Kelompok...1
HADIS PADA MASA RASULULLAH.
·
Penyampain hadis masa rasulullah:
1.
Mellaui majlis ilmi, tempat pengajian yang diadakan oleh nabi untuk
membina para jama’ah.
2.
Rasul menyampaikan hadis melalui sahabat-sahabat tertentu yang
kemudian sahabat menyampaikan ke orang lain.
3.
Untuk hal-hal sensitif, berkenaan dengan soal keluarga nabi
menyampaikan melalui istri-istrinya
4.
Mellaui ceramah atau pidato terbuka
5.
Melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh sahabat.[1]
·
Faktor para sahabat yang mendapat banyak dan sedikit hadis dari
nabi saw:
1.
Perbedaan mereka soal kesempatan bersama rasul
2.
Perbedaan soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain
3.
Perbedaan karena beda waktu masuk islam
4.
Tempat tinggal dari masjid rasul.[2]
·
Pendapat boleh dan tidak boleh nulis hadis masa rasulullah:
1.
Larangannya pada periode permulaan, sedangkan izin penulisan pada
akhir kerasulan.
2.
Larangan bagi yang kuat hafalan dan tidak dapat tulis dengan baik.
Yang tidak kuat hafal dan menulis dengan baik amka boleh.
3.
Khawatir campur aduk dengan Al-Qur’an, ijin menulis bagi yang tidak
di khawatirkan campur aduk dengan Al-Qur’an.
4.
Larangan bagi yang kurang pandai menulis, sementara yang pandai
tidak.
5.
Jadi, larangan menulis di mansuk oleh perintah menulis.[3]
·
Di masa rasul sudah ada sahabat yang menulis hadis sdalam bentuk
catatan pribadi, bukan sebagai penulis resmi. Pada masa Ali ada konflik
perpecahan, sehingga tidak segan-segan membuat hadis maudhu’, sehingga ulama
melakukan perlawatan (mengunjungi negara lain) untuk mengecek kebenaran hadis
itu.[4]
·
Hadis pada masa sahabat. Masa ini menunjukan ada pembatasan
periwayatan. Para sahabat pada masa ini belum sama sekali memikirkan untuk
mengimpun dan pengkondifikasian hadis karena banyak masalah yang terjadi.[5]
·
Kehati-hatian abu bakar dan sahabat masalah hadis. Pernah ada suatu
hari nenek bertanya soal warisan untuknya. dalam Al-Qur’an dan hadis tidak ada
yang ditemukan oleh abu bakar. Kemudian Al-Mughirah menyebut bahwa rasul SAW.
memberinya seperenam. Abu bakar tidak percaya, lalu Al-Mughirah mendatangkan saksi
dan benar.[6]
·
Pada masa tabi’in, masa ini dikenal masa penyebarnya periwayatan
hadis karena masa ini tersebarnya hadis ke berbagai wilayah islam dalam fase
ini terkenal beberapa sahabat yang meriwyatkan hadis:
1.
Awal masuk islam, khulafa ur-rasyidin dan Abdullah ibn mas’ud.
2.
Menerima sebagian dari sahabat lain dan panjang umurnya. Ex: Anas
bin malik, walau beliau masuk islam ketika nabi menetap di amdinah.
3.
Terus mendampingi nabi dan kuat hafalan. Ex; abu hurairah
4.
Lama menyertai nabi. Ex: istri-istruinya
5.
Berusaha untuk mencatatnya. Ex; Abdullah ibn Amr bin Ash.[7]
·
Ulama besar yang pertama membukukan hadis pada masa khalifah. Ex:
abu bakar muhammad ibn muslim ibnu ubaidillah ibnu syihab az-zuhri, seorang
tabi’in dan muhammad syihab al-zuhri akan tetapi sayang karya kedua tabi’in ini
lenyap tidak sampai kegenerasi sekarang.[8]
·
Kitab hadis yang paling tua adalah Al-Muwatha, susunan imam malik
atas perintah khalifah Al-Mansur.[9]
·
Menurut M.M Azmi hadis secara lughawiyali berati komunikasi, kisah,
percakapan, religius ataus ekuler, historis atau kontemporer.[10]
·
Sunnah perjalanan, perilku dan acara atau jalan yang baik dan
terpuji, karakter dan tabiat, tradisi suatu pekerjaan atau menerus atau
berkelanjutan. Istilah adalah segala sesuatu yang datang dari nabi saw. baik
berupa perkataan, perbuatan, pengakuan, sifat fisik atau perangi atau sejarah,
baik sebelum diangkat jadi rasul seperti menyendiri beribadah beribadah dalam
gua hira setelahnya.[11]
·
Ada beberapa ulama mengatakan bahwa khabar lebbih umum dari hadis,
karena dalam khabar termasuk semua yang diriwayatkan baik dari nabi saw, maupun
yang selainnya.[12]
·
Atsar diartikan peninggalan atau bekas sesuatu. Maksudnya
peninggalan nabi karena hadis itu peninggalan nabi, menurut ulama hadis adalah
sesuatu yang di sandarkan kepada nabi (marfu’) para sahabat (Mauquf) adalah
ulama salaf.
a.
Persamaan hadis, sunnah, khabar, atsar digunakan untuk maksud sama.
Hadis mutawatir disebut juga sunnah mutawatir, hadis mutawatir di sebut juga
khabar mutawatir.
b.
Perbedaan, hadis menyangkut ucapan, perbuatan dan ketetapan nabi
setelah diangkat ajdi rasul. Sedangkan sunnah lebih sempit cakupannya, hanya
perbuatan nabi yang menyangkut hukum dan ibadah. Hadis dari nabi, khabar dari
selain nabi bisa dari sahabat, tabi’in, atsar mencakup segala sesuatu yang
datang dari sahabt dan tabi’in saja sedangkan khabar lebih umum (irfan
khumaidi, ilmu hadis untuk pemula, hal.[13]
c.
Bid’ah adalah antonim dari sunnah. Menurut bahasa yaitu sesuatu
yang baru. Jadi bid’ah adalah sesuatu yang baru pertama kali, tidak ada contoh sebelumnya.
Atau sesuatu yang tidak ada contohnya dari rasul atau dari sahabat.[14]
d.
Pada dasarnya bid’ah itu berlawanan dengan sunnah karena sunnah
adalah cara rasul saw. mengenai masalah agama bukan masalah-masalah yang
berhubungan dengan adat.[15]
e.
Menurut abul baqa’ sesungguhnya lafaz dan dan makna Al-Qur’an berasal dari Allah melalui pewahyuan,
sedangkan hadis qudsi itu lafaznya dari rasul sedangkan makna dari Allah
mellaui penghilman dan mimpi.[16]
f.
Al-Quran mutawatir sedangkan
hadis qudsi itu tidak ada yang mutawatir, bahkan sebagian ada yang dho’if.[17]
g.
Proses penyampaian al-qur’an mellaui wahyu sedangkan hadis qudsi
melalui ilham atau mimpi.[18]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....2
PERIODE KONDIFIKASI HADIS
·
Secara bahasa tadwin diterjemahkan dnegan kumpulan shahifah. Secara
luas tadwin diartikan dengan al-jam’u (mengumpulkan), az-zahrawi merumuskan
tadwin adalah mengikat yang berserak-serakan kemudian mengumpulkan menjadi satu
kitab yang terdiri dari lemabaran-lembaran. Sementara yang dimaksud tadwin
hadis pada periode ini adalah pembukuan (kondifikasi) secara resmi berdasarkan
perintah kepala negara, dengan melibatkan beberapa personil dibidangnya. Bukan
yang dilakukan secara perseorangan atau untuk kepentingan pribadi, seperti
terjadi di masa rasulullah saw. hadis yang kontroversil masalah tadwin ini:
1.
“Tulislah! Demi dzat yang jiwaku ada di tangannya, tidak keluar
darinya kecuali yang hak”.
2.
“janganlah kamu tulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an, barangsiapa
telah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an hendaklah ia menghapusnya.[19]
·
Sikap umar bin abdul aziz:
1.
Ia khawatir terhadap hilangnya hadis-hadis dengan meninggalnya para
ulama di medan perang
2.
Akan tercampurnya hadis shohih dan palsu.[20]
·
Penulis hadis dikalangan sahabat:
a.
Abu hurairah “bapaknya kucing” pada saat rasulullah melihatnya
selalu bersama kucing, lalu diberi nama Abu hurairah dan masuk islam pada abad ke 7 H, pada saat
perang khaibar. Hadis yang diriwayatkan sebnayak 5.374 hadis. Faktor:
1.
Rajin menghadiri majlis nabi SAW.
2.
Selalu menemani rasulullah karena ia sebagai penghuni suffah di
masjid nabawi.
3.
Kuat ingatan dan di doakan rasulullah agar kuat ingatannya.
4.
Banyak berjumpa dengan sahabat senior.
b.
Abdullah bin Umar. Anak kedua umar, masuk islam umur 10 tahun
bersama ayahnya. Menurut imam malik selama 60 tahun sesudah wafat nabi, ibnu
umar memberi fatwa dan meriwayatkan hadis jumlah hadis 2. 603 hadis. Faktor:
1.
Sahabat pendahulu masuk islam, berusia panjang 87 tahun
2.
Selalu hadir majlis nabi SAW. dan iparnya nabi.
3.
Tidak punya ambisi kedudukan.
c.
Anas bin Malik, khadim (pelayan) nabi SAW. yang terpercaya. 2. 286
hadis.
d.
Aisyah, putri abu bakar di nikahi rsulullah suia 6 tahun, dan
berkumpul jadi suami istri umur 9 tahun. 2. 210 hadis.
e.
Abdullah bin abbas, saudara sepeupu rasulullah atau anak apaman
nabi abbbas bin abdul muthalib. Ia berumur 13 thaun pada waktu nabi wafat, ahli
tafsir dan 1. 660 hadis.
·
Penulisan masa tabi’in. Tabi’in adalah berarti mengikuti atau
berjalan di belakang.
a.
Sai ibn Al-Musayyab 13H/634 M, wafat masa al-walid ibn abdul malik
713 M.
b.
Urwah ibn az-zubair, lahir masa pemerintahan umar (22H), wafat 93
H.
c.
Nafi’ Al-adawy.
d.
Al-hasan bisry fuqaha, lahir 21 H dan besar dalam pemeliharaan Ali
bin Abi thalib.
e.
Muhammad bin sirrin, lahir 33 H. Wafat 119 H. Telinga agak berat
(pendengaran lemah).[21]
·
Kedudukan hadits sebagai sumber hukum islam/fungsi hadis terhadap
Al-Qur’an:
1.
Bayan at-tafsir. Menerangkan Ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan
musytarak. Fungsi hadis disini adalah memberikan perincian :
a.
Tafsir Al-Mujmal, Shollu kama roaitumuni usholli
b.
Tafsir Al-amm, Dan Allah mensyariatkan bagimu tentang bagian pusaka
untuk anakmu yaitu, bagian seorang anak lelaksama dengan bagian dunia orang
perempuan, kemudian di khususkan (takhsis): La yarisul qaatalu minal muqtal,
Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan (HR. Ahmad).[22]
c.
Taqyid Al-Mutlaq, hadis membatasi kemutlakan ayat-ayat A-Qur’an.
Ex: Potong tangan.
2.
Bayan at-taqrir, fungsinya mmeperkokoh dan memperkuat pernyataan
Al-Qur’an. Ex: apabila kalian melihat bulan, maka berpuasalah (HR. Muslim),
=> ini dengan ayat Famansyahida minkumulsyahra falyasumhu, maka
barangsiapa mempersaksikan pada waktu bulan, hendaklah ia berpuasa (Al-Baqarah,
185).
3.
Bayan at-tasyri’ mewujudkan suatu hukum atau ajaran yang tidak di
dapati dalam Al-Qur’an atau dalam Al-Qur’an ahanya pokok-pokoknya. Dianatara
hadis nabi :”Haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara isteri dengan
bibinya), hukum syuf’ah, hk. Pejina wanita yang masih perawan, hak waris, zakat
fitrah.[23]
4.
Bayan al-Nasakh, membatalkan , menghilangkan, memudahkan atau
mengubah.[24]
Menurut ulama mutaqaddim terjadi nasak ini karena adanya dalil syara’ yang
mengubah suatu hukum (ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa
berlakunya, untuk selama-lamanya (temporal).
Hadis: “Tidak ada
wasiat bagi ahli waris”. (La wasiyyatu lil warisi)”
Ayat:”
berweasiatlah untuk ibu dan bapak dan karib kerabat, karena itu wajib baginya”.
(khairul wasiyyatu lilwalidaini wal aqrabiina).
Sementara yang
menolak nasak ini yaitu imam syafi’i, kelompok lain yang menolak adalah mazhab
zahiriyah dan khawarij.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....3
PENERIMAAN HADIS ANAK-ANAK DAN ORANG KAFIR
·
Jumhur ulama ahli hadis, periwayatan suatu hadis oleh anak yang
belum sampai umur (belum mukallaf) dianggap sah apabila periwayan hadis
tersebut disampaikan kepada orang lain pada waktu sudah mukallaf (bisa
membedakan kuda dan khimar):
1.
Al-qadhiyad menetapkan, bahwa minimal usia minimal usia anak
diperbolehkan bertahammul paling tidak sudah berusia 5 tahun. Hadis
diriwayatkan Bukhari dari sahabat mahmud bin Al-rubai :”Saya ingat nabi SAW
meludahkan air yang dianbilnya dari timba ke mukaku, sedang pada saat itu saya
berusia 5 tahun”.
2.
Abu abdullah al-zubai mengatakan bahwa sebaiknya anak diperbolehkan
menulis hadis pada saat usia 10 tahun.
3.
Ulama syam harus berusia 30 tahun.
4.
Ulama huffah 20 tahun.[25]
·
Cara penerimaan hadis:
1.
Al-sima, ini penerimaan ahdis paling tinggi
2.
Al-ijazah, seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk
meriwayatkan hadis atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu,
sekalipun muridnya tidak membacakan kepada gurunya atau tidak mendengar bacaan
gurunya. Bentuk ijazah ini ada 6 yaitu:
a.
Guru mengijazahkan sebuah kitab/bbrp kitab.
b.
Kepada orang tertentu “saya ijazahkan kepadamu sesuatu untuk kamu
riwayatkan kepada orang lain.
c.
Ijazah seacra umum “saya ijazahkan kepada kaum muslimin atau pada
orang-orang yang hadir”.
d.
Bentuk ijazah kepada orang yang tidak tertentu untuk meriwayatkan
sesuatu yang tidak tertentu => ini fasid atau rusak.
e.
Bentuk ijazah pada orang yang tidak ada, ex: Mengijajahkan kepada
bayi yang masih dalam kandungan, bentuk ijazah ini tidak sah.
f.
Bentuk ijazah mengenai sesuatu yan g belum diperdengarkan, ungkapan
“saya ijazahkan kepadamu untuk kamu riwayatkan darisesuatu yang akan
kudengarnya” cara inipun dianggap batal.
g.
“saya ijazahkan kepadamu ijazahku” ini boleh.
3.
Al-Munawalah, yaitu guru memberikan ahdis-hadis atau kitab kepada
murid. Al-munawalah di bagi 2 bentuk:
1.
Al-munawalah dibarengi dengan ijazah. Ex: setelah sang guru
menyerahkan kitab, lalu ia katakan “inilah riwayat saya, maka riwayatkan
dariku” ini syah oleh para ulama.
2.
Al-munawalah tanpa dibarengi ijazah, seperti perkataan “ini hadis
saya, atau ini hasil pendengaranku atau dari periwayatanku dan tidak mengatakan
riwayatkanlah dariku atau ijaahkan kepadamu” ini tidak diperbolehkan.
4.
Almukatabah yaitu seorang guru emnuliskan sendiri atau menyuruh orang
lain untuk menuliskan sebagian hadisnya, guna diberikan kepada murid yang ada
dihadapannya atau yang tidak hadir dengan jalan dikirimi surat melalui orang
yang dipercaya untuk menyampaikannya. Al-muktabah ada 2:
a.
Al-muktabah dibarengi ijazah, guru menuliskan beberapa hadis untuk
diberi pada murid dengan kata ‘ini hasil periwayatanku, maka riwayatkanlah
=> dapat diterima.
b.
Al-muktabah tidak dibarengi ijazah, guru menuliskan hadis untuk
diberikan kepada murid tanpa disertai perintah untuk meriwayatkan.
5.
Al-i’lam, yaitu bahwa kitab atau hadis yang di riwayatkannya dia
terima dari seseorang guru dengan tanpa memberikan izin kepada muridnya untuk
meriwayatkanya atau menyuruhnya, sebagian ulma ushul ini tidak sah. Ex: “I’lamni
fulana qaala haddatsna” (seseorang telah memberitahukan kepadakutelah
berhak pada kmai).
6.
Al-wasiyah, seorang guru, ketika akan meninggal atau bepergian
meninggalkan pesan kepada orang lain untuk meriwayatkan hadis atau kitabnya,
setelah sang guru meninggal atau bepergian. Periwayatan macam ini dikenal
lemah. Sementara ibnu sirrin mmebolehkan mengamalkan hadis ini. Orang yang
diberi wasiat ini tidak boleh meriwayatkan hadis dari si pemberi wasiat dengan
redaksi 9seseorang telah memberitahukan kepadaku begini), karena si penerima
wasiat tidak bertemu dengannya.
7.
Al-wijadah, seorang memperoleh hadis orang lain dengan mempelajari
kitab-kitab hadis dengan tidak melalui cara al-sama’, al-ijazah, atau
al-munawalah, para ulama berselisih pendapat tentang cara ini, imam syafi’i
memperbolehkan.[26]
·
Cara menyampaikan hadis:
1.
Masa rasulullah:
1.
Majelis ilm melalui para jama’ah.
2.
Dalam banyak kesempatan rasul juga menyampaikan kepada sahabt
tertentu, yang dikemukakan oleh para sahabat tersebut disampaikan kepada orang
lain.
3.
Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka. Ex; haji wada dan
fathul mekkah.
4.
Melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabatnya.
Ex: ibadah.
2.
Masa sahabat: yaitu abu bakar, umar, usman, ali atau Khibaru
sahabah atau sahabat besar, pada masa ini hanya menjaga yang diwarisi nabi yaitu
Al-Qur’an dan As-sunnah.
3.
Masa tabi’in, cara penyampaian melalui pusat-pusat kegiatan
pembinaan hadis:
a.
Dimadinah
b.
Dimekkah
c.
Dikuffah:
1.
Sahabat: 2.
Tabi’in:
-
Ali bin abi thalib -
ar-rabi’in qasim
-
Sa’ad bin abi waqas -
kamal bin zaid
-
Abdullah bin mas’ud - abdullah bin samrah
d.
Basrah:
1.
Sabahab: 2.
Tabi’in:
-
Anas bin malik -
hasan Al-Basri
-
Abu sa’id al-Anshari -
muhammad bin sirrin
e.
Syam:
1.
Sahabat: 2.
Tabi’:
-
Abu ubaidah Al-Jarh -
salim bin abdillah al-muharibi
-
Bilal ibn rabbah -
abu idris al-khaulani
-
Ubaidah bin shamit -
abu sualaiman ad-darani
f.
Mesir:
1.
Sahabat: 2.
Tabi’in:
-
Amr bin ash -
amr bin al-harits
-
Uqbah bin amir -
khair bin nu’aimi al-hadrani
-
Kharizah bin khuzaifah -
yazid bin abi habib.
g.
Yaman:
1.
Sahabat: 2.
Tabi’in:
-
Mu’az bin jabbal -
hammam bin munabbih
-
Abu musa al-asy’ari -
wahhab bin munabbih
h.
Khurasan:
1.
Sahabat: 2.
Tabi’in:
-
Buraidah bin husain al-aslami -muhammad
bin ziyad Al-anshari
-
Al-hakam bin amir al-ghifari -
yahya bin sabih Al-Mughri.[27]
·
Al-Ada’ adalah menyampaikan/meriwayatkan hadis kepada orang lain
menurut hadis nabi yang terhimpun dalam kitab-kitab hadis, misal shahih bukhari
dan muslim, terlebih dahulu tela’ah melalui proses kegiatan yang dinamai dengan
riwayat Al-Hadis atau al-riwayat, yang dalam bahasa indonesia dapat diterjemahkan
dengan periwayatan/riwayat.[28]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....4
ORIENTALIS
·
Orientalis merupakan istilah yang dianbil dari bahasa prancis
dengan asal kata “orient” yang berarti timur dan “isme” yang berarti faham,
ajaran, cita-cita atau sikap. Sedangkan menurut istilah mustolah maufur bahwa
kata ‘orient’ berasal dari bahasa latin “oriri” yang berarti terbit dan dalam
bahasa ingris artinya “direction of rising sun (arah terbitnya matahari atau
bumi belahan timur).[29]
Orientalis adalah segolongan sarjana
barat yang menaruh perhatian besar terhadap agama-agama dunia timur,
sejarahnya, adat istiadatnya dan ilmunya.[30]
·
Latar belakang timbulnya orientalis terhadap hadis nabi saw.
diantara kemunculan sebabnya:
1.
Terjadinya perang salib dan imperalisme atau kolonialisme.
2.
Sentuhan barat denagn perguruan tinggi islam
3.
Penyalinan naskah-naskah ke bahasa latin pada setiap bidang
pengetahuan
Sebagian sejarawan berkecendrungan
bahwa orientalis bermula dari zaman daulah islamiyah andalusia (spanyol).
Sebagian ahli sejarah mengatakan ketika terjadi perang salib. Orientalis muncul
di berbagai negara barat seperti eropa, ingris dan prancis. Kemudian muncul
ilmuwan-ilmuwan yang mulai menerjemahkan beberapa buku ilmiah arab dari berbgaia
bidang, ex: filsafat, kedokteran dan geologi serta astronomi. Bahkan di orancis
muncul pierre le venerable (1094-1156 M) seorang pendeta dan kepala biarawan
clunny, membentuk kelompok penerjemah. Tujuannya agar mendapat pengetahuan
objektif tentang islam. Ia sendiri adalah orang yang berada dibelakang
terbitnya terjemahaan Al-Qur’an pertama dalam bahasa latin yang dilakukan
robert of ketton dari ingris. terdapat
tiga periodesasi pandangan orientalis terhadap hadis yang terdiri dari:
a.
Pra-Goldzier, disimpulkan bahwa hadis bukanlah ucapan atau
perbuatan yang sebenarnya dari nabi saw. menurut mereka, hadis adalah karya
mansuia belaka yang tidak memiliki kebenaran agama sama sekali.[31]
b.
Masa Ignaz Goldziher menerbitkan karyanya Muhammedanische
Studien titik tolak dari teorinya:
1.
Yang dapat dibenarkan dari masa nabi saw. hanyalah Al-Qur’an selain
itu ‘buatan’ mansuia muslaim dari abad 2 dan 3 H atau 7 dan 9 M.
2.
Dasar dari anggapan tersebut adalah “bukti-bukti” yang menakjubkan
bahwa masyarakat islam adalah yang belum punya kemampuan yang cukup untuk
memahami dogma-dogma keagamaan, memelihara ritus keagamaan dan mengenbangkan
doktrin yang komplek (jazirah pada waktu itu ummi).
3.
Karena hadis dipelihara turun temurun, tetapi sebagian besar hadis
yang terkumpul dalam corpus hadis ternyata tidka dapat dipastikan benar-benar
berasal dari nabi saw. karena sulitnya mencari mana dianatara sekian ratus ribu
hadis yang benar-benar berasal dari masa kehidupan anbi. Dengan sendirinya
secara keseluruhan harus dinaytakan tidak berasal dari masa tsb. Dengan
demikian menurut Goldziher, hadis sebagai ungkapan yang berasal dari nabi saw.
tidak dapat diterima secara ilmiah.[32]
c.
Pasca Goldzier (1890).?????
·
Bentuk-bentuk dan contoh kritis orientalis:
1.
Aspek pribadi nabi muhammad saw. argumen pertama bahwa hadis-hadis
itu bukan wahyu tapi buatan manusia. Menurut orientalis pribadi muhammad perlu
dipertanyakan, mereka membagi status muhammad ada 3:
a.
Rasul
b.
Kepala negara
c.
Pribadi biasa sebagaimana orang kebanyakan. Nah dari tiga ini yang dianggap
hadis hanyalah ketika menjadi rasul.
2.
Aspek asanid (rangkaian perawi), orientalis memiliki kesimpulan
bahwa semua asanid itu fiktif atau bahwa yang asli dan yang palsu itu tidak
bisa dibedakan secara pasti. Isnad yang sampai kepada nabi saw. jauh lebih
diragukan ketimbang isnad yang sampai kepada sahabat.
3.
Aspek matan, pada umunya kritik sanadd adalah satu-satunya metode
yang di praktekan ahli-ahli hadis untuk menyaring mana hadis shahih dan tidak.
Menurut orientalis, matan hampir tidak penah dipertanyakan. Goldziher menuduh
bahwa penelitian hadis yang dilakukan oleh ulama klasik itu tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah
karena kelemahan metodenya. Hal itu
disebabkan para ulama lebih banyak menggunakan metode kritik sanad saja tanpa
kritik matan, kemudian Goldziher menawarkan metode kritik matan saja.[33]
·
Sebenarnya para ulama klasik sudah menggunakan metode kritik matan,
ahnaya saja apa yang dimaksud dengan kritik matan menurut orientalis berbeda
dengan istilah ulama klasik. Menurut Goldziher, kritik matan hadis mencakup
berbagai aspek, ex: politik, sains, sosial, kulturaldll. Schat dalam bukunya
the origin of muhammadan juriprudence, berkesimpulan bahwa hadis-hadis terutama
yang berkaitan dnegan hukum silam ialah rekaan para ulama abad 2 & 3 H. Dia
berkata “kita tidak akan menemukan satu buahpun hadis yang berasal dari nabi
yang dapat dipertimbangkan kesahihannya.[34]
·
Hal ini termausk kecerobohan orientalis dalam melihat sejarah,
mereka tidka tahu bahwa rasulullah setiap berbicara sellau mengulanginya tiga
kali, agar apa yang dikatakan benar-benar terserap oleh sahabat yang kadar
hafalannya tidak sama. Sahabat hanya mengandalkan hafalan, tapi hafalan mereka
melebihi orang yang mencatat. Untuk mendukung kesimpulan ini, schatt mengajukan
konsep “proyeksi keterbelakang” yaitu mengaitkan pendapat para ahli fiqh abad
ke-2 dan ke-3 H, mneurutnya para hali fiqh telah mengaitkan
pendapat-pendapatnay dengan para sahabat rasullah saw. sehingga membentuk sanad
hadis, inilah pondasi terbentuknya sanad hadis menurut schact yang berarti
hadis itu tidak otentik dari nabi saw.
padahal sebuah disiplin ilmu yang dibuat oleh ulama hadis terkemuka
seperti Ibnu abi hatim ar-razi dalam kitab jarh wa ta’dil (jarh=mencela dan
ta’dil=memuji). Ilmu jarh wa ta’dil digunakan untuk menilai para rijal hadis.
Dari sini kita dapat mengetahui keadaan masing-masing riwayat hidup para perawi
hadis, dengan ilmu ini juga, hadis rasulullah dapat terjaga keasliannya.
Sanggahan ulama terhadap orientalis:
1.
Prof. Dr. Mustafa Al-Siba’i (guru besar univ. Damaskus)
2.
Prof. Dr. Muhammad ‘Ajjaj al-khatib
3.
Prof. Dr. Muhammad mustafa Azmi (Guru besar ilmu hadis univ. King
saudi riyadli)
Bahwa banyak hadis yang diyakini
ditulis pada satu abad setelah wafat nabi tahun 632 ini adalah tidak benar, Al-A’zami berpendapat
bahwa para sahabat nabi menuliskan hadis-hadis itu dikodifikasikan pada abad
ke-3 hijriyah, orang pertama yang menuliskan kitab hadis yang dikenal dengan
ibnu syihab az-zuhri.[35]
·
Mengenai tuduhan terhadap imam al-zuhri yang bersekongkol dengan
penguasa umayyah dalam memalsukan hadis. Menurut azam tidak ada bukti-bukti
historis yang memperkuat teori Goldziher, bahkan justru sebenarnya. Para ahli
tarikh berbeda pendapat tentang kelahiran al-zuhri , antara 50-58 H, Al-zuhri
juga belum pernah bertemu dengan abdul malik bin marwan, sebelum tahun 81 di
kitab bukhari tidak ada satu isyarat pun menunjukan bahwa haji dapat dilakukan
di Al-Quds (jerussalem) yang ada hanya isyarat pemberian “keistimewaan” kepada
masjid Al-Aqsa.[36]
·
Untuk menghancurkan teori schacht, azami melakukan penelitian tentang hadis-hadis
nabawi, azami membuktikan bahwa pada jenjang ketiga (suhail) jumlah rawi
berkisar anatara 20 sampai 30 orang. Sementara domisili mereka terpencar-pencar
dan berjauhan, antara india sampai maroko, turki sampai yaman. Sementara teks
hadis mereka sama, maka azmi berkesimpulan, sanat mustahil menurut situasi dan
kondisi pada saat itu mereka pernah berkumpul untuk buat hadis palsu.[37]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....5
SEJARAH PERKEMBANAN ILMU HADIS
·
Pada dasarnya ilmu hadis telah lahir sejak dimulainya periwayatan
hadis di dalam islam terutama setelah rasulullah wafat. Ketika ummat merasakan
perlunya menghimpun hadis-hadis rasulullah saw. mereka telah mulai menggunakan kaidah-kaidah
dan metode-metode tertentu dalam menerima hadist, namun mereka belumlah
menuliskan kaidah-kaidah tersebut.[38]
·
Beberapa ketentuan umum sikap dan aktivitas sahabat terhadap hadis
nabi:
1.
Penyelidikan periwayatan hadis (taqlil al-riwayat).
2.
Ketelitian dalam periwayatan, baik menerima atau meriwayatkan
hadis.
3.
Kritik terhadap matan hadis (naqd al-riwayat). Dengan
membandingkannya dengan nash Al-Qur’an atau kaidah-kaidah dasar Agama. Apabila
bertentangan dengan Al-Qur’an maka ditolak.[39]
·
Sekitar tahun 41 H. Setelah masa pemerintahan khalifah Ali r.a
smenjak saat itu mulailah dilakukan penelitian terhadap sanad hadist, dengan
mempraktikkan ilmu al-jarrah wa al-ta’dil dan sekaligus mulailah al-jarrah wa
al-ta’dil ini tumbuh dan berkembang. Setelah muncul pemalsuan hadis, maka
aktifitas ulama:
1.
Melakukan pembahasan sanad.
2.
Melakukan perjalanan (rihlah)
3.
Melakukan perbandingan antara riwayat. Seorang perawi yang lain
yang lebih tsiqat.
·
Pada abad ke-2, ketika hadist telah dibukukan secara resmi atas
prakarsa khalifah umar bin abdul aziz yang di motori muhammad bin muslim bin
syihab al-zuhri, para ulama mengimpun dan membukukan hadist tersebut dan
menerapkan ilmu hadis sudah ada dan berkembangkan pada masa mereka.[40]
·
Ilmu hadis, riwayah dan dirayah:
a.
Ilmu hadis riwayah.
Adalah
ilmu yang mempelajari hadis-hadis yang disandarkan kepada nabi saw. baik
perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at ataupun tingkah lakunya”. Objek kajian
ilmu hadis riwayah adalah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang
lain dan memindahkan atau mendewakan dalam suatu dewan hadis. Faedah
mempelajari ilmu hadis riwayah adalah menghindari adanya kemungkinan salah
kutip terhadap apa yang disandarkan kepada nabi muhammad saw.
1.
Ruang lingkup hadis riwayah adalah pribadi nabi saw, ditinjau dari
sudut tertentu.
2.
Tujuan mempelajari adalah biar terjaga dari kesalahan terhadap
hal-hal yang diberitakan dari nabi saw.
3.
Penyusun pertama yaitu Muhammad bin Syihab Az-zahri atas instruksi
umar bin abdul aziz.[41]
b.
Ilmu hadis dirayah, atau lebih dikenal dengan sebutan ilmu
Musthalah al-hadis ialaha suatu ilmu untuk mengetahui keadaan sanad, matan
hadis, cara bagaiamana menerima hadis dan menyampaikannya, serta sifat-sifat
para perawi, dan lain sebagainya
1.
Ruanglingkup adalah keadaan sanad dan matan, apakah sanad dan matan
itu shahih atau dha’if.
2.
Tujuan adalah agar bisa mengetahui mana hadis yang tergolong
shahih.
3.
Penyusun pertama: Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurrahman
Ar-Romahurmuzi, kitabnya berjudul Al-Muhaddits Al-Fasil.[42]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....6
HADIS DARI SEGI KUALITAS DAN KUANTITAS
·
Ulama berbeda pendapat tenatng pembagian hadis ditinjau dari
kualitas ini, sehingga para ahli dari sebagian ulama ushul ada yang
mengelompokkan menjadi tiga: khawatir, masyhur dan ahad. Namun, ada pula yang
membagi menjadi dua mutawatir dan ahad saja, hadis masyhur bukan merupakan
bagian dari hadis ahad.[43]
·
Hadis mutawatir, isim fa’il dari masdar “al-tawatur” semakna dengan
“Al-katabun” yag berarti berturut-turut atau beriringan. Seperti kata “tawatara
al-matharu” yang ebrarti hujan turun berturut-turut. Secara istilah hadis
mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi pada semua
thabaqat (generasi), yang menurut akal dan kebiasaan tidak mungkin mereka
sepakat untuk berdusta.[44]
·
Syarat-syarat hadis mutawatir:
1.
Jumlah perawi harus banyak. Menuurt ahli mu’tazilah, Abu al-husayni
muhammad bin Ali’ bin A-Thayyib, syarat mutawatir adalah hadis itu diriwayatkan
lebih dari 4 orang, menurut pendapat terpilih minimal 10 perawi.
2.
Seimbang perawi pada thabaqat pertama dengan berikutnya. Akan
tetapi, ada yang berpendapat bahwa keseimbangan tersebut tidaklah penting.
3.
Sandaran beritanya adalah panca indra dan di tandai dengan
kata-kata seperti: Raina, samikna dan sebagainya, Artinya berita yang
mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran maupun penglihatannya
sendiri.[45]
·
Macam-macam hadis mutawatir:
1.
Mutawatir lafdzhi, hadis mutawatir yang ebrkaitan dengan lafaz
perkataan nabi yang diriwayatkan oleh banyak orang
2.
Munawatir maknawi’, yaitu mutawatir yang menyangkut amal perbuatan
nabi yang diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang banyak lagi. “Abu musa
Al-Asy’ari berkata, nabi muhammad saw. berdo’a kemudian dia mengangkat
tangannya dan aku melihat putih-putih kedua ketiaknya”.
3.
Mutawatir amali, sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia
termasuk urusan agama dan telah mutawatir anatar umat islam, bahwa nabi saw.
mengerjakannya, menyuruhnya, atau selain dari itu dan pengertian ini sesuai
dengan ta’rif ijma’. Ex: mutawatir amali adalah hadis yang menjelaskan tentang
sholat baik waktu maupun raka’atnya tentang ahji, semua itu bersifat terbuka
dan disaksikan oleh banyak sahabat dari masa semasa.[46]
·
Hadis ahad, satu (wahid), istilah hadis yang diwayatkan oleh
individual yang hadis tersebut tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir “hadis
yang diriwayatkan oleh suatu, dua orang atau lebih yang jumlahnya tidak
memenuhi persyaratan hadis masyhur dan hadis mutawatir.[47]
·
Macam-macam hadis ahad:
1.
Hadis masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau
lebih, tetapi belum mencapai derajat mutawatir. Hadis ini dinamakan masyhur
karena tersebar luas dikalangan masyarakat. “Orang islam adalah orang yang
mampu menjaga lisan dna tanagannya”. Masyhur ini dikelompokkan:
a.
Masyhur dikalangan ulama hadis “bahwasanya rasulullah membaca Qunut
dalam satu bulan setelah ruku”.
b.
Masyhur dikalangan para hadis, ulama, masyarakat.
c.
Masyhur dikalangan ushul fiqh “diangkat (dimaafkan) dari umatku
(sesuatu perbuatan yang dilakukan karena tersalah, lupa atau karena
dipaksakan”.
d.
Masyhur dikalangan fuqaha “Rasulullah melarang jual beli di
dalamnya terdapat tipudaya”.
e.
Masyhur dikalangan umum:”terburu-buru termasuk (perbuatan
syetan)..”
2.
Hadis ghair masyhur. (menggolongkan aziz dan gharib).
a.
Hadis aziz (sedikit atau jarang adanya), atau Azza-ya’azzu
berarti qawiya (kuat). Istilah hadis aziz adalah yang diriwayatkan dua
orang perawi walaupun dua orang perawi terbut berada dalam satu tingkatan saja
kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya. Ex: “Dari abu hurairah r.a
bahwa rasulullah SAW. bersabda: tidaklah beriman salah satu diantara kalian
sampai aku lebih dicintai dari pada dirinya sendiri, orangtuanya, anak-anaknya
dan semua mansuia.
b.
Hadis gharib (sendiri, asing, perantau, sulit dipahami), istilah
hadis yang bersendiri seorang perawi dimana saja tingkatan dari pada beberapa
tingkatan sanad. Jika seorang itu pada satu tempat saja atau akrena sesuatu
keadaan saja, mereka beri nama fard Nizby. Jika pada segala rentetan
mereka beri nama Fard Mutlaq. Ex: Gharib mutlaq, kesendirian (garabah).
“Innamal a’malu bin niyaah”. Sedangkan Gharib nisbi dibagi 3:
1.
Muqayyad bi ats-tsiqah
2.
Muqayyad bin al-balad
3.
Muqayyad a-riwi[48]
·
Hadis dari segi kualitasnya:
A.
Hadis maqbul (wajib digunakan hujjah dan diamalkan). Macam-macam
maqbul:
1.
Shahih, lawan dari sakit (saqim) yang maknanya hakiki pada jasmani
dan penggunaannya pada hadis dari makna-makna yang lain adalah makna yang
majazi. Secara istilah sahih adalah suatu hadis yang snaadnya bersambung dari
permulaan smapai akhir, disampaikan oleh orang-orang yang adil
memilikikemmapuan hafalan yang sempurna (dhabit) serta tidak ada penyelesaian
dengan perawi yang lebih percaya darinya (syadz) dan tidak ada ilat. Syarat
shahih:
-
Sanadnya bersambung (ittishal al-sanad)
-
Perawinya adil
-
Perawinya dhabit
-
Tidak syadz (janggal)
-
Tidak berilat (ghair mu’allak).
Macam-macam
hadis shahih, ada 2:
a.
Shahih lidzati, yang memenuhi syarat atau sifat-sifat ahdis maqbul
secara sempurna. Misal. Ex: “seandainya aku tidka khawatir memberatkan umatku, tentu
aku perintahkan mereka bersiwak pada setiap kali hendak melaksanakan sholat”.
b.
Shahih ligairihi, tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat
tertinggi dari sifat sebuah ahdis maqbul. Ex: hasan lidzati yang naik
derajatnya menjadi shahih ligairihi. Ex: hadis siwak diatas.
2.
Hadis hasan, (sesuatu yang disenangi atau dicondongi oleh nafsu.
Istilah para ualam berbeda pendapat:
-
Al-khatabiyah, hadis yang telah diketahui makhrajnya dan
perawi-perawinya terkenal (masyhur). Makhraj artinya perawi yang telah dikenal
dengan meriwayatkan hadis pada suatu tempat seperti data dan dari kalangan
penduduk basrah, abu ishaq al-sub’ai dari kuffah, dmeikian kata ibnu hajar
dalam hasbi as-shidieqy.[49]
-
At-turmudzi, hadis yang pada sanadnya tidka terdapat perawi yang
tertuduh dusta, tidak terdapat syadz dan penjelasan ini diriwayatkan melalui
jalur sanad lain. Syarat-syarat hadis hasan:
a.
Sanadnya bersambung
b.
Perawi adil
c.
Perawi dhabit (tetapi kualitas dhabit di bawah shahih, bukan
berarti tidak dhabit).
d.
Tidak ada kesanjangan (syadz).
e.
Tidak ada cacat (Illat).
Macam-amacm
ahdis hasan:
1.
Hasan li dzati, sanadnya bersambung dan periwayatan yang adil,
dhabit meskipun tidak sempurna dari awal sanad hingga kahir sanad tanpa ada
keganjalan (syadz) dan cacat (illat) yang rusak.
2.
Hasan Li Ghairihi, terjadi dari hadits dha’if jika banyak
periwatannya, sementara para perawinya tidak diketahui keahliannya dalam
meriwayatkan hadis. Akan tetapi mereka tidak sampai kepada derajat fasik atau
tertuduh suka berbohong atau sifat-sifat jelek lainnya. Ex: “Bahwa ada seorang wanita dari bani fazarah menikah
dengan mas kawin sepasang alas kaki kemudian rasulullah bertanya:”Apakah kamu
rela? Dia menjawab, iya maka rasul membolehkannya.[50]
·
Hadis mardud adalah hadis yang tidak mempunyai sifat-sifat yang
dapat diterima sebagai hujjah. Mardud dalam bahasa lawan dari maqbul yang
berarti ditolak atau diterima, sednagkan mardud menurut istilah adalah ahdis
yang tidak memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat2 hadis maqbul, (tidak
memenuhi syarat maksudnya disini bisa terjadi pada sanad atau matan matannya,
para ulama mengelompokkan hadis jenis ini menjadi dua yaitu: hadis dha’if dan
hadis maudu’.[51]
·
Macam-macam hadis mardud:
A.
Hadis dha’if.
1.
Adapun daif karena tidak tersambung sanadnya:
a.
Hadis munqathi, yaitu hadis yang gugur sanadnya disuatu tempat atau
lebih atau pada sanadnya disebutkan nama seorang yang tidak dikenal.
b.
Hadis muallaq, hadis yang rawinya digugurkan seseorang atau lebih
di awal sanadnya secara berturut-turut.
c.
Hadis mursal, yaitu hadis yang gugurnya setelah tabi’in (gugur yang
dimaksud ialah nama sanad terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat adalah
orang yang pertama menerima hadis dari
rasul saw). Terdapat 3 macam hadis mursal yaitu:
-
Mursal tabi’i
-
Mursal sahabi
-
Mursal khafi
d.
Hadis mudhal, yaitu hadis yang gugur 2 orang sanadnya atau lebih,
secara berturut-turut. Bedanya denagn munqthi, pada mu’dal gugurnya 2 perawi
terjadi secara berturut-turut dan dimana saja. Sedangkan munqathi gugurnya 2
orang perawi terjadi secara terpisah (tidak berturut-turut) serta tidak pada
thabaqat pertama.
e.
Hadis mudallas, isim maf’ul dari tadlis, yang berarti
menyembunyikan cacat atau noda barang dagangnya dari pembeli, sehingga tidak
nampak cacat. Hadis mudallas ialah hadis
yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan menurut cara yang
diperkirakan, bahwa hadis itu tiada bernoda.
2.
Da’if karena tiada syaratnya adil:
a.
Al-maudu, ialah ahdis yang diada-adakan terhadap nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan, penetapan maupun lain-lainnya dengan sengaja. Hadis
maudu’ bisa di ketahui dengan beberapa cara:
-
Dengan pengakuan perawinya sendiri
-
Dengan tanda-tanda yang didapat dari diri atau keadaan perawi itu,
seperti perawi yang hanya ingin memuaskan hati sebagian pemimpin dalam
berdusta.
-
Dengan tanda-tanda yang didapat dari hadis yang diriwayatkannya,
seperti buruk susunan dan pengertiannya.
-
Bertentangan dengan sebagian ayat Al-Qur’an, hadis mutawatir,
kesepakatan ulama, atau dengan akal sehat.[52]
b.
Hadis matruk, adalah hadis yang rawinya menyendiri dan dituduh
bebruat bohong. Karena hadisnya berbentangan
dengan kaidah agama, dan dia tidak meriwayatkan kecuali dari ketetapan
tersebut atau sudah tersohor pembohong dalam perkataannya, walaupun tidak
tampak dalam hadisnya, dan ini dibawah tingkatan pertama, atau dituduh terlalu
banyak kesalahannya, kelupaanya, tidak bohong tetapi fasiq.
c.
Hadis munkar, adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang
dha’if yang menyalahi rawi lain yang lebih sedikit kedhaifannya.
3.
Da’if karena tiadanya dhabit:
a.
Mudraj, mudraj atau dua macam yaitu mudraj matan, dan mudraj sanad:
1.
Mudraj matan ialah tambahan yang diberikan oleh perawi pada awal,
pertengahan atau akhir suatu hadis, sehingga orang yang tidak mengetahui duduk
perkaranya akan menyangka bahwa perkataan rawi hadis juga. Padahal bukan
perkataan beliau, sedangkan ahdis mudraj sanad itu ada empat:
-
Segolongan perawi meriwayatkan hadis dengan beberapa sanad yang
berbeda. Dan perawi lainnya meriwayatkan dari mereka dengan salah satu diantara
sanad-sanad itu tanpa menerangkan perlainan sanad itu pada aslinya.
-
Matan hadis diriwayatkan oleh seorang rawi yang lengkap dengan
sanadnya, kecuali sebagian yang diriwayatkan dengan sanad lain, kemudian hadis
tersebut diriwayatkan denagn sanad lain, kemudian hadis tersebut diriwaytakan
kelengkapannya dengan sanad pertama.
-
Perawi hadis mempunyai dua matan dan dua sanad yang ebrbeda-beda.
Kemudian perawi lain meriwaytakan dua hadis tersebut dengan menganbilnya salah
satu dari dua hadis tersebut dengan sanad yang khusus untuk itu, tetapi dia
memasukan kedalam matan hadis lain yang tidak terdapat pada sanad tersebut.
-
Perawi hadis menyebutkan suatu sanad, tiba-tiba terjadi suatu hal.
Kemudian perawi tersebut mengucapkan ucapan yang timbul dari dirinya sendiri,
lalu ia meriwayatkan hadis darpadanya.
2.
Mudraj pada sanad bisa diketahui dengan adanya riwayat yang
terpisah oleh riwayat yang mudraj, yang diterima dengan penyingkatan sebagian
para rawi terhadap yang disisipkan.
b.
Maqlub, adalah hadis yang masyhur diperoleh oleh seorang perawi,
lalu ditukar dengan rawi lain, atau diambil sanadnya sesuatu matan, kemudian
diletakkan kepada matan lain taua kebalikannya. Salah satu bukti atas kemahiran
dan ketelitian Imam Bukhari tentang Rasulullah, ketika di baghdad para hali
ahdis berkumpul ada seratus hadis yang telah ditukar-tukarkan sanad dan matannya
oleh mereka.
c.
Mudhtharib, adalah hadis yang berlawanan sanadnya atau matannya,
atau dalam kedua-duanya dengan bertambah atau berkurang dan tidak mungkin untuk
disatukan antara satu dengan lainnya. Tetapi kalau tidak mungkin maka hadis itu
diamalkan dan sudah tidak disebut mudhtharib lagi.
d.
Mushahhaf, ialah hadis yang
sudah terjadi padanya atau pada sanadnya perubahan titik-titik huruf.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ
وَأَتْبَعَهُ سِتّاً مِنْ شَوَّالٍ
Barangsiapa berpuasa dibulan ramadhan, lalu diiringi dengan puasa enam
hari dibulan syawal....
Hadis ini sudah diubah sedikit hurufnya oleh Abu bakar Ash-Shuly,
“Syaian” dengan memakai syin titik dan ya’. Begitu juga hadis syu’bah dari
Al-Awam bin marajim dengan “ro” dan “jim” yang sudah dirubah oleh yahya bin
ma’in menjadi “mazaahim” dengan memakai huruf za’ dan ha; yang tidak bertitik.[53]
4.
dhai’if karena kejanggalan dan kecatatan:
a.
hadis syadz, ialah ahdis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
tsiqat (adil dan dabit) yang menyalahi kepada hadis lain yang lebih kuat
daripadanya, karena lebih teliti atau lebih banyak jumlahnya atau sebab adanya
kelebihan-kelebihan lain.[54]
b.
hadis mu’allal, adalah ahdis
yang secara dhohir tampak selamat, tetapi sesudah diadakan penelitian, ternyata
hadis itu terdapat cacat yang memburukan dalam sanad atau matannya, seperti
memaushulkan suatu hadis padahal mursal atau munqathil, atau memasukan suatu
hadis pada hadis lain, atau lain sebagainya.
5.
dhai’if dari segi matan:
a.
hadis mauquf, adalah ahdis yang disandarkan kepada sahabat, baik
berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan, baik sanadnya bersambung maupun
tidak, dengan syarat sunyi dari tanda-tanda marfu’. Kalau tidka sunyi, maka
hukum marfu’ seperti riwayat Bukhari, “Adalah ibnu umar dan ibnu abbas keduanya
berbuka puasa dan meringkas sholat pada perjalanan 4 burad.[55]
b.
hadis maqtu, adalah ahdis yang disandarkan kepada tabi’in dan orang
yang datang sesudahnya, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan,
baik sanadnya bersambung maupun tidak, tetapi dengan syarat sunyi dari
tanda-tanda marfu’ dan mauquf. Contohnya perkataan tabi’in :”Kita berbuat
demikian”.[56]
·
Hadis maudu’ (meletakkan atau menyimpan), istilah adalah hadis yang
disandarkan kepada rasulullah saw. secara dibuat-buat dan dusta padahal belaiu
tidak mengatakan, bebruat ataupun menetapkannya. Jadi hadis maudu itu bukan
hadis yang bersumber dari rasul atau dengan kata lain bukan ahdis rasul.
·
Pengaruh hadis dalam penetapan hukum islam:
a.
Mutawatir, mempunyai nilai ilmu dhahuri, yakni keharusan untuk
menerima dan mengamalkannya.
b.
Hadis ahad, jumhur ulama sepakat bahwa beramal dengan ahdis ahad
yang telah memenuhi syarat maqbul hukumnya wajib. Abu hanifah, syafi’i, ahmad
memakai hadis ahad bila syarat-syarat periwayatannya yang sahih terpenuhi.
Hanya abu hanifah menetapkan tsiqqah dan adil perawinya serta amaliahnnya tidak
menyalahi hadis yang diriwayatkannya. Contoh hadis proses pencucian sesuatu
yang terkena jilatan anjing 7x basuh, salah satu dengan tanah abu hanifah bagi
perawi tidak mengamalkannya. Imam malik, persyaratan hadis ahad, tidak
menyalahi amalan ahli madinah. Sedangkan gol. Qadariyah, rafidhah dan sebagian
ahli zhahir, bahwa beramal dengan dasar hadis ahad hukumnya tidak wajib.
c.
Hadis shahih, wajib beramala dengannya.
d.
Hadis hasan, jumhur ulama kehujahan hadis hasan seperti ahdis
shahih, walaupun derajatnya tidak sama. Banyak ahli fuqaha beramal dengan ahdis
hasan. Al-khattab kemudian menjelaskan bahwa yang mereka maksud adalah hasan li
dzati. Sedangkan ahsan li ghairihi jika kekurangan dapat diminimalisir atau
tertutupi oleh riwayat lain, maka syah. Bila tidak, tidak syah berhujjah
dengannya. Tapi pada hakikatnya hasan li ghairihi pun bisa di pergunakan
sebagai hujjah.
e.
Hadis dha’if, hadis dha’if adakalanya tidka bisa di tolelir
kedhaifannya, misalkan keda’ifannya. Ada juga yang bisa tertutupi kedhaifannya
(karena faktor lain).
1.
Ada yang menolak secara mutlak, baik untuk penetapan hukum, maupun
fada’il al-amal, dengan alasan karena hadis dha’if ini tidak dapat dipastikan
datang dari rasulullah saw.
2.
Membolehkan beramal dengannya (dha’if) secara mutlak adalah abu
hanifah, an-nasa’i, abu daud, mereka menggunakan hadis dha’if lebih mereka
sukai dibanding pendapat sendiri atau
qiyas.
3.
Ahmad bin hanbal, hadis
dha’if untuk fadail amal saja tidak termasuk akidah dan penetapan hukum halal
dan haram.
4.
Al-Qasim mengutip pendapat ibnu salah dalam kitab “Muqaddimah ibnu
shalah” tidak mengulas tentang ini, selain kata “hendaknya tentang fadha’il dan
semisalnya.
5.
Ibnu hajar mengemukakan 3 syarat bisa diterima:
a.
Tingkat kelemahannya tidak parah, orang yang meriwayatkan bukan
termasuk pembohong/tertuduh bohong.
b.
Tercakup ke dalam dasar (ashl) hadis yang masih di benarkan atau
tidak bertentangan dengan hadis shahih.
c.
Ketika mengamalkan tidak 100% meyakini bahwa hadis tersebut
benar-benar dari nabi saw. tetapi maksud dengan smeata-mata untuk ikhtiyath.
6.
As-sayuthy, lebih cenderung membolehkan, baik penetapan hukum atau
ikhtiyah. Ia lebih mendesarkan abu daud, ahmad ibnu hanbal, bahwa itu lebih
baik di banding menggunakan akal (rasio) seseorang.[57]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....7
BIOGRAFI PARA SAHABAT :MUKSIRNU FIL AL-RIWAYAT”
·
Ada 7 orang sahabat yang banyak meriwayatkan hadis sehingga mereka
diberi gelar al-mukhsirunfi riwayah.
1.
Abu hurairah (602-679 M), gelar kucing karena sikapnya yang sayang
kucing, maka diberi nama “Abu hurairah”. Faktor banyak riwayat abu hurairah (5.
374 hadis):
a.
Rajin menemani rasul
b.
Rajin hadiri majlis nabi
c.
Kuat ingatannya.
d.
Banyak berjumpa dengan sahabat senior.
2.
Abdullah ibnu umar (618-694 M), biasa disebut “ibnu umar” masuk
islam bersama ayahnya usia 10 tahun, ada juga yang berpendapat 13 tahun. Jumlah
hadis (2.630 hadis). Sebab banyak riwayat:
a.
Berusia panjang 87 tahun
b.
Sellau hadir di majelis nabi, menjadi ipar nabi.
c.
Tidak ada ambisi kedudukan/jabatan.
3.
Anas bin malik (612-912 M), dikenal dengan sebutan abu hamzah.
Jumlah hadis (2.286 hadis).
4.
Siti Aisyah Ash-shiddiqiah (668 M), istri rasul dan anak abu bakar,
jumlah ahdis yang diriwyatkan (2.210 hadis).
5.
Abdullah ibnu Abbas (616 M-687 M), paman rasul, hadis 1.600 hadis.
6.
Jabir bin Abdillah (604-698 M) wafat umur 94, jumlah hadis 1.540
hadis.
7.
Abu sa’id Al-Khudri (607-693 M), seorang yang zahid dan alim jumlah
ahdis 1170 hdis.
·
Kritik terhadap abu hurairah, syu’bah ibnu al-hajjaj menuduh abu
hurairah telah melakukan tadlis (transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak
di ketahui oleh salah satu pihak), serangan bau rayyan terhadap abu hurairah:
1.
Abu hurairah rakus
2.
Syaikh al-madhirar (rakus dna suka hidangan berupa susu dan
daging).
3.
Masa bersama nabi, sangat singkat hanya 3 tahun, sementara amsa abu
hurairah bersama nabi hanya 20 bulan.
4.
Ikhtisar (pandangan secara ringkas), hadits, periwayatan banyak
dalam masa singkat memang banyak menimbulkan pertanyaan, tapi Al-Siba’i
menafsirkan sebagai keajaiban dan anugrah dari Allah. Imam syafi’i
termasuk orang yang memuji abu hurairah.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...9
ILMU MA’ANI AL-HADIST
·
Secara bahasa makna berarti maksud atau arti. Secara istilah adalah
ilmu yang mempelajari hal ihwal lafaz atau kata bahasa arab yang sesuai dengan tuntunan situasi dan kondisi.
Hadis yang menjadi objeknya adalah seluruh hadis baik secara tekstual maupun
kontekstual, agar tidak terjadi pemaknaan ganda atau pemahman yang
bertentangan.
Pemahaman hadis yang tekstual dilakukan bila hadis yang bersangkutan telah
dihubungkan segi-segi yang berkaitan misal, latar belakang kejadiannya tetap
menuntun pemahaman sesuai dengan apa yang tertulis dalam teks hadis yang bersangkutan.
Sedangkan pemahaman dan penerapan hadis secara tekstual dilakukan bila dari
suatu hadis tersebut ada petunjuk yang kuat yang mengharuskan hadis
tersebut dipahami dan diterapkan tidak
sebagaimana maknanya yang tersurat, melainkan makna tersirat (kontekstual).[58]
·
Ilmu tarikh ar-ruwah, kapan dan dimana seorang rawi dilahirkan dari
siapa ia menerima hadits, siapa orang yang pernah menganbil hadis dari padanya.
·
Ilmu i’lal Al-Hadits, al-illah (penyakit/sakit), sitilah, sebab
tersembunyi atau samar-samar yang berakibat tercemarnya hadist, akan tetapi
terlihat kebalikannya yakni tidak terlihat cacat.
·
Ilmu gharib Al-Hadits, ilmu yang menerangkan makna kalimat yang
terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan jarang terpakai
oleh umum, tujuan ilmu ini melarang seseorang menafsirkan secara menduga-duga
dan mentaqdili pendpata seseorang yang bukan ahlinya.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....10
BIOGRAFI SHAHIH KUTUB AL-SITTAH
·
Imam Al-Bukhari, lahir jum’at 13 syawal 194/810 M di bukhari wafat
di samarkand malam idul fitri tahun 256/870 M. Belajar hadis usia 10 tahun
belajar hadis mulai 210 pada malik bin anas, ahmad bin hanbal hafal 100.000
hadis shahih & 200.000 hadis tidka shahih. Belajar 6 tahun di hizaz
(mengenbara ke baghdad 8x).
·
Imam muslim, 204/820 M – 875 M, Belajar hadis tahun 218 H usia 15
tahun. Buku yang tulis muslim 4.000 hadis dari seleksi 12.000 hadis. Buku ini
ditulis 12 tahun lebih shahih bukhari,
tapi shahih muslim lebih indah sistematika penulisannya.
·
Sambung sanad:
1.
Bukhari, harus bertemu (Liqa’) atau serah terima hadis.
2.
Muslim, asal sezaman (al-mu’asharah, hidup satu masa).
·
Imam bau daud (202/871 M -275/889 M), abu daud bukan hanya ahli
hadis tapi juga seorang ahli hukum yang handal dan kritikus hadis yang baik.
Beliau mendengar hadis 500 buah kemudian menyeleksi dan menulis 4.800 buah.
·
Imam Al-Tarmidzi (200/824 M – 279/892 M), At-tirmidzi guru yang di
kagumi Al-Bukhari.
·
An-nasai (215/839 M – 303/915 M), mengenbara umur 15 tahun,
muridnya al-thahab rani, al-suyuti.
·
Imam ibnu majah (207/824 M – 273/887 M), jumlah ahdis 4.341 hadis.
3002 hadis diantaranya diriwayatkan oleh Ashhab al-khamsah dan 1.339
diriwayatkan ibnu majah.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....11
SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL HADIS
·
Beberapa ketentuan umum yang diberlakukan dan dipatuhi sahabat:
1.
Penyelidikan periwayatan hadist
2.
Ketelitian dalam periwayatan (menerima dan meriwayat)
3.
Kritik terhadap matan.
·
Adanya hadis palsu, cara ulama dulu:
1.
Melakukan pembahasan sanad
2.
Melakukan perjalanan (rihlah)
3.
Melakukan perbandingan antara riwayat perawi
·
Abad 3H, masa emas hadis, mulai rumus-rumus dan ketentuan hadis di
bukukan
·
Abad 2H, hadis dibukukan resmi, umar bin abdul aziz
·
Abad 4-5, dutils kitab-kitab khusus untuk ilmu hadis.
·
2 perkembangan ahli ahdis:
1.
Hadis riwayah, ilmu hadis yang mempelajari hadis-hadis yang
disandarkan kepada nabi saw. baik, perkataan, perbuataan, taqrir/tingkah laku.
Ojek riwayah, bagaimana cara menerima dan menyampaikan hadis, faedah ilmu ini
menghindari salah kutip.
2.
Hadis riwayah, biasa disebut ilmu mustalah. Al-hadi, ilmu ushul
hadis, ulumul hadis. Istilah, ilmu pengethauan yang membahas tentang
kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan-peraturan yang dengannya kami
dapat membedakan hadis shahih dari rasul dan diragukan penyandaran kepadanya,
objek hadis ini meneliti perawi.
·
Ilmu mukhtalif hadits, membahas hadis-hadis yang lahirnya terjadi
kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan cara:
1.
Taqyid (pembatasan)
2.
Takhsis al’am (penyusunan yang umum).
Ex: masalah ada larang tulis hadis ada juga menyuruh.
·
Asbabul wurud, sebab segala sesuatu yang menghantarkan pada tujuan.
Istilah adalah sesuatu yang membatasi arti suatu hadis, baik berkaitan dengan
arti umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, dinasakh dan seterusnya atau suatu
arti yang dimaksud oleh sebuah hadis saat kemunculannya.
·
Ilmu rijalul hadis, rijal (laki-laki), ilmu yang membhasa tentang
keadaan perawi hadis dan sejarah kehidupannya dari golongan sahabat, tabi’in.
·
Ilmu al-ta’dil wa al-jaih, ilmu yang menerangkan hal cacat yang
dihadapkannya para perawi dan tentang pent’dilannya (memandang adil perawi)
dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat dari kata
itu.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....12
INKAR SUNNAH
·
Menurut Abu rayyah yang menolak hadis muncul dimesir pada masa
muhammad abduh. Abu rayyah menuturkan perkataan muhammad abduh bahwa umat islam
saat ini tidak mempunyai pemimpin kecuali Al-Qur’an.
·
Tahun 1353 H, ismail adam mampu blisir risalah nya tentang sejarah
ahdis. Ia berpendapat hadis-hadis sekarang termasuk dalam Al-Bukhari dan muslim
tidak dapat diandalkan keotentikannya dan justru kebanyakan palsu.[59]
·
Al-inkar, sesuatu yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan
·
Al-juhdu, sesuatu yang nampak dan disertai pengetahuan
·
Pokok ajaran inkar sunnah:
1.
Syahadat “isyahadu bi anna musliman”.
2.
Shalat macam-macam, ada 2, 3 dan ada yang hanya eling saja (ingat)
3.
Puasa wajib hanya bagi yang melihat bulan saja.
4.
Ihram, orang arab saja ihram boleh pake celana panjang.
5.
Orang meninggal, tidak di shalatkan karena tidak ada perintah
Al-Qur’an.
·
Nabi muhammad saw. mempunyai mandat menjelaskan Al-Qur’an. “Waanjalna
ilaikajjikra litubayyina linnaasi ma najjala ilaihim walaallahum yatafakkaruuna”.
Artinya: Dan kami turunkan Al-Qur’an kepadamu agar engkau menerangkan kepada
mansuia apa ynag telah diturunkan kepada
mereka dan agar mereka berpikir (Qs. An-Nahl: 44).
·
Al-Qur’an masih dianggap memiliki kekurangan hal ini tidak ubah
seperti, seorang diberi istana yang megah yang dilengkapi segala fasilitas
tetapi tidak mau memakai penerang lampu, sehingga pada malam hari gelap,
menurut dia istana itu sudah paling lengkap tidak perlu tambahan yang lain,
karena itu maka berarti itu masih memerlukan masalah lain sebab kebelakang
lampu mesti disambung dengan pembangkit tenaga listrik di luar akhirnya ia
menganggap bahwa gelap yang terdapat dalam istana itu sebenarnya sudah
menerapkan cahaya.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....13
HADIS MAUDU’
·
Hadis maudu’ (dibuat-buat). Hadis maudu’ juga berarti “turun”
menjadi rendah, disebut maudu’ karena turunnyatingkatan hadis.
·
Latar belakang munculnya, pada saat konflik ali dan muawiyah hadis
nabi masih bersih dan murni. Namun setelah terjadi konflik antara elite politik
antara pendukung ali dan muawiyah, umat islam terpecah jadi 3 kelompok, syi’ah,
khawarij dan jumhur muslim dan sunni masing-masing mengkalim paling benar
sesuai ijtihad mereka.
·
Motif mendorong membuat ahdis palsu:
1.
Pertentangan politik
2.
Usaha kaum zindiq (gol. Pembenci islam)
3.
Fanatik amzhab, suku, pimpinan
4.
Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasehat (sehingga mereka
mendapat simpatik)
5.
Perselisihan mazhab dan ilmu kalam
6.
Membangkitkan girah ibadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan.
Banyak ulama membuat ahdis palsu dengan dan bahkan mengira ushanya itu benar
dan merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah,
a.
Nuh bin Abi maryam telah membuat hadis berkenaan dengan fadilah
membaca surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an.
b.
Ghulam Al-Khail (ahli zuhud) membuat hadis tentang keutamaan wirid
dengan maksud memperhalus Qalbu manusia.
·
Kaidah-kaidah mnegetahui hadis maudu’:
1.
Tanda-tanda maudu’ pada sanad:
a.
Pengakuan pembuat sendiri
b.
Adanya bukti (Qarinah) menempati pengakuan orang yang dengan
ungkapan yang mantap serta meyakinkan (jazam) dari seorang syaikh, padahal
dalam sejarah ia tidak pernah bertemu.
c.
Adanya bukti pada keadaan perawi
d.
Kedustaan perawi (riwayat hadis sendiri tidak ada seorang tsiqah
yang meriwayatkan.
2.
Tanda-tanda maudu’ pada matan:
a.
Lemah susunan lafaz dan maknanya
b.
Rusak makna
c.
Menyalahi teks Al-Qur’an dan hadis mutawatir
d.
Menyalahi realitas sejarah
e.
Hadis sesuai dengan mazhab perawi
f.
Mengandung pahala yang berlebihan bagi amal yang kecil
g.
Sahabat dituduh menyembunyikan hadis.
·
Usaha mencegah maudu’:
a.
Memelihara sanad
b.
Meningkatkan kesungguhan penelitian
c.
Mengisolir para pendusta hadis
d.
Menerangkan keadaan perawi
e.
Memberikan kaidah-kaidah hadis.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok....14
BIOGRAFI “Mukhsirun fil Al-riwayat” PARA TOKOH HADIS
·
Abu hurairah (21-59 H/602-679 M).
[1]Munzier suparta, ilmu hadis, jakarta, rajawali pers, 2011, 73.
[2]Munzier suparta, 73.
[3]Idris, study hadis, jakarta, kencana prenada media group, 2010, 37-38.
[4] Abdul majid khon, ulumul hadis, jakarta, amzah, 2015, 56-57.
[5] Abdul majid, 2015, 52.
[6]M. Hasbi ash-shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadis, semarang,
pustaka rizki putra, 2002, 42.
[7]Ibid, 46.
[8] Munzier suparta, ilmu hadis, 47.
[9] M. Hasbi, 54.
[10] M.M Azmi dalam M.Agus solahuddin dan agus suyadi, ulumul hadis, jawa
barat, CV pustaka setia, 2009, 13.
[11] Abdul majid khon, pemikiran modern dalam sunnah, jakarta, kencana,
2011, 8-9.
[12] M. Hasbi, ilmu hadis, semarang, pt pustaka rizki, 2012, 3.
[13] Ilham khumaidi, ilmu hadis untuk pemula, jakarta, CV artha rivera,
hal. 6
[14] A jaj al-khatib dalam abdul majid khon.
[15] Munzier suparta, 13.
[16] Nuruddin ‘itr. Ulumul hadis, bandung, PT. Remaja rosda karya, 2012,
334.
[17] Al-manhaj al-hadis dalam nuruddin ‘itr ulumul hadis, bandung, 2012,
336.
[18] Abdul majid khon, ulumul hadis, amzah, 2013, 17.
[19] Nuruddin ‘itr ‘ulum al-hadits, bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 1994,
24.
[20] Munzier, 89-90.
[21] Munzier suparta, 237-239.
[22] M. Agus solahudin dan agus suyadi, ulumul hadis, 82.
[23]Mustofa al-siba’i, ibid 64.
[24] M. Agus solahudin dan agus suyadi, ulumul hadis, bandung, cv pustaka
setia, 2009, 74-75.
[25] Al-sayuti dalam munzier suparta, tadrib al-rawi, jilid 2, beirut, dar
al-fikr, 1988, 5.
[26] Munzier suparta, rajawali pers, 2011, 177-182.
[27] Djalil afif, diktat ulumul hadis (serang, fak. Syariah IAIN “SGD”
diserang 1996).
[28] Syuhudi ismail, kaidah kesahihan sanad hadis, jakarta, bulan bintang,
2005, 23.
[29] Mustofa mansur, orientalisme, serbuan ideologis dan intelektual,
jakarta, pustaka al-kautsar, 1995, 11.
[30]A. Hanafi, orientalis ditinjau dari kacamata agama, 55.
[31] C. Scouck hurgrouje, muhammadinism.
[32] Muhammad Musthafa Azami, Dirasat hadis an-nabawi (hadis nabawi dan
sejarah kondifikasinya).
[33] Drs. Syamsudin arif, orientalis dan seabolisme pemikiran, jakarta,
gema insani perss, 2008, 29.
[34] Josepschat, The origins of muhammadan juris prodence, cet. 2. Oxford,
clarendon press, 1959, cet. 1, 1950, 149.
[35] Tajul arifin, the application of “unity theory” in understanding matan
of al-hadits and determining its validity, bandung, inaugural speech, 2009,
5-6.
[36] Ali mustofa yaqub, kritik hadits, jakarta, pustaka firdaus, 1996, cet.
2, 17.
[37] G.H.A jvhubool, kontroversi hadits di mesir, bandung, mizan, 1999,
160.
[38] Ramly abdul wahid, studi ilmu hadits, bandung, cita pustaka media,
2005, 52.
[39] Ahmad izzan, ulumul hadist, abndung, tafakur, 2007, 104.
[40] Abu amr ibn al-shaleh ‘ulum al-hadits, amdinah, maktabat al-ilmiyyah,
1972, 8-10.
[41] Fachtur rahman, iktisar musthalaha’ul hadis, bandung, PT Al-maarif,
1974, cet. 1, h. 74.
[43] Bustami, dasar-dasar ilmu hadis, tanggerang, ushul press, 2009, 143.
[44] Mahmud thahan, intisari ilmu hadis yang diterjemahkan oleh A. Muhtadi
ridwan dari judul asli taisir musthalah al-hadits, malang, uin malang press,
2007, 31-32.
[45] Munzier suparta, 100.
[46] Abdul majid khon, ulumul hadis, jakarta, amzah, 2010, 137.
[47] Bustami, 137. Dan munzier suparta, 108.
[48] Abdul majid khon, 144.
[49] A. Muhtadi ridwan dari judul asli taisir, 73.
[50] Mahmud thahan, 79-80.
[51] Dalam buku prof. Munzier suparta “ilmu hadis”, itu dijelaskan bahwa
hadis maudu’ ada yang mengangap hadis ini masuk kedalam hadis da’if dan ada
yang memisahkan, soalnya hadis dhaif masih bisa dipakai buat fadail amal, tapi
maudu’ tidak bisa.
[52]Asy-syeikh hafidz hasan al-mas’udi, Ilmu mustala’ah ahli hadis
hal. 30
[53] Asy-syeikh hafidz hasan al-mas’udi, ilmu mustala’ah al-hadis, hal. 32
[54] Dalam buku ilmu mustala’ah ahli hadis, syeikh hafidz al-mas udi, hadis
syadz dan mungkar itu dalam satu cakupan bahasan yaitu Hadis syadz dan munkar.
[55] 4 burad itu adalah 12 Mil.
[56] Ini sebenarnya 3 rangkaian yaitu Marfu’ mauquf dan Maqtu, yang
tidak daif itu hadis Marfu’ yaitu hadis yang disandarkan kepada nabi saw. baik
sanadnya bersambung atau tidak, baik yang menyandarkan itu sahabat tabi’in atau
yang lainnya. Sebenarnya hadi itu banyak sekali dalam buku asy-syaikh hafidz
al-mas’udi itu ada 39 hadis, dan yang belum ada disitu:
1. Hadis musnad 8.
Muttafiq & muftariq 15.
muharraf
2. Marfu’ 9.
Mutalif & Mukhtalif 16. Ma’ruf
dan mahfud
3. Muttasil 10.
Mutasyabbih 17. Mutabi’
dan syahid
4. Muan’an & muannan 11. Mubham 18.
Sabiq dan lahiq
5. Ali dan nazil 12.
Mudallas 19.
Nasikh dan mansuk
6. Musalsal 13.
Mu’adhdhal
7. Mudabbaj 14.
Muhmal
Dalam buku
prof. Hasbi, buku prof. Mun zier tidak dijelaskan kelompok2 hadis diatas itu,
masuk kepada yang mana, tapi untuk ali dan nazil serta muan’an sepertinya di
buku prof, hasbi ada pembahasan tapi di buku prof. Munzier tidak ada.
[57] Al-sayuti dalam munzier suparta, 173.
[58] M. Syuhudi ismail, ahdis nabi yang tekstual dan kontekstual, jakarta,
bulan bintang, 1994, 6.
[59] Muhammad mustofa azmi, hadis nabawi dan sejarah kondifikasinya,
jakarta, PT. Pustaka firdaus, 1994, 48-49.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar