesia adalah negara yang
absolute ,pemerintah mengeluarkan:
a.Maklumat
Wakil Presiden No.X tanggal 16 oktober 1945,KNIP berubah menjadi lembaga
legislatif;
b.Maklumat
Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang Pembentuksn Partai Politik;
c.Maklumat
Pemmerintah tangaal 14 november 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan presidensial
menjadi parlementer.
2.
Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Lama.
a.
Masa Demokrasi Liberal 1950-1959
Pada masa demokrasi ini peranan parlemen ,akuntabilitas politik
sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.Akan tetapi
,praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
1) Dominannya partai politik ;
2) Lanadasan social ekonomi yang
masih lemah ;
3) Tidak mampunya konstituante
bersidang untuk mengganti UUDS 1945.
Atas dasar
kegagalan itu,Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 juli 1959 yanag isinya:
1). Bubarkan konstituante.
2). Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUDS 1950
3). Pembentukan MPRS dan DPAS.
b.
Masa Demokrasi Terpimpin.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No.VII/MPRS/1965
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong
di antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan
berporoskan nasakom.Ciri-cirinya adalah:
1). Tingginya dominasi presiden
2). Terbatasnya peran partai politik
3). Berkembangya pengaruh PKI
Penyimpangan
masa demokrasi terpimpin antaara lain:
1). Sistem
kepartaian menjadi tidak jelas ,dan para pemimpin partai banyak yang
dipenjarakan;
2). Peranan
parlemen lemah,bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan
presiden membentuk DPRGR ;
3). Jaminan HAM
lemah;
4). Terbatasnya
peran pers;
5). Kebijakan
politik luar negeri memihak ke RRC (blok timur) yang memicu terjadinya
peristiwa pemberontakan G 30 S PKI .
3.
Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Baru 1966-1998.
Pelaksanaan demokrasi Orde Baru ditandai dengan keluarnya Surat
Perintah 11 maret 1996.Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen .Awal Orde Baru member harapan baru kepada
rakyat pemnbangunan di segala bidang melalui Pelita I,II,III,IV,V
dan masa Orde Baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umun tahun
1971,1977,1782 ,1987,1992,dan 1997.Meskipun demikian pelaksanaan demokrasi pada
masa Orde Baru ini dianggap gagal dengan alsan:
a.
Tidak addanya rotasi kekuaan eksekutif;
b.
Rekrutmen politik yang tertutup;
c.
Pemilu yang jauh dari semangat demokrasi ;
d.
Pengakuan HAM yang terbatas;
e.
Tumbuhnya KKN yang merajalela.
f.
.Pelaksaan Demokrasi Orde Reformasi 1998- Sekarang
Demokrasi pada
masa reformasi pada dasanrnya merupakan demokrasi dengan pernbaikan
peraturan yang tidak demokratis,dengan meningkatkan peran lembaga tinggi dan
tertinggi negara dengan menegaskan fungsi,wewenang,dan tanggung jawab yang
mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas
antara lembaga-lembaga eksekutif,legislative,dan yudikatif.
Masa reformasi
berusaha membangun kehidupan yang demokratis antara lain dengan:
a.
Keluarnya Ketetapan MPR RI No.X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi;
b.
Ketetapan No.VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang
Referendum;
c.
Tap MPR RI No.XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas
dari KKN;
d.
Tap MPR RI No.XIII/MPR/1998 tentang ppembatasan Masa Jabatan
Presiden dan Wakil Presiden RI;
e.
Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I,II,III,IV.
Disisi lain ada
jugak ahli yang berpendapat tentang pelaksanaaan demokrasi di Indonesia yaitu
Menurut Azyumardi Azra (2000: 130-141) Perkembangan demokrasi
di Indonesia
dari segi waktu dapat dibagi dalam empat periode, yaitu :
1.
Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer..
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi
parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan
diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949
(Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem
ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia lain, sistem ini
ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan
melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri dari
Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana
menteri sebagai kepala pemerintahan.
2.
Periode 1959-1965 (Orde Lama)Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan
demokrasi terpimpin. Dalam demokrasi terpimpin ditandai oleh tindakan yang
menyimpang dari atau menyeleweng terhadap ketentuan Undangundang Dasar. Dan
didalam demokrasi terpimpin terdapat ciri-ciri yaitu adanya dominasi dari
Presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis
dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Dekrit Presiden 5 Juli
dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan
politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Misalnya berdasarkan
ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden
seumur hidup. Selain itu, terjadi penyelewengan dibidang perundang-undangan
dimana pelbagai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar