Selasa, 24 April 2018

Pancasila Bagian II (Dua)


3). Jepang mengumumkan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya.Ini berarti merupakan tantangan terhadap imperialisme Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat. Adanya pertentangan faham demokrasi, fasisme, dan komunisme. Adanya politik balas dendam Revanche Idea Jerman terhadap Perancis karena Jerman merasa dihina dengan Perjanjian Versailes.
1.      Penyebab Khusus
Di Eropa, sebab khusus terjadinya Perang Dunia II adalah serbuan Jerman ke Kota Danzig, Polandia pada tanggal 1 September 1939. Polandia merupakan negara dibawah pengawasan Liga-Liga Bangsa. Hitler menuntut Danzig karena penduduknya adalah bangsa Jerman, tetapi Polandia menolak tuntutan itu. Pada tanggal 3 September 1939 negara-negara pendukung LBB terutama Inggris dan Perancis mengumumkan perang kepada Jerman, kemudian diikuti sekutu-sekutunya.
A.     Dampak Perang Dunia Ke II
Perang Dunia II yang berakhir dengan korban dan kerugian yang jauh lebih besar dari pada Perang Dunia I. juga membawa dampak yang luas dalam berbagai bidang, baik bidang politik, bidang ekonomi, bidang bidang sosial, maupun bidang organisasi internasional.
1.      Bidang Politik, Akibat yang muncul di bidang politik setelah Perang Dunia II berakhir sebagai berikut.
a.       Amerika Serikat dan Rusia (Uni Soviet) sebagai pemenang dalam Perang Dunia II tumbuh menjadi negara raksasa (adikuasa).
b.      Terjadinya perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang menimbulkan Perang Dingin.
c.       Nasionalisme di Asia berkobar dan timbul negara-negara merdeka seperti Indonesia (17 Agustus 1945),Filipina (4 Juli 1946), India dan Pakistan Dominion (15 Agustus 1947) dan India merdeka penuh 26 Januari 1950, Birma (4 Januari 1948), dan Ceylon (dominion 4 Februari 1948).
d.      Munculnya politik mencari kawan atau aliansi yang dibentuk berdasarkan kepentingan keamanan bersama, misalnya NATO, Pakta Warsawa, dan SEATO.
2.      Bidang Ekonomi, Perang Dunia II menghancurkan perekonomian negara-negara di dunia kecuali Amerika Serikat. Amerika Serikat menjadi pusat kekayaan dan kreditur dari seluruh dunia. Untuk menanamkan pengaruhnya di negara-negara Eropa dan yang lain, Amerika Serikat melaksanakan program. Misalnya Truman Doctrine (1947), Marshall Plan (1947), Point Four Truman dan Colombo Plan. Program-program ini merupakan usaha untuk membendung berkembangnya komunisme.
a.       Perekonomian dunia rusak, kecuali Amerika Serikat.
b.      Amerika Serikat tampil sebagai negara kreditur utama bagi negaranegara di seluruh dunia. Oleh karena itu, dibuatlah beberapa program untuk menyalurkan bantuan berupa kredit, seperti: Marshall Plan, Truman Doctrine, Point Four Truman, dan Colombo Plan. ( Marshall Plan dibentuk untuk memberikan bantuan ekonomi dan militer untuk membangun kembali Eropa. Truman Doctrine bertujuan memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Yunani dan Turki. Point Four Truman bertujuan memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada negara-negara yang masih terbelakang. Colombo Plan merupakan program kerja sama pembangunan ekonomi dan kebudayaan di Asia Pasifik yang dibentuk di Inggris. )
c.       Jerman dan Jepang tumbuh kembali sebagai negara industri setelah memperoleh bantuan modal dari Amerika Serikat.
3.      Bidang Sosial, Untuk membantu penduduk yang menderita akibat korban Perang Dunia II PBB membentuk UNRRA (United Nations Relief Rehabilitation Administration). Tugas UNRRA di antaranya sebagai berikut.
-          Memberi makan kepada orang-orang yang terlantar.
-          Mendirikan rumah sakit.
-          Mengurus pengungsi dan menyatukan dengan keluarganya.
-          Mengerjakan kembali tanah yang rusak.
4.      Bidang Kerohanian, Setiap manusia menginginkan perdamaian. Berbagai upaya dilakukan agar tercipta perdamaian dengan membentuk lembaga perdamaian. Penderitaan yang ditimbulkan akibat Perang Dunia II menyadarkan manusia akan akibat buruk perang. Penduduk dunia menyadari perlunya lembaga yang dapat menjaga perdamaian dunia setelah Liga Bangsa-Bangsa dibubarkan. Pada tanggal 24 Oktober 1945 didirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Organization (UNO). Lembaga ini diharapkan dapat menjaga perdamaian dunia.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....8
PANCASILA GEOPOLITIK DAN WAWASAN NUSANTARA
A.    Latar Belakang.
Geopolitik merupakan permasalahan yang sangat penting pada dua abad terakhir ini. Permasalahan ini menjadi penting karena manusia yang telah berbangsa membutuhkan wilayah sebagai tempat tinggalnya yang kemudian di kenal dengan Negara. Dalam perkembangannya pengertian tidak saja diartikan sebagai intuisi yang secara minimal meliputi unsur wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berkuasa. Unsur rakyat suatu negara disamping warga negara juga meliputi bukan warga negara. Agar negara mencapai tujuan nasional aman dan sejahtera (Pembukaan UUD ’45 Alinea IV)  perlu pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan yang dimaksud agar warga negara Indonesia tahu tentang hak dan kewajiban, serta mampu berdiri dan tetap menjaga dirinya di tengah arus globalisasi.
Seperti yang dikatakan Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 dihadapan sidang BPUPKI bahwa orang dan tempat tak dapat dipisahkan atau rakyat tak dapat dipisahkan dari bumi yang ada dibawah kakinya. Oleh karena itu, setelah membangsa orang menyatakan tempat tinggal sebagai negara. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian negara tidak hanya tempat tinggal, tetapi diartikan lebih luas lagi yang meliputi institusi, yaitu pemerintah, rakyat, kedaulatan, dan lain-lain.
Karena orang dan tempat tinggalnya tak dapat dipisahkan, ruang yang menjadi hal yang menimbulkan konflik antar manusia, keluarga,  masyarakat, dan bangsa hingga kini, meskipun bentuknya dapat secara fisik maupun non fisik. Untuk dapat mempertahankan ruang hidupnya, suatu bangsa harus mempunyai kesatuan cara pandang yang dikenal sebagai wawasan nasional. Para ilmuan politik dan militer menyebutnya sebagai geopolitik yang merupakan kepanjangan dari geografi politik.
B.     Pengertian Wawasan Nusantara.
Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
Secara Etimologi kata wawasan berasal dari kata wawas (bahasa Jawa) yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi, ditambahkan akhiran (an) bermakna cara pandang, cara tincau atau cara melihat. Dari kata wawas muncul kata mawas yang berarti; memandang, meninjau atau melihat. Wawasan artinya: pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi, atau cara pandang atau cara melihat.[1]
Selanjutnya kata Nusantara terdiri dari kata nusa dan antara. Kata nusa artinya pulau atau kesatuan kepulauan. Antara menunjukkan letak antara dua unsur. Nusantara artinya kesatuan kepulauan yang terletak antara dua benua yakni Asia dan Australia dan dua samudera yakni; samudera Hindia dan samudera Pasifik.
Berikut adalah pengertian wawasan nusantara menurut beberapa ahli.
1. Prof.Dr. Wan Usman
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.
2. Kelompok kerja LEMHANAS 1999
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
3. Sabarti Akhadiah MK
Menuliskan rumusan tentang pengertian wawasan nusantara sebagai cara pandang Bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya sesuai dengan ide nasionalnya, yaitu Pancasila dan UUD 1945, sebagai aspirasi suatu bangsa yang merdeka, berdaulat dan bermartabat di tengah-tengah lingkungannya, yang menjiwai tindak kebijaksanaan dalam mencapai tujuan perjuangan bangsa. Sehingga wawasan nusantara harus memegang teguh Pancasila dan UUD 1945 serta mengarah kepada terwujudnya kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.[2]
Wawasan Nusantara memiliki dua landasan yaitu :
a.  Landasan Idiil.
Landasan Idiil Wawasan Nusantara adalah Pancasila.Pancasila sebagai dasar negara juga termasuk mendasari keberadaan Wawasan Nusantara. Pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara antara lain mensyukuri anugerah konstelasi dan posisi geografi serta isi dan potensi yang memiliki oleh wilayah nusantara.
b.  Landasan Konstitusional.
   Landasan konstitusional Wawasan Nusantara adalah Undang-Undang Dasar 1945, karena undang-undang dasar itulah yang merupakan konstitusi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Wujudnya anatara lain dalam bentuk negara kesatuan serta penguasaan oleh negara atas bumi, air, dan dirgantara.
C.     Geopolitik Menurut Pandangan Para Ahli.
1.      Menurut Frederick Ratzel (1897)
Frederick Ratzel marupakan tokoh yang terkenal mempunyai Teori Geopolitik. Pendapat dari Frederick Ratzel ini juga disebut dengan Teori Ruang. Ratzel menyatakan bahwa “Negara dalam hal- hal tertentu dapat disamakan dengan organisme, yaitu mengalami fase kehidupan dalam kombinasi dua tau lebih antara lahir, tumbuh, berkembang, mencapai puncak, surut, kemudian mati”. Inti ajaran Ratzel ini adalah ruang yang ditempati oleh kelompok- kelompok politik (negara- negara) yang mengembangkan hukum ekspansionisme baik di bidang gagasan, perutusan, maupun bidang produk.
2.      Karl Houshoffer (1896 – 1946).
Pendapat dari Karl Houshiffer mengenai geopolitik ini juga disebut atau dikenal dengan Teori Ekspansionisme. Karl Houshoffer dalam teori ekspansionismenya mengajarkan paham geopolitik ini sebagai ajaran ekspansionisme dalam bentuk politik geografi yang mempunyai titik berat pada persoalan- persoalan strategi perbatasan, ruang hidup dari bangsa              dan juga tekanan rasial, ekonomi dan sosial sebagai faktor yang mengharuskan pembagian baru kekayaan di dunia. Pandangan Karl Haushofer ini berkembang di Jerman di bawah kekuasaan Adolf Hitler, juga dikembangkan ke Jepang dalam ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan juga fasisme. Pokok- pokok dari teori Haushofer ini pada dasarnya menganut teori Kjellen yang sudah dibahas sebelumnya.
3.      Menurut Rudolf Kjellen.
Rudolf Kjellen adalah seorang ilmuwan politik yag berasal dari Swedia pada masa awal abad ke-20. Menurut Rudolf Kjellen, geopolitik adalah suatu seni dan juga praktek penggunaan kekuasaan politik atas suatu wilayah tertentu. menurut cara pandang tradisional, istilah ini hanya diterapkan terutama terhadap dampak geografi pada politik, namun perlahan- lahan penggunaannya telah berkembang selama abad ke abad, yakni mencakup konotasi yang lebih luas. Bagi kalangan akademisi, studi tentang geopolitik akan melibatkan analisis geografi, sejarah dan juga ilmu sosial dengan mengacu pada tata ruang politik dan pola pada berbagai skala, mulai dari tingkat negara sampai dengan tingkat internasional.[3]
4.      Menurut W. Michel dan John Frederick Charles Fulles.
Pendapat dari kedua ahli tersebut disebut dengan wawasan nusantara. Mitchel dan Fuller mempunyai pendapat bahwa kekuatan udara merupakan kekuatan yang paling menentukan penguasaan dunia. Keunggulan yang dimiliki wawasan dirgantara ini adalah pengembangan kekuatan yang ada di udara, yang memiliki daya tangkis yang andal dari berbagai ancaman lawan dalam tempo yang cepat, yang dahsyat dan juga dampaknya sangat mengerikan lawan sehingga tidak ada kesempatan bagi lawan untuk bergerak. Kekuatan udara mempunyai daya tangkis terhadap ancaman dan dapat melumpuhkan kekuatan lawan dengan cara penghancuran di kandang lawan itu sendiri agar tidak mampu lagi bergerak menyerang.
5.      Nocholas J. Spykman.
Teori dari Spykman juga disebut dengan Wawasan Kombinasi. Yakni teori yang emnghubungkan kekuatan darat, lautm dan juga udara dan dalam pelaksanaannya  disesuaikan dengan kondisi dan juga kebutuhan.
6.      Menurut Sunarso (2006).
Secara etimologis, Geopolitik berasal dari bahasa Yunani dan berasal dari Geo dan juga Politik.  “Geo” memiliki arti sebagai bumi yang merupakan wilayah hidup. Sementara politik ini berasal dari kata “polis” yang memiliki  arti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara, dan “teia” yang mempunyai arti urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Menurut Sunarso yang merupakan tokoh Indonesia, geopolitik mempunyai makna sebagai ilmu penyelenggaraan negara dimana setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah- masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa.
Itulah beberapa pengertian geopolitik menurut para ahli yang ada di dunia ini. Dari berbagai pendapat ahli, bila dikaitkan dengan konteks negara Indonesia atau dikaitkan dengan bahasa Indonesia maka geopolitik ini mempunyai arti tertentu. Arti dari geopolitik sendiri secara umum adalah cara pandang dan juga sikap bangsa Indonesia untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, yakni yang berwujud Negara kepulauan yang berasaskan Pancasila dan juga UUD 1945.[4]
D.    Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Wawasan Nusantara..
1.      Kedudukan
a.    Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai serta mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
b.    Wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai berikut:
1.    Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil.
2.    Undang-undang dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional.
3.    Wawasan nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan visional.
4.    Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional atau sebagai kebijaksanaan nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.
2.      Fungsi.
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala jenis kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk memajukan kesejahteraan.
3.      Tujuan.
a.       Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".
b.      Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.
E.     Emplementasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Nasional
1.      Kehidupan Bidang Politik.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bidang politik, yaitu :
a.       Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa. Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokrasi dan keadilan, sehinnga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
b.      Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentu peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional.
c.       Mengembangkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yang berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
d.      Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk meningkatkan semangat kebangsaan, persatuan, dan kesatuan.
e.       Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatic sebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong.[5]
2.      Kehidupan Bidang Ekonomi
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bidang ekonomi, yaitu:
a.       Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang atau minyak yang besar, serta memiliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sector pemerintahan, pertanian, dan perindustrian.
b.      Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antar daerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam keadilan ekonomi.
c.       Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.
3.      Kehidupan Bidang Sosial
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bidang sosial, yaitu:
a.       Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.
b.      Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya
4.      Kehidupan Pertahanan dan Keamanan.[6]
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu :
a.       Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang mengganggu keamanan kepada aparat dan belajar
b.      Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.
c.       Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.
FOOTNOTE
[1] Sumarsono. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama).h.66
[2] Achmad  H Zubaidi.2002.PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. (Yogyakarta: Paradigma).h.75
[3] Budi Santoso.2005, Pendidikan Kewarganegaraan, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta).h.85
[4] . Pamudji, (1985),  Demokrasi Pancasila dan Ketahanan Nasional, Suatu Analisa di Bidang politik dan pemerintahan.( Penerbit Pt. Bina Aksara Jakarta).h.89
[5] Cristine. 2002, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,( PT Prandnya Paramita, Jakarta).h.76
[6] Tjipto Subadi, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan,(penerbit:  BP-FKIP UMS,Surakarta).h.188
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

JUMAT, 29 JUNI 2012
Oleh :
EVI MERIANI
1113032020
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
A.    Kata pengantar.
Setiap Negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan negaranya secara keseluruhan demi tercapainya kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera . untuk itu komponen-komponen suatu negara terutama pemerintah selalu melakukan usaha-usaha demi meratanya pembangunan bangsa dan negara itu sendiri . namun terkadang segala sesuatu yang telah disusun dan direncanakan tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan . banyak sekali halangan dan rintangan dalam usaha melakukan pembangunan bangsa dan negara . bahkan biasanya hambatan ini justru datang dari petinggi-petinggi negara ini . salah satu masalah terbesar negara ini yang dianggap hambatan yang paling susah diberantas adalah tindak pidana korupsi . hal inilah yang merupakan masalah terbesar Negara ini . maraknya tindak pidana korupsi di Indonesia seakan menjadi  ”tren” dikalangan orang-orang penting di Negara ini . korupsi tidak hanya dilakukan sebagai ajang mencari tambahan penghasilan namun terkadang ada alasan-alasan tertentu yang sulit diterima oleh masyarakat .
Korupsi secara langsung maupun tidak langsung membawa pengaruh yang begitu besar terhadap kelangsungan kehidupan rakyat Indonesia . sebagian besar rakyat Indonesia bahkan lebih dari separuhnya adalah rakyat “miskin” . sedangkan oknum-oknum itu, seenaknya merampas hak rakyat .
Dalam hal ini pemerintah bekerja keras mencari penyelesaian masalah ini . oleh karena itu mulailah dibentuk lembaga-lembaga pemberantasan korupsi. Namun pada kenyataanya hal ini belumlah cukup untuk menanggulangi tindak pidana korupsi . yang dipertanyakan adalah mengapa hukuman para pelaku tindak pidana korupsi yang seperti orang “tidak berpendidikan” ini jauh lebiih ringan dibanding hukuman rakyat biasa yang sekedar mencuri ”ayam” .
Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan - peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditambah lagi dengan dua Perpu, lima Inpres dan tiga Kepres. Di kalangan masyarakat telah berdiri berbagai LSM anti korupsi seperti ICW, Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan badan-badan lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon terhadap uapaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi telah menjadi gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet peraturan, dan partisipasi masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan sikap,dan pikiran kita dari tindakan korupsi.
            Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia dalam mencegah dan memberantas korupsi. Masyarakat dan bangsa Indonesia harus mengakui, bahwa hal tersebut merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur mengatakan, bahwa prestasi tersebut, tidak terlepas dari kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia, yang didukung oleh masyarakat dan LSM, walaupun dampaknya masih terlalu kecil, tapi tetap kita harus berterima kasih dan bersyukur.
            Berbagai upaya pemberantasan korupsi dengan IPK tersebut, pada umumnya masyarakat masih dinilai belum menggambarkan upaya sunguh-sunguh dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai sorotan kritis dari publik menjadi ukuran bahwa masih belum lancarnya laju pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat menduga masih ada praktek tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
            Sorotan masyarakat yang demikian tajam tersebut harus difahami sebagai bentuk kepedulian dan sebagai motivator untuk terus berjuang mengerahkan segala daya dan strategi agar maksud dan tujuan pemberantasan korupsi dapat lebih cepat, dan selamat tercapai. Selain itu, diperlukan dukungan yang besar dari segenap kalangan akademis untuk membangun budaya anti korupsi sebagai komponen masyarakat berpendidikan tinggi .
Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial, fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan. Karena itu pula upaya.
penanganan korupsi harus dilakukan secara komprehensif melalui startegi atau pendekatan negara/politik, pendekatan pembangunan, ekonomi, sosial dan budaya. Selama ini yang telah dan sedang dilakukan masih terkesan parsial, dimana korupsi masih dipandang sebagai fenomena negara atau fenomena politik. Upaya pencegahan korupsi di Indonesia juga harus dilakukan melalui upaya perbaikan totalitas system ketatanegaraan dan penanaman nilai-nilai anti korupsi atau nilai sosial anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK), baik di pemerintahan tingkat pusat mauapun di tingkatdaerah.
            Korupsi sebagai fenomena negara, selama ini difahami sebagai fenomena penyalahgunaan kekuasaan oleh yang berkuasa.
Berdasarkan pengertian tersebut, korupsi di Indonesia difahami sebagai perilaku pejabat dan atau organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan penyimpangan terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada. Korupsi difahami sebagai kejahatan negara (state corruption). Korupsi terjadi karena monopoli kekuasaan, ditambah kewenangan bertindak, ditambah adanya kesempatan, dikurangi pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar bila korupsi sangat sulit untuk diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan salah satu karakter atau sifat negara, sehingga negara = Kekuasaan = Korupsi.
Sebagai fenomena pembangunan, korupsi terjadi dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah.
Pembangunan seharusnya merupakan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi negara, terutama negara yang termasuk dalam kelompok negara berkembang, termasuk Indonesia. Di negara berkembang yang melakukan pembangunan adalah pemerintah. Pemerintah seharusnya mengarahkan pembangunan menjadi pemberdayaan masyarakat, sehingga suatu saat masyarakat memiliki kemauan dan kemampuan memenuhi kebutuhan dan melindungi kepentingan sendiri. Ketidakberdayaan masyarakat sering dijadikan alasan untuk membantu, bentuk dan jenis bantuan dijadikan proyek, disini pula menjadi sumber korupsi.
            Korupsi sebagai fenomena sosial, dalam hal ini korupsi terjadi dalam hubungan interaksi atau transaksi antara pemerintah dengan masyarakat, antara pemerintah dengan pemerintah, antara masyarakat dengan masyarakat. Sebagai fenomena sosial budaya, korupsi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok : pertama kesepakan gelap (kolusi), kedua upaya menembus kemacetan atau hambatan yang disebabkan peraturan atau oknum, dan ketiga menhgindari tanggung jawab dan berupaya agar lepas dari jeratan hukum, misalnya sogok, hadiah, uang pelican, mensponsori suatu kegiatan tertentu dengan maksud mendapatkan yang bernilai lebih, atau sering dikenal dengan "ada udang dibalik batu", dll.
Korupsi sebagai fenomena budaya, dapat difahami bahwa korupsi terjadi karena sudah menjadi kebiasaan/perilaku yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang diketahui, difahami dan diyakini seseorang atau sekelompok orang. Nilai-nilai tersebut dibangun melalui proses sosialisasi dan
internalisasi yang sistematis. Proses tersebut terjadi dalam lingkup pendidikan. Oleh karena itu, kami memahami bahwa suatu kebiasaan harus dimulai dari merubah mindset atau pola pikir, atau paradigma, kemudian membentuk perilaku berulang yang coba-coba dan akhirnya menjadi kebiasaan. Sosialisasi dan internalisasi nilai anti korupsi tersebut dilakukan kepada seluruh komponen masyarakat dan aparatur pemerintah di pusat dan daerah, lembaga tinggi Negara, BUMN, BUMD, sehingga nilai sosial anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK) menjadi gerakan nasional dan menjadi kebiasaan hidup seluruh komponen bangsa Indonesia, menuju kehidupan yang adil makmur dan sejahtera. 
B.     Asal Kata dan Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin :corruptio dari kata kerjacorrumpere yang bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok . Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikuspolitisi maupun pegawai negeri,yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Meskipun kata corruption itu luas sekali artinya,namun sering corruptio dipersamakan artinya dengan penyuapan seperti disebut dalam ensiklopedia Grote Winkler Prins (1977)
PP Pengganti UU Nomor 24 Tahun 1960, mengartikan korupsi sebagai "tindakan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara dan daerah atau merugikan keuangan suatu badan hukum lain yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang memergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau masyarakat", dst.
Kemudian Robert Klitgaard dalam bukunya Controlling Corruption (1998), mendefinisikan korupsi sebagai "tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau untuk melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi". Kemudian secara singkat Komberly Ann Elliott dalam Corruption and The GlobalEconomy menyajikan definisi korupsi, yaitu "menyalahgunakan jabatan pemerintahan untuk keuntungan pribadi".

Menurut pasal  25 (penghabisan) perpu nomor 24 tahun 1960 ini disebut peraturan pemberantasan korupsi diatas saya namakan undang undang anti-korupsi
pasal , menentukan bahwa tindak pidana korupsi adalah :
a)      Tindaakan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian nergara atau daerah atau merugikan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal atau kelonggaran kelonggaran dari Negara atau masyarakat
b)      Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau badan dan dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan
c)      Kejahatan-kejahatan tercantum dalam pasal 17-21 peraturan ini dan dalam pasal 209, 210,415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435, kitab undang undang hokum pidana
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Perbuatan melawan hukum;
2.      penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3.      memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
4.      merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
5.      Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
6.      memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
7.      penggelapan dalam jabatan;
8.      pemerasan dalam jabatan;
9.      ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
10.  menerima gratifikasi (bagipegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnyapemerintahan oleh para pencuri,dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaanpartai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
C.     Faktor Pendorong Terjadinya Korupsi di Indonesia
Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukandemokratik.
1.      Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
2.      Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
3.      Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
4.      Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
5.      Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
6.      Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
7.      Lemahnya ketertiban hukum.
8.      Lemahnya profesi hukum.
9.      Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123).  Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
D.    Dampak negatif korupsi
1.      Terhadap demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2.      Terhadap perekonomian
a.        Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
b.      Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
c.       Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publikdengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
3.       Terhadap kesejahteraan umum negara, Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikusmembuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
E.     Contoh kasus tindak pidana korupsi di Indonesia
1.       Soeharto
Kasus Soeharto Bekas presiden Soeharto diduga melakukan tindak korupsi di tujuh yayasan (Dakab, Amal Bakti Muslim Pancasila, Supersemar, Dana Sejahtera Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora) Rp 1,4 triliun. Ketika diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ia tidak hadir dengan alasan sakit. Kemudian majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengembalikan berkas tersebut ke kejaksaan. Kejaksaan menyatakan Soeharto dapat kembali dibawa ke pengadilan jika ia sudah sembuh?walaupun pernyataan kejaksaan ini diragukan banyak kalangan.
2.      Pertamina
Dugaan korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993 yang meliputi 4 kontrak pengeboran sumur minyak di Pendoko, Prabumulih, Jatibarang, dan Bunyu. Jumlah kerugian negara, adalah US $ 24.8 juta. Para tersangkanya 2 Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita dan Ida Bagus Sudjana, Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, serta Direktur PT UPG Partono H Upoyo.
Kasus Proyek Kilang Minyak Export Oriented (Exxor) I di Balongan, Jawa Barat dengan tersangka seorang pengusaha Erry Putra Oudang. Pembangunan kilang minyak ini menghabiskan biaya sebesar US $ 1.4 M. Kerugian negara disebabkan proyek ini tahun 1995-1996 sebesar 82.6 M, 1996-1997 sebesar 476 M, 1997-1998 sebesar 1.3 Triliun. Kasus kilang Balongan merupakan benchmark-nya praktek KKN di Pertamina. Negara dirugikan hingga US$ 700 dalam kasus mark-up atau penggelembungan nilai dalam pembangunan kilang minyak bernama Exor I tersebut.
Kasus Proyek Pipaisasi Pengangkutan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jawa (Pipianisasi Jawa), melibatkan Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda’oe, Bos Bimantara Rosano Barack, dan Siti Hardiyanti Rukmana. Kerugian negara hingga US$ 31,4 juta.
3.      Korupsi di BAPINDO
Tahun 1993, pembobolan yang terjadi di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dilakukan oleh Eddy Tanzil yang hingga saat ini tidak ketahuan dimana rimbanya, Negara dirugikan sebesar 1.3 Triliun.
4.      HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young
Kasus HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young pada 31 Juli 2000 tentang penggunaan dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 15,025 triliun (versi Masyarakat Transparansi Indonesia). Yang terlibat dalam kasus tersebut, antara lain, Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
Bob Hasan telah divonis enam tahun penjara. Bob dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek pemetaan hutan senilai Rp 2,4 triliun. Direktur Utama PT Mapindo Pratama itu juga diharuskan membayar ganti rugi US$ 243 juta kepada negara dan denda Rp 15 juta. Kini Bob dikerangkeng di LP Nusakambangan, Jawa Tengah.
Prajogo Pangestu diseret sebagai tersangka kasus korupsi dana reboisasi proyek hutan tanaman industri (HTI) PT Musi Hutan Persada, yang diduga merugikan negara Rp 331 miliar. Dalam pemeriksaan, Prajogo, yang dikenal dekat dengan bekas presiden Soeharto, membantah keras tuduhan korupsi. Sampai sekarang nasib kasus taipan kakap ini tak jelas kelanjutannya.
5.      Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kasus BLBI pertama kali mencuat ketika Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan hasil auditnya pada Agustus 2000. Laporan itu menyebut adanya penyimpangan penyaluran dana BLBI Rp 138,4 triliun dari total dana senilai Rp 144,5 triliun. Di samping itu, disebutkan adanya penyelewengan penggunaan dana BLBI yang diterima 48 bank sebesar Rp 80,4 triliun.
Bekas Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono dianggap bertanggung jawab dalam pengucuran BLBI. Sebelumnya, mantan pejabat BI lainnya yang terlibat pengucuran BLBI?Hendrobudiyanto, Paul Sutopo, dan Heru Soepraptomo?telah dijatuhi hukuman masing-masing tiga, dua setengah, dan tiga tahun penjara, yang dianggap terlalu ringan oleh para pengamat. Ketiganya kini sedang naik banding.
Bersama tiga petinggi BI itu, pemilik-komisaris dari 48 bank yang terlibat BLBI, hanya beberapa yang telah diproses secara hukum. Antara lain: Hendrawan Haryono (Bank Aspac), David Nusa Widjaja (Bank Servitia), Hendra Rahardja (Bank Harapan Santosa), Sjamsul Nursalim (BDNI), dan Samadikun Hartono (Bank Modern).
Yang jelas, hingga akhir 2002, dari 52 kasus BLBI, baru 20 dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan yang sudah dilimpahkan ke pengadilan hanya enam kasus .
6.      Abdullah Puteh
Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam yang kini non aktif ini menjadi tersangka korupsi APBD dalam pembelian helikopter dan genset listrik, dengan dugaan kerugian Rp 30 miliar. Kasusnya kini masih ditangani pihak kejaksaan dengan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi.
F.      Sejarah lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia
1.      Orde Lama
a.       Kabinet Djuanda
Di masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturanUndang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan.
Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.
b.      Operasi Budhi
Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama 
Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandriokemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu olehSoebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi di masaOrde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.
2.      Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus1967Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes,I.J. KasimoMr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketikaLaksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yangbottom up atau top down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.
3.      Era Reformasi
Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, sepertiKomisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.
G.     KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)
Pada tanggal 16 Desember 2003,Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Menurut Taufiequrachman Ruki, pemberantasan korupsi tidak hanya mengenai bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi juga bagaimana mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang melalui pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya contoh "island of integrity" (daerah contoh yang bebas korupsi).
Pernyataan Taufiequrachman mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan dalam 
UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan preventif (pencegahan) dan represif (pengekangan) ini dilakukan dengan "memposisikan KPK sebagai katalisator (trigger) bagi aparat atau institusi lain agar tercipta good and clean governance dengan pilar utama transparansi, partisipasi dan akuntabilitas".
            Taufiequrachman mengemukakan data hasil survei Transparency Internasional mengenai penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia. Hasil survei itu memberikan nilai
IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei. Survei Transparency International Indonesia berkesimpulan bahwa lembaga yang harus dibersihkan menurut responden, adalah: lembaga peradilan (27%), perpajakan (17%), kepolisian (11%), DPRD (10%), kementerian/departemen (9%), bea dan cukai (7%), BUMN (5%), lembaga pendidikan (4%), perijinan (3%), dan pekerjaan umum (2%).
Lebih lanjut disampaikan, survei terbaru Transparency International yaitu "Barometer Korupsi Global", menempatkan 
partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4,2 (dengan rentang penilaian 1-5, 5 untuk yang terkorup). Masih berangkat dari data tersebut, di Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9),Vietnam (8,67), Filipina (8,33) danThailand (7,33).
Dengan adanya data tersebut, terukur bahwa keberadaan korupsi di Indonesia telah membudaya baik secara sistemik dan endemik. Maka Taufiequrachman berasumsi bahwa kunci utama dalam pemberantasan korupsi adalah integritas yang akan mencegah manusia dari perbuatan tercela, entah itu "corruption by needs" (korupsi karena kebutuhan), "corruption by greeds" (korupsi karena keserakahan) atau "corruption by opportunities" (korupsi karena kesempatan). Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.
H.    Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK)
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantaskorupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepadaUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Saat ini KPK dipimpin bersama oleh 4 orang wakil ketuanya, yakniChandra Marta HamzahBibit Samad RiantoMochammad Jasin, dan Hayono Umar, setelah Perpu Plt. KPK ditolak oleh DPR. Pada 25 November, M. Busyro Muqoddasterpilih menjadi ketua KPK setelah melalui proses pemungutan suara oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Visi
Mewujudkan Lembaga yang Mampu Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi

Misi
Pendobrak dan Pendorong Indonesia yang Bebas dari Korupsi
Menjadi Pemimpin dan Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi
UNDANG-UNDANG
A.    Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan KPK :
B.     Peraturan Perundang-Undangan Tentang Tindak Pidana Korupsi
Yang kini menonjol adalah tiga unsur yaitu (a) memperkaya diri, (b) menyalahgunakan jabatan atau kedudukan (c) merugikan keuangan atau perekonomian Negara .
Pasal 16 menentukan :
a)      Barang siapa melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud dalam pasal 1 sub a dan b dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dan/ atau denda setinggi tingginya satu juta rupiah
b)      Segalaa harta bendaa yang diperoleh dari korupsi dirampas
c)      Si terhukum dapat juga diwajibkan membayar uang pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang diperoleh dari korupsi .
Pasal 17 membuat suatu tindak pidana baru yaitu : barang siapa memberi hadiah atau janji kepada seseorang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau masyarakat dengan mengingat suatu kekuasaan atau suatu wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau yang oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dan/atau denda setinggi-tinggiya satu juta rupiah .
Demikianlah ditetapkan dalam pasal 5 ayat 3 ditagaskan oleh pasal 7 bahwa : perkara dalam perkara korupsi ini jaksa berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat-surat dan kiriman kiriman yang melalui jawatan pos, telegram, dan telepon, yang dapat disangka mempunyai hubungan dengan perkara pidana korupsi yang sedang disidik atau dituntut .
Dalam study ini pendekatan yang dipakai ialah pendekatan normatif . norma-norma yang ada dalam masyarakat bukan merupakan norma hukum saja, tetapi juga meliputi norma agama, kebiasaan, dan kesusilaan sehingga pendekatan normatif ini pun terlampau luas ruang lingkupnya . kadang-kadang norma norma yang lain itu berjalan seiring dengan norma hukum . tetapi sering pula tidak sejalan .  pendekatan ini disebut pendekatan normatif . pendekatan normatif dalam arti sempit, yaitu pendekatan yang ditujukan kepada norma hukum yang masih mempunyai beberapa jalur .
C.     Jalur Hukum Perdata
Kemungkinan gugatan perdata terhadap para koruptor berupa ganti kerugian kepada Negara sesuai pasal 1365 BW terutama terhadap koruptor yang telah meninggal dunia .  hal ini telah diatur  dalam pasal 32,33, dan 34 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang merupakan perbaikan pengaturan dalam UU PTPK 1971 .
Andaikata pun tidak diatur dalam UU PTPK 1999 tetap saja Negara (antara lain melalaui kejaksaan) untuk menggugat perdata para koruptor .                     
D.    Jalur Hukum Administrasi 
Dalam keputusan presiden nomor 14 A Thun 1980, yang mengatur tentang tata
Cara rekanan yang dan masalah komisi, diskon, dan sebagainya . hanya saja
Ketentuan dalam Keeputusan Presiden Nomor 14 A Tahun 1980 ini perlu           
dikaitkan dengan sanksi, kalau perlu dengan sanksi administratif .  sebelum
peraturan ini, sebenarnya telah ada ICW (Inside Comtabiliteits Wet) 23 April
1864 stbl 1864 Nomor 106, stbl 1925, Nomor 445 ditambah dan diubah dengan    LN
1954 Nomor 6, 1955 tentang Pengelolaan Keuangan Negara . begitu pula
dengan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri .
E.      jalur hukum pidana
Jalur ini pun luas ruang lingkupnya karena seperti diketahui korupsi itu tidak
Berupa korupsi material dan keuangan saja, tetapi juga merupakan korupsi
Politik, korupsi ilmu, korupsi sastra, dan seni . di Amerika Serikat korupsi pilotik    itu
justru mendapat perhatian yang besar sekali, terutama karena terjadi
skandal Watergate

di Indonesia korupsi politik seperti ini di ancam dengan hukuman pidana
menurut Undang-Undang tentang Pemiliihan Umum  (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999)
di  Malaysia, korupsi dalam pemilihan umum (pemilihan raya) termasuk      yang
disidik oleh BPR  (Badan Pemberantasan Rasuah)
nyatalah bahwa perumusan ini termasuk dalam pengertiian korupsi politik
seperti yang dimaksudkan di atas . korupsi ilmu sastra, seni pun diancam pidana
tercantum dalam Undang-Undang Hak Cipta (Undang-Undang Nomor 6 Tahun   
1982 yang di ubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987, kemudian oleh
Undang-Undang No. 12 Tahun 1997)
Dalam undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi hanya        diatur tentang korupsi material dan keuangan, ditambah dengan beberapa delik jabatan dan delik lain yang ada kaitanyya dengan penyesuaian perkara korupsi .
Jelaslah bahwa delik yang tercantum dalam UU PTPK itu sebagai ius constitutum dirasakan masih terlalu sempit . masih banyak perbuatan yang dirasakan seharusnya dipidana (ius constituendum) tidak tercakup di dalamnya . secara sosiologis, nepotisme (memasang keluarga atau teman pada posisi pemerintah tanpa memenuhi persyaratan untuk itu) dipandang sangat buruk dan merugikan masyarakat, tetapi tidak termasuk sebagai delik korupsi . Syied Hussein Alatas membagi klasifikasi jenis korupsi Dallam tiga kelompok : (a) paksaan pengeluaran uang, (b) sogokan, (c) nepotisme .
Sekarang telah ada Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupai, Kolusi, Nepotisme (LN Nomor 3851), tetapi rumusan deliknya tidak ada sehingga sulit jaksa membuat surat dakwaan . ada sanksi, tetapi tidak ada rumusan delik (definisi delik) . tidak ada definisi delik dalam rumusan . bagaimana membuktikan seseorang telah melakukan nepotisme . memang tidak ada Negara yang membuat rumusan delik tentang nepotisme karena itu lebih berada dalam ruang lingkup sosial . (social issue, not legal issue) .
F.       Upaya Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi di Indonesi
1.      Strategi Pemberantasan Korupsi                    
bertambah besar volume pembangunan maka semakin besar pula kemungkinan kebocoran . ditambah dengan gaji pegawai negeri yang memang sangat minim di Negara-negara berkembang seperti Indonesia, pegawai negeri terdorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang kadang-kadang menggunakkan kekuasaanya untuk menambah penghasilanya.
Memang terjadi korupsi yang besar-besaran bagi mereka yang telah memperoleh pendapatan yang memadai disebabkan karena sifatnya yang serakah, tetapi ini bukan hal yang menyeluruh .
Guner Myrdal berpendapat bahwa jalan untuk memberantas korupsi ialah sebagai berikut :
(a)    Menaikkan gaji pegawai rendah (dan menengah)
(b)   Menaikkan moral pegawai tinggi
(c)    Legalisasi pemungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal
Sudah jelas bahwa kalangan elite kekuasaan harus member keteladanan bagi yang dibawah . untuk mencegah korupsi besar-besaran, bagi penjabat yang menduduki jabatan yang rawan korupsi seperti bidang pelayanan masyarakat, pendapatan Negara, penegak hukum, dan pembuat kebijaksanaan harus didaftar kekayaannya sebelum menjabat jabatanya sehingga mudah diperiksa pertambahan kekayaannya dibandingkan dengan pendapatan yang resmi .
Artinya pegawai negeri atau penjabat yang tidak dapat membuktikan kekayaanya yang tidak seimbang debnga pendapatannyya yang resmi dapat digugat langsung secara perdata oleh penuntu umum berdasarkan perbuatan melanggar hukum . dengan demikian, harus ada sistem pendaftaran kekayaan penjabat sebelum dan sesudah menjabat sehingga dapat dihitung pertambahan kekayaan itu .
Penuntutan pidana hanya mempunyai fungsi sebagai obat yang terakhir  . jelas korupsi tidak akan terberantas hanya dengan penjatuhan pidana yang berat saja, tanpa suatu prevensi yang lebih efektif .
Dengan pidana mati pun seperti di RRC ternyata tidak menghapus korupsi . satu hal yang sering dilipakan kurang diperhatikannya peningkatan kesadaran hukum rakyat . selalu penegak hukum saja yang diancam dengan tindakan keras, tetapi jika rakyatnya senidiri menoleransi korupsi, yang setiap kali memerlukan layanan selalau menyediakan amplop, dan setiap kena perkara langsung mencari siapa penyidik, penuntut, atau hakimnya untuk disogok, lingkaran setan korupsi tidak akan terberantas .
Di Negara Negara Afrika Bagian Selatan dirumuskan strsategi pemberantasan korupsi berbentuk piramida yang pada puncaknya adalah prevensi (pencerahan), sedangkan pada kedua sisinya masing masing pendidikan masyarakat (public education) dan pemidanaan (punishment)
Dalam memberantas korupsi harus dicari penyebabnya terlebih dahulu, kemudian penyebab itu dihilangkan dengan cara prevensi disusul dengan pendidikan (peningkatan kesadaran hukum) masyarakat disertai dengan tindakan represif (pemidanaa) . 
G.     Upaya pemberantasan korupsi seiring kemajuan teknologi dan komunikasi
Dalam pemberantasan korupsi terkandung makna penindakan dan pencegahan korupsi, serta ruang untuk peran serta masyarakat yang seharusnya dapat lebih ditingkatkan dengan adanya perbaikan akses masyarakat terhadap informasi. Teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan pelayanan publik sebagai salah satu cara melakukan pencegahan korupsi. Sedangkan di sisi penindakan, (tanpa bermaksud mengesampingkan pro kontra yang terjadi) undang-undang memberi ruang bagi para penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendapatkan dan menggunakan informasi elektronik guna memperkuat pembuktian kasus korupsi. Saat ini kita tengah menanti kehadiran Peraturan Pemerintah yang akan mengatur lebih lanjut intersepsi dalam rangka penegakan hukum, sesuai amanah undang-undang.
Dari survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan Korupsi Tahun 2008, didapati bahwa belum terlalu banyak orang yang tahu bahwa tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada KPK bukan hanya tugas yang terkait dengan penanganan kasus korupsi dan penanganan pengaduan masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi, karena sekalipun telah banyak yang dilakukan oleh KPK dalam melakukan pencegahan korupsi dan dalam mengkaji sistem administrasi lembaga negara/pemerintah yang berpotensi korupsi, kegiatan-kegiatan itu menurut kalangan pers kalah nilai jualnya jika dibandingkan dengan liputan atas penindakan korupsi.
Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi,   monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Karenanya ada tiga hal yang perlu digarisbawahi yaitu ‘mencegah’, ‘memberantas’ dalam arti menindak pelaku korupsi, dan ‘peran serta masyarakat’.
Kemajuan teknologi informasi sudah banyak membantu KPK dalam melakukan tugas-tugasnya. Dari mulai gedung KPK yang dirancang sebagai smart building,paper-less information system yang diberlakukan sebagai mekanisme komunikasi internal di KPK, dan program-program kampanye serta pendidikan antikorupsi KPK. Dalam meningkatkan peran serta masyarakat, informasi elektronik sangat dibutuhkan agar informasi yang disampaikan dapat lebih cepat diterima, lebih luas sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya. KPK juga telah mengadakan berbagai lomba bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat yang antara lain berupa lomba PSA antikorupsi, lomba film pendek antikorupsi, lomba poster, dan lomba-lomba lainnya. 
H.     Penggunaaan teknologi informasi dalam memperkuat pembuktian kasus korupsi
Penegak hukum di Indonesia, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi sama-sama diberi kewenangan melakukan penyadapan. Dan tidak seperti yang dipersepsikan banyak orang, para penegak hukum tidak bisa sekehendak hatinya menggunakan instrumen yang sensitif ini.
Bagi KPK, penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada surat tugas yang ditandatangani Pimpinan KPK yang menganut kepemimpinan kolektif di antara lima komisionernya. Sedangkan keputusan untuk melakukan penyadapan didasarkan pada kebutuhan untuk memperkuat alat bukti dalam kegiatan penyelidikan. Penyelidikan itu sendiri dilakukan setelah kegiatan pengumpulan data dan keterangan dilakukan setelah ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. Dengan demikian, penyadapan bukan merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendapatkan bukti adanya suatu tindak pidana korupsi, dan keputusan untuk melakukannya bukanlah keputusan yang mudah.
Dalam melakukan penyadapan sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 26 UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 serta pasal 12 butir a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK tunduk pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. Karena itu KPK tidak menganggap lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai ancaman, karena penyadapan yang selama ini dilakukan merupakanlawfull interception, sesuai aturan yang ada dan dilakukan dengan tanggung jawab, profesionalisme, dan kehati-hatian ekstra.
KPK tidak pernah menyebarluaskan hasil sadapan, kecuali sebagai pembuktian di sidang pengadilan, yang diperdengarkan atas perintah hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kesimpangsiuran informasi terjadi, ketika salah satu stasiun televisi swasta menayangkan program yang memuat upaya penindakan KPK lengkap dengan pemutaran rekaman hasil penyadapan yang dilakukan KPK.
Terkait dengan banyaknya tayangan dalam program tersebut yang menampilkan para terperiksa, terdakwa, dan terpidana kasus-kasus yang ditangani KPK,
ada sebagian masyarakat yang menduga ada andil KPK di dalamnya. Sebagai catatan, gambar-gambar dan rekaman yang ditampilkan tersebut diambil dari ruang persidangan atau di halaman dan lobby tamu KPK yang merupakan ruang publik. Parahnya lagi bukan hanya masyarakat awam hukum yang berpendapat demikian. Dalam satu kesempatantalk show di salah satu universitas di Yogyakarta medio September 2008 ini, seorang doktor hukumpun menyatakan bahwa KPK telah melanggar hak asasi manusia para terdakwa kasus tindak pidana korupsi karena memperdengarkan secara terus-menerus rekaman pembicaraan dengan tujuan sebagai hukuman asesoris yang diberikan untuk mempermalukan mereka. 
Selama ini, KPK berusaha melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh undang-undang dengan semaksimal mungkin memanfaatkan kewenangan yang ada. Karena itu Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik akan kami cermati sebagai salah satu aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang tentang KPK disebutkan bahwa : “……..Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa”.
Kalimat di atas bisa jadi merupakan salah satu alasan undang-undang ini mengatur kembali pemberian kewenangan penyadapan kepada KPK, sekalipun kewenangan yang sama telah diberikan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang dimungkinkannya alat bukti petunjuk berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.
Dari keinginan rakyat yang diterjemahkan dalam undang-undang yang menyatakan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa, seharusnya membawa implikasi pada penanganan korupsi dengan cara-cara yang luar biasa pula – sekalipun tetap dalam koridor aturan hukum yang berlaku. Terkait dengan kontroversi penyadapan dalam penindakan korupsi kita dapat mengambil penyadapan atas kasus terorisme sebagai pembanding.
POLRI telah lama melakukan penyadapan untuk kasus terorisme dan tidak pernah ada yang mempermasalahkannya. Besar kemungkinan karena kita sudah memahami bahaya terorisme.
Hal ini menjadi tantangan bagi KPK untuk lebih giat menyampaikan betapa seriusnya implikasi dari korupsi ini. Betapa besar ongkos sosial korupsi yang harus dibayar seluruh rakyat Indonesia.
Ketika seorang Penyelenggara Negara menerima suap, uang suap itu masih bisa berperan dalam memutar roda perekonomian negara, sebagian bisa digunakan untuk membantu orang lain, atau bahkan disumbangkan ke lembaga keagamaan.
 Namun yang selama ini kurang kita sadari - kerusakan sudah terjadi, ketika seseorang dibiarkan melanggar aturan yang ditetapkan dengan tujuan-tujuan tertentu - karena dia telah menyuap, entah itu membabat hutan, memasukkan barang ilegal, menjual obat palsu, atau ribuan jenis lain pelanggaran yang pada akhirnya akan bermuara pada kesengsaraan rakyat Indonesia.
Mengingat itu semua, masih bisakah kita dengan percaya diri mengatakan bahwa bukan perilaku koruptif kitalah yang menyebabkan rakyat di bumi yang kaya raya ini harus berdiri berjam-jam sekedar untuk mendapatkan sembako atau uang sekedarnya? Alangkah tidak sepadan jika boleh kita membandingkan antara uang suap yang berpindah tangan itu dengan ongkos dan azab yang harus ditanggung (oleh orang lain, saudara kita sendiri).
Sebagai penutup, Undang-Undang ITE mensyaratkan adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur tata cara intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum. Para penegak hukum termasuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil tentu saja berkepentingan dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Karenanya keterlibatan mereka dalam penyusunan Peraturan Pemerintah ini diperlukan untuk menjamin profesionalisme, tanggung jawab, dan asas keadilan dalam pelaksanaan dan pemanfaatan hasil intersepsi.
I.       Kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi belum maksimal
Kinerja pemerintah dalam pemberantasan kasus korupsi masih belum maksimal. Dalam lima tahun terakhir, masih banyak ditemukan kebijakan yang justru melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Dengan kata lain, prestasi eksekutif di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) dalam memberantas korupsi masih jauh dari ekspektasi publik.
Tidak sedikit kebijakan pemerintah yang justru menggembosi langkah pemberantasan korupsi itu sendiri. Lihat saja dari pernyataan yang dikeluarkan oleh Presiden SBY mengenai kewenangan KPK yang dianggapnya terlalu besar, upaya BPKP mengaudit KPK, serta rivalitas KPK vs Polri, terang Zainal Arifin Mochtar, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) UGM .
selain adanya upaya melemahkan KPK oleh pemerintah, masih terdapat beberapa catatan atas kebijakan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi selama lima tahun terakhir. Pertama, kebijakan Presiden yang berdampak pada pemberantasan korupsi, antara lain, Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Keppres No. 11 Tahun 2005 tentang Pembentukan Timtas Tipikor, dan PP No. 37 Tahun 2006 tentang Kenaikan Tunjangan Anggota DPRD.
Inpres No. 5 Tahun 2004 dan Keppres No. 11 Tahun 2005, merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pemberantasan korupsi. Namun dalam pelaksanaan, keduanya tidak berjalan efektif dan masih meninggalkan banyak catatan. Sementara itu, PP No. 37 Tahun 2006 justru merupakan blunder kebijakan yang ditempuh pemerintah. Dengan keluarnya PP tersebut, potensi terjadinya gejala korupsi, khususnya bagi anggota DPRD, menjadi semakin besar. Kedua, peran pemerintah dalam pembentukan undang-undang anti korupsi. Dalam penyusunan RUU Pengadilan Tipikor, pemerintah terbukti lamban. Selain itu, juga pada UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA. Komitmen pemerintah dalam hal ini patut dipertanyakan sebab isu paling krusial tentang perpanjangan usia hakim agung justru diusulkan oleh pemerintah.
Terakhir, penyelesaian adat atas dugaan kasus korupsi. Setidak-tidaknya terdapat dua kasus yang disoroti, yakni kasus Amien Rais vs Presiden SBY dan Yusril Ihza Mahendra vs Taufiequrrahman Ruki. Dalam konteks ini, Presiden terlihat mengintervensi proses hukum yang semestinya dapat dijalankan sesuai dengan prosedur.
Ditambahkan oleh Eddy O.S. Hiariej, staf pengajar FH UGM yang juga anggota Pukat, bahwa dari keseluruhan hal tersebut seolah-olah menjadi antitesis terkait dengan keseriusan pemerintah dalam mendukung gerakan anti korupsi. Jargon-jargon yang selama ini diserukan tampaknya masih jauh dari implementasi
J.       Menimbang keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi
Di negeri ini, korupsi agaknya telah menjadi penyakit akut yang sulit untuk diberantas. Bertahun-tahun di bawah pemerintahan yang korup, menjadikan penyebaran korupsi semakin meluas dan sistemik. Korupsi yang meluas dengan gampang dapat kita jumpai pada hampir seluruh kantor pelayanan publik. Korupsi menjadi bagian dari sistem pengelolaan negara. Celakanya, korupsi kerap melibatkan petinggi-petinggi negeri ini. Ketua DPR misalnya, adalah seorang terpidana yang entah mengapa tidak perlu mendekam di penjara seperti terpidana lainnya. Bisa jadi, Akbar Tanjung si terpidana itu bisa menyeret pejabat lainnya ke penjara kalau dirinya harus menginap di hotel prodeo.
Dari sisi hukum, aparat penegak hukum juga tampak letoi ketika berhadapan dengan korupsi. Kalau menghadapi teroris macam Amrozi, Imam Samudera, dan lain sebagainya, dengan sigap polisi bertindak. Kejaksaan pun, dengan proses yang sangat cepat, mampu menyeret para terdakwa ke hadapan hakim di persidangan. Tetapi, sama seperti politisi, ketika menangani kasus korupsi ada banyak alasan sehingga berkas perkara mesti bolak-balik dikembalikan ke polisi, bukti tidak mendukung, atau keluar SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) kalau tidak dituntut bebas.
Macetnya hukum dalam penanganan kasus korupsi bisa dimengerti dengan melihat korupsi sebagai fenomena sosiologis. Dalam kaca mata sosiologis, korupsi melibatkan jaringan elit kekuasaan, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Karena itu, bercokolnya Ketua DPR dari jerat hukum bisa dibaca sebagai upaya melindungi elit lain. Juga mengapa Jaksa Agung yang jelas-jelas dilaporkan ke polisi oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN)
karena laporan palsu masih duduk di kursinya. Oleh sebab itu, korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime. Untuk memberantasnya, dibutuhkan pendekatan hukum yang luar biasa pula.
KPK, Komisi Super?
Salah satu produk hukum yang digulirkan untuk memberantas korupsi adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau disingkat KPK. Pembentukan komisi ini merupakan amanat dari UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 20 Tahun 2001. UU Anti Korupsi itu merupakan amandemen dari UU No.3 Tahun 1971 tentang Anti Korupsi yang dianggap sudah tidak memadai lagi.
Karena korupsi adalah extra ordinary crime, maka ada beberapa kewenangan luar biasa yang dimiliki oleh KPK. Diantaranya, pertama dipergunakannya alat bukti elektronik dalam pembuktian. Alat bukti elektronik meliputi e-mail, rekaman suara, rekaman video dan sebagainya. Bandingkan dengan KUHAP yang hanya mengakui kesaksian langsung dari seseorang.
Kedua, KPK memiliki kewenangan dalam hal penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Bahkan KPK bisa mengambil alih kasus korupsi yang sedang ditangani oleh kejaksaan atau kepolisian. Sebagai kejahatan yang luar biasa, korupsi memang tidak bisa ditangani oleh aparatus negara konvensional seperti kejaksaan dan kepolisian. Apalagi dalam kurun waktu yang lama terbukti dua institusi penegak hukum itu gagal memberantas korupsi.
Ketiga, berbeda dengan kejahatan lain, persidangan kasus korupsi juga dilakukan dengan cara di luar kelaziman. Kelak kalau KPK telah berfungsi, koruptor akan diadili dalam Pengadilan Korupsi. Hakim yang mengadili, baik di tingkat pertama (Pengadilan Negeri), banding (Pengadilan Tinggi) maupun kasasi (MA) terdiri dari lima orang, dua hakim reguler sedangkan tiga sisanya adalah hakim ad hoc.
Keempat, KPK tidak hanya bertugas pada ranah penegakan hukum. KPK juga melakukan tugas pencegahan, seperti memeriksa laporan kekayaan pejabat negara. Dengan berfungsinya KPK, maka KPKPN akan dibubarkan dan akan menjadi salah satu divisi dalam KPK. Dengan demikian, kasus laporan palsu kekayaan Jaksa Agung tidak akan terulang lagi karena berbeda dengan KPKPN, KPK bisa langsung menyidik dan menyeret Jaksa Agung ke Pengadilan Korupsi.
Karena begitu besarnya kekuasaan yang dimiliki oleh KPK, banyak pihak berharap KPK akan menjadi obat ampuh untuk menyembuhkan negeri ini dari korupsi. Apalagi anggota KPK hanya lima orang sehingga bisa mengurangi benturan kepentingan.
Berdasarkan pengalaman Komnas HAM dan KPKN, jumlah anggota yang besar menjadikan kedua komisi itu tidak bisa lincah dalam mengambil keputusan. Belum lagi komposisi anggota yang berwarna-warni latar belakangnya, menjadikan gerakan kedua komisi semakin lamban karena banyaknya kepentingan yang harus diakomodasi.
Akan tetapi, kekuasaan besar KPK juga tidak lepas dari ancaman dari para koruptor dan elit politik yang tidak berkepentingan. Sejak awal sebetulnya proses pembentukan komisi super ini kerap tersendat-sendat.
Proses pembentukan KPK sendiri harus melalui berbagai tahapan yang cukup panjang. Pertama diawali dengan pembentukan tim seleksi. Anggota Tim Seleksi dipilih oleh Menteri Kehakiman dan HAM dan ditetapkan oleh Presiden dengan Keppres. Selanjutnya Tim Seleksi yang akan memilik kandidat anggota KPK sebanyak 10 orang atau dua kali jabatan yang tersedia.
Tugas memilih siapa anggota komisi yang akan menjadi musuh koruptor nomor satu adalah DPR. Tim Seleksi akan memberikan 10 nama ke DPR yang akan memilih lima diantaranya sebagai anggota KPK. Lalu anggota KPK akan diangkat oleh Presiden.
Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk membentuk KPK sekitar 185 hari atau 6 bulan 5 hari. Perkiraan ini adalah perkiraan optimis, artinya proses pembentukan berjalan lancar dan tidak ada kejadian penting di luar perkiraan yang bisa menggagalkan proses tersebut. Tenggat waktu yang diberikan oleh UU No.30 Tahun 2002 adalah satu tahun. UU No. 30 disahkan tanggal 27 Desember 2002 sehingga KPK harus sudah terbentuk 27 Desember 2003.

Daftar Pustaka
Hamzah jur andi,(2005),pemberantasan korupsi, Jakarta,PT Raja Grafindo Persada
Dikoro wirdjono projo,(2005),tindak pidana tertentu di Indonesia, Jakarta,PT Raja Grafindo Pesada
Komisi Pemberantasan Korupsi (2008), Survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan Korupsi Tahun 2008.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....10
DEMOKRASI DUNIA DAN INDONESIA
A.     Latar Belakang.
Setiap warga negara dalam kesehariannya selalu berhubungan dengan aspek-aspek politik , baik secara langsung maupun tidak langsung. Kehidupan politik yang telah menjadi bagian dari keseharian warga negara dalam sebuah negara ini menimbulkan atau membentuk pendapat , pandangan dan pengetahuan tentang perilaku politik . Pandangan , pendapat, dan pengetahuan itu memunculkan orientasi seseorang terhadap kehidupan politik atau objek politik sehingga melahirkan budaya politik dalam sebuah Negara. Sebuah Negara memiliki sistem politik yang berbeda . Disamping itu, sebuah Negara pasti memiliki sebuah sistem pemerintahan , dan sistem pemerintahan yang dianut sesuai dengan keinginan dan kesepakan Negara tersebut.
Dalam sebuah kehidupan bernegara sebuah negara sangat memerlukan sistempemerintahan, agar mereka dapat tertuntun dan sebuah sisitem pemerintahan tersebut menjadi cara yang dianut ileh semua masyarakat dalam sebuah Negara. Sistem pemerintahan yang dianut dan paling sering digunakan adalah sistem pemerintahan demokrasi .
Proses penguatan hak rakyat dan penduduk negeri akhir akhir ini makin menguat seiring dengan meningkatnya tekonologi informasi dan kesadaran tentang hak inidividu untuk menyuarakan pendapatnya, dan hak untuk mengetahui yang sebenarnya. Hal ini hampir terjadi disemua negara kecuali negara-negara yang masih mempertahankan sistem diktator seperti Myanmar, Korea Utara, Kuba dsb. Jika dalam sebuah negara oposisi tidak diijinkan ada, maka dapat dipastikan negara tersebut menganut sistim diktator. Oleh karena itu, demokrasi banyak diminati oleh Negara-negara di dunia.   
B.     Pengertian Demokrasi.
Secara etimologis, demokrasi berasal dari dua kata , yaitudemos yang artinya rakyat dancratein yang artinya memerintah. Jadi demokrasi berarti suatu negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat .
Demokrasi adalah bagaimana menghormati pendapat oranglain, mendengarkan mereka, tidak berperasangka tentang kemunafikan, jangan menghukum mereka atau memfitnah mereka secara tak semena-mena, meskipun ia seorang penghianat besar. Demorasi adalah bagaimana seseorang mengakui kemungkinan kesalahan atas diri sendiri.[1]   
Demokrasi itu dimana otoritas Negara ada di tangan rakyat. Kedaulatan
Apa saja adalah milik rakyat. Tetapi mustahil semua rakyat menjadi pemimpin (presiden) dalam sebuah negara, maka dari itu mereka mengadakan pemilu, memilih wakil-wakil, kemudian para wakil memilih sejumlah orang yang dibayar untuk mengurusi segala yang diperlukan oleh rakyat dalm ketatanegaraan. Pengurus itu dijejer dari paling atas Namanya presiden selanjutnya sampai ke level yang terbawah sampai ajudan Pak RT.[2]
Dalam Demokrasi, presiden dan seluruh jajaran birokrat adalah PRT alias pembantu rumah tangga rakyat. Rakyat membayarnya, menyediakan kantor, rumah dinas, kendaraan, serta segala perlengkapan untuk menjalankan tugasnya. Pemerintah adalah pihak yang dipilih, sementara rakyat adalah pihak yang memilih, yang memilih lebih tinggi derajatnya dan lebih berkuasa dari yang dipilih.[3]   
C.     Perkembangan Demokrasi di Dunia
Budaya demokrasi sesungguhnya sudah berkembang sejak zaman purba, yaitu pada zaman berburu. Banyangkan sekelompok laki-laki purba berkumpul dimalam hari mengelilingi api unggun sambil berdiskusi untuk memastikan apakah mereka akan berburu keesokan hariunya atau tidak. Mereka adalah pemburu berpengalaman di sukunya dan merasa sama-sama pantas untuk mengemukakan pandangannya masing-masing dan ingin didengarkan. Di sekeliling api unggun, para lelaki itu sedang mengambil bagian dari demokrasi.
Demokrasi sebagi proses melibatkan masyarakat dalam pemerintahan muncul dibeberapa kota di yunani kuno sekitar abad ke VI SM. Kemungkinan besar warga Athenalah yang mencetuskan kata demokratia(demokrasi), yang merupakan gabungan dari dua kata demos(rakyat), dan kratos(memerintah), unuk menggambarkan system pemerintahan mereka.
Ciri utama demokrasi yang dipraktekkan pada bangsa yunani kuno adalah adanya majlis, yaitu sebuah pertemuan rakyat yang teratur dimana para warga Negara terhormat bebas mengemukakan pendapat.majlis memilih 10 jendral untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemiliteran. Namun majlis yang memerintah yang berjumlah 500 orang dengan para pegawai Negara lainnya dipilih dengan cara diundi. Dengan cara itu setiap warga memiliki kesempatan yang sama. Hak-hak warga Negara lainnya diakui untuk menjamin system berjalan sebagaimana diharapkan. Yang paling penting dari semuanya itu adalah adanya kebebasan berpendapat. Tanpa kebebasan berpendapat, tidak aka nada debat baik dalam majlis maupun boul[4].
 Demokrasi yunani kuno bertahan hanya beberapa ratus tahun, dan akhirnya mati pada abad ke2 SM. Selama periode yang sama republic romawi juga berkembang pesat. Meski bukan sebuah demokrasi sebagaimana diterapkan di yunani kuno, republic ini memiliki cirri demokrasi. Pada awalnya hanya kaum aristrokat, yaitu orang-orang yang mewariskan kekuasaan selama turun temurun, yang duduk di pemerintahan. Setelah itu rakyat juga diizinkan untuk memegang beberapa jabatan dan memilih pemimpin mereka sendiri.
Ketika orang-orang roma mulai menaklukkan Negara-negara lain, rakyat yang baru ditaklukkan diizinkan untuk menjadi warga Negara roma dan mengambil bagian dalam praktek demokrasi ini. Namun, dalam kenyataannya itu tidak pernah terjadi. Wilayah taklukan romawi sangat luas. Dalam kondisi seperti itu, tidak mungkin warga Negara taklukkan ini bias mempengaruhi pemerintahan yang berpusat di roma. Gagasan untuk memilih para wakil dari daerah-daerah taklukan keibukota romawi. Dalam kenyataan tidak pernah terjadi.
Pada abad terakhir SM lembaga-lembagademokrasi republic romawi dihancurkan oleh para pejabat yang korup dan prajurut yang haus kekuasaan. Republic ini diganti oleh kaisar yang sewenang-wenang. Selama 600 tahun berikutnya, demokrasi benar-benar hilang.
Demokrasi muncul kembali di eropa utara sekitar 600 tahun setelah masehi. Untuk menangani perselisihan dan membahas peraturan bagi komunitasnya, kaum Viking memanggil majlis yang di sebut thing untuk bersidang, mereka menganggap satu sama lain sederajat.
Sekitar tahun 930 M, kaum Viking di islandia membentuk althing, yaitu sebuah majlis untuk seluruh kepilaun. Majlis ini bertahan selama lebih dari 3abad. Selama 500 tahun berikutnya, anggota majlis regional dan nasional serupa munjul di skandinavia. Badan-badan serupa juga munjul di belgia, belanda, Luxemburg, dan inggris.
Berkembang pesatnya industry dan perdagangan memunjulkan kelas bisnis baru dan kaya. Para penguasa Negara yaitu ratu/raja, seringkali sangat membutuhkan uang. Abad berganti abad, para penguasa ini membentuk majelis yang terdiri dari orang-orang kaya dan berpengaruh. Dengan demikian raja bukan satu-satunya lagi orang yang menentukan berjalanya Negara. Ini dilakukan untuk menghindari pertentangan yang keras dari kaum kaya yang dari hari ke hari semakin disegani dalam masyarakat. Orang-orang ini kemudian akan memutuskan bagaimana menata dan mengatur sesuai dengan kepentinagn mereka dan kepentingan raja/ratu. Pada tahun-tahu awal, majelis semajam ini hanya mewakili sekelompok kecil masyarakat, namun selama abad-abad berikutnya semakin banyak orang yang diberi kesempatan untuk mengambil bagian.
Yang paling terkenal dari semua majelis ini, dan yang paling mempengaruhi perkembangan demokrasi, adalah perlemen inggris. Perlemen ini menganut system dua kamar atau two houses. Kaum bangsawan kaya(nobles) yang berpengaruh duduk di perlemen yang disebut majles tinggi. Mereka ini adalah penasehat raja/ratu. Para wakil dari kelas menengah yang memiliki kekayaan dipilih oleh rakyat dan duduk dalam majelis rendah, yang dalam waktu yang singkat menjadi berpengaruh daripada majelis tinggi.
Kedua majlis ini baik secara terpisah maupun bersama-sama, berhasil membatasi kekuasaan raja/ratu, sampai akhirnya tercapai apa yang disebuat perimbangan dan pembagian kekuasaan. Secara garis besar bias dikatakan perlemen membuat undang-undang baru(fungsi legislative) dan raja/ratu melaksanakan undang-undang tersebut(fungsi eksekutif). Hakim-hakim yang mandiri menafsirkan hokum-hukum apabila diperlukan(fungsi yudikatif). Masing-masing dari ketiga lembaga kekuasaan ini mengecek dua yang lain.
System ini dibentuk tidak sebagai jawaban terhadap tuntutan rakyat akan demokrasi, melainkan ajang berbagi kekuasaan di antara berbagai kelompok kelas atas dalam masyarakat. Meski demikian mereka juga ingin menuntut keterwakilan rakyat dalam perlemen dan lebih lanjut membatasi kekuasaan raja yang hanya mewakili dirinya sendiri saja akan bangga menyebut diri mereka sebagai pejuang demokrasi yang lebih besar. Gagasan ini selanjutnya di perkuat oleh munculnya protetantisme. Dalam pandangan beberapa kaun protestan, kalau semua masyarakat sama di mata tuhan, maka mestinya semua manusia juga memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam melatih dan menjalankanm pemerintahan.
Di inggris dua prose ini(perlemen dan protestantisme) munvul pada abad ke-17. Raja yang kers kepala Charles I, berusaha mengurangi kekuasaan perlemen dan menjerumuskan Negara kedalam perang saudara yang dibanyarnya sendiri dengan tahta dan hidupnya. Ia dipenggal pada tahun 1649. Dalam prose situ, gagasan demokrasi yang melibatkan seluruh rakyat mendapatkan dukungan yang luar biasa besarnya.
Sebuah kelompok unik yang disebut leveler membuat usulan-usulan yang mengejutkan. Mereka mengemukakan bahwa semua orang memiliki hak yang sama untuk memilih pada pemilihan umum tahunan, bahwa mereka yang terpilih harus melaksanakan amanat rakyat, bukan mengikuti kehendak sendiri, dan bahwa anggota perlemen seharusnya hanya menjabat paling banyak dua priode. Usulan-usulan ini, meskipun barang kali sangat muluk, sangat sesuai dengan semangat demokrasi yunani kuno yang sudah lama hilang.[5]
Kaum leveler gagal, dan monarki kembali pada tahun 1660. Perjanjian baru antara perlemen denganmonarki, yang disebut glorious revolution 1688, denagn efektif menutup peluang rakyat jelata dalam proses politik. P-ada saat itu banyak Negara yang telah memiliki perlemen atau majlis, tetapai sama dengan di inggris, sedikit sekali warga Negara yang diperbolehkan memilih. Semua majlis ini tidak memiliki kekuasaan yang nyata, atau seluruhnya terdiri dari orang-orang kaya dan memiliki hak istimewa.
Kedua revulusi ini terjadi sebagai reaksi terhadap tirani. Keduaanya menuntut hak rakyat untuk memilih pemerintah atau penguasayang mereka kehendaki. Orang-orang amerika yang dijajah, yang merasa bahwa mereka membanyar pajak kepada sebuah Negara namun tidak dilibatkan dalam penentuannya, menciptakan selogan tidak ada pajak tanpa perwakilan. Deklarasi kemerdekaan yang mereka tanda tangani pada tahun 1776 menekankan bahwa pemerintahan hanya bias memberikan kekuasaan dengan persetujuan dari pihak yang diperintahkan. Di perancis deklarasi hak-hak memproklamasikan bahwa sumber semua kedaulatan ada ditangan rakyat. Untuk ukuran waktu itu, deklarasi-deklarasi ini benar-benar merupakan revolusi demokratis.
Setelah menghapus system pemerintahan senelumnya, kaum revolution merancang perwakilan, dimana rakyat memilih beberapa orang untuk menjadi wakil mereka di majelis yang baru.
Pelaksanaan demokrasi perwakilan ini tidak bias dielakkan . namun, beberapa pemikir politik masih merasa kuatir bahwa demokrasi ini akan rusak dalam prosesnya.
Para pemikir inggris paine dan  mill menganjurkan agar pemilihan umum diadakan sesering mungkin untuk mencegah para wakil lipa terhadap rakyatnya. Paine dan mill mengemukakan apabila wakil tersebut ingin dipilih lagi maka harus mendengar apa yang disuruhkan para pemilihnya. Sam aseperti kaum leveler, keduanya percaya masa jabatan para wakil harus terbatas.
Para pemikir lainnya, tidak setuju dengan pained an mill. Burke dan Hamilton menyukai kenyataan bahwa demokrasi perwakilan menjembatani pemerintah yang cerdas dan rakyat yang bodoh, bahkan demokrasi perwakilan memungkinkan para wakil yang terdidik dan cerdas bias membuat keputusan yang bijak dan tepat daripada rakyat yang bodoh.
Ketegangan antara dua kelompok ini berlangsung sampai hari ini. Kelompok yang sat uterus memdorong terbentuknya demokrasi yang lebih besar: yang satu lagi berjuan untuk mempraktikkan demokrasi dengan menerapkan batasan-batasan tertentu yang bias dipahami. Umumnya bias dikatakan bahwa pandangan orang-orang yang menginginkan lebih banyak pengaruh rakyat dalam pembuatan keputusan dan lebih banyak tanggungjawab demokratis, tegangan waktu ini terlalu lama. Masa jabatan wakil jarang dibatasi, kecuali untuk presiden amerika serikat, yang sejak tahu 1951 hanya diizinkan memegang dua kali masa jabatan.
D.    Demokrasi Semu Amerika Serikat.
Kemenangan Bush untuk yang kedua kalinya dalam pemilu Amerika Serikat sekali lagi membuktikan dilema demokrasi. Betapa demokrasi telah melegitimasi seorang pemimpin yang sarat dengan agenda perang dan pembunuhan. Dan sayang sekali, opini masyarakat dunia tidak menjadi pertimbangan utama masyarakat Amerika untuk memilih pemimpin mereka, padahal yang sungguh-sungguh mengalami dampak negatif dari kepemimpinan presiden Bush adalah masyarakat dunia, bukan masyarakat Amerika semata.
Beberapa keputusan politik Bush yang menentukan, telah sedemikian meresahkan warga dunia, terutama karena keputusan-keputusan tersebut kerapkali jauh dari semangat rasionalisasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Bush seringkali hanya mendasarkan keputusannya syakwasangka dan petunjuk-petunjuk mistis masa lalu yang tidak berdasar. Mengapa serangan Bush ke Iraq dan ke negara manapun dalam rangka demokratisasi harus ditolak, serangan itu tidak hanya rapuh pada tataran teoritis, melainkan juga rapuh pada tataran praksis. Mendekati pemilu demokratis Iraq Januari 2005, intensitas pertumpahan darah terus meningkat kian hari.
Tentu tidak terbayangkan bagaimana sebuah pemilu “demokratis” bisa berjalan di tengah ancaman kemanan yang begitu nyata. Pertama, pada tataran teoritis, demokrasi sama sekali tidak identik dengan revolusi dan pertumpahan darah, melainkan ia merupakan mekanisme perebutan kekuasaan dengan sebuah kesadaran yang serasional mungkin.
Kudeta, pertumpahan darah, maupun revolusi tidak bisa menjadi instrumen demokrasi, karena hakikat demokrasi selalu mengandaikan sebuah proses panjang. Kalau ia dipaksakan terlalu dini, maka suasana demokratis tidak akan tercipta, yang munculmalah ketegangan berkepanjangan, dan itu sama sekali tidak kondusif bagi demokrasi. Salah satu penyebab gelombang demokrasi, yang dikemukakan oleh Samuel P. Huntington dalam Gelombang Demokratisasi Ketiga, adalah intervensi Amerika Serikat. Pertanyaan yang pertama untuk teori di atas adalah intervensi macam apa yang bisa mengubah sebuah masyarakat menuju era demokratis?
Dan akan semakin muncul lebih banyak pertanyaan, ketika negara yang diintervensi tersebut adalah negara-negara Muslim. Amerika, terlepas dari kesungguhan intervensi untuk demokratisasinya, terlanjur membwa kesan negatif bagi kalangan Muslim, maupun dunia ketiga pada umumnya. Dengan demikian, intervensi apapun dari Amerika Serikat, apalagi menggunakan kekuatan militer, tidak akan pernah efektif, ia akan menjadi musuh bersama baik yang pro perubahan maupun yang kontra perubahan.Kedua, pada tataran fakta, kasus Iraq menjadi contoh populer saat ini, Amerika Serikat ternyata sampai saat ini belum mampu mewujudkan mimpi demokrasi di Iraq yang ia intervensi dengan menggunakan senjata.
Bush membayangkan bahwa dengan menggulingkan Saddam Husein, rakyat Iraq akan serta merta menyambutnya sebagai kemenangan demokrasi. Tapi lambat laun impian itu semakin jauh panggang dari api. Perlawanan demi perlawanan demikian subur seperti jamur di musim hujan. Impian baru Bush dan para serdadunya, bahwa menaklukkan kota fallujah akan mengakhiri semangat para pejuang Muslim di Iraq, tentu juga akan jauh dari kenyataan. Sebab perlawanan tidak hanya di Fallujah, tapi juga di Samarra, Tikrit, Najaf, Baghdad sendiri, dan di semua wilayah Iraq. Barangkali Fallujah akan jatuh, tapi perlawanan itu akan terus berkobar.
Serdadu Amerika Serikat dan sekutunya akan menggunakan segala kecanggihan persenjataan melawan gelombang perlawanan dari serdadu-serdadu yang tidak jelas, sebab mereka berasal dari seantero dunia. Iraq menjadi surga bagi mereka yang hobbi perang suci. Tak akan pernah berakhir, sebab tidak akan ada yang pernah benar-benar kalah. Lalu kita sama termangu, benarkah senjata adalah solusi?
Fareed Zakaria, dalam buku The Future of Freedom: Illiberal Democracy at Home and Abroad, telah mewanti-wanti bahwa sangat tidak bijak memaksakn demokrasi ke negara-negara Islam, dan dunia ketiga yang lain, di mana fondasi struktural pendukung demokrasi tidak terbangun dengan kuat. Kalau demokrasi dipaksakan pada kondisi rapuh seperti itu, maka yang tercipta adalah demokrasi illiberal, di mana demokrasi hanya bermakna prosedural, yaitu adanya pemilu berkala, tapi unsur-unsur kebebasan sipil, kebebasan beragama, berpendapat, berkumpul, penjagaan hak privasi, kepemilikan pribadi, kebebasan malakukan perjalanan, kebebasan berniaga, dan seterusnya tidak ada. Pada titik tertentu, demokrasi malah akan memicu kerusuhan sosial.
Sebab demokrasi membuka kesempatan sepenuh-penuhnya bagi golongan non-demokratis untuk eksis di dunia publik. Masyarakat yang kurang cerdas akan sangat mudah dimobilisasi untuk melegitimasi sebuah kekuatan politik, yang sekalipun kekuatan itu membawa agenda-agenda non-demokratis.Barangkali tidak perlu terlalu jauh mengambil contoh, Amerika Serikat, kampium demokrasi dunia, baru saja melakukan pesta demokrasi yang disorot oleh seluruh penjuru dunia. Sangat tidak diragukan, bahwa proses pemungutan suara di A.S. sangat demokratis. Tapi banyak orang menjadi terbelalak, sebab ternyata prosedur demokratis belum tentu melahirkan hasil yang demokratis. Agenda Bush yang bertentangan dengan prinsip kebebasan dan demokrasi, seperti penolakan aborsi dan kawin sesama jenis, juga agenda serangan militer kepada beberapa negara tanpa alasan yang kuat, ternyata menjadi pilihan masyarakat “demokratis” Amerika. Maka demikianlah demokrasi, ia menyimpan ambivalensi di tubuhnya.
Kalau masyarakat serasional Amerika saja bisa memilih yang tidak demokratis dalam proses demokratis, apatah lagi di sebuah negara yang tidak memiliki basis masyarakat rasional, karena sekian lama hidup dalam keterpurukan ekonomi? Bush betul telah menumbangkan sang diktator ulung, Saddam Husein, tapi pada saat yang sama ia telah melakukan pembibitan diktator-diktator baru yang sama ganasnya dan lebih banyak. Tawaran yang diajukan oleh Fareed Zakaria adalah menunda pemilu untuk menyiapkan basic struktur yang kuat, berupa segala perangkat kebebasan konstitusional, bagi tegaknya demokrasi yang genuin, demokrasi liberal.Tapi alangkah tidak arifnya kalau kemudian mengangankan Saddam berkuasa kembali di Irak untuk menyiapkan segala perangkat tersebut.
Maka yang pertama kali harus dilakukan oleh tentara Asing A.S. dan sekutunya adalah segera angkat kaki dari Irak. Sebab kehadiran mereka menjadi legitimasi kelompok perlawanan Irak untuk terus melancarkan teror dan aksi bersenjata, yang hal itu cenderung mendapat legitimasi warga sipil. Dengan demikian, pemerintah transisional akan memperoleh jalan bagi rekonsiliasi nasional dan proses stabilisasi keamanan dengan meminimalisir penggunaan senjata. Legitimasi yang sangat minim kepada pemerintah transisional juga menjadi salah satu pemicu kerusuhan. Oleh karenanya, percepatan pemilu awal nampaknya juga harus menjadi prioritas. Sebab akan lebih mudah melakukan konsolidasi demokrasi di bawah kekuasaan dengan legitimasi yang tinggi, dibanding di bawah pemerintahan boneka buatan Amerika Serikat.
FOOTNOTE
[1] Hasan hanafi , “Al-Judzur at Tarikhiyyah,” hlm. 138
[2] Emha Ainun Nadjib, “Jejak Tinju Pak Kiayi”, kompas, Jakarta, 2008 hlm. 92
[3] Ibid.hlm.93
[4] http://wikipedia.com (diakses : 17 November 2012)
[5] http://updaterus.com (diakses : 17 November 2012)
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
DEMOKRASI DI INDONESIA
A.    Latar Belakang.
Dewasa ini, hampir seluruh warga di dunia mengaku menjadi penganut paham demokrasi. Demokrasi dipraktekkan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu negara ke negara lain. Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia. Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinanmereka bahwa konsep ini merupakan tata pemerintahan yang paling unggul menganut sistem demokrasi, demokrasi harus berdasarkan pada suatu kedaulatan rakyat, artinya kekuasaan negara itu dikelola oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha untuk membangun sistem politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada tahun 1945. Sebagai sebuah gagasan, demokrasi sebenarnya sudah banyak dibahas atau bahkan dicoba diterapkan di Indonesia. Pada awal kemerdekaan Indonesia berbagai hal dengan negaramasyarakat telah diatur dalam UUD 1945.
Para pendiri bangsa berharap agar terwujudnya pemerintahan yang melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Semua itu merupakan gagasan-gagasan dasar yang melandasi kehidupan negara yang demokratis.
Sebagai bentuk kesungguhan negara Indonesia, landasan tentang demokrasi telah tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 maupun Batang Tubuh UUD 1945. Seluruh pernyataan dalam UUD 1945 dilandasi oleh jiwa dan semangat demokrasi. Penyusunan naskah UUD 1945 itu sendiri juga dilakukan secara demokratis. UUD 1945 merangkum semua golongan dan kepentingan dalam masyarakat Indonesia. Dengan demikian, demokrasi bagi bangsa Indonesia adalah konsep yang tidak dapat dipisahkan.Budaya demokrasi di Indonesia perlu dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta hendaknya mengacu kepada akar budaya nasionalisme yang memiliki nilai gotong royong atau kebersamaan dan mementingkan kepentingan umum. Namun, budaya individualisme dan budaya liberal yang masuk melanda masyarakat dengan melalui arus globalisasi tidak mungkin bisa dibendung karena kemajuan teknologi.  
B.     Konsep Dasar Demokrasi
Sulit mencari kesepakatan dari semua pihak tentang pengertian atau definisi demokrasi. Ketika ada yang mendefinisikan demokrasi secara ideal atau juga disebut sebagai definisi populistik tentang demokrasi, yakni sebuah sistem pemerintahan ”dari, oleh, dan untuk rakyat” maka pengertian demokrasi demikian tidak pernah ada dalam sejarah umat manusia. Tidak pernah ada pemerintahandijalankan secara langsung oleh semua rakyat; dan tidak pernahada pemerintahan sepenuhnya untuk semua rakyat (Dahl 1971; Coppedge dan Reinicke 1993).
 Dalam praktiknya, yang menjalankan pemerintahan bukan rakyat, tapi elite yang jumlahnyajauh lebih sedikit. Juga tidakpernah ada hasil dari pemerintahan itu untuk rakyat semuanya secara merata, tapi selalu ada perbedaan antara yang mendapat jauh lebih banyak dan yang mendapat jauh lebih sedikit. Karena itu, ketika pengertian”demokrasi populistik” hendak tetap dipertahankan, Dahl mengusulkan konsep ”poliarki” sebagai pengganti dari konsep ”demokrasi populistik”tersebut. Poliarki dinilai lebih realistik untuk menggambarkan tentang sebuah fenomena politik tertentu dalam sejarah peradaban manusia sebab poliarki mengacu pada sebuah sistem pemerintahan oleh ”banyak rakyat” bukan oleh ”semua rakyat”,oleh”banyak orang” bukan oleh”semua orang.”
C.     Pengertian Demokrasi
Kebanyakan orang mungkin sudah terbiasa dengan istilah demokrasi. Secara etimologis, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” berarti rakyat dan “kratos” berarti kekuasaan atau berkuasa. Dengan demikian,demokrasi artinya pemerintahan oleh rakyat, dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas. Dalam ucapan Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16 (periode 1861-1865) demokrasi secara sederhana diartikan sebagai “the government from the people, by the people, and for the people”, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal balik, tetapi keduanya tidak sama.
Menurut Alamudi (1991) demokrasi sesungguhnya adalahseperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktik dan prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku, sehingga demokrasi sering disebut suatu pelembagaan dari kebebasan. Karena itu, mungkin saja mengenali dasar-dasar pemerintahan konstitusional yang sudah teruji oleh zaman, yakni hak asasi dan persamaan di depan hukum yang harus dimiliki setiap masyarakat untuk secara pantas disebut demokrasi.
Menurut International Commision of Jurist (ICJ), demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusankeputusan politik diselenggarakan oleh wn melalui wakil-wakil yg dipilih oleh mereka dan bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yg bebas.
Sedangkan menurur Henry B Mayo yang dikutip oleh Azyumardi Azra menyatakan bahwa:
Demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan plotik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. (Azyumardi Azra, 2003: 110)
Dari beberapa pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan, yang memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.
Demokrasi bertujuan mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara)      atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya dengan pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica),yaitu kekuasaan yang diperoleh dari rakyat harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu membentuk masyarakat yang adil dan beradaab,bahkan kekuasaan absolut pemerintah sering menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Demokrasi tidak akan datang,tumbuh,dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara.Oleh karena itu,demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya,yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan masyarakat).Bentuk konkret manifestasi tersebut adalah demokrasi menjadi way of life(pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi bernegara ,baik masyarakat maupun oleh pemerintah.
Menurut Nurcholich Madjid,demokrasi dalam kerangka diatas berarti proses melaksanakan nilai-nilai civility (keadaban) dalam bernegara dan bermasyarakat.Demokrasi merupakan proses  menuju dan menjaga civil society yang menghormati dan berupaya merealisasikan nilai-nilai demokrasi(Sukron,2002).Menurut Nurcholish Madjid (Gak Nur),pandangan hidup demokratis berdasarkan bahan-bahan telah berkembang, baik secara teoritis maupun pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya cukup mapan.
Negara atau pemerintah dalam menjalankan tata pemerintahan-nya dikatakan demokratis dapat dilihat dari empat aspek (Tim ICCE UIN Jakarta,2005:123),yaitu:
1.Masalah pembentukan negara;
2.Dasar kekuasaan negara;
3.Susunan kekuasaan negara;
4.Masalah kontrol rakyat.
D.    Prinsip Demokrasi Di Indonesia
Salah satu pilar demokrasi adalah trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif,yudikatif,dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen ) dalam berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini  diperlukan agar ketiga lembaga negara ini dapat saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkanprinsip cheks and balances.
Ketiga lembaga negara tersebut adalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif , lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyat (DPR,untuk Indonesia) yang memiliki  kewenangan  menjalankan kekuasan legislatif .Di bawah sistem ini,keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai dengan aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilian umum legislatif,selain sesuai dengan hukum dan peraturan.
Selain pemlihan umum legislatif , banyak keputusan atau hasil- hasil penting,misalnya pemilihan presiden suatu negara ,diperoleh melalui pemilihan umum.Di Indonesia , hak pilih hanya diberikan kepada warga negara yang telah melewati umur tertentu ,misalnya umur 18 tahun , dan yang tidak memiliki catatan criminal (misalnya,narapidana atau bekas narapidana). Pada dasarnya prinsip demokrasi itu sebagai berikut.
1.      Kedaulatan di tangan rakyat, Kedaulatan rakyat maksudnya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Ini berarti kehendak rakyat merupakan kehendak tertinggi. Apabila setiap warga negara mampu memahami arti dan makna dari prinsip demokrasi.
2.      Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya. Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebenarnya terlebih dahulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada tanggal 24 Desember 1945. Peraturan tentang hak asasi manusia, Undang-Undang Dasar 1945 dimuat dalam: Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama dan empat, Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia Indonesia telah tertuang dalam ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998. Setelah itu, dibentuk Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Undang-Undang yang mengatur dan menjadi hak asasi manusia di Indonesia adalah Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
3.       Pemerintahan berdasar hukum (konstitusi), Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak, bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
4.      Peradilan yang bebas dan tidak memihak, Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk diperlakukan sama di depan hukum, pengadilan, dan pemerintahan tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, kekayaan, pangkat, dan jabatan. Dalam persidangan di pengadilan, hakim tidak membeda-bedakan perlakuan dan tidak memihak si kaya, pejabat, dan orang yang berpangkat. Jika merekabersalah, hakim harus mengadilinya dan memberikan hukuman sesuai dengan kesalahannya.
5.      Pengambilan keputusan atas musyawarah, Bahwa dalam setiap pengambilan keputusan itu harus dilaksanakan sesuai keputusan bersama(musyawarah) untuk mencapai mufakat.
6.      Adanya partai plitik dan organisasi sosial politik, Bahwa dengan adanya partai politik dan dan organisasi sosial politik ini berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat.
7.      Pemilu yang demkratis, Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
E.     Ciri-ciri Demokrasi.
Menurut Henry B. Mayo dalam Miriam Budiarjo (1990: 62 ) dalam bukunya ”Introduction to Democratic Theory“, memberikan ciri-ciri demokrasi dari sejumlah nilai yaitu:
1) Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
2) Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
3) Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
4) Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
5) Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat.
6) Menjamin tegaknya keadilan.
Beberapa ciri pokok demokrasi menurut Syahrial Sarbini (2006 : 122) antara lain :
1) Keputusan diambil berdasarkan suara rakyat atau kehendak rakyat.
2) Kebebasan individu dibatasi oleh kepentingan bersama, kepentingan bersama lebih penting daripada kepentingan individu atau golongan.
3) Kekuasaan merupakan amanat rakyat, segala sesuatu yang dijalankan pemerintah adalah untuk kepentingan rakyat.
4) Kedaulatan ada ditangan rakyat, lembaga perwakilan rakyat mempunyai kedudukan penting dalam system kekuasaan negara.
F.      Nilai-Nilai Demokrasi
Mengutip pendapatnya Zamroni dalam Winarno (2007: 98), nilai-nilai demokrasi meliputi :
1.      Toleransi..
Bersikap toleran artinya bersikap menenggang (menghargai,membiarkan dan membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,kepercayaan, kebiasaan kelakuan dan sebagainya) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri. Dalam mayarakat demokratis seorang berhak memiliki pandangannya sendiri, tetapi ia akan memegang teguh pendiriannya itu dengan cara yang toleranterhadap pandangan orang lain yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendirianya. Sebagai nilai, toleransi dapat mendorong tumbuhnya sikap toleran terhadap keanekaragamaan, sikap saling percaya dan kesediaan untuk bekerjasama antarpihak yang berbeda-beda keyakinan, prinsip, pandangan dan kepentingan.
2.      Kebebasan mengemukakan pendapat.
Mengeluarkan pikiran secara bebas adalah mengeluarkan pendapat,pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik,psikis, atau pembatasan yang bertentangab dengan tujuan pengaturan tentan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Warga negara yang menyampaikan pendapatnya di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secar bebas dan memperoleh perlindungan hukum. Dengan demikian, orang bebas mengeluarkan pendapat tetapi perlu pengaturan dalam mengeluarkan pendapat tersebut agar tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan antar-anggota masyarakat.
3.      Menghormati perbedaan pendapat. Warga negara yang menyampaikan pendapatnya di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secar bebas dan orang lain harus bisa menghormati perbedaan pendapat orang tersebut.
4.      Memahami keanekaragaman dalam masyarakat. Perubahan Dinamis dan arus Globalisasi yang tinggi menyebabkan masyarakat yang memiliki banyak dan beragam kebudayaan kurang memiliki kesadaran akan pentingnya peranan budaya lokal kita ini dalam memperkokoh ketahanan Budaya Bangsa. Oleh karena itu kita harus memahami arti kebudayaan serta menjadikan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sebagai sumber kekuatan untuk ketahanan budaya bangsa.Agar budaya kita tetap terjaga dan tidak diambil oleh bangsa lain.
5.      Terbuka dan komunikasi. Demokrasi termasuk bersikap setara pada sesama warga ataupun terbuka terhadap kritik, masukan, dan perbedaan pendapat, bukanlah sekadar sebuah keputusan politik, apalagi kemauan pribadi perorangan belaka. Demokrasi adalah sebuah proses panjang kebiasaan dan pembiasaan bersama yang terus-menerus. Demokrasi pada dasarnya adalah sebuah kepercayaan akan kebijakan orang banyak. Jauh dalam lubuknya, lebih dari sekadar kepercayaannya akan kebebasan sebagai fitrah manusia, demokrasi adalah haluan yang berusaha menempatkan kesetaraan manusia di atas segalanya.
6.      Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan., Setiap manusia mempunyai hak yakni hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai kodrat dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang wajib untuk dilindungi dan dihargai oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku.
7.      Percaya diri., Rasa percaya diri adalah sikap yang dapat di tumbuhkan dari sikap sanggup berdiri sndiri, sanggup menguasai diri sendiri dan bebas dari pengendalian orang lain dan bagaimana kita menilai diri sendiri maupun orang lain menilai kita.sehingga kita mampu menghadapi situasi apapun. Individu yang mempunyai rasa percaya diri adalah  mengatur dirinya sendiri,dapat mengarahkan,mengambil inisiatif,memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri,dan dapat melakukan hal-hal untuk dirinya sendiri.
8.      Tidak menggantungkan pada orang lain. Kekuasaan yang diberikan rakyat melalui satu proses demokratis dan dilaksanakan secara benar bersifat mengikat semua warga. Tetapi warga tetap memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol atas penyelenggaraan kekuasaan. Hal ini hanya dapat tercapai apabila semua orang yang terlibat Di dalam aksi massa itu adalah warga yang berpikir mandiri dan serius. Rakyat yang menjadi pendukung utama demokrasi adalah rakyat yang madani, yang mandiri dalam pemikirannya. Dia mesti menjadi orang yang mengetahui apa yang dilakukannya dan mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatannya.
9.      Saling menghargai. Salah satu sifat yang mesti diwujuddkan dalam kehidupan sehari-hari ialah saling menghargai kepada sesama manusia dengan berlaku sopan,tawadhu, tasamuh, muru‟ah (menjaga harga diri), pemaaf, menepati janji, berlaku „adil dan lain- lain. sebagainya. Harga menghargai ditengah pergaulan hidup, setiap anggota masyarakat mempunyai tanggung jawab moral untuk mempertahankan dan mewujudkan citra baik dalam masyarakat dengan menampakkan tutur kata, sikap dan tingkah laku, cara berpakaian, cara bergaul, lebih bagus daripada orang  lain.
10.  Mampu mengekang diri. Dengan kemampuan mengekang diri, maka hidup akan lebih tertata, dan lebih memungkinkan baginya mencapai sukses. Sebagai orang yang mampu mengekang diri, maka ia akan: Pertama, membangun komitmen yang kuat untuk tidak berpikir, bertindak, bersikap, dan berperilaku yang bertentangan dengan firman Allah SWT. Kedua, karena Allah SWT juga memerintahkan agar setiap manusia mampu memberi manfaat optimal bagi lingkungannya, maka ia berkomitmen untuk menjadikan pikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya bermanfaat optimal bagi lingkungannya. Ketiga, ia bersungguh-sungguh mewujudkan komitmennya agar ia dapat mewujudkan komitmennya.
11.  Kebersamaan. Manusia adl makhluk sosial yang tdk bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan kebersamaan dlm kehidupannya. Tuhan menciptakan manusia beraneka ragam dan berbeda-beda tingkat sosialnya. Ada yang kuat ada yang lemah ada yang kaya ada yang miskin dan seterusnya. Demikian pula Tuhan ciptakan manusia dengan keahlian dan kepandaian yang berbeda-beda pula. Semua itu adalah dalam rangka saling memberi dan saling mengambil manfaat.
12.  Keseimbangan, Satu hal yang juga hampir boleh dikatakan tidak dapat lepas dari diri kita adalah kenyataan bahwa kita juga menjadi bagian dari kelompok kemasyarakatan dimanapun lingkungan kita berada, otomatis semua orang mempunyai fungsi dan peran sosialnya masing-masing dalam struktur kemasyarakatan tersebut, walau sekecil apapun peranan tersebut. Kehidupan masyarakat yang seimbang dapat dibayangka sebagai kehidupan masyarakat yang tumbuh secara bebas dan positif, penuh dengan variasi dan dinamikanya dalam suatu keteraturan uang serasi dan harmonis.
G.    Pilar Demokrasi di Indonesia.
Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sanusi (2006) mengetengahkan sepuluh pilar demokrasi yang dipesankan oleh para pembentuk negara (the founding fathers) sebagaimana diletakkan di dalam UUD 1945 sebagai berikut:
1.                  Demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Esensinya adalah seluruh sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI haruslah taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.                  Demokrasi dengan kecerdasa,  Demokrasi harus dirancang dan dilaksanakan oleh segenap rakyat dengan pengertian-pengertiannya yang jelas, dimana rakyat sendiri turut terlibat langsung merumuskan substansinya, mengujicobakan disainnya, menilai dan menguji keabsahannya. Sebab UUD 1945 dan demokrasinya bukanlah seumpama final product yang tinggal mengkonsumsi saja, tetapi mengandung nilai-nilai dasar dan kaidah-kaidah dasar untuk supra-struktur dan infra-struktur sistem kehidupan bernegara bangsa Indonesia. Nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar ini memerlukan pengolahan secara seksama. Rujukan yang mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa tidak dimaksudkan untuk diperlakukan hanya sebagai kumpulan dogma-dogma saja, melainkan harus ditata dengan menggunakan akal budi dan akal pikiran yang sehat. Pengolahan itu harus dilakukan dengan cerdas.
3.                  Demokrasi yang berkedaulatan rakyat, Demokrasi menurut UUD 1945 ialah demokrasi yang berkedaulatan rakyat, yaitu kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki atau memegang kedaulatan itu. Kedaulatan itu kemudian dilaksanakan menurut undang-undang dasar.
4.                  Demokrasi dengan rule of law, Negara adalah organisasi kekuasaan, artinya organisasi yang memiliki kekuasaan dan dapat menggunakan kekuasaan itu dengan paksa. Dalam negara hukum, kekuasaan dan hukum itu merupakan kesatuan konsep yang integral dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Implikasinya adalah kekuasaan negara harus punya legitimasi hukum. Esensi dari demokrasi dengan rule of lawadalah bahwa kekuasaan negara harus mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth). Kekuasaan negara memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan kepura-puraan. Kekuasaan negara menjamin kepastian hukum (legal security), dan kekuasaan ini mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest) seperti kedamaian dan pembangunan. Esensi lainnya adalah bahwa seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, memiliki akses yang sama kepada layanan hukum. sebaliknya, seluruh warga negara berkewajiban mentaati semua peraturah hukum.
5.                  Demokrasi dengan pembagian kekuasaan negara, Demokrasi dikuatkan dengan pembagian kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang bertanggung jawab menurut undang-undang dasar.
6.                  Demokrasi dengan hak azasi manusia, Demokrasi menurut UUD 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asasi, melainkan untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya. Hak asasi manusia bersumber pada sifat hakikat manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia bukan diberikan oleh negara atau pemerintah. Hak ini tidak boleh dirampas atau diasingkan oleh negara dan atau oleh siapapun.
7.                  Demokrasi dengan peradilan yang merdeka, Lembaga peradilan merupakan lembaga tertinggi yang menyuarakan kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum. Lembaga ini merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka (independent). Ia tidak boleh diintervensi oleh kekuasaan apapun. Kekuasaan yang merdeka ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya. Di muka pengadilan, semua pihak mempunyai hak dan kedudukan yang sama.
8.                  Demokrasi dengan otonomi daerah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945 yang mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah (Pasal 18 UUD 1945).
9.                  Demokrasi dengan kemakmuran
Demokrasi bukan sekedar soal kebebasan dan hak, bukan sekedar soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula sekedar soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan. Demokrasi bukan pula sekedar soal otonomi daerah dan keadilan hukum. sebab berbarengan dengan itu semua, demokrasi menurut UUD 1945 ternyata ditujukan untuk membangun negara berkemakmuran/kesejahteraan (welfare state) oleh dan untuk sebesar-besarnya rakyat Indonesia.
10.              Demokrasi yang berkeadilan sosial, Demokrasi menurut UUD 1945 menggariskan keadilan sosial diantara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat. Keadilan sosial bukan soal kesamarataan dalam pembagian output materi dan sistem kemasyarakatan. Keadilan sosial justru lebih merujuk pada keadilan peraturan dan tatanan kemasyarakatan yang tidak diskriminatif untuk memperoleh kesempatan atau peluang hidup, tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, politik, administrasi pemerintahan, layanan birokrasi, bisnis, dan lain-lain.
H.    Perkembangan Demokrasi Di Indonesia.
Setelah Orde Baru tumbang yang ditandai oleh turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada bulan Mei 1998 terbuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk kembali menggunakan demokrasi. Demokrasi merupakan pilihan satu-satunya bagi
bangsa Indonesia karena memang tidak ada bentuk pemerintahan atau sistem politik lainnya yang lebih baik yang dapat dipakai untuk menggantikan sistem politik Orde Baru yang otoriter. Oleh karena itu ada konsensus nasional tentang perlunya digunakan demokrasi setelah Orde Baru tumbang. Gerakan demokratisasi setelah Orde Baru dimulai dengan gerakan yang dilakukan oleh massa rakyat secara spontan. Segera setelah Soeharto menyatakan pengunduran dirinya, para tokoh masyarakat membentuk  sejumlah partai politik dan melaksanakan kebebasan berbicara danberserikat/berkumpul sesuai dengan nilai-nilai demokrasi tanpa mendapat halangan dari pemerintah. Pemerintah tidak melarang demokratisasi tersebut meskipun peraturan perundangan yang berlaku bias digunakan untuk itu. Pemerintah bisa saja, umpamanya, melarang pembentukan partai politik karena bertentangan dengan UU Partai Politik dan Golongan Karya yanghanya mengakui dua partai politik dan satu Golongan Karya. Tentu saja pemerintah tidak mau mengambil resiko bertentangan dengan rakyat sehingga pemerintah membiarkan demokratisasi bergerak sesuai dengan keinginan rakyat. Pemerintah kemudian membuka peluang yang lebih luas untuk melakukan demokratisasi dengan mengeluarkan tiga UU politik baru yang lebih demokratis pada awal 1999. Langkah selanjutnya adalah amandemen UUD 1945 yang bertujuan untuk menegakkan demokrasi secara nyata dalam sistem politik Indonesia.Demokratisasi pada tingkat pemerintah pusat dilakukan bersamaan dengan demokratisasi pada tingkat pemerintah daerah (provinsi,kabupaten, dan kota). Tidak lama setelah UU Politik dikeluarkan,diterbitkan pula UU Pemerintahan Daerah yang memberikan otonomi yang luas kepada daerah-daerah.Suasana bebebasan dan keterbukaan yang terbentuk pada tingkat pusat dengan segera diikuti oleh daerahdaerah. Oleh karena itu beralasan untuk mengatakan, demokratisasi di Indonesia semenjak 1998 juga telah menghasilkan demokratisasi pada tingkat pemerintah daerah.Sesuai dengan perkembangan demokratisasi di tingkat pusat, di tingkat provinsi (juga di tingkat kabupaten dan kota) dilakukan penguatan kedudukan dan fungsi tersebut mempunyai kedudukan yang sama dengan gubernur. Gubernur tidak lagi merupakan “penguasa tunggal” seperti yang disebutkan dalam UU Pemda yang dihasilkan selama masa Orde Baru.DPRD telah mendapatkan perannya sebagai lembaga legislatif daerah yang bersama-sama dengan gubernur sebagai kepala eksekutif membuat peraturan daerah (perda). DPRD Provinsi menjadi lebih mandiri karena dipilih melalui pemilihan umum (pemilu) yang demokratis. Melalui pemilu tersebut, para pemilih mempunyai kesempatan menggunakan hak politik mereka untuk menentukan partai politik yang akan duduk di DPRD. Suasana kebebasan yang tercipta di tingkat pusat sebagai akibat dari demokratisasi juga tercipta di daerah. Partisipasi masyarakat dalam memperjuangkan tuntutan mereka dan mengawasi jalannya pemerintahan telah menjadi gejala umum di seluruh provinsi di Indonesia. Berbagai demonstrasi dilakukan oleh kelompok- kelompok masyarakat, tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di pelosok-pelosok desa di Indonesia.Rakyat semakin menyadari hak-hak mereka sehingga mereka semakin peka terhadap praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan yang tidak benar dan merugikan rakyat.Hal ini mengharuskan pemerintah bersikap lebih peka terhadap aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat. Demokratisasi telah membawa perubahan-perubahan politik baik di tingkat pusat maupun daerah. Apa yang terjadi di tingkat pusat dengan cepat ditiru oleh daerahdaerah. Demokratisasi merupakan sarana untuk membentuk system politik demokratis yang memberikan hak-hak yang luas kepada rakyat sehingga pemerintah dapat diawasi untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Dalam perkembangan-nya demokrasi di Indonesia,demokrasi dibagi dalam beberapa periode berikut:
1.      Pelakasanaaan Demokrasi pada Masa Revolusioner (1945-1950).
Tahun 1945-1950,Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia.Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik karena masih adanya revolusi fisik.Pada awalnya kemerdekaan masih terdapat  sentralisasi kekuasaan.Hal itu terlihat pada pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa sebelum MPR ,DPR dan DPA dibentuk menurut UU ini ,segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan  dibantu oleh KNIP.Untuk menghindari bahwa negara Indonesia adalah negara  yang absolute ,pemerintah mengeluarkan:
a.Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 oktober 1945,KNIP berubah menjadi lembaga legislatif;
b.Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang Pembentuksn Partai Politik;
c.Maklumat Pemmerintah tangaal 14 november 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi parlementer.
2.      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Lama.
a.       Masa Demokrasi Liberal 1950-1959
Pada masa demokrasi ini peranan parlemen ,akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.Akan  tetapi ,praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
1)      Dominannya partai politik ;
2)      Lanadasan social ekonomi yang masih lemah ;
3)      Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1945.
Atas dasar kegagalan itu,Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 juli 1959 yanag isinya:
1).  Bubarkan konstituante.
2).  Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUDS 1950
3).  Pembentukan MPRS dan DPAS.
b.      Masa Demokrasi Terpimpin.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No.VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat  secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom.Ciri-cirinya adalah:
1).  Tingginya dominasi presiden
2).  Terbatasnya peran partai politik
3).  Berkembangya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi  terpimpin antaara lain:
1). Sistem kepartaian menjadi tidak jelas ,dan para pemimpin partai banyak yang dipenjarakan;
2). Peranan parlemen lemah,bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden  dan  presiden membentuk DPRGR ;
3). Jaminan HAM lemah;
4). Terbatasnya peran pers;
5). Kebijakan politik luar negeri memihak ke RRC (blok timur) yang memicu terjadinya peristiwa pemberontakan G 30 S PKI . 
3.      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Baru 1966-1998.
Pelaksanaan demokrasi Orde Baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 maret 1996.Orde Baru  bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen .Awal Orde Baru member harapan baru kepada rakyat pemnbangunan di segala bidang melalui  Pelita  I,II,III,IV,V dan masa Orde Baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umun tahun 1971,1977,1782 ,1987,1992,dan 1997.Meskipun demikian pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Baru ini dianggap gagal dengan alsan:
a.       Tidak addanya rotasi kekuaan eksekutif;
b.      Rekrutmen politik yang tertutup;
c.       Pemilu yang jauh dari semangat demokrasi ;
d.       Pengakuan HAM yang terbatas;
e.       Tumbuhnya KKN yang merajalela.
f.       .Pelaksaan Demokrasi Orde Reformasi 1998- Sekarang
Demokrasi pada masa reformasi pada dasanrnya merupakan demokrasi dengan  pernbaikan peraturan yang tidak demokratis,dengan meningkatkan peran lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi,wewenang,dan tanggung jawab yang mengacu  pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif,legislative,dan yudikatif.
Masa reformasi berusaha membangun kehidupan yang demokratis antara lain dengan:
a.       Keluarnya Ketetapan MPR RI No.X/MPR/1998 tentang pokok-pokok  reformasi;
b.      Ketetapan No.VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referendum;
c.       Tap MPR RI No.XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN;
d.      Tap MPR RI No.XIII/MPR/1998 tentang ppembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI;
e.       Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I,II,III,IV.
Disisi lain ada jugak ahli yang berpendapat tentang pelaksanaaan demokrasi di Indonesia yaitu Menurut Azyumardi Azra (2000: 130-141) Perkembangan demokrasi
di Indonesia dari segi waktu dapat dibagi dalam empat periode, yaitu :
1.      Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer..
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
2.      Periode 1959-1965 (Orde Lama)Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi terpimpin. Dalam demokrasi terpimpin ditandai oleh tindakan yang menyimpang dari atau menyeleweng terhadap ketentuan Undangundang Dasar. Dan didalam demokrasi terpimpin terdapat ciri-ciri yaitu adanya dominasi dari Presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Dekrit Presiden 5 Juli dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Misalnya berdasarkan ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Selain itu, terjadi penyelewengan dibidang perundang-undangan dimana pelbagai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...