Selasa, 24 April 2018

1. Al-Qur'an Sebagai Way Of Life


           
“TEMA: AL-QUR’AN SEBAGAI WAY OF LIFE”

                                                             السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
 اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ, وَالصَّلاَةُ  وَالسَّلاَمُ عَلٰى اَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ,  وَعَلَى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ  تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ اَلَى يَومِ الدِّيْنِ, أمّا بَعْد.
       Hadirin-Hadirat Kaum Muslimin Rahimakumullah.
       Pertama-tama marilah kita panjatkan pujia dan syukur kehadirat Allah SWT. tuhan yang maha esa, yang memberikan berbagai nikmat kepada kita, terutama nikmat iman, islam, kesehatan dan kesempatan sehingga kita dapat berkumpul dan bersuah di tempat yang bahagia ini dalam keadaan sehat wal’afiyat.
       Shalawat serta salam tidak henti-hentinya kita haturkan kepada baginda alam nabi besar muhammad saw. awal pada kenabianya dan akhir dari kerasulannya.
       Saudara-saudara kaum muslimin rahima kumullah.
      Setiap penganut agama di dunia ini mempunyai sesuatu  kitab yang dianggapnya sebagai kitab suci. Orang Hindu mempunyai Kitab Wedha. Orang Budha mempunyai Kitab Tripitaka. Orang Yahudi mempunyai Kitab Taurat. Orang Nasrani mempunyai  Injil. Penganut Konghucu mempunyai Kitab Tautehking. Orang Majusi mempunyai Kitab Zenavesta. Orang Kebatinan mempunyai Kitab Serat Centani, Hidayat Jati, Darmo Gandul atau Gatolojo. Sementara kita umat Islam oleh Allah diberikan Kitab Al-Quran Al-Karim oleh Allah.
Mengapa kita yakini bahwa Al-Qur’anulkarim ini sebagai kitab suci?
 Pertama: Al-Qur’an bebas dari intervensi dan investasi manusiawi.
       Al-Qur’an sepenuhnya, baik isi maupun redaksi adalah produk dari Allah Subhanahu Wata’ala. Kita kini Al-Qur’an sebagai kitab suci karena sampai hari ini belum ada seorang pun yang sanggup membuat seperti itu. Suatu kitab hanya dinamakan suci jika dia bersih dari investasi dan intervensi manusia. Al-Qur’an, sejak turunnya 14 abad yang lalu telah menantang, sebagai Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 23 yang berbunyi:
 وَاِنْكُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ ممِّاَ نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْابِسُوْرَةٍ مِّنْ مِثْلِهِۖ وَادْ عُوْا شُهَدَآءَ مِّنْ دُوْنِ اللهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِ   قِيْنَ ( البقرة : 23   )
 Artinya:“ Apabila kamu ragu-ragu terhadap kebenaran Al-Qur’an yang Kami turunkan kepada hamba Kami, Muhammad, atau kamu menyangka bahwa Al-Qur’an itu hanya karangan Muhammad saja maka cobalah kamu buat sebuah surat semacam Al-Qur’an. Apabila kamu tidak mampu melakukannya seorang diri maka ajaklah seluruh teman-temanmu.” (QS. Al-Baqarah: 23)
       Apabila kamu ragu tentang kebenaran Al-Qur’an atau kamu menyangka bahwa Al-Qur’an itu bikinan muhammad saja, cobalah buat satu surah saja semacam dan semisal Al-Qur’an , jika kamu tidak mampu melaksanakan seorang diri, ajaklah seluruh manusia dan para jin untuk membantu membuatnya.sejak tantangan ini turun sejak 14 abad yang lalu sampai hari ini tidak seorangpun yang mampu membuat satu surah saja semacam Al-Qur’anulkarim. Apakah belum pernah ada yang coba-coba ? sudah, dianataranya apa yang dilakukan oleh musailamah Al-kadzab ia mencoba membuat satu surah semacam Al-Qur’an yang kalimatnya sudah berbentuk bait-bait sya’ir tapi isinya jauh panggang daripada api.
Kedua: Kita meyakini Al-Qur’an sebagai kitab suci karena isi dan ajarannya sesuai dengan fitrah manusia.
       Suatu kitab dinamakan suci jika ajarannya sejalan dengan fitrah manusia. Misalnya, laki-laki memiliki nafsu terhadap perempuan dan perempuan suka terhadap laki-laki. Hal ini adalah fitrahnya sebagai manusia. Jika ada kitab suci yang melarang manusia untuk menikah maka kesucian kitab itu perlu diselidiki. Al-Qur’an adalah kitab suci yang sejalan dengan fitrah manusia maka ia menganjurkan manusia yang mampu untuk melangsungkan pernikahan. Contoh lain, adalah secara fitrah manusia perlu makan. Jika ada kitab suci yang menyuruh manusia untuk puasa terus-menerus dari pagi sampai siang kemudian sore sampai malam lalu puasa lagi sampai pagi hari maka hal itu sama saja menyuruh manusia untuk mati. Al-Qur’an sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam melarang puasa wishol atau puasa ngableng atau puasa nyambung, artinya seseorang puasa dari mulai pagi hari sampai pagi kembali dan tidak berbuka pada saat magrib. Puasa seperti ini bukan hanya tidak boleh tetapi hukum melakukannya adalah haram. Kenapa? Karena hal itu bertentangan dengan fitrah manusia.
Ketiga: Kita meyakini Al-Qur’an sebagai kitab suci karena isi Al-Qur’an tidak kontroversi artinya isinya tidak saling bertentangan satu sama lain.
       Dalam ayat manapun Al-Qur’an mengajarkan bahwa Allah itu esa, jika satu kali Al-Qur’an menjelaskan bahwa sesuatu itu haram, maka ia akan tetap berkata bahwa sesuatu itu adalah haram. Jika ada sebuah kitab suci memiliki kontroversi, misalnya di satu ayat mengajarkan bahwa Tuhan itu satu tetapi di ayat lainnya mengajarkan bahwa Tuhan itu ada tiga, di ayat lain mengajarkan bahwa Tuhan itu ada empat, maka nama kitab itu adalah kitab kacau. Bagaimana mungkin suatu kitab disebut suci kalau isinya kontroversil antara satu dengan yang lainnya?
       Dari ketiga kriteria inilah kita meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci. Masalah yang akan kita bahas pada kesempatan ini adalah bagaimana sikap kita terhadap Al-Qur’anulkarim sebagai kitab suci.
       Berangkat dari sebuah hadits, dimana Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wassallam pernah memberikan tawaran. Beliau bersabda :
 مَنْ جَعَلَ اْلقُرْآنَ اَمَامَهُ قَادَهُ اِلىَ الْجَنّةِ وَمَنْ جَعَلَ الْقُرْآنَ خَلْفَهُ سَقَّاهُ اِلىَ النَّارِ
Artinya: “Siapa saja yang menjadikan Al-Qur’an sebagai imam maka Al-Qur’an akan membimbing ia ke dalam surga tetapi siapa saja yang menjadikan Al-Qur’an sebagai makmum maka Al-Qur’an akan mendorong ia ke dalam neraka.”
       Hadirin-Hadirat kaum muslimin rahima kumullah.
       Pilihan itu terserah kepada kita. Siapa saja yang menjadikan Al-Qur’an sebagai imam, ditempatkannya Al-Qur’an di depan, dia ikuti petunjuk dan ajaran Al-Qur’an maka Al-Qur’an akan membimbingnya ke dalam surga. Baik surga dunia maupun surga akhirat. Tetapi sebaliknya, siapa saja yang menempatkan Al-Qur’an di belakangnya, dia belakangi Al-Qur’an, dia belakangi ajaran-ajaran dan perintah Al-Qur’an, dia menuruti hawa nafsunya dalam kehidupan maka Al-Qur’an akan mendorong ia ke dalam neraka. Baik neraka dunia maupun neraka akhirat. Pilihan itu terserah kepada kita.
       Saya ingin bertanya, kira-kira Al-Qur’an dalam hidup kita itu sebagai imam atau sebagai makmum? Kalau Al-Qur’an sebagai imam, artinya kita sebagai umat islam jadi makmum. Resiko dan logikanya adalah makmum harus mengikuti imam. Imam takbir, makmum takbir. Imam ruku’, makmum ruku’. Imam sujud, makmum sujud. Imam tahiyat, makmum juga tahiyat. Itu namanya Al-Qur’an menjadi imam dan kita menjadi makmum. Artinya dalam kehidupan adalah kita mengikuti ajaran Al-Qur’an. Jika Al-Qur’an mengatakan merah maka kita juga mengatakan merah. Hijau kata Al-Qur’an, hijau kita bilang. Ke barat kata Al-Qur’an, ke barat kita pergi. Ke timur kata Al-Qur’an, ke timur kita berangkat. Halal kata Al-Qur’an, halal kata kita. Haram kata Al-Qur’an, haram kita bilang. Itu artinya Al-Qur’an sebagai imam dan kita sebagai makmum.
       Tetapi kenyataannya kadang-kadang berbalik. Nyatanya kadang-kadang kontradiktif. Merah kata Al-Qur’an, hijau dong kata kita. Halal kata Al-Qur’an, ah.. remang-remang kita bilang. Ke barat kata Al-Qur’an, ke timur kita pergi. Dalam praktek kita mau menjadi makmum tetapi kita menyuruh Al-Qur’an sebagai imam. Kita sesuaikan Al-Qur’an dengan selera kita. Mana ayat yang menguntungkan, mana ayat-ayat yang sesuai dengan keinginan kita. Itu yang kita baca kuat-kuat, itu yang kita sampaikan ke tengah masyarakat ramai. Tapi manakala Al-Qur’an itu bertentangan dengan nafsu kita, bertentangan dengan gaya dan kepribadian kita maka kita sembunyikan itu Al-Qur’an. Kadang-kadang kita tuduh Al-Qur’an itu ketinggalan zaman, kita anggap Al-Qur’an tidak relevan lagi dengan situasi dan kondisi. Kalau sudah begitu, maka kita sudah melangkah terlalu jauh.
       Saudara-saudara kaum muslimin rohimakumullah !
       Inilah makna hadits nabi yang diriwayatkan dari Imam Ali Bin Abi Thalib, dimana Rasulullah bersabda:
  مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَاسْتَظْهَرَهُ فَحَلَّ حَلآ لَهُ وَحَرَّمَ حَرَامَهُ اَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ
Artinya: “Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an lalu memperhatikannya kemudian menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram maka Allah akan memasukkan orang itu ke dalam surga (surga dunia dan surga akhirat).”
       Apabila kita renungi hadits ini maka untuk berimam kepada Al-Qur’an ada tiga jalan utama yang harus kita laksanakan, yaitu:
 Pertama, dari kata Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an artinya siapa saja yang ingin menjadikan Al-Qur’an sebagai imam di dalam kehidupan maka jalan pertama yang harus dia tempuh adalah menanamkan kegemaran membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an akan menjadi asing, Al-Qur’an akan menjadi jikalau terletak di tengah rumah orang islam yang tidak suka membaca Al-Qur’an. Jadi langkah pertama adalah tanamkanlah kegemaran membaca Al-Qur’an.
       Saya tidak menyalahkan kalau remaja kita gandrung kepada Stevie Wonder, senang kepada suara emasnya Michael Jackson, atau suaranya Madonna. Tapi kalau sampai harus mengalahkan kecintaan mereka kepada membaca Al-Qur’an maka ini adalah sebuah ironi. Sebagai orang tua, kalau anak-anak kita buta huruf latin, katanya menghambat pembangunan. Bahkan pemerintah Indonesia menggalakan bebas buta aksara agar rakyat bisa membaca huruf latin. Kalau anak-anak kita buta huruf latin disebut sebagai penghambat pembangunan, lalu bagaimana dengan anak-anak kita yang buta akan huruf Al-Qur’an ? Itu jelas menghambat proses kesadaran dan kebangkitan dari dunia islam itu sendiri.
       Satu contoh ringan, dulu sebelum pembangunan merata, listrik belum masuk desa, kampung gelap dan rumah memakai lampu minyak. Kalau kita masuk kampung maka terasa banyak orang islam. Kenapa? Di rumah sebelah sana kita mendengar ada anak muda yang sedang latihan membaca rawi, di sebelah sana ibu-ibu sedang sholawatan dan di rumah sana ada remaja yang sedang membaca Al-Qur’an. Kemudian pembangunan pun maju dan listrik masuk desa tetapi justru terjadi proses pergeseran nilai. Setelah listrik masuk desa maka yang terjadi, orang-orang meyetel volume radionya dengan keras dan berlomba-lomba membeli televisi yang paling besar. Sedangkan membaca Al-Qur’an sudah menjadi barang yang aneh dan langka. Lihatlah sekarang di kampung-kampung, ada remaja yang sedang membaca Al-Qur’an, rasanya kok aneh, tidak umum. Sesuatu yang baik malah menjadi nilai-nilai keanehan.
       Saudara-saudara kaum muslimin rohimakumullah.
       Tanamkanlah kegemaran membaca Al-Qur’an. Dalam sebuah hadits nabi berpesan:
  نَوِّ رُوْ بُيُوْ تَكُمْ بِتِلآ وَتِ الْقُرْآنَ
Artinya: “Sinarilah rumah tanggamu dengan bacaan Al-Qur’an.”
       Sebab listrik ini hanya bisa menerangi gelap tapi tidak akan sanggup menerangi hati manusia. Al-Qur’an adalah produk Allah. Selalu tepat dan pantas dibaca dalam setiap keadaan. Lihat saja, orang yang sedih kemudian membaca Al-Quran ia menjadi terhibur. Orang gembira membaca Al-Qur’an, ia menjadi tidak lupa diri. Di rumah mewah ada yang membaca Al-Qur’an, itu bagus. Di gubuk di pinggir sungai ada yang membaca A-Qur’an, cocok. Orang menikah dibacakan Al-Qur’an, bagus. Orang mati dibacakan Al-Qur’an, tidak jelek. Dalam segala keadaan, in all season Al-Qur’an pantas dibaca, bahkan orang sakit gigi pun jika dibacakan Al-Qur’an ia tidak akan marah. Coba saja, dia senang betul dengan lagu Michael Jacson tapi begitu sakit gigi coba puterin lagu Michael Jacson kalo nggak mencah-mencah, ‘kamu gila apa’, tapi coba bacakan Al-Qur’an. Begitu besar manfaat dan daya pengaruhnya.
       Abu Jahal dan Abu Lahab pernah rapat.  Abu Jahal berkata, “Abu Lahab, setelah diperhatikan mengapa orang-orang kita Quraisy ikut kepada ajaran Muhammad, salah satu diantaranya adalah karena mereka terpesona setelah mendengar keindahan bacaan Al-Qur’an. Kita blokir saja !” Abu Lahab bertanya, “Bagaimana caranya?” Abu Jahal meneruskan idenya, “Berikanlah larangan kepada kaum Quraisy untuk tidak boleh mendengarkan Muhammad membaca Al-Qur’an. Kamu juga tidak boleh, Abu Lahab ! Begitu pun dengan saya.” Abu Lahab menganggukkan kepala, “Kita berjanji, kita tidak akan pernah mendengar Muhammad membaca Al-Qur’an.” Kemudian kedua petinggi kaum Quraisy itu bersalaman dan pulang ke rumah masing-masing.
       Dalam jangka satu hari, Abu Jahal tahan untuk tidak mendengar Al-Qur’an. Hari kedua pun sama. Dia masih kukuh akan pendiriannya. Namun setelah seminggu ke atas Abu Jahal merasakan rindu untuk mendengarkan ayat Al-Qur’an. Karena secara pribadi dia mengakui keindahan gaya bahasa Al-Qur’an, itu jauh lebih tinggi daripada kemampuan para penyair Quraisy, isi dan ajarannya sangat mendalam dan menyentuh segi-segi kehidupan manusia. Abu Jahal sudah tidak tahan lagi, maka pada suatu malam ia keluar dari rumahnya secara sembunyi-sembunyi dan pergi ke rumah Nabi, Ia ingin mendengar Nabi Muhammad membaca Al-Qur’an. Dan ternyata Abu Lahab pun melakukan hal yang sama. Abu Jahal berpikir ‘ah, Abu Lahab tidak akan keluar rumah untuk mendengarkan ayat Al-Qur’an’, dan Abu Lahab juga berpikiran sama, ‘Jahal pasti tidak keluar rumah’.
       Mereka berdua sama-sama keluar dari rumah tapi bedanya, Abu Jahal mengendap-endap dari sisi sebelah barat rumah nabi sedangkan Abu Lahab dari sisi sebelah timur. Mereka bergeser sedikit demi sedikit mencari posisi untuk mendengarkan ayat Al-Qur’an yang lebih baik, bergeser terus akhirnya ketemu di satu sudut yang sama. Spontan mereka  kaget bukan kepalang. ‘lahab ? ngapain kamu di sini ?, abu lahab menjawab:’ lalu kamu ngapain juga kesini?, akhirnya sama-sama malu dan sama-sama mengakui, ‘kita harus mengakui bagaimanapun Al-Qur’an ini memiliki daya tarik yang tinggi dan pesona yang luar biasa. Itu baru dari segi bacaan belum dari segi isi ataupun ajarannya.
       Tanamkanlah kegemaran membaca Al-Qur’an. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas R.a, dimana nabi saw. bersabda:
  اِنَّ الَّذِي لَيْسَ فِيْ جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنَ الْقُرْآن َكَا الْبَيْتِ الْخَرِبِ
 “Orang yang dari tenggorokannya belum pernah keluar satu huruf Al-Qur’an, belum pernah membaca satu pun ayat Al-Qur’an maka orang itu seperti rumah yang kosong.” (HR. Al-Tirmidzi, Ahmad bin Hanbal, Al-hakim).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَال رَسُوْلُ اللهِ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِن كِتَابِ اللهِ تَعَالىَ قَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةٌ بِعَشْر أَمْثَالِهَا. لاَ أَقُوْلُ "الم" حَرْفٌ وَلَكِنْ ألِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ, وَمِيْمٌ حَرْفٌ
 Artinya: Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Qur’an), maka ia akan memperoleh pahala satu amall kebajikan, dan pahala satu amal kebajikan dilipatkan sepuluh kali. Saya tidak mengatakan bahwa ‘Alif-lam-mim’b itu satu huruf, tetapi ‘alif’ adalah satu huruf, ‘lam’ adalah satu huruf, ‘mim’ juga satu huruf.” (HR. Tarmidzi dan Al-Darimi).
       Saudara-saudara kaum muslimin rohimakumullah.
       Jadi, orang mukmin yang tidak pernah keluar satu huruf dan kalimat Al-qur’an dari tenggorokannya itu seperti rumah usang atau kosong, lihat saja rumah kosong walaupun perabotannya lengkap tapi jika kosong setan, kuntilanak, memedih betah benar disitu. Dalam satu percontohan Nabi mengatakan:
  عَنْ أَبِي مُوْسَى الأَشْعَرِى قَالَ :قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللعَلَيْهِ وَسَلَّمَ: المُؤْمِنُ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَيَعْمَل بِهِ كَاْلأُتْرُجَّة طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيْحُهَا طَيِّبٌوَالمُؤْمِنُ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهَاْلتَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيْحَ لَهَا, وَمَثَلُ المُنَافِق الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ كَالرِّيْجَانَةِ رِيْحُهَا طَيِّبٌوَطَعْمُهَا مُر وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي لاَيَقْرَأُ القُرْآنَ كَالْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌ وَرِيْحُهَا خَبِيْثٌ.

Artinya:
Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang mu’min yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya, ibarat buah jeruk manis, rasanya enak dan baunya harum. Sedangkan orang mu’min yang tidak membaca Al-Qur’an tetapi mengamalkan isinya, ibarat buah kurma, rasanya enak dan manis tetapi tidak ada baunya. Adapun perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur’an, maka ibarat minyak wangi, baunya harum tetapi rasanya pahit. Sedangkan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an, ibarat buah kamarogan, rasanya pahit dan baunya busuk.”
(HR. Al-Bukhari, Muslim , Al-Tirmidzi, Abu Dawud, Al-Nasai, Ibnu Majah, Al-Darini, dan Ahmad).
       Saudara-saudara kaum muslimin rohimakumullah.
       Tanamkanlah kegemaran membaca Al-Qur’an karena hal itu merupakan ibadah yang besar dan bahkan orang yang mahir membaca Al-Qur’an akan bersama para malaikat, Nabi bersabda:
  الَّذِي يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ وَهُوَمَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الكِرَامِ اْلبَرَرَةِ, وَالَّذِي يَقْرَأُالْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيْهِ وَهُوَعَلَيْهِ شَاقٌ   لَهُ أَجْرَانِ
Artinya: “Orang yang membaca Al-Qur’an dan dia mahir membacanya, dia bersama para malaikat yang mulia. Sedangkan yang membaca Al-Qur’an namun dia tidak tepat dalam membacanya dan mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala.” (HR. Bukhari & Muslim)
        Selain itu nabi saw. juga bersabda:
  أَفْضَلُ عِبَادَةِ أُمَّتِيْ قِرَآءَةُ اْلقُرْآنِ
 Artinya: “Nilai ibadah yang paling baik dari hambaku adalah ibadah membaca Al-Qur’an.”
       Membaca Al-Qur’an dalam sholat memiliki nilai ibadah yang lebih besar daripada di luar sholat. Membaca Al-Qur’an dengan berwudhu lebih besar pahalanya daripada tanpa wudhu. Mengerti Al-Qur’an lebih besar pahalanya daripada tidak mengerti. Tapi tidak mengerti pun dan ia mendengarkan ayat Al-Qur’an maka ia mendapatkan pahala mendengar Al-Qur’an. Itulah penjelasan pertama dari makna hadits diatas yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib bahwa kita harus senantiasa menanamkan kegemaran membaca Al-Qur’an.
       Dalam hadits diatas yang di riwayatkan imam Ali r.a, berbunyi Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an lalu memperhatikannya, maka makna selanjutnya dalam hadits ini adalah kita harus memperhatikan Al-Qur’an setelah membacanya. Pahamilah isi Al-Qur’an. Jangan seperti monyet yang memakai mahkota. Dia tertawa girang dan cengengesan, tetapi dia tidak mengerti arti dari kebesaran mahkota yang disandangnya. Kita bangga akan Al-Qur’an tetapi tidak mengerti kandungan arti di dalamnya.
       Bagaiamana caranya untuk memahami Al-Qur’an? Mudah saja. Contoh, jika kita ingin mengerti cara membuat tahu maka jangan bertanya kepada montir mobil. Montir mobil sangat ahli dalam urusan mesin tetapi jika urusan tahu maka tanyakanlah kepada ahli pembuat tahu. Untuk mengerti rahasia dan seluk-beluk Al-Qur’an maka kita harus bertanya kepada orang yang mengerti arti dan seluk-beluk Al-Qur’an yaitu para ulama, para kyai dan para ustadz yang kita tahu kualitas keilmuannya dan kita yakini loyalitas dan integritasnya kepada islam. Kenapa? Ayat-ayat Al-Qur’an itu elastis. Dia dibawa kemana saja dia mau. Bisa ditafsirkan menurut kemauan orang. Yang paling celaka adalah, orang yang belajar tidak mempunyai dasar dan orang yang mengajar memiliki maksud yang lain. Hal ini sesat dan menyesatkan. Orang yang ngajar mempunyai nafsu dan ambisi dan orang yang belajar menjadi tikus budeg, yang memang tidak mempunyai dasar apa-apa. Sekali belajar, langsung menafsirkan ayat. Cara wudhu yang baik saja belum mengerti, cara ruku’ dan sujud yang baik saja belum bisa dan tidak tahu apa saja yang membatalkan sholat. Belajar menafsirkan Al-Qur’an itu tidak jelek, tetapi alangkah lebih baiknya jika orang yang mau belajar itu memiliki dasar penunjang dari nilai-nilai keilmuan islam untuk pembelajarannya nanti.
       Di sinilah perlunya menghidupkan majlis-majlis ta’lim. Sebab jika Al-Qur’an dipahami dan diotak-atik menurut kemauan rasio saja, sedangkan kekuatan rasio manusia itu terbatas-, saya khawatir nantinya akan timbul pendapat-pendapat dimana Al-Qur’an disesuaikan dengan otak. Bukan otak yang mengikuti Al-Qur’an tetapi Al-Qur’an yang disuruh mengikuti otak.
       Contoh, jika Saudara mengukur kayu menggunakan meteran, apakah meteran itu ikut kayu atau kayu yang mengikuti meteran? Jika meteran mengikuti kayu maka tidak ada meteran yang benar di dunia ini. Jika kayunya terlalu pendek maka meterannya yang dipotong. Yang benar adalah kayu yang harus mengikuti meteran. Otak harus ikut wahyu jangan wahyu yang disuruh untuk mengikuti otak. Manusia ikut Al-Qur’an, jangan sebaliknya.
      Kaum orientalis, orang barat yang non-muslim yang mempelajari dan mendalami Islam, untuk mencari kelemahan umat islam dan untuk menghantam umat islam, mereka sengaja mencari ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka kumpulkan untuk menghancurkan umat islam. Supaya umat islam sendiri meragukan Al-Qur’an dan meninggalkan Al-Qur’an. Timbullah pendapat ada ayat Al-Qur’an yang sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi sekarang. Seolah-olah otak manusia sudah jauh lebih pintar daripada Al-Qur’anulkarim.
       Saudara-saudara kaum muslimin rohimakumullah !
        Untuk memahami Al-Qur’an, kita harus bertanya kepada orang yang ahli dalam Al-Qur’an dan menghidupkan  majlis-majlis ta’lim. Jangan sampai Al-Qur’an menjadi awam di tengah masyarakat islam itu sendiri. Ini adalah jalan yang kedua dalam menjadikan Al-Qur’an sebagai imam kita yaitu dengan memahami isinya. Sehingga demikian manakala Al-Qur’an dibacakan oleh orang, kita tidak lagi terpusat kepada kemerduan suara orang yang melantunkan ayat suci Al-Qur’an itu tetapi tertuju kepada isi yang dikandungnya. Sehingga dalam kondisi semacam itu, boleh jadi setiap kali dibacakan Al-Qur’an, nilai iman kita semakin bertambah.
       Kita mendengar orang membacakan ayat dari surat Al-Fil, alam taro kaifa fa’ala robbuk biashaabil fil”, maka kita terbayang bagaimana Raja Abrahah akan menghancurkan Ka’bah dengan pasukan gajah. Allah cukup mengirimkan burung Ababil dan hancurlah raja besar itu beserta dengan seluruh pasukan gajahnya. Hancur berantakan, berkeping-keping, berserakan. Allah Maha Besar, Allah Maha Kuasa, Tambah iman. Dengan mendengar dan mengerti arti dari ayat itu maka bertambahlah iman di dada kita.
        Jika kita tidak memahami Al-Qur’an maka seperti mayoritas terjadi di masyarakat, misalnya ketika Al-Qur’an menceritakan adzab (siksa), kita malah merasa senang. Contoh kita mendengar ayat Walakum adzabun alim artinya Dan kamu akan mendapat siksa yang   pedih, kita yang mendengar di sudut majlis berteriak Toyyib, Toyyib ! artinya baik, baik. Allah, Allah ! Alhamdulillah ! Al-Qur’an sedang menceritakan adzab malah berteriak bahwa itu adalah hal yang baik. Kita menyukai bacaan Al-Qur’an yang dilantunkan oleh Qori/Qori’ah dengan suara mereka yang merdu, itu adalah hal yang baik, Alhamdulillah. Tetapi akan lebih baik lagi apabila kita mengerti arti dari ayat Al-Qur’an yang kita dengarkan. Sebab perintah membaca (iqra) Al-Qur’an, juga tersirat perintah untuk memahami Al-Qur’an. Perintah memahami, tersirat makna untuk mengamalkannya. Dengan kata lain, kita hanya bisa mengamalkan Al-Qur’an dengan baik apabila kita mengerti isinya. Kita hanya bisa mengerti isinya apabila kita rajin membacanya, baik membaca yang tersirat maupun yang tersurat dengan petunjuk dari para alim ulama, para kyai dan orang-orang yang ahli di bidang Al-Qur’an.
       Saudara-saudara kaum muslimin rohimakumullah.
        Inilah jalan kedua. Upayakanlah memahami isi Al-Qur’an. Hidupkan kajian-kajian agama. Hidupkan majlis-majlis ta’lim. Jangan sampai Al-Qur’an menjadi asing di hati kita sendiri. Jangan sampai kita awam terhadap makna dan kandungan Al-Qur’an, sementara kita yakini bahwa Al-Qur’an siap  membimbing kita sejak dari dunia hingga akhirat nanti. 
 اَلْقُرآنَ غَرِيْبٌ فِيْ مَا بَيْنَ قَوْمِ لَايَقْرَاُوْنَ
Artinya: “Al-Qur’an akan jadi asing, Al-Qur’an akan jadi aneh kalau terletak ditengah rumah orang islam yang tidak suka membaca Al-Qur’an”.
       Langkah selanjutnya untuk berimam kepada Al-Qur’an setelah menanamkan kegemaran membaca lalu berupaya memahami isinya adalah mengamalkannya dalam kehidupan sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Nabi saw. bersabda:
  مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَرَثَهُ الله عِلْمَ مَالَمْ يَعْلَمْ
Artinya: “Barangsiapa yang mengamalkan apa yang ia ketahui, amka Allah akan memebrikan kepadanya ilmu yang tidak ia ketahui”.
      Al-Qur’an tidak akan membawa berkah apabila ajaran yang terkandung di dalamnya, kita baca, tetapi kemudian kita menginjak-injaknya dalam praktek kehidupan. Al-Qur’an mengatakan riba haram, tetapi dalam praktek kehidupan kita lebih senang kepada riba. Al-Qur’an mengajarkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan dan ukhuwah islamiyah tetapi praktek yang kita lakukan malah centang-perenang, malah saling bertolak-belakang, malah kadang menjegal kawan seiring, menggunting dalam lipatan, saling ribut sesama manusia, ramai kita dengan kita, lalu kelemahan pun menjadi kenyataan dimana-mana. Sekali lagi, Al-Qur’an tidak akan membawa berkah apabila Al-Qur’an yang kita baca malah kita injak-injak (artinya tidak kita amalkan).
       Tentang pengamalan Al-Qur’an ini, Allah berfirman:
  ثُمَّ أَوْرَثْنَا اْلكِتَابَ الَّذِذيْنَ اصْطَفَيْنضَا مِنْ عِبَادِنَاۗ فَمِنْهُمْ ظَا لِمٌ لِّنَفْسِهِ  وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللهِۚ ذٰلِكَ هُوَ اْلفَضْلُ اْلكَبِيْرُ
Artinya: “Kemudian kami wariskan Al-Qur’an ini kepada hamba-hamba Kami yang Kami pilih. Diantara mereka ada yang dzolim kepada diri mereka sendiri, kemudian ada yang muqtasid (setengah-setengah) dan ada yang berlomba-lomba mengamalkannya atas izin Allah.  (QS. Fatir : 32).
       Kita lihat ayat ini, Al-Qur’an kitab pilihan diberikan kepada ummat pilihan kita-kita ini. Lalu bagaimana umat ini setelah menerima Al-Qur’an ? terbagi dalam 3 kelompok besar.
Pertama:  فَمِنْهُمْ ظَا لِمٌ لِّنَفْسِهِ (Dzalim kepada diri mereka sendiri).
       Ketika Al-Qur’an turun ada orang yang dzalim kepada diri mereka sendiri, artinya hanya mulutnya saja yang menerima Al-Qur’an tapi perbuatannya menginjak-nginjak Al-Qur’an orang semacam ini sudah dzalim kepada Allah, sudah dzalim kepada rasulullah tetapi orang semacam ini dzalim kepada dirinya sendiri. Dia terima Al-Qur’an dengan mulutnya tapi dia injak-injak Al-Qur’an dengan perbuatannya.
Kedua: وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ (fivety- fivety/setengah-setengah)
       Diantara mereka ada yang setelah menerima Al-Qur’an lalu Muqtashid, dia ini fivety- fivety, orang yang ngambil jalan tengah. Ajaran Al-Qur’an di pake ajaran setan dikerjain, artinya juga perintah Al-Qur’an oke, larangan Qur’an iya. Ini yang bingung malaikat, perintah Qur’an dikerjain larangan Qur’an pun dikerjain.
Ketiga:   بِإِذْنِ الله وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَات (Berlomba-lomba mengamalkanAl-Qur’an dengan ijin Allah)
       Diantara mereka ada yang setelah menerima Al-Qur’an lalu berlomba-lomba melaksanakannya, berlomba-lomba mengamalkan kebaikan dan itu hanya bisa terjadi dengan Bi’ijnillah, hidaya dari Allah. Berapa banyak orang yang mengerti Al-Qur’an tapi jauh dari cahaya Qur’an, berapa banyak orang yang ahli qur’an tapi cahaya Qur’an tidak menerangi kehidupannya, berapa banyak orang yang ahli hukum tapi bikin bingung masyarakat dengan fatwanya. Kenapa bisa terjadi ? tidak ada hidayah, tidak ada ijin dari Allah.
       Maka jika bisa membaca al-Qur’an Alhamdulillah, bisa memahaminya kita bersyukur kehadirat Allah lebih penting dari itu mohon hidayah agar kita mengamalkan sesuai dengan kemampuan kita.
       Sodara-sodara kaum muslimin rahima kumullah.
       Mana yang lebih banyak di zaman sekarang ini? Kita bisa analisa, ada yang menerima Al-Qur’an hanya dengan mulutnya saja. Jika ditanya, ‘tuhanmu siapa?’, ‘Allah’, ‘kiblatmu mana?’, ‘ka’bah, ‘kitab sucimu apa?’, ‘Al-Qur’an’, kau bisa baca ?’, ‘Nggak!’. Yah kalo nggak bisa baca barangkali masih, tapi kadang-kadang Al-Qur’an pun tidak punya ini yang ironi, ini yang menyedihkan.
       Tanpa melaksanakan konsepsi al-Qur’an didalam kehidupan maka kesenangan kita membacanya, pengertian kita kepada Al-Qur’an barangkali tidak bisa berbuat terlalu banyak dalam kehidupan. Maka sekarang ada terjemahan al-Qur’an dalam bahasa indonesia, dalam bahasa daerah, dalam bahasa ingris yang masih dan harus terus dan ditingkatkan adalah terjemahan Al-Qur’an didalam kehidupan, dengan kata lain kita ummat islam menunggal dengan Al-Qur’an kita jangan Cuma jadi kebanggan qur’an gaya bahasanya tinggi sehingga tidak ada yang menandingi , Qur’annya!, tapi ummatnya kadang-kadang kita ini jauh panggang daripada api.
       Kita bersyukur bahwa Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) telah diadakan dengan biaya bermiliyaran rupiah mulai tingkat kelurahan, kecematan, walikota, provinsi sampai pada tingkat nasional untuk menanamkan kegemaran membaca Al-Qur’an, setelah itu hendaknya diadakan peningkatan untuk memahaminya sehingga pada suatu saat kita adakan Msabaqah Pengamalan Al-Qur’an (MPQ), hadiahnya sudah langsung dari Allah. ini yang perlu kita berlomba, berlomba untuk mengamalkan ajaran al-Qur’an. Oleh karena Al-Qur’an menjelaskan secara Global kita memerlukan tuntunan sunnah dari rasulullah saw. umpamanya Qur’an hanya mengajarkan “Aqimussholah”, dirikanlah sholat. Caranya bagaimana? Tidak ada cara sholat dalam Al-Qur’an dari aman kita tau cara sholat? Dari sunnah. Karena selain Al-Qur’an jadi sumber utama kita perlu kedudukan sunnah sebagai sumber kedua. Bahwa sholat pake takbiratul ihram di Al-Qur’an tidak ada, bahwa sholat pake tahiyat dalam Al-Qur’an tidak ada. Jadi kalo orang Cuma Al-Qur’an saja tidak ada sunnah itu!, yah bagaimana kita sholat?, Al-Qur’an hanya mengatakan ‘Waatimmul hajja wal umrata lillah’, laksanakan haji dan rumah karena Allah. Bagaimana tata cara dan manasik haji ? bagaimana cara sa’i ? bagaimana cara melontar tidak ada dalam Al-Qur’an yang memuat itu tidak lain sunnah untuk memahami al-Qur’an dan sunnah ini kita memerlukan orang yang menguasai Al-Qur’an dan sunnah oleh karena itu kita perlu kepada para ulama itu sebabnya Allah SWT. Berfirman:
 ... فَإِنْ تَنَا زَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلىَ اللهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْكُنْتُمْ تُئْمِنُوْنَ باِللهِ وَالْيَومِ اْلآخِرِ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَاَحْسَنُ تَأْ   وِيْلاً
Artinya:”..Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasulnya (sunnah). Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (Bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 59)
       Apabila kamu berbeda pendapat tentang suatu perselisihan kemabalikan kepada Allah dan rasul, kembalikan kepada Allah dan rasul artinya kembalikan pada Al-Qur’an dan As-sunnah , siapa yang mengerti Al-Qur’an dan sunnah? Para ulama yang kualitas dan loyalitasnya tinggi serta integritas keislamannya bisa jadi panutan.
   
        Sodara-sodara kaum muslimin rahima kumullah.
        Dengan demikian jika orang berkata:’ langsung saja memahami Al-Qur’an sekarangkan sudah banyak terjemahannya, tidak usah lewat ulama-ulamaan’. Tidak mencela cuman agak menghawatirkan kalau dia hanya memahami Al-Qur’an lewat terjemahannya saja sangat mungkin jadi dia salah paham. Kita memerlukan bantuan sunnah, kita memerlukan petunjuk para ulama yang ahli di bidang itu. Kembalikan kepada Al-Qur’an dan sunnah artinya kembalikan kepada orang yang memahami al-Qur’an dan sunnah. Tapikan nanti akan terjadi perbedaan pendapat?  Perbedaan pendapat sesuatu yang halal semasa tidak menyebabkan kita berpecah belah, halal berbeda pendapat asal diletakkan pada proporsinya apalagi bperbedaan pendapat Cuma masalah furu’ (cabang) bukan masalah prinsip kenapa tidak kembalikan saja pada tuntunan Al-Qur’an:
.... وَلَنَا أَعْمَا لُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُصْلِحُوْنَ
Artinya:” ...Bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-nya kami mengikhlaskan hati” (QS. Al-Baqarah: 139).
       Kami akan mengamalakan amalan yang kami yakini benarnya dan sodara silahkan mengamalkan amalan yang sodara yakini benarnya, sama-sama halal, sama-sama punya dalil, tidak usah saling menyalahkan. Jangan merasa paling benar orang lain salah semua. Kemukakan argumen jangan sentimen, harus dengan semangat mencari kebenaran bukan untuk mencapai kemenangan. Jika sentimen lebih penting dari argumen,  kalo kemenangan lebih di utamakan dari mencari kebenaran, yang terjadi kadang-kadang gengsi jika sudah gengsi yang bicara emosi, jika sudah emosi nanti ngambek, gedean ambeknya dari ilmunya. Kadang-kadang ‘saya kalau nggak jadi imam nggak mau sholat di situ’, orang lain dianggapnya tidak sah sembahyangnya,’ pokoknya kalo tidak ngaji sama saya islamnya tidak benar’, mengklaim. Perbedaan pendapat halal asal tidak menyebabkan kita berpecah belah dan sewajarnya kita berusaha lebih mencari titik pertemuan, memperbesar persamaan dan bukan mengutak-utik perbedaan. Inilah penyakit kita, ada yang Qunut ada yang tidak, bisa satu RT. Satu usholli satu tidak, bisa satu RW. Satu khutbah sekali, satu khutbah dua kali bikin mesjid baru lagi. Kenapa bukan persamaannya yang dicari ? kenapa titik perbedaannya yang diperbesar hal semacam ini sampai kiamat tidak akan selesai. Kan akan lebih baik jika kita ditanya oleh orang:” pak, subuh pake qunut apa tidak sih?”, “kalo saya pake”, “kalo yang tidak pake qunut bagaimana pak?”, “betul!, kata yang tidak pake qunut”, “kalau yang pake qunut betul, yang tidak pake qunut betul, yang salah yang mana pak ?”, “yang salah itu yang subuh tidak sembahyang!”. Lebih objektif, umat tidak berpecah belah. Yang kaprah kadang-kadang khotbah jumat sampe membongkar khilafiyah, menghantam tahlil, menghantam qunut. Selesai sembahyang jumat apa yang terjadi? Umat resah masyarakat gelisah polemik timbul dan masalah tidak terselesaikan.
       Orang yang jadi khatib itu raja, siapa yang mau membantah dia? Jika memang mau bongkar itu persoalan khilafiyah bikin forum khusus adakan pengkajian, bicarakan secara luas mendalam dan mendasar  jangan mengklaim dan menfonis berikan kebebasan kepada ummat untuk menilai, masalah selesai dan yang tidak puas bisa bertanya.
       Soadara-soadara kaum  muslim rahima kumullah.
       Sudah lewat rasanya kita meributkan persoalan semacam ini, sudah datang waktunya diamana kita lebih meninjau dan memebicarakan hal-hal yang lebih mendesak dan bermanfaat seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan umpamanya, peluang bagi pendidikan yang layak bagi anak-anak kita yang memiliki otak cerdas tapi tidak mempunyai kekuatan ekonomi, itu lebih objektif ketimbang kita membicarakan masalah-masalah yang sampe kiamat tidak akan selesai yang hanya akan membuat kita menjadi lemah, persatuan goyah, hubungan sosial lalu menurun, saling curiga menjadi tumbuh karenanya dan pada akhirnya kita tidak akan mampu berbuat banyak. Untung jika tidak menjadi tertawaan orang yang berdiri diluar pagar.
       Al-Qur’an tidak akan membawa berkah jika yang kita baca kita injak-injak, oleh karenanya untuk beriman kepada Al-Qur’an yaitu tanamkan kegemaran membaca, yang kedua upayakan memahami isinya melalui bimbingan orang yang ahli di bidang itu, yang ketiga amalkan sesuai dengan kemampuan. Sebab itu ada prinsip jikalau isi suatu hadis nampaknya bertentangan dengan otak, keshohihan hadis itu boleh di periksa tapi jika ayat Qur’an nampaknya bertentangan dengan otak, otaknya yang harus diperiksa jangan Qur’annya disesuaikan dengan otak. Sebab jika kita sudah berani berteori bahwa ada ayat Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan keadaan. Ayat yang mana? Yang ini, tahun depan bertambah lagi, tahun depan lagi tambah lagi makin lama makin habis Al-Qur’an ini. Yang perlu diperbaharui itu cara kita memahami Al-Qur’an bukan dengan mengemukakan teori bahwa Al-Qur’an kekurangan relevansi cara kita memahami barangkali yang kurang relevan, dalam konteksnya yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Jangan lupa, Al-Qur’an ini untuk semua umur dia bisa dipahami secara filosofi, dia bisa dipahami dengan kacamata orang awam tingkat kemampuan berfikir semua orang tidak sama kalau semua orang kita ajak untuk berfilsafat menerung dalam-dalam lalu menerawang. Okelah buat mereka yang terjangkau oleh perguruan tinggi tapi buat sodara-sodara kita pedagang dan petani di desa-desa terpencil remaja-remaja yang jauh dari sentuhan tekhnologi canggih sanggupkah mereka berfikir filosofi? Sementara mereka merupakan bagian terbesar dari kondisi umat ini.
       Sodara-sodara kaum muslimin rahima kumullah.
       Oleh karenanya di tekan untuk membaca, memahami dan mengamalkan. Rasulullah saw. pernah memberikan suggesti, beliau bersabda:
In arattum aisusuada wamauta suhada wannajata yaumal hasri wajjila yaumal wal huda minaddalalah faatimmu biqiraatil qur’an
Artinya: ”Apabila kamu ingin mendapatkan kehidupan yang bahagia, dan menginginkan mati seperti matinya para suahada, dan mendapat keselamatan di yaumul hasyar (hari pengumpulan), dan mendapat perlindungan dari Allah di hari yang sangat panas, dan mendapat petunjuk dari kesesatan , maka biasakan olehmu membaca Al-Qur’an”.
       Hadis diatas merupakan keinginan kita semua, yaitu hidupa bahagia dan mati syahid, walaupun tidak kaya asal bahagia sudah enak, dan disaat orang lain kepanasan di hari akhir kita mendapat perlindungan dan orang lain kebingungan kita mendapat petunjuk, jika kita menginginkan ini maka kuncinya adalah lajimkan mebaca Al-Qur’an. Tidak ada kata terlambat!, idealnya memang dari kecil sebab lidah jika sudah kaku itu berat, disuruh baca ‘Innallaha laganiyyun hamid, Lidahnya berat ‘innallah lampu niyun hamid’, laganiyyun jadi lampu niyun. Lidah itu kalau sudah berat memang berat, disuruh baca ‘Ya bani israil’, lidahnya berat lalu baca ‘Ya bini siroil’. Memang harus dari kecil biar lidah itu terbiasa, jika tidak, maka tidak ada istilah terlambat untuk belajar. “Saya malu pak belajar Alif-Alifan udah gedde”, yah jangan alif-alifan lah, alif beneran bacanya kalo alif-lalifan kapan bisanya. Tidak ada istilah terlambat dan tidak ada istilah malu untuk belajar al-Qur’an itu. Ini sugesti untuk membaca.
       Lalu bagaimana sugesti untuk memahami?
         ....فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَا ئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْا فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ   يَخْذَرُوْنَ
Artinya:” ....Mengapa tidak pergi tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memeperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS. At-taubah : 122).
      Mengapa tidak ada diantara kamu segolongan orang yang memperdalam ilmu agama, ditengah grup orang yang mendalami ekonomi, di tengah kelompok orang yang membidangi hukum, ditengah orang-orang yang belajar tekhnologi, ditengah orang-orang yang sibuk meneliti ilmu-ilmu kedokteran, mengapa tidak ada sekolompok orang yang secara liyatafakkahu fiddin, mendalami agama ini, mendalami Al-Quran ini harus ada.
       Lalu bagaimana sugesti untuk mengamalkan?
      Kita bisa melihat peringatan Allah dalam Qs. Thaha ayat 124-127
  وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةًۭ ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ (124) قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِىٓ أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا (125) قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ ءَايَٰتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ ٱلْيَوْمَ تُنسَىٰ (126) وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِآيَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى (127)
Terjemahan:
124.  Dan barang siapa berpaling dari peringatanku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
125. Dia berkata, “Ya tuhanku, mengapa engkau kumpulkan kami dalam keadaan buta, padahal dahulu aku dapat melihat?”
126. Dia (Allah) berfirman, “Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat kami, dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan.”
127.  Dan demikianlah kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat tuhannya. Sungguh, azab akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.
(QS. Thaha: 124-127)
       Mari kita telusuri ayat diatas, ayat pertama barangsiapa yang yang berpaling dari peringatanku, barangsiapa yang berpaling dari Al-Qur’an ini dia terima Al-Qur’an, dia imani Al-Qur’an, tapi dia berpaling dari ajarannya dan dia injak-injak apa yang seharusnya dia amalkan dia peturutkan hawa nafsunya. Maka kata Allah, fainnahu maisatan danka dia akan diberikan suatu penghidupan yang sempit, innalilahi wainna ilahi rojiun. Diberikan hidup yang sempit kalo hidup sudah terasa sempit walaupun luasnya rumah, kecil. Kalo hidup sudah terasa sempit bagaimanapun banyaknya harta, sumpek. Kalo hidup sudah terasa sempit bagaimanapun luasnya pergaulan, tidak ada terasa tempat bertanya, membagi rasa, melarikan persoalan. Siapa yang berpaling dari Al-Qur’an dia akan diberikan penghidupan yang sempit. Bukan dagangannya tidak untung, bukan karena kerjanya tidak di gaji, tapi kesempitan hati dan ini lebih bahaya dari kesempitan ekonomi, itu di dunia.
       Lalu di akhirat, dan kami akan mengumpulkan kamu dalam keadaan buta, padahal ke akhirat tumben, sekali ke akhirat buta. Inna lillah, di tempat kita lahir saja dulu kita melihat setelah itu kita buta masih bingung padahal jalan itu sudah pernah kita lihat dan sudah pernah kita tau bagaimana di padang mahsyar nanti? Kepada siapa kita hendak bertanya? Mana anak, mana istri buta pula kita, ini merupakan tingkat kesengsaraan.
       Dikala semacam itu orang yang tadi protes, Ya tuhanku, mengapa engkau kumpulkan kami dalam keadaan buta, padahal dahulu aku dapat melihat?, dulu waktu di dunia saya bisa melihat gunung yang menjulang ke langit, melihat sawah, melihat keindahan pantai dan air laut, saya saksikan keindahan alam, di dunia saya bisa melihat Allah. kenapa sekarang engkau bangkitkan aku bersama orang-orang yang buta?, Protes dia tidak terima dengan keadaannya seperti itu. Allah menjawab ‘Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat kami, dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan’. Begitulah memang, dahulu waktu di dunia setelah datang ayat-ayat kami  kepadamu telah turun Al-Qur’an telah datang agama, tapi kamu melupakan dia (kamu lupakan Al-Qur’an kamu lupakan Islam) kamu berlaga masa bodo dan tidak mau tau, maka pada hari ini begitulah kamu di lupakan  sebagaimana dulu waktu di dunia kamu telah melupakan ayat-ayatku melupakan islam hari ini kamupun dilupakan. Demikianlah kami membalas orang yang melampaui batas orang-orang yang berlebihan dan tidak percaya kepada ayat-ayat tuhannya.
       kesengsaraan akhirat adalah siksaan yang kekal. Siksa dunia mungkin keparan, kekurangan ekonomi, kekurangan pakaian tapi berapa hari? Seumur manusia (sekitar 60 sampai 70 tahun), tapi kesengsaraan akhirat lebih dahsyat dan lebih kekal. Di jaman sekarang orang bukan hanya potong kompas, berpikirpun menganbil jalan pintas dia lebih memilih kesenangan yang sedikit dengan mengorbankan kesenangan yang abadi, dia menghancurkan syurga yang abadi dan mengganti dengan syurga yang sebentar. Syurga dunia itu hidup cukup, rumah bagus, pakaian bagus, istri cantik dengan menghalalkan segala cara berpaling dari kehidupan agama dan menginjak-nginjak Al-Qur’anulkarim. Kita berlindung kepada Allah jangan sampai dimasukkan dalam kelompok yang di akhirat nanti dalam keadaan buta, naudzubillah.
       Disini kita terkesan dengan apa yang dikatakan syeikh muhammad Abduh:
  الإِسْلاَمُ مَحْجُوبٌ بِالْمُسْلِمِيْنِ
Artinya: ”Ajaran islam tertutup oleh perilaku kaum muslimin”
       Kebesaran islam kadang tertutup oleh tingkah laku umat islam islam itu sendiri keluhuran dan kesempurnaan Al-Qur’an  tertutup oleh kebodohan umat islam itu sendiri, sedangkan untuk mengungkapkan rahasia Al-Qur’an ini diperlukan keahlian yang komplek. Sodara yang berada di jurusan tekhnik ungkap dan buka rahasia Al-Qur’an di bidang tekhnologi, sodara yang dibidang kedokteran ungkap dan buka rahasia Al-Qur’an di bidang kedokteran, sodara yang ahli di bidang geografi pelajari struktur perut bumi ungkap rahasia Al-Qur’an sehingga pengkajian kita tentang tekhnologi, pengkajian kita tentang angkasa luar, pengkajian kita tentang anatomi manusia akan berakhir kepada:
  ......رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلاً.....
Artinya: “...Ya Allah engkau tidak menciptakan semua ini sia-sia...” (QS. Ali Imron: 191).
       Perut bumi mengandung minyak kekayaan yang berharga untuk manusia, mempelajari tekhnologi canggih yang akhirnya mmeperkuat nilai-nilai iman. Mempelajari berbagai ilmu untuk mengkaji Al-Qur’an dan akhirnya bekerja sama dan bahu membahu dalam rangka mengimani Al-Qur’an, mengamalkan Al-Qur’an, dan mengawal keluhuran Al-Qur’anulkarim yang menjadi dasar tuntunan hidup. Untuknya kita berjuang dan dalam bimbingannya kita ingin kembali menghadap Allah SWT.
       Demikianlah pertumuan yang singkat ini, mudah-mudahan ada manfaatnya, terima kasih atas segala perhatian dan  mohon maaf atas segala kekurangan.
۞ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَ كَا تُهُ ۞



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...