Selasa, 24 April 2018

Ulumul Qur'an Bagian I (satu)


Kelompok........1
WAHYU, ILHAM DAN TA’LIM
·         Wahyu dari kata Al-Wahy yang memiliki beberapa arti yaitu suara, tulisan isyarat, bisikan, paham dan juga. Ada juga mengartikan dengan bisikan yang tersembunyi dan cepat.
Menurut etimologi, wahyu adalah kata yang tertutp dan tidak ada orang lain yang tahu selain orang yang menerimanya. Terminologi adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada para nabinya dengan secara rahasia, tersembunyi, dan luar biasa bagi manusia.
-          Menurut KBBI itu wahyu adalah petunjuk Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul mellaui mimpi dan sebagainya.
-          Wahyu secara istilah syara artinya pemberitahuan dari Allah kepada hamba pilihannya tentang sesuatu yang  hendak Allah kemukakan berupa hidayah dan pengetahuan, yang disampaikan dengan cara yang tidak biasa bagi manusia di sertai dengan adanya kesadaran dan keyakinan (bahwa hal itu adalah dari Alla) terhadap apa yang diterimanya.[1]
·         Wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus diberikan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain.[2]
·         Wahyu memiliki beberapa Arti lain sbb:
1.      Ilham gharizi atau insting yang terdapat pada manusia atau pada binatang. (an-nahl: 68, tentang Lebah).
2.      Ilham fitri atau firasat yang ahanya ada pada manusia dan tidak ada pada binatang. Ayat ilham kpd ibu musa.
3.      Berarti tipu daya dan bisikan setan. “Wainnasyaitona liyuhuuna” dan syetan-setan membisikan.....”
4.      Isyarat yang cepat secara rahasia yang hanya tertuju pada nabi/ rasul Allah saja.[3]
·         Cara rasul menerima wahyu QS. Asy-Syuara: 51.
“Dan tidak dapat seorangpun manusia bahwa Allah bercakap-cakap kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari balik hijab, atau dia mengirim utusan”. 3 cara Allah berkomunikasi:
1.      Melalui wahyu yaitu dengan cara pemberitahuan langsung ke dalam hati nabi atau jiwanya mengenai sesuatu dan tidak sedikitpun meragukan kebenarannya.
2.      Dari balik hijab, maksudnya Allah berkomunikasi langsung kepada para nabi-nya tanpa perantara seperti yang terjadi ketika mi’raj.
3.      Dengan mengirim utusan. Cara inilah yang sering terjadi dimana Allah mengutus malaikat jibril untuk menyampaikan wahyu kepada para nabi.[4]
·         Sejarah turunyya wahyu. Nuzulul Qur’an yang diperingati oleh masyarakat indonesia 17 ramadhan, yakni peringatan nuzulul Qur’an. Ahlis ejarah dalam ahl ini, yakni tentang peristiwa awal mula turunnya Al-Qur’an terdapat keberagaman Al-Qur’an:
1.      Abu Ishak bahwa Al-Qur’an pertama sekali turunnya terdapat tepatnya 17 Ramadhan. Ini disinyalir dengan  hari turunnya Al-Qur’an itu sama dengan peristiwa peperangan badar yang diabadikan didalam Al-Qur’an dengan julukan yaum Al-Furqan (hari yang membedakan antara islam dan kafir) dan yaum al-taqal al-jam’an (hari bertemu dua pasukan muslim dan kafir), dalam catatan sejarah perang badar terjadi pada 17 ramadhan, tepatnya hari jum’at.[5]
2.      Ilmuwan lain tidak sependapat dengan penetapan 17 ramadhan itu sebagai turunnya Al-Qur’an pertama kali, karean berdasarkan QS. Al-Qadr ayat 1, Al-Qur’an di turunkan pada malam Qadar ini di dasarkan malam qadr jatuh pada sepuluh malam-malam terakhir dari bulan ramadhan, yakni malam 21, 23, 25, 27 dan 29.[6]
·         Pemeliharaan wahyu secara umum yaitu, perang yamamah yang menyebabkan 70 qari dari sahabat gugur. Umar merasa khawatir lalu meminta kepada bau bakar, mulanya ragu namun akhirnya disetujui.
·         Cara rasulullah menerima wahyu:
1.      Mellaui mimpi
2.      Suara lonceng
3.      Jibril menyerupai seperti orang  tua.
·         Ilham berarti menelan, ketika berubah ke wajan if’al berarti, Ilhama-yalhimu-ilhama maka ini bermakna menghujankan kedalam jiwa.[7] Ilham adalah jiwa suatu pengetahuan kedalam jiwa yang meminta supaya dikerjakan oleh  yang m,enerimanya dengan tidak lebih dahulu dilakukan ijtihad dalam menyelidiki hujjah-hujjah agama.[8] Al-jurjani dalam kitab At-ta’rifat mendefiniskan, bahwa ilham ialah sesuatu yang dilimpahkan kedalam jiwa dengan cara pemancaran, ia merupakan ilmu yang ada didalam hati atau jiwa, dan dengannnya seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu tanpa di dahului dengan pemikiran. Ilham dalam pengertian ini hampir sama denagn instink yang dikenal dalalm dunia psikologi, yaitu:”pola tingkah laku yang merupakan karakteristik spesifikasi tertentu, tingkah laku yang diwariskan dan dilakukan secara berulang-ulang  yang merupakan khas spesifikasi tertentu. Bahkan menurut  Sigmun freud, ia merupakan sumber energi atau dorongan primal yang tidak dapat dipecahkan. Lebih lanjut Freud mengemukakan bahwa, insting itu terbagi menjadi dua yaitu:
1.      Isnting kehidupan (Eros)
2.      Insting kematian (tahanatos).
Dua macam jiwa dalam jiwa mansuia juga ini diungkapkan di dalam Al-Qur’an (QS. Al-Syams: 8) dengan sebutan:
1.      Fujur, kecendrungan untuk berbuat buruk
2.      Taqwa, kecendrungan untuk berbuat baik.
Kedua macam instink ini bersifat potensi. Artinya setiap manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan berbuat buruk. Karena sifatnya yang potensial, amak aktualisasi instink ini tergantung pada kecendrungan atau ekmauan manusia untuk mengaktualkan insting mana dari kedua insting tersebut.
·         Ta’lim artinya memberikan pelajaran bersandar kepada pengetahuan dan penyelidikan.[9]
·         Persamaan wahyu, ilham, ta’lim adalah sama-sama dari Allah SWT.
1.      Keduanya sama-sama diperoleh oleh manusia
2.      Keduanya sama-sama menimbulkan pemahaman dalam batin
·         Perbedaan wahyu, ilham dan ta’lim:
1.      Wahyu hanya orang-orang tertentu yang dipilih oleh Allah. Sedangkan ilham dan ta’lim diberikan oleh Allah kepada semua manusia.
2.      Wahyu melalui perantara malaikat dna ilham melalui penghujaman langsung
3.      Wahyu untuk kemaslahatan manusia sedangkan ilham  hanya untuk kemaslahatan yang menerimanya dan tidak ada kewajiban menyampaikan kepada orang lain.
4.      Wahyu tidak dapat minta kepada Allah, tapi ilham menurut ulama dapat diminta kepada Allah dengan cara bersihkan hati dan taqarrub.
5.      Wahyu tertutup setelah kenabian sementara ilham masih terbuka sampai sepanjang masa.
6.      Perbedaan ilham dan ta’lim adalah dari cara memperolehnya. Ilham hanya diperoleh atas kehendak Allah, tanpa usaha manusia, sedangkan ta’lim harus melalui usaha manusia kecuali ilmu laduni yang dalam pandangan ilmu tasawuf proses-proses perolehannya sama dengan ilham.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....2
PEMILIHARAAN Al-QUR’AN
·         Pemeliharaan Al-Qur’an melalui 2 cara yaitu:
1.      Menghafal
2.      Mengkondifikasikan.
·         Ibnu jarir mengatakan bahwa penghimpunan Al-Qur’an lewat penghafalan di dada adalah ciri termulia yang merupakan karunia Allah SWT. Kepada umat ini. Justru dengan inilah Al-Qur’an akan tetap terbaca dalam keadaan bagaimanapun , baik ketika tidur maupun terjaga, yang tidak akan luntur karena air seperti lunturnya tulisan jika terkena air. Disamping Allah telah menjadikan Al-Qur’an untuk mudah di Hafal: “Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah yang menganbil  pelajaran ?” (QS. Al-Qamar: 17).
·         Al-hakim di dalam Al-Mustadrak, sebuah hadis dengan isnad menurut bukhara dan muslim berasal dari zaid bin tsabit:”Di kediaman rasulullah kami dahulu menyusun ayat-ayat Al-Qur’an yang tercatat pada Riqa’. Kata Riqa’ berarti lembaran kulit, daun. Yang di maksud”menyusun ayat-ayat Al-Qur’an” dalam hadis zaid ini ialah menyusun surah dan ayat  menurut petunjuk yang di berikan rasulullah imam hanbal menyampaikan hadis dengan sanad baik dari utsman bin abil ash “pada suatu hari aku duduk bersama rasulullah dan menuruhku menenmpatkan ayat ini dalam surah itu. “tidaklah masuk akal pendapat yang mengatakan, urutan Al-Qur’an disusun oleh ebberapa orang sahabat nabi atas dasar ijtihad mereka sendiri. Dan lebih tidak masuk akal kalau ada pendapat yang mengatakan bahwa beberapa surah lainnya disusun urutannya berdasarkan ijtihad para sahabat dan surah lainnya disuusn berdasar kehendak rasulullah. Dengan demikian jelas pendapat al-zarkasy:”urutan surah bukan merupakan ahl yang diwajibkan Allah swt. Tapi sesuatu yang berasal dari ijtihad dan kemauan para sahabat sendiri. Karena itu setiap mushaf mempunyai urutan sendiri”. Sebab ijtihad para sahabat itu hanya dilakukan bagi penyusun mushaf milik pribadi. Memang mereka melakukan atas kemauan mereka sendiri, tapi mereka tidak pernah memaksa atau mengaharuskan orang lain emngikutinya.
A.    Pemeliharaan masa rasulullah.
Pemeliharaan dengan hafalan dan oleh nabi sendiri dan sahabat.[10] Setiapa ayat yang di catat disimpan di rumah rasulullah saw. sedangkan para sahabat membawa salinannya untuk mereka sendiri. Nabi menyuruh mencatats etiap wahyu turun, sehingga Al-Qur’an yang terhimpun di dalam dada itu menjadi kenyataan tertulis. Sengan ayat salinan itu sehingga saling mengontrol. Pendapat yang paling benar dan dapat diterima kaum muslimin adalah yang mengatakan bahwa penyusunan surah yang kita saksikan sekarang ini berbagai mushaf adalah berdasarkan kehendak dan petunjuk rasulullah begitu juga halnya dengan urutan-urutan ayatnya  tidak ada tempat untuk berijtihad pada hal itu. Dengan demikian jelaslah bahwa pencatatan al-Quran tidak dihimpun dalam satu mushaf dan keseluruhannya dilakukan semasa hidup rasulullah.beliau juga memberitahukan bahwa smua urutan, semua ayat, semua surah berdasarkan kehendak dan petunjuk Allah.[11]
B.     Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa abu Bakar Ash-siddiq.
Melihat 70 orang sahabat meninggal dalam perang yamamah. Umar mengusulkan untuk mengumpulkannya. Kata bau bakar kepada zaid :”bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang rasulullah saw. tidak pernah melakukannya?” Umar menyahut:” demi Allah ini sesuatu kebajikan”. Dan di kumpulkan, dan akhirnya aku (zaid bin tsabit) mendapatkan akhir usrah at-taubah berada pada abu khuzamah al-anskari yang tidak q dapatkan pada orang lain:”sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasulmu sendiri”. hingga akhir surah => ini bukan berarti tidak mutawatir, tapi maksud ialah bahwa ia tidak mendapat akhir surah at-taubah ini dalam keadaan tertulis selain dari pada abu khuzaimah. Zaid sendiri hafal dan para sahabat menghafal pula. kemudian lembar-lembar-lembar kerjaan tersebut  kemudian disimpan di tangan abu bakar hingga wafatnya, sesudah itu pindah tangan. Waktu umar hidup di tangan hafsah binti umar. Dan abu bakarlah yang pertama kali mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf seperti ini.[12]
C.     Pemeliharaan masa Utsman bin Affan.
Cara membaca umat saat ini berbeda-beda karena Al-Qur’an sudah menyebar sehingga dialog banyak dan juga karena pada amsa itu penulisan Al-Qur’an tanpa titik. Para sahabat khawatir dengan keadaan ini jika terus dibiarkan dan mengakibatkan perselisihan dan perdebatan. Utsman:”Bagaiamna menurutmu Al-Qur’an ini? Sahabat:”ini tidak baik dan mendekati kekafiran, kami bagaimana pendapatmu? Utsman berpendapat agar manusia bersatu pada mushaf, sehingga tidak ada perpecahan dan perselisihan. Akhirnya utsman memperkasai penulisan kembali Al-Qur’an dengan tujuan agar kaum muslimin mempunyai rujukan tulisan Al-Qur’an. Kemudian utsman membentuk kembali Al-Qur’an:
a.       Abdullah bin Amr bin as.
b.      Abdullah bin zubair
c.       Abdurrahman bin haris bin hisyam
d.      Zaid bin tsabit.
Jika ada perbedaan diantaratim penulis ini maka disepakati penulisan bacaan tersebut sesuai dengan dialoe suku quraisy. Al-qur’an yang telah dibukui dinamai “Al-Mushaf” dan oleh panitia di tulis 5 buah mushaf. 4 dikirim ke:
a.       Mekkah
b.      Syiria
c.       Basrah
d.      Kuffah
Dan satu lagi di amdinah sebagai untuk utsman sendiri “mushaf al imam”. Setelah itu usman emmerintahkan semua lembaran-lembaran bertuliskan Al-Qur’an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya. Pembakaran dilakukan dalam rangka untuk meminimalisir dan menghilangkan fitnah. Sebab jika semua mushaf dengan bermacam-macam penulisan atau menambah tajam pertengkaran dan permusuhan.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...3
AL-QUR’AN
·         Al-Qur’an berasal dari kata Qa-ra-a artinya membaca. Maka perkataan itu berarti bacaan. Maksudnya, agar ia menjadi bacaan atau senantiasa di baca oleh segenap bangsa manusia terutama oleh para pemeluk Agama islam.[13]
·         Hidayah menurut bahasa artinya petunjuk. Istilah adalah petunjuk Allah swt. Terhadap mahluknya, tentang sesuatu yang mengandung kebenaran atau sesuatu yang berharga dan membawa keselamatan.[14]
·         Hidayah Al-Qur’an boleh dilihat dalam aspek:
a.       Aqidah, membahas disini bagaimana alam ini wujud, siapa penciptanya, darimana manusia di ciptakan dan apa tujuan manusia sebagai mahluk.
b.      Ibadah, kewajiban solat, zakat, haji dan puasa, undnagan, jenazah dll.
c.       Akhlaq, berbuat baik kepada ibu bapak.
·         Al-Qur’an dikatakan sempurna:
1.      Sempurna tidak ada keraguan sedikitpun
2.      Tidak ada kebengkokan didalamnya
3.      Berisi petunjuk hidup yang dapat menjelaskan segala persoalan hidup
4.      Merangkum kitab-kitab suci terdahulu
5.      Tak ada mahluk yang dapat membuat kitab seperti Al-Qur’an.
·         Isi kandungan Al-Qur’an:
1.      Tauhid. Isim masdar dari kata wahhada-yuwahhidu-yuwahhidu-tauhidan, yang artinya esa. “Ibrahim bukan seorang yahudi, bukan seorang nasrani, tapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah).” (QS. Al-Ali Imron: 67).
2.      Al-wad’u wal wai’id berarti menjanjikan, al-wad’u yaitu nas Al-Qur’an janji Allah kepada orang yang bebruat kebaikan. Dan Al-Wa’id yaitu janji ancaman bagi yang bermaksiat. Keyakinan ASWAJA mengenai ini, tidak memastikan seorangpun bahwa mereka sebagai ahli syurga.
3.      Ibadah, ibadah berasal dari kata abdun yang artinya patuh, taat, setia dan menyembah dari pada sesuatu. Menurut istilah, ibadah yaitu mengikat diri dengan sepenuhnya kepada segala segala perkara yang disyariatkan oleh Allah dan diserukan oleh para rasulnya. Beberapa ulama mengatakan bahwa bahwa perhambaan atau ibadah kepada Allah hendaklah disertai dengan perasaan cinta dan takut kepada Allah (taqwa) serta hati yang sehat dan sejahtera.
4.      Tentang hukum atau aturan-aturan yang dalam bahasa arab yaitu celah-celah yang mengandung rahasia-rahasia yang tidak mungkin dapat digantikan oleh ungkapan lain dalam non bahasa Arab. Macam-macam hukum yang dikandung dalam al-Qur’an:
a.       Hukum i’tiqadiyah (mengesakan Allah) yang berhubungan dengan semua kewajiban bagi muallaf untuk meyakini Allah, malaikat, akhirat.
b.      Hukum-hukum mengenai akhlak yaitu berkaitan dengan perbuatan, perkataan, tingkah laku.
c.       Hukum mengenai amaliyah baik perkataan, perbuatan, perjanjian dll.[15]
Prinsip-prinsip hukum:
a.       Tidak menyempit
b.      Mengurangi beban
c.       Penetapan hukum dnegan berangsur-angsur/bertahap
d.      Sejalan dengan kemaslahatan manusia
e.       Persamaan dan keadilan.[16]
5.      Tentang kisah, kisah secara etimologi (bhs) berasal dari bahasa arab yaitu dari kata Al-Qash berarti mengikuti jejak, atau mengikuti jejaknya. Adapun kisah-kisah dalam Al-Qur’an terbagi menjadi 3:
a.       Kisah para nabi dan rasul terdahulu, dan ini di bagi menjadi 3 kelompok:
1.      Kisah yang panjang lebar. Nabi adam, nuh, ibrahim, yusuf, musa dan harun, daud dan sulaiman serta isa.
2.      Kisah yang disebutkan dengan sedang. Ex: hud, luth, shaleh, ismail, ishaq, ya’qub, zakariyah dan yahya.
3.      Kisah yang disebut sekilas, kisahnya yang masuk nabi idris, ilyasa, dan ilyas.
b.      Kisah ummat, tokoh atau pribadi (bukan nabi) dan peristiwa-peristiwa masalalu, tokoh pertama yang diceritakan dalam Al-Qur’an, adalah dua orang putra nabi adam khabil dan qabil, dll.
c.       Kisah-kisah yang terjadi pada zaman nabi muhammad saw. juga disebutkan dalam al-Qur’an, selalu satunya yaitu ketika sebelum nabi lahir tentara bergajah melakukan penyerbuan ke mekkah yang bertujuan untuk menghancurkan ka’bah.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...4
SURAH DAN AYAT
·         Surah adalah sejumlah ayat dalam Al-Qur’an yang mempunyai permulaan dan kesudahan. Sedang ayat adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam sebuah surah dari Al-Qur’an, atau sekumpulan kalimat-kalimat al-Qur’an yang terpisah dari kalimat yang sebelumnya dan sesudahnya.
·         Al-Qur’an 114 surah, 6.236 ayat. Kalimat sebagian para ahli 74.437 sedang hurufnya 325.345 (M. Hasbi as-shiddieqy, sejarah pengantar ilmu quran dan tafsir, hal 6). Menurut kuffiyun, riwayat yang paling shahih adalah 6.236. riwayat ini dinukil dari Ali bin Abi thalib. Hitungan ini, bismillah itu bagian Al-fatihah dan surah lain tidak. Perbedaan pendapat antara ulama salaf mengenai jumlah ayat, adalah bersumber dari perbedaan yang terjadi antara para sahabat yang mendengar dari rasul. Tentang penetapan waqaf (berhenti, titik) dan washal (koma) sebagaimana diketahui bahwa rasul berhenti membaca pada akhir ayat untuk menetapkan waqf, dan apabila telah diketahui waqfnya beliau menyempurnakan bacaan. Amka ketika beliau meneruskan bacaan, sebagian pendengar menyangka bahwa disitu tidak ada waqf. Dari sinilah timbulnya perbedaan pendapat.[17]
·         Sistematika ayat dan surah dalam Al-Qur’an. Tertib atau urutan ayat-ayat qur’an ini adalah tauqifi, ketentuan dari rasulullah. Jibril menurunkan ayat kepada rasul dan menunjukan kepadanya tempat dimana ayat-ayat itu harus diletakkan. Rasul berkata”letakkanlah ayat-ayat ini pada surah yang di dalamnya disebutkan  begini dan begini”. Jibril sennatiasa mengulangi dan memeriksa Qur’an yang telah disampaikan rasulullah sekali setiap tahun, pada bulan ramadhan dan pada tahun terakhir hidupnya sebnayak 2x.[18]
·         Di tahqiq artinya diseleksi
·         Tauqify artinya disusun perintah rasul
·         Ittifaq artinya kesepakatan
·         Tertib surah, para ulama berbeda pendapat tentang tertib surah-surah Al-Qur’an. Dikatakan bahwa tertib surah itu tauqifi dan ditangani langsung oleh nabi sebagaimana diberitahukan jibril kepadanya atas perintah tuhan, mushaf utsman, yang tak seorangpun sahabat yang menentangnya. Ibnu abi syaibah meriwayatkan dari ibn mas’ud bahwa ia meriwayatkan bahwa nabi pernah membaca beberapa surah mufassal (surah-surah pendek dalam satu rakaat). Telah diriwayatkan mellaui ibn wahb, dan sulaiman bin bilal, ia berkata:” aku mendengar rabiah ditanya orang, mengapa surha Al-Baqarah dan Ali imran di dahulukan, padahal  sebelum kedua surah itu telah diturunkan delapan  puluh sekian surah makki, sedangkan keduanya diturunkan di madinah? Ia menjawab: kedua surah itu memang di dahulukan dan Al-Qur’an dikumpulkan menurut pengetahuan dari orang yang mengumpulkannya kemudian katanya:” ini adalah sesuatu yang mesti terjadi dan tidak perlu dipertanyakan, dikatakan bahwa tertib surah itu berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan tertibdi dalam mushaf-mushaf mereka. Misal:
1.      Ali disusun berdasarkan tertib nuzul, yakni mulai iqra, mudassir, nun, qalam kemudian muzammil.
2.      Ibnu saud yang pertama surah Al-Baqarah, nisa, kemudian Ali Imran.
3.      Ibnu abbas bertanya:”Apa yang menyebabkan kamu menganbil Al-anfal  termasuk kategori surah Al-Bara’ah dan tidak memisahkan dengan Bismillah? Usman: surah Al-anfal termasuk surah pertama yang diturunkan dimadinah sedangk bara’ah termasuk yang terakhir diturunkan. Kisah dalam al-anfal serupa dengan surah al-bara’ah. Sehingga aku mengira bahwa surah al-Bara’ah merupakan bagian dari Al-anfal. Oleh karena itu, kedua surah tersebut aku gabungkan dan diantara keduanya tidak aku tuliskan basmallah.[19]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...5
ULUMUL QUR’AN
·         Secara etimologi kata Ulum Al-Qur’an berasal dari bahasa arab dari dua kata yaitu ulum dan Qur’an.
1.      Ulum bentuk jamak dari kata Al-‘ilm, yang berarti al-fahm, al-makrifat, yakni paham, menegtahui, menguasai. Al-ilm berarti pemahaman dan pengethauan terhadap sesuatu denagn sebebnar-benarnya. Ulum, kumpulan beberapa pembahasna ilmu yang saling terkiat antara satu dengan yang lain.
2.      Al-Qur’an secara harfiah firman Allah yang diturunkan kepada nabi muhammad saw. melalui perantraa malaikat jibril a.s membacanya sebagai ibadah, tertulis dalam satu mushaf, muali awal surah al-fatihah hingga akhir surah an-nas yang disampaikan dari generasi kegenerasi secara mutawatir.[20]
·         Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu berhubungan dengan Al-Qur’an baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Ilmu tafsir, ilmu rasmil Al-Qur’an, ilmu i’jazil Al-Qur’an, asbabun nuzul (ini bagian dari ulumul Qur’an). [21]
·         Pada masa klasik secara etimologi Al-Qur’an dipahami sebagai semua ilmu yang dianbil atau terambil dari Al-Qur’an, baik bersifat syar’i (fikih, akidah, ahlak) maupun yang bersifat umum (manusia, alam, astronomi, biologi).[22]
·         Ruang lingkup bhaasan Ulumul Qur’an yaitucukup banyak:
1.      Tafsir, i’jaz, qira’ah, ilmu-ilmu bhasa arab, balagah, i’rab.[23]
2.      Adapun ilm-ilmu lain, kimia, astronomi, tekhnik kurang pada tempatnya jika digolongkan kepada (kedalam Al-Qur’an, meskipun secara tekstual dan faktual semuanya di singgung dalam Al-Qur;an.[24]
·         Sejarah perkembangan:
a.       Pada masa abu bakar dan umar, ilmu Al-Qur’an diriwaytakan secara lisan.
b.      Masa usman ingin menyatukan kaum pada satu mushaf
c.       Masa Ali dengan memerintahkan abul aswad ad-dualy untuk meletakkan kaidah-kaidah nahwu dan i’rab, serta memberi ketentuan harakat pada Al-Qur’an
d.      Abad 3H Ali bin Al-Madany menulis kitab tentang Asbabun-nuzul, Abu ubaid Al-Qosim bin salam menulis tentang nasikh dan mansuk, Qira’h dan fadha’il Qur’an.
e.       Abad 4H, abu bakar Qosim Al-Anbari menulis buku Ajaibul Ulumul Al-Qur’an, abu hasan Al-Asy’ari menulisAl-Mukhtasam fi ulumul Qur’an.
f.       Abad 5H, Ali bin ibrahim bin said Al-Khufimenulis Al-Burhani fi ulumul Qur’an, Abu Amr ad-dany menulis At-tafsirfi Qira’atis sab’i dan Al-Muhkamfi Nuqoth.
g.      Abad 6H, abu Qosim Abdurrahman menulis mubhamatul Qur’an.
h.      Abad 7H, ibnu abdussalam menulis majazul Qur’an, imaduddin as-sakhawi menulis tentang Qira’ah.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...6
FAWATIH AS-SUWAR
·         Fawatih, permulaan atau pembukaan/pendahuluan. Suwar jamak dari kata surah, berarti surat/kumpulan surat.[25] Adapun pendapat lain suwar yaitu surah sebagai sebutan sekumpulan ayat-ayat Qur’an dengan nama tertentu. Fatawatih as-suwar, pembukaan-pembukaan surah karena posisinya diawal surah-surah Al-Qur’an[26]
·         Al-Huruf Al-Muqatha’ah (penggalan huruf-huruf), ta’wil yaitu metode untuk memahami ayat atau mengalihkan makna sebuah lafidz ayat kemakna lain yang lebih sesuai karena alasan yang dapat diterima oleh akal.[27]
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

A.    Pengertian Fawatih As-Suwar
Menurut bahasa, fawatihadalah jama’ dari kata fatih ataufawatih yang berarti awalan/pembuka. Sedangkan suwaradalah jama’ dari kata surah yang berarti sekumpulan ayat-ayat Al-Qur’an yang diberi nama tertentu.
Jadi, fawatih as-suwar berarti beberapa pembuka dari surah-surah Al-Qur’an / beberapa macam awalan dari surah-surah Al-Qur’an. Sebab, seluruh surah Al-Qur’an yang berjumlah 114 buah itu dibuka dengan 10 pembukaan, dan tidak ada satu surahpun yang keluar dari 10 pembukaan itu. Dan tiap-tiap macam pembukaan itu mempunyai rahasia/hikmah sendiri-sendiri. Diantara pembukaan itu ada yang berbentuk al-muqatha’ah1, kata, maupun kalimat.
Istilah fawatih as-suwar sering dijumbuhkan orang dengan al-hurufull muqatha’ah. Diantaranya adalah Dr. Shubhi Ash-Shalih dalam kitabnya Mabahits Fi ‘Ulumil Qur’an. Karena itu, perlu ditegaskan bahwafawatih as-suwar itu berbeda denganhurufull muqatha’ah yang hanya mempunyai salah satu macam darifawatih as-suwar yang ada 10 macam itu.2
B.     Macam-macam Fawatih As-Suwar
Menurut Imam Al-Qasthalani dalam kitabnya Lathaiful Iayarati,  fawatihush suwar dibedakan menjadi 10 macam, yaitu:
1.      Pembukaan dengan pujian kepada Allah SWT (Al-Istiftaahu Bits Tsanaa’i)
a.       Menetapkan sifat-sifat terpuji (Al-Itsbaabu Sifaatil Maddhi) dengan menggunakan:
1). hamdalah, yang terdapat pada 5 surah, yaitu:
-          Surah Al-Fatihah  dengan lafal “ أَلْحَمْدُلِلَهِ رَبِّالْعَالَمِيْنَ “
-          Surah Al-An’am dengan lafal “ أَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّموَاتِ وَالأَرْضَ
-          Surah Al-Kahfi dengan lafal  “ أَلحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتبَ
-          Surah Saba’ dengan lafal  “أَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ لَهُ مَافِى السَّموَاتِ وَالأَرْضِ
-          Surah Fathir dengan lafal “ أَلحَمْدُلَلّه الَّذِيْ فَاطِرِالسَّموَاتِ والْأَرْضَ
2). tabaaraka, yang terdapat dalam 2 surah, yaitu:
-          Surah Al-Furqan dengan lafal ” تَبَارَكَ الَّذيْ نَزَّلَ الْفُرْقأنَ عَلَى عَبْدِهِ
-          Surah Al-Mulk dengan lafal” تَبَارَكَ الَّذِيْ بِيَدِهِ الْمُلْكُ
b.      Mensucikan Allah SWT dari sifat-sifat negatif (Tanziihu ‘An Shifatin Nuqshaan) dengan menggunakan lafadz tasbih yang terdapat dalam 7 surah, yaitu:
-          Surah Al-Isra’ dengan lafal
سُبْحنَ الَّذِيْ اَسْرى بِعَبْدِهِ لَيْلًا                                           
“ maha suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam”.
-          Surah Al-A’la dengan lafal
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلىَ
“ sucikanlah nama Tuhanmu yang paling tinggi”.
-          Surah Al-Hadid dengan lafal
سَبَّحَ لِلهِ مَافِى السَّموَاتِ وَالأَرْضِ
“ semua yang ada dilangit dan yang ada dibumi bertasbih pada Allah ( menyatakan kebesaran Allah”.
-          Surah Al-Hasyr dengan lafal
سَبَّحَ لِلهِ مافِى السَّموَاتِ وَمَا فِى الأَرْضِ
“ telah bertasbih kepada Allah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi”.
-          Surah Al-Shaff dengan lafal
سَبَّحَ لِلهِ مَا فِى السَّموَاتِ وَمَا فِى اًلأَرْضِ
“ telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada dilangit dan apa saja yang ada dibumi”.
-          Surah Al-Jum’ah dengan lafal
يُسَبِّحُ لِلهِ ما فِى السَّموَاتِ وَمَا فِى الأَرْضِ
“ telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada dilangit dan apa saja yang ada dibumi”.
-          Surah Al-Taghabun dengan lafal
سَبِّحُ لِلهِ ما فِى السَّمواتِ وَما فِى الأَرْضِ
“ telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada dilangit dan apa saja yang ada dibumi”.
Pembukaan dengan huruf-huruf yang terputus-purus (Istiftaahu Bil Huruufi Al-Muqaththa’ati).
2.      Pembukaan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 209 surah dengan memakai 14 huruf dengan tanpa diulang, yakni: hamzah, ha’, ro’, sin, shod, tho’, ‘ain, qaf, kaf, lam, mim, nun, ha’, ya’.
Pembukaan dengan huruf-huruf tersebut dalam pembukaan surah-surah Al-Qur’an disusun dalam 14 rangkaian, terdiri dari 5 kelompok, yaitu:
a.       Terdiri atas satu huruf, terdapat pada 3 tempat; Shad (surah Shad), Qaf (surah Qaf), dan Nun (surah Al-Qalam).
b.      Terdiri atas dua huruf, terdapat pada sembilan tempat; حم(Q.S. Al Mu’min, Q.S. As Sajdah, Q.S. Az Zuhruf, Q.S. Ad Duhkan, Q.S. Al Jatsiyah, dan Q.S. Al Ahqaf); طه (Q.S. Thaha); طس (Q.S. An Naml); dan يس (Q.S. Yaasin).
c.       Terdiri atas tiga huruf, terdapat pada tiga belas tempat; الم(Q.S. Al Baqoroh, Q.S. Ali Imron, Q.S. Ar Rum, Q.S. Lukman, dan Q.S. Sajdah); الر(Q.S. Yunus, Q.S. Hud, Q.S. Ibrahim, Q.S. Yusuf, dan Q.S. Al Hijr); dan طسم (Q.S. Al Qoshosh dan Q.S. As Syu’ara).
d.      Terdiri atas empat huruf, terdapat pada dua tempat; yakni المر(Q.S. Ar Ra’du) danالمص (Q.S. Al A’raf).
e.       Terdapat atas lima huruf, terdapat pada dua tempat; كهيعص(Q.S. Maryam) dan حم عسق (Q.S. As Syu’ra).
3.      Pembukaan denganNida’/panggilan (Al-Istiftaahu Bin Nidaa’).
a.       Nida untuk Nabi يا أيها النبي, yang terdapat dalam Q.S. Al Ahzab, At Tahrim dan At Thalaq. ياأيها المزمل  dalam Q.S. al Muzammil dan   ياأيها المدثر  dalam Q.S. Al Mudatsir.
b.      Nida untuk kaum mukminin dengan lafadzياأيها الذين امنوا terdapat dalam Q.S. Al Maidah, Q.S. Al Mumtahanah dan Al Hujurat.
c.       Nida untuk umat manusiaياأيها الناس terdapat dalam Q.S. An Nisa dan Q.S. Al Hajj.
4.      Pembukaan dengan Jumlah Khabariyah (Al-Istiftaahu Bil Jumalil Khabariyyati).
Jumlah khabariyah dalam pembukaan surat ada dua macam, yaitu :
a.        Jumlah Ismiyyah, terdapat 11 surat, yaitu:
-          Surah At-Taubah dengan lafal ” بَرَاءَةٌمِنَ اللّهِ وَرَسُوَلِهِ
-          Surah An-Nur dengan lafal ” سُوْرَةٌ اَنْزَلْنهَا وَفَرَضْنهَا
-          Surah Az-Zumar dengan lafal ” تَنْزِيْلُ الكِتبِ مِنَ اللّهِ العَزِيْزِالحَكيْمِ
-          Surah Muhammad dengan lafal ” الَّذِيْنَ كَفَرُوَا وَصَدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ اللّهِ
-          Surah Al-Fath dengan lafal  ” إِنَّافَتَحْنَالَكَ فَتْحًا مُبِيْنًا
-          Surah Ar-Rahman dengan lafal ” اَلرَّحْمنُ عَلَّمَ الٌقُرْانَ
-          Surah Al-Haqqah dengan lafal ” الْحَآقَّةُ مَاالحَآقَّةُ
-          Surah Nuh dengan lafal ” إِنَّااَرْسَلْنَانُوْحًاإِلَى قَوْمِهِ
-          Surah Al-Qadr dengan lafal ” إِنَّااَنْزَلْنهُ فِى لَيْلَةِالقَدْرِ
-          Surah Al-Qaqi’ah dengan lafal       ” أَالْقَارِعَةُ مَاالْقَارِعَةُ
-          Surah Al-Kautsar dengan lafal” إِنآَاَعْطَيْنَاكَ الكَوْثَرَ
b.      Jumlah Fi’liyyah, terdapat dalam 12 surat, yaitu :
-          Surah Al-Anfal dengan lafal ” يَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الأَنْفالِ
-          Surah An-Nahl dengan lafal ” أَتَى أَمْرُاللّهِ فَلَاتَسْتَعجِلُوْهُ
-          Surah Al-Anbiya’ dengan lafal ” إِقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ
-          Surah Al-Mu’minun dengan lafal ” قَدْاَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ
-          Surah Al-Qamar dengan lafal ” إِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُوَانْشَقَّ القَمَرُ
-          Surah Al-Mujadilah dengan lafal ” قَدْسَمِعَ اللّهُ قَوْلَ الَّتِى تُجَادِلُكَ
-          Surah Al-Ma’arij dengan lafal ” سَأَلَ سَآئِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ
-          Surah Al-Qiyamah dengan lafal ” لَآأُقْسِمُ بِيَوْمِ القِيَامَةِ
-          Surah Al-Balad dengan lafal ” لَآأُقْسِمُ بِهذَالْبَلَدِ
-          Surah Abas dengan lafal ” عَبَسَ وَتَوَلَّى
-          Surah Al-Bayyinah dengan lafal ” لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْامِنْ أَهْلِ الكِتبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ مُنْفَكِّيْنَ
-          Surah At-Takatsur dengan lafal  ” اَلْهكُمُ الـتَّكَاثُرُ ”  
5.      Pembukaan dengan sumpah/qasam (Al-Istiftaahu Bil Qasami).
Terdapat dalam 15 surah, yaitu:
a.       Sumpah dengan benda-benda angkasa, terdapat dalam 8 surah yaitu:
-          Surah Ash-Shaaffat dengan lafal ” وَالصَّفّتِ صَفَّا
-          Surah An-Najm dengan lafal ” وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى
-          Surah Al-Mursalaat dengan lafal  ” وَالْمُرْسَلتِ عُرْقًا
-          Surah An-Nazi’at dengan lafal “وَالنَّزِعتِ غَرْقًا
-          Surah Al-Buruj dengan lafal ” وَالسَّمَاءِذَاتِ البُرُوْجِ
-          Surah Ath-Thariq dengan lafal ” وَالسَّمَاءِوَالطَّارِقِ
-          Surah Al-Fajr dengan lafal ” وَالَفَجْرِوَلَيَالٍ عَشْرٍ
-          Surah Asy-Syams dengan lafal ” وَالشَّمْسِ وَضُحهَا
b.      Sumpah dengan benda-benda bawah, terdapat dalam 4 surah yaitu:
-          Surah Adz-Dzariyat dengan lafal  ” وَالذَّارِيتِ ذَرْوًا
-          Surah Ath-Thur dengan lafal ” وَالطُّوْرِوَكِتبٍ مَسْطُزْرٍ
-          Surah At-Tin dengan lafal ” وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِ
-          Surah Al-‘Adiyat dengan lafal ” وَالْعدِيتِ ضَبْحًا
c.       Sumpah dengan waktu, terdapat dalam 3 surah yaitu:
-          Surah Al-Lail dengan lafal ” وَالَّيْلِ أِذَايَغْشَى
-          Surah Adh-Dhuha dengan lafal ” وَالضُّحَى
-          Surah Al-‘Ashr dengan lafal ” وَالْعَصْرِ
6.      Pembukaan dengan syarat (Al-Istiftaahu Bis-Syarthi).
Syarat-syarat yang dipakai Allah sebagai pembukaan surah-surah Al-Qur’an ada 2 macam dan digunakan dalam 7 surah, sebagai berikut:
a.       Syarat yang masuk pada jumlah ismiyah, dipakai diawal 3 surah diantaranya:
-          Surah At-Takwir dengan lafal ” إِذَالشَّمْسُ كُوِّرَتْ
-          Surah Al-Infithar dengan lafal ” إِذَالشّمآءٌفَطَرَتْ
-          Surah Al-Insyiqaq dengan lafal ” إْذَالسَّمآءٌانْشَقَّتْ
b.      Syarat yang masuk pada jumlah fi’liyah, dipakai diawal 4 surah, diantaranya:
-          Surah Al-Waqi’ah dengan lafal ” إِذَا وَقَعَتِ الوَاقِعَةِ
-          Surah Al-Munafiqun dengan lafal ” إِذَا جَاءَكَالمُنفِقُرْنَ
-          Surah Az-Zalzalah dengan lafal ” إِذَازُلْزِلَتِ الأَرْضُ زُلْزَالَهَا
-          Surah An-Nashr dengan lafal ” إِذَاجَاءَنَصْرُاللّهِ وَالْفَتْحِ
7.      Pembukaan dengan fi’il amar(Al-Istiftaahu Bil Amri).
Ada 6 fi’il amar yang dipakai untuk membuka surah-surah al-Qur’an, yang terdiri dari 2 lafal dan digunakan untuk membuka 6 surah-surah sebagai berikut:
a.       Dengan fi’il Amar إِقْرَأْ  yang hanya untuk membuka satu surah yaitu Surah Al-‘Alaq.
b.      Dengan fi’il amar قُلْ,yang digunakan dalam 5 surah sebagai berikut:
-          Surah Al-Jinn dengan lafal ” قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌمِنَ الجِنِّ
-          Surah Al-Kafirun dengan lafal”قُلْ يآأَيُّهَاالكفِرُوْنَ ” 
-          Surah Al-Ikhlash dengan lafal ” قُلْ هُوَاللّهُ أَحَدٌ
-          Surah Al-Falaq dengan lafal ” قُلْ أَعُوْذُبِرَبِّ الفَلَقِ
-          Surah An-Nas dengan lafal ” قُلْأَعُوْذُبِرَبِّ النَّاسِ
8.      Pembukaan dengan pertanyaan (Al-Istiftaahu Bil Istifhaami).
a.       Pertanyaan positif (Al-Istifhaamu Al-Muhiibiyyu), yaitu bentuk pertanyaan yang dengan kalimat positif yang tidak ada alat negatifnya. Terdapat dalam 4 surah yaitu:
-          Surah Ad-Dahru, dengan lafal:
هَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِيْنٌ مِنَ الدَّهْرِ ”                                    
 “ bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa”.
-          Surah An-Naba’, dengan lafal:
 ” عَمَّ يَتَسآءَلُوْنَ. عَنِالنَّبَإِالعَظِيْمِ ”                                                 
“ tentang apakah mereka saling bertanya-tanya. Tentang berita yang besar”.
-          Surah Al-Ghasyiyyah, dengan lafal:
هَلْ أَتكَ حَدَيْثُ مُوْسَى ”                                                
 “ sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan”.
-          Surah Al-Ma’un, dengan lafal:
 ” أَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ ”                               
“ tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama”.
b.      Pertanyaan negatif, yaitu pertanyaan yang dalam kalimat negatif. Diantaranya:
-          Surah al-Insyirah dengan lafal ” أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرْكَ
-          Surah Al-Fiil dengan lafal ” أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحبِ الفِيْلِ
9.      Pembukaan dengan do’a (Al-Istiftaahu Bid Du’aai).
a.       Do’a atau harapan yang berbentuk kata benda(Ad-Du’aaul Ismiyyu)ada di 2 surat yaitu:
-          Surah Al-Muthaffifin, dengan lafal:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِّيْنَ ”                                             
 “ kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”.
-          Surah Al-Humazah, dengan lafal:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَ ةٌ
 “ kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela
b.      Do’a atau harapan yang berbentuk kata kerja (Ad-Du’aaul Fi’liyu) membuka satu surah saja yaitu surah Al-Lahab   ” تَبَّــتْ يَدَاأَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ
10.  Pembukaan dengan alasan (Al-Istiftaahu Bit-Ta’lili).
Hanya terdapat dalam surah Al-Quraisy, dengan lafal:
لإِيْلفِ قُرَيْشٍ
“karena kebiasaan orang-orang Quraisy”

DAFTAR PUSTAKA

Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an,Pustaka Setia, Bandung, 2013.
Teuku Muh. Hasbi Ash-Shiddieqy,Ilmu-ilmu Al-Qur’an(Ulum Al-Quran),Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2013.
Abu Djalal, Ulumul Qur’an,  Dunia Ilmu, Surabaya, 2012.
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, Rosda, Bandung, 2011.

[1] al-muqatha’ah adalah huruf-huruf yang terpisah dalam Al-Qur’an.
2Prof. Dr. H. Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,Dunia Ilmu;Surabaya, 2012, hlm. 168.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....7
PEMELIHARAAN AL-QUR’AN
A.    Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullah dan KhalifahRasyidin
a.       Turunnya Al-Qur’an
Al-Qur’an, sebagaimana diterangkan dalam surat Al Baqarah ayat 185,diturnkan pada bulan Ramadhan.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya :“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil) ..” ‘Ulama (para ‘alim) sepakat bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, namun mengenai tanggalnya berbeda pendapat. Pendapat yang paling populer adalah diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan atau bertepatan dengan 10 Agustus 610 M di Gua Hiro, ketika Rosulullah SAW berusia 40 tahun.Saat wahyu turun, nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu,Zaid bin Thabit menceritakan sebagai ganti atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad,ia sering dipanggil diberi tugas menulis saat wahyu turun.[2][2]
Demikian juga mengenai jumlah ayatnya, para alim bebeda pendapat. ‘Ulama Kufah seperti Abu Abdurrahman As Salmi menyebutkan Al-Qur’an berjumlah 6.235 ayat, As Suyuthi menyebutkan 6.616 ayat. Perbendaan jumlah ayat ini disebabkan adanya perbedaan pandangan di antara mereka tentang kalimat Basmalllah pada awal surat dan fawatih as suwar (kata-kata pembuka surah), seperti Ya Sin, Alif Lam Mim, dan Ha Mim. Kata-kata pembuka ini ada yang menggolongkan sebagai ayat ada juga yang tidak memasukkan sebagai ayat.[3][3]
Berbicara budaya menulis  tentulah kita harus melihat sejarah kejadian tulis menulis terbesar umat Islam, tidak lain yaitu sejarah penulisan dan penyusunan Al-quran.
b.      Zaman Rosullulah
Sejarah penulisan dan penyusunan dan penyebaran Al-Quran telah bermula dari zaman Rasulullah SAW. Pada zaman ini, penyusunan telah mula dilakukan oleh para sahabat
Rasulullah SAW. Baginda menyuruh sahabat-sahabat agar menulis ayat-ayat Al-Quran pada tulang, pelepah-pelepah, batu, kulit-kulit binatang dan sebagainya. Rasulullah SAW juga menghafal ayat-ayat tersebut dan meminta para sahabat yang lain menghafal ayat-ayat Al-Quran.
Prektik yang biasa berlaku dikalangan para sahabat tentang penulisan Al-qur’an,menyebabkan nabi Muhammad melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali alqur’an, “ dan siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain Al-qur’an maka ia harus menghapusnya. [4][4]
Sahabat-sahabat yang menjadi para penulis wahyu pada masa itu ialah Umar bin Al-Khattab, Uthman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Muawiyyah bin Abi Suffian, Zaid bin Thabit dan sebagainya.Rasulullah SAW melarang para sahabat menulis selain dari pada ayat Al-Quran karena khawatir akan bercampur aduk. Walau bagaimanapun pengumpulan Al-Quran di zaman Rasulullah bukan dalam bentuk mashaf seperti di zaman Saidina Utsman bin Affan karena jika terjadi kekeliruan, ia dapat diatasi langsung oleh Rasulullah.SAW.Pada masa kehidupan Beliau ( Rosulullah ) seluruh Al-qur’an sudah tersedia dalam bentuk tulisan.[5][5]
c.       Zaman Khulafa Ar-Rasyidin
1.      Masa Abu Bakar sampai Umar bin Khottob
Selepas Rasulullah SAW wafat, Saidina Abu Bakar dilantik menjadi khalifah yaitu pada tahun ke-11 hijrah. Pada zaman ini terjadi peperangan Riddah antara tentera Islam dan golongan yg murtad. Tidak sedikit tentera Islam yg hafaz Al-Quran telah gugur dalam perang. Menurut sebuah Riwayat jumlah yang wafat dari kalangan muslim yang syahid sebanyak 1.000 orang …diantara yang syahid  terdapat 70 orang Qori’ dan hafizh al-qur’an dan ada yang berpendapat lebih dari itu. [6][6]  Dan ini menimbulkan kekhawatiran di hati Saidina Abu Bakar akan hilangnya Al-Quran.
Atas saran dan desakan Saidina Umar bin Al-Khattab, Khalifah Abu Bakar mengambil keputusan untuk mengumpulkan/menyusun Al-Quran. Beliau telah memerinthkan Zaid bin Thabit, Ubay bin Kaab, Ali bin Abi Talib dan Uthman bin Affan untuk menjalankan tugas ini.
halifah Abu Bakar juga menetapkan bahawa penulisan Al-Quran harus berdasarkan sumber tulisan Al-Quran yg terdapat pada Rasulullah dan sumber hafalan para sahabat. Ayat yg ditulis harus disaksikan oleh dua orang saksi. Pengumpulan Al-Quran selesai dilakukan pada tahun ke-13 hijrah dan dinamakan mushaf. Setelah kematian Khalifah Abu Bakar, Mushaf Al-Quran disimpan oleh Khalifah Umar dan kemudian oleh Hafsah. Di masa pemerintahan Khalifatur Rasul Abu Bakar ash-Shiddiq R.A, terjadi perang Yamamah yang mengakibatkan  banyak sekali para qurra’/ para huffazh (penghafal al-Qur`an) terbunuh. Akibat peristiwa peperangan tersebut, Umar bin Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sebagian besar ayat-ayat al-Qur`an yang ada pada hafalan para suhada’ ( akibat wafatnya para huffazh ). Maka beliau berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang masih ada di lembaran-lembaran, batu, pelapah kurma,tulang dan pada tempat lain.Pada dialog dibawah ini mengambarkan proses awal pembukuan Al-qur’an.
Zaid bin Tsabit berkata : Abu Bakar telah mengirim berita kepadaku  tentang korban Perang Ahlul Yamamah. Saat itu     Umar bin Khaththab berada di sisinya.Abu Bakar ra berkata:  bahwa Umar telah datang  kepadanya lalu ia berkata: “Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di hari Yamamah dan menimpa para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan sengitnya peperangan terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang terbunuh) di negeri itu. Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar al-Qur`an.” Abu Bakar berkata kepada Umar: “Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasul saw?” Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu yang baik.” Umar selalu mengulang-ulang kepada Abu Bakar hingga Allah memberikan kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar berpendapat seperti apa yang dipandang oleh Umar.Zaid bin Tsabit melanjutkan kisahnya. Abu Bakar telah mengatakan kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih muda dan cerdas. Kami sekali-kali tidak pernah memberikan tuduhan atas dirimu, dan engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah saw sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an, maka kumpulkanlah ia.”Demi Allah seandainya kalian membebaniku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih berat dari apa yang diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan al-Qur`an. Aku bertanya: “Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?” Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang baik. Umar selalu mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan kelapangan pada dadaku seperti yang telah diberikanNya kepada Umar dan Abu Bakar ra. Maka aku mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, tulang-tulang, dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat, hingga aku dapatkan akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang tidak aku temukan dari yang lainnya.[7][7]
surat at-Taubah  ayat: 9 .
Artinya: Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olenya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah [9]: 128)
Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak berdasarkan hafalan para huffazh saja, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu apa yang tertulis di hadapan Rasulullah saw. Lembaran-lembaran Al-Qur`an tersebut tidak diterima, kecuali setelah disaksikan dan dipaparkan di depan dua orang saksi yang menyaksikan bahwa lembaran ini merupakan lembaran yang ditulis di hadapan Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil kecuali memenuhi dua syarat:
1)      Harus diperoleh secara tertulis dari salah seorang sahabat.
2)      Harus dihafal oleh salah seorang dari kalangan sahabat.
Bukti ketelitiannya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat terhenti karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa akhir Surat at-Taubah tsb ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali kesaksian Khuzaimah saja. Para sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa Rasulullah telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang adil. Barulah mereka menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah tersebut.
Demikianlah, walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat al-Qur`an,  namun mereka tidak hanya mendasarkan pada hafalan mereka saja. Akhirnya, rampung sudah tugas pengumpulan al-Qur`an yang sangat berat namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan ini bukan pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke dalam satu tempat.Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya. Kemudian berada pada Umar bin al-Khaththab selama hidupnya. Kemudian bersama Ummul Mu`minin Hafshah binti Umar ra sesuai wasiat Umar.
2.      Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Tolib
Setelah Umar bin khotob wafat jabatan Kholifah digantikan  Amirul Mu`minin Utsman bin Affan ra. Di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah bin al-Yaman terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an. Hudzaifah melihat penduduk Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab. Mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca al-Qur`an dengan bacaan Abdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam. Implikasi dari fenomena ini adalah adanya peristiwa saling mengkafirkan di antara sesama muslim.  Perbedaan bacaan tersebut juga terjadi antara penduduk Kufah dan Bashrah.
Hudzaifah pun marah. Kedua matanya merah. Hudzaifah berkata, “Penduduk Kufah membaca qiraat Ibnu Mas’ud, sedangkan penduduk Bashrah membaca qiraat Abu Musa. Demi Allah jika aku bertemu dengan Amirul Mu`minin, sungguh aku akan memintanya untuk menjadikan bacaan tersebut menjadi satu.” Sekitar tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman menghadap Amirul Mu`minin Utsman bin Affan di Madinah.Hudzaifah berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, sadarkanlah umat ini sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab (al-Qur`an) sebagaimana perselisihan Yahudi dan Nasrani.”Utsman kemudian mengutus seseorang kepada Hafshah agar Hafshah mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an yang ada padanya kepada Utsman untuk disalin ke dalam beberapa mushhaf, dan setelah itu akan dikembalikan lagi.Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an itu kepada Utsman.Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit,Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke dalam beberapa mushhaf.
Utsman bertanya : Siapa yang orang yang biasa menulis?
”Dijawab,                : Penulis Rasulullah saw adalah Zaid bin Tsabit.
Utsman bertanya     : Lalu siapa oang yang paling pintar bahasa Arabnya?
Dijawab                   : Said bin al-‘Ash.
Utsman berkata       : Suruhlah Said untuk mendiktekan dan Zaid untuk  
                                                            menuliskan al-Qur`an.
Saat proses penyalinan mushhaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan, yakni adanya perbedaan pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”.
Seperti diketahui, yang mendiktekannya adalah Said bin al-Ash dan yang menuliskannya adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan di hadapan para sahabat. Ketika Said bin al-Ash mendiktekan kata at-Taabuut maka Zaid bin Tsabit menuliskannya sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu at-Taabuuh, karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah mereka menuliskannya. Tetapi anggota tim lain memberitahukan kepada Zaid bahwa sebenarnya kata itu tertulis di dalam lembaran-lembaran al-Qur`an dengan Ta` Maftuhah, dan mereka memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit memandang perlu untuk menyampaikan hal itu kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang dan semakin teguh. Utsman lalu memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan Ta` Mahtuhah. Sebab hal itu merupakan bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula al-Qur`an diturunkan dengan bahasa mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut dengan Ta` Maftuhah.
Demikianlah, mereka tidak berbeda pendapat selain dari perkara itu, karena mereka hanya menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada lembaran-lembaran al-Qur`an, dan bukan berdasarkan pada ijtihad mereka.Tertib atau urutan ayat-ayat Al-qur’an  adalahTauqifi,ketentuan dari Rosulullah,sebagian ulama’ meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma’.[8][8]
Setelah mereka menyalin lembaran-lembaran tersebut  ke dalam mushhaf, Utsman segara mengembalikannya kepada Hafshah.Utsman kemudian mengirimkan salinan-salinan mushhaf ke seluruh wilayah negeri Islam agar orang-orang tidak berbeda pendapat lagi tentang al-Qur`an. Jumlah salinan yang telah dicopy sebanyak tujuh buah. Tujuh salinan tersebut dikirimkan masing-masing satu copy ke kota Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah yang kemudian dikenal dengan nama Mushhaf Utsmani.Utsman kemudian memerintahkan al-Qur`an yang ditulis oleh sebagian kaum muslimin yang bertentangan dengan Mushhaf Utsmani yang mutawatir tersebut untuk dibakar. Ali Bin Abi tholib berkata :Demi Allah ,dia tidak melakukan apa-apa dengan pecahan-pecahan ( Mushaf ) kecuali dengan persetujuan kita semua”.[9][9]
Pada masa pemerintahan Sayidina Ali bin Abi Tolib tidak ada perubahan dan tetapseperti zaman Usman Bin Affan.
d.      Zaman Setelah Zaman Khulafa Ar-Rasyidin
Pada masa berikutnya kaum muslimin menyalin mushhaf-mushhaf yang lain dari mushhaf Utsmani tersebut dengan tulisan dan bacaan yang sama hingga sampai kepada kita sekarang.Pada masa pemerintahan Mu’awiyah ( 60 H/679 M ),dia menerima perintah untuk melaksanakan tanda titik kedalam naskah mushaf, yang kemungkinan dapat terselesaikan pada tahun 50 H/670 M.[10][10]
Adapun pembubuhan tanda syakal berupa fathah, dhamah, dan kasrah dengan titik yang warna tintanya berbeda dengan warna tinta yang dipakai pada mushhaf yang terjadi di masa Khalifah Muawiyahdilakukan untuk menghindari kesalahan bacaan bagi para pembaca al-Qur`an yang kurang mengerti tata bahasa Arab.Pada masa Daulah Abbasiyah, tanda syakal ini diganti. Tanda dhamah ditandai dengan dengan wawu kecil di atas huruf, fathah ditandai dengan alif kecil di atas huruf, dan kasrah ditandai dengan ya` kecil di bawah huruf. Begitu pula pembubuhan tanda titik di bawah dan di atas huruf di masaKhalifah Abdul Malik bin Marwandilakukan untuk membedakan satu huruf dengan huruf lainnya.
Dengan demikian, al-Qur`an yang sampai kepada kita sekarang adalah sama dengan yang telah dituliskan di hadapan Rasulullah saw. Allah SWT telah menjamin terjaganya al-Qur`an. Tidak ada orang yang berusaha mengganti satu huruf saja dari al-Qur`an kecuali hal itu akan terungkap.Allah SWT berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur`an dan       
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)
Oleh karena itu, tidak perlu kita ragu-ragu terhadap orisinalitas al-Qur`an.
B.     Rasm Rusmani
a.       Pengertian Rasm Usmani
Rasm berasal dari kata رَسَمَ ـ يرسُم ـ رسماً, artinya menggambar atau   melukis. Kata rasm ini juga biasa diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau menurut aturan. Jadi  Rasmil Qur’an berarti tulisan atau penulisan Al-Qur’an yang mempunyai metode-metode tertentu.
Para ulama lebih cenderung menamainya dengan istilah rasmul Mushaf. Ada pula yang menyebut rasm al-Qur’an dengan rasm ‘Usmany dikarenakan istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf ‘Utsman, yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empatyang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin al-Harits yang ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu
Ilmu Rasm ialah satu ilmu yang membincangkan cara menulis lafaz-lafaz atau sebutan untuk memelihara penyebutan huruf-hurufnya dari segi lafaz, huruf-huruf asal dan ilmu yang membahaskan kaedah menambah, mengurang, menyambung, memisah dan menggantikan huruf.
b.      Penulisan Al-Quran (Ilmu Rasm)
Penulisan (Rasm) Al-Quran ini adalah satu sunnah Rasulullah s.a.w. yang di ikuti secra ijma' (kesepakatan) oleh seluruh ulam mujtahidin kerana tulisan ini adalah berbentuk tsuqifiyyah dan ia dibuat di bawah pengawasan Nabi Muhammad s.a.w.
Ali Al-Shobuni membagi kedalam dua masa tentang pengumpulan dan penulisan al-qur’an, yaitu masa rasulullah SAW, dan masa khulafaurrasyidin.
Telah diketahui bahwa pengumpulan al-qur’an pada masa Rasulullah SAW, dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1)      Pengumpulan dalam dada dengan cara menghafal
2)      Pengumpulan dalam wujud tulisan, yaitu menulis dan mengukirnya.
Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi adalah penyusunan surat dan ayat secara sistematis, namun belum terkumpul dalam satu mushaf melainkan dalam keadaan terpisah-pisah.
Dalam proses penulisan di zaman Rasulullah SAW. Yang menulis Al-Quran  yaitu Abu bakar, Umar, Utsman, Ali, Abban Bin Said, Khalid Bin Walid, dan Muawiyah Bin Abi Sofyan. Setiap kali menerima wahyu Rasulullah SAW, memanggil para sekretarisnya untuk menulis wahyu yang baru diterimanya.
Di zaman khalifah Abu Bakar, Allah SWT menggerakkan kaum muslimin terhadap kebaikan ini pada waktu perang yamamah karena banyaknya para qura’ yang terbunuh, maka Umar Bin Khattab dengan segera pergi ketempat Abu Bakar yang saat itu menjabat sebagai khalifah. Karena Umar khawatir meninggalnya para qura’ di tempat-tempat lain sebagaimana perang yamamah, sehingga kaum muslimin kehilangan pedoman agama Islam dan sulit akan memperolehnya kitab mereka.
Umar mendiskusikan kepada Abu Bakar tentang rencana pengumpulan al-qur’an, setelah umar menguraikan sebab-sebab yang melatar belakanginya, Abu Bakar diam mempertimbangkanya. Kemudian Abu Bakar dan Umar mengutus zaid Bin Tsabit, salah seorang penulis wahyu dizaman Rasulullah. Maka datanglah Zaid Bin Tsabit ke majlis Abu Bakar dan Umar, mendengarkan mereka berdua tentang Al-Qur’an, lalu zaid menyetujuinya. Dan ketika Abu Bakar mendapati tanggapan positif dari Zaid, beliau berkata: “Sesungguhnya kamu pemuda cerdas, dulu kamu telah menulis wahyu untuk Rasulullah, maka telitilah al-qur’an dan kumpulkanlah”.
Terus meneruslah Zaid meneliti Al-Quran dengan mengumpulkan dan menuliskannya dan Zaid sendiri orang yang hafal Al-Qur’an, sehingga hafalannya itu sedikit mengurangi bebannya namun demikian zaid tidaklah mencukupkan dengan hafalannya dalam menetapkan ayat yang terdapat perselsihan kecuali dengan saksi.
Begitu pula dalam melaksanakan amanah menulis Al-Qur’an tidak mengandalkan hanya hafalannya saja atau melalui pendengaranya saja akan tetapi bertitik tolak dari pada penyelidikan yang mendalam dari dua sumber, yakni:
1) sumber hafalan  yang tersimpan dalam dada hati para sahabat,
2) sumber tulisan yang ditulis pada zaman Rasulullah SAW.
Disini berarti, hafalan  dan tulisan harus terpenuhi seperti itulah bentuk kehati-hatian Zaid Bin Tsabit dalam menulis Al-Qur’an. Setelah selesai, Al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis kemudian diserahkan kepada Abu Bakar, dan beliau menyimpan baik-baik hingga wafatnya. Sepeninggal Abu Bakar, ia digantikan oleh Umar Bin Khattab yang kemudian disimpannya naskah itu. Dan setelah wafatnya Umar Bin Khattab, Naskah itu kembali diserahkan kepada Hafshah.
Di zaman khalifah Utsman ketika mendengar laporan Hudzaifah tentang terjadi perpecahan dikalangan kaum muslimin tentang perbedaan qira’ah Al-Qur’an yang mengarah kepada saling pengklaiman tentang kafir mengkafirkan. Khalifah Utsman ra, segera meminta mushaf yang disimpan di rumah Hafsah, lalu menugaskan Zaid Bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair, Said Ibnu Al-Ash dan Abdurrahman Ibn Hisyam untuk menyalinnya dalam beberapa mushaf. Kata Utsman, ‘jika kalian bertiga dan Zaid Bin Tsabit berselisih pendapat tentang hal Al-Qur’an, maka tulislah dengan ucapan atau lisan quraish karena al-quran diturunkan dengan lisan quraish”
Dalam kerja penyalinan Al-Qur’an ini mereka mengikuti ketentuan-ketentuan yang disetujui oleh khalifah Utsman. Ketentuan itu adalah bahwa mereka menyalin ayat berdasarkan riwayat mutawatir, mengabaikan ayat-ayat mansukh yang tidak diyakini dibaca kembali di masa hidup Nabi SAW, tulisannya secara maksimal mampu mengakomodasik qira’at yang berbeda-beda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak termasuk ayat Al-Quran. Para penulis  dan para sahabat setuju dengan tulisan yang mereka gunakan ini.
Para ulama menyebut cara penulisan ini sebagai Rasm  Al-Mushaf. Karena cara penulisan disetujui Utsman sehingga sering pula dibangsakan kepada Utsman, sehingga mereka menyebutnya Rasm Utsman atau Rasm Utsmani. Namun demikian, pengertian rasm ini terbatas pada tulisan mushaf oleh tim empat di zaman Utsman, karena khawatir akan beredarnya dan menimbulkan perselisihan dikalangan ummat islam. Hal ini nanti membuka peluang bagi ulama kemudian untuk berbeda pendapat tentang kewajiban mengikuti rasm Utsmani.
Tulisan Al-Quran dengan menggunakan khat nasakh mulai dicetak buat pertama kalinya di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 Masehi (1113 Hijrah) dan seterusnya dicetak di negara-negara Islam yang lain hingga  hari ini.
c.       Tahap Penulisan Al-Quran
Penulisan Al-Quran Rasm Utsmani seperti yang terdapat sekarang ini melalui beberapa tahapan berikut ini :
1.      Belum meletakkan tanda sembarangan.
2.      Pemberian titik dan baris  dilakukan dalam tiga fase :
a). Pada zaman Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan. Saat itu, Muawiyah menugaskan Abu Aswad Ad-dualy untuk meletakkan tanda baca (i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan membaca.
b). Pada zaman Abdul Malik bin Marwan (65 H), khalifah kelima Dinasti Umayyah itu menugaskan salah seorang gubernur pada masa itu, Al Hajjaj bin Yusuf, untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya. Misalnya :  huruf baa’  (ب)dengan satu titik di bawah, huruf ta  (ت) dengan dua titik di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas. Pada masa itu, Al Hajjaj minta bantuan kepada Nashr bin ‘Ashim dan Hay bin Ya’mar. 
c).  Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Diberikan tanda baris berupa dhamah, fathah, kasrah, dan sukun untuk memperindah dan memudahkan umat Islam dalam membaca Alquran. Pemberian tanda baris ini mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy, seorang ensiklopedi bahasa Arab terkemuka kala itu. Menurut sebuah riwayat, Khalil bin Ahmad juga yang memberikan tanda hamzah, tasydid, dan isymam. 
3.      Pemberian tanda baca tajwid.
Pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Alquran, khususnya bagi orang selain Arab, dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa isymam, rum, dan mad.
4.      Pemberian tanda pada tulisan al-qur’an
 Membuat tanda lingkaran bulat sebagai pemisah ayat dan mencantumkan nomor ayat, tanda-tanda wakaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri atas nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah ‘ain. Tajzi’, yaitu tanda pemisah antara satu Juz dan yang lainnya, berupa kata ‘juz’ dan diikuti dengan penomorannya dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah juz, dan juz itu sendiri.
d.      Pembagian  Rasm
Melihat dari spesifikasi cara penulisan kalimat-kalimat arab rasm a-lqur’an dibagi menjadi tiga macam:
1)      Rasm Qiyasi      (الرسم القياسى)
2)       Rasm A’rudi     (الرسم العروضي)
3)      Rasm Usman       (الرسم العثمان)
Berikut penjelasan dari masing-masing ungkapan diatas:
1.      Rasm Qiasi / Imla'i
Rasmul Imla’i adalah penulisan menurut kelaziman pengucapan / pertuturan.Ada pendapat yang mengatakan  bahwa Al-Qur’an dengan rasm imla’I  dapat dibenarkan, tetapi khusus bagi orang awam. Bagi para ulama atau yang memahami rasm Utsmani  tetap wajib mempertahankan keaslian rasm Utsmani.
Pendapat diatas diperkuat oleh  Al-Zarqani  dengan mengatakan bahwa rasm Imla’I diperlukan untuk menghindarkan ummat dari kesalahan membaca Al-Qur’an, sedangkan rasm Utsmani di perlukan untuk memelihara keaslian mushaf Al-Qur’an. Tampaknya, pendapat ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi ummat, disatu pihak mereka ingin melestarikan rasm Utsmani, sementara dipihak lain mereka menghendaki dilakukannya penulisan Al-Qur’an denganrasm Imla’I untuk memberikan kemudahan bagi kaum muslimin yang kemungkinan mendapat kesulitan membaca  Al-Qur’an dengan rasm Utsmani.
Namun demikian, kesepakatan para penulis Al-Qur’an dengan rasm Utsmani harus diindahkan dalam pengertian menjadikannya sebagai rujukan yang keberadaannya tidak boleh hilang dari masyarakat Islam. Sementara jumlah ummat Islam dewasa ini cukup besar yang tidak menguasai rasm Utsmani. Bahkan, tidak sedikit jumlah ummat Islam untuk mampu membaca aksara arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu mereka agar dapat membaca ayat-ayat Al-Qur’an, seperti tulisan latin. Namun demikian Rasm Utsmani harus dipelihara sebagai  standar rujukan ketika dibutuhkan
Demikian juga tulisan ayat-ayat Al-Qur’an dalam karya ilmiah, rasm Utsmani mutlak diharuskan karena statusnya sudah masuk dalam kategori rujukan dan penulisannya tidak mempunyai alasan untuk mengabaikannya. Dari sini kita dapat memahami bahwa menjaga keotentikan Al-Qur’an tetap merujuk kepada penulisan mushaf Utsmani. Akan tetapi segi pemahaman membaca Al-Qur’an bisa mengunakan penulisan yang lain berdasarkan tulisan yang dalam proses penulisan Al-Qur’an mulai dari Zaman Rasulullah, zaman khalifah Abu Bakar sampai khalifah Utsman Bin Affan yang penulisnya tidak pernah lepas dari Zaid Bin Tsabit yang merupakan sekretaris Rasulullah SAW. Secara historis ini membuktikan bahwa Allah SWT tetap menjaga dan memelihara keotentikan Al-Qur’an.
2.      Rasm ‘Arudi 
Rasm ‘Arudi  ialah cara menuliskan kalimat-kalimat arab disesuaikan dengan wazan sya’ir-sya’ir arab. Hal itu dilakukan untuk mengetahui “bahr” (nama macam sya’ir).  Dari sya’ir tersebut contohnya seperti :
 وليل كموج البحر ار خي سدو له   sepotong sya’ir Imri’il qais tersebut jika ditulis akan berbentuk:
 وليلن كموج البح ر ار خي سدو لهو  sesuai dengan فعو لن مفا عيلن فعولن مفا عيلن sebagai timbangan  sya’ir yang mempunyai “ bahar tawil.”
3.      Rasm Utsman
        Rasmul Utsmani adalah pola penulisan Al-Qur’an pada masa Utsman dan disetujui oleh Utsman. Rasm utsmani menjadi salah satu cabang ilmu pengetahuan yang bernama Ilmu Rasm Utsmani. Ilmu ini didefinisikan sebagai ilmu untuk mengetahui segi-segi perbedaan antara Rasm utsmani dan untuk mengetahui segi perbedaan antara rasm utsmani dan kaidah-kaidah rasm istilahi (rasm yang biasa selalu memperhatikan kecocokan antara tulisan dan ucapan) sebagai berikut contoh antara rasm utsmani dengan rasm istilahi.
Dalam rasm utsmani lafaz (لايستوون) ditulis (لايستون)
Lafaz (الصلاة) ditulis (الصلوة)
Lafaz (الزكاة) ditulis (الزكوة)
Lafaz (الحياة) ditulis (الحيوة)
a). Hukum Mengikuti Rasm Utsman
Dalam kitab Al-Muhith Al-Burhaniy, kitab fiqh Al-Hanafiyyah terdapat pernyataan:
“ sesungguhnya tidak diperkenankan menulis mushaf , kecuali dengan rasm utsmani.”
Tulisan al-qur’an bukan tauqifi (tergantung pada petunjuk nabi atau allah) . tulisan yang sudah ditetapkan dan disepakati pada masa itu boleh saja tidak diikuti . Ulama  yang menguatkan pendapat ini ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya dan al-qadhi abu bakar dala kitabnya al-intishar. Menurut beliau tidak ditemukan nash maupun mafhum (yang dipahami dari ) nash yang menunjukkan kepada kemestian menulis al-Qur’an dengan satu macam tulisan. Demikian juga Tidak pernah ditemukan riyawat Nabi mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat dikutip oleh Rajab Farjani : “Sesungguhnya Rasulullah saw, memerintahkan menulis Al-Qur’an, tetapi tidak memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak pula melarang menulisnya dengan pola-pola tertentu.Sunnah Nabi menunjukkan kepada kebilehan menulis Al-Qur’an dengan cara yang mudah
b). Perbaikan Rasmul Utsmani
Mushaf Utsmani tidak memakai tanda baca titik dan syakal, karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal dengan harakat dan pemberian titik.
Ketika bahasa arab mulai mengalami kerusakan karena banyaknya percampuran (dengan bahasa non arab), maka para penguasa merasa pentingnya ada perbaikan Mushaf syakal, titik dan lain-lain yang dapat membantu pembacaan yang benar. Banyak ulama yang berpendapat bahwa orang pertama yang melakukan hal itu adalah Abu Aswad ad-Du’ali, peletak pertama dasar-dasar kaidah bahasa arab, atas permintaan Ali bin Abi Talib.
Perbaikan rasm Mushaf itu berjalan secara bertahap. Pada awalnya syakal berupa titik: fathah berupa satu titik diatas awal huruf, tanda kasrah berupa satu titik dibawah awal huruf, tanda dhammah berupa satu titik diatas akhir huruf, dan tanda sukun berupa dua titik. Kemudian terjadi perubahan penentuan harakat yang berasal dari huruf, dan itulah yang dilakukan oleh al-Khalil. Perubahan itu ialah fathah adalah dengan tanda sempang diatas huruf, kasrah berupa tanda sempang dibawah huruf, dhammah dengan wawu kecil diatas huruf dan tanwin dengan tambahan tanda serupa. Perhatian untuk menyempurnakan rasm Mushaf, kini telah mencapai puncaknya dalam bentuk tulisan Arab (al-khattul ‘arabiy).
c). Manfaat Ilmu Rasm Utsmani
1)       Mengetahui persambungan sanad mengenai al-qur’an.
2)       Mengetahui penunjukan asal harakat, seperti penulisan kasroh pada huruf yaa’, dhommah pada wawu.
3)       Mengetahui penunjuk sebagian bahasa fashih .
Seperti : pembuangan akhir huruf fi’il mudhori’ mu’tal ghairu jazzim.
4)      Mengetahui penunjukkan pengertian yang tersembunyi.
Dengan demikian rasm Al-qur’an yang telah dipergunakan pada masa khalifah Utsman mempunyai beberapa nilai diantaranya :
a). Rasm utsmani memberikan kontribusi yang sangat besar karena rasm utsmani merupakan sejarah dan kebudayaan arab masa lalu
b). Dengan adanya rasm utsmani maka erat sekali persamaan kita saat ini dengan para sahabat yang hidup pada kurun abad pertama hijriyah
c). Salah satu syarat bacaan yang diterima qiraat qur’an dari berbagai versi bacaan adalah jika sesuai dengan rasm utsmani
d).  Terjaganya kemurnian Alqur’an                              
e.       Kaidah Rasm Al-Qur’an
Para Ulama meringkas kaidah-kaidah itu menjadi 6 istilah, yaitu:
1.      Al-Hadzf  (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf).
a.       Menghilangkan  huruf  alif  pada  yaa` nida`,seperti ياَ يّها  النّاس menurut kaidah imlak  (يااْيها الناس)
b.      membuang huruf yaa’ , huruf yaa’ dibuang dari manqushah munawwan , baik berharakat rafa’ maupun jarr, seperti  باغ   aslnya با غِى
c.       membuang huruf wawu , dibuang apabila bergandengan dengan wawu yang lain. Seperti لاَ يَسْتَوْنَ asalnya  لا يَسْتَوُوْنَ
d.       membuang huruf lam , dihilangkan apabila dalam keadaan idhghom . seperti  الَّيْلُ  dan الّذى  asal keduanya  اللَّيْلُ   dan اللَّذى
2.      Al-Ziyadah  ( penambahan),
a.       menambahkan huruf alif setelah  wawu pada akhir isim jama’ seperti ungkapan  اُولُوا الاَلباب dan   مُلا قُوارَبِّهم
b.      menambah  alif setelah  hamzah  marsumah  wawu (hamzah yang terletak di atas tulisan wawu) (ؤ ). seperti     تَا الله تَفْتَؤُا   asalnya تَا الله تَفتَأُ
c.       Penambahan huruf “yaa’ pada kata-kata  مِنْ تِلْقَائِ نَفْسِى    dan   حِجَابٍمن ورائ
d.      Penambahan huruf “wawu”, pada kata-kata tertentu   اولات اولاء , الئك  , اولوا dan ساوريكم.
3.      Al-Hamzah,
Apabila hamzah berharakat sukun, ditulis dengan huruf berharakat yang sebelumnya. Seperti : ائْذنْ kecuali pada beberapa keadaan.
a.        Al-Hamzah al-Sakinah yang aslinya ditulis di atas huruf yang sesuai dengan harakat sebelumnya, baik di awal, tengah, maupun akhir, seperti  هيء ,(جئنك),(اقرأ)    kecuali dalam kata-kata tertentu, seperti (فادارءثم) dan (ورءيا)   maka kedua kata tersebut hurufnya dihilangkan dan hamzah ditulis menyendiri.
b.      Al-Hamzah al-Mutaharrikah apabila berada di awal kata atau digabungkan dengan huruf tambahan, hamzah tersebut ditulis  dengan alif secara pasti (mutlak, baik dalam keadaan fatah, dammah maupun kasrah, seperti kata (اولوا).(اذا),(أيوب),(فيأئ),(سأصرف)kecuali di tempat-tempat tertentu seperti قل أئنكم لثكفرون  di dalam surah fushilat.
4.      Badal (penggantian),
a.       Alif di tulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata : الصّلوةَ , الزّكوةّ
b.      Alif di tulis dengan yaa’ pada kata :   أنّى , على , إلى   yang berarti كيف متى بلىلدى
c.       Alif di gantindengan huruf nun taukid khafifah pada kata إذًا pada ungkapan (وكأين من نبي), maka ditulis dengan nun’.
d.      Ha’ at-Ta’nis ( ة ) ditulis dengan huruf ta (ث.seperti kata رحمة    menjadi  رحمت .
5.      Washal (penyambungan) dan Fashl (pemisahan)
Washl : metode penyambungan kata yang mengakibatkan hilang atau dibuangnya huruf tertentu.
a.        (من ) min bersambng dengan maa ( ما )  penulisannya di sambung dan huruf nun pada mim tidak ditulis. Seperti :   ممّاَ   kecuali pada من ما ملكت أيْما نكم
b.       ( إِنْ )  in disusul dengan maa ( ما )  ditulis bersambung dengan meniadakan nun sehingga imma  ( إمَّا ) , kecuali pada  تو عدُون  إنْ مَا
c.        ( مِن ) min disusul   dengan man (   مَنْ )  ditulis bersambung dengan menghilangkan huruf nun sehingga menjadi  mimman  ( ممَّنْ )  bukan   مِنْ مَنْ
6.      Kata yang dapat dibaca dua bunyi
Suatu kata yang boleh dibaca dengan dua cara tapi penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Tetapi yang kita maksudkan bukan bacaan yang janggal (syaddzah).
Di dalam mushaf `Utsmani, penulisan kata semacam itu di tulis dengan menghilangkan alif, misalnya “maliki yaumiddin” . Ayat di atas boleh di baca dengan menetapkan alif (yakni di baca dua alif), boleh juga hanya menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).
Kebanyakan mashaf ditulis mengikut kaedah-kaedah ini. Oleh itu, penulisan mushaf Utsmani ini diakui penulisan yang bersifat tauqifi (penetapan, penentuan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam), maka penggunaan tulisan Imlai atau Qiasi tidaklah diharuskan.
FOOTNOTE
[1][1] .Prof Dr.M.Quraish Shihab,wawasan al-qur’an, Bandung, Al-mizan,1996, hal-l 3
[2][2] .Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, The History The Qur,anic Text, from Revelatoin to Compilation, Jakarta, Gema Insani, 2008.hal-73
[3][3]. Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, Sejarah Al-qur’an ,verifikasi tentang otentitas al-Quran ,Jogyakarta, Pustaka Pelajar,2010 ,hal-28.
[4][4]. Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -73
[5][5] . Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -74
[6][6] . Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, hal-214
[7][7] . Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, hal-216
[8][8] . Manna Kholil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-qur’an, Jakarta,PT. InterMasa ( Lentera Antar Nusa) 1996 hal -205
[9][9] . Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -106
[10][10]  Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, hal -155
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
A.     Peranan Al-Qur’an
Secara garis besar, fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim ada tiga. Yakni Al-Qur’an berfungsi sebagai:
a.       mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw (QS 17:88; QS 10:38),
b.      sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS 45:20),
c.       serta sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya (QS 5:48,15; QS 16:64), dan ini bernilai abadi atau berlaku sepanjang zaman.
B.     Al-Quran sebagai Mu’jizat
Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ‘ajz yang berarti lemah, kebalikan dari qudrah (kuasa). Sedangkan i’jaz berarti membuktikan kelemahan. Mu’jiz adalah sesuatu yang melemahkan atau membuat yang lain menjadi lemah, tidak berdaya. Setiap mukzijat biasanya turun untuk memberikan tantangan bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa para tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu sihir, Nabi Musa datang dengan membawa mukjizat yang mampu melumpuhkan tipu daya para tukang sihir tersebut. Bukankah mukjizat berarti yang melumpuhkan atau yang membuat lemah? Rasulullah saw. pun hadir pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak ketinggiannya. Beliau datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat tinggi yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu.
Selain keindahan gaya bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas lainnya yang memperlihatkan bahwa Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan segala kemukjizatannya. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap orang yang mau berpikir bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw. yang ummi (QS 7:158) yang hidup pada awal abad keenam Masehi (571-632 M). Di antara ayat-ayat tersebut umpamanya: QS 39:6; QS 6:125; QS 23:12,13,14; QS 51:49; QS 41:11-41; QS 21:30-33; QS 51:7,49, dan lain-lain.
Ada pula ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba’. Tsamud, ’Aad, Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Musa, dan sebagainya. Ayat-ayat ini dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt. yang disampaikan melalui lisan utusan-Nya.
C.     Al-Quran sebagai Pedoman Hidup
Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan mahluk lainnya. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti:beribadah langsung kepada Allah Swt,berkeluarga, bermasyarakat, berdagang,utang-piutang, kewarisan, pendidikan dan pengajaran, pidana, dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt. dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu.
Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam kehidupannya. Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang Al-Quran sebagai bentuk pelanggaran dan dosa. Melaksanakannya dinilai ibadah, memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci, mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi, dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir.
D.    Al-Quran sebagai Korektor
Sebagai korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi sesuai dengan ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya.
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan oleh Al-Quran terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut, antara lain:
1.       Tentang ajaran Trinitas (QS 5:73)
2.      Tentang Nabi Isa (QS 3:49,59; QS 5:72,76)
3.      Tentang peristiwa penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
4.      Tentang Nabi Luth (QS 29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan (Genesis, 19:33-36)
5.       Tentang Nabi Harun (QS 20:90-94) perhatikan (Keluaran, 37:2-4)
6.      Tentang Nabi Sulaiman (QS 2:102; QS 27:15-44) perhatikan (Raja-Raja, 21:4-5) dsb
E.     Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an
Faktor-faktor al-Qur’an tidak ditulis dalam mushhaf-mushhaf
a)       Kaum muslimin baik-baik saja, para qari’ masih banyak, Islam belum tersebar luas, fitnah belum dikhawatirkan muncul, tumpuhan pada hafalan lebih besar, sarana-sarana tulis belum mudah didapat dan perhatian rasulullah saw terhadap al-Qur’an sangat besar mencakup cara-cara pembacaannya berdasarkan ketujuh huruf, yang al-Qur’an turun terdiri atasnya
b)       Nabi saw masih menunggu kemungkinan penasakhan ayat atau beberapa ayat dari Allah SWT.
c)      Al-Qur’an tidak turun seketika tetapi bertahap sampai beberapa ayat dari Allah SWT.
d)     Urutan al-Qur’an tidak sesuai dengan urutan ayatnya.
Sesudah berakhir masa turunya al-Qur’an dengan wafatnya rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para khulafa’ur rasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya.ini suatu isyarat firman Allah:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesugguhnya kami benar-benar memeliharanya”. (Qs.Al-Hijr [15]:9)
F.      Pemeliharaan Al-Qur’an Pasca Sahabat Sampai Sekarang.
Setelah masa khalifah, pemeliharaan al-Qur’an terus dilanjutkan dan disempurnakan dengan cara memberi syakal dan memberi titik pada tulisan-tulisan mushaf.
Mushaf yang di tulis pada masa khalifah ‘Ustman masih memakai tulisan kufi, tanpa titik, tanpa syakal, mad, tasyidid dan tanda baca lainnya. Menurut abu Ahmad al-‘Askari (w.382 ) kaum muslimin membaca al-Qur’an dengan salinan mushaf ‘Ustman selama 40 tahun lebih, hingga masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Pada masa ke khalifahan Abdul Malik pada tahun 65 H, beberapa pembesar pemerintahan mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya perubahan nash-nash al-Qur’an jika penulisan mushaf di biarkan tanpa syakal dan tanpa titik.
Perbaikan bentuk penulisan tidak terjadi sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur dari generasi ke generasi hingga mencapai puncak kejayaannya pada akhir abad ke-3H. orang pertama dalam penggunaan titik-titik dalam penulisan al-Qur’an disebutkan nama tiga orang tokoh, Abu Aswad ad-Duali dialah yang paling terkenal, Yahya bin Ya’mar dan Nashr bin‘Ashim al-Laits
1.      Abu Aswad Ad-Duali.
Di kenal karena dialah orang yang pertama kali meletakkan kaidah tatabahasa Arab atas perintah Ali bin Abi Thalib ra , Abu Aswad pernah mendengar orang membaca firman Allah: ( اَنَّ اللهَ بَرِيْئٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلُهُ) artinya: “bahwa Allah dan rasul-Nya memutuskan hubungan dengan kaum musyrikin”. Orang lain lagi membacanya ( اَنَّ اللهَ بَرِيْئٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ) artinya: “bahwa Allah memutuskan hubungan dari kaum musyrikin dan dari Rasul-Nya”. Akirnya sejak itu ia mulai berfikir dan bekerja giat untuk membuat tanda baca dan titik-titik, tetapi Abd.Chalik dalam bukunya ‘Ulum AL-qur’an mengatakan yang memerintah Abu Aswad ad-Duali adalah Zaid ibn Abihi pada masa pemerintahan daulah umayah. Namun ada pula ulama’ mengatakan Abu Aswad ad-Duali membuat tanda-tanda bacaan berupa titik-titik itu atas dasar perintah khalifah Abdul Malik bin Marwan.
 Sulit memang bagi penulis makalah untuk menentukan dari berbagai riwayat yang berbeda, siapa yang memerintahkan Abu Aswad Ad-Duali untuk membuat tanda-tanda bacaan berupa titik-titik, tapi tidak ada keraguan bahwa abu Aswad ad-Duali adalah orang yang pertama yang melihat adanya keperluan yang amat besar
2.      Yahya ibn Ya’mar
Kisah peranan Yahya ibn Ya’mar mencapai kemashurannya ketika ibn khalkan mengatakan; ibn sirin memiliki mushaf yang huruf-hurufnya sudah bertitik yang di letakkan oleh Yahya ibn Ya’mar, pada waktu itu di kota muruw. ibn Siri meninggal dunia tahun 110 H.
 Walaupun sampai sa’at ini tidak ada bukti bahwa orang pertama yang meletakkan tanda baca mushaf itu adalah yahya sehingga hal tersebut tidak mudah kita terima kebenarannya.
3.      Nashr bin Ashim al-Laitsih
Tidaklah mustakhil kalau pekerjaannya meletakkan dasar tanda-tanda baca al-Qur’an merupakan kelanjutan dari pekerjaan 2 orang gurunya Abdul Aswad dan Yahya. Kemudian al-hajjaj ibn yusuf al-Tsaqafi meminta kepada nashr supaya ia memberi titik kepada huruf-huruf yang serupa bentuknya, tetapi berwujud garis pendek, diletakkanya di atas atau dibawah huruf-huruf itu.
            Walaupun tidak dapat dipastikan, apakah Abu Aswad ad-Duali ataukah Yahya bin Ya’mar / Nashr bin Ashim yang merupakan orang pertama meletakkan tanda baca pada mushaf, namun tak ada alasan untuk mengingkarinya bahwa mereka bertiga berupaya untuk memperbaiki cara penulisan mushaf dan memudahkan baca’an bagi kaum muslimin.
Dalam perkembangan selanjutnya al-Khalil ibn Ahmad (w. 170 H ), Ahli nahwu yang mashur mengadakan perobahan-perobahan terhadap ciptaan abu al- Aswad dan nashr itu. Ia orang pertama yang menciptakan syakel dan titik yang menjadi dasar bagi apa yang dilihat pada mushaf sekarang ini :
a.       Sebagai harkat dipakainya huruf-huruf yang menjadi sumber bunyi bagiharkat-harkatitu.
b.      Sebagai titik-titik huruf, seperti apa yang dilihat pada mushaf sekarang ini,
c.       Diciptakannya tanda-tanda tasydidi, mad, sukun Isymam dan lain-lainnya.

Para ahli tulisan indah turut memberikan sumbangan ide menghias mushaf dan memperelok tulisannya, pada masa pemerintahan khalifah al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 86- 96 H/705-714 M. Ia menunjuk Khalid bin Ubay sebagai penulis mushaf, ia yang menghias mihrab rasulullah SAW dimasjid madinah dengan tulisan-tulisan indah. Sejak sa’at itu hingga abad Ke-4 H para penulis indah giat menulis mushaf dengan huruf kufi.Yang kemudian lambat laun tergeser oleh huruf naskh yang indah pada permulaan abad ke 5 H, Termasuk penggunaan titik dan bunyi suara sebagaimana yang kita kenal sekarang ini. 
DAFTAR PUSTAKA
H.S, Nasrul,dkk. 2011. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum.Padang: UNP press
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok......8
ISI KANDUNGAN AL-QURAN
A.     Pengertian Al-Qur’an.
Al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan. Al-Qur’an menurut istilah adalah kitab suci, firman atau wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabiullah Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Adapun definisi Al-Qur’an secara terminologi, menurut sebagian ulama’ Ushul Fiqih adalah: kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam Bahasa Arab yang disandarkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan Ibadah, tertulis dalam mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
Al-Qur’an adalah sebuah dokumen untuk umat manusia. Bahkan kitab ini sendiri menamakan dirinya “petunjuk bagi manusia” dan berbagai julukan lain yang senada didalam ayat-ayat yang lain. Perkataan Allah SWT, nama Tuhan yang sesungguhnya, lebih dari 2500 kali disebutkan didalam Al-Qur’an. Meskipun demikin Al-Quran bukanlah sebuah risalah mengenai Tuhan dan sifat-sifatnya. Menurut Al-Quran, eksistensi Tuhan benar-benar bersifat fungsional, Dia adalah pencipta serta pemelihara Alam semesta dan manusia; terutama sekali, Dialah yang memberikan petunjuk kepada manusia dan yang akan mengadili manusai nanti, baik secara individual maupun secara  kolektif, dengan keadilan yang penuh belas kasih.[1]
B.     Kandungan Al-Qur’an
 Al-Qur’an berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah) untuk umat manusia yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan yang dibawa Rasulullah SAW tidak berbeda dengan risalah yang dibawa olah Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan rasul-rasul lainnya sampai kepada Nabi Isa, risalah itu adalah mentauhidkan Allah.Konsep ketuhanan yang diajarkan oleh Al-Qur’an tidak berbeda dengan konsep ketuhanan yang diajarkan oleh Rasul yang pernah Allah utus didunia. Hanya persoalan hukum atau syariat sajalah yang selalu berubah sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi dimana nabi itu diutus.
Sebenarnya banyak ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Akan tetapi, kebanyakan dari kita hanya membacanya saja tanpa mau memahami isi yang terkandung di dalamnya. Di bulan Ramadhan, banyak orang-orang berlomba mengkhatamkan Al-Qur’an. Sebenarnya bukan mengkhatamkan yang diutamakan akan tetapi menelaah dan mempelajari Al-Qur’an yang sangat dianjurkan agar tidak terjadi kesalahpahaman memaknai Islam seperti yang terjadi belakangan ini dimana banyak timbul aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Banyak timbul perpecahan di dalam umat Islam salah satunya adalah tidak memahami kandungan ayat Al-Qur’an seperti yang telah penulis katakan di atas. Kebanyakan dari mereka hanya membaca tapi tidak mempelajari. Itulah gambaran umum isi kandungan Al-Qur’an. Para ahli telah banyak mengkaji dan memperinci kandungannya. Hasil kajiannya menunjukan perbedaan-perbedaan, sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing.[2]
C.     Klasifikasi.
Al-Quran diturunkan untuk menyempurnakan wahyu-wahyu Allah sebelumnya yaitu menyempurnakan kitab taurat, zabur dan injil. Sebagian ulama mengatakan, bahwa Al-Qur’an mengandung tiga pokok ajaran: a) keimanan; b) akhlak danbudi pekerti; dan c) aturan tentang pergaulan hidup sehari-hari antar sesama manusia.
Fungsi al-Qur’an sebagai ilmu ilahi bukanlah semata mata untuk dibaca,di lagukan dan di hafalkan. Akan tetapi lebih jauh dari itu,fungsi al-Qur’an bertujuan untuk memberikan pedoman bagi umat manusia dalam usahanya memcapai kesejahteraan lahir dan batin,dunia dan akhirat.
Secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama beserta pengertian atau arti definisi dari masing-masing kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :[3]&[4]
a.       Aqidah / Akidah
Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak.
Akidah atau iman dalam perspektif Al-Qur’an mesti melahirkan amal shalih. Iman dan amal  shalih bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara satu dari yang lain, iman dianggap belum benar jika tidak diaktualisasikan dalam prilaku shalih, dan prilaku positif tidak dapat diangap suatu keshalihan jika tidak didasarkan pada keimanan. Jadi keimanan berkaitan sekali dengan amal shalih. Karena begitu eratnya kaitan antara kedua hal tersebut, maka perbincangan Al-Qur’an tentang keimanan selalu beriringan dengan amal shalih. Contoh dalam Al-Quran yaitu pada surat Al-Ikhlas, Ali Imran : 32, dll.
b.      Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari pengertian “fuqaha” ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau dikerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam lima rukun islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu menjalankannya. Contoh ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang ibadah adalah pada surat Al-Baqarah : 222 (keutamaan bersuci), Al- Waqiah: 56 (Hukum menyentuh dan membaca Al Quran bagi wanita haid), Al-Maidaah : 6 (wudhu, mandi dan tayamum), dll.
c.       Akhlaq / Akhlak
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya. Banyak contoh ayat mengenai akhlak dan adab diantaranya yaitu Albaqarah : 83, Al-Maidah : 2 dll.
d.      Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau perintah kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan penjatuhan hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti bersalah. Hukum dalam islam berdasarkan Alqur’an ada beberapa jenis atau macam seperti jinayat, mu’amalat, munakahat, faraidh dan jihad. Contoh ayat yang menerangkan tentang hukum-hukum adalah Al-Maidah : 2, An-Nissa : 3, dll.
e.       Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa’id. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga jannah atau waa’ad. Di samping itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib dan kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
f.       Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah
Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa lalu atau dengan istilah lain ikibar. Contoh dalam ayat An Najm ayat 7 dll.
g.      Dorongan Untuk Berpikir
Didalam al-qur’an banyak ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran menusia untuk mendapatkan manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta.
D.     Hidayah dan Hikmah Kandungan Isi Al-Quran
Hikmah turunya al quran secara bertahap dari nas-nas yang berkenaan dengan hal itu, berikut hikmah Al Quran:[5]&[6]
1.      menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullah SAW. Pada masa Rasulullah menyebarkan agama islam beliau banyak di cemooh dan di ganggu oleh kaum kafir qurais yang menentang ajaran rasulullah saw dan Al-Qur’an inilah yang yang menjadi penenang unutk Rasulullah.
2.      Hikmah kedua, tantangan dan mukzijat. Orang orang musryik senantiasa berkubang dalam kesesatan dan kesombongan hingga melampui batas .mereka sering mengajukan pertanyaan pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menentang untuk menguji kenabian rasulullah saw. Mereka juga sering menyampaikan kepadanya hal hal yang batil (tak masuk akal), seperti menanyakan tentang hari kiamat . di saat mereka keheranan terhadap turun nya al quran secara berangsur angsur, maka allah swt menjelaskan kepada mereka kebenaran hal itu, sebab itu tantangan kepada mereka dengan al quran yang di turunkan secara berangsur sedangkan mereka tidak sanggup untuk membuat yang serupa dengannya, akan lebih memperlihatkan kemukzijatan nya dan lebih efektif pembuktiannya dari pada kalau al quran di turunkannya sekaligus lalu mereka diminta membuat yang serupa dengannya itu.
3.      Mempermudah hafalan dan pemahamannya. Al-Quranul karim turun di tengah tengah umat yang ummi, yang tidak pandai membaca dan menulis .mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang tata cara penulisan dan pembukuan yang dapat memungkinkan mereka menulis dan membukukannya, kemudian menghafal dan memahaminya.
4.      kesesuaianya dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan dalam penetapan hukum. Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada agama yang baru, seandanya al quran tidak menghadapi mereka dengan cara yang bijaksana dan memberikan kepada mereka beberapa obat penawar yang ampuh yang dapat menyembuhkan mereka dari kerusakan dan kerendahan martabat. Al quran mengajarkan ahklaq mulia yang dapat membersihkan jiwa dan meluruskan kebengkokannya dan mencegah perbuatan yang keji dan munkar , sehingga dapat terfikir habis akar kejahatan dan keburukan .
5.      bukti yang pasti bahwa alquranul karim di turunkan dari sisi yang maha bijaksana dan maha terpuji. Al quran  yang di turunkan secara berangsur angsur kepada rasulullah saw dalam waktu lebih dari 22 tahun 2 bulan 22 hari ini ayat ayat nya turun dalam selang waktu tertentu, dan selama itu orang membacanya dan mengkajianya surat demi surat.
6.      Alquran sebagai obat sekaligus penyembuh, Al Quran adalah obat dan penyembuh rohani manusia arena Al-Quran dapat membuat jiwa yang tegang ataupun gundah menjadi tenang.
7.      Membersihkan Jiwa
8.      Menetapkan kemulliaan manusia dan hak-haknya, didalam Al-Quran tertera jelas sangat menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak manusia.

FOOTNOTE
[1] Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Quran, Pustaka, Bandung, 1980. Hal 01
[2] http://sina-na.blogspot.co.id/2014/08/kandungan-dan-isi-al-quran.html
[3] Drs. Mudzakir AS, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran, Litera Antarnusa Halim Jaya, 2007. Hal 157-175
[4] Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA., Ulumul Quran, Al-Ghazali Center, 2008. Hal 286-304
[5] Diterjemahkan oleh Drs. Mudzakir AS. 2007. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. PT. Pustaka Litera Antarnusa. Bogor
[6] Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar,  MA. 2008, Ulumul Quran, Alghazali Center, Jakarta selatan
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.....9
NUZULUL AL-QUR’AN
A.    Pengertian Nuzulul Quran.
Pengertian nuzulul quran menurut bahasa kata nuzulul quran merupakan gabungan dari dua kata, yang dalam bahasa arab susunan semacam ini disebut dengan istilah tarkib idhofi dan dalam bahasa indonesia biasa diartikan dengan turunnya al-quran(1).
Pengertian nuzulul quran menurut istilah nuzulul quran ini ada beberapa arti dari berbagai pendapat para ulama’, antara lain sebagai berikut:
Jumhur ulama’ : antara lain Ar-Rozi, Imam As-Suyuthi, Az-Zarkasyi, dll. Mengatakan arti nuzulul quran itu secara hakiki tidak cocok sebagai al-quran sebagai kalam allah yang berada pada dzat-nya, sebab dengan memakai ungkapan “diturunkan” menghendaki adanya materi kalimat atau lafal atau tulisan huruf yang ril yang harus diturunkan. Karena itu arti kalimat nuzulul quran itu harus dipakai makna majazi yaitu menetapkan atau memberitahukan atau menyampaikan al-quran, baik disampaikannya al-quran ke lauh mahfudh atau ke baitul izzah di langit dunia maupun kepada nabi muhammad SAW sendiri.
Sebagian ulama’ antara lain Imam ibnu taimiyah dkk. Mengatakan pengertian nuzulul quran itu juga tidak perlu dialikan dari arti hakiki kepada arti majazi. Maka kata nuzulul quran itu berarti “turunnya al-quran”. Sebab arti tersebut sudah biasa digunakan dalam bahasa arab (2). Menurut Muhammad abdul Al-Zurqoni, dalam kitab Manahil Al-Irfan Fi ululul Quran yaitu: karena ketiggian kedudukan al-quran dan besarnya ajaran-ajarannya. Yang dapat mengubah perjalanan hidup manusia mendatang serta menyambung langit dan bumi, serta dunia dengan akhirat (3).
Ia berkata, sebagai kata, memang kata nuzul berarti pindahnya suatu dari atas ke bawah. Terkandungdalam makna nuzul tersebut bergeraknya sesuatu dari atas ke bawah. Namun pengertian nuzul tersebut tidak patut diberikan untuk maksud nuzulul quran. Al-quran bukanlah suatu benda yang memerlukan tempat pindah dari atas ke bawah dalam arti hakiki, lantaran al-quran mengandung kei’jazan (kekuatan yang melemahkan).


[1] Kahar masyhu, pokok-pokok ulumul Qur’an, 1992, 46.
[2] H. Anshori, ulumul Qur’an, jakarta, pt. Raja grafindo persada, 2013, 46.
[3] Manna’ Al-Qatht ani, mabahitsu fi ulumil Qur’an, riyadh, pustaka al-kautsar, 1990, 33.
[4] Acep hermawan, ulumul Qur’an, PT. Remaja rosdakarya, bandung, 2011, h, 19, cet. 1.
[5] M. Amin suma, Study... hal 37
[6] Syeikh manna’Al-Qathtan, pengantar.... hal. 159.
[7]  Abdul djalal, ulum qur’an, surabaya, dunia ilmu, 2000, 71-73.
[8] Hasbi as-shddiqy, sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an dan tafsir hal, 10.
[9] Hasbi assidiqi, hal. 13.
[10] Anshori, lal, ulumul Qur’an kaidah-kaidah memahami firman tuhan, jakarta, PT. Raja grafindo persada, 2013, hal. 81.
[11] Anshori, lal, ulumul Al-Qur’an kaidah-kaidah memahami firman tuhan, jakarta, pt raja grafindo persada, 2013, 88.
[12] Manna ‘kalil Al-Qattan, studi ilmu-ilmu Qur’an (Bogor: PT. Pustaka litera antar nusa, 2015, 189. Tapi menurut prof. Rif’at syauqi nawawi mushaf belum ada jaman abu bakar, mushaf itu dari afrika.
[13] Umar shihab, kontekstual Al-Qur’an, jakarta, penamadani, 2005, 22.
[14] Afzalur rahman, Al-Qur’an sumber ilmu pengetahuan, jakarta, rineka cipta, 1992, 56.
[15]  Nazar bakri, fiqh ibadah, bandung, pustaka setia, 2001, 45.
[16] Umar syihab, kontekstualistas Al-Qur’an, jakarta, permadani, 2005, 207-218.
[17] Ibrahim Al-ibary, pengenalan sejarah Al-Qur’an, 45, jakarta raja grafindo persada, 1995.
[18] Manna khalil Al-Qattan, study ilmu-ilmu Qur’an, 205-207.
[19] Manna khalil Al-Qathan, studi ilmu-ilmu Al-Qur’an, 211-212.
[20] Anshori dalam buku muhammad abduh ‘azhim az-zarqani, ulumul Qur’an, jakarta, raja grafindo persada, 2013, 2.
[21] Anshori dalam buku ahmad al-sayyid al-kumi, ulumul Qur’an, jakarta, raja grafindo persada, 2013, 3.
[22] Anshori dalam buku nuruddin ‘iter ulum Qur’an, jakarta, raja grafindo persada, 2013, 3.
[23] Anshori, ulumul Qur’an, jakarta raja grafindo persada, 2013, 3.
[24] Al-zarkani dalam muhammad amin suma, ulumul qur’an, jakarta raja grafindo persada, 2013, 9.
[25] Ibnu manzur, lisan al-arab, beirut, dar al-haya’at turas al-arabic, 1992, juz VI. H, 27
[26] Acep hermawan, ulumul Qur’an, ilmu untuk memahami wahyu, bandung, rosda karya, 2011, 102.
[27] Acep hermawan, 113.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...