“TEMA: AL-QUR’AN SEBAGAI WAY OF LIFE”
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ, وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلٰى اَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ, وَعَلَى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ اَلَى يَومِ الدِّيْنِ,
أمّا بَعْد.
Hadirin-Hadirat
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Pertama-tama marilah kita panjatkan pujia dan syukur kehadirat Allah
SWT. tuhan yang maha esa, yang memberikan berbagai nikmat kepada kita, terutama
nikmat iman, islam, kesehatan dan kesempatan sehingga kita dapat berkumpul dan
bersuah di tempat yang bahagia ini dalam keadaan sehat wal’afiyat.
Shalawat
serta salam tidak henti-hentinya kita haturkan kepada baginda alam nabi besar
muhammad saw. awal pada kenabianya dan akhir dari kerasulannya.
Saudara-saudara kaum muslimin
rahima kumullah.
Setiap
penganut agama di dunia ini mempunyai sesuatu kitab yang dianggapnya sebagai kitab suci.
Orang Hindu mempunyai Kitab Wedha. Orang Budha mempunyai Kitab Tripitaka. Orang
Yahudi mempunyai Kitab Taurat. Orang Nasrani mempunyai Injil. Penganut Konghucu mempunyai Kitab
Tautehking. Orang Majusi mempunyai Kitab Zenavesta. Orang Kebatinan mempunyai
Kitab Serat Centani, Hidayat Jati, Darmo Gandul atau Gatolojo. Sementara kita umat Islam oleh Allah
diberikan Kitab Al-Quran Al-Karim oleh Allah.
Mengapa kita yakini bahwa
Al-Qur’anulkarim ini
sebagai kitab suci?
Pertama: Al-Qur’an bebas dari intervensi dan investasi
manusiawi.
Al-Qur’an
sepenuhnya, baik isi maupun redaksi adalah produk dari Allah Subhanahu
Wata’ala. Kita kini Al-Qur’an sebagai kitab suci karena sampai hari
ini belum ada seorang pun yang sanggup membuat seperti itu. Suatu kitab hanya dinamakan suci
jika dia bersih dari investasi dan intervensi manusia. Al-Qur’an, sejak turunnya
14 abad yang lalu telah menantang, sebagai Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah
ayat 23 yang berbunyi:
وَاِنْكُنْتُمْ
فِيْ رَيْبٍ ممِّاَ نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْابِسُوْرَةٍ مِّنْ مِثْلِهِۖ
وَادْ عُوْا شُهَدَآءَ مِّنْ دُوْنِ اللهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِ قِيْنَ ( البقرة : 23 )
Artinya:“ Apabila
kamu ragu-ragu terhadap kebenaran Al-Qur’an yang Kami turunkan kepada hamba
Kami, Muhammad, atau kamu menyangka bahwa Al-Qur’an itu hanya karangan Muhammad
saja maka cobalah kamu buat sebuah surat semacam Al-Qur’an. Apabila
kamu tidak mampu melakukannya seorang diri maka ajaklah seluruh teman-temanmu.” (QS. Al-Baqarah: 23)
Apabila
kamu ragu tentang kebenaran Al-Qur’an atau kamu menyangka bahwa Al-Qur’an itu
bikinan muhammad saja, cobalah buat satu surah saja semacam dan semisal
Al-Qur’an , jika kamu tidak mampu melaksanakan seorang diri, ajaklah seluruh
manusia dan para jin untuk membantu membuatnya.sejak tantangan ini turun sejak
14 abad yang lalu sampai hari ini tidak seorangpun yang mampu membuat satu
surah saja semacam Al-Qur’anulkarim. Apakah belum pernah ada yang coba-coba ?
sudah, dianataranya apa yang dilakukan oleh musailamah Al-kadzab ia mencoba
membuat satu surah semacam Al-Qur’an yang kalimatnya sudah berbentuk bait-bait
sya’ir tapi isinya jauh panggang daripada api.
Kedua: Kita meyakini Al-Qur’an sebagai
kitab suci karena isi dan ajarannya sesuai dengan fitrah manusia.
Suatu
kitab dinamakan suci jika ajarannya sejalan dengan fitrah manusia. Misalnya,
laki-laki memiliki nafsu terhadap perempuan dan perempuan suka terhadap
laki-laki. Hal ini adalah fitrahnya sebagai manusia. Jika ada kitab suci yang
melarang manusia untuk menikah maka kesucian kitab itu perlu diselidiki.
Al-Qur’an adalah kitab suci yang sejalan dengan fitrah manusia maka ia menganjurkan
manusia yang mampu untuk melangsungkan pernikahan. Contoh lain, adalah secara fitrah
manusia perlu makan. Jika ada kitab suci yang menyuruh manusia untuk puasa
terus-menerus dari pagi sampai siang kemudian sore sampai malam lalu puasa lagi
sampai pagi hari maka hal itu sama saja menyuruh manusia untuk mati. Al-Qur’an
sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam melarang puasa wishol atau
puasa ngableng atau puasa nyambung, artinya seseorang puasa dari mulai
pagi hari sampai pagi kembali dan tidak berbuka pada saat magrib. Puasa
seperti ini bukan hanya tidak boleh tetapi hukum melakukannya adalah haram.
Kenapa? Karena hal itu bertentangan dengan fitrah manusia.
Ketiga: Kita meyakini
Al-Qur’an sebagai kitab suci karena isi Al-Qur’an tidak kontroversi artinya isinya
tidak saling bertentangan satu sama lain.
Dalam
ayat manapun Al-Qur’an mengajarkan bahwa Allah itu esa, jika satu kali
Al-Qur’an menjelaskan bahwa sesuatu itu haram, maka ia akan tetap berkata bahwa
sesuatu itu adalah haram. Jika ada sebuah kitab suci memiliki kontroversi,
misalnya di satu ayat mengajarkan bahwa Tuhan itu satu tetapi di ayat lainnya
mengajarkan bahwa Tuhan itu ada tiga, di ayat lain mengajarkan bahwa Tuhan itu
ada empat, maka nama kitab itu adalah kitab kacau. Bagaimana mungkin suatu kitab
disebut suci kalau isinya kontroversil antara satu dengan yang lainnya?
Dari
ketiga kriteria inilah kita meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci. Masalah
yang akan kita bahas pada kesempatan ini adalah bagaimana sikap kita terhadap Al-Qur’anulkarim
sebagai kitab suci.
Berangkat
dari sebuah hadits, dimana Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wassallam pernah memberikan
tawaran. Beliau bersabda :
مَنْ
جَعَلَ اْلقُرْآنَ اَمَامَهُ قَادَهُ اِلىَ الْجَنّةِ وَمَنْ جَعَلَ الْقُرْآنَ خَلْفَهُ
سَقَّاهُ اِلىَ النَّارِ
Artinya: “Siapa saja yang menjadikan
Al-Qur’an sebagai imam maka Al-Qur’an akan membimbing ia ke dalam surga tetapi
siapa saja yang menjadikan Al-Qur’an sebagai makmum maka Al-Qur’an akan
mendorong ia ke dalam neraka.”
Hadirin-Hadirat kaum muslimin rahima kumullah.
Pilihan
itu terserah kepada kita. Siapa saja yang menjadikan Al-Qur’an sebagai imam,
ditempatkannya Al-Qur’an di depan, dia ikuti petunjuk dan ajaran Al-Qur’an maka
Al-Qur’an akan membimbingnya ke dalam surga. Baik surga dunia maupun surga
akhirat. Tetapi sebaliknya, siapa saja yang menempatkan Al-Qur’an di
belakangnya, dia belakangi Al-Qur’an, dia belakangi ajaran-ajaran dan perintah
Al-Qur’an, dia menuruti hawa nafsunya dalam kehidupan maka Al-Qur’an akan
mendorong ia ke dalam neraka. Baik neraka dunia maupun neraka akhirat. Pilihan
itu terserah kepada kita.
Saya ingin bertanya,
kira-kira Al-Qur’an dalam hidup kita itu sebagai imam atau sebagai makmum?
Kalau Al-Qur’an sebagai imam, artinya kita sebagai umat islam jadi makmum.
Resiko dan logikanya adalah makmum harus mengikuti imam. Imam takbir, makmum
takbir. Imam ruku’, makmum ruku’. Imam sujud, makmum sujud. Imam tahiyat,
makmum juga
tahiyat. Itu namanya Al-Qur’an menjadi imam dan kita menjadi makmum. Artinya
dalam kehidupan adalah kita mengikuti ajaran Al-Qur’an. Jika Al-Qur’an
mengatakan merah maka kita juga mengatakan merah. Hijau kata Al-Qur’an, hijau
kita bilang. Ke barat kata Al-Qur’an, ke barat kita pergi. Ke timur kata
Al-Qur’an, ke timur kita berangkat. Halal kata Al-Qur’an, halal kata kita.
Haram kata Al-Qur’an, haram kita bilang. Itu artinya Al-Qur’an sebagai imam dan
kita sebagai makmum.
Tetapi kenyataannya kadang-kadang berbalik. Nyatanya
kadang-kadang kontradiktif. Merah
kata Al-Qur’an, ‘hijau
dong kata kita’. Halal kata Al-Qur’an, ‘ah..
remang-remang’ kita bilang. Ke barat kata Al-Qur’an, ke timur kita
pergi. Dalam praktek kita mau menjadi makmum tetapi kita menyuruh Al-Qur’an
sebagai imam. Kita sesuaikan Al-Qur’an dengan selera kita. Mana ayat yang
menguntungkan, mana ayat-ayat yang sesuai dengan keinginan kita. Itu yang kita
baca kuat-kuat, itu yang kita sampaikan ke tengah masyarakat ramai. Tapi
manakala Al-Qur’an itu bertentangan dengan nafsu kita, bertentangan dengan gaya
dan kepribadian kita maka kita sembunyikan itu Al-Qur’an. Kadang-kadang kita
tuduh Al-Qur’an itu ketinggalan zaman, kita anggap Al-Qur’an tidak relevan lagi
dengan situasi dan kondisi. Kalau sudah begitu, maka kita sudah melangkah terlalu
jauh.
Saudara-saudara
kaum muslimin rohimakumullah !
Inilah makna hadits nabi yang diriwayatkan
dari Imam Ali Bin Abi Thalib, dimana Rasulullah bersabda:
مَنْ
قَرَأَ الْقُرْآنَ فَاسْتَظْهَرَهُ فَحَلَّ حَلآ لَهُ وَحَرَّمَ حَرَامَهُ اَدْخَلَهُ
اللهُ الْجَنَّةَ
Artinya: “Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an
lalu memperhatikannya kemudian menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang
haram maka Allah akan memasukkan orang itu ke dalam surga (surga dunia dan
surga akhirat).”
Apabila
kita renungi hadits ini maka untuk berimam kepada Al-Qur’an ada tiga jalan utama
yang harus kita laksanakan, yaitu:
Pertama,
dari kata Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an artinya siapa saja yang
ingin menjadikan Al-Qur’an sebagai imam di dalam kehidupan maka jalan pertama
yang harus dia tempuh adalah menanamkan kegemaran membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an
akan menjadi asing, Al-Qur’an akan menjadi jikalau terletak di
tengah rumah orang islam yang tidak suka membaca Al-Qur’an. Jadi langkah
pertama adalah tanamkanlah kegemaran membaca Al-Qur’an.
Saya
tidak menyalahkan kalau remaja kita gandrung kepada Stevie Wonder, senang
kepada suara emasnya Michael Jackson, atau suaranya Madonna. Tapi kalau sampai
harus mengalahkan kecintaan mereka kepada membaca Al-Qur’an maka ini adalah
sebuah ironi. Sebagai orang tua, kalau anak-anak kita buta huruf latin, katanya
menghambat pembangunan. Bahkan pemerintah Indonesia menggalakan bebas buta
aksara agar rakyat bisa membaca huruf latin. Kalau anak-anak kita buta huruf
latin disebut sebagai penghambat pembangunan, lalu bagaimana dengan anak-anak
kita yang buta akan huruf Al-Qur’an ? Itu jelas menghambat proses kesadaran dan
kebangkitan dari dunia islam itu sendiri.
Satu
contoh ringan, dulu sebelum pembangunan merata, listrik belum masuk desa,
kampung gelap dan rumah memakai lampu minyak. Kalau kita masuk kampung maka
terasa banyak orang islam. Kenapa? Di rumah sebelah sana kita mendengar ada
anak muda yang sedang latihan membaca rawi, di sebelah sana ibu-ibu sedang
sholawatan dan di rumah sana ada remaja yang sedang membaca Al-Qur’an. Kemudian
pembangunan pun maju dan listrik masuk desa tetapi justru terjadi proses
pergeseran nilai. Setelah listrik masuk desa maka yang terjadi, orang-orang
meyetel volume radionya dengan keras dan berlomba-lomba membeli televisi yang
paling besar. Sedangkan membaca Al-Qur’an sudah menjadi barang yang aneh dan
langka. Lihatlah sekarang di kampung-kampung, ada remaja yang sedang membaca
Al-Qur’an, rasanya kok aneh, tidak umum. Sesuatu yang baik malah menjadi
nilai-nilai keanehan.
Saudara-saudara
kaum muslimin rohimakumullah.
Tanamkanlah kegemaran membaca Al-Qur’an. Dalam
sebuah hadits nabi berpesan:
نَوِّ
رُوْ بُيُوْ تَكُمْ بِتِلآ وَتِ الْقُرْآنَ
Artinya: “Sinarilah rumah tanggamu dengan bacaan
Al-Qur’an.”
Sebab
listrik ini hanya bisa menerangi gelap tapi tidak akan sanggup menerangi hati
manusia. Al-Qur’an adalah produk Allah. Selalu tepat dan pantas dibaca dalam
setiap keadaan. Lihat saja, orang yang sedih kemudian membaca Al-Quran ia
menjadi terhibur. Orang gembira membaca Al-Qur’an, ia menjadi tidak lupa diri.
Di rumah mewah ada yang membaca Al-Qur’an, itu bagus. Di gubuk di pinggir
sungai ada yang membaca A-Qur’an, cocok. Orang menikah dibacakan Al-Qur’an, bagus. Orang mati
dibacakan Al-Qur’an, tidak jelek. Dalam segala keadaan, in all season
Al-Qur’an pantas dibaca, bahkan orang sakit gigi pun jika dibacakan Al-Qur’an ia
tidak akan marah.
Coba saja, dia senang betul dengan lagu Michael Jacson tapi begitu sakit gigi
coba puterin lagu Michael Jacson kalo nggak mencah-mencah, ‘kamu gila apa’,
tapi coba bacakan Al-Qur’an. Begitu besar manfaat dan daya pengaruhnya.
Abu
Jahal dan Abu Lahab pernah rapat. Abu Jahal berkata, “Abu Lahab, setelah
diperhatikan mengapa orang-orang kita Quraisy ikut kepada ajaran Muhammad, salah satu
diantaranya adalah karena mereka terpesona setelah mendengar keindahan bacaan Al-Qur’an. Kita
blokir saja !” Abu Lahab bertanya, “Bagaimana caranya?” Abu Jahal meneruskan
idenya, “Berikanlah larangan kepada kaum Quraisy untuk tidak boleh mendengarkan
Muhammad membaca Al-Qur’an. Kamu juga tidak boleh, Abu Lahab ! Begitu pun
dengan saya.” Abu Lahab menganggukkan kepala, “Kita berjanji, kita tidak akan
pernah mendengar Muhammad membaca Al-Qur’an.” Kemudian kedua petinggi kaum
Quraisy itu bersalaman dan pulang ke rumah masing-masing.
Dalam
jangka satu hari, Abu Jahal tahan untuk tidak mendengar Al-Qur’an. Hari kedua
pun sama. Dia masih kukuh akan pendiriannya. Namun setelah seminggu ke atas Abu
Jahal merasakan rindu untuk mendengarkan ayat Al-Qur’an. Karena secara pribadi
dia mengakui keindahan gaya bahasa Al-Qur’an, itu jauh lebih
tinggi daripada kemampuan para penyair Quraisy, isi dan
ajarannya sangat mendalam
dan menyentuh segi-segi kehidupan manusia. Abu Jahal sudah tidak tahan lagi, maka pada suatu
malam ia keluar dari rumahnya secara sembunyi-sembunyi dan pergi ke rumah Nabi, Ia ingin
mendengar Nabi Muhammad membaca Al-Qur’an. Dan ternyata Abu Lahab pun melakukan
hal yang sama. Abu Jahal berpikir ‘ah, Abu Lahab tidak akan keluar rumah untuk
mendengarkan ayat Al-Qur’an’, dan Abu Lahab juga berpikiran sama, ‘Jahal pasti tidak keluar
rumah’.
Mereka berdua
sama-sama keluar dari rumah tapi bedanya, Abu Jahal mengendap-endap dari sisi
sebelah barat rumah nabi sedangkan Abu Lahab dari sisi sebelah timur. Mereka
bergeser sedikit demi sedikit mencari posisi untuk mendengarkan ayat Al-Qur’an
yang lebih baik,
bergeser terus akhirnya ketemu di satu sudut yang sama. Spontan mereka
kaget bukan kepalang. ‘lahab ? ngapain kamu di
sini ?, abu lahab menjawab:’ lalu kamu ngapain juga kesini?, akhirnya sama-sama
malu dan sama-sama mengakui, ‘kita harus mengakui bagaimanapun Al-Qur’an ini
memiliki daya tarik yang tinggi dan pesona yang luar biasa. Itu baru
dari segi bacaan belum dari segi isi ataupun ajarannya.
Tanamkanlah
kegemaran membaca Al-Qur’an. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas R.a, dimana nabi saw. bersabda:
اِنَّ
الَّذِي لَيْسَ فِيْ جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنَ الْقُرْآن َكَا الْبَيْتِ الْخَرِبِ
“Orang yang dari tenggorokannya belum pernah
keluar satu huruf Al-Qur’an, belum pernah membaca satu pun ayat Al-Qur’an maka
orang itu seperti rumah yang kosong.” (HR. Al-Tirmidzi, Ahmad bin Hanbal,
Al-hakim).
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَال رَسُوْلُ اللهِ
صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِن كِتَابِ اللهِ تَعَالىَ
قَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةٌ بِعَشْر أَمْثَالِهَا. لاَ أَقُوْلُ
"الم" حَرْفٌ وَلَكِنْ ألِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ, وَمِيْمٌ حَرْفٌ
Artinya: Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa
rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah
(Al-Qur’an), maka ia akan memperoleh pahala satu amall kebajikan, dan pahala
satu amal kebajikan dilipatkan sepuluh kali. Saya tidak mengatakan bahwa
‘Alif-lam-mim’b itu satu huruf, tetapi ‘alif’ adalah satu huruf, ‘lam’ adalah
satu huruf, ‘mim’ juga satu huruf.” (HR. Tarmidzi dan Al-Darimi).
Saudara-saudara
kaum muslimin rohimakumullah.
Jadi,
orang mukmin yang tidak pernah keluar satu huruf dan kalimat Al-qur’an dari
tenggorokannya itu seperti rumah usang atau kosong, lihat saja rumah kosong
walaupun perabotannya lengkap tapi jika kosong setan, kuntilanak, memedih betah
benar disitu. Dalam satu percontohan Nabi mengatakan:
عَنْ أَبِي مُوْسَى الأَشْعَرِى قَالَ :قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللعَلَيْهِ وَسَلَّمَ: المُؤْمِنُ الَّذِي يَقْرَأُ
القُرْآنَ وَيَعْمَل بِهِ كَاْلأُتْرُجَّة طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيْحُهَا
طَيِّبٌوَالمُؤْمِنُ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهَاْلتَّمْرَةِ
طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيْحَ لَهَا, وَمَثَلُ المُنَافِق الَّذِي يَقْرَأُ
القُرْآنَ كَالرِّيْجَانَةِ رِيْحُهَا طَيِّبٌوَطَعْمُهَا مُر وَمَثَلُ
المُنَافِقِ الَّذِي لاَيَقْرَأُ القُرْآنَ كَالْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌ
وَرِيْحُهَا خَبِيْثٌ.
Artinya:
Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang mu’min yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya, ibarat buah jeruk manis, rasanya enak dan baunya harum. Sedangkan orang mu’min yang tidak membaca Al-Qur’an tetapi mengamalkan isinya, ibarat buah kurma, rasanya enak dan manis tetapi tidak ada baunya. Adapun perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur’an, maka ibarat minyak wangi, baunya harum tetapi rasanya pahit. Sedangkan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an, ibarat buah kamarogan, rasanya pahit dan baunya busuk.”
(HR. Al-Bukhari, Muslim , Al-Tirmidzi, Abu Dawud, Al-Nasai, Ibnu Majah, Al-Darini, dan Ahmad).
Saudara-saudara
kaum muslimin rohimakumullah.
Tanamkanlah
kegemaran membaca Al-Qur’an karena hal itu merupakan ibadah yang besar dan
bahkan orang yang mahir membaca Al-Qur’an akan bersama para malaikat, Nabi
bersabda:
الَّذِي
يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ وَهُوَمَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الكِرَامِ اْلبَرَرَةِ,
وَالَّذِي يَقْرَأُالْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيْهِ وَهُوَعَلَيْهِ شَاقٌ لَهُ أَجْرَانِ
Artinya: “Orang yang membaca Al-Qur’an dan dia mahir
membacanya, dia bersama para malaikat yang mulia. Sedangkan yang membaca
Al-Qur’an namun dia tidak tepat dalam membacanya dan mengalami kesulitan, maka
baginya dua pahala.” (HR. Bukhari & Muslim)
Selain itu nabi saw. juga bersabda:
أَفْضَلُ
عِبَادَةِ أُمَّتِيْ قِرَآءَةُ اْلقُرْآنِ
Artinya: “Nilai ibadah yang
paling baik dari hambaku adalah ibadah membaca Al-Qur’an.”
Membaca Al-Qur’an dalam sholat memiliki
nilai ibadah yang lebih besar daripada di luar sholat. Membaca Al-Qur’an dengan
berwudhu lebih besar pahalanya daripada tanpa wudhu. Mengerti Al-Qur’an lebih
besar pahalanya daripada tidak mengerti. Tapi tidak mengerti pun dan ia
mendengarkan ayat Al-Qur’an maka ia mendapatkan pahala mendengar Al-Qur’an.
Itulah penjelasan pertama dari makna hadits diatas yang diriwayatkan oleh Ali
bin Abi Thalib bahwa kita harus senantiasa menanamkan kegemaran membaca
Al-Qur’an.
Dalam
hadits diatas yang di riwayatkan imam Ali r.a, berbunyi Barangsiapa yang
membaca Al-Qur’an lalu memperhatikannya, maka makna selanjutnya dalam
hadits ini adalah kita harus memperhatikan Al-Qur’an setelah membacanya. Pahamilah
isi Al-Qur’an. Jangan seperti monyet yang memakai mahkota. Dia tertawa girang
dan cengengesan, tetapi
dia tidak mengerti arti dari kebesaran mahkota yang disandangnya. Kita bangga
akan Al-Qur’an tetapi tidak mengerti kandungan arti di dalamnya.
Bagaiamana caranya untuk memahami
Al-Qur’an? Mudah saja. Contoh, jika kita ingin mengerti cara membuat tahu maka
jangan bertanya kepada montir mobil. Montir mobil sangat ahli dalam urusan
mesin tetapi jika urusan tahu maka tanyakanlah kepada ahli pembuat tahu. Untuk
mengerti rahasia dan seluk-beluk Al-Qur’an maka kita harus bertanya kepada
orang yang mengerti arti dan seluk-beluk Al-Qur’an yaitu para ulama, para kyai
dan para ustadz yang kita tahu kualitas keilmuannya dan kita yakini loyalitas
dan integritasnya kepada islam. Kenapa? Ayat-ayat Al-Qur’an itu elastis. Dia
dibawa kemana saja dia mau. Bisa ditafsirkan menurut kemauan orang. Yang paling
celaka adalah, orang yang belajar tidak mempunyai dasar dan orang yang mengajar
memiliki maksud yang lain. Hal ini sesat dan menyesatkan. Orang yang ngajar
mempunyai nafsu dan ambisi dan orang yang belajar menjadi tikus budeg, yang
memang tidak mempunyai dasar apa-apa. Sekali belajar, langsung menafsirkan
ayat. Cara wudhu yang baik saja belum mengerti, cara ruku’ dan sujud yang baik
saja belum bisa dan tidak tahu apa saja yang membatalkan sholat. Belajar
menafsirkan Al-Qur’an itu tidak jelek, tetapi alangkah lebih baiknya jika
orang yang mau belajar itu memiliki dasar penunjang dari nilai-nilai keilmuan
islam untuk pembelajarannya nanti.
Di
sinilah perlunya menghidupkan majlis-majlis ta’lim. Sebab jika Al-Qur’an
dipahami dan diotak-atik menurut kemauan rasio saja, sedangkan
kekuatan rasio manusia itu terbatas-, saya khawatir nantinya akan timbul
pendapat-pendapat dimana Al-Qur’an disesuaikan dengan otak. Bukan otak yang
mengikuti Al-Qur’an tetapi Al-Qur’an yang disuruh mengikuti otak.
Contoh,
jika Saudara mengukur kayu menggunakan meteran, apakah meteran itu ikut kayu
atau kayu yang mengikuti meteran? Jika meteran mengikuti kayu maka tidak ada
meteran yang benar di dunia ini. Jika kayunya terlalu pendek maka meterannya
yang dipotong. Yang benar adalah kayu yang harus mengikuti meteran. Otak harus
ikut wahyu jangan wahyu yang disuruh untuk mengikuti otak. Manusia ikut
Al-Qur’an, jangan sebaliknya.
Kaum
orientalis, orang barat yang non-muslim yang mempelajari dan mendalami Islam,
untuk mencari kelemahan umat islam dan untuk menghantam umat islam, mereka
sengaja mencari ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka kumpulkan untuk menghancurkan
umat islam. Supaya umat islam sendiri meragukan Al-Qur’an dan
meninggalkan Al-Qur’an. Timbullah pendapat ada ayat Al-Qur’an yang sudah tidak
sesuai lagi dengan situasi dan kondisi sekarang. Seolah-olah otak manusia sudah
jauh lebih pintar daripada Al-Qur’anulkarim.
Saudara-saudara
kaum muslimin rohimakumullah !
Untuk
memahami Al-Qur’an, kita harus bertanya kepada orang yang ahli dalam Al-Qur’an
dan menghidupkan majlis-majlis ta’lim. Jangan sampai Al-Qur’an menjadi
awam di tengah masyarakat islam itu sendiri. Ini adalah jalan yang kedua dalam
menjadikan Al-Qur’an sebagai imam kita yaitu dengan memahami isinya. Sehingga
demikian manakala Al-Qur’an dibacakan oleh orang, kita tidak lagi terpusat
kepada kemerduan suara orang yang melantunkan ayat suci Al-Qur’an itu tetapi
tertuju kepada isi yang dikandungnya. Sehingga dalam kondisi semacam itu, boleh
jadi setiap kali dibacakan Al-Qur’an, nilai iman kita semakin bertambah.
Kita
mendengar orang membacakan ayat dari surat Al-Fil, “alam taro kaifa
fa’ala robbuk biashaabil fil”, maka kita terbayang bagaimana Raja Abrahah akan
menghancurkan Ka’bah dengan pasukan gajah. Allah cukup mengirimkan burung
Ababil dan hancurlah raja besar itu beserta dengan seluruh pasukan gajahnya.
Hancur berantakan, berkeping-keping, berserakan. Allah Maha Besar, Allah Maha
Kuasa, Tambah
iman. Dengan mendengar dan mengerti arti dari ayat itu maka bertambahlah iman di
dada kita.
Jika kita tidak memahami Al-Qur’an maka seperti mayoritas terjadi di
masyarakat, misalnya ketika Al-Qur’an menceritakan adzab (siksa), kita malah
merasa senang. Contoh kita mendengar ayat Walakum adzabun alim artinya
Dan kamu akan mendapat siksa yang
pedih, kita
yang mendengar di sudut majlis berteriak Toyyib, Toyyib ! artinya
baik, baik. Allah, Allah ! Alhamdulillah ! Al-Qur’an sedang
menceritakan adzab malah berteriak bahwa itu adalah hal yang baik. Kita
menyukai bacaan Al-Qur’an yang dilantunkan oleh Qori/Qori’ah dengan suara
mereka yang merdu, itu adalah hal yang baik, Alhamdulillah. Tetapi akan lebih
baik lagi apabila kita mengerti arti dari ayat Al-Qur’an yang kita dengarkan.
Sebab perintah membaca (iqra) Al-Qur’an, juga tersirat
perintah untuk memahami Al-Qur’an. Perintah memahami, tersirat makna untuk
mengamalkannya. Dengan
kata lain, kita hanya bisa mengamalkan Al-Qur’an dengan baik apabila kita
mengerti isinya. Kita hanya bisa mengerti isinya apabila kita rajin membacanya,
baik membaca yang tersirat maupun yang tersurat dengan petunjuk dari para alim
ulama, para kyai dan orang-orang yang ahli di bidang Al-Qur’an.
Saudara-saudara
kaum muslimin rohimakumullah.
Inilah jalan kedua. Upayakanlah memahami isi
Al-Qur’an. Hidupkan kajian-kajian agama. Hidupkan majlis-majlis ta’lim. Jangan
sampai Al-Qur’an menjadi asing di hati kita sendiri. Jangan sampai kita awam
terhadap makna dan kandungan Al-Qur’an, sementara kita yakini bahwa Al-Qur’an
siap membimbing kita sejak dari dunia hingga akhirat nanti.
اَلْقُرآنَ
غَرِيْبٌ فِيْ مَا بَيْنَ قَوْمِ لَايَقْرَاُوْنَ
Artinya: “Al-Qur’an akan jadi asing, Al-Qur’an akan
jadi aneh kalau terletak ditengah rumah orang islam yang tidak suka membaca
Al-Qur’an”.
Langkah
selanjutnya untuk berimam kepada Al-Qur’an setelah menanamkan kegemaran membaca
lalu berupaya memahami isinya adalah mengamalkannya dalam kehidupan sesuai
dengan kemampuan yang kita miliki. Nabi saw. bersabda:
مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَرَثَهُ الله عِلْمَ مَالَمْ
يَعْلَمْ
Artinya: “Barangsiapa yang mengamalkan apa yang ia
ketahui, amka Allah akan memebrikan kepadanya ilmu yang tidak ia ketahui”.
Al-Qur’an
tidak akan membawa berkah apabila ajaran yang terkandung di dalamnya, kita baca,
tetapi kemudian kita menginjak-injaknya dalam praktek kehidupan. Al-Qur’an
mengatakan riba haram, tetapi dalam praktek kehidupan kita lebih senang kepada
riba. Al-Qur’an mengajarkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan dan ukhuwah
islamiyah tetapi praktek yang kita lakukan malah centang-perenang, malah saling
bertolak-belakang, malah kadang menjegal kawan seiring, menggunting dalam
lipatan, saling ribut sesama manusia, ramai kita dengan kita, lalu kelemahan
pun menjadi kenyataan dimana-mana. Sekali lagi, Al-Qur’an tidak akan membawa
berkah apabila Al-Qur’an yang kita baca malah kita injak-injak (artinya tidak
kita amalkan).
Tentang
pengamalan Al-Qur’an ini, Allah berfirman:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا اْلكِتَابَ
الَّذِذيْنَ اصْطَفَيْنضَا مِنْ عِبَادِنَاۗ فَمِنْهُمْ ظَا لِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ
بِإِذْنِ اللهِۚ ذٰلِكَ هُوَ اْلفَضْلُ اْلكَبِيْرُ
Artinya: “Kemudian
kami wariskan Al-Qur’an ini kepada hamba-hamba Kami yang Kami pilih. Diantara
mereka ada yang dzolim kepada diri mereka sendiri, kemudian ada yang
muqtasid (setengah-setengah) dan ada yang berlomba-lomba mengamalkannya atas
izin Allah.” (QS.
Fatir : 32).
Kita lihat ayat ini, Al-Qur’an kitab pilihan diberikan kepada ummat
pilihan kita-kita ini. Lalu bagaimana umat ini setelah menerima Al-Qur’an ?
terbagi dalam 3 kelompok besar.
Pertama: فَمِنْهُمْ
ظَا لِمٌ لِّنَفْسِهِ (Dzalim
kepada diri mereka sendiri).
Ketika Al-Qur’an turun ada orang yang
dzalim kepada diri mereka sendiri, artinya hanya mulutnya saja yang menerima
Al-Qur’an tapi perbuatannya menginjak-nginjak Al-Qur’an orang semacam ini sudah
dzalim kepada Allah, sudah dzalim kepada rasulullah tetapi orang semacam ini
dzalim kepada dirinya sendiri. Dia terima Al-Qur’an dengan mulutnya tapi dia
injak-injak Al-Qur’an dengan perbuatannya.
Kedua: وَمِنْهُمْ
مُقْتَصِدٌ (fivety-
fivety/setengah-setengah)
Diantara mereka ada yang setelah
menerima Al-Qur’an lalu Muqtashid, dia ini fivety- fivety, orang yang
ngambil jalan tengah. Ajaran Al-Qur’an di pake ajaran setan dikerjain, artinya
juga perintah Al-Qur’an oke, larangan Qur’an iya. Ini yang bingung malaikat,
perintah Qur’an dikerjain larangan Qur’an pun dikerjain.
Ketiga: بِإِذْنِ
الله وَمِنْهُمْ
سَابِقٌ بِالْخَيْرَات (Berlomba-lomba
mengamalkanAl-Qur’an dengan ijin Allah)
Diantara mereka ada yang setelah
menerima Al-Qur’an lalu berlomba-lomba melaksanakannya, berlomba-lomba
mengamalkan kebaikan dan itu hanya bisa terjadi dengan Bi’ijnillah,
hidaya dari Allah. Berapa banyak orang yang mengerti Al-Qur’an tapi jauh dari
cahaya Qur’an, berapa banyak orang yang ahli qur’an tapi cahaya Qur’an tidak
menerangi kehidupannya, berapa banyak orang yang ahli hukum tapi bikin bingung
masyarakat dengan fatwanya. Kenapa bisa terjadi ? tidak ada hidayah, tidak ada
ijin dari Allah.
Maka jika bisa membaca al-Qur’an
Alhamdulillah, bisa memahaminya kita bersyukur kehadirat Allah lebih penting
dari itu mohon hidayah agar kita mengamalkan sesuai dengan kemampuan kita.
Sodara-sodara kaum muslimin rahima
kumullah.
Mana yang lebih banyak di zaman sekarang
ini? Kita bisa analisa, ada yang menerima Al-Qur’an hanya dengan mulutnya saja.
Jika ditanya, ‘tuhanmu siapa?’, ‘Allah’, ‘kiblatmu mana?’, ‘ka’bah, ‘kitab
sucimu apa?’, ‘Al-Qur’an’, kau bisa baca ?’, ‘Nggak!’. Yah kalo nggak bisa baca
barangkali masih, tapi kadang-kadang Al-Qur’an pun tidak punya ini yang ironi,
ini yang menyedihkan.
Tanpa melaksanakan konsepsi al-Qur’an
didalam kehidupan maka kesenangan kita membacanya, pengertian kita kepada
Al-Qur’an barangkali tidak bisa berbuat terlalu banyak dalam kehidupan. Maka
sekarang ada terjemahan al-Qur’an dalam bahasa indonesia, dalam bahasa daerah,
dalam bahasa ingris yang masih dan harus terus dan ditingkatkan adalah
terjemahan Al-Qur’an didalam kehidupan, dengan kata lain kita ummat islam
menunggal dengan Al-Qur’an kita jangan Cuma jadi kebanggan qur’an gaya
bahasanya tinggi sehingga tidak ada yang menandingi , Qur’annya!, tapi ummatnya
kadang-kadang kita ini jauh panggang daripada api.
Kita bersyukur bahwa Musabaqah Tilawatil
Qur’an (MTQ) telah diadakan dengan biaya bermiliyaran rupiah mulai tingkat
kelurahan, kecematan, walikota, provinsi sampai pada tingkat nasional untuk
menanamkan kegemaran membaca Al-Qur’an, setelah itu hendaknya diadakan
peningkatan untuk memahaminya sehingga pada suatu saat kita adakan Msabaqah
Pengamalan Al-Qur’an (MPQ), hadiahnya sudah langsung dari Allah. ini yang perlu
kita berlomba, berlomba untuk mengamalkan ajaran al-Qur’an. Oleh karena
Al-Qur’an menjelaskan secara Global kita memerlukan tuntunan sunnah dari
rasulullah saw. umpamanya Qur’an hanya mengajarkan “Aqimussholah”,
dirikanlah sholat. Caranya bagaimana? Tidak ada cara sholat dalam Al-Qur’an
dari aman kita tau cara sholat? Dari sunnah. Karena selain Al-Qur’an jadi
sumber utama kita perlu kedudukan sunnah sebagai sumber kedua. Bahwa sholat
pake takbiratul ihram di Al-Qur’an tidak ada, bahwa sholat pake tahiyat dalam
Al-Qur’an tidak ada. Jadi kalo orang Cuma Al-Qur’an saja tidak ada sunnah itu!,
yah bagaimana kita sholat?, Al-Qur’an hanya mengatakan ‘Waatimmul hajja wal
umrata lillah’, laksanakan haji dan rumah karena Allah. Bagaimana tata cara
dan manasik haji ? bagaimana cara sa’i ? bagaimana cara melontar tidak ada
dalam Al-Qur’an yang memuat itu tidak lain sunnah untuk memahami al-Qur’an dan
sunnah ini kita memerlukan orang yang menguasai Al-Qur’an dan sunnah oleh
karena itu kita perlu kepada para ulama itu sebabnya Allah SWT. Berfirman:
... فَإِنْ تَنَا زَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلىَ
اللهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْكُنْتُمْ تُئْمِنُوْنَ باِللهِ وَالْيَومِ اْلآخِرِ ذٰلِكَ
خَيْرٌ وَاَحْسَنُ تَأْ وِيْلاً
Artinya:”..Jika kalian berselisih dalam suatu hal,
maka kembalikanlah pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasulnya (sunnah). Jika kalian
benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama
(Bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 59)
Apabila
kamu berbeda pendapat tentang suatu perselisihan kemabalikan kepada Allah dan
rasul, kembalikan kepada Allah dan rasul artinya kembalikan pada Al-Qur’an dan As-sunnah
, siapa yang mengerti Al-Qur’an dan sunnah? Para ulama yang kualitas dan
loyalitasnya tinggi serta integritas keislamannya bisa jadi panutan.
Sodara-sodara kaum muslimin rahima kumullah.
Dengan
demikian jika orang berkata:’ langsung saja memahami Al-Qur’an sekarangkan
sudah banyak terjemahannya, tidak usah lewat ulama-ulamaan’. Tidak mencela
cuman agak menghawatirkan kalau dia hanya memahami Al-Qur’an lewat
terjemahannya saja sangat mungkin jadi dia salah paham. Kita memerlukan bantuan
sunnah, kita memerlukan petunjuk para ulama yang ahli di bidang itu. Kembalikan
kepada Al-Qur’an dan sunnah artinya kembalikan kepada orang yang memahami
al-Qur’an dan sunnah. Tapikan nanti akan terjadi perbedaan pendapat? Perbedaan pendapat sesuatu yang halal semasa
tidak menyebabkan kita berpecah belah, halal berbeda pendapat asal diletakkan
pada proporsinya apalagi bperbedaan pendapat Cuma masalah furu’ (cabang)
bukan masalah prinsip kenapa tidak kembalikan saja pada tuntunan Al-Qur’an:
.... وَلَنَا أَعْمَا لُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
وَنَحْنُ لَهُ مُصْلِحُوْنَ
Artinya:” ...Bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya
kepada-nya kami mengikhlaskan hati” (QS. Al-Baqarah: 139).
Kami akan
mengamalakan amalan yang kami yakini benarnya dan sodara silahkan mengamalkan
amalan yang sodara yakini benarnya, sama-sama halal, sama-sama punya dalil,
tidak usah saling menyalahkan. Jangan merasa paling benar orang lain salah
semua. Kemukakan argumen jangan sentimen, harus dengan semangat mencari
kebenaran bukan untuk mencapai kemenangan. Jika sentimen lebih penting dari
argumen, kalo kemenangan lebih di
utamakan dari mencari kebenaran, yang terjadi kadang-kadang gengsi jika sudah
gengsi yang bicara emosi, jika sudah emosi nanti ngambek, gedean ambeknya dari
ilmunya. Kadang-kadang ‘saya kalau nggak jadi imam nggak mau sholat di situ’,
orang lain dianggapnya tidak sah sembahyangnya,’ pokoknya kalo tidak ngaji sama
saya islamnya tidak benar’, mengklaim. Perbedaan pendapat halal asal tidak
menyebabkan kita berpecah belah dan sewajarnya kita berusaha lebih mencari
titik pertemuan, memperbesar persamaan dan bukan mengutak-utik perbedaan.
Inilah penyakit kita, ada yang Qunut ada yang tidak, bisa satu RT. Satu usholli
satu tidak, bisa satu RW. Satu khutbah sekali, satu khutbah dua kali bikin
mesjid baru lagi. Kenapa bukan persamaannya yang dicari ? kenapa titik
perbedaannya yang diperbesar hal semacam ini sampai kiamat tidak akan selesai.
Kan akan lebih baik jika kita ditanya oleh orang:” pak, subuh pake qunut apa tidak
sih?”, “kalo saya pake”, “kalo yang tidak pake qunut bagaimana pak?”, “betul!,
kata yang tidak pake qunut”, “kalau yang pake qunut betul, yang tidak pake
qunut betul, yang salah yang mana pak ?”, “yang salah itu yang subuh tidak
sembahyang!”. Lebih objektif, umat tidak berpecah belah. Yang kaprah
kadang-kadang khotbah jumat sampe membongkar khilafiyah, menghantam tahlil,
menghantam qunut. Selesai sembahyang jumat apa yang terjadi? Umat resah
masyarakat gelisah polemik timbul dan masalah tidak terselesaikan.
Orang
yang jadi khatib itu raja, siapa yang mau membantah dia? Jika memang mau
bongkar itu persoalan khilafiyah bikin forum khusus adakan pengkajian,
bicarakan secara luas mendalam dan mendasar jangan mengklaim dan menfonis berikan
kebebasan kepada ummat untuk menilai, masalah selesai dan yang tidak puas bisa
bertanya.
Soadara-soadara kaum muslim
rahima kumullah.
Sudah
lewat rasanya kita meributkan persoalan semacam ini, sudah datang waktunya
diamana kita lebih meninjau dan memebicarakan hal-hal yang lebih mendesak dan
bermanfaat seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan umpamanya, peluang
bagi pendidikan yang layak bagi anak-anak kita yang memiliki otak cerdas tapi
tidak mempunyai kekuatan ekonomi, itu lebih objektif ketimbang kita
membicarakan masalah-masalah yang sampe kiamat tidak akan selesai yang hanya
akan membuat kita menjadi lemah, persatuan goyah, hubungan sosial lalu menurun,
saling curiga menjadi tumbuh karenanya dan pada akhirnya kita tidak akan mampu
berbuat banyak. Untung jika tidak menjadi tertawaan orang yang berdiri diluar
pagar.
Al-Qur’an
tidak akan membawa berkah jika yang kita baca kita injak-injak, oleh karenanya
untuk beriman kepada Al-Qur’an yaitu tanamkan kegemaran membaca, yang kedua
upayakan memahami isinya melalui bimbingan orang yang ahli di bidang itu, yang
ketiga amalkan sesuai dengan kemampuan. Sebab itu ada prinsip jikalau isi suatu
hadis nampaknya bertentangan dengan otak, keshohihan hadis itu boleh di periksa
tapi jika ayat Qur’an nampaknya bertentangan dengan otak, otaknya yang harus
diperiksa jangan Qur’annya disesuaikan dengan otak. Sebab jika kita sudah
berani berteori bahwa ada ayat Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan keadaan. Ayat
yang mana? Yang ini, tahun depan bertambah lagi, tahun depan lagi tambah lagi
makin lama makin habis Al-Qur’an ini. Yang perlu diperbaharui itu cara kita
memahami Al-Qur’an bukan dengan mengemukakan teori bahwa Al-Qur’an kekurangan
relevansi cara kita memahami barangkali yang kurang relevan, dalam konteksnya
yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Jangan lupa, Al-Qur’an ini untuk semua
umur dia bisa dipahami secara filosofi, dia bisa dipahami dengan kacamata orang
awam tingkat kemampuan berfikir semua orang tidak sama kalau semua orang kita
ajak untuk berfilsafat menerung dalam-dalam lalu menerawang. Okelah buat mereka
yang terjangkau oleh perguruan tinggi tapi buat sodara-sodara kita pedagang dan
petani di desa-desa terpencil remaja-remaja yang jauh dari sentuhan tekhnologi
canggih sanggupkah mereka berfikir filosofi? Sementara mereka merupakan bagian
terbesar dari kondisi umat ini.
Sodara-sodara kaum muslimin rahima kumullah.
Oleh karenanya di tekan untuk membaca,
memahami dan mengamalkan. Rasulullah saw. pernah memberikan suggesti, beliau
bersabda:
In arattum aisusuada wamauta suhada wannajata yaumal
hasri wajjila yaumal wal huda minaddalalah faatimmu biqiraatil qur’an
Artinya: ”Apabila kamu ingin mendapatkan kehidupan
yang bahagia, dan menginginkan mati seperti matinya para suahada, dan mendapat
keselamatan di yaumul hasyar (hari pengumpulan), dan mendapat perlindungan dari
Allah di hari yang sangat panas, dan mendapat petunjuk dari kesesatan , maka
biasakan olehmu membaca Al-Qur’an”.
Hadis
diatas merupakan keinginan kita semua, yaitu hidupa bahagia dan mati syahid,
walaupun tidak kaya asal bahagia sudah enak, dan disaat orang lain kepanasan di
hari akhir kita mendapat perlindungan dan orang lain kebingungan kita mendapat
petunjuk, jika kita menginginkan ini maka kuncinya adalah lajimkan mebaca
Al-Qur’an. Tidak ada kata terlambat!, idealnya memang dari kecil sebab lidah
jika sudah kaku itu berat, disuruh baca ‘Innallaha laganiyyun hamid,
Lidahnya berat ‘innallah lampu niyun hamid’, laganiyyun jadi lampu
niyun. Lidah itu kalau sudah berat memang berat, disuruh baca ‘Ya bani
israil’, lidahnya berat lalu baca ‘Ya bini siroil’. Memang harus
dari kecil biar lidah itu terbiasa, jika tidak, maka tidak ada istilah
terlambat untuk belajar. “Saya malu pak belajar Alif-Alifan udah gedde”, yah
jangan alif-alifan lah, alif beneran bacanya kalo alif-lalifan kapan bisanya.
Tidak ada istilah terlambat dan tidak ada istilah malu untuk belajar al-Qur’an
itu. Ini sugesti untuk membaca.
Lalu
bagaimana sugesti untuk memahami?
....فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَا ئِفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوْا فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ
لَعَلَّهُمْ يَخْذَرُوْنَ
Artinya:” ....Mengapa tidak pergi tiap-tiap golongan
di antara mereka beberapa orang untuk memeperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS. At-taubah : 122).
Mengapa
tidak ada diantara kamu segolongan orang yang memperdalam ilmu agama, ditengah
grup orang yang mendalami ekonomi, di tengah kelompok orang yang membidangi
hukum, ditengah orang-orang yang belajar tekhnologi, ditengah orang-orang yang
sibuk meneliti ilmu-ilmu kedokteran, mengapa tidak ada sekolompok orang yang
secara liyatafakkahu fiddin, mendalami agama ini, mendalami Al-Quran ini
harus ada.
Lalu bagaimana sugesti
untuk mengamalkan?
Kita bisa melihat peringatan
Allah dalam Qs. Thaha ayat 124-127
وَمَنْ
أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةًۭ ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ
ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ (124) قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِىٓ أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنتُ
بَصِيرًا (125) قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ ءَايَٰتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ
ٱلْيَوْمَ تُنسَىٰ (126) وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِآيَاتِ
رَبِّهِ وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى (127)
Terjemahan:
124. Dan barang siapa berpaling dari peringatanku,
maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan kami akan
mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
125. Dia
berkata, “Ya tuhanku, mengapa engkau kumpulkan kami dalam keadaan buta, padahal
dahulu aku dapat melihat?”
126. Dia
(Allah) berfirman, “Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat kami,
dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan.”
127. Dan demikianlah kami membalas orang yang
melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat tuhannya. Sungguh, azab
akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.
(QS. Thaha: 124-127)
Mari kita telusuri ayat diatas, ayat
pertama barangsiapa yang yang berpaling dari peringatanku, barangsiapa
yang berpaling dari Al-Qur’an ini dia terima Al-Qur’an, dia imani Al-Qur’an,
tapi dia berpaling dari ajarannya dan dia injak-injak apa yang seharusnya dia
amalkan dia peturutkan hawa nafsunya. Maka kata Allah, fainnahu maisatan
danka dia akan diberikan suatu penghidupan yang sempit, innalilahi wainna
ilahi rojiun. Diberikan hidup yang sempit kalo hidup sudah terasa sempit
walaupun luasnya rumah, kecil. Kalo hidup sudah terasa sempit bagaimanapun
banyaknya harta, sumpek. Kalo hidup sudah terasa sempit bagaimanapun luasnya
pergaulan, tidak ada terasa tempat bertanya, membagi rasa, melarikan persoalan.
Siapa yang berpaling dari Al-Qur’an dia akan diberikan penghidupan yang sempit.
Bukan dagangannya tidak untung, bukan karena kerjanya tidak di gaji, tapi
kesempitan hati dan ini lebih bahaya dari kesempitan ekonomi, itu di dunia.
Lalu di akhirat, dan kami akan
mengumpulkan kamu dalam keadaan buta, padahal ke akhirat tumben, sekali ke
akhirat buta. Inna lillah, di tempat kita lahir saja dulu kita melihat setelah
itu kita buta masih bingung padahal jalan itu sudah pernah kita lihat dan sudah
pernah kita tau bagaimana di padang mahsyar nanti? Kepada siapa kita hendak
bertanya? Mana anak, mana istri buta pula kita, ini merupakan tingkat
kesengsaraan.
Dikala semacam itu orang yang tadi
protes, Ya
tuhanku, mengapa engkau kumpulkan kami dalam keadaan buta, padahal dahulu aku
dapat melihat?, dulu
waktu di dunia saya bisa melihat gunung yang menjulang ke langit, melihat
sawah, melihat keindahan pantai dan air laut, saya saksikan keindahan alam, di
dunia saya bisa melihat Allah. kenapa sekarang engkau bangkitkan aku bersama
orang-orang yang buta?, Protes dia tidak terima dengan keadaannya seperti itu.
Allah menjawab ‘Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat kami,
dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan’. Begitulah
memang, dahulu waktu di dunia setelah datang ayat-ayat kami kepadamu telah turun Al-Qur’an telah datang
agama, tapi kamu melupakan dia (kamu lupakan Al-Qur’an kamu lupakan Islam) kamu
berlaga masa bodo dan tidak mau tau, maka pada hari ini begitulah kamu di
lupakan sebagaimana dulu waktu di dunia
kamu telah melupakan ayat-ayatku melupakan islam hari ini kamupun dilupakan. Demikianlah
kami membalas orang yang melampaui batas orang-orang yang berlebihan dan tidak
percaya kepada ayat-ayat tuhannya.
kesengsaraan akhirat adalah siksaan yang
kekal. Siksa dunia mungkin keparan, kekurangan ekonomi, kekurangan pakaian tapi
berapa hari? Seumur manusia (sekitar 60 sampai 70 tahun), tapi kesengsaraan
akhirat lebih dahsyat dan lebih kekal. Di jaman sekarang orang bukan hanya
potong kompas, berpikirpun menganbil jalan pintas dia lebih memilih kesenangan
yang sedikit dengan mengorbankan kesenangan yang abadi, dia menghancurkan
syurga yang abadi dan mengganti dengan syurga yang sebentar. Syurga dunia itu
hidup cukup, rumah bagus, pakaian bagus, istri cantik dengan menghalalkan
segala cara berpaling dari kehidupan agama dan menginjak-nginjak
Al-Qur’anulkarim. Kita berlindung kepada Allah jangan sampai dimasukkan dalam
kelompok yang di akhirat nanti dalam keadaan buta, naudzubillah.
Disini kita terkesan dengan apa yang
dikatakan syeikh muhammad Abduh:
الإِسْلاَمُ مَحْجُوبٌ بِالْمُسْلِمِيْنِ
Artinya: ”Ajaran islam tertutup oleh perilaku kaum
muslimin”
Kebesaran
islam kadang tertutup oleh tingkah laku umat islam islam itu sendiri keluhuran
dan kesempurnaan Al-Qur’an tertutup oleh
kebodohan umat islam itu sendiri, sedangkan untuk mengungkapkan rahasia
Al-Qur’an ini diperlukan keahlian yang komplek. Sodara yang berada di jurusan
tekhnik ungkap dan buka rahasia Al-Qur’an di bidang tekhnologi, sodara yang
dibidang kedokteran ungkap dan buka rahasia Al-Qur’an di bidang kedokteran,
sodara yang ahli di bidang geografi pelajari struktur perut bumi ungkap rahasia
Al-Qur’an sehingga pengkajian kita tentang tekhnologi, pengkajian kita tentang
angkasa luar, pengkajian kita tentang anatomi manusia akan berakhir kepada:
......رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلاً.....
Artinya: “...Ya Allah engkau tidak menciptakan semua
ini sia-sia...” (QS. Ali Imron: 191).
Perut
bumi mengandung minyak kekayaan yang berharga untuk manusia, mempelajari
tekhnologi canggih yang akhirnya mmeperkuat nilai-nilai iman. Mempelajari
berbagai ilmu untuk mengkaji Al-Qur’an dan akhirnya bekerja sama dan bahu
membahu dalam rangka mengimani Al-Qur’an, mengamalkan Al-Qur’an, dan mengawal
keluhuran Al-Qur’anulkarim yang menjadi dasar tuntunan hidup. Untuknya kita
berjuang dan dalam bimbingannya kita ingin kembali menghadap Allah SWT.
Demikianlah pertumuan yang singkat ini, mudah-mudahan ada manfaatnya,
terima kasih atas segala perhatian dan
mohon maaf atas segala kekurangan.
۞ وَالسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَ كَا تُهُ ۞
Tidak ada komentar:
Posting Komentar