Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Praktikum Ibadah semester 2
kelas 2B.
Nama
: Syahrul Ramadhan
Nim
: 11160110000004
1.
Ketentuan thahara ( Kesucian) :
a.
Perbedaan antara bersih dan suci menurut syara ?
Suci dan bersih
sangat berbeda dalam pengertian fiqih. Suci adalah terbebasnya kita atau suatu
barang dari mutanajis atau dari najis dan hadats. Sedangkan bersih berarti
terbebasnya manusia atau suatu barang dari kotoran. Seperti kita ketahui bahwa
kotoran merupakan sesuatu yang tidak bersih mungkin saja disana ada unsur
jijik, adanya sampah atau yang lain. Dan untuk membersihkannya bisa dilakukan
dengan membasuh, mengelap, menggosok, atau meniupkan angin agar hilang. Hal ini
sangat berbeda dengan suci . Suci yang berarti terbebasnya sesuatu dari barang
najis dan hadats. Menyucikan hadas yaitu dengan wudhu, tayamum, atau mandi.
Suci merupakan syarat seorang muslim untuk beribadah. Namun apakah hanya dengan
suci saja dan tidak peduli dengan kebersihan ? sesungguhnya bersih dan suci
saling erat kaitannya. Hanya saja yang di tekankan dalam islam bukan hanya
bersih saja tetapi suci juga.
b.
Macam-Macam najis dan alat pensucinya ?
1). Najis
Mughalladzah : Yaitu najis yang berat. Yakni najis yang timbul dari najis
anjing dan babi.[1]
Cara Mensucikannya ialah lebih dahulu
dihilangkan wujud benda najis iu, kemudian baru di cuci bersih dengan air
sampai 7x dan permulaan di antara pensucian itu di cuci dengan air yang
tercampur tanah.[2]
2). Najis Mukhaffafah : ialah najis ringan,
seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum
makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
Cara menghilangkannya ialah cukup dengan
memercikkan air pada benda yang kena najis itu sampai bersih. Tapi jika air
kencing anak perempuan maka harus di cuci karena terdapat zat yang melengket,
dan jika air kencing anak laki-laki cukuplah dengan memercikkan air padanya.
3). Najis mutawassithah (sedang), yaitu kotoran
seperti kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai
(selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia) dan najis-najis yang
lain selain yang tersebut dalam najis
ringan dan berat.
a). Najis ‘ainiyah : yaitu najis yang
bendanya berwujud.
Cara mensucikannya dengan menghilangkan
zatnya lebih dahulu, sehingga hilang
rasa, bau dan warnanya, kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih.
b). Najis hukmiyah : yaitu najis yang tidak
berwujud bendanya ; seperti bekas kencing, arak yang sudah kering. Cara
mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas najis itu.
c.
Langkah-Langkah dalam praktik :
1).
2).
2.
Ketentuan dalam berwudhu :
a.
Rukun wudhu dan sunah-sunah wudhu.
1). Niat wudhu
2). Membasuh
wajah
3). Membasuh
tangan hingga siku-siku
4). Mengusap
sebagian kepala
5). Tartib
Sunnah wudhu :
1). Bersiwak
2). Membaca
Bismillah
3). Membasuh
telapak tangan sampai pada pergelangan
4). Berkumur
5). Menghirup
air ke hidung
6). Berkumur
dan menghirup air ke hidung secara bersamaan dengan satu cidukan, sebanyak 3x.
7). Melafazkan
niat dengan suara yang lirih sekiranya hanya bisa di dengar diri sendiri.[3]
b.
Hal-hal yang membatalkan wudhu.
1). Keluarnya apapun dari
kemaluan (qubul atau dubur) selain
sperma.
2). Hilangnya akal karena gila, ayan (epilepsi), pingsan, tidur.
3). Menyentuh farji’, baik alat kelamin, maupun unus manusia atau
jin, dengan telapak tangan bagian dalam dan tanpa penghalang.
4). Persentuhan kulit pria dan wanita
lain (bukan mahram) yang telah menginjak usia dewasa tanpa penghalang.[4]
c. Praktikum wudhu yang benar melalui rekaman
video.
3. Ketentuan shalat Berjama’ah :
a. Minimal jumlah
makmum dalam sholat berjama’ah.
b. Syarat-Syarat
dalam shalat berjama’ah :
1). Berniat
mengikuti imam.
2). Mengetahui segala yang di
kerjakan oleh imam.
3).
Tidak ada dinding yang menghalangi antara imam dan ma’mu, kecuali bagi perempuan di mesjid,
hendaklah diberi antara (dinding), umpama dengan kain.
4).
Jangan mendahului imam di dalam takbir, dan jangan pula mendahului atau
memperlambatkan iri untuk mengikuti imam
sampai dua rukun fi’ly (rukun perbuatan).
5).
Jangan terdepan atau sama tempatnya dengan imam, artinya ma’mum tidak
boleh di depan atau bersamaan tempatnya dengan imam.
6). Jarak antara imam dan makmum atau antara
ma’mum dan barisan ma’mum yang terakhir tidak lebih dari 300 hasta.
7). Shalat ma’mum harus bersesuaian dengan shalat
imam, misalnya sama-sama shalat wajib seperti zhuhur qashar, jama’ dan
sebagiannya.[5]
c. Rukun dan sunnah shalat.
1). Niat shalat.
2). Takbiratul ihram.
3). Berdiri bagi orang yang mampu.
4). Membaca fatihah setiap rokaat
5). Ruku’
6). I’tidal
7). Sujud dua kali
8). Duduk diantara kedua sujud
9). Tuma’ninah dalam ruku’, dua sujud, duduk
diantara dua sujud dan i’tidal
10). Tasyahhud akhir
11). Membaca sholawat kepada nabi
12). Duduk karena melakukan tasyahud dan
sholawat salam
13). Salam yang
pertama.
14). Tartib.[6]
Sunnah shalat berjama’ah :
1). Meluruskan shaf (Barisan) dan tidak
membiarkan shaf berenggang.
2).
Berdiri pada shaf yang terdepan jika dapat shaf pertama, kemudian pada
shaf belakangnya yang terdepan lain-nya.
3).
Jika berjama’ah di lakukan oleh dua orang saja, maka di sunnatkan bagi
ma’mum berdiri pada shaf yang sebelah kanan imam.
4). Imam
menyaringkan suara takbir, menguatkan suara “sami’allahuliman hamidah” dan
menguatkan salam.
Sunnah
dalam mengerjakan ibadah shalat :
1). Sunnah ab’ad,
adalah perkara yang sunnat, tetapi jika tertinggal karena kelupaan, harus di
ganti dengan sujud sahwi pada penghabisan shalat. Yang termasuk sunnah ab’ad
ialah :
a). Membaca
tasyahhud awwal.
b). Membaca
shalawat pada tasyahud awal.
c). Membaca
shalawat atas keluarga nabi pada tasyahud akhir.
d). Membaca
Qunut pada shalat subuh dan shalat pada pertengahan hingga akhir bulan
ramadhan.
2). Sunnah
Hai’at :
a).
Mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan daun telinga, waktu takbiratul
ihram, ruku’, bangkit dari ruku’ dan waktu bangkit dari tasyahud awal.
b). Berdekap
tangan,telapak tangan yang kanan di atas pergelangan tangan kiri.
c). Membaca
do’a iftitah sehabis takbiratul ihram.
d). Membaca
ta’awwudz, ketika hendak membaca fatihah.
e). Membaca
basmallah ketika hendak membaca fatihah.
f). Membaca
surat-surat Al-Qur’an pada dua raka’at permulaan (raka’at pertama dan kedua)
sehabis membaca fatihah.
g).
Mengeraskan suara bacaan fatihah dan surat pada rakaat pertama dan kedua pada
shalat magrib, subuh, kecuali kalau dia menjadi ma’mum.
h). Membaca
tasbih ketika ruku’ dan sujud.
i). Membaca
“sami’allahu liman hamidah” dan membaca “Rabbanaa lakal hamdu” ketika i’tidal.
j). Duduk
iftirasy dalam semua duduk shalat.
k). Membaca
salam yang kedua.[7]
d. Cara pengaturan shaf
jika makmum 1 atau 2 dan atau 3 orang.
1). Ketika ma’mum hanya lelaki :
a.
Apabila makmum hanya satu orang, di sunnatkan berdiri di samping kanan
imam dengan sedikit mundur, sampai jari akakinya berada di belakang tumit imam.
b.
Apabila makmum lebih dari satu dan datang bersamaa, hendaknya langsung
membentuk barisan kanan dan kiri di belakang imam.
2). Ketika makmum perempuan baik hanya satu
atau lebih, di sunnahkan membelakang agak jauh dari imam.[8]
e.
Cara shalat berjama’ah makmum masbuk.
1). Ketika
mengikuti imam dalam rukun berdiri. Yaitu, yang harus di lakukan makmum pertama
kali adalah takbiratul ihram, lalu membaca fatihah.
2). Ketika
mengikuti imam dalam rukun ruku’. Yaitu, setelah takbiratul ihram ma’mum
langsung menyusul imam yang masih ruku’ (tanpa membaca fatiha terlebih dahulu).
Dan apabila rukuk itu dia masih bisa tuma’ninah, maka dia sudah dapat 1
roka’at.
3). Ketika
mengikuti imam dalam ruku i’tidal dan seterusnya. Yaitu, setelah takbiratul
ihram, makmum langsung memnyusul imam sesuai keadaan imam yang di dapatinya.
Selanjutnya ketika imam salam, maka makmum melanjutkan sholat yang tertinggal
raka’atnya.[9]
[2] Ibid., Dan di
tambahkan oleh H. Tolhah ma’ruf, bisa
juga dengan memasukan benda yang terkena najis tersebut ke dalam sungai yang
keruh dan menggerakannya sebanyak 7x. Namun, sebaiknya debu tersebut dicampur
pada basuhan yang pertama. Perlu di perhatikan, membasuh benda yang terkena
najis mugholladzoh haruslah hati-hati, diusahakan jangan sampai
percikannya mengenai benda lain di sekitarnya. Apabila sampai mengenai benda
lain di sekitarnya maka bagian yang terkena najis itu harus disucikan pula.
Lihat, H. Tolhah ma’ruf , Fiqih Ibadah, (Jawa Timur : Lembaga Ta’lif
Wannasyry, 2014), 22.
[4] Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar