Kelompok........1
WAHYU, ILHAM DAN TA’LIM
·
Wahyu dari kata Al-Wahy yang memiliki beberapa arti yaitu
suara, tulisan isyarat, bisikan, paham dan juga. Ada juga mengartikan dengan
bisikan yang tersembunyi dan cepat.
Menurut etimologi, wahyu adalah kata
yang tertutp dan tidak ada orang lain yang tahu selain orang yang menerimanya.
Terminologi adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada para nabinya dengan
secara rahasia, tersembunyi, dan luar biasa bagi manusia.
-
Menurut KBBI itu wahyu adalah petunjuk Allah yang diturunkan hanya
kepada para nabi dan rasul mellaui mimpi dan sebagainya.
-
Wahyu secara istilah syara artinya pemberitahuan dari Allah kepada
hamba pilihannya tentang sesuatu yang
hendak Allah kemukakan berupa hidayah dan pengetahuan, yang disampaikan
dengan cara yang tidak biasa bagi manusia di sertai dengan adanya kesadaran dan
keyakinan (bahwa hal itu adalah dari Alla) terhadap apa yang diterimanya.[1]
·
Wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus
diberikan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain.[2]
·
Wahyu memiliki beberapa Arti lain sbb:
1.
Ilham gharizi atau insting yang terdapat pada manusia atau pada
binatang. (an-nahl: 68, tentang Lebah).
2.
Ilham fitri atau firasat yang ahanya ada pada manusia dan tidak ada
pada binatang. Ayat ilham kpd ibu musa.
3.
Berarti tipu daya dan bisikan setan. “Wainnasyaitona liyuhuuna”
dan syetan-setan membisikan.....”
4.
Isyarat yang cepat secara rahasia yang hanya tertuju pada nabi/
rasul Allah saja.[3]
·
Cara rasul menerima wahyu QS. Asy-Syuara: 51.
“Dan tidak dapat seorangpun manusia bahwa Allah bercakap-cakap
kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari balik hijab, atau dia mengirim
utusan”. 3 cara Allah berkomunikasi:
1.
Melalui wahyu yaitu dengan cara pemberitahuan langsung ke dalam
hati nabi atau jiwanya mengenai sesuatu dan tidak sedikitpun meragukan
kebenarannya.
2.
Dari balik hijab, maksudnya Allah berkomunikasi langsung kepada
para nabi-nya tanpa perantara seperti yang terjadi ketika mi’raj.
3.
Dengan mengirim utusan. Cara inilah yang sering terjadi dimana
Allah mengutus malaikat jibril untuk menyampaikan wahyu kepada para nabi.[4]
·
Sejarah turunyya wahyu. Nuzulul Qur’an yang diperingati oleh
masyarakat indonesia 17 ramadhan, yakni peringatan nuzulul Qur’an. Ahlis ejarah
dalam ahl ini, yakni tentang peristiwa awal mula turunnya Al-Qur’an terdapat
keberagaman Al-Qur’an:
1.
Abu Ishak bahwa Al-Qur’an pertama sekali turunnya terdapat tepatnya
17 Ramadhan. Ini disinyalir dengan hari
turunnya Al-Qur’an itu sama dengan peristiwa peperangan badar yang diabadikan
didalam Al-Qur’an dengan julukan yaum Al-Furqan (hari yang membedakan antara
islam dan kafir) dan yaum al-taqal al-jam’an (hari bertemu dua pasukan muslim
dan kafir), dalam catatan sejarah perang badar terjadi pada 17 ramadhan,
tepatnya hari jum’at.[5]
2.
Ilmuwan lain tidak sependapat dengan penetapan 17 ramadhan itu
sebagai turunnya Al-Qur’an pertama kali, karean berdasarkan QS. Al-Qadr ayat 1,
Al-Qur’an di turunkan pada malam Qadar ini di dasarkan malam qadr jatuh pada
sepuluh malam-malam terakhir dari bulan ramadhan, yakni malam 21, 23, 25, 27
dan 29.[6]
·
Pemeliharaan wahyu secara umum yaitu, perang yamamah yang
menyebabkan 70 qari dari sahabat gugur. Umar merasa khawatir lalu meminta
kepada bau bakar, mulanya ragu namun akhirnya disetujui.
·
Cara rasulullah menerima wahyu:
1.
Mellaui mimpi
2.
Suara lonceng
3.
Jibril menyerupai seperti orang
tua.
·
Ilham berarti menelan, ketika berubah ke wajan if’al berarti, Ilhama-yalhimu-ilhama
maka ini bermakna menghujankan kedalam jiwa.[7]
Ilham adalah jiwa suatu pengetahuan kedalam jiwa yang meminta supaya dikerjakan
oleh yang m,enerimanya dengan tidak
lebih dahulu dilakukan ijtihad dalam menyelidiki hujjah-hujjah agama.[8]
Al-jurjani dalam kitab At-ta’rifat mendefiniskan, bahwa ilham ialah sesuatu
yang dilimpahkan kedalam jiwa dengan cara pemancaran, ia merupakan ilmu yang
ada didalam hati atau jiwa, dan dengannnya seseorang tergerak untuk melakukan
sesuatu tanpa di dahului dengan pemikiran. Ilham dalam pengertian ini hampir
sama denagn instink yang dikenal dalalm dunia psikologi, yaitu:”pola tingkah
laku yang merupakan karakteristik spesifikasi tertentu, tingkah laku yang
diwariskan dan dilakukan secara berulang-ulang
yang merupakan khas spesifikasi tertentu. Bahkan menurut Sigmun freud, ia merupakan sumber energi atau
dorongan primal yang tidak dapat dipecahkan. Lebih lanjut Freud mengemukakan
bahwa, insting itu terbagi menjadi dua yaitu:
1.
Isnting kehidupan (Eros)
2.
Insting kematian (tahanatos).
Dua macam jiwa dalam jiwa mansuia
juga ini diungkapkan di dalam Al-Qur’an (QS. Al-Syams: 8) dengan sebutan:
1.
Fujur, kecendrungan untuk berbuat buruk
2.
Taqwa, kecendrungan untuk berbuat baik.
Kedua macam instink ini bersifat
potensi. Artinya setiap manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan berbuat
buruk. Karena sifatnya yang potensial, amak aktualisasi instink ini tergantung
pada kecendrungan atau ekmauan manusia untuk mengaktualkan insting mana dari
kedua insting tersebut.
·
Ta’lim artinya memberikan pelajaran bersandar kepada pengetahuan
dan penyelidikan.[9]
·
Persamaan wahyu, ilham, ta’lim adalah sama-sama dari Allah SWT.
1.
Keduanya sama-sama diperoleh oleh manusia
2.
Keduanya sama-sama menimbulkan pemahaman dalam batin
·
Perbedaan wahyu, ilham dan ta’lim:
1.
Wahyu hanya orang-orang tertentu yang dipilih oleh Allah. Sedangkan
ilham dan ta’lim diberikan oleh Allah kepada semua manusia.
2.
Wahyu melalui perantara malaikat dna ilham melalui penghujaman
langsung
3.
Wahyu untuk kemaslahatan manusia sedangkan ilham hanya untuk kemaslahatan yang menerimanya dan
tidak ada kewajiban menyampaikan kepada orang lain.
4.
Wahyu tidak dapat minta kepada Allah, tapi ilham menurut ulama
dapat diminta kepada Allah dengan cara bersihkan hati dan taqarrub.
5.
Wahyu tertutup setelah kenabian sementara ilham masih terbuka
sampai sepanjang masa.
6.
Perbedaan ilham dan ta’lim adalah dari cara memperolehnya. Ilham
hanya diperoleh atas kehendak Allah, tanpa usaha manusia, sedangkan ta’lim
harus melalui usaha manusia kecuali ilmu laduni yang dalam pandangan ilmu
tasawuf proses-proses perolehannya sama dengan ilham.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....2
PEMILIHARAAN Al-QUR’AN
·
Pemeliharaan Al-Qur’an melalui 2 cara yaitu:
1.
Menghafal
2.
Mengkondifikasikan.
·
Ibnu jarir mengatakan bahwa penghimpunan Al-Qur’an lewat
penghafalan di dada adalah ciri termulia yang merupakan karunia Allah SWT.
Kepada umat ini. Justru dengan inilah Al-Qur’an akan tetap terbaca dalam
keadaan bagaimanapun , baik ketika tidur maupun terjaga, yang tidak akan luntur
karena air seperti lunturnya tulisan jika terkena air. Disamping Allah telah
menjadikan Al-Qur’an untuk mudah di Hafal: “Dan sesungguhnya telah kami
mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah yang menganbil pelajaran ?” (QS. Al-Qamar: 17).
·
Al-hakim di dalam Al-Mustadrak, sebuah hadis dengan isnad menurut
bukhara dan muslim berasal dari zaid bin tsabit:”Di kediaman rasulullah kami
dahulu menyusun ayat-ayat Al-Qur’an yang tercatat pada Riqa’. Kata Riqa’
berarti lembaran kulit, daun. Yang di maksud”menyusun ayat-ayat Al-Qur’an”
dalam hadis zaid ini ialah menyusun surah dan ayat menurut petunjuk yang di berikan rasulullah
imam hanbal menyampaikan hadis dengan sanad baik dari utsman bin abil ash “pada
suatu hari aku duduk bersama rasulullah dan menuruhku menenmpatkan ayat ini
dalam surah itu. “tidaklah masuk akal pendapat yang mengatakan, urutan
Al-Qur’an disusun oleh ebberapa orang sahabat nabi atas dasar ijtihad mereka
sendiri. Dan lebih tidak masuk akal kalau ada pendapat yang mengatakan bahwa
beberapa surah lainnya disusun urutannya berdasarkan ijtihad para sahabat dan
surah lainnya disuusn berdasar kehendak rasulullah. Dengan demikian jelas
pendapat al-zarkasy:”urutan surah bukan merupakan ahl yang diwajibkan Allah
swt. Tapi sesuatu yang berasal dari ijtihad dan kemauan para sahabat sendiri.
Karena itu setiap mushaf mempunyai urutan sendiri”. Sebab ijtihad para sahabat
itu hanya dilakukan bagi penyusun mushaf milik pribadi. Memang mereka melakukan
atas kemauan mereka sendiri, tapi mereka tidak pernah memaksa atau
mengaharuskan orang lain emngikutinya.
A.
Pemeliharaan masa rasulullah.
Pemeliharaan dengan hafalan dan oleh nabi sendiri dan sahabat.[10]
Setiapa ayat yang di catat disimpan di rumah rasulullah saw. sedangkan para
sahabat membawa salinannya untuk mereka sendiri. Nabi menyuruh mencatats etiap
wahyu turun, sehingga Al-Qur’an yang terhimpun di dalam dada itu menjadi
kenyataan tertulis. Sengan ayat salinan itu sehingga saling mengontrol.
Pendapat yang paling benar dan dapat diterima kaum muslimin adalah yang
mengatakan bahwa penyusunan surah yang kita saksikan sekarang ini berbagai
mushaf adalah berdasarkan kehendak dan petunjuk rasulullah begitu juga halnya
dengan urutan-urutan ayatnya tidak ada
tempat untuk berijtihad pada hal itu. Dengan demikian jelaslah bahwa pencatatan
al-Quran tidak dihimpun dalam satu mushaf dan keseluruhannya dilakukan semasa
hidup rasulullah.beliau juga memberitahukan bahwa smua urutan, semua ayat,
semua surah berdasarkan kehendak dan petunjuk Allah.[11]
B.
Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa abu Bakar Ash-siddiq.
Melihat 70 orang sahabat meninggal dalam perang yamamah. Umar
mengusulkan untuk mengumpulkannya. Kata bau bakar kepada zaid :”bagaimana
mungkin kita melakukan sesuatu yang rasulullah saw. tidak pernah melakukannya?”
Umar menyahut:” demi Allah ini sesuatu kebajikan”. Dan di kumpulkan, dan
akhirnya aku (zaid bin tsabit) mendapatkan akhir usrah at-taubah berada pada
abu khuzamah al-anskari yang tidak q dapatkan pada orang lain:”sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang rasulmu sendiri”. hingga akhir surah => ini
bukan berarti tidak mutawatir, tapi maksud ialah bahwa ia tidak mendapat akhir
surah at-taubah ini dalam keadaan tertulis selain dari pada abu khuzaimah. Zaid
sendiri hafal dan para sahabat menghafal pula. kemudian lembar-lembar-lembar
kerjaan tersebut kemudian disimpan di
tangan abu bakar hingga wafatnya, sesudah itu pindah tangan. Waktu umar hidup
di tangan hafsah binti umar. Dan abu bakarlah yang pertama kali mengumpulkan
Al-Qur’an dalam satu mushaf seperti ini.[12]
C.
Pemeliharaan masa Utsman bin Affan.
Cara membaca umat saat ini berbeda-beda karena Al-Qur’an sudah
menyebar sehingga dialog banyak dan juga karena pada amsa itu penulisan
Al-Qur’an tanpa titik. Para sahabat khawatir dengan keadaan ini jika terus dibiarkan
dan mengakibatkan perselisihan dan perdebatan. Utsman:”Bagaiamna menurutmu
Al-Qur’an ini? Sahabat:”ini tidak baik dan mendekati kekafiran, kami bagaimana
pendapatmu? Utsman berpendapat agar manusia bersatu pada mushaf, sehingga tidak
ada perpecahan dan perselisihan. Akhirnya utsman memperkasai penulisan kembali
Al-Qur’an dengan tujuan agar kaum muslimin mempunyai rujukan tulisan Al-Qur’an.
Kemudian utsman membentuk kembali Al-Qur’an:
a.
Abdullah bin Amr bin as.
b.
Abdullah bin zubair
c.
Abdurrahman bin haris bin hisyam
d.
Zaid bin tsabit.
Jika ada perbedaan diantaratim
penulis ini maka disepakati penulisan bacaan tersebut sesuai dengan dialoe suku
quraisy. Al-qur’an yang telah dibukui dinamai “Al-Mushaf” dan oleh panitia di
tulis 5 buah mushaf. 4 dikirim ke:
a.
Mekkah
b.
Syiria
c.
Basrah
d.
Kuffah
Dan satu lagi di amdinah sebagai
untuk utsman sendiri “mushaf al imam”. Setelah itu usman emmerintahkan semua
lembaran-lembaran bertuliskan Al-Qur’an yang ditulis sebelum itu dan
membakarnya. Pembakaran dilakukan dalam rangka untuk meminimalisir dan
menghilangkan fitnah. Sebab jika semua mushaf dengan bermacam-macam penulisan
atau menambah tajam pertengkaran dan permusuhan.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...3
AL-QUR’AN
·
Al-Qur’an berasal dari kata Qa-ra-a artinya membaca. Maka perkataan
itu berarti bacaan. Maksudnya, agar ia menjadi bacaan atau senantiasa di baca
oleh segenap bangsa manusia terutama oleh para pemeluk Agama islam.[13]
·
Hidayah menurut bahasa artinya petunjuk. Istilah adalah petunjuk
Allah swt. Terhadap mahluknya, tentang sesuatu yang mengandung kebenaran atau
sesuatu yang berharga dan membawa keselamatan.[14]
·
Hidayah Al-Qur’an boleh dilihat dalam aspek:
a.
Aqidah, membahas disini bagaimana alam ini wujud, siapa
penciptanya, darimana manusia di ciptakan dan apa tujuan manusia sebagai
mahluk.
b.
Ibadah, kewajiban solat, zakat, haji dan puasa, undnagan, jenazah
dll.
c.
Akhlaq, berbuat baik kepada ibu bapak.
·
Al-Qur’an dikatakan sempurna:
1.
Sempurna tidak ada keraguan sedikitpun
2.
Tidak ada kebengkokan didalamnya
3.
Berisi petunjuk hidup yang dapat menjelaskan segala persoalan hidup
4.
Merangkum kitab-kitab suci terdahulu
5.
Tak ada mahluk yang dapat membuat kitab seperti Al-Qur’an.
·
Isi kandungan Al-Qur’an:
1.
Tauhid. Isim masdar dari kata wahhada-yuwahhidu-yuwahhidu-tauhidan,
yang artinya esa. “Ibrahim bukan seorang yahudi, bukan seorang nasrani, tapi
dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah).” (QS. Al-Ali
Imron: 67).
2.
Al-wad’u wal wai’id berarti menjanjikan, al-wad’u yaitu nas
Al-Qur’an janji Allah kepada orang yang bebruat kebaikan. Dan Al-Wa’id yaitu
janji ancaman bagi yang bermaksiat. Keyakinan ASWAJA mengenai ini, tidak
memastikan seorangpun bahwa mereka sebagai ahli syurga.
3.
Ibadah, ibadah berasal dari kata abdun yang artinya patuh, taat,
setia dan menyembah dari pada sesuatu. Menurut istilah, ibadah yaitu mengikat
diri dengan sepenuhnya kepada segala segala perkara yang disyariatkan oleh
Allah dan diserukan oleh para rasulnya. Beberapa ulama mengatakan bahwa bahwa
perhambaan atau ibadah kepada Allah hendaklah disertai dengan perasaan cinta
dan takut kepada Allah (taqwa) serta hati yang sehat dan sejahtera.
4.
Tentang hukum atau aturan-aturan yang dalam bahasa arab yaitu
celah-celah yang mengandung rahasia-rahasia yang tidak mungkin dapat digantikan
oleh ungkapan lain dalam non bahasa Arab. Macam-macam hukum yang dikandung
dalam al-Qur’an:
a.
Hukum i’tiqadiyah (mengesakan Allah) yang berhubungan dengan semua
kewajiban bagi muallaf untuk meyakini Allah, malaikat, akhirat.
b.
Hukum-hukum mengenai akhlak yaitu berkaitan dengan perbuatan,
perkataan, tingkah laku.
c.
Hukum mengenai amaliyah baik perkataan, perbuatan, perjanjian dll.[15]
Prinsip-prinsip hukum:
a.
Tidak menyempit
b.
Mengurangi beban
c.
Penetapan hukum dnegan berangsur-angsur/bertahap
d.
Sejalan dengan kemaslahatan manusia
e.
Persamaan dan keadilan.[16]
5.
Tentang kisah, kisah secara etimologi (bhs) berasal dari bahasa
arab yaitu dari kata Al-Qash berarti mengikuti jejak, atau mengikuti
jejaknya. Adapun kisah-kisah dalam Al-Qur’an terbagi menjadi 3:
a.
Kisah para nabi dan rasul terdahulu, dan ini di bagi menjadi 3
kelompok:
1.
Kisah yang panjang lebar. Nabi adam, nuh, ibrahim, yusuf, musa dan
harun, daud dan sulaiman serta isa.
2.
Kisah yang disebutkan dengan sedang. Ex: hud, luth, shaleh, ismail,
ishaq, ya’qub, zakariyah dan yahya.
3.
Kisah yang disebut sekilas, kisahnya yang masuk nabi idris, ilyasa,
dan ilyas.
b.
Kisah ummat, tokoh atau pribadi (bukan nabi) dan
peristiwa-peristiwa masalalu, tokoh pertama yang diceritakan dalam Al-Qur’an,
adalah dua orang putra nabi adam khabil dan qabil, dll.
c.
Kisah-kisah yang terjadi pada zaman nabi muhammad saw. juga
disebutkan dalam al-Qur’an, selalu satunya yaitu ketika sebelum nabi lahir
tentara bergajah melakukan penyerbuan ke mekkah yang bertujuan untuk
menghancurkan ka’bah.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...4
SURAH DAN AYAT
·
Surah adalah sejumlah ayat dalam Al-Qur’an yang mempunyai permulaan
dan kesudahan. Sedang ayat adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam
sebuah surah dari Al-Qur’an, atau sekumpulan kalimat-kalimat al-Qur’an yang
terpisah dari kalimat yang sebelumnya dan sesudahnya.
·
Al-Qur’an 114 surah, 6.236 ayat. Kalimat sebagian para ahli 74.437
sedang hurufnya 325.345 (M. Hasbi as-shiddieqy, sejarah pengantar ilmu quran
dan tafsir, hal 6). Menurut kuffiyun, riwayat yang paling shahih adalah 6.236.
riwayat ini dinukil dari Ali bin Abi thalib. Hitungan ini, bismillah itu bagian
Al-fatihah dan surah lain tidak. Perbedaan pendapat antara ulama salaf mengenai
jumlah ayat, adalah bersumber dari perbedaan yang terjadi antara para sahabat
yang mendengar dari rasul. Tentang penetapan waqaf (berhenti, titik) dan washal
(koma) sebagaimana diketahui bahwa rasul berhenti membaca pada akhir ayat untuk
menetapkan waqf, dan apabila telah diketahui waqfnya beliau menyempurnakan bacaan.
Amka ketika beliau meneruskan bacaan, sebagian pendengar menyangka bahwa disitu
tidak ada waqf. Dari sinilah timbulnya perbedaan pendapat.[17]
·
Sistematika ayat dan surah dalam Al-Qur’an. Tertib atau urutan
ayat-ayat qur’an ini adalah tauqifi, ketentuan dari rasulullah. Jibril
menurunkan ayat kepada rasul dan menunjukan kepadanya tempat dimana ayat-ayat
itu harus diletakkan. Rasul berkata”letakkanlah ayat-ayat ini pada surah yang
di dalamnya disebutkan begini dan begini”.
Jibril sennatiasa mengulangi dan memeriksa Qur’an yang telah disampaikan
rasulullah sekali setiap tahun, pada bulan ramadhan dan pada tahun terakhir
hidupnya sebnayak 2x.[18]
·
Di tahqiq artinya diseleksi
·
Tauqify artinya disusun perintah rasul
·
Ittifaq artinya kesepakatan
·
Tertib surah, para ulama berbeda pendapat tentang tertib
surah-surah Al-Qur’an. Dikatakan bahwa tertib surah itu tauqifi dan ditangani
langsung oleh nabi sebagaimana diberitahukan jibril kepadanya atas perintah
tuhan, mushaf utsman, yang tak seorangpun sahabat yang menentangnya. Ibnu abi
syaibah meriwayatkan dari ibn mas’ud bahwa ia meriwayatkan bahwa nabi pernah
membaca beberapa surah mufassal (surah-surah pendek dalam satu rakaat). Telah
diriwayatkan mellaui ibn wahb, dan sulaiman bin bilal, ia berkata:” aku
mendengar rabiah ditanya orang, mengapa surha Al-Baqarah dan Ali imran di
dahulukan, padahal sebelum kedua surah
itu telah diturunkan delapan puluh
sekian surah makki, sedangkan keduanya diturunkan di madinah? Ia menjawab:
kedua surah itu memang di dahulukan dan Al-Qur’an dikumpulkan menurut
pengetahuan dari orang yang mengumpulkannya kemudian katanya:” ini adalah
sesuatu yang mesti terjadi dan tidak perlu dipertanyakan, dikatakan bahwa
tertib surah itu berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan
tertibdi dalam mushaf-mushaf mereka. Misal:
1.
Ali disusun berdasarkan tertib nuzul, yakni mulai iqra, mudassir,
nun, qalam kemudian muzammil.
2.
Ibnu saud yang pertama surah Al-Baqarah, nisa, kemudian Ali Imran.
3.
Ibnu abbas bertanya:”Apa yang menyebabkan kamu menganbil
Al-anfal termasuk kategori surah
Al-Bara’ah dan tidak memisahkan dengan Bismillah? Usman: surah Al-anfal
termasuk surah pertama yang diturunkan dimadinah sedangk bara’ah termasuk yang
terakhir diturunkan. Kisah dalam al-anfal serupa dengan surah al-bara’ah.
Sehingga aku mengira bahwa surah al-Bara’ah merupakan bagian dari Al-anfal.
Oleh karena itu, kedua surah tersebut aku gabungkan dan diantara keduanya tidak
aku tuliskan basmallah.[19]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...5
ULUMUL QUR’AN
·
Secara etimologi kata Ulum Al-Qur’an berasal dari bahasa arab dari
dua kata yaitu ulum dan Qur’an.
1.
Ulum bentuk jamak dari kata Al-‘ilm, yang berarti al-fahm,
al-makrifat, yakni paham, menegtahui, menguasai. Al-ilm berarti pemahaman dan
pengethauan terhadap sesuatu denagn sebebnar-benarnya. Ulum, kumpulan beberapa
pembahasna ilmu yang saling terkiat antara satu dengan yang lain.
2.
Al-Qur’an secara harfiah firman Allah yang diturunkan kepada nabi
muhammad saw. melalui perantraa malaikat jibril a.s membacanya sebagai ibadah,
tertulis dalam satu mushaf, muali awal surah al-fatihah hingga akhir surah
an-nas yang disampaikan dari generasi kegenerasi secara mutawatir.[20]
·
Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu berhubungan dengan
Al-Qur’an baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi
pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Ilmu tafsir, ilmu
rasmil Al-Qur’an, ilmu i’jazil Al-Qur’an, asbabun nuzul (ini bagian dari ulumul
Qur’an). [21]
·
Pada masa klasik secara etimologi Al-Qur’an dipahami sebagai semua
ilmu yang dianbil atau terambil dari Al-Qur’an, baik bersifat syar’i (fikih,
akidah, ahlak) maupun yang bersifat umum (manusia, alam, astronomi, biologi).[22]
·
Ruang lingkup bhaasan Ulumul Qur’an yaitucukup banyak:
1.
Tafsir, i’jaz, qira’ah, ilmu-ilmu bhasa arab, balagah, i’rab.[23]
2.
Adapun ilm-ilmu lain, kimia, astronomi, tekhnik kurang pada tempatnya
jika digolongkan kepada (kedalam Al-Qur’an, meskipun secara tekstual dan
faktual semuanya di singgung dalam Al-Qur;an.[24]
·
Sejarah perkembangan:
a.
Pada masa abu bakar dan umar, ilmu Al-Qur’an diriwaytakan secara
lisan.
b.
Masa usman ingin menyatukan kaum pada satu mushaf
c.
Masa Ali dengan memerintahkan abul aswad ad-dualy untuk meletakkan
kaidah-kaidah nahwu dan i’rab, serta memberi ketentuan harakat pada Al-Qur’an
d.
Abad 3H Ali bin Al-Madany menulis kitab tentang Asbabun-nuzul, Abu
ubaid Al-Qosim bin salam menulis tentang nasikh dan mansuk, Qira’h dan fadha’il
Qur’an.
e.
Abad 4H, abu bakar Qosim Al-Anbari menulis buku Ajaibul Ulumul
Al-Qur’an, abu hasan Al-Asy’ari menulisAl-Mukhtasam fi ulumul Qur’an.
f.
Abad 5H, Ali bin ibrahim bin said Al-Khufimenulis Al-Burhani fi ulumul
Qur’an, Abu Amr ad-dany menulis At-tafsirfi Qira’atis sab’i dan Al-Muhkamfi
Nuqoth.
g.
Abad 6H, abu Qosim Abdurrahman menulis mubhamatul Qur’an.
h.
Abad 7H, ibnu abdussalam menulis majazul Qur’an, imaduddin
as-sakhawi menulis tentang Qira’ah.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...6
FAWATIH AS-SUWAR
·
Fawatih, permulaan atau pembukaan/pendahuluan. Suwar jamak dari
kata surah, berarti surat/kumpulan surat.[25]
Adapun pendapat lain suwar yaitu surah sebagai sebutan sekumpulan ayat-ayat
Qur’an dengan nama tertentu. Fatawatih as-suwar, pembukaan-pembukaan surah
karena posisinya diawal surah-surah Al-Qur’an[26]
·
Al-Huruf Al-Muqatha’ah (penggalan huruf-huruf), ta’wil yaitu metode
untuk memahami ayat atau mengalihkan makna sebuah lafidz ayat kemakna lain yang
lebih sesuai karena alasan yang dapat diterima oleh akal.[27]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
A.
Pengertian Fawatih As-Suwar
Menurut bahasa, fawatihadalah
jama’ dari kata fatih ataufawatih yang berarti awalan/pembuka.
Sedangkan suwaradalah jama’ dari kata surah yang berarti
sekumpulan ayat-ayat Al-Qur’an yang diberi nama tertentu.
Jadi, fawatih
as-suwar berarti beberapa pembuka dari surah-surah Al-Qur’an / beberapa
macam awalan dari surah-surah Al-Qur’an. Sebab, seluruh surah Al-Qur’an yang
berjumlah 114 buah itu dibuka dengan 10 pembukaan, dan tidak ada satu surahpun
yang keluar dari 10 pembukaan itu. Dan tiap-tiap macam pembukaan itu mempunyai
rahasia/hikmah sendiri-sendiri. Diantara pembukaan itu ada yang
berbentuk al-muqatha’ah1, kata, maupun kalimat.
Istilah fawatih
as-suwar sering dijumbuhkan orang dengan al-hurufull
muqatha’ah. Diantaranya adalah Dr. Shubhi Ash-Shalih dalam
kitabnya Mabahits Fi ‘Ulumil Qur’an. Karena itu, perlu ditegaskan
bahwafawatih as-suwar itu berbeda denganhurufull muqatha’ah yang
hanya mempunyai salah satu macam darifawatih as-suwar yang ada 10 macam
itu.2
B.
Macam-macam Fawatih As-Suwar
Menurut Imam Al-Qasthalani dalam kitabnya Lathaiful
Iayarati, fawatihush suwar dibedakan menjadi 10 macam, yaitu:
1.
Pembukaan dengan pujian kepada Allah SWT (Al-Istiftaahu Bits
Tsanaa’i)
a.
Menetapkan sifat-sifat terpuji (Al-Itsbaabu Sifaatil Maddhi) dengan
menggunakan:
1).
hamdalah, yang terdapat pada 5 surah, yaitu:
- Surah
Al-Fatihah dengan lafal “ أَلْحَمْدُلِلَهِ رَبِّالْعَالَمِيْنَ “
- Surah
Al-An’am dengan lafal “ أَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّموَاتِ وَالأَرْضَ“
- Surah
Al-Kahfi dengan lafal “ أَلحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتبَ”
- Surah
Saba’ dengan lafal “أَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ لَهُ مَافِى السَّموَاتِ وَالأَرْضِ“
- Surah
Fathir dengan lafal “ أَلحَمْدُلَلّه الَّذِيْ فَاطِرِالسَّموَاتِ والْأَرْضَ “
2). tabaaraka, yang terdapat dalam 2
surah, yaitu:
- Surah
Al-Furqan dengan lafal ” تَبَارَكَ الَّذيْ نَزَّلَ الْفُرْقأنَ عَلَى عَبْدِهِ”
- Surah
Al-Mulk dengan lafal” تَبَارَكَ الَّذِيْ بِيَدِهِ الْمُلْكُ “
b.
Mensucikan Allah SWT dari sifat-sifat negatif (Tanziihu ‘An
Shifatin Nuqshaan) dengan menggunakan lafadz tasbih yang terdapat dalam 7
surah, yaitu:
- Surah
Al-Isra’ dengan lafal
سُبْحنَ الَّذِيْ اَسْرى بِعَبْدِهِ لَيْلًا
“ maha suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu
malam”.
- Surah
Al-A’la dengan lafal
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلىَ
“ sucikanlah nama Tuhanmu yang paling tinggi”.
- Surah
Al-Hadid dengan lafal
سَبَّحَ لِلهِ مَافِى السَّموَاتِ وَالأَرْضِ
“ semua yang ada dilangit dan yang
ada dibumi bertasbih pada Allah ( menyatakan kebesaran Allah”.
- Surah
Al-Hasyr dengan lafal
سَبَّحَ لِلهِ مافِى السَّموَاتِ وَمَا فِى الأَرْضِ
“ telah bertasbih kepada Allah apa
yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi”.
- Surah
Al-Shaff dengan lafal
سَبَّحَ لِلهِ مَا فِى السَّموَاتِ وَمَا فِى اًلأَرْضِ
“ telah bertasbih kepada Allah apa
saja yang ada dilangit dan apa saja yang ada dibumi”.
- Surah
Al-Jum’ah dengan lafal
يُسَبِّحُ لِلهِ ما فِى السَّموَاتِ وَمَا فِى الأَرْضِ
“ telah bertasbih kepada Allah apa
saja yang ada dilangit dan apa saja yang ada dibumi”.
- Surah
Al-Taghabun dengan lafal
سَبِّحُ لِلهِ ما فِى السَّمواتِ وَما فِى الأَرْضِ
“ telah bertasbih kepada Allah apa saja
yang ada dilangit dan apa saja yang ada dibumi”.
Pembukaan
dengan huruf-huruf yang terputus-purus (Istiftaahu Bil Huruufi
Al-Muqaththa’ati).
2.
Pembukaan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 209 surah dengan
memakai 14 huruf dengan tanpa diulang, yakni: hamzah, ha’, ro’, sin, shod,
tho’, ‘ain, qaf, kaf, lam, mim, nun, ha’, ya’.
Pembukaan dengan huruf-huruf
tersebut dalam pembukaan surah-surah Al-Qur’an disusun dalam 14 rangkaian,
terdiri dari 5 kelompok, yaitu:
a. Terdiri
atas satu huruf, terdapat pada 3 tempat; Shad (surah
Shad), Qaf (surah Qaf), dan Nun (surah Al-Qalam).
b. Terdiri
atas dua huruf, terdapat pada sembilan tempat; حم(Q.S. Al Mu’min, Q.S. As
Sajdah, Q.S. Az Zuhruf, Q.S. Ad Duhkan, Q.S. Al Jatsiyah, dan Q.S. Al
Ahqaf); طه (Q.S. Thaha); طس (Q.S. An Naml);
dan يس (Q.S. Yaasin).
c. Terdiri
atas tiga huruf, terdapat pada tiga belas tempat; الم(Q.S. Al Baqoroh, Q.S.
Ali Imron, Q.S. Ar Rum, Q.S. Lukman, dan Q.S. Sajdah); الر(Q.S. Yunus, Q.S. Hud,
Q.S. Ibrahim, Q.S. Yusuf, dan Q.S. Al Hijr); dan طسم (Q.S. Al Qoshosh
dan Q.S. As Syu’ara).
d. Terdiri
atas empat huruf, terdapat pada dua tempat; yakni المر(Q.S. Ar Ra’du) danالمص (Q.S. Al A’raf).
e. Terdapat
atas lima huruf, terdapat pada dua tempat; كهيعص(Q.S. Maryam) dan حم عسق (Q.S. As Syu’ra).
3.
Pembukaan denganNida’/panggilan (Al-Istiftaahu Bin Nidaa’).
a. Nida
untuk Nabi يا
أيها النبي, yang terdapat dalam
Q.S. Al Ahzab, At Tahrim dan At Thalaq. ياأيها المزمل dalam Q.S. al
Muzammil dan ياأيها
المدثر dalam Q.S. Al Mudatsir.
b. Nida
untuk kaum mukminin dengan lafadzياأيها الذين امنوا terdapat dalam Q.S.
Al Maidah, Q.S. Al Mumtahanah dan Al Hujurat.
c. Nida
untuk umat manusiaياأيها
الناس terdapat dalam Q.S.
An Nisa dan Q.S. Al Hajj.
4.
Pembukaan dengan Jumlah Khabariyah (Al-Istiftaahu Bil Jumalil
Khabariyyati).
Jumlah khabariyah dalam pembukaan surat ada dua macam, yaitu :
a. Jumlah Ismiyyah,
terdapat 11 surat, yaitu:
- Surah
At-Taubah dengan lafal ” بَرَاءَةٌمِنَ اللّهِ وَرَسُوَلِهِ “
- Surah
An-Nur dengan lafal ” سُوْرَةٌ اَنْزَلْنهَا وَفَرَضْنهَا “
- Surah
Az-Zumar dengan lafal ” تَنْزِيْلُ الكِتبِ مِنَ اللّهِ العَزِيْزِالحَكيْمِ “
- Surah
Muhammad dengan lafal ” الَّذِيْنَ كَفَرُوَا وَصَدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ اللّهِ “
- Surah
Al-Fath dengan lafal ” إِنَّافَتَحْنَالَكَ فَتْحًا مُبِيْنًا “
- Surah
Ar-Rahman dengan lafal ” اَلرَّحْمنُ عَلَّمَ الٌقُرْانَ “
- Surah
Al-Haqqah dengan lafal ” الْحَآقَّةُ مَاالحَآقَّةُ “
- Surah
Nuh dengan lafal ” إِنَّااَرْسَلْنَانُوْحًاإِلَى قَوْمِهِ “
- Surah
Al-Qadr dengan lafal ” إِنَّااَنْزَلْنهُ فِى لَيْلَةِالقَدْرِ “
- Surah
Al-Qaqi’ah dengan lafal ” أَالْقَارِعَةُ مَاالْقَارِعَةُ “
- Surah
Al-Kautsar dengan lafal” إِنآَاَعْطَيْنَاكَ الكَوْثَرَ “
b. Jumlah Fi’liyyah, terdapat
dalam 12 surat, yaitu :
- Surah
Al-Anfal dengan lafal ” يَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الأَنْفالِ “
- Surah
An-Nahl dengan lafal ” أَتَى أَمْرُاللّهِ فَلَاتَسْتَعجِلُوْهُ “
- Surah
Al-Anbiya’ dengan lafal ” إِقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ “
- Surah
Al-Mu’minun dengan lafal ” قَدْاَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ “
- Surah
Al-Qamar dengan lafal ” إِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُوَانْشَقَّ القَمَرُ “
- Surah
Al-Mujadilah dengan lafal ” قَدْسَمِعَ اللّهُ قَوْلَ الَّتِى تُجَادِلُكَ “
- Surah
Al-Ma’arij dengan lafal ” سَأَلَ سَآئِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ “
- Surah
Al-Qiyamah dengan lafal ” لَآأُقْسِمُ بِيَوْمِ القِيَامَةِ “
- Surah
Al-Balad dengan lafal ” لَآأُقْسِمُ بِهذَالْبَلَدِ “
- Surah
Abas dengan lafal ” عَبَسَ وَتَوَلَّى “
- Surah
Al-Bayyinah dengan lafal ” لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْامِنْ أَهْلِ الكِتبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ مُنْفَكِّيْنَ “
- Surah
At-Takatsur dengan lafal ” اَلْهكُمُ الـتَّكَاثُرُ ”
5.
Pembukaan dengan sumpah/qasam (Al-Istiftaahu Bil Qasami).
Terdapat dalam 15 surah, yaitu:
a. Sumpah dengan
benda-benda angkasa, terdapat dalam 8 surah yaitu:
- Surah
Ash-Shaaffat dengan lafal ” وَالصَّفّتِ صَفَّا “
- Surah
An-Najm dengan lafal ” وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى “
- Surah
Al-Mursalaat dengan lafal ” وَالْمُرْسَلتِ عُرْقًا “
- Surah
An-Nazi’at dengan lafal “وَالنَّزِعتِ غَرْقًا “
- Surah
Al-Buruj dengan lafal ” وَالسَّمَاءِذَاتِ البُرُوْجِ “
- Surah
Ath-Thariq dengan lafal ” وَالسَّمَاءِوَالطَّارِقِ “
- Surah
Al-Fajr dengan lafal ” وَالَفَجْرِوَلَيَالٍ عَشْرٍ “
- Surah
Asy-Syams dengan lafal ” وَالشَّمْسِ وَضُحهَا “
b. Sumpah dengan benda-benda
bawah, terdapat dalam 4 surah yaitu:
- Surah
Adz-Dzariyat dengan lafal ” وَالذَّارِيتِ ذَرْوًا “
- Surah
Ath-Thur dengan lafal ” وَالطُّوْرِوَكِتبٍ مَسْطُزْرٍ “
- Surah
At-Tin dengan lafal ” وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِ “
- Surah
Al-‘Adiyat dengan lafal ” وَالْعدِيتِ ضَبْحًا “
c. Sumpah dengan waktu,
terdapat dalam 3 surah yaitu:
- Surah
Al-Lail dengan lafal ” وَالَّيْلِ أِذَايَغْشَى “
- Surah
Adh-Dhuha dengan lafal ” وَالضُّحَى “
- Surah
Al-‘Ashr dengan lafal ” وَالْعَصْرِ “
6.
Pembukaan dengan syarat (Al-Istiftaahu Bis-Syarthi).
Syarat-syarat yang dipakai Allah
sebagai pembukaan surah-surah Al-Qur’an ada 2 macam dan digunakan dalam 7
surah, sebagai berikut:
a. Syarat yang masuk pada
jumlah ismiyah, dipakai diawal 3 surah diantaranya:
- Surah
At-Takwir dengan lafal ” إِذَالشَّمْسُ كُوِّرَتْ “
- Surah
Al-Infithar dengan lafal ” إِذَالشّمآءٌفَطَرَتْ “
- Surah
Al-Insyiqaq dengan lafal ” إْذَالسَّمآءٌانْشَقَّتْ “
b. Syarat yang masuk pada jumlah
fi’liyah, dipakai diawal 4 surah, diantaranya:
- Surah
Al-Waqi’ah dengan lafal ” إِذَا وَقَعَتِ الوَاقِعَةِ “
- Surah
Al-Munafiqun dengan lafal ” إِذَا جَاءَكَالمُنفِقُرْنَ “
- Surah
Az-Zalzalah dengan lafal ” إِذَازُلْزِلَتِ الأَرْضُ زُلْزَالَهَا “
- Surah
An-Nashr dengan lafal ” إِذَاجَاءَنَصْرُاللّهِ وَالْفَتْحِ “
7.
Pembukaan dengan fi’il amar(Al-Istiftaahu Bil Amri).
Ada 6 fi’il amar yang dipakai untuk
membuka surah-surah al-Qur’an, yang terdiri dari 2 lafal dan digunakan untuk
membuka 6 surah-surah sebagai berikut:
a. Dengan
fi’il Amar إِقْرَأْ yang hanya untuk membuka satu surah
yaitu Surah Al-‘Alaq.
b. Dengan fi’il amar قُلْ,yang digunakan dalam 5
surah sebagai berikut:
- Surah
Al-Jinn dengan lafal ” قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌمِنَ الجِنِّ “
- Surah
Al-Kafirun dengan lafal”قُلْ يآأَيُّهَاالكفِرُوْنَ ”
- Surah
Al-Ikhlash dengan lafal ” قُلْ هُوَاللّهُ أَحَدٌ “
- Surah
Al-Falaq dengan lafal ” قُلْ أَعُوْذُبِرَبِّ الفَلَقِ “
- Surah
An-Nas dengan lafal ” قُلْأَعُوْذُبِرَبِّ النَّاسِ “
8.
Pembukaan dengan pertanyaan (Al-Istiftaahu Bil Istifhaami).
a. Pertanyaan
positif (Al-Istifhaamu Al-Muhiibiyyu), yaitu bentuk pertanyaan yang dengan
kalimat positif yang tidak ada alat negatifnya. Terdapat dalam 4 surah yaitu:
- Surah
Ad-Dahru, dengan lafal:
” هَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِيْنٌ مِنَ الدَّهْرِ
”
“ bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa”.
- Surah
An-Naba’, dengan lafal:
” عَمَّ يَتَسآءَلُوْنَ. عَنِالنَّبَإِالعَظِيْمِ
”
“ tentang apakah mereka saling bertanya-tanya. Tentang berita yang
besar”.
- Surah
Al-Ghasyiyyah, dengan lafal:
” هَلْ أَتكَ حَدَيْثُ مُوْسَى
”
“ sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan”.
- Surah
Al-Ma’un, dengan lafal:
” أَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ
”
“ tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama”.
b. Pertanyaan negatif, yaitu
pertanyaan yang dalam kalimat negatif. Diantaranya:
- Surah
al-Insyirah dengan lafal ” أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرْكَ “
- Surah
Al-Fiil dengan lafal ” أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحبِ الفِيْلِ “
9.
Pembukaan dengan do’a (Al-Istiftaahu Bid Du’aai).
a. Do’a
atau harapan yang berbentuk kata benda(Ad-Du’aaul Ismiyyu)ada di 2 surat yaitu:
- Surah
Al-Muthaffifin, dengan lafal:
“وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِّيْنَ
”
“ kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”.
- Surah
Al-Humazah, dengan lafal:
” وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَ ةٌ “
“ kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela
b. Do’a
atau harapan yang berbentuk kata kerja (Ad-Du’aaul Fi’liyu) membuka
satu surah saja yaitu surah Al-Lahab ” تَبَّــتْ يَدَاأَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ “
10.
Pembukaan dengan alasan (Al-Istiftaahu Bit-Ta’lili).
Hanya terdapat dalam surah Al-Quraisy, dengan lafal:
” لإِيْلفِ قُرَيْشٍ ”
“karena kebiasaan orang-orang Quraisy”
DAFTAR PUSTAKA
Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an,Pustaka Setia, Bandung, 2013.
Teuku Muh. Hasbi Ash-Shiddieqy,Ilmu-ilmu Al-Qur’an(Ulum
Al-Quran),Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2013.
Abu Djalal, Ulumul Qur’an, Dunia Ilmu, Surabaya,
2012.
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, Rosda, Bandung, 2011.
2Prof. Dr. H. Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Dunia
Ilmu;Surabaya, 2012, hlm. 168.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....7
PEMELIHARAAN AL-QUR’AN
A.
Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullah dan KhalifahRasyidin
a.
Turunnya Al-Qur’an
Al-Qur’an, sebagaimana diterangkan
dalam surat Al Baqarah ayat 185,diturnkan pada bulan Ramadhan.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya :“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil) ..” ‘Ulama (para ‘alim) sepakat bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, namun mengenai tanggalnya berbeda pendapat. Pendapat yang paling populer adalah diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan atau bertepatan dengan 10 Agustus 610 M di Gua Hiro, ketika Rosulullah SAW berusia 40 tahun.Saat wahyu turun, nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu,Zaid bin Thabit menceritakan sebagai ganti atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad,ia sering dipanggil diberi tugas menulis saat wahyu turun.[2][2]
Demikian juga mengenai jumlah
ayatnya, para alim bebeda pendapat. ‘Ulama Kufah seperti Abu Abdurrahman As
Salmi menyebutkan Al-Qur’an berjumlah 6.235 ayat, As Suyuthi menyebutkan 6.616
ayat. Perbendaan jumlah ayat ini disebabkan adanya perbedaan pandangan di
antara mereka tentang kalimat Basmalllah pada awal surat dan fawatih as suwar
(kata-kata pembuka surah), seperti Ya Sin, Alif Lam Mim, dan Ha Mim. Kata-kata
pembuka ini ada yang menggolongkan sebagai ayat ada juga yang tidak memasukkan
sebagai ayat.[3][3]
Berbicara budaya
menulis tentulah kita harus melihat sejarah kejadian tulis menulis
terbesar umat Islam, tidak lain yaitu sejarah penulisan dan penyusunan
Al-quran.
b.
Zaman Rosullulah
Sejarah penulisan dan penyusunan dan
penyebaran Al-Quran telah bermula dari zaman Rasulullah SAW. Pada zaman ini,
penyusunan telah mula dilakukan oleh para sahabat
Rasulullah SAW. Baginda menyuruh
sahabat-sahabat agar menulis ayat-ayat Al-Quran pada tulang, pelepah-pelepah,
batu, kulit-kulit binatang dan sebagainya. Rasulullah SAW juga menghafal
ayat-ayat tersebut dan meminta para sahabat yang lain menghafal ayat-ayat
Al-Quran.
Prektik yang biasa berlaku
dikalangan para sahabat tentang penulisan Al-qur’an,menyebabkan nabi Muhammad
melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali alqur’an, “ dan siapa yang
telah menulis sesuatu dariku selain Al-qur’an maka ia harus menghapusnya. [4][4]
Sahabat-sahabat yang menjadi para
penulis wahyu pada masa itu ialah Umar bin Al-Khattab, Uthman bin Affan, Ali
bin Abi Talib, Muawiyyah bin Abi Suffian, Zaid bin Thabit dan
sebagainya.Rasulullah SAW melarang para sahabat menulis selain dari pada ayat
Al-Quran karena khawatir akan bercampur aduk. Walau bagaimanapun pengumpulan
Al-Quran di zaman Rasulullah bukan dalam bentuk mashaf seperti di zaman Saidina
Utsman bin Affan karena jika terjadi kekeliruan, ia dapat diatasi langsung oleh
Rasulullah.SAW.Pada masa kehidupan Beliau ( Rosulullah ) seluruh Al-qur’an
sudah tersedia dalam bentuk tulisan.[5][5]
c.
Zaman Khulafa Ar-Rasyidin
1.
Masa Abu Bakar sampai Umar bin Khottob
Selepas Rasulullah SAW wafat,
Saidina Abu Bakar dilantik menjadi khalifah yaitu pada tahun ke-11 hijrah. Pada
zaman ini terjadi peperangan Riddah antara tentera Islam dan golongan yg
murtad. Tidak sedikit tentera Islam yg hafaz Al-Quran telah gugur dalam perang.
Menurut sebuah Riwayat jumlah yang wafat dari kalangan muslim yang syahid
sebanyak 1.000 orang …diantara yang syahid terdapat 70 orang Qori’
dan hafizh al-qur’an dan ada yang berpendapat lebih dari itu. [6][6] Dan
ini menimbulkan kekhawatiran di hati Saidina Abu Bakar akan hilangnya Al-Quran.
Atas saran dan desakan Saidina Umar
bin Al-Khattab, Khalifah Abu Bakar mengambil keputusan untuk
mengumpulkan/menyusun Al-Quran. Beliau telah memerinthkan Zaid bin Thabit, Ubay
bin Kaab, Ali bin Abi Talib dan Uthman bin Affan untuk menjalankan tugas ini.
halifah Abu Bakar juga menetapkan
bahawa penulisan Al-Quran harus berdasarkan sumber tulisan Al-Quran yg terdapat
pada Rasulullah dan sumber hafalan para sahabat. Ayat yg ditulis harus
disaksikan oleh dua orang saksi. Pengumpulan Al-Quran selesai dilakukan pada
tahun ke-13 hijrah dan dinamakan mushaf. Setelah kematian Khalifah Abu Bakar,
Mushaf Al-Quran disimpan oleh Khalifah Umar dan kemudian oleh Hafsah. Di masa
pemerintahan Khalifatur Rasul Abu Bakar ash-Shiddiq R.A, terjadi
perang Yamamah yang mengakibatkan banyak sekali para qurra’/ para huffazh
(penghafal al-Qur`an) terbunuh. Akibat peristiwa peperangan tersebut, Umar bin
Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sebagian besar ayat-ayat al-Qur`an
yang ada pada hafalan para suhada’ ( akibat wafatnya para huffazh ). Maka beliau
berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang masih ada di lembaran-lembaran,
batu, pelapah kurma,tulang dan pada tempat lain.Pada dialog dibawah ini
mengambarkan proses awal pembukuan Al-qur’an.
Zaid bin Tsabit berkata : Abu
Bakar telah mengirim berita kepadaku tentang korban Perang Ahlul
Yamamah. Saat itu Umar bin Khaththab berada
di sisinya.Abu Bakar ra berkata: bahwa Umar telah datang
kepadanya lalu ia berkata: “Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di hari
Yamamah dan menimpa para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan
sengitnya peperangan terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang terbunuh)
di negeri itu. Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar al-Qur`an.” Abu
Bakar berkata kepada Umar: “Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum
pernah dilakukan oleh Rasul saw?” Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu
yang baik.” Umar selalu mengulang-ulang kepada Abu Bakar hingga Allah
memberikan kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar
berpendapat seperti apa yang dipandang oleh Umar.Zaid bin Tsabit melanjutkan
kisahnya. Abu Bakar telah mengatakan kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih
muda dan cerdas. Kami sekali-kali tidak pernah memberikan tuduhan atas dirimu,
dan engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah saw sehingga engkau selalu
mengikuti al-Qur`an, maka kumpulkanlah ia.”Demi Allah seandainya kalian
membebaniku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, maka sungguh hal itu
tidaklah lebih berat dari apa yang diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan
al-Qur`an. Aku bertanya: “Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?” Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu
yang baik. Umar selalu mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan
kelapangan pada dadaku seperti yang telah diberikanNya kepada Umar dan Abu
Bakar ra. Maka aku mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah
kurma, tulang-tulang, dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat,
hingga aku dapatkan akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang
tidak aku temukan dari yang lainnya.[7][7]
surat at-Taubah ayat: 9 .
Artinya: Sesungguhnya telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olenya penderitaanmu,
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah [9]: 128)
Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan
Zaid bin Tsabit ini tidak berdasarkan hafalan para huffazh saja, melainkan
dikumpulkan terlebih dahulu apa yang tertulis di hadapan Rasulullah saw.
Lembaran-lembaran Al-Qur`an tersebut tidak diterima, kecuali setelah disaksikan
dan dipaparkan di depan dua orang saksi yang menyaksikan bahwa lembaran ini
merupakan lembaran yang ditulis di hadapan Rasulullah saw. Tidak selembar pun
diambil kecuali memenuhi dua syarat:
1)
Harus diperoleh secara tertulis dari salah seorang sahabat.
2)
Harus dihafal oleh salah seorang dari kalangan sahabat.
Bukti ketelitiannya, hingga
pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat terhenti karena tidak bisa
dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa akhir Surat at-Taubah tsb
ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali kesaksian Khuzaimah saja. Para
sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa
Rasulullah telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian Khuzaimah
sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang adil. Barulah mereka
menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah tersebut.
Demikianlah, walaupun para sahabat
telah hafal seluruh ayat al-Qur`an, namun mereka tidak hanya
mendasarkan pada hafalan mereka saja. Akhirnya, rampung sudah tugas pengumpulan
al-Qur`an yang sangat berat namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa
pengumpulan ini bukan pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf,
tetapi sekedar mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan
Rasulullah saw ke dalam satu tempat.Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap
terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya. Kemudian berada pada Umar bin
al-Khaththab selama hidupnya. Kemudian bersama Ummul Mu`minin Hafshah
binti Umar ra sesuai wasiat Umar.
2.
Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Tolib
Setelah Umar bin khotob wafat
jabatan Kholifah digantikan Amirul Mu`minin Utsman bin Affan ra. Di
wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah
bin al-Yaman terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an.
Hudzaifah melihat penduduk Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin
Ka’ab. Mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh
penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca al-Qur`an dengan
bacaan Abdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh
penduduk Syam. Implikasi dari fenomena ini adalah adanya peristiwa saling
mengkafirkan di antara sesama muslim. Perbedaan bacaan tersebut juga
terjadi antara penduduk Kufah dan Bashrah.
Hudzaifah pun marah. Kedua matanya
merah. Hudzaifah berkata, “Penduduk Kufah membaca qiraat Ibnu Mas’ud, sedangkan
penduduk Bashrah membaca qiraat Abu Musa. Demi Allah jika aku bertemu dengan
Amirul Mu`minin, sungguh aku akan memintanya untuk menjadikan bacaan tersebut
menjadi satu.” Sekitar tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman menghadap
Amirul Mu`minin Utsman bin Affan di Madinah.Hudzaifah berkata, “Wahai Amirul
Mu`minin, sadarkanlah umat ini sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab
(al-Qur`an) sebagaimana perselisihan Yahudi dan Nasrani.”Utsman kemudian mengutus
seseorang kepada Hafshah agar Hafshah mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an
yang ada padanya kepada Utsman untuk disalin ke dalam beberapa mushhaf, dan
setelah itu akan dikembalikan lagi.Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran
al-Qur`an itu kepada Utsman.Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit,Abdullah
bin Zubair, Said bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk
menyalinnya ke dalam beberapa mushhaf.
Utsman bertanya : Siapa yang orang
yang biasa menulis?
”Dijawab, :
Penulis Rasulullah saw adalah Zaid bin Tsabit.
Utsman
bertanya : Lalu siapa oang yang paling pintar
bahasa Arabnya?
Dijawab :
Said bin al-‘Ash.
Utsman
berkata : Suruhlah Said untuk
mendiktekan dan Zaid untuk
menuliskan
al-Qur`an.
Saat proses penyalinan mushhaf
berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan, yakni adanya perbedaan
pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”.
Seperti diketahui, yang
mendiktekannya adalah Said bin al-Ash dan yang menuliskannya adalah Zaid bin
Tsabit. Semua dilakukan di hadapan para sahabat. Ketika Said bin al-Ash
mendiktekan kata at-Taabuut maka Zaid bin Tsabit menuliskannya sebagaimana
ditulis oleh kaum Anshar yaitu at-Taabuuh, karena memang begitulah menurut
bahasa mereka dan begitulah mereka menuliskannya. Tetapi anggota tim lain
memberitahukan kepada Zaid bahwa sebenarnya kata itu tertulis di dalam
lembaran-lembaran al-Qur`an dengan Ta` Maftuhah, dan mereka memperlihatkannya
ke Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit memandang perlu untuk menyampaikan hal itu
kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang dan semakin teguh. Utsman lalu
memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata seperti dalam
lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan Ta` Mahtuhah. Sebab hal itu merupakan
bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula al-Qur`an diturunkan dengan bahasa
mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut dengan Ta` Maftuhah.
Demikianlah, mereka tidak berbeda
pendapat selain dari perkara itu, karena mereka hanya menyalin tulisan yang
sama dengan yang ada pada lembaran-lembaran al-Qur`an, dan bukan berdasarkan
pada ijtihad mereka.Tertib atau urutan ayat-ayat
Al-qur’an adalahTauqifi,ketentuan dari Rosulullah,sebagian ulama’
meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma’.[8][8]
Setelah mereka menyalin
lembaran-lembaran tersebut ke dalam mushhaf, Utsman segara
mengembalikannya kepada Hafshah.Utsman kemudian mengirimkan salinan-salinan
mushhaf ke seluruh wilayah negeri Islam agar orang-orang tidak berbeda pendapat
lagi tentang al-Qur`an. Jumlah salinan yang telah dicopy sebanyak tujuh buah.
Tujuh salinan tersebut dikirimkan masing-masing satu copy ke kota Makkah, Syam,
Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Mushhaf Utsmani.Utsman kemudian memerintahkan
al-Qur`an yang ditulis oleh sebagian kaum muslimin yang bertentangan dengan
Mushhaf Utsmani yang mutawatir tersebut untuk dibakar. Ali Bin Abi tholib
berkata :Demi Allah ,dia tidak melakukan apa-apa dengan pecahan-pecahan (
Mushaf ) kecuali dengan persetujuan kita semua”.[9][9]
Pada masa pemerintahan Sayidina
Ali bin Abi Tolib tidak ada perubahan dan tetapseperti zaman Usman Bin
Affan.
d.
Zaman Setelah Zaman Khulafa Ar-Rasyidin
Pada masa berikutnya kaum muslimin
menyalin mushhaf-mushhaf yang lain dari mushhaf Utsmani tersebut dengan tulisan
dan bacaan yang sama hingga sampai kepada kita sekarang.Pada masa pemerintahan
Mu’awiyah ( 60 H/679 M ),dia menerima perintah untuk melaksanakan tanda titik
kedalam naskah mushaf, yang kemungkinan dapat terselesaikan pada tahun 50 H/670
M.[10][10]
Adapun pembubuhan tanda syakal
berupa fathah, dhamah, dan kasrah dengan titik yang warna tintanya berbeda
dengan warna tinta yang dipakai pada mushhaf yang terjadi di masa Khalifah
Muawiyahdilakukan untuk menghindari kesalahan bacaan bagi para pembaca
al-Qur`an yang kurang mengerti tata bahasa Arab.Pada masa Daulah
Abbasiyah, tanda syakal ini diganti. Tanda dhamah ditandai dengan dengan wawu
kecil di atas huruf, fathah ditandai dengan alif kecil di atas huruf, dan
kasrah ditandai dengan ya` kecil di bawah huruf. Begitu pula pembubuhan tanda
titik di bawah dan di atas huruf di masaKhalifah Abdul Malik bin
Marwandilakukan untuk membedakan satu huruf dengan huruf lainnya.
Dengan demikian, al-Qur`an yang
sampai kepada kita sekarang adalah sama dengan yang telah dituliskan di hadapan
Rasulullah saw. Allah SWT telah menjamin terjaganya al-Qur`an. Tidak ada orang
yang berusaha mengganti satu huruf saja dari al-Qur`an kecuali hal itu akan
terungkap.Allah SWT berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang
menurunkan al-Qur`an dan
sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)
Oleh karena itu, tidak perlu kita
ragu-ragu terhadap orisinalitas al-Qur`an.
B.
Rasm Rusmani
a.
Pengertian Rasm Usmani
Rasm berasal dari kata رَسَمَ ـ يرسُم ـ رسماً, artinya menggambar
atau melukis. Kata rasm ini juga biasa diartikan
sebagai sesuatu yang resmi atau menurut aturan. Jadi Rasmil
Qur’an berarti tulisan atau penulisan Al-Qur’an yang mempunyai
metode-metode tertentu.
Para ulama lebih cenderung
menamainya dengan istilah rasmul Mushaf. Ada pula yang menyebut rasm al-Qur’an
dengan rasm ‘Usmany dikarenakan istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya
mushaf ‘Utsman, yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empatyang terdiri dari
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin
al-Harits yang ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu
Ilmu Rasm ialah satu ilmu yang
membincangkan cara menulis lafaz-lafaz atau sebutan untuk memelihara penyebutan
huruf-hurufnya dari segi lafaz, huruf-huruf asal dan ilmu yang membahaskan
kaedah menambah, mengurang, menyambung, memisah dan menggantikan huruf.
b.
Penulisan Al-Quran (Ilmu Rasm)
Penulisan (Rasm) Al-Quran ini adalah
satu sunnah Rasulullah s.a.w. yang di ikuti secra ijma' (kesepakatan) oleh
seluruh ulam mujtahidin kerana tulisan ini adalah berbentuk tsuqifiyyah dan ia
dibuat di bawah pengawasan Nabi Muhammad s.a.w.
Ali Al-Shobuni membagi kedalam dua
masa tentang pengumpulan dan penulisan al-qur’an, yaitu masa rasulullah SAW,
dan masa khulafaurrasyidin.
Telah diketahui bahwa pengumpulan
al-qur’an pada masa Rasulullah SAW, dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Pengumpulan
dalam dada dengan cara menghafal
2) Pengumpulan
dalam wujud tulisan, yaitu menulis dan mengukirnya.
Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi
adalah penyusunan surat dan ayat secara sistematis, namun belum terkumpul dalam
satu mushaf melainkan dalam keadaan terpisah-pisah.
Dalam proses penulisan di zaman
Rasulullah SAW. Yang menulis Al-Quran yaitu Abu bakar, Umar, Utsman, Ali,
Abban Bin Said, Khalid Bin Walid, dan Muawiyah Bin Abi Sofyan. Setiap kali
menerima wahyu Rasulullah SAW, memanggil para sekretarisnya untuk menulis wahyu
yang baru diterimanya.
Di zaman khalifah Abu Bakar, Allah
SWT menggerakkan kaum muslimin terhadap kebaikan ini pada waktu perang yamamah
karena banyaknya para qura’ yang terbunuh, maka Umar Bin Khattab dengan segera
pergi ketempat Abu Bakar yang saat itu menjabat sebagai khalifah. Karena Umar
khawatir meninggalnya para qura’ di tempat-tempat lain sebagaimana perang
yamamah, sehingga kaum muslimin kehilangan pedoman agama Islam dan sulit akan
memperolehnya kitab mereka.
Umar mendiskusikan kepada Abu Bakar
tentang rencana pengumpulan al-qur’an, setelah umar menguraikan sebab-sebab
yang melatar belakanginya, Abu Bakar diam mempertimbangkanya. Kemudian Abu
Bakar dan Umar mengutus zaid Bin Tsabit, salah seorang penulis wahyu dizaman
Rasulullah. Maka datanglah Zaid Bin Tsabit ke majlis Abu Bakar dan Umar,
mendengarkan mereka berdua tentang Al-Qur’an, lalu zaid menyetujuinya. Dan
ketika Abu Bakar mendapati tanggapan positif dari Zaid, beliau berkata:
“Sesungguhnya kamu pemuda cerdas, dulu kamu telah menulis wahyu untuk
Rasulullah, maka telitilah al-qur’an dan kumpulkanlah”.
Terus meneruslah Zaid meneliti
Al-Quran dengan mengumpulkan dan menuliskannya dan Zaid sendiri orang yang
hafal Al-Qur’an, sehingga hafalannya itu sedikit mengurangi bebannya namun
demikian zaid tidaklah mencukupkan dengan hafalannya dalam menetapkan ayat yang
terdapat perselsihan kecuali dengan saksi.
Begitu pula dalam melaksanakan
amanah menulis Al-Qur’an tidak mengandalkan hanya hafalannya saja atau melalui
pendengaranya saja akan tetapi bertitik tolak dari pada penyelidikan yang
mendalam dari dua sumber, yakni:
1) sumber hafalan yang
tersimpan dalam dada hati para sahabat,
2) sumber tulisan yang ditulis pada
zaman Rasulullah SAW.
Disini berarti, hafalan dan
tulisan harus terpenuhi seperti itulah bentuk kehati-hatian Zaid Bin Tsabit
dalam menulis Al-Qur’an. Setelah selesai, Al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis
kemudian diserahkan kepada Abu Bakar, dan beliau menyimpan baik-baik hingga
wafatnya. Sepeninggal Abu Bakar, ia digantikan oleh Umar Bin Khattab yang
kemudian disimpannya naskah itu. Dan setelah wafatnya Umar Bin Khattab, Naskah
itu kembali diserahkan kepada Hafshah.
Di zaman khalifah Utsman ketika
mendengar laporan Hudzaifah tentang terjadi perpecahan dikalangan kaum muslimin
tentang perbedaan qira’ah Al-Qur’an yang mengarah kepada saling pengklaiman
tentang kafir mengkafirkan. Khalifah Utsman ra, segera meminta mushaf yang
disimpan di rumah Hafsah, lalu menugaskan Zaid Bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair,
Said Ibnu Al-Ash dan Abdurrahman Ibn Hisyam untuk menyalinnya dalam beberapa
mushaf. Kata Utsman, ‘jika kalian bertiga dan Zaid Bin Tsabit berselisih
pendapat tentang hal Al-Qur’an, maka tulislah dengan ucapan atau lisan quraish
karena al-quran diturunkan dengan lisan quraish”
Dalam kerja penyalinan Al-Qur’an ini
mereka mengikuti ketentuan-ketentuan yang disetujui oleh khalifah Utsman.
Ketentuan itu adalah bahwa mereka menyalin ayat berdasarkan riwayat mutawatir,
mengabaikan ayat-ayat mansukh yang tidak diyakini dibaca kembali di masa hidup
Nabi SAW, tulisannya secara maksimal mampu mengakomodasik qira’at yang
berbeda-beda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak termasuk ayat
Al-Quran. Para penulis dan para sahabat setuju dengan tulisan yang mereka
gunakan ini.
Para ulama menyebut cara penulisan
ini sebagai Rasm Al-Mushaf. Karena cara penulisan disetujui
Utsman sehingga sering pula dibangsakan kepada Utsman, sehingga mereka
menyebutnya Rasm Utsman atau Rasm Utsmani. Namun demikian,
pengertian rasm ini terbatas pada tulisan mushaf oleh tim empat di
zaman Utsman, karena khawatir akan beredarnya dan menimbulkan perselisihan
dikalangan ummat islam. Hal ini nanti membuka peluang bagi ulama kemudian untuk
berbeda pendapat tentang kewajiban mengikuti rasm Utsmani.
Tulisan Al-Quran dengan menggunakan
khat nasakh mulai dicetak buat pertama kalinya di Hamburg, Jerman pada tahun
1694 Masehi (1113 Hijrah) dan seterusnya dicetak di negara-negara Islam yang
lain hingga hari ini.
c.
Tahap Penulisan Al-Quran
Penulisan
Al-Quran Rasm Utsmani seperti yang terdapat sekarang ini melalui beberapa
tahapan berikut ini :
1.
Belum meletakkan tanda sembarangan.
2.
Pemberian titik dan baris dilakukan dalam tiga fase :
a). Pada
zaman Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan. Saat itu, Muawiyah menugaskan Abu
Aswad Ad-dualy untuk meletakkan tanda baca (i’rab) pada tiap kalimat dalam
bentuk titik untuk menghindari kesalahan membaca.
b). Pada zaman Abdul Malik bin
Marwan (65 H), khalifah kelima Dinasti Umayyah itu menugaskan salah
seorang gubernur pada masa itu, Al Hajjaj bin Yusuf, untuk memberikan titik
sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya. Misalnya : huruf
baa’ (ب)dengan satu titik di bawah, huruf ta (ت) dengan
dua titik di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas. Pada masa itu, Al Hajjaj
minta bantuan kepada Nashr bin ‘Ashim dan Hay bin Ya’mar.
c). Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Diberikan tanda baris berupa dhamah,
fathah, kasrah, dan sukun untuk memperindah dan memudahkan umat Islam dalam
membaca Alquran. Pemberian tanda baris ini mengikuti cara pemberian baris yang
telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy, seorang ensiklopedi bahasa
Arab terkemuka kala itu. Menurut sebuah riwayat, Khalil bin Ahmad juga yang
memberikan tanda hamzah, tasydid, dan isymam.
3.
Pemberian tanda baca tajwid.
Pada masa Khalifah Al-Makmun, para
ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan
menghafal Alquran, khususnya bagi orang selain Arab, dengan menciptakan
tanda-tanda baca tajwid yang berupa isymam, rum, dan mad.
4.
Pemberian tanda pada tulisan al-qur’an
Membuat tanda lingkaran bulat sebagai pemisah ayat dan mencantumkan
nomor ayat, tanda-tanda wakaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca),
menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri atas nama, tempat
turun, jumlah ayat, dan jumlah ‘ain. Tajzi’, yaitu tanda pemisah antara satu
Juz dan yang lainnya, berupa kata ‘juz’ dan diikuti dengan penomorannya dan
tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh,
setengah juz, dan juz itu sendiri.
d.
Pembagian Rasm
Melihat dari spesifikasi cara
penulisan kalimat-kalimat arab rasm a-lqur’an dibagi menjadi tiga macam:
1) Rasm Qiyasi
(الرسم القياسى)
2) Rasm
A’rudi (الرسم العروضي)
3) Rasm Usman (الرسم العثمان)
Berikut penjelasan dari
masing-masing ungkapan diatas:
1.
Rasm Qiasi / Imla'i
Rasmul
Imla’i adalah penulisan menurut kelaziman pengucapan / pertuturan.Ada
pendapat yang mengatakan bahwa Al-Qur’an dengan rasm
imla’I dapat dibenarkan, tetapi khusus bagi orang awam. Bagi para
ulama atau yang memahami rasm Utsmani tetap wajib
mempertahankan keaslian rasm Utsmani.
Pendapat diatas diperkuat oleh
Al-Zarqani dengan mengatakan bahwa rasm
Imla’I diperlukan untuk menghindarkan ummat dari kesalahan membaca
Al-Qur’an, sedangkan rasm Utsmani di perlukan untuk memelihara
keaslian mushaf Al-Qur’an. Tampaknya, pendapat ini lebih moderat dan lebih
sesuai dengan kondisi ummat, disatu pihak mereka ingin
melestarikan rasm Utsmani, sementara dipihak lain mereka
menghendaki dilakukannya penulisan Al-Qur’an denganrasm Imla’I untuk
memberikan kemudahan bagi kaum muslimin yang kemungkinan mendapat kesulitan
membaca Al-Qur’an dengan rasm Utsmani.
Namun demikian, kesepakatan para
penulis Al-Qur’an dengan rasm Utsmani harus diindahkan dalam
pengertian menjadikannya sebagai rujukan yang keberadaannya tidak boleh hilang
dari masyarakat Islam. Sementara jumlah ummat Islam dewasa ini cukup besar yang
tidak menguasai rasm Utsmani. Bahkan, tidak sedikit jumlah ummat Islam
untuk mampu membaca aksara arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu
mereka agar dapat membaca ayat-ayat Al-Qur’an, seperti tulisan latin. Namun
demikian Rasm Utsmani harus dipelihara sebagai standar
rujukan ketika dibutuhkan
Demikian juga tulisan ayat-ayat
Al-Qur’an dalam karya ilmiah, rasm Utsmani mutlak diharuskan
karena statusnya sudah masuk dalam kategori rujukan dan penulisannya tidak
mempunyai alasan untuk mengabaikannya. Dari sini kita dapat memahami bahwa
menjaga keotentikan Al-Qur’an tetap merujuk kepada penulisan mushaf Utsmani.
Akan tetapi segi pemahaman membaca Al-Qur’an bisa mengunakan penulisan yang lain
berdasarkan tulisan yang dalam proses penulisan Al-Qur’an mulai dari Zaman
Rasulullah, zaman khalifah Abu Bakar sampai khalifah Utsman Bin Affan yang
penulisnya tidak pernah lepas dari Zaid Bin Tsabit yang merupakan
sekretaris Rasulullah SAW. Secara historis ini membuktikan bahwa Allah SWT
tetap menjaga dan memelihara keotentikan Al-Qur’an.
2.
Rasm ‘Arudi
Rasm ‘Arudi ialah cara
menuliskan kalimat-kalimat arab disesuaikan dengan wazan sya’ir-sya’ir arab.
Hal itu dilakukan untuk mengetahui “bahr” (nama macam sya’ir). Dari
sya’ir tersebut contohnya seperti :
وليل
كموج البحر ار خي سدو له sepotong
sya’ir Imri’il qais tersebut jika ditulis akan berbentuk:
وليلن
كموج البح ر ار خي سدو لهو sesuai
dengan فعو لن مفا عيلن
فعولن مفا عيلن sebagai
timbangan sya’ir yang mempunyai “ bahar tawil.”
3.
Rasm Utsman
Rasmul Utsmani adalah pola penulisan Al-Qur’an pada masa
Utsman dan disetujui oleh Utsman. Rasm utsmani menjadi salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang bernama Ilmu Rasm Utsmani. Ilmu ini didefinisikan sebagai
ilmu untuk mengetahui segi-segi perbedaan antara Rasm utsmani dan untuk
mengetahui segi perbedaan antara rasm utsmani dan kaidah-kaidah rasm istilahi
(rasm yang biasa selalu memperhatikan kecocokan antara tulisan dan ucapan)
sebagai berikut contoh antara rasm utsmani dengan rasm istilahi.
Dalam rasm utsmani lafaz (لايستوون) ditulis (لايستون)
Lafaz (الصلاة) ditulis (الصلوة)
Lafaz (الزكاة) ditulis (الزكوة)
Lafaz (الحياة) ditulis (الحيوة)
a). Hukum Mengikuti Rasm Utsman
Dalam kitab Al-Muhith Al-Burhaniy,
kitab fiqh Al-Hanafiyyah terdapat pernyataan:
“ sesungguhnya tidak diperkenankan
menulis mushaf , kecuali dengan rasm utsmani.”
Tulisan al-qur’an bukan tauqifi
(tergantung pada petunjuk nabi atau allah) . tulisan yang sudah ditetapkan dan
disepakati pada masa itu boleh saja tidak diikuti . Ulama yang menguatkan
pendapat ini ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya dan al-qadhi abu bakar dala
kitabnya al-intishar. Menurut beliau tidak ditemukan nash maupun mafhum (yang
dipahami dari ) nash yang menunjukkan kepada kemestian menulis al-Qur’an dengan
satu macam tulisan. Demikian juga Tidak pernah ditemukan riyawat Nabi
mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat dikutip oleh
Rajab Farjani : “Sesungguhnya Rasulullah saw, memerintahkan menulis
Al-Qur’an, tetapi tidak memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak pula
melarang menulisnya dengan pola-pola tertentu.Sunnah Nabi menunjukkan kepada
kebilehan menulis Al-Qur’an dengan cara yang mudah
b). Perbaikan Rasmul Utsmani
Mushaf Utsmani tidak memakai tanda
baca titik dan syakal, karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan
orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal
dengan harakat dan pemberian titik.
Ketika bahasa arab mulai mengalami
kerusakan karena banyaknya percampuran (dengan bahasa non arab), maka para
penguasa merasa pentingnya ada perbaikan Mushaf syakal, titik dan lain-lain
yang dapat membantu pembacaan yang benar. Banyak ulama yang berpendapat bahwa
orang pertama yang melakukan hal itu adalah Abu Aswad ad-Du’ali, peletak
pertama dasar-dasar kaidah bahasa arab, atas permintaan Ali bin Abi Talib.
Perbaikan rasm Mushaf itu
berjalan secara bertahap. Pada awalnya syakal berupa titik: fathah berupa satu
titik diatas awal huruf, tanda kasrah berupa satu titik dibawah awal huruf,
tanda dhammah berupa satu titik diatas akhir huruf, dan tanda sukun berupa dua
titik. Kemudian terjadi perubahan penentuan harakat yang berasal dari huruf,
dan itulah yang dilakukan oleh al-Khalil. Perubahan itu ialah fathah adalah dengan
tanda sempang diatas huruf, kasrah berupa tanda sempang dibawah huruf, dhammah
dengan wawu kecil diatas huruf dan tanwin dengan tambahan tanda serupa.
Perhatian untuk menyempurnakan rasm Mushaf, kini telah mencapai
puncaknya dalam bentuk tulisan Arab (al-khattul ‘arabiy).
c). Manfaat Ilmu Rasm Utsmani
1) Mengetahui
persambungan sanad mengenai al-qur’an.
2) Mengetahui
penunjukan asal harakat, seperti penulisan kasroh pada huruf yaa’, dhommah pada
wawu.
3) Mengetahui
penunjuk sebagian bahasa fashih .
Seperti : pembuangan akhir huruf
fi’il mudhori’ mu’tal ghairu jazzim.
4) Mengetahui
penunjukkan pengertian yang tersembunyi.
Dengan demikian rasm Al-qur’an yang
telah dipergunakan pada masa khalifah Utsman mempunyai beberapa nilai diantaranya :
a). Rasm utsmani memberikan
kontribusi yang sangat besar karena rasm utsmani merupakan sejarah dan
kebudayaan arab masa lalu
b). Dengan adanya rasm utsmani maka
erat sekali persamaan kita saat ini dengan para sahabat yang hidup pada kurun
abad pertama hijriyah
c). Salah satu syarat bacaan yang
diterima qiraat qur’an dari berbagai versi bacaan adalah jika sesuai dengan
rasm utsmani
d). Terjaganya kemurnian
Alqur’an
e.
Kaidah Rasm Al-Qur’an
Para
Ulama meringkas kaidah-kaidah itu menjadi 6 istilah, yaitu:
1.
Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan
huruf).
a.
Menghilangkan huruf alif pada yaa`
nida`,seperti ياَ يّها النّاس menurut
kaidah imlak (يااْيها
الناس)
b.
membuang huruf yaa’ , huruf yaa’ dibuang dari manqushah munawwan ,
baik berharakat rafa’ maupun jarr, seperti باغ aslnya با غِى
c.
membuang huruf wawu , dibuang apabila bergandengan dengan wawu yang
lain. Seperti لاَ
يَسْتَوْنَ asalnya لا يَسْتَوُوْنَ
d.
membuang huruf lam , dihilangkan apabila dalam keadaan idhghom
. seperti الَّيْلُ dan الّذى asal
keduanya اللَّيْلُ dan اللَّذى
2.
Al-Ziyadah ( penambahan),
a.
menambahkan huruf alif setelah wawu pada akhir isim jama’ seperti
ungkapan اُولُوا الاَلباب dan مُلا قُوارَبِّهم
b.
menambah alif setelah hamzah marsumah wawu
(hamzah yang terletak di atas tulisan wawu) (ؤ ). seperti : تَا الله تَفْتَؤُا asalnya تَا
الله تَفتَأُ
c.
Penambahan huruf “yaa’ pada kata-kata مِنْ تِلْقَائِ نَفْسِى dan حِجَابٍمن ورائ
d.
Penambahan huruf “wawu”, pada kata-kata tertentu اولات اولاء , الئك , اولوا dan ساوريكم.
3.
Al-Hamzah,
Apabila hamzah berharakat sukun,
ditulis dengan huruf berharakat yang sebelumnya. Seperti : ائْذنْ kecuali
pada beberapa keadaan.
a.
Al-Hamzah al-Sakinah yang aslinya ditulis di atas huruf yang
sesuai dengan harakat sebelumnya, baik di awal, tengah, maupun akhir,
seperti هيء
,(جئنك),(اقرأ) kecuali dalam kata-kata tertentu, seperti (فادارءثم) dan (ورءيا) maka kedua kata tersebut
hurufnya dihilangkan dan hamzah ditulis menyendiri.
b.
Al-Hamzah al-Mutaharrikah apabila berada di awal kata atau
digabungkan dengan huruf tambahan, hamzah tersebut ditulis dengan
alif secara pasti (mutlak, baik dalam keadaan fatah, dammah maupun kasrah,
seperti kata (اولوا).(اذا),(أيوب),(فيأئ),(سأصرف)kecuali di tempat-tempat tertentu seperti قل أئنكم لثكفرون di dalam surah
fushilat.
4.
Badal (penggantian),
a.
Alif di tulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata : الصّلوةَ , الزّكوةّ
b.
Alif di tulis dengan yaa’ pada kata : أنّى , على , إلى yang
berarti كيف , متى , بلى, لدى
c.
Alif di gantindengan huruf nun taukid khafifah pada kata إذًا pada ungkapan (وكأين من نبي), maka ditulis dengan nun’.
d.
Ha’ at-Ta’nis ( ة ) ditulis dengan huruf ta (ث) .seperti
kata رحمة menjadi رحمت .
5.
Washal (penyambungan) dan Fashl (pemisahan)
Washl : metode penyambungan kata
yang mengakibatkan hilang atau dibuangnya huruf tertentu.
a.
(من ) min bersambng dengan maa ( ما )
penulisannya di sambung dan huruf nun pada mim tidak ditulis. Seperti
: ممّاَ kecuali pada من ما ملكت أيْما نكم
b.
( إِنْ ) in disusul dengan maa ( ما ) ditulis
bersambung dengan meniadakan nun sehingga imma ( إمَّا ) , kecuali
pada تو عدُون إنْ مَا
c.
( مِن ) min disusul dengan
man ( مَنْ
) ditulis
bersambung dengan menghilangkan huruf nun sehingga menjadi mimman ( ممَّنْ ) bukan مِنْ مَنْ
6.
Kata yang dapat dibaca dua bunyi
Suatu kata yang boleh dibaca dengan
dua cara tapi penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Tetapi yang
kita maksudkan bukan bacaan yang janggal (syaddzah).
Di dalam mushaf `Utsmani, penulisan
kata semacam itu di tulis dengan menghilangkan alif, misalnya “maliki
yaumiddin” . Ayat di atas boleh di baca dengan menetapkan alif (yakni di baca
dua alif), boleh juga hanya menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).
Kebanyakan mashaf ditulis mengikut
kaedah-kaedah ini. Oleh itu, penulisan mushaf Utsmani ini diakui penulisan yang
bersifat tauqifi (penetapan, penentuan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam), maka penggunaan tulisan Imlai atau Qiasi tidaklah diharuskan.
FOOTNOTE
[1][1] .Prof
Dr.M.Quraish Shihab,wawasan al-qur’an, Bandung, Al-mizan,1996, hal-l 3
[2][2] .Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, The History The Qur,anic
Text, from Revelatoin to Compilation, Jakarta, Gema Insani, 2008.hal-73
[3][3]. Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, Sejarah Al-qur’an ,verifikasi
tentang otentitas al-Quran ,Jogyakarta, Pustaka Pelajar,2010 ,hal-28.
[8][8] . Manna Kholil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu
al-qur’an, Jakarta,PT. InterMasa ( Lentera Antar Nusa) 1996 hal -205
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
A.
Peranan Al-Qur’an
Secara garis besar, fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat
penting untuk dipahami seorang Muslim ada tiga. Yakni Al-Qur’an berfungsi
sebagai:
a.
mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw (QS 17:88; QS 10:38),
b.
sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS
45:20),
c.
serta sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang
pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya (QS 5:48,15; QS 16:64), dan ini bernilai
abadi atau berlaku sepanjang zaman.
B.
Al-Quran sebagai Mu’jizat
Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal
dari kata ‘ajz yang berarti lemah, kebalikan
dari qudrah (kuasa). Sedangkan i’jaz berarti membuktikan
kelemahan. Mu’jiz adalah sesuatu yang melemahkan atau membuat yang
lain menjadi lemah, tidak berdaya. Setiap mukzijat biasanya turun untuk
memberikan tantangan bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa para
tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu
sihir, Nabi Musa datang dengan membawa mukjizat yang mampu melumpuhkan tipu
daya para tukang sihir tersebut. Bukankah mukjizat berarti yang melumpuhkan
atau yang membuat lemah? Rasulullah saw. pun hadir pada suatu zaman ketika
sastra Arab mencapai puncak ketinggiannya. Beliau datang dengan Al-Quran yang
memiliki gaya bahasa tingkat tinggi yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang
ada pada zaman itu.
Selain keindahan gaya bahasanya, ada
petunjuk-petujuk sangat jelas lainnya yang memperlihatkan bahwa Al-Quran datang
dari Allah Swt. dengan segala kemukjizatannya. Ayat-ayat yang berhubungan
dengan ilmu pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap orang yang mau
berpikir bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin ciptaan
manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw. yang ummi (QS 7:158) yang
hidup pada awal abad keenam Masehi (571-632 M). Di antara ayat-ayat tersebut umpamanya:
QS 39:6; QS 6:125; QS 23:12,13,14; QS 51:49; QS 41:11-41; QS 21:30-33; QS
51:7,49, dan lain-lain.
Ada pula ayat-ayat yang berhubungan
dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba’. Tsamud, ’Aad,
Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Musa, dan sebagainya.
Ayat-ayat ini dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Quran adalah
wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan
ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa
Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada
kita bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt. yang disampaikan melalui lisan
utusan-Nya.
C.
Al-Quran sebagai Pedoman Hidup
Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an
banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup
dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan mahluk lainnya. Di dalamnya
terdapat peraturan-peraturan seperti:beribadah langsung kepada Allah
Swt,berkeluarga, bermasyarakat, berdagang,utang-piutang, kewarisan, pendidikan
dan pengajaran, pidana, dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah
Swt. dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap
waktu.
Setiap Muslim diperintahkan untuk
melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam kehidupannya. Sikap memilih
sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang Al-Quran sebagai bentuk
pelanggaran dan dosa. Melaksanakannya dinilai ibadah, memperjuangkannya dinilai
sebagai perjuangan suci, mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, hijrah
karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi, dan tidak mau
melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir.
D.
Al-Quran sebagai Korektor
Sebagai korektor, Al-Quran banyak
mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab suci
sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi sesuai dengan
ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut
menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip
ketuhanan, dan sebagainya.
Ada beberapa contoh koreksian yang
diungkapkan oleh Al-Quran terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut, antara lain:
1.
Tentang ajaran Trinitas (QS 5:73)
2.
Tentang Nabi Isa (QS 3:49,59; QS 5:72,76)
3.
Tentang peristiwa penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
4.
Tentang Nabi Luth (QS 29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan (Genesis,
19:33-36)
5.
Tentang Nabi Harun (QS 20:90-94) perhatikan (Keluaran,
37:2-4)
6.
Tentang Nabi Sulaiman (QS 2:102; QS 27:15-44) perhatikan
(Raja-Raja, 21:4-5) dsb
E.
Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an
Faktor-faktor al-Qur’an tidak
ditulis dalam mushhaf-mushhaf
a) Kaum
muslimin baik-baik saja, para qari’ masih banyak, Islam belum tersebar luas,
fitnah belum dikhawatirkan muncul, tumpuhan pada hafalan lebih besar,
sarana-sarana tulis belum mudah didapat dan perhatian rasulullah saw terhadap
al-Qur’an sangat besar mencakup cara-cara pembacaannya berdasarkan ketujuh
huruf, yang al-Qur’an turun terdiri atasnya
b) Nabi
saw masih menunggu kemungkinan penasakhan ayat atau beberapa ayat dari Allah
SWT.
c) Al-Qur’an
tidak turun seketika tetapi bertahap sampai beberapa ayat dari Allah SWT.
d) Urutan al-Qur’an tidak sesuai
dengan urutan ayatnya.
Sesudah berakhir masa turunya al-Qur’an dengan wafatnya rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para khulafa’ur rasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya.ini suatu isyarat firman Allah:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesugguhnya kami benar-benar memeliharanya”. (Qs.Al-Hijr [15]:9)
Sesudah berakhir masa turunya al-Qur’an dengan wafatnya rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para khulafa’ur rasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya.ini suatu isyarat firman Allah:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesugguhnya kami benar-benar memeliharanya”. (Qs.Al-Hijr [15]:9)
F.
Pemeliharaan Al-Qur’an Pasca Sahabat Sampai Sekarang.
Setelah masa khalifah, pemeliharaan al-Qur’an terus dilanjutkan dan
disempurnakan dengan cara memberi syakal dan memberi titik pada tulisan-tulisan
mushaf.
Mushaf yang di tulis pada masa khalifah ‘Ustman masih memakai tulisan kufi, tanpa titik, tanpa syakal, mad, tasyidid dan tanda baca lainnya. Menurut abu Ahmad al-‘Askari (w.382 ) kaum muslimin membaca al-Qur’an dengan salinan mushaf ‘Ustman selama 40 tahun lebih, hingga masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Pada masa ke khalifahan Abdul Malik pada tahun 65 H, beberapa pembesar pemerintahan mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya perubahan nash-nash al-Qur’an jika penulisan mushaf di biarkan tanpa syakal dan tanpa titik.
Perbaikan bentuk penulisan tidak terjadi sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur dari generasi ke generasi hingga mencapai puncak kejayaannya pada akhir abad ke-3H. orang pertama dalam penggunaan titik-titik dalam penulisan al-Qur’an disebutkan nama tiga orang tokoh, Abu Aswad ad-Duali dialah yang paling terkenal, Yahya bin Ya’mar dan Nashr bin‘Ashim al-Laits
Mushaf yang di tulis pada masa khalifah ‘Ustman masih memakai tulisan kufi, tanpa titik, tanpa syakal, mad, tasyidid dan tanda baca lainnya. Menurut abu Ahmad al-‘Askari (w.382 ) kaum muslimin membaca al-Qur’an dengan salinan mushaf ‘Ustman selama 40 tahun lebih, hingga masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Pada masa ke khalifahan Abdul Malik pada tahun 65 H, beberapa pembesar pemerintahan mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya perubahan nash-nash al-Qur’an jika penulisan mushaf di biarkan tanpa syakal dan tanpa titik.
Perbaikan bentuk penulisan tidak terjadi sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur dari generasi ke generasi hingga mencapai puncak kejayaannya pada akhir abad ke-3H. orang pertama dalam penggunaan titik-titik dalam penulisan al-Qur’an disebutkan nama tiga orang tokoh, Abu Aswad ad-Duali dialah yang paling terkenal, Yahya bin Ya’mar dan Nashr bin‘Ashim al-Laits
1.
Abu Aswad Ad-Duali.
Di
kenal karena dialah orang yang pertama kali meletakkan kaidah tatabahasa Arab
atas perintah Ali bin Abi Thalib ra , Abu Aswad pernah mendengar orang membaca
firman Allah: ( اَنَّ اللهَ بَرِيْئٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلُهُ) artinya: “bahwa Allah dan rasul-Nya
memutuskan hubungan dengan kaum musyrikin”. Orang lain lagi membacanya ( اَنَّ اللهَ بَرِيْئٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ) artinya: “bahwa Allah
memutuskan hubungan dari kaum musyrikin dan dari Rasul-Nya”. Akirnya sejak itu
ia mulai berfikir dan bekerja giat untuk membuat tanda baca dan titik-titik,
tetapi Abd.Chalik dalam bukunya ‘Ulum AL-qur’an mengatakan yang memerintah Abu
Aswad ad-Duali adalah Zaid ibn Abihi pada masa pemerintahan daulah umayah.
Namun ada pula ulama’ mengatakan Abu Aswad ad-Duali membuat tanda-tanda bacaan
berupa titik-titik itu atas dasar perintah khalifah Abdul Malik bin
Marwan.
Sulit memang bagi penulis makalah untuk menentukan dari berbagai riwayat yang berbeda, siapa yang memerintahkan Abu Aswad Ad-Duali untuk membuat tanda-tanda bacaan berupa titik-titik, tapi tidak ada keraguan bahwa abu Aswad ad-Duali adalah orang yang pertama yang melihat adanya keperluan yang amat besar
Sulit memang bagi penulis makalah untuk menentukan dari berbagai riwayat yang berbeda, siapa yang memerintahkan Abu Aswad Ad-Duali untuk membuat tanda-tanda bacaan berupa titik-titik, tapi tidak ada keraguan bahwa abu Aswad ad-Duali adalah orang yang pertama yang melihat adanya keperluan yang amat besar
2.
Yahya ibn Ya’mar
Kisah
peranan Yahya ibn Ya’mar mencapai kemashurannya ketika ibn khalkan mengatakan;
ibn sirin memiliki mushaf yang huruf-hurufnya sudah bertitik yang di letakkan
oleh Yahya ibn Ya’mar, pada waktu itu di kota muruw. ibn Siri meninggal dunia
tahun 110 H.
Walaupun sampai sa’at ini tidak ada bukti bahwa orang pertama yang meletakkan tanda baca mushaf itu adalah yahya sehingga hal tersebut tidak mudah kita terima kebenarannya.
Walaupun sampai sa’at ini tidak ada bukti bahwa orang pertama yang meletakkan tanda baca mushaf itu adalah yahya sehingga hal tersebut tidak mudah kita terima kebenarannya.
3.
Nashr bin Ashim al-Laitsih
Tidaklah mustakhil kalau
pekerjaannya meletakkan dasar tanda-tanda baca al-Qur’an merupakan kelanjutan
dari pekerjaan 2 orang gurunya Abdul Aswad dan Yahya. Kemudian al-hajjaj ibn
yusuf al-Tsaqafi meminta kepada nashr supaya ia memberi titik kepada
huruf-huruf yang serupa bentuknya, tetapi berwujud garis pendek, diletakkanya
di atas atau dibawah huruf-huruf itu.
Walaupun tidak dapat dipastikan, apakah Abu Aswad ad-Duali ataukah Yahya bin Ya’mar / Nashr bin Ashim yang merupakan orang pertama meletakkan tanda baca pada mushaf, namun tak ada alasan untuk mengingkarinya bahwa mereka bertiga berupaya untuk memperbaiki cara penulisan mushaf dan memudahkan baca’an bagi kaum muslimin.
Dalam perkembangan selanjutnya al-Khalil ibn Ahmad (w. 170 H ), Ahli nahwu yang mashur mengadakan perobahan-perobahan terhadap ciptaan abu al- Aswad dan nashr itu. Ia orang pertama yang menciptakan syakel dan titik yang menjadi dasar bagi apa yang dilihat pada mushaf sekarang ini :
Walaupun tidak dapat dipastikan, apakah Abu Aswad ad-Duali ataukah Yahya bin Ya’mar / Nashr bin Ashim yang merupakan orang pertama meletakkan tanda baca pada mushaf, namun tak ada alasan untuk mengingkarinya bahwa mereka bertiga berupaya untuk memperbaiki cara penulisan mushaf dan memudahkan baca’an bagi kaum muslimin.
Dalam perkembangan selanjutnya al-Khalil ibn Ahmad (w. 170 H ), Ahli nahwu yang mashur mengadakan perobahan-perobahan terhadap ciptaan abu al- Aswad dan nashr itu. Ia orang pertama yang menciptakan syakel dan titik yang menjadi dasar bagi apa yang dilihat pada mushaf sekarang ini :
a.
Sebagai harkat dipakainya huruf-huruf yang menjadi sumber bunyi
bagiharkat-harkatitu.
b.
Sebagai titik-titik huruf, seperti apa yang dilihat pada mushaf
sekarang ini,
c.
Diciptakannya tanda-tanda tasydidi, mad, sukun Isymam dan
lain-lainnya.
Para ahli tulisan indah turut memberikan sumbangan ide menghias mushaf dan memperelok tulisannya, pada masa pemerintahan khalifah al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 86- 96 H/705-714 M. Ia menunjuk Khalid bin Ubay sebagai penulis mushaf, ia yang menghias mihrab rasulullah SAW dimasjid madinah dengan tulisan-tulisan indah. Sejak sa’at itu hingga abad Ke-4 H para penulis indah giat menulis mushaf dengan huruf kufi.Yang kemudian lambat laun tergeser oleh huruf naskh yang indah pada permulaan abad ke 5 H, Termasuk penggunaan titik dan bunyi suara sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.
Para ahli tulisan indah turut memberikan sumbangan ide menghias mushaf dan memperelok tulisannya, pada masa pemerintahan khalifah al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 86- 96 H/705-714 M. Ia menunjuk Khalid bin Ubay sebagai penulis mushaf, ia yang menghias mihrab rasulullah SAW dimasjid madinah dengan tulisan-tulisan indah. Sejak sa’at itu hingga abad Ke-4 H para penulis indah giat menulis mushaf dengan huruf kufi.Yang kemudian lambat laun tergeser oleh huruf naskh yang indah pada permulaan abad ke 5 H, Termasuk penggunaan titik dan bunyi suara sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.
DAFTAR
PUSTAKA
H.S,
Nasrul,dkk. 2011. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi
Umum.Padang: UNP press
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok......8
ISI KANDUNGAN AL-QURAN
A.
Pengertian Al-Qur’an.
Al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan. Al-Qur’an menurut istilah
adalah kitab suci, firman atau wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabiullah
Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Adapun definisi Al-Qur’an
secara terminologi, menurut sebagian ulama’ Ushul Fiqih adalah: kalam Allah SWT
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam Bahasa Arab yang disandarkan
kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan Ibadah,
tertulis dalam mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat
An-Nas.
Al-Qur’an adalah sebuah dokumen untuk umat manusia. Bahkan kitab
ini sendiri menamakan dirinya “petunjuk bagi manusia” dan berbagai julukan lain
yang senada didalam ayat-ayat yang lain. Perkataan Allah SWT, nama Tuhan yang
sesungguhnya, lebih dari 2500 kali disebutkan didalam Al-Qur’an. Meskipun
demikin Al-Quran bukanlah sebuah risalah mengenai Tuhan dan sifat-sifatnya.
Menurut Al-Quran, eksistensi Tuhan benar-benar bersifat fungsional, Dia adalah
pencipta serta pemelihara Alam semesta dan manusia; terutama sekali, Dialah
yang memberikan petunjuk kepada manusia dan yang akan mengadili manusai nanti,
baik secara individual maupun secara kolektif, dengan keadilan yang penuh
belas kasih.[1]
B.
Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah) untuk
umat manusia yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan yang
dibawa Rasulullah SAW tidak berbeda dengan risalah yang dibawa
olah Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan rasul-rasul lainnya sampai kepada Nabi
Isa, risalah itu adalah mentauhidkan Allah.Konsep ketuhanan yang diajarkan oleh
Al-Qur’an tidak berbeda dengan konsep ketuhanan yang diajarkan
oleh Rasul yang pernah Allah utus didunia. Hanya persoalan hukum atau
syariat sajalah yang selalu berubah sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi
dimana nabi itu diutus.
Sebenarnya banyak ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam Al-Qur’an.
Akan tetapi, kebanyakan dari kita hanya membacanya saja tanpa mau memahami isi
yang terkandung di dalamnya. Di bulan Ramadhan, banyak orang-orang berlomba
mengkhatamkan Al-Qur’an. Sebenarnya bukan mengkhatamkan yang diutamakan akan
tetapi menelaah dan mempelajari Al-Qur’an yang sangat dianjurkan agar tidak
terjadi kesalahpahaman memaknai Islam seperti yang terjadi belakangan ini
dimana banyak timbul aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan Islam Ahlussunnah
wal Jamaah.
Banyak timbul perpecahan di dalam umat Islam salah satunya adalah
tidak memahami kandungan ayat Al-Qur’an seperti yang telah penulis katakan di
atas. Kebanyakan dari mereka hanya membaca tapi tidak mempelajari. Itulah
gambaran umum isi kandungan Al-Qur’an. Para ahli telah banyak mengkaji dan
memperinci kandungannya. Hasil kajiannya menunjukan perbedaan-perbedaan, sesuai
dengan sudut pandang mereka masing-masing.[2]
C.
Klasifikasi.
Al-Quran diturunkan untuk menyempurnakan wahyu-wahyu Allah
sebelumnya yaitu menyempurnakan kitab taurat, zabur dan injil. Sebagian ulama
mengatakan, bahwa Al-Qur’an mengandung tiga pokok ajaran: a) keimanan; b)
akhlak danbudi pekerti; dan c) aturan tentang pergaulan hidup sehari-hari antar
sesama manusia.
Fungsi al-Qur’an sebagai ilmu ilahi bukanlah semata mata untuk
dibaca,di lagukan dan di hafalkan. Akan tetapi lebih jauh dari itu,fungsi
al-Qur’an bertujuan untuk memberikan pedoman bagi umat manusia dalam usahanya
memcapai kesejahteraan lahir dan batin,dunia dan akhirat.
Secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau
hal utama beserta pengertian atau arti definisi dari masing-masing kandungan
inti sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :[3]&[4]
a.
Aqidah / Akidah
Aqidah
adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti wajib
dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada
kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah
tidur dan tidak beranak-pinak.
Akidah
atau iman dalam perspektif Al-Qur’an mesti melahirkan amal shalih. Iman dan
amal shalih bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan
antara satu dari yang lain, iman dianggap belum benar jika tidak
diaktualisasikan dalam prilaku shalih, dan prilaku positif tidak dapat diangap
suatu keshalihan jika tidak didasarkan pada keimanan. Jadi keimanan berkaitan
sekali dengan amal shalih. Karena begitu eratnya kaitan antara kedua hal
tersebut, maka perbincangan Al-Qur’an tentang keimanan selalu beriringan dengan
amal shalih. Contoh dalam Al-Quran yaitu pada surat Al-Ikhlas, Ali Imran : 32,
dll.
b.
Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut
atau nurut dari segi bahasa. Dari pengertian “fuqaha” ibadah adalah segala
bentuk ketaatan yang dijalankan atau dikerjakan untuk mendapatkan ridho dari
Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang
tercantum dalam lima rukun islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima
waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji
bagi yang telah mampu menjalankannya. Contoh ayat dalam Al-Qur’an yang
menerangkan tentang ibadah adalah pada surat Al-Baqarah : 222 (keutamaan
bersuci), Al- Waqiah: 56 (Hukum menyentuh dan membaca Al Quran bagi wanita
haid), Al-Maidaah : 6 (wudhu, mandi dan tayamum), dll.
c.
Akhlaq / Akhlak
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki
oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang
tercela atau akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain
dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti
apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya. Banyak contoh ayat mengenai
akhlak dan adab diantaranya yaitu Albaqarah : 83, Al-Maidah : 2 dll.
d.
Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-quran adalah
memberi suruhan atau perintah kepada orang yang beriman untuk mengadili dan
memberikan penjatuhan hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti bersalah.
Hukum dalam islam berdasarkan Alqur’an ada beberapa jenis atau macam seperti
jinayat, mu’amalat, munakahat, faraidh dan jihad. Contoh ayat yang menerangkan
tentang hukum-hukum adalah Al-Maidah : 2, An-Nissa : 3, dll.
e.
Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah
sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa
siksa neraka atau waa’id. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi
orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga jannah
atau waa’ad. Di samping itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam
alquran atau disebut juga targhib dan kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan
istilah lainnya tarhib.
f.
Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah
Sejarah atau kisah adalah cerita
mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat
kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat tidak taat
atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa lalu atau
dengan istilah lain ikibar. Contoh dalam ayat An Najm ayat 7 dll.
g.
Dorongan Untuk Berpikir
Didalam al-qur’an banyak ayat-ayat
yang mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran menusia untuk mendapatkan
manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta.
D.
Hidayah dan Hikmah Kandungan
Isi Al-Quran
Hikmah turunya al quran secara bertahap dari nas-nas yang berkenaan
dengan hal itu, berikut hikmah Al Quran:[5]&[6]
1.
menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullah SAW. Pada masa Rasulullah
menyebarkan agama islam beliau banyak di cemooh dan di ganggu oleh kaum kafir
qurais yang menentang ajaran rasulullah saw dan Al-Qur’an inilah yang yang
menjadi penenang unutk Rasulullah.
2.
Hikmah kedua, tantangan dan mukzijat. Orang orang musryik
senantiasa berkubang dalam kesesatan dan kesombongan hingga melampui batas
.mereka sering mengajukan pertanyaan pertanyaan dengan maksud melemahkan dan
menentang untuk menguji kenabian rasulullah saw. Mereka juga sering menyampaikan
kepadanya hal hal yang batil (tak masuk akal), seperti menanyakan tentang hari
kiamat . di saat mereka keheranan terhadap turun nya al quran secara berangsur
angsur, maka allah swt menjelaskan kepada mereka kebenaran hal itu, sebab itu
tantangan kepada mereka dengan al quran yang di turunkan secara berangsur
sedangkan mereka tidak sanggup untuk membuat yang serupa dengannya, akan lebih
memperlihatkan kemukzijatan nya dan lebih efektif pembuktiannya dari pada kalau
al quran di turunkannya sekaligus lalu mereka diminta membuat yang serupa
dengannya itu.
3.
Mempermudah hafalan dan pemahamannya. Al-Quranul karim turun di
tengah tengah umat yang ummi, yang tidak pandai membaca dan menulis .mereka
tidak mempunyai pengetahuan tentang tata cara penulisan dan pembukuan yang
dapat memungkinkan mereka menulis dan membukukannya, kemudian menghafal dan
memahaminya.
4.
kesesuaianya dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan dalam
penetapan hukum. Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada agama
yang baru, seandanya al quran tidak menghadapi mereka dengan cara yang
bijaksana dan memberikan kepada mereka beberapa obat penawar yang ampuh yang
dapat menyembuhkan mereka dari kerusakan dan kerendahan martabat. Al quran
mengajarkan ahklaq mulia yang dapat membersihkan jiwa dan meluruskan
kebengkokannya dan mencegah perbuatan yang keji dan munkar , sehingga dapat
terfikir habis akar kejahatan dan keburukan .
5.
bukti yang pasti bahwa alquranul karim di turunkan dari sisi yang
maha bijaksana dan maha terpuji. Al quran yang di turunkan secara
berangsur angsur kepada rasulullah saw dalam waktu lebih dari 22 tahun 2 bulan
22 hari ini ayat ayat nya turun dalam selang waktu tertentu, dan selama itu
orang membacanya dan mengkajianya surat demi surat.
6.
Alquran sebagai obat sekaligus penyembuh, Al Quran adalah obat dan
penyembuh rohani manusia arena Al-Quran dapat membuat jiwa yang tegang ataupun
gundah menjadi tenang.
7.
Membersihkan Jiwa
8.
Menetapkan kemulliaan manusia dan hak-haknya, didalam Al-Quran
tertera jelas sangat menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak manusia.
FOOTNOTE
[1] Fazlur
Rahman, Tema Pokok Al-Quran, Pustaka, Bandung, 1980. Hal 01
[2] http://sina-na.blogspot.co.id/2014/08/kandungan-dan-isi-al-quran.html
[3] Drs.
Mudzakir AS, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran, Litera Antarnusa Halim Jaya, 2007.
Hal 157-175
[4] Prof. Dr.
H. Nasaruddin Umar, MA., Ulumul Quran, Al-Ghazali Center, 2008. Hal 286-304
[5] Diterjemahkan
oleh Drs. Mudzakir AS. 2007. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. PT. Pustaka Litera
Antarnusa. Bogor
[6] Prof. Dr.
H. Nasaruddin Umar, MA. 2008, Ulumul Quran, Alghazali Center, Jakarta
selatan
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....9
NUZULUL AL-QUR’AN
A.
Pengertian Nuzulul Quran.
Pengertian nuzulul quran menurut bahasa kata nuzulul quran
merupakan gabungan dari dua kata, yang dalam bahasa arab susunan semacam ini
disebut dengan istilah tarkib idhofi dan dalam bahasa indonesia biasa diartikan
dengan turunnya al-quran(1).
Pengertian nuzulul quran menurut istilah nuzulul quran ini ada
beberapa arti dari berbagai pendapat para ulama’, antara lain sebagai berikut:
Jumhur ulama’ : antara lain Ar-Rozi, Imam As-Suyuthi, Az-Zarkasyi,
dll. Mengatakan arti nuzulul quran itu secara hakiki tidak cocok sebagai
al-quran sebagai kalam allah yang berada pada dzat-nya, sebab dengan memakai
ungkapan “diturunkan” menghendaki adanya materi kalimat atau lafal atau tulisan
huruf yang ril yang harus diturunkan. Karena itu arti kalimat nuzulul quran itu
harus dipakai makna majazi yaitu menetapkan atau memberitahukan atau
menyampaikan al-quran, baik disampaikannya al-quran ke lauh mahfudh atau ke
baitul izzah di langit dunia maupun kepada nabi muhammad SAW sendiri.
Sebagian ulama’ antara lain Imam ibnu taimiyah dkk. Mengatakan
pengertian nuzulul quran itu juga tidak perlu dialikan dari arti hakiki kepada
arti majazi. Maka kata nuzulul quran itu berarti “turunnya al-quran”. Sebab
arti tersebut sudah biasa digunakan dalam bahasa arab (2). Menurut Muhammad
abdul Al-Zurqoni, dalam kitab Manahil Al-Irfan Fi ululul Quran yaitu:
karena ketiggian kedudukan al-quran dan besarnya ajaran-ajarannya. Yang dapat
mengubah perjalanan hidup manusia mendatang serta menyambung langit dan bumi,
serta dunia dengan akhirat (3).
Ia berkata, sebagai kata, memang
kata nuzul berarti pindahnya suatu dari atas ke bawah. Terkandungdalam makna
nuzul tersebut bergeraknya sesuatu dari atas ke bawah. Namun pengertian nuzul
tersebut tidak patut diberikan untuk maksud nuzulul quran. Al-quran bukanlah
suatu benda yang memerlukan tempat pindah dari atas ke bawah dalam arti hakiki,
lantaran al-quran mengandung kei’jazan (kekuatan yang melemahkan).
[1] Kahar masyhu, pokok-pokok ulumul Qur’an, 1992, 46.
[2] H. Anshori, ulumul Qur’an, jakarta, pt. Raja grafindo persada, 2013,
46.
[3] Manna’ Al-Qatht ani, mabahitsu fi ulumil Qur’an, riyadh, pustaka
al-kautsar, 1990, 33.
[4] Acep hermawan, ulumul Qur’an, PT. Remaja rosdakarya, bandung, 2011, h,
19, cet. 1.
[5] M. Amin suma, Study... hal 37
[6] Syeikh manna’Al-Qathtan, pengantar.... hal. 159.
[7] Abdul djalal, ulum qur’an,
surabaya, dunia ilmu, 2000, 71-73.
[8] Hasbi as-shddiqy, sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an dan tafsir hal,
10.
[9] Hasbi assidiqi, hal. 13.
[10] Anshori, lal, ulumul Qur’an kaidah-kaidah memahami firman tuhan,
jakarta, PT. Raja grafindo persada, 2013, hal. 81.
[11] Anshori, lal, ulumul Al-Qur’an kaidah-kaidah memahami firman tuhan,
jakarta, pt raja grafindo persada, 2013, 88.
[12] Manna ‘kalil Al-Qattan, studi ilmu-ilmu Qur’an (Bogor: PT. Pustaka
litera antar nusa, 2015, 189. Tapi menurut prof. Rif’at syauqi
nawawi mushaf belum ada jaman abu bakar, mushaf itu dari afrika.
[13] Umar shihab, kontekstual Al-Qur’an, jakarta, penamadani, 2005, 22.
[14] Afzalur rahman, Al-Qur’an sumber ilmu pengetahuan, jakarta, rineka
cipta, 1992, 56.
[15] Nazar bakri, fiqh ibadah,
bandung, pustaka setia, 2001, 45.
[16] Umar syihab, kontekstualistas Al-Qur’an, jakarta, permadani, 2005,
207-218.
[17] Ibrahim Al-ibary, pengenalan sejarah Al-Qur’an, 45, jakarta raja
grafindo persada, 1995.
[18] Manna khalil Al-Qattan, study ilmu-ilmu Qur’an, 205-207.
[19] Manna khalil Al-Qathan, studi ilmu-ilmu Al-Qur’an, 211-212.
[20] Anshori dalam buku muhammad abduh ‘azhim az-zarqani, ulumul Qur’an,
jakarta, raja grafindo persada, 2013, 2.
[21] Anshori dalam buku ahmad al-sayyid al-kumi, ulumul Qur’an,
jakarta, raja grafindo persada, 2013, 3.
[22] Anshori dalam buku nuruddin ‘iter ulum Qur’an, jakarta, raja grafindo
persada, 2013, 3.
[23] Anshori, ulumul Qur’an, jakarta raja grafindo persada, 2013, 3.
[24] Al-zarkani dalam muhammad amin suma, ulumul qur’an, jakarta raja
grafindo persada, 2013, 9.
[25] Ibnu manzur, lisan al-arab, beirut, dar al-haya’at turas al-arabic,
1992, juz VI. H, 27
[26] Acep hermawan, ulumul Qur’an, ilmu untuk memahami wahyu, bandung,
rosda karya, 2011, 102.
[27] Acep hermawan, 113.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar