BAB II
PEMBAHASAN
Intelegensi merupakan suatu istilah yang
populer. Hampir semua orang sudah mengenal istilah ini, bahkan mengemukakannya.
Seringkali kita mendengar seseorang mengatakan si A tergolong pandai atau
cerdas (intelegen) dan si B tergolong bodoh atau kurang cerdas (tidak
intelegen) dan istilah lainnya seperti pandai, cakap, pintar cerdas dan lainnya.
Istilah intelegen sudah lama ada dan berkembang dalam Masyarakat sejak zaman
cicero[1]
yaitu kira-kira dua ribu tahun yang lalu dan merupakan salah satu aspek
alamiyah dari seseorang. Intelegensi bukan merupakan suatu kata asli yang
berasal dari bahasa indonesia. Kata intelegensi adalah kata yang berasal dari
bahasa latin yaitu “intelegensia”. Sedangkan kata “intelegensia”
itu sendiri berasal dari kata inter dan logo, inter yang berarti
diantara, sedangkan logo berarti memilih. Sehingga intelegensi pada mulanya
mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta
atau kebenaran.
Teori tentang intelegensi pertama kali
dikemukakan oleh spearman dan Wynn Jonel Pol pada tahun 1951. Keduanya ini
mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (Power) yang dapat
melengkapi akal pikiran manusia atau pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut
dalam bahasa yunani disebut nous.
Menurut W. Stem dalam Abu Ahmadidan
Widodo Supriyono mengemukakan intelegensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat
menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang baru[2].
Menurut Alfred Binet (1905) merumuskan bahwa
intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan
seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.[3]
Menurutn David Wechsler, intelegensi
adalah kemampuan untuk bertindang secara terarah, berpikir secara rasional, dan
menghadapi lingkungan secara efektif. Secara garis besar dapat di simpulkan
bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir
secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang
merupakan manifestasi dari proses berfikir rasional itu. Beberapa pakar
menyebutkan bahwa intelegensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah[4].
Intelegensi merupakan potensi bawaan
yang sering dikaitkan dengan berhasil tidaknya anak belajar disekolah[5].
Dengan kata lain, intelegensi dianggap sebagai faktor yang menentukan berhasil
atau tidaknya anak disekolah.
Pada Abad XV, di cina telah berlangsung
usaha untuk mengukur kompetensi para pelamar jabatan sebagai pegawai negara.
Untuk itu dapat diterima sebagai pegawai, para pelamar harus mengikuti ujian
tertulis mengenai pengetahuan Confucian Classic dan mengenai kemampuan
menulis puisi dan komposisi karangan. Kurang dari 7% pelamar yang biasanya
lulus ujian tingkat distrik yang berlangsung sehari semalam. Kemudian harus
mengikuti ujian berikutnya yang berupa kemmapuan menulis prosa dan sajak. Dalam
ujian kedua ini hanya 10% dari sisa peserta yang dapat lulus. Akhirnya barulah
ujian tingkat akhir di adakan di Peking dimana dianatar para peserta terakhir
ini hanya lulus sekitar 3% saja. Para lulusan ini dapat diangkat menjadi
mandarin dan boleh bekerja sebagai pegawai negara. Dengan demikian, dari ketiga
tahap ujian tersebut, hanya 5 diantara 100.000 pelamar saja yang pada akhirnya
dapat mencapai status mandarin. Apa yang dilakukan oleh para penguasa cina pada
saat itu dapat dikatakan telah sesuai dengan prinsip pengukuran yang berkembang
lebih akhir dan masih dipegang samapai sekarang ini. Baru pada abad XIX ujian
semacam itu mulai dihilangkan sejalan dengan pesatnya kemajuan
universitas-universitas.[6]
a.
Hubungan intelegensi dengan genetika
Penelitian Galton (1870) dan Vandenberg
(1962) mengemukakan bahwa faktor genetika mempunyai pengaruh yang relatif
tinggi terhadap kemampuan intelegensi anank. Sebaliknya, lingkungan sebagaimana
dikatakan oleh J.P. Chaplin sangat mempengaruhi organisme individu, termasuk
iteegensi.[7]
Sementara itu, menurut Wiramihardja
sumber intelegensi adalah: (1). Genetika (2). Lingkungan dan (3).
Genetika-Lingkungan. Genetika atau bersifat genetis, artinya memiliki
sumber asal yang bersifat turunan, sedangkan lingkungan adalah segala
hal yang terjadi di lingkungan yang memberikan dampak terhadap sisi kognitif
kehidupan kejiwaan kita. Genetika-Lingkungan adalah sintetis dari
lingkungan dan genetis yaitu landasan intelegensi yang terjadi akibat adanya pengaruh
lingkungan. Sejak awal, hal ini menampilkan kontroversi mengenai peranan
alam-pembinaan, nature-nurture issues. Penelitian spektakuler pernah
dilakukan oleh William Stern yang menhasilkan kesimpulan bahwa kecerdasan orang
ditentukan 49% turunan dan 51% lingkungan. Tapi, sangat di sayangkan, bahwa
penelitian itu dilakukan ketika psikologi hanya percaya pada adanya pengaruh
keturunan dan lingkungan saja, belum menemukan faktor sintesis antara
turunan-lingkungan.[8]
Penelitian spektakuler dari William
Stren merupakan acuan fenomenal yang menemukan kapasitas intelektual kurang
lebih 49% ditentukan warisan dan 51% hasil pendidikan. Jadi, orang memiliki IQ
tinggi bisa jadi berkat warisan yang baik, misalnya orang tua yang cerdas,
tetapi bisa juga karena belajar dengan baik.[9]
Dr. Fidrayani, M. Pd., M. Si,[10] dalam
kuliahnya mengatakan bahwa jika genetik pintar maka anak akan pintar. Maka
mengapa di daerah jawa dalam menacari jodoh itu ada tiga yang harus menjadi
perhatian yaitu, Bibit, Bebet, Bobot.[11] Karena
juga kualitas ummat ditentukan gen. Kenapa orang tua mencari yang baik-baik ?
karena di dalam diri manusia ada gen yang baik dan ada gen yang tidak baik, 90%
gen yang baik bertemu dengan 10% gen yang tidak baik, belum tentu gen yang akan
di hasilkan adalah gen yang baik apalagi jika gen tidak baik bertemu dengan
yang tidak baik, tentu menjadi tidak baik. Walaupun gen nya baik 90% dan yang
Buruk 10% belum tentu gen yang lahir baik karena bisa saja yang dimunculkan
oleh Allah adalah yang tidak baik, sehingga kita kadang melihat ada yang
bapaknya ganteng, ibunya cantik, tapi anaknya makan dan minum pake selang. Ini
karena kekuasaan allah SWT. Hak prerogatif Allah, makanya kita harus bermunajat
kepada Allah sebagaimana yang diajarkan dalam al-Qur’an.
b.
Hubungan intelegensi dengan prestasi.
Goelman (2002), menyatakan bahwa IQ
bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang,
tetapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor
lingkungan , faktor biologis, dan faktor psikologi yang terdiri dari bakat,
minat, dan kecerdasan emosi. Selain itu Goelman (2002) juga mengatakan bahwa IQ
hanya mempunyai peran sekitar 20% dalam menentukan prestasi individu, 80%
sisanya di tentukan oleh faktor-faktor lain termasuk kecerdasan emosi.
Kecerdasan emosi menurut Ary ginanjar agustian (2008) adalah kemampuan peserta
didik untuk merasa dan menentukan strategi apa yang akan dilakukan untuk
mengatasi emosi yang ada dalam dirinya.[12]
Menurut Dr. Fidrayani, M. Pd., M. Si,[13]
dalam kuliahnya menyatakan bahwa hubungan IQ dengan prestasi adalah :
1.
Orang yang memiliki IQ tinggi maka akan mendapatkan prestasi yang
baik.
2.
Sesorang yang memiliki IQ yang baik akan mampu menyelesaikan
persoalan serumit apapun baik di lingkungan akademik maupun di lingkungan
sosialnya.
3.
Seseorang yang memiliki IQ yang baik akan mudah dalam menyelesaikan
study nya.
4.
Akan mudah mendapatkan pekerjaan.
5.
Akan mudah mendapatkan uang.
6.
Seorang yang memiliki IQ yang baik akan memiliki ketahanan dalam
rumah tangga.
c.
Hubungan intelegensi dengan kepercayaan diri.
Individu yang memiliki intelegensi yang
baik akan mengubah perilaku yang dapat diterima dilingkungannya sehingga
membuat individu tersebut memiliki rasa percaya diri karena dapat berinteraksi
dan diterima oleh lingkungannya. Mangun harjana (2005) mengungkapkan salah satu
faktor yang mendukung kepercayaan diri adalah faktor sosial, yakni seseorang
akan percaya diri karena dapat berinteraksi dengan orang lain.
Gardner (dalam sandtrock, 2007: 156)
menyebutkan salah satu tipe intelegensi adalah ketrampilan intrapersonal, yaitu
kemampuan memahami diri sendiri, kepercayaan diri, kontrol diri, disiplin diri,
harga diri, dan pengenalan konsep diri.[14]
d.
Hubungan intelegensi dengan
otak.
Sebelum membicarakan hubungan
intelegensi dengan otak, maka kita harus mengetahui fungsi otak kiri dan otak
kanan kita.
Fungsi
otak kiri:
-
Berfikir Logis
-
Verbal
-
Inferensi
-
Membentuk hubungan
-
Sistem “mistis”
Belahan otak kiri menekankan pada:
-
Kata-kata
-
Logika
-
Angka
-
Matematika
-
urutan
Fungsi otak kanan:
-
Manipulasi objek
-
Respon-respon emosi
-
Peraba
-
Estetis
-
Kreativitas
Belahan otak kanan menekankan:
-
Ritme
-
Irama
-
Musik
-
Gambar
-
Imajinasi
Keterkaitan antara otak dengan
intelegensi yaitu, yang menggerakkan kaki, tangan, menulis, dan membaca semua
adalah otak. Dan otak merupakan sumber
kecerdasan (secara fisiologi). Kenapa kita marah ? karena otak kita tidak kita
pakai, sehingga ada perkataan “tidak punya otak kamu”. Otak secara benda ada
tetapi secara fungsi tidak dipergunakan.
Dalam suatu laboraturium, dalam sebuah
otak ada sinaps, sinaps ini ketika diberikan stimulus yang bagus maka dia akan
tersambung, semakin banyak sambungan maka akan semakin bagus. Seseorang yang
mempunyai intelegensi yang baik maka fungsi otak selalu digunakan.
e.
Hubungan intelegensi dengan kecepatan memproses informasi
Menurut Dr. Fidrayani, M. Pd., M. Si,[15]
dalam kuliahnya menyatakan bahwa
seseorang yang memiliki intelegensi yang baik akan cepat dan mudah memproses
informasi. Sebagai contoh: guru memberikan soal matematika dan peserta didik
disuruh menjawab, anak-anak 5x6 berapa ?.
Peserta didik yang memiliki kemampuan
intelegensi yang baik akan cepat memproses informasi itu dan langsung menjawab
“30”.
Contoh
lain: guru memberikan soal, 7+7-4 berapa ?.
Perserta didik yang memiliki intelegensi
yang baik akan menjawab dengan cepat dan tepat, dan menjawab “10”.
f.
Hubungan kecerdasan dengan working memory.
Menurut Dr. Fidrayani, M. Pd., M. Si,[16]
dalam kuliahnya menyatakan bahwa dalam kerja memory (Working memory), ada yang
namanya short memory, dan ada yang dinamakan long memory. Ketika suatu
informasi disampaikan maka dia akan tersimpan di dalam short memory, tetapi
jika informasi itu disampaikan secara berulang-ulang maka akan tersimpan di
dalam long memory.
Seseorang yang memiliki kemampuan
intelegensi yang baik atau memiliki tingkat intelegensi yang cerdas maka informasi
yang dia dapat dia akan menyimpan di dalam long memory bukan di dalam short
memory, karena jika suatu informasi tersimpan di dalam short memory paling
lambat tiga hari maka informasi itu akan hilang dan ketika dipanggil lagi maka
tidak akan teringat lagi. Tetapi jika tersimpan di dalam long memory akan
bertahan lama dan ketika di panggil amak dia akan segera mengingat kembali
informasi itu.
a.
Tes Binet Simon,
menyelidiki intelegensi anak anatar umur 3 sampe 15 tahun, sehingga dari hasil
itu dapat diketahui IQ nya.
b.
Brightness tes
atau tes mosellom, yaitu test three words (tes 3 kata)
c.
Telegram Test,
yaitu di suruh membuat berita dalam bentuk telegram
d.
Definitie, di
suruh mendeskripsikan sesuatu
e.
Wiggly test,
yaitu menyusun kembali balok-balok kecil yang semula tersusun menjadi satu.
f.
Stenquest test,
disuruh mengamati sesuatu benda sebaik-baiknya, lalu dirusak kemudian disuruh
membentuk lagi
g.
Absrudy test,
disuruh mencari keanehan yang terdapat di dalam suatu bentuk cerita
h.
Medalion test,
yaitu di suruh menyelesaikan gambar-gambar yang belum jadi, atau sebagian.
Sternberg
dalam santrock mengatakan bahwa secara umum intelegensi dibedakan mejadi 3
diantaranya:
a.
intelegensi Analitis.
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung
dalam proses penilaian objektif dalam suatu pembelajaran dalam setipa
pelajaran, selalu mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap hasil ujian.
Misalnya individu dalam ujian disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai
diatas rata-rata.
b.
Intelegensi kreatif.
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung
pada sifat-sifat yang unik, merancang hal-hal baru. Misalnya: seorang peserta
didik diinstruksikan untuk menulis kata “P O H O N” oleh gurunya, tetapi
jawaban seorang individu yang kreatif dengan menggambarkan sebuah pohon.
c.
Intelegensi praktis.
Yaitu kecerdasan yang berfokus pada
kemampuan untuk menggunakan, menerapkan dan mengiplementasikan, dan
mempraktikan. Misalnya: seorang individu mendapatkan skor rendah dalam tes IQ
tradisional, tetapi dengan cepat memahami masalah dalam kehidupan nyata,
contohnya dalam pembelajaran preaktikum, akan cepat memahami karena dibantu
dengan berbagai perlatan dan media.
a.
Faktor bawaan atau keturunan.
Penelitian membuktikan bahwa korelasi
nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan diantaar dua ank
kembar, korelasi nilai tes IQ nya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya
pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40-0,50 dengan ayah
dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10-0,20 dengan ayah dan ibu angakatnya.
Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka
tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling
kenal.
b.
Faktor lingkungan.
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya
sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan
perubahan-perubahan yang berarti. Intelegensi tentunya tidak bisa terlepas dari
otak. Dan perkembangan otak dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi,
rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting seperti, pendidikan latihan berbagai
ketrampilan, dan lain-lain (khususunya pada masa-mas peka).[18]
c.
Stabilitas intelegensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi
merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah
hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabenen hanya mengukur sebagai
kelompok dari intelegensi). Stabilitas intelegensi tergantung perkembangan
organik otak.
d.
Faktor Gizi.
Faktor gizi kuat atau lemahnya fungsi
intelektual juga ditentukan oleh gizi yang memberikan energi/tenaga bagi anak
sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kebutuhan akan makanann
bernilai gizi tinggi (gizi berimbang) terutama yang besar pengaruhnya pada
perkembangan intelegensi ialah pada fase prenatal (anak dalam kandungan) hingga
usia belita, sedangkan usia diatas lima tahun pengaruhnya tidak signifikan
lagi.
e.
Faktor kematangan piage.
Seorang psikolog daris swiss membuat
empat tahapan kematangan dalam perkembangan intelektual, yaitu: periode sensori
motorik (0-2 tahun), periode pra operasional (2-7 tahun), periode operasional
konkrit (7-11 tahun) dan periode operasional formal (11-16 tahun). Hal tersebut
membuktikan bahwa semakin bertambah usia seseorang, intelektualnya makin
berfungsi dengan sempurna. Ini berarti faktor kematangan mempengaruhi struktur intelektual, sehingga menimbulkan
perubahan-perubahan kualitatif dari fungsi intelektual. Yaitu kemampuan
menganalisi (memecahkan suatu permasalahan yang rumit) dengan baik.
f.
Faktor pembentukan pendidikan dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap
fungsi intelektual seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas
sarana seperti bahan bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai,
semua ini dapat membentuk anak menjadi meningkat fungsi dan kualitas pikirannya,
pada gilirannya situasi ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi anak
dibanding anak seusianya.
Alfred Biner (1857-1911), seorang ahli
psikologi dari Prancis, yang dianggap
sebagai bapak atau pelopor tes
intelegensi ini. Tes asli disusun oleh Binet pada tahun 1905, pada saat dia
menerima tugas dari dari pemerintah prancis untuk meneliti sebab-sebab
kemunduran peserta didik dalam pelajaran waktu itu. Apakah kemunduran dan
kegalalan itu di sebabkan oleh kemalasan atau kenakalan, ataukah boleh jadi
kecerdasannya kurang ?
Dalam penelitian itu Binet diabantu
simon mulai menyusun bermacam-macam item , intelegensi anak terus bertambah
sampai batas umur 15 tahun. Sedangkan diatas 15 tahun tidak akan bertambah
lagi, yang bertambah hanya pengetahuannya saja. Tes Binet ini telah
mengalami beberapa revisi. Revisi pertama dilakukan oleh Goddard pada tahun
1911, dan direvisi kembali pada tahun 1916 oleh terman.
Setelah dilakukan eksperimen dan revisi
berulang kali, akhirnya para ahli psikologi sepakat adanya satu ukuran dalam
intelegensi yang dinamakan Intellegence Question atau IQ. IQ diperoleh
melalui hasil pembagian anatara umur mental atau Mental Age (MA) dengan
umur kalender atau Chronologi cal Age (CA). Hasil pembagian kemudian
dikalikan 100.
IQ =
![]() |
IQ =
![]() |
IQ= satuan tingkat kemampuan individu.
MA diproleh melalui pemberian sekelompok pertanyaan yang dijawab betul oleh
sejumlah besar individu dengan umur yang sama. Jika seseorang mempunyai hasil
pekerjaan secara betul seperti yang dilakukan oleh sejumlah anak yang berumur
15 tahun, MA individu tersebut adalah 15. Kemudian CA di peroleh menurut usia
seseorang. Angka 100 adalah bilangan tetap atau konstanta yang di usulkan dan
di sarankan oleh stern dan terman untuk mengindari angka pecahan dalam satuan
IQ.[19]
Misalnya, seorang anak berusia 6 tahun.
Mula-mula diajukan pertanyaan kepadanya lima buah pertanyaan yang sesuai dengan
umurnya. Jika lima buah pertanyaan itu dapat di jawab semua, lalu diajukan
pertanyaan diatasnya (6 tahun, 7 tahun, 8 tahun, 9 tahun, dan seterusnya)
sampai sama sekali tak ada lagi pertanyaan yang terjawab. Tetapi, jika
pertanyaan-pertanyaan yang pertama (6 tahun) ada sebuah atau lebih yang
terjawab (salah) maka diajukan pertanyaan-pertanyaan di bawahnya (5 tahun, 4
tahun) sampai dapat dijawab semuanya.
Umur
CA
|
Jawaban
|
Nilai MA
|
|||||
6 tahun
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
6
|
7 tahun
|
√
|
X
|
X
|
X
|
X
|
|
![]() |
8 tahun
|
√
|
√
|
X
|
X
|
X
|
|
![]() |
9 tahun
|
X
|
X
|
√
|
X
|
X
|
|
![]() |
10 tahun
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
|
-
|
Jumlah
|
![]() |
Maka MA-Nya = 7
CA = 6

Jadi IQ


= ± 123
Maka anak itu memiliki IQ sebesar 123 dan setelah di sesuaikan
dengan tabel di bawahnya, yaitu tabel kategori intelegensi maka dia masuk dalam
kelompok Cerdas.[20]
Nana Syaodih (2007:
100-101) mengkjategorikan intelegensi (kecerdasan intelektual) ke dalam
beberapa tingkat, yaitu:
IQ
|
Kategori
|
Persentase
|
140 ke atas
|
Genius
|
0, 25%
|
130-139
|
Sangat cerdas
|
0, 75%
|
120-129
|
Cerdas
|
6%
|
110-119
|
Di atas norma
|
13%
|
90-109
|
Normal
|
60%
|
80-89
|
Di bawah
normal
|
13%
|
70-79
|
Bodol (dull)
|
6%
|
50-69
|
Debil
(morron)
|
0, 75%
|
25-49
|
Imbecile
|
O,20%
|
25 ke bawah
|
Idiot
|
0, 05%
|
Nana syaodih juga menjelaskan bahwa anak-anak
yang IQ-Nya di bawah 70 termasuk kelompok terbelakang. Umumnya mereka tidak
bisa belajar pada sekolah biasa, mereka harus didik secara khusus di luar
sekolah.[21]
Kelemahan dari tes
binet ini adalah bahwa tes itu adalah tes individual yang hanya dapat melayani
seorang anak saja pada suatu pelaksanaan teks. Hal ini memerlukan waktu dan
tenaga yang banyak sekalipun hasilnya memuaskan. Oleh karena itu, beberapa
psikolog Amerika segera mengadakan percobaan-percobaan penyusuaian bentuk tes
untuk tes kelompok.
Pada tahun 1917
Amerika Serikat terlibat dalam perang dunia 1 dan sibuk mengadakan pemilihan
calon-calon militer. Amka pemerintaha meminta kepada ahli psikologi untuk
mmebuat tes guna tujuan diatas. Hasilnya ialah tes anny dan Army Beta.
Army alpha diperuntukan bagi calon-calon tentara yang dapat membaca dan menulis
serta dapat berbhasa ingris dengan baik, sedangkan army beta diperuntukan bagi
calon-calon tentara yang tidak dapat membaca dan menulis serta tidak dapat
berbahasa ingris dengan baik.
Selain tes Binet Simon
dan revisi-revisi serta tes Army alpha dan army Beta, berkembang pula tes
intelegensi yang lain dianatarnya:
-
Tes Wechsler, (WAIS dan WISC)
-
Tes Progressive Matrices 9CPM, SPM da APM)
-
Culture Fair Intelegensi Tes (CFIT)
-
Goodenough Draw A Man Test (DAM)
-
Dan lain sebagainya.
34 tahun setelah di terbitkan tes intelegensi
pertama oleh Stanford Biner, David
Wechler memperkenalkan versi 1 tes intelegensi yang dirancang khusus untuk
digunakan orang dewasa. Tes tersebut terbit pada tahun 1939 dan dinamai
Wechsler Bellevue Intelegent Scale (WBIS), disebut juga skala W-B. Alasan
Wechsler mengembangkan skala W-B adalah kenyataan bahwa tes intelegensi yang
digunakan untuk orang dewasa saat itu hanya merupakan perluasaan dari tes
intelegensi anak-anak dengan menambahkan soal yang sejenis yang lebih sukar.
Isi tes yang seperti itu, menurut Wechsler seringkali tidak menarik minta dan
perhatian orang dewasa. Pada tahun 1949 wechsler menerbitkan pula skala
intelegensi untuk di gunakan pada anak-anak. Model tes ini ada 2 macam yaitu :
pertama, untuk umur 16 tahun ke atas, yaitu Wechsler Adult Intelegence scale
(WAIS) dan kedua untuk anak-anak yaitu Wechsler Intellegence Scale for Children
(WISC). Tes wechsler meliputi dua sub, Verbal dan performance (tes lisan dan
perbuatan, serta ketrampilan). Tes lisan meliputi pengetahuan umum, pemahaman,
ingatan, mencari kesamaan, hitungan dan bahasa. Sedangkan tes ketrampilan
meliputi menyusun gambar dan sandi (Kode angka-angka).[22]
Tes Wechsler ini berbeda dengan tes
binet. Dalam tes binet diadakan perbandingan antara MA dan CA, sedangkan dalam
tes Wechsler tes IQ hanya semata-mata hasil dari MA saja. Namun keduanya
sama-sama dilakukan secara perorangan.[23]
Model
tes Wechsler ada dua:
1.
Wechsler Intellegence Children Scale (WISC).
Tes WISC merupakan tes intelegensi yang biasa digunakan untuk
mengukur taraf kecerdasan anak usia 5 tahun hingga 15 tahun. Tes WISC memiliki
kemampuan untuk mendeskripsikan berbgai aspek kecerdasan anak, seperti wawasan
dan minat pengetahuan, daya konsentrasi dan daya ingat jangka pendek, berbagai
kemampuan seperti: bahasa, matematika, berfikir logis dan abstrak, Visual
motoric coordination, visual perception organizazion, visual-spatial
relationship dan field dependence, adaptasi terhadap lingkungan dan pemahaman
terhadap norma-norma sosial (berkaitan dengan antisipasi masalah sosial dan
ketrampilan sosial), dan kreatifitas.
Beberapa penelitian telah menggunakan tes WISC untuk mengungkap gejala-gejala
gangguan klinis pada anak, seperti: main brain disfunction/brain damage,
emotional disturbance, anxiety, delinquency, learning disabilities, dan
lain-lain (Sattler, 1978).[24]
Diantara tes WISC yaitu tes kemampuan
verbal, dianatarnya:
a). Tes kemampuan verbal
skala information (pengetahuan umum).
Skala information pengetahuan umum
dibuat dengan memberikan pertanyaan mengenai pengetahuan umum. Tes bentuk skala
pengetahuan umum dalam penelitian ini berjumalah 5 butir soal. Gambar I adalah
salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala pengetahuan umum. Hasil
keseluruhan teks menunjukan presentase yang paling tinggi. Peserta didik dapat
menjawab dengan tepat. Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa peserta
didik tidak mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang bersifat pengetahuan
umum. Hal ini dikarenakan peserta didik mampu mengingat informasi-informasi
yang sifatnya hafalan.
Satuan
suhu menurut standar internasional (SI) adalah......
a.
Celcius
b.
Fahrenheit
c.
Reamur
d.
kelvin
|
Gambar I. Tes Kemampuan verbal skala
information
b). Tes kemampuan
verbal skala Comprehension (pemahaman).
Tes kemampuan verbal skala pemahaman
dibuat untuk menguji informasi atau konsep-konsep yang dimilikimpeserta didik.
Tes bentuk skala pemahaman dalam penelitian ini berjumlah 8 butir soal. Gambar
II adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala pemahaman. Hasil
keseluruhan tes menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab dengan tepat
pertanyaan di skala pemahaman yaitu sebesar 58, 29%
Proses
pembentukan glukosa dari karbondioksida dan air dengan bantuan cahaya
matahari disebut.....
a.
respirasi
b.
sintesis
c.
metabolisme
d.
fotosintesis
|
Gambar 2. Tes kemampuan verbal skala comprehension.
c). Tes kemampuan
verbal skala Arithmetic (berhitung).
Tes kemampuan skala berhitung dalam
penelitian ini berjumlah 3 butir soal. Gamabr 3 adalah salah satu contoh bentuk
tes kemampuan verbal skala berhitung. Hasil keseluruhan teks menunjukan bahwa
peserta didik mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala berhitung yaitu
sebesar 38,72%
Neni memanaskan minyak tanah bermassa 200 gram sehingga suhunya
naik menjadi 20ﹾC.
Jika kalor jenis minyak tanah adalah 2,2 x 103 j/kgﹾC,
maka kalor yang diperlukan untuk memanaskan minyak tanah tersebut adalah....
a. 8,8 x 103 j
b. 8 x 103 j
c. 0,8 x 103
j
d. 0,08 x 103
j
|
Gambar 3. Tes kemampuan verbal
skala arithmetic.
d).
Tes kemapuan verbal Similarities (kemiripan).
Tes kemampuan verbal skala
kemiripan dibuat untuk menanyakan persamaan/kemiripan kata dari seatu objek
tertentu. Tes dalam penelitian ini berjumlah 2 butir soal. Gmbar 4 adalah salah
satu contoh bentuk tes kemampuan kemiripan. Hasil keseluruhan tes menunjukan
bahwa peserta didik mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala kemiripan
yaitu sebesar 40,43%
O2
: Oksigen
a.
IﹾC
: 273 K
b.
I kalori : 42 j
c.
H2O : Karbondioksida
d.
CO2 : Karbonmonoksida
|
Gambar 4. Tes kemapuan verbal skala similarities
e).
Tes kemampuan verbal skala Digit Span (Rentang angka).
Tes kemampuan verbal skala rentang
angka dibuat untuk menanyakan serangkaian angka. Tes bentuk skala rentang angka
dalam penelitian ini berjumlah dua butir soal. Gambar 5 adalah salah satu
contoh bentuk tes kemampuan verbal skala rentang angka. Hasil keseluruhan tes
menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab dengan tepat pertanyaan di skala
rentang angka yaitu sebesar 28, 08% hasil tes pada skala ini menunjukan
presentase yang paling rendah peserta didik dapat menjawab dengan tepat.
Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa peserta didik sebenarnya mampu
menghitung dengan pertanyaan yang diberikan, namun karena kurang teliti dalam
memberikan jawaban dan bingung dengan adanya rentetan angka yang hampir
sama/jawaban pengecoh maka banyak peserta didik yang menjawab dengan tidak
tepat.
Mufti
mengukur suhu air dengan termometer skala fahrenheit dan menunjukan angka 23ﹾF.
Berapakah suhu air tersebut jika ditanyakan dalam skala reamur, celsius, dan
fahrenheit secara berurutan ?
a.
-4
R; -5ﹾC;
268 K
b.
4ﹾR;
5ﹾC;
268 K
c.
-4ﹾR;
5ﹾC;
268 K
d.
-5ﹾR;
-4ﹾC;
268 K
|
Gambar 5. Tes kemampuan verbal skala digit span
f).
Tes kemampuan verbal skala Vocabulary (Perbendaharaan Kata)
tes kemampuan verbal skala
perbendaharaan kata dibuat untuk menguji pengetahuan kata. Tes bentuk skala
perbendaharaan kata dalam penelitian ini berjumlah 10 butir soal. Gambar VI
adalah salah satu contoh bentuk tes kemampuan verbal skala perbendaharaan kata.
Hasil keseluruhan tes menunjukan bahwa peserta didik mampu menjawab dengan
tepat pertanyaan di skala perbendaharaan kata yaitu sebesar 53,19% berdasarkan
hasil wawancara, awalnya peserta didik merasa bingung dengan pertanyaan model
seperti ini. Namun dibantu peneliti maka peserta didik mampu menjawab dengan
baik pertanyaan tersebut.[25]
1.
a. Celcius
b. Kelvin
c.
fahrenheit d.
Termometer
2.
a. H2O b. CO2
c.O2 d.
Cahaya mathari
|
Gamabar
6. Tes kemmapuan verbal skala vocabulary
2.
Wechsler adult Intelligence scale (WAIS).
Tes ini di kenakan pada individu mulai umur 16 tahun sampai dewasa,
tes ini di sajikan secara individual yaitu seorang tester menghadapi seorang
seorang testi, membutuhkan waktu kira-kira 90 menit. Terdiri dari 11 subtes
yang di golongkan menjadi dua, yaitu: Verbal dan Performance.
Verbal:
-
Informasi
-
Pengertian
-
Hitungan
-
Persamaan
-
Rentangan angka
-
Perbendaharaan kata
Performance:
-
Simbol angka
-
Melengkapi gambar
-
Rencangan balok
-
Mengatur gambar
-
Merakit objek
Dari
kesebelas subtes tersebut diperoleh skor mentah, masing-masing harus di ubah
dulu kedalam skor standar, kemudian skor standar tersebut dijumlahkan sesuai
dengan komponennya yaitu verbal dan performance adalah full. Total standard
skor di konsultasikan dengan tabel IQ sesuai dengan usia subjek. Hasil berupa
Verbal IQ, Performance IQ, dan Full IQ yang merupakan IQ deviasi dengan mean
100 dan SD 15.
Tabel
klarifikasi Tingkat IQ oleh Wechsler:
Klarifikasi IQ
|
Skor
|
Verry superior
|
128 and Over
|
superior
|
120-127
|
Average
|
91-110
|
Dull Normal
|
80-90
|
Bordline
|
66-79
|
Deffective
|
65 and below.
|
Penelitian soeramto (1986) mengenai
kesahihan, kendalan, dan faktor-faktor intelegensi yang diungkap WAIS, denagn
menggunakan hasil tes WAIS dari biro konsultasi Fakultas Psikologi,
menyimpulkan bahwa WAIS cukup sahih untuk mengungkap intelegensi.[26]
Teori ini di
perkenalkan pada tahun 1983 oleh J.P. Guilford dan Pof. Howard Gardner. Konsep
ini memandang bahwa setiap orang adalah unik, setiap orang perlu menyadari dan
mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya. Setiap siswa
berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.
Konsep kecerdasan
majemuk atau multiple intellegensi berawal dari karya Howard Gardner dalam buku
frames Of Mind tahun 1983 yang didasarkan atas hasil penelitian selama beberapa
tahun tentang kapasita kognitif manusia (human Cognitif Capacities). Garden
menolak asumsi bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya
mempunyai kecerdasan tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukan
penguasaan yang berbeda, individu memiliki beberapa kecerdasan dan bergabung
menjadi satu kesatuan membentuk kepribadian yang cukup tinggi.
Menurut Gardner
kecerdasan itu tidak hanya diartikan sebagai IQ semata, namun kecerdasan itu
menyangkut kemampuan sesorang untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah serta
menghasilkan produk atau ide.[27]
Gardner telah menetapkan delapan kecerdasan:
-
Verbal-linguistik
-
Logis-matematis
-
Visual-spasial
-
Kinesttetik-jasmani
-
Musikal
-
Interpersonal
-
Interpersonal-naturalis.[28]
Multipel intelegensi yang mencakup
delapan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan
otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ)[29]
Kecerdasan intelektual IQ) adalah
kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar
dan memecahkan masalah, Robins dan Judge (2008: 57).
Kecerdasan emosional (EQ) adalah
kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam
menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur
keadaan jiwa (Goelman, 2003).
Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah
kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan
kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, SQ secara komprehensif (Ginanjar
(2005: 47) sedangkan Zohar dan Ian Marshall (dalam Agustian; 2001)
mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi
persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan
dengan yang lain.[30]
Di lain referensi Howard Gardner juga
mengemukakan bahwa kecerdasan seseorang meliputi 10 unsur-unsur yaitu :
Memuat kemampuan
seseorang dalam berfikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berfikir
menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta
memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berfikir. Anak-anak dengan
kecerdasan matematika-logika yang tinggi menyenangi kegiatan menganalisis dan
mempelajari sebab-akibat terjadinya sesuatu.. anak memperlihatkan kecendrungan
aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan soal-soal
matematika. Ciri-ciri lain :
a.
Menggunakan angka dengan baik (ahli matematika, fisikawan, akutan
pajak dan ahli statistik)
b.
Melakukan penalaran (programmer, ilmuwan dan ahli logika)
c.
Ketertarikan terhadap angka-angka
d.
Menikmati ilmu pengetahuan
e.
Mudah mengingat angka-angka dan skor-skor.
f.
Menikmati permainan yang menggunakan strategi seperti catur atau
games tertinggi
Kemampuan menggunakan
bahasa dan kata-kata, secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang
berbeda untuk mengespresikan gagasan-gagasannya. Anak dengan kecerdasan bahasa
yang tinggi di tandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan
penggunan suatu bahasa seperti membaca,
menulis puisi, menulis kata-kata mutiara, menulis karangan dan lain sebagainya.
Anak-anak dengan potensi kecerdasan bahasa yang tinggi memiliki daya ingat yang
kuat.
a.
Senang membaca buku atau apa saja, bercerita atau mendongeng
b.
Senang berkomunikasi, berbicara, berdialog, berdiskusi, dan senang
berbahasa asing.
c.
Pandai meghubungkan atau merangkai kata-kata atau kalimat baik
lisan maupun tulisan. Pandai menafsirkan kata-kata atau paragraf baik secara
lisan maupun tulisan, senang mendengarkan musik dan lain sebagainya.
d.
Pandai mengingat dan menghafal
e.
Mudah mengungkapkan perasaan baik lisan maupun tulisan.
Memuat kemampuan
seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada di
sekelilingnya, termasuk nada dan irama. Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan
musical yaitu senang sekali mendengar nada dan irama yang indah, apakah itu
melalui senandung yang di lagukan sendiri, mendengarkan kaset, radio, petunjuk
orkestra atau alat musik lainnya yang dimainkan sendiri. Ciri-ciri lainnya:
a.
Kepekaan terhadap irma, senang menyanyi dan mendengarkan musik.
b.
Memainkan istrumen musik, dan membaca not-not balok/angka.
c.
Mengingat melodi atau nada
d.
Mampu mendengar perbedaan antara instrumen yang berbeda tetapi dimainkan bersamaan.
e.
Suka bernyanyi sambil
mengerjakan tugas.
f.
Membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya (bersenandung, bertepuk
tangan, menjentikan jari atau menghentakan kaki)
g.
Mengarang dan menulis lagu-lagu.
Memuat kemampuan
seseorang memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan visual spasial yang tinggi memperlihatkan kemampuan yang lebih
dibandingkan dengan anak-anak lain dalam hal, misalnya menciptakan imajinasi
bentuk dalam pikiran, atau kemampuan untuk menciptakan bentuk-bentuk tiga
dimensi, seperti orang dewasa sebagai pemahat patung atau arsitek suatu
bangunan. Ciri-ciri lainnya:
a.
Pemandu, pramuka dan pemburu.
b.
Mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual dalam bentuk
tertentu (dekorator interior, arsitek, dan seniman).
c.
Kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antar
ruang tersebut.
d.
Biasanya lebih mengingat wajah ketimbang nama
e.
Membuat sketsa dan membangun
dan mendirikan sesuatu serta bongkar pasang.
f.
Melihat foto-foto
g.
Membuat peta dan corat-coret
h.
Memecahkan teka-teki.
Memuat kemampuan
seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau keseluruhan
tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Hal itu dapat
dijumpai pada anak-anak yang unggul pada salah satu cabang olahraga, seperti
bulu tangkis, sepak bola, tenis, berenang dan lain sebagainya. Atau dapat pula
terekspos seperti anak-anak yang pandai menari, tampil bermain akrobat, atau
unggul dalam bermain sulap. Ciri-ciri lainnya:
a.
Suka bergerak dan aktif sambil berpikir
b.
Mudah dan cepat mempelajari ketrampilan-ketrampilan fisik
c.
Senang berekting dan menirukan ekspresi teman-temannya
d.
Senang menggunakan gerakan-gerakan untuk membantunya mengingat
berbagai hal.
Menunjukan kemampuan
seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Anak-anak dengan kemampuan
lebih di bidang ini cenderung memahami dan berinteraksi dengan orang lain
sehingga ia mudah dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Kecerdasan ini
disebut juga kecerdasan sosial. Anak dengan kecerdasan ini tidak saja mampu
menjalani persahabatn yang akrab dengan teman-temannya secara mudah, ia juga
memiliki kemampuan tinggi dalam memimpin, mengorganisasi, menangani
perselisihan anatar teman, memperoleh simpati dari anak-anak lain, dan lain
sebagainya. Ciri-ciri lainnya:
a.
Mampu mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi,
serta perasaan orang lain.
b.
Kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat
c.
Suka menawarkan bantuan ketika orang membutuhkan.
d.
Percaya diri ketika bertemu dengan orang baru
e.
Mudah mengetahui bagaimana sesamanya bersemangat untuk kerja
f.
Suka mengatur kegiatan bagi dirinya sendiri maupun teman-temannya
g.
Biasanya disukai teman-teman.
Menunjukan kemampuan
seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri. Anak dengan kecerdasan
intra-personal tinggi menunjukan
tanda-tanda mampu mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada
dirinya. Anak-anak semacam ini suka melakukan introspeksi diri, mengoreksi
kekurangan maupun kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri.
Ada beberapa
diantaranya yang menyukai kesunyian dan kesendirian, merenung dan berdialog
dengan dirinya sendiri. Orang tua unggul tidak perlu merasa was-was apabila
memergoki sebuah hati sering berlaku demikian. Barangkali hal itu merupakan
sebuah proses dari potensi kecerdasannya. Hanya saja, sebagai orang tua tidak
boleh lepas kontrol dengan perilaku anaknya itu. Misalnya, orang tua memergoki
anaknya sedang merenung dengan mengurung diri di kamarnya, orang tuanya perlu
mencari tahu penyebab tindakan anaknya itu. Jika sekiranya alasan yang di
kemukakan si anak masuk akal, orang tua tidak perlu merasa khawatir akan
keselamatannya. Ciri-ciri lainnya:
a.
Suka bekerja sendiri daripada sama-sama
b.
Sering menghabiskan waktu untuk merenung
c.
Senang memikirkan masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti.
Merupakan kemmapuan
seseorang untuk peka terhadap lingungan dan alam. Misalnya,anak senang berada
dalam lingkungan yang terbuka seperti di pantai, gunung, cagar alam, hutan,
sawah, gunung dan lain sebagainya. Anak-anak dengan tingkat kecerdasan
naturalis tinggi cenderung suka mengobservasi lingkungan alam seperti aneka
jenis bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan fauna,
benda-benda di angkasa, dan lain sebagainya.[31]
Ciri-ciri lainnya:
a.
Mengenali dan mengategorikan spesies, flora dan fauna
b.
Suka bintang, awan dan gunung
c.
Pandai bercocok tanam dan merawat kebun
d.
Peduli tentang alam dan lingkungan
e.
Mudah beradaptasi dengan temapt dan acara yang berbeda-beda.
Keahlian pada berbagai
maslah pokok kehidupan dan aspek eksitensial manusia serta pengalaman mendalam
terhadap kehidupan. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filusuf dan
teolog.
Anak-anak dengan
tingkat kecerdasan eksistensial memiliki ciri-ciri:
a.
Ingin tahu bagaimana bumi bertahun-tahun yang lalu
b.
Mengapa kita ada di Bumi
c.
Apakah ada kehidupan di planet lain
d.
Kemana mahluk hidup setelah mati
e.
Apakah ada dimensi kehidupan lain
f.
Mempertanyaan hakekat segala sesuatu
g.
Mempertanyakan keberadaan peran diri sendiri di alam/dunia.
Keyakinan dan
mengaktualisasikan akan sesuatu yang bersifat transeden atau penyadaran akan
nilai-nilai akidah dan keimanan. Ciri-ciri:
a.
Keyakinan akan kebesaran tuhan
b.
Kesadaran suara hati, internalisasi nilai, aktualisasi dan
keikhlasan
c.
Menghayati batal dan haram dalam agama, toleransi, sabar, tawakkal,
dan keyakinan akan takdir baik dan buruk.[32]
Dari banyak jenis
kecerdasan menurut Howard Gardner tersebut, yang menjadi pertanyaan adalah
mengapa begitu banyak anak yang merasa bodoh ?, tahukah kita bahwa salah satu
alasannya adalah sekolah. Sekolah memang bisa menjadi pengalaman yang sangat buruk kecuali anak-anak yang memiliki kecerdasan
abahasa dan matematis. Banyak sekolah terlalu mencurahkan perhatian untuk
menghasilkan anak-anak yang pandai membaca dan menghitung, dan terbiasa
mengabaikan anak-anak dengan berbagai kecerdasan lainnya. Padahal banayak
penelitian yang menunjukan bahwa mempelajari musik dan seni bisa membantu
anak-anak dalam memhami pelajaran lain.
Salah satu contoh
kekeliruan yang dilakukan sekolah terlihat dari banyaknya anak yang emmiliki
kecerdasan visual/spasial yang diabaikan begitu saja. Banyak orang tua merasa
tidak nyaman, bahkan menganggapnya sebagai hadiah hiburan saja, apabila guru
sang anak mengatakan,”anak ini sangat berbakat di bidang seni”. Padahal,
kecerdasan visual dapat membantu anak-anak yang menghadapi kesulitan dalam
pelajaran membaca, matematis, atau ilmu pengetahuan. Apabila orangtua dan guru
mengabaikan kecerdasan visual anak tersebut, berarti seperti meminta mereka
memerangi lautan pendidikan dengan maata tertutup.
Contoh lain adalah anak
dengan kecerdasan interpersonal yang menonjol, sering sekali malah dicemooh
sebagai “anak gaul”. Padahal, seharusnya anak-anak tersebut didorong untuk ikut
pemilihan ketua OSIS, ketua senat, atau kegiatan lainnya. Lebih menyedihkan
lagi perlakuan terhadap anakanak dengan kecerdasan intrapersonal. Anak-anak
pendiam dengan kecerdasan yang terpendam ini sering harus berakhir diruang
konsultasi psikologi sekolah, atau tenggelam kemudian menghilang diantara
kerumunan orang-orang banyak. Dan ekekliruan lain adalah begitu banyak sekolah
yang memaksa anak-anak untuk diam, membisu, sambil melakukan tugas yang
berulang-ulang dalam suatu ruangan yang bebas dari sentuhan seni, musik, dan
sentuhan manusiawi lain.
Nicholasa Mohr seorang
penulis dan artis peraih beberapa penghargaan dalam bukunya yang berjudul growinng
up inside the sanctuary of my imagination, mengisahkan pengalamannya di
sekolah. Sebagai seorang anak yang cerdas, kaat-kata asing sering terlontar
begitu saja dari mulutnya. Hal ini sering membuatnya terpaksa menerima hukuman,
duduk dipojok kelas. Dengan jelas ia menggambarkan imajinasinya tentang
pemandangan laut yang biru, pohon, air terjun, kapal yang berlayar di laut
lepas, sehingga ia mampu bermeditasi dan menikmati keindahan pemandangan hasil
daya pertajaman daya khayalnya.[33]
Kecerdasan-kecerdasan
seperti inilah yang bisa diungkapkan melalui Multiple Intelligence Test.
Kecerdasan anak tidak dapat diukur dari satu aspek kecerdasan saja. Banyak
aspek kecerdasan yang dimiliki anak. Sebagaimana makna yang tersirat dari surat
Yusuf ayat 67[34].
Kecerdasan yang tersembunyi dan harus diungkapkan. Sehingga dari fakta Multiple
Intellegence diharapkan ada peran yang aktif untuk meningkatkan kecerdasan
individu, khususnya siswa selama proses pengembangan diri.[35]
Bagaimana cara
mengembangakn Multiple Intelligence ini ?
Kecerdasan
Visual-spasial dikembangkan dengan beberapa kegiatan:
a). Menjelajahi dunia seni
b). Ciptakan perpustakaan gambar.
c). Mengabadikan moment tiap hari dengan foto
d). Mencari pola-pola visual yang menarik
e). Bercakap-cakap
menggunakan gambar dan bermain puzzle.
Kecerdasan linguistic
di kembangkan dengan beberapa cara:
a). Tulislah ide-ide yang
muncul di benak
b). Carilah kata-kata yang tidak kamu ketahui di kamus
c). Adakanlah waktu bercerita dengan keluarga
d). Bermainlah dengan kata-kata
e). Belajarlah bahasa asing
f). Hadirilah pergelaran seni puisi
Kecerdasan musical
dikembangkan dengan:
a). Dengarkanlah sebanyak mungkin jenis music
b). Bernyanyilah bersama keluarga atau teman-teman
c). Libatkanlah diri dalam musik sekolah
d). Belajarlah membaca musik
e). Ambillah kursus musik privat instrumen kegemaran
Kecerdasan natural
dikembangkan dengan:
a). Tanamlah sesuatu dan amatilah pertumbuhannya
b). Berbaribglah di halaman dan menataplah kelangit
c). Peliharalah beberapa satwa
d). Pergilah mengamati burung
e). Bacalah buku atau majalah tentang alam
f). Libatkanlah diri dalam organisasi lingkungan
Kecerdasan kinestetik
dikembangkan dengan:
a). Latihan koordinasi tangan-mata
b). Bermainlah tebak gerakan bersama keluarga
c). Carilah ide-ide saat bergerak dan berolahraga
d). Ambillah kursus bela diri
e). Pelajarilah suatu seni dan kerajinan.
Kecerdasan
intrapersonal dikembangkan dengan cara:
a). Jumpailah orang-orang
baru
b). Sumbangkanlah waktu untuk menolong orang-orang sesama
c). Belajarlah bersama sesama
d). Lewatkanlah waktu bersama keluarga
e). Carilah orang pembimbing
d). Berlatihlah berteman.
Kecerdasan
interpersonal:
a). Tanyakanlah kepada diri sendiri “siapa aku ?” bermain “Who am
i”
b). Buatlah daftar dari hal-hal yang menjadi kemahiran
c). Ingatlah mimpi-mimpimu
d). Renungkanlah harimu
e). Tetapkanlah sasaran/target bagi dirimu sendiri.
Kecerdasan
Logical-matematis dikembangkan dengan cara:
a). Bermainlah permainan yang menggunakan strategi serta logika
b). Berlatihlah mengkalkulasikan soal-soal matematika sederhana
dalam benakmu
c). Berlatihlah mengistemasi segalanya
d). Tulislah sepuluh pertanyaan tentang bagaimana dunia ini bekerja
e). Perhatikanlah bagaimana kamu memecahkan masalah.[36]
Kecerdasan spiritual,
menurut sukidi (2004: 99) dikembangkan dengan cara:
a). Kenalilah diri anda
b). Lakukan instrospeksi diri, dalam istilah keagamaan adalah
pertobatan. Ajukan pertanyaan: “sudahkah perjalanan hidup saya berada pada sel
yang benar ?”
c). Aktifkan Hati secara Rutin, dalam konteks keagamaan adalah
mengingat tuhan.
d). Menemukan keharmonisan dan ketenangan hidup.
BAB III
KESIMPULAN
Intelegensi
adalah kemampuan adaptasi dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam
menghadapi berbagai masalah dalam hidup seseorang. Beberapa teori menyatakan
bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dalam menentukan
tujuan hidupnya.
Teori tentang intelegensi pertama kali
dikemukakan oleh spearman dan Wynn Jonel Pol pada tahun 1951. Keduanya ini
mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (Power) yang dapat
melengkapi akal pikiran manusia atau pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut
dalam bahasa yunani disebut nous.
Menurut W. Stem dalam Abu Ahmadidan Widodo Supriyono mengemukakan
intelegensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat
dan tepat di dalam situasi yang baru.
Menurut Alfred Binet (1905)
merumuskan bahwa intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang
memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.
Menurutn David
Wechsler, intelegensi adalah kemampuan untuk bertindang secara terarah,
berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungan secara efektif. Secara
garis besar dapat di simpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental
yang melibatkan proses berfikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi
tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai
tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berfikir rasional itu.
Beberapa pakar menyebutkan bahwa intelegensi sebagai keahlian untuk memecahkan
masalah.
[1]
Cicero atau Marcus Tullius Cicero, Lahir 3 januati 106 SM-7 desember 43 M. Ia
ini adalah tokoh romawi klasik tokoh pada bidang filsafat dan retorika dll. Dan
dia ini pemikirannya diannggap lebih dekat dengan aliran Platonisme, dan banyak
mengambil pendapat dari Plato (C. Rowe, et al., Sejarah Pemikiran Politik
Yunani. Terj. A. Ananda, et al, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),
p. 562.
[8]
Umi Rohmah, “Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya Dalam Dunia Pendidikan”, Jurnal
cendekia, (Vo. 9, No. 1, Januari-juni/2011), hal. 128
[11]
Bibit, adalah berasal dari keluarga mana dan seperti
apa. Bebet, adalah kesiapan seseorang dalam memberi nafkah keluarga, ini
masuk dalam aspek ekonomi alias harta. Bobot, adalah kualitas
seseorang dalam arti yang luas, meliputi aspek pendidika, akhlak dan agama.
Tapi orang tua sekarang lebih melihat strata pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar