Selasa, 24 April 2018

Pendidikan Ahlak Bagian II (dua)


Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mu'min yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Tahrim : 8)
Adapun yang termasuk dosa-dosa besar diantaranya :[9][8]
1)      Syirik
2)      Kufur
3)      Nifak
4)      Riddah
5)      Fasik
6)      Berzina dan menuduh orang berzina
7)      Membunuh manusia
8)      Bersumpah palsu
a.       Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh Allah SWT. Dengan demikian dia tenggelam dengan pengawasan Allah dan kesempurnaan-Nya sehingga ia merasa akrab, merasa senang, merasa berdampingan, dan menerima-Nya serta menolak selain Dia.[10][9]
Firman Allah SWT :
اِنَّ اللهَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu.” (QS. An-Nisa : 1)
b.      Bermuhasabah
Yang dimaksud dengan muhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu waktu untuk menghitung-hitung amal hariannya. Apabila terdapat kekurangan pada yang diwajibkan kepadanya maka menghukum diri sendiri dan berusaha memperbaikinya. Kalau termasuk yang harus diqadha maka mengqadhanya. Dan bila ternyata terdapat sesuatu yang terlarang maka memohon ampun, menyesali dan berusaha tidak mengulangi kembali. Muhasabah merupakan salah satu cara untuk memperbaiki diri, membina, menyucikan, dan membersihkannya.[11][10]
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr : 18)
c.        Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu senantiasa mencintai ajakan untuk terlena, menganggur, tenggelam dalam nafsu yang mengembuskan syahwat, kendatipun padanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan. Jika seorang Muslim menyadari bahwa itu akan menyengsarakan dirinya, maka dia akan berjuang dengan menyatakan perang kepadanya untuk menentang ajakannya, menumpas hawa nafsunya.
Artinya : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf : 53)
A.    Cara Memelihara Akhlak Terhadap Diri Sendiri, Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain[12] :
1.      Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah ,  menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.
2.      Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
3.      Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
4.      Shidiq , artinya benar atau jujur. Seorang muslim harus dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir batin ,yaitu benar hati ,benar perkataan dan benar perbuatan.
5.      Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rosulullah SAW bersabda bahwa “ tidaj (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji . ”( HR . Ahmad).
6.      Istiqamah, yaitu sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Quran pada surat Al- Fushshilat ayat 6 yang artinya “ Katakanlah bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang bersekutukan-Nya”               .
7.      Iffah, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak, dan menjatuhkannya. Nilai dan wibawa seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.
8.      Pemaaf, yaitu sikap suka member maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Islam mengajarkan kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.
B.     Manfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri
1.      Berakhlak terhadap jasmani
a.       jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
b.      tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
c.       menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah
2.      Berakhlak terhadap akalnya:
a.       memperoleh banyak ilmu
b.      dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
c.       membantu orang lain
d.      mendapat pahala dari Allah SWT
3.      Berakhlak terhadap jiwa:
a.       selalu dalam lindungan Allah SWT
b.      jauh dari perbuatan yang buruk
c.        selalu ingat kepada Allah SWT
FOOTNOTE
[1][ [1] ] Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islami : Akhlak Mulia, (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1996), h. 26
2[[2]] http://blog.umy.ac.id/divtaiqbal/2012/11/19/akhlak-terhadap-diri-sendiri/
2[[3] ] Ibid.h.132-133
3[[4]] Miftah Faridl.Etika Islam: Nasehat Islam untuk Anda.(Bandung: Pustaka.1997)h.184-187
[5][4] Ibid.h.78-79
[6][5] Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islami : Akhlak Mulia, (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1996), h.129
[7][6]Rikza Maulan, akhlak terhadap diri sendiri.:http://www.slideshare.net/rilamaulida04/akhlak-2kamis, 09.04.15.58
[8][7] Abu Bakar Jabir El Jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim): Etika (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,1993).h.33
[9][8] Miftah Faridl.Etika Islam: Nasehat Islam untuk Anda.(Bandung: Pustaka.1997)h.38-48
[10][9] Ibid.h.36
[11][10] Ibid.h.40-41
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok......10
ADAB MENUNTUT ILMU
A.    Definisi Adab Belajar
Ta’dib secara Etimologi merupakan bentuk masdar kata kerja addaba yang berarti ‘mendidik, melatih berdisiplin, memperbaiki, mengambil tindakan, beradab, sopan, berbudi baik, mengikuti jejak akhlaknya.[1]
Dalam salah satu hadis Rasulullah bersabda:
أدًّبّي رَبِّي فأحْسَنَ تَأديي(أخر جه العسكري عن علي)
“Tuhanku mengajarkan adab kepadaku maka Dialah yang memperindah adabku.”(HR. al-‘Askariy dari Ali)
Al-Zarkasiy dalam Faydh al-Qadir Syarah al-Jami ‘al-Shaghir menyebutkan bahwa Hadis ini sekalipun dha’if tetapi maknanya shahih.
Kata ta’dib pada umumnya lebih banyak digunakan pada pendidikan yang bersifat keterapilan lahir yakni latihan dan keterampilan. Ia berasal dari kata adab, yang berarti etika, sopan santun, dan budi pekerti lebih tepat diartikan mengajarkan adab atau diartikan memberi pelajaran atau hukuman.[2]
Ayat Al-Quran yang berhubungan dengan adab menuntut ilmu antara lain:
orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadillah:11)
Menurut Ibnu Qayyim, kata adab berasal dari kata ma’dubah. Katama’dubah berarti’jamuan atau hidangan’, dengan kata kerja ”adaba-ya’dibu’’yang berarti ‘menjamu atau menghidangkan makanan. Kata adab dalam tradisi Arab kuno merupakan symbol kedermawanan, dimana al-Adib (pemiik hidangan) mengundang banyak orang untuk duduk bersana menyantap hidangan di rumahnya. Sebagaimana yang terdapat dalam perkataan Tharafah bin Abdul Bakri al-Wa’illi, “Pada musim paceklik (musim kesulitan pangan), kami mengundang orang-orang ke perjamuan makan, dan engkau tidak akan melihat para penjamu dari kalangan kami memilih-milih orang yang diundang”.
Kemudian kata ini berkembang seiring dengan perkembangan peradaban islam, sebagai sebuah simbol nilai agung yang ada dalam islam. Hal ini bisa kita lihat dalam hadist berikut ini, yang menjelaskan kata adab sebagai hidangan yang ada di dalamnya syarat dengan nilai. “sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah dimuka bumi, oleh karena itu Belajarlah kalian pada sumber peradaban-nya.”[3]
Kata ta’dib ataual-adab ini dipopulerkan oleh Imam al-Bukhari dalamadab al-mufrad, al-mawardi dalam kitabnya Adab al-Muallimin wa al-Rawi wa Adab al-sami’ serta Ibn Jama’ah dalam kitabnya Tadzkirah al- sami’ wa al-Mutakallim fii Adab al-Alim wa al-Muta’allim.
Sementara itu, kata adab juga sering dipakai dalam hadits untuk menunjuk kata pendidikan. Hal itu sebagaimana sabda Nabi saw. Berikut ini, “Tuhan telah mendidikku, dan telah membuat pendidikanku itu sebaik-baiknya”, “Setiap pendidik akan menyukai diberikan alat mendidik, dan sesungguhnya pendidikan dari Allah itu adalah Al-Qur’an, aka janganlah kalian menjauhinya”.
Menurutal-attas, istilah ta’dib adalah istilah yang paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan, karena pada dasarnya pendidikan Islam bertujuan untuk melahirkan manusia yang beradab. Sementara istilahtarbiyah terlalu luas karena pendidikan, dalam istilah ini mencakup pendidikan untuk hewan.[4]  Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa istila Ta’dib merupakan masdar kata kerja addaba yang berarti pendidikan. Kemudian, dari kata addabaini diturunkan juga kata adabun. Menurut al-attas, adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkat dan derajat tingkatan mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniyah seseorang. Al-attas mengatakan bahwa adab adalah pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan derajat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta. Pengenalan adalah ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan, seperti ilmu tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. Keduanya sia-sia karena yang satu menyifatkan ketiadasadaran dan kejahilan.[5]
Berdasarkan pengerian adab seperti itu, al-Attas mendifinisikan pendidikan menurut islam sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia, tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam tatanan wujud, sehingga hal ini membimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat tuhan yang tepat didalam tatanan wujud tersebut.[6]
Pendapat al-Attas mengenai Ta’dib, dikuatkan oleh Sa’dudin Mansur Muhammad. Ia beralasan bahwa istilah Ta’dib merupakan istilah yang mencakup semua aspek dalam pendidikan baik unsure tarbiyah maupun taklim. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa istilah ta’dib sudah dikenal sejak zaman jahiliah dan dikuatkan setelah datangnya Nabi Muhammad saw.
Alasan yang lebih mendasar yang melatar belakangi al-Attas memilih istilah ta’dib adalah, adab berkaitan erat dengan ilmu, sebab ilmu tidak dapat diajarkan atau ditularkan kepada anak didik, kecuali jika orang tersebut memiliki adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang.
Kemudian, konsep pendidikan Islam yang hanya terbatas pada makna tarbiyah dan taklim itu telah dirasuki pandangan hidup barat yang berlandaskan nilai-nilai dualisme, sekularisme, humanism, dan sofisme, sehingga nilai-nilai adab menjadi kabur dan semakin jauh dari nilai-nilai hikmah Ilahiah. Kekaburan makna adab tersebut mengakibatkan kezaliman, kebodohan, dan kegilaan. Kezaliman yang dimaksud disini adalah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, sementara kebodohan adalah melakukan cara yang salah untuk mencapai hasil tujuan tertentu, dan kegilian adalah perjuangan yang berdasarkan tujuan dan maksud yang salah.
Istilah adab juga merupakan salah satu istilah yang identik dengan pendidikan akhlak, bahkan Ibn Qayyim berpendapat bahwa adab adalah inti dari akhlak, karena didalamnya mencakup semua kebaikan. Lebih dari itu, konsep adab ini, pada akhirnya berperan sebagai pembeda antara pendidikan karakter dengan pendidikan akhlak. Orang berkarakter tidaklah cukup, karena pendidikan karakter hanya berdimensi pada nilai-nilai dan norma-norma kemanusian aja (makhluk), tanpa memperhatikan dimensi ketauhidan Ilahiyah (khaliq). Sehingga orang berkarakter belum bias disebut berakhlak, karena bisa jadi orang berkarakter “toleransi” ia mengikuti paham pluralism sehingga memukul rata semua agama tanpa batasan norma syari’at. Sementara dalam pendidikan akhlak mengintegrasikan kedua dimensi tersebut, yakni nilai kemanusiaan (makhluk) dan nilai uluhiyah (khaliq) adalah hal yang wajib, dan tidak boleh dipisah-pisahkan. Sehingga orang berakhlak, secara langsung mencakup orang yang berkarakter. Dengan demikian, pendidikan akhlak atau adab adalah lebih syumul ‘mencakup’ daripada pendidikan karakter.
B.     Eksplorasi dan Elaborasi Hadist – Hadist Tentang Adab Belajar
1.      Hadis 1, Hormat dan Santun terhadap Guru
Memiliki rasa hormat dan bersikap santun terhadap guru adalah prilaku yang harus dimiliki dalam menuntut ilmu. Guru adalah orang yang memberikan kita ilmu, yang dengan ilmu itu kita akan menjadi orang mulia baik didunia maupun diakhirat. Dan salah satu cara untuk memuliakan guru adalah bersikap hormat dan santun kepadanya sebagai cerimanan sikap kerendahan hati. Sebagai mana sabda Rasulullah :
تَعَلّمُواالعِلْمَ وَتَعَلّمُوْا لِلْعِلْمِ السّكِيْنَةَ وَالْوَقَا رَ وَتَوَاضَعُوْا لِمَنْ تَتَعَلّمُوانَ مِنْهُ
Artinya :
"Belajarlah kalian ilmu untuk ketentraman dan ketenangan serta rendah hatilah pada orang yang kamu belajar darinya". HR.At-Tabrani.

2.      Hadis 2, Mengamalkan Ilmu Pengetahuan
 “ Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin ‘Asad telah menceritakan kepada kami ‘Abtsar dari Burd bin sinan dari Sulaiman bin Musa Ad Dimasyqi dari Abu Darda’ radiallahu ‘anhu ia berkata : “ kamu tidak akan menjadi seorang ulama hingga kamu menajadi seorang penuntut ilmu (lebih dahulu), dan dengan ilmu pun kamu tidak akan menjadi seorang ulama hingga kamu mengamalkannya. Kamu di anggap berdosa jika kamu bersikap membantah, kamu di anggap berdosa jika kamu suka berdebat (hanya untuk menang), serta kamu dianggap sebagai pendusta jika kamu bercerita selain zat Allah.
3.      Hadis 3, Menuntut Ilmu Karena Allah
 “Telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Surajj bin An  Nu’man telah menceritakan kepada kami Fulaih dari Abu Thuwalah Abdullah bin Abdurrahman bin Ma’mar Al Anshari dari Sa’id bin Yasar dari Abu Hurairah ia berkata, “ Rasulullah Sallallahu’alaihi Wasallam bersabda : “ Barang siapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya karena Allah Azza Wa Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dari dunia, maka ia tidak akan mendapatkan baunya Surga pada Hari Kiamat.”
4.      Hadis 4, Respon Terhadap Majlis Ilmu
“Telah bercerita kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepada ku Malik dari Iahaq bin Abdullah bin Abu Thalhah bahwa Abu Murrah – mantan budak Uqail bin Abu Thalib-, mengabarkan kepadanya dari Abu Waqid Al Laitsi, bahwa Rasulullah Salallahu’alaihi Wasallam ketika sedang duduk bermajlis di masjid bersama para sahabat datinglah tiga orang. Yang dua orang menghadap Nabi Salallahu ‘alaihi Wasallam dan yang seorang lagi pergi. Yang dua orang terus duduk bersama bai shalallahu ‘alaihi wasallam dimana satu diantaranya Nampak berbahagia bermajlis bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam sedang yang ke dua duduk di belakang mereka, sedang yang ketiga berbalik pergi, setelah Rasulullah Shalallahhu ‘alaihi Wasallam selesai bermajlis, Beliau bersabda : “ Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tadi? Adapun seorang di antara mereka, dia meminta perlindungan kepad Allah, maka Allah melindungi dia. Yang kedua dia malu kepada Allah, maka Allah pun malu kepadanya. Sedangkan yang ketiga berpaling dari Allah maka Allah pun berpaling darinya.[9]
Dengan demikian seorang murid atau peserta didik harus selalu menunjukkan sikap akhlak yang mulia, terutama kepada pendidik, agar mudah mendapat pancaran ilmu darinya, tidak memandang rendah kepada pendidik, selalu bertingkah laku yang menyenangkan kepada pendidik, selalu disiplin, giat belajar dan bersabar dalam belajar.
Di antara etika di dalam menuntut ilmu adalah tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, contoh mengambil tempat orang lain dan kita menempatinya, karena dalam menuntut ilmu kedudukan seseorang itu adalah sama, tidak ada yang lebih mulia ataupun hina, semua dalam keadaan belajar. Oleh sebab itu tidak boleh dalam menempati tempat duduk seseorang menyuruh orang lain berdiri, maka ia menduduki tempat orang lain tersebut. Dalam sebuah hadist dijelaskan larangan menempati tempat duduk orang lain :
5.      Hadis 5.
“ Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id; Telah menceritakan kepada kami Laits; Demikian juga telah di riwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rumh bin Al Muhajir; Telah mengabarkan kepada kami Al Laits dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda :
“ Janganlah kamu menyuruh orang lain berdiri dari tempat duduknya, kemudian kamu duduk di tempatnya.”
C.     Syarah dari Hadist – Hadist tentang Adab Belajar (dengan menelaah kualitas hadist)
1.      Syarah dari hadist yang pertama Adab seorang penuntut ilmu kepada gurunya. Keberhasilah seorang penuntut ilmu sangat di tentukan oleh bagaimana dia bersikap penuh adab kepada guru – gurunya dan kepada siapapun yang memberikan ilmu kepadanya. Diantara adab – adab yang harus di perhatikan adalah :
1.       Hormat, sabar dan santun serta selalu memuliakan dan bersikap rendah hati terhadap sang guru.
2.      Duduk diam mendengarkan dengan penuh adab dan berusaha memusatkan seluruh perhatian untuk menyerap setiap ilmu yang disampaikan oleh sang guru.
3.      Bersabar menghadapi sang guru
4.      Jangan malu untuk bertanya atau menanyakan hal – hal yang belum di pahami.
5.      Dalam diri seorang guru atau pendidik terdapat 4 hal penting, dan dalam diri seseorang penuntut ilmu atau pelajar juga terdapat 4 hal penting maka sempurnalah hubungan keduanya. [11]
2.      Syarah dari hadis tentang mengamalkan ilmu pengetahuan
Hadist di atas menjelaskan keuamaan mengamalkan dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Sebagai motivasi untuk selalu belajar dan mengajar. Pengalaman ilmu pengetahuan merupakan suatu keharusan, karena ilmu tanpa pengalaman tidak ada gunanya, orang berpengetahuan tanpa diamalkan laksana lilin yang menerangi orang lain. Tetapi membakar drinya sendiri. Dalam al- Qur’an surat al-Shaf ayat : 2 – 3 dijelaskan gambaran orang yang tidak mengamalkan apa yang dikatakan sebagai berikut :
“Hai orang – orang yang beriman, mengapa kamu berkata apa yang tidak kamu perbuat. Sungguh besar murka Allah jika kamu berkata apa yang tidak kamu perbuat”.
3.      Syarah dari hadist tentang menuntut ilmu karena Allah SWT
1.    Belajar ilmu pengetahuan haruslah dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT.
2.    Niat dalam melaksanakan suatu pekerjaan akan menentukan hasil dari pekerjaan tersebut. Bila menuntut ilmu karena dunia, maka yang di dapat hanyalah kehidupan dunia, sedangkan di akhirat dia tidak mendapatkan apa – apa seperti di jelaskan dalam hadist diatas
D.    Respon terhadap majlis ilmu
Penjelasan :
Hadist di atas berbicara mengenai Etika dalam belajar menuntut ilmu. Menuntut ilmu itu dimulai dengan niat, karena niat itu akan menentukan hasil suatu pekerjaan. Dalam menuntut ilmu hendaklah   dengan niat mengharap ridha Allah. Dalam hadist lain juga di sebutkan akan pentingnya niat :
Di antara pelajaran penting dari hadist di atas adlah :
1.      Dalam menuntut ilmu hendaklah berniat mengharap ridha Allah.
2.      Niat menentukan hasil dari amal seseorang
3.      Menuntut ilmu haruslah dengan hati yang ikhlas, agar ilmu tersebut dapat ridha dari Allah dan bermanfaat.
4.      Sikap orang yang belajar (peserta didik) hendaknya menghormati dan menghargai orang yang mengajar (pendidik)
Seseorang yang sedang belajar atau peserta didik setidkanya mempunyai dua sikap yaitu sikap sebagai pribadi dan sikap sebagi penuntut ilmu (peserta didik) sebagai pribadi seorang murid harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa, agar mudah menangkappelajaran, menghapal dan mengamalkannya.
Sebagi murid atau peserta didik seorang murid haruslah bersikap rendah hati pada ilmu dan guru (pendidik), selalu berusaha menjaga keridhoan pendidiknya, karena keridhoanna pedidik atau guru sangat berpengaruh dengan berkat tidaknya ilmu yang di berikan oleh seorang pendidik. Beberapa yang harus di hindari oleh seorang peserta didik yaitu :
a.       Jangan menggunjing disisi gurunya
b.      Jangan menunjukan perbuatan yang buruk di depan dan di belakang gurunya
c.       Mencegah orang yang menggunjingkan gurunya
d.      Bila tidak sanggup mencegah orang yang menggunjingkan gurunya, maka sebaiknya dia menjahui orang tersebut.[12]
E.     Adab Belajar Menurut Para Ahli
Salah satu ulama besar umat muslim, Imam Al-Ghazali, dalam bukunyaIhya Ulumuddin menyampaikan adab menuntut ilmu bagi seorang pelajar. Ada tujuh poin penting tentang Adab Menuntut Ilmu Menurut Imam Al-Ghazaliyang diringkas dari pendapat ulama ahli tasawuf ini :[13]
1.      mendahulukan kebersihan jiwa dari akhlak yang rendah.
Menurut Al-Ghazali, selama batin tidak bersih dari hal-hal keji, maka ia tidak menerima ilmu yang bermanfaat dalam agama. Selain itu, batin juga tak akan diterangi dengan cahaya ilmu. Ibnu Mas’ud berkata, “Bukanlah ilmu itu karena banyak meriwayatkan, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang dimasukkan ke dalam hati.”
2.      mengurangi kesenangan-kesenangan duniawi dan menjauh dari kampung halaman hingga hatinya terpusat untuk ilmu. Allah tidak menjadikan dua jantung bagi seseorang di dalam rongga badannya. Oleh karena itu dikatakan, “Ilmu itu tidak memberikan sebagiannya hingga engkau memberinya seluruh milikmu.”
3.      tidak sombong dalam menuntut ilmu dan tidak membangkang kepada guru. Al-Ghazali menyarankan orang yang menuntut ilmu agar memberi kebebasan kepada guru yang mengajarnya selama tidak memperlakukannya dengan sewenang-wenang. Al-Ghazali juga menegaskan agar pelajar terus berkhidmat kepad guru. Menurutnya, ilmu enggan masuk kepada orang yang sombong seperti banjir yang tidak dapat mencapai tempat yang tinggi.
4.      menghindar dari mendengarkan perselisihan-perselisihan di antara sesama manusia. Menurut Al-Ghazali, hal tersebut dapat menimbulkan kebingungan saat menuntut ilmu.
5.      tidak menolak suatu bidang ilmu yang terpuji, tetapi harus menekuninya hingga mengetahui maksudnya. Jika umur membantunya, maka ia pun mesti menyempurnakannya.
6.      mengalihkan perhatian kepada ilmu yang terpenting, yaitu ilmu akhirat. Imam Al-Ghazali berpendapat, ilmu yang dimaksudkan adalah bagian dari muamalah dan mukasyafah. Ilmumukasyafah tersebut ialah makrifatullah atau mengenal Allah. Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu yang paling mulia dan puncaknya adalah mengenai Allah.
7.      tujuan belajar adalah menghiasi batin dengan sifat yang menyampaikannya kepada Allah Swt. Selain itu, ia juga harus mengharapkan mendapatkan derajat tertinggi di antara malaikatmuqarabin (yang dekat dengan Allah). Dengan tujuan ini, ia tidak mengharapkan kepemimpinan, harta, dan kedudukan.
Dan yang lain juga mengatakan sebagai berikut :
-          Ibnu Thowus mendengar dari bapaknya , menghormati guru adalah sunnah.
-          Maimun bin Mihran, janganlah kamu berdebat dengan orang yang lebih pintar darimu, itu tidak akan membawa manfaat bagimu.
-          Az-Zuhri , Salmah sering mendebat Ibnu Abbas, akhirnya Salmah tidak banyak mendapatkan ilmu darinya, padahal Ibnu Abbas ilmunya sangat banyak.
-          Ibnu Jama’ah : seorang murid jangan sampai masuk ke majlis syaikh kecuali harus ijin, baik syaikh dalam keadaan sendirian ataupun ada pendampingya. Ketika memasuki majlis taklim, hendaklah bersih badan, pakaian dan kukunya, jangan sampai bau badanya menyengat tidak harum. Ingat, masjlis taklim adalah majlis dzikir dan pertemuan yang hal itu merupakan ibadah.
-          Abu Bakar bin Al-Anbari dalam majlis ilmunya, ketika murid mendengarkan ilmu, suasananya sangat tenang, seolah-olah kepala mereka jika dihinggapi burung maka burung itu tidak akan terbang, saking tenangnya suasana belajar.
F.      Refleksi dan Hikmah Hadist
Dari beberapa adab yang dikemukakan di atas, tidak sepenuhnya mutlak berlaku di setiap lembaga pendidikan. Kedudukan‘urfatau kebiasaan terkadang bias menjadi adab yang harus dijunjung tinggi bagi peserta didik. Sehingga bisa dikatakan bahwaa dasebagian bentuk interaksi antara pendidik dan peserta didik yang disepakati sebagai suatu hal yang dianggap baik, bisa menjadi adab atau etika tertentu bagi peserta didik. Hal tersebut masih dapat ditoleransi selama tidak melanggar kaidah syari’at atau melampaui batas norma agama yang berkaitan dengan konsep muamalah dan interaksisosial.
Hubungan antara peserta didik dengan pendidik dalam prosespendidikan memang harus terjalin denganbaikdengantetapmemperhatikanbatas-batasannya untuk menjaga kesopanan peserta didikterhadap ilmu dan pendidiknya.
Pola hubungan pendidik dan peserta didik di atas masih cukup relevan untuk diaplikasikan dalam kegiatan belajar-mengajar dimasa sekarang, karena hubungan tersebut disamping tidak akan membunuh kreativitas pendidik dan peserta didik, juga dapat mendorong terciptanya akhlak yang mulia dikalangan peserta didik  khususnya, maupun semua pihak yang beperan dalam proses pendidikan.
Para ahli pendidikan Islam masa kini juga telah sepakat bahwa maksud dari pengajaran dan pendidikan bukan hanya berupa transformasi ilmu saja, tetapi juga mendidik akhlak dan jiwa peserta didik, menanamkan karakter baik dan islami pada jiwa mereka, serta mempersiapkan mereka untuk menuju suatu kehidupan yang lebih nyata yaitu ketika berafiliasi dan bersosialisai di tengah-tengah masyarakat. Apabila adab-adab tersebut telah mampu terealisasikan, maka peserta didik akan lebih mudah mencapai apa yang dicita-citakan.[14]
FOOTNOTE
[1] Munawir, Al-munawir, hal. 13-14, lihatjuga Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: YP#A, 1973, hal 37
[2] Hadis Tarbawi (hadis-hadis pendidikan), abdul majid khon, Hlm. 298
[3] Munawir, Al-munawir, hal. 13-14, lihatjuga Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: YP#A, 1973, hal. 205

[4] Al_attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung;Mizan, 1984 hal. 52
[5] Ibid, hlmm. 60
[6] Ibid, hal 62
[7] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz V, h. 108, lihat juga juz I, h. 126.
[8] Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juz III, h. 361.
[9] Al-Bukhari. Shahih al-Bukhari, juz I, h. 211
[10] Muslim, Shahih Muslim, Juz IV, h. 1714
[11]Belajar dan menuntut ilmu,  Ensiklopedia amal shaleh hal. 34
[12]  Hadist Tarbawi, Hadis tentang belajar dan mengajar , Dra. Suryani, M.Ag. hal. 60
[13] http://www.duniaislam.org/21/03/2016/adab-menuntut-ilmu-menurut-imam-al-ghazali/
[14] http://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pendidikan-karakter-adab-murid.html
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok......11
PROSES KEHIDUPAN SOSIAL KEMASYARAKATAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP.
Perjalanan kehidupan manusia:
1.      Alam roh                     6. Hari kebangkitan (yaumul ba’as)    11. mizan
2.      Alam kandungan         7. Padang Mahsyar (yaumul hasyr)     12. telaga
3.      Alam dunia                 8. Syafa’at                                           13. sirat
4.      Alam kubur (barzah)   9. Hisab dan mizan                             14. Surga & Negara.
5.      Kehancuran alam        10. Penyerahan catatan amal
Adapun nomor 7:
1.      7 Orang yang dilindungi oleh Allah swt.
2.      Matahari 1 Mill.
3.      Manusia di giring.
Adapun alam dunia, pembahasan bisa di kaji banyak namun materi yang ada yaitu cara mencapai bahagia dunia:
1.      Pendidikan
2.      Pengalaman
3.      Nasib
Tapi ada yang mempersempit:
1.      Alam roh.
2.      Alam rahim
3.      Alam dunia
4.      Alam akhirat

PROSES KE-4....ALAM KUBUR (ALAM BARZAH)

A.    Alam Barzah.
1.      Keadaan Alam kubur sebagai permulaan alam akhirat
Setelah manusia itu mengakhiri hidupnya di alam dunia, yakni ia telah mati, maka untuk selanjutnya ia di kuburkan dan selanjutnya mengalami perpindahan alam lagi yaitu menempuh kehidupan di alam kubur (barzah). Adapun sifat dan keadaan yang ketiga atau alam barzah ini adalah lebih luas lagi dari keadaan alam dunia sekarang ini. Sebagai perumpamaan dapatlah di katakana bahwa perbandingan antara alam barzah dengan alam dunia sekarang ini adalah sebagaimana perbandingan antara alam dunia sekarang dengan alam sewaktu masih dalam kandungan ibu.
Adapun kehidupan di alam barzah ini sifatnya juga hanya sementara waktu, yaitu hingga datangnya hari kiamat. Sebab setelah datangnya hari kiamat nanti akan ada kehidupan lagi yaitu kehidupan tahap yang keempat (terakhir), yakni kehidupan di alam ahirat.[1]
Di dalam hadist Nabi di tegaskan bahwa alam kubur merupakan tahap pertama menuju alam akhirat. Alam kubur bisa juga sebagai taman surga atau lubang neraka, seseorang yang selamat melewati tahap pertama itu untuk tahap selanjutnya bakal lebih ringan, tetapi jika melalui tahap pertama tidak selamat, untuk tahap selanjutnya akan semakin berat.
Sabda Rasulallah saw:
‘’Sesungguhnya alam kubur merupakan tahap pertama menuju alam akhirat. Apabila seseorang selamat melewati tahap pertama, maka untuk tahap selanjutnya bakal lebih ringan. Namun jika tidak selamat melewati tahap pertama, maka untuk tahap selanjutnya akan lebih dahsyat.’’ (H,R. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim)
Sabda Rasulullah s.a.w yang lain;
 ‘’Bahwasanya kubur itu merupakan satu taman dari taman-taman surge, atau merupakan satu lubang dari lubang-lubang neraka.’
Dari hadist di atas kita bisa menyimpulkan, bahwa keadaan di kubur (selamat atau celaka) bisa di jadikan untuk menentukan keadaan pada tahap berikutnya yang kekal abadi, alam akhirat. Selamat di alam kubur, besar kemungkinan bahagia dan selamat di alam akhirat. Sebaliknya, celaka di alam kubur, berarti penderitaan di alam akhirat.
Allah berfirman S. at-Takastur ayat 1-2:
 ‘’Bermegah-megah telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk dalam kubur.’’
Firman Allah di atas intinya umat manusia agar tidak terbuai dengan kemegahan dunia, harta, kedudukan, anak, pengikut, dan sebagainya. Sebab, semuanya itu kadang-kadang menjadikan manusia lupa daratan, melupakan tujuan hidup, melupakan Allah, dan mengabaikan pertntah-Nya.[2]
2.      Pertanyaan kubur  (Munkar dan Nakir)
Bila seseorang sudah di letakkan di kuburnya, semua orang yang mengantar sudah kembali pulang, maka roh si mayit itu akan dapat mendengarkan bunyi terompah mereka yang mengantar itu, lalu dating kepadanya dua malaikat, ia di suruh duduk, lalu kedua malaikat itu bertanya; Apa yang kamu ketahui tentang seseorang yang bernama Muhammad? Bila ia seorang mukmin, ia akan menjawab aku mengetahui bahwa ia adalah Rasul Allah dan hamba Allah. Kedua malaikat itu lalu berkata: Bahwa Allah sudah mengganti kedudukanmu di dalam Neraka dengan mengganti kedudukan di dalam Surga. Adapun orang-orang kafir, munafik akan di Tanya: Apa yang engkau ketahui tentang Muhammad? Orang kafir dan munafik itu akan menjawab: Aku tidak kenal ia dan aku hanya mengatakan akan apa yang di katakana orang banyak. Kedua malaikat itu lalu berkata: engkau tidak mengenalnya dan tidak pula engkau tanyakan kepada orang yang mengenalnya. Orang kafir dan munafik itu lalu di pukul dengan pemukul dari besi sehingga berteriak yang di dengar oleh semua mahluk selain jin dan manusia.
Hadist di riwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan lain-lain dari Al Barra’ bin ’Azib: sesungguhnya Rasulallah saw bersabda:
”Seorang muslim bila di anya di dalam kuburnya lalu menjawab dengan pengakuan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul atau utusan-Nya. Penjawaban demikian yang di maksudkan dengan kata-kata “Qaulis Stabit fil hayatid dunya wa fil Akhirah” di dalam surat Ibrahim ayat 27. Artinya satu jawaban yang sangat tepat.”
Di dalam Hadist yang lain tentang siksa kubur diterangkan bahwa setiap roh manusia yang sudah mati akan di tanyakan di alam kuburnya akan di Tanya 3 pertanyaan: siapa Tuhanmu, siapa Nabimu, dan apa agamamu. Jawaban yang betul adalah : Allah Tuhanku. Muhammad Nabiku, dan Islam agamaku. Ketiga jawaban inilah yang di maksudkan “Qaulis Tsabit itu.
3.      Keadaan roh dan tingkatan-tingkatannya di alam kubur
Imam Ibnul Qoyyim setelah membahas ayat, Hadits dan pendapat para ulama’ tentang keadaan roh manusia setelah mati, lalu mengambil kesimpulan yang terkuat yaitu bahwa roh-roh manusia di alam barzah bertingkat-tingkat tidak sama kedudukanya malah berbeda-beda dengan perbedaan-perbedaan yang amat besar di antaranya:
a.       Ada roh-roh yang menempati tempat tertinggi yaitu fi a’lal i’lliyyina fi al-mala i al-a’laa (pada derajat yang paling tinggi di alam tertinggi) yaitu roh para Nabi dan Rosul. Dan tempat tertinggi inipun berbeda-beda pula tingkat dan derajatnya, sebagaimana yang dilihat Nabi Muhammad SAW ketika Isra’ dan Mi’raj.
b.      Ada roh-roh yang diumpamakan burung-burung hijau yang berterbangan di dalam surga, yaitu roh para Syuhada (orang mati dalam peperangan membela agama Islam.) tetapi tidak seluruhnya roh para Syuhada demikian,ada diantara roh para syuhada itu yang bertahan dipintu surga karena masih ada hutang yang belum dibayar semasa hidupnya. Diriwatkan dari Muhammad bin Abdullah bin Jahsy, bahwa seorang datang pada Rasulullah dan bertanya:
Artinya: ya Rasulallah, bagaimana sekiranya aku mati dalam perang fi sabilillah? Jawab Rasulullah: surga. Orang itu lalu berpaling mau pergi, tetapi Rasulullah tiba-tiba menyambung bicaranya dengan berkata, kecuali bila masih ada hutang, hal ini baru saja dibisikkan Jibril kepadaku.
c.       Ada roh-roh yang bertahan dikuburnya masing-masing, seperti yang diterangkan dalam sebuah Hadits yang menerangkan pencurian yang dilakukan seorang terhadap harta rampasan yang belum dibagi-bagi. Pencuri itu akhirnya mati dimedan perang (mati syahid). Mendengar yang mencuri tadi mati syahid, orang-orang lalu mengucapkan selamat kepadanya dengan berkata Hani an lahu al-Jannah (berbahagia dia masuk surga), mendengar itu Rasulullah berkata: Demi Allah yang jiwaku ada pada kekuasaan-Nya harta rampasan yang dicurinya akan menyala menjadi api yang membakarnya di alam kuburnya.
d.      Ada roh-roh yang berkedudukan dipintu surga, sebagaimana yang diterangkan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: para Syuhada bertempat tinggal dipinggir sungai di pintu surga, dalam sebuah rumah yang mempunyai kubah yang hijau, mendapat rizki dari surga pada waktu pagi dan sore.
e.       Ada roh-roh yang bertahan dipermukaan bumi ini, tidak dapat balik ketempat yang tinggi. Inilah yang dinamakan roh rendah. Yaitu roh-roh orang yang semasa hidup didunia ini tidak dapat merasakan kenikmatan iman terhadap Tuhan-Nya, tidak pernah merasakan cinta terhadap Tuhan dan tidak pernah ingat kepada Tuhan-nya, tidak pernah ingin mendekat kepada Tuhan-Nya. Orang yang semasa hidupnya hanya memikirkan hal-hal yang bersifat duniawiah saja.
f.       Ada roh-roh yang tempatnya dalam lubang panas, dalam sungai darah dll. Sebagaimana diterangkan dalam hadits-hadits lain yang mendapat siksaan sampai hari kiamat tak putus-putus.[3]
B.     Nikmat kubur dan adzab kubur
1.      Nikmat kubur
Allah menciptakan bumi dan mahluk secara berpasangan-pasangan ada langit dan bumi, bulan dan matahari, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, dunia dan akhirat, surge dan neraka, siksa kubur dan nikmat kubur, dan seterusnya.
Nikmat atau pahala kubur di berikan kepada orang yang semasa hidupnya bertaqwa kepada Allah, gemar beramal saleh, rajin beribadah, dan kebaikan lainnya. Jelasnya kenikmatan kubur diperoleh lantaran amalan-amalan salehnya selama di dunia. Bukan karena anak istri, harta kekayaan, kedudukan, dan lain-lain yang tidak di niati karena Allah.
Dari al-Bazzar, bahwasanya Rasulallah saw bersabda:
 “Tujuh macam amalan yang akan terus mendatangkan pahala bagi seorang hamba di dalam kubur ialah orang-orang yang mengajarkan ilmu agama, orang yang mengalirkan sungai, orang yang menggali sumur, orang yang menanam pohon yang berbuah, orang yang membangun masjid, orang yang mewariskan al-Qur’an, orang yang mempuyai anak soleh yang selalu mendo’akan orang tuanya.”
Hadist Nabi yang diriwatkan oleh imam Muslim:
“Jika seorang anak adam meninggal dunia maka putuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendo’akan orang tuanya.”
2.      Adzab kubur
Seperti halnya kehidupan kubur dan pertanyaan kubur, adzab kubur adalah benar adanya. Orang-orang yang merasakan adzab kubur, tentunya orang-orang kafir, durhaka kepada Allah, dan miskin amal saleh. Pendek kata orang kafir dan sebangsanya akan merasakan adzab kubur yang pedih, dan disempitkan kehidupan kuburnya.
Allah berfirman pada surat Toha ayat 124:
 “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”[4]
C.     Lamanya di alam kubur
Lamanya berdiam (tinggal) di alam kubur itu sejsk mereka di kuburkan hingga dibangkitkannya di hari kiamat kelak. Namun bagi orang-orang kafir, musyrik, munafik, murtad, fasik dan orang-orang yang durhaka sama Allah, serta sama sekali tidak beriman dan tidak menta’ati perintah Allah dan Rasul-Nya selama hidupnya maka mereka ini tinggal di alam kubur lamanya serasa beribu-ribu tahun dan berabad-abad lamanya. Tapi sebaliknya bagi orang Muttaqin, Mu’min, Muhlisin yang konsekwen terhadap keimanan dan keislamannya, maka mereka tinggal di alam kubur serasa sebentar saja.
Adapun ayat al-Qur’an yang menjelaskan akan di bangkitkanya semua manusia dari kuburnya di hari kiamat yang kemudian akan hidup di alam yang terahir, alam ahirat, alam yang lebih baik dan kekal selama-lamanya setelah manusia sama dihisap dan diputusi dalam siding Mahkamah Yaumil-kiamat adalah sebagaimana  “Dan sesugguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tidak ada keraguan padanya, dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang yang di dalam kubur.” Jadi lamanya tinggal di dalam kubur itu mulai manusia mati, dan di kuburkan hingga manusia itu di bangkitkan di hari kiamat untuk beralih di alam yang kekal.
KESIMPULAN
Di dalam hadist Nabi di tegaskan bahwa alam kubur merupakan tahap pertama menuju alam ahirat. Alam kubur bisa juga sebagai taman surga atau lubang neraka, seseorang yang selamat melewati tahap pertama itu untuk tahap selanjutnya bakal lebih ringan, Tetapi jika melalui tahap pertama tidak selamat, untuk tahap selanjutnya akan semakin berat.
Kehidupan di alam barzah itu sifatnya tidak lama yaitu hanya sementara waktu, sampai datangnya hari kiamat. Sebab setelah datangnya hari kiamat nanti aka nada kehidupan lagi yaitu kehidupan tahap keempat.
FOOTNOTE
[1] M. Ali chasan Umar, Alam kubur, Jakarta: cv. Toha Putra. Hal: 21
[2] . Drs. Moh Anwar, Alam kubur atau alam barzah, Jakarta, S.A. Alaydrus cet:1988 Hal:67-68
[3] Jakarta, C.V. Kinta-Anggota IKAPRI  1994, Hal: 161 dan 173-175
[4] Al-Ghazali, Menyingkap Rahasia ALAM BARZAH (ALAM KUBUR), CV. Bintang
Pelajar.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
PROSES KE-5
KEHANCURAN ALAM SEMESTA
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi abad ke-21, membuat para ilmuan berlomba-lomba untuk menguak seluruh fenomena yang terjadi di alam semesta ini melalui berbagai eksperimen maupun observasi.
Para fisikawan semula disibukkan dengan awal mula kejadian alam. Banyak teori yang muncul dari semua penelitian. Teori Kondensasi, Teori Steady-State, hingga Teori Dentuman Besar yang lebih dikenal dengan Teori Big Bang. Tidak ada yang bisa mengetahui kebenaran secara mutlak dari teori-teori tersebut. Akan tetapi banyak ilmuan yang mempercayai, Teori Big Bang-lah yang mendekati kebenaran ilmiah.
Selanjutnya, teori mengenai berakhirnya alam ini pun juga menyedot perhatian para ilmuan. Terlebih dunia juga sempat dikejutkan dengan salah satu film yang menceritakan tentang hari berakhirnya alam ini, Hari Kiamat.
Kehancuran alam semesta merupakan peristiwa yang paling besar dari serangkaian fenomena alam yang pasti akan terjadi dalam sejarah kehidupan manusia dan seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini. Ketika fenomena alam terbesar ini terjadi, alam semesta akan kembail menyusut dan mengecil, sehingga benda-benda langit saling bertumbukan diremas oleh gaya gravitasi yang maha kuat dan akhirnya masuk kembali dalam singularitas menuju ketiadaan; Kiamat Universal.[1]Hancurnya alam semesta, diiringi dengan keadaan musnahnya umat manusia yang berarti hancurnya seluruh peradaban yang telah dibangun oleh manusia selama berabad-abad lamanya. Tentu saja banyak orang-orang yang ingin menetahui kapan dan bagaimana kiamat itu terjadi. Memang manusia tidak dapat meramalkan kapan kehancuran alam semesta akan terjadi, tetapi bagi ilmuwan ada skenario-skenario yang dapat dibuat yang menjurus pada kepunahan umat manusia. Begitu juga dengan pemakalah yang mencoba mengkaji teori kehancuran alam semesta dari perspektif Al-Qur’an dan Sains Modern (Teori Big Crunch).
Sains tidak dapat dikatakan netral, melainkan mengandung nilai-nilai yang menyusup melaui konsensus para ilmuan yang membenarkannya. Sains telah berkembang selama empat abad dalam lingkungan bangsa Eropa yang tak Islam dan selama itu pula telah mewarisi nilai-nilai tak Islami. Dasar pemikiran sains yang mereka susun membatasi sains itu sendiri sedemikian rupa sehingga ia tak dapat menerima masukan dari agama, sehingga agama dimasukkan dalam kelompok ilmu lain yaitu ilmu metafisika.[2]
Tema kehancuran alam semesta perlu ditinjau dari perspektif Islam dan Sains Modern. Hal tersebut karena sains dikembangkan untuk mencari kebenaran, maka pada akhirnya ia akan bersesuaian juga dengan Al-Qur’an. Sebab ayatullah dalam jagad raya atau Al-Kaun yang diteliti oleh para saintis tidak mungkin bertentangan dengan ayatullah di dalam Al-Qur’an. Kebenaran tentang  kehancuran alam semesta yang terdapat dalam berbagai ayat-ayat Al-Qur’an adalah absolut. Sains berusaha menjelaskan secara ilmiah dari fenomena kiamat tersebut, dan untuk menguatkan informasi yang telah ada dalam Al-Qur’an.
Ahmad Khoirun Marzuki mengungkapkan perkara yang ditetapkan oleh Al-Qur’an mengenai hari kiamat tidak bertentangan dengan teori ilmu alam yang dikemukakan oleh para pakar.[3] Timbul pertanyaan, bagaimana kehancuran alam semesta dalam perspektif Al-Qur’an dan Sains? Dan apa pesan moral kiamat atau kehancuran alam semesta?
Dengan mempertimbangkan bahwa Al-Qur’an sebagai sebuah wahyu dengan kebenarannya yang bersifat absolut sehingga harus selalu ditafsirkan kembali sesuai dengan kebutuhan pada masa kini, dan sains sebagai sebuah pengetahuan yang bersifat universal sehingga perlu dibuktikan secara ilmiah, maka dipandang perlu untuk melakukan pengkajian tentang Teori Kehancuran Alam dipandang dari Al-Qur’an dan Sains Modern.
Sistematika pembahasannya meliputi: Teori Kehancuran Alam dalam Perspektif Al-Quran, Teori Kehancuran Alam menurut Sains Modern (teori Big Crunch), dan hubungan diantara Islam dan Sains.
Batasan Masalah
Al-Qur’an memiliki banyak ayat yang menganjurkan manusia untuk berfikir dan menggunakan akal mereka dalam mengungkapkan rahasia alam semesta.[4] Pada kesempatan ini, pemakalah membatasi sumber yang diambil dari ayat Al-Quran. Ayat Al-Quran yang digunakan adalah surat Al-Anbiya’ ayat 104. ” Pada hari kami melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku”.
Kiamat atau kehancuran alam semesta merupakan fenomena tersendiri untuk para cendekiawan dan ilmuan. Salah satu cabang ilmu yang menelaah kiamat adalah sains. Dalam hal ini pemakalah membatasi kajian mengenai kehancuran alam semesta perspektif sains pada teori Big Crunch.
Kajian pustaka
Skripsi yang ditulis Oni Puji Astuti, (Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), berjudul: Kiamat Menurut Qur’an. Skripsi ini berisi tentang Penelitian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tentang kiamat, sehingga tidak ada keraguan untuk tidak mempercayai adanya kiamat. sehingga umat Muslim lebih Istiqomah dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ayat- ayat di dalam Al-Qur’an di kaji secara mendetail tentang peristiwa kiamat. Perbedaannya dengan makalah penulis adalah bahwa dalam skripsi ini tidak membahas tentang kiamat tersebut dari perspektif sains, sehingga yang membaca skripsi ini khususnya kaum Muslim tidak mempunyai argumen untuk menyangkal hal yang dikemukakan oleh ilmuan non Muslim yang tidak sejalan dengan Al-Qur’an. Sedangkan dalam makalah penulis, membahas teori kehancuran alam dalam dua perspektif, yaitu dari Al-Qur’an dan Sains.
Skripsi yang ditulis oleh Efa Ida Amaliyah, (jurusan Tadris Pendidikan Fisika, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), berjudul: Kehancuran Alam semesta dalam Al-Quran (Perspektif Kosmologi). Skripsi ini berisi tentang kehancuran alam semesta dalam Al-Qur’an perspektif kosmologi. Pada skripsi ini membahas kehancuran alam dari segi sains secara global dengan mengambil berbagai macam teori seperti Big Crunch, Big Chill dan Big Rip. Hail itu berbeda dengan makalah penulis yang lebih mengkhususkan pada teori Big Crunch.
Karya Tulis Ilimiah yang ditulis oleh Susanti Rahayu, (jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan tekonologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), berjudul: Teori Kehancuran Alam menurut Islam dan Sains (Fisika). Karya Tulis Ilmiah ini bersisi tentang teori kehancuran alam ditinjau lebih umum yaitu dari Islam. Sehingga rujukannya tidak hanya dari Al-Qur’an melainkan mengambil juga dari Hadits, hal tersebut yang membedakan dengan makalah penulis. Pemakalah hanya mengambil teori dari satu ayat Al-Qur’an yaitu surat al-Anbiya’ ayat 104. Selain itu, dalam perspektif sains, karya ilmiah ini mengambil beberapa teori kehancuran alam, sedangkan pemakalah hanya ditinjau dari satu teori, yaitu teori Big Crunch.
BAB II
KEHANCURAN ALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Teori kehancuran semakin berkembang seiring dengan adanya beragam isu mengenai kapan tepatnya kehancuran alam terjadi. Dalam kehidupan masyarakat hari kehancuran alam lebih dikenal dengan Hari Kiamat. Setelah masa yang semakin berlalu, keadaan yang menandakan akan dekatnya zaman menuju kehancuran semakin digali. Bahkan telah banyak ilmuan menemukan beberapa fenomena alam yang dapat menjelaskan kebenaran Al-Quran dan hadis mengenai tanda datangnya Hari Kehancuran Alam.
Tidak bisa dipungkiri, rahasia Hari Kiamat hanya Allah SWT yang tahu, Dialah yang mengetahui segala sesuatu. Ketika Komet Levi-Schumacher masuk ke dalam daerah Tata Surya dan tertangkap oleh Yupiter, banyak komentar yang diberikan oleh para astronom. Mereka mengatakan, apabila komet itu lolos, maka akan menghantam Bumi dan kehidupan  di Bumi akan lenyap.[5]
Di dalam Al-Quran sendiri, terdapat beberapa tanda-tanda Hari Kehancuran salah satunya seperti dalam surat Al-Anbiyaa’ ayat 104
Artinya: “ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama Kami akan mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya.”
Ketakutan yang besar dan terbesar itu, mulai terjadi pada hari Kami melipat langit dengan sangat mudah bagaikan melipat lembaran buku-buku atau kertas. Ketika itulah bermula proses perhitungan dan pembalasan. Hal itu sangat gampang Kami lakukan-walaupun makhluk telah mati dan punah, karena sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama dari ketiadaan menjadi ada, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji atas diri Kami, yakni yang pasti Kami tepati atas kehendak Kami sendiri bukan karena terpaksa; sesungguhnya Kami-lah yang kan melaksanakannya. Demikian juga halnya dengan langit bila ditutup atas kuasa Allah Swt. “semua langit dilipat dengan tangan kanan-Nya” (QS. az-Zumar: 97), dalam arti semua langit hilang dari pandangan dan pengetahuan siapapun kecuali Allah Swt. dan siapa yang dikehendaki-Nya.[6]
Pengetahuan tentang hari kehancuran, hanya Allah yang mengetahuinya. Manusia hanya diberi ilmu sedikit.[7] Al-Qur’an hanya memberikan beberapa isyarat tentang hari kehancuran alam semesta ini. Belum tentu sebagai suatu rangkian mekanisme yang pernah terjadi atau dapat diprakirakan oleh sains saat ini. Tetapi mengkaji kemungkinan secara ilmiah, diharapkan memerkuat keyakinan kita akan kepastian hari kehancuran.
Menurut teori evolusi bintang, matahari akan membesar menjadi bintang raksasa, merah menjelang kematiaanya. Pada saat itu matahari bersinar sedemikian terangnya hingga lautan akan mendidih dan kering, batuan akan meleleh, dan kehidupan pun akan punah. Kemudian matahari akan terus bertambah besar hingga planet-planet disekitarnya, merkurius, venus, bumi dan bulan serta mars, masuk ke dalam bola gas matahari. Barangkali kejadian inilah yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an Surat al-Qiyamah ayat 7-9 sebagai “bersatunya matahari dan bulan”. Kita tidak bisa bicara tentang rentang waktu tibanya peristiwa ini sampai akhirnya kehancuran ntotal alam semesta. Karena, walaupun secara teoritik dapat diperkirakan kapan matahari akan menjadi bintang raksasa merah, sekitar 5 milyar tahun lagi, tetapi kepastian tentang saat kehancuran hanya Allah yang tahu.[8]
Jatuhnya pecahan komet berdiameter sekitar 100 meter di Tunguska (Siberia Utara) menumbangkan hutan dengan radius 25 km, dan ledakannya terdengar sejauh 800 km. ini contoh kerusakan akibat tumbukan benda langit.[9]
Kehancuran total nampaknya bermula dari berkontraksinya alam semesta. Kontraksi atau pengerutan alam semesta yang digambarkan dalam model alam semesta yang digambarkan dalam model alam semesta “tertutup” mirip dengan gambaran Al-Qur’an tentang hari kehancuran semesta. “Apabila matahari digulung dan apabila bintang-bintang berjatuhan” (at-Takwir: 1-2). Mungkin ini menggambarkan ketika alam semesta mulai mengerut. Ketika itulah galaksi-galaksi mulai saling mendekat dan bintang-bintang, termasuk tata surya, saling bertumbukan, atau ‘jatuh’ satu menimpa yang lain. Alam semesta makin mengecil ukurannya. Dan akhirnya semua materi di alam semesta akan runtuh kembali menjadi satu kesatuan seperti pada awal penciptaannya. Inilah yang disebut Big Crunch (keruntuhan besar) sebagai kebalikan dari Big Bang, ledakan besar saat penciptaan alam semesta. Kejadian inilah yang digambarkan oleh Allah dalam Surat al-Ambiya’ ayat 104 dengan mengumpamakan pengerutan alam semesta seperti makin mampatnya lembaran kertas yang digulung.

BAB III
KEHANCURAN ALAM PERSPEKTIF SAINS MODERN
(TEORI BIG CRUNCH)
Big Crunch menyatakan alam semesta akan terus berkembang hingga titik maksimal, kemudian setelah mencapai titik maksimal maka alam semesta akan mengalami kompresi atau mengecil dan akhirnya kembali menjadi titik.[10]
Untuk menentukan nasib mana yang menunggu alam semesta, kita perlu lebih mengerti secara menyeluruh faktor apa yang menyebabkan mengembang dan mengempis. Tapi sebelum kita mempelajari lebih dalam, analogi sederhana mungkin dapat membantu. Andaikan anda melempar sebuah batu ke udara. Selama sebuah batu tersebut naik, gravitasi bumi akan melambatkan kenaikan batu dan pada akhirnya menghentikan gerak batu sehingga batu jatuh kembali ke bumi. Di sisi lain, jika anda dapat melemparkan batu lebih cepat daripada the earth’s escape velocity , batu akan naik selamanya. Sifat pergerakan batu tergantung pada kekuatan gravitasi dan impuls keatas yang diberikan kepada batu. Hal yang sama berlaku untuk pengembangan alam semesta.
Tidak lama dari waktu kelahiran alam semesta, beberapa proses memulai pengembangan alam semesta. Sejak saat itu gaya-gaya gravitasi antar galaksi dan semua muatan-muatan alam semesta yang lain memperlambat ekspansi. Jika gaya gravitasi alam semesta cukup lemah, atau jika impuls atau daya dorong awal ekspansi cukup kuat, kita dapat perkirakan alam semesta akan mengembang selamanya. Dan sebaliknya.
Untuk mengukur kekuatan relatif dari efek-efek ini terhadap alam semesta, kita dapat membandingkan energi gravitasi yang mempertahankan posisi galaksi satu dengan yang lain dengan energi ekspansinya.
Untuk melihat seberapa kuat efek dari gravitasi, para ahli astronomi menggunakan hukum gravitasi Newton, yang dimodifikasi untuk menghitung teori relativitas. Yang akhirnya menyatakan bahwa jauh lebih mudah untuk bekerja dengan rapat massa alam semesta (jumlah massa yang dikandung menghasilkan volume). Alasannya adalah sederhana: para ahli astronomi dapat mengukur parat massa alam semesta tapi tidak bisa mengukur secara langsung massanya. Untuk mengukur massanya, kita akan harus mengobservasi seluruh alam semesta. Untuk mengukur rapat massanya, kita hanya perlu menukur massa dalam luasan tertentu, yang mewakili volume kosmos.
A.    Rapat Massa Alam Semesta
Untuk mengukur rapat massa alam semesta, para ahli astronomi memilih sebuah volume dari alam semesta dan menghitung galaksi yang ada didalamnya. Selanjutnya kita mengukur massa setiap galaksi, tambahkan massa-massanya, dan bagi dengan volumenya[11]. Sebagai contoh, untuk mengukur rapat massa disuatu lokasi, para ahli astronomi memilih Local Group, yang tersusun atas tiga galaksi besar dan sekita dua dozen yang kecil. Massa total gas dan bintang di Local Group diperkirakan menjadi sekitar 1012 massa matahari, yang dapat kita ubah menjadi kilogram jika kita mengkalikannya dengan massa matahari,  kilogram. Jadi untuk massa sebuah kelompok sekitar  kilogram.
Selanjutnya, massa dibagi dengan volume Local Group, yang diasumsikan sebagai sebuah bola dengan radius adalah jarak dari pusat Local Group ke kelompok galaksi yang terdekat selanjutnya, sekitar 3 Mpc (sekitar  meter) jauhnya. Menggunakan rumus volume bola menghasilkan volume Local Group sekitar ,  meter kubik. Pembagian massa dengan volume ini menghasilkan rapat massa sekitar ,  kilogram per meter kubik, atau sekitar , kilogram per liter.
Disekitar Local Group adalah lingkungan suatu materiyang lebih beraneka ragam daripada rata-rata. Untuk mendapatkan sample yang lebih mewakili, kita harus melihat pada daerah yang lebih luas yang mencakup baik gugusan-gugusan maupun ruang-ruang kosong, dan kita harus memasukkan gas antar galaksi, terutama pada gugusan-gugusan. Sebuah perhitungan yang mirip untuk volume yang lebih besar dari galaksi ini dihasilkan sebuah nilai yang sedikit lebih kecil sekitar kilogram per liter atau, rata-rata, secara kasar 2 atom hidrogen per 10 meter kubik. Rapat massa yang rendah ini memeberikan beberapa indikasi seberapa tipis rapat massa alam semesta saat ini.
Gambar 1. Ukuran alam semesta dimasa lalu dan masa depan yang dihitung memiliki perbedaan rapat mass.
Untuk menentukan apakah alam semesta akan berkembang selamanya atau mengempis, para ahli astronomi membandingkan observasi rapat massa ini dengan rapat massa kritis yang dihitung secara teori, yang ditulis dengan huruf rho . Jika rapat massa sebenarnya lebih besar daripada rapat massa kritis, alam semesta akan mengempis; jika lebih kecil, alam semsta akan mengembang selamanya. Kita dan menghitung rapat massa kritis dengan membandingkan enegri potensial gravitasi pada sebuah volume dengan energi kinetik ekspansi pada volume yang sama. Pada rapat massa kritis, kedua energi bernilai sama. Dan secara metematis rapat massa kritis   adalah
Dimana H adalah konstanta Hubble dan G adalah konstanta gravitasi. Tanpa menurunkan penurunan secara penuh, kita dapat melihat kenapa persamaan ini terbentuk. Energi potensial gravitasi tergantung pada rapat massa dan konstanta gravitasi Newton, dimana enegri kinetik tergantung pada kecepatan ekspansi kuadrat, yang dapat dihubungkan dengan konstanta Hubble. Sehingga, kita samakan nilai proporsional untuk  dan  dan kita selesaikan untuk .
Para ahli astronomi menggunakan besaran yang disebut omega ( ) untuk mengindikasikan seberapa dekat rapat massa yang diamati terhadap rapat massa kritis. Untuk jumlah materi dalam alam semesta, ahli kosmologi menentukan  sebagai nilai dari rapat massa yang sesungguhnya dibagi dengan rapat massa kritis:
Terdapat masalah-masalah dengan model alam semesta dengan banyaknya materi gelap. Seperti yang dapat dilihat dalam gambar diatas, nilai  memberikan implikasi bahwa Big Bang terjadi kurang dari 10 milyar tahun yang lalu. Hal ini dikarenakan pengurangan kecepatan alam semesta yang pada awalnya mengembang dengan cepat, jadi dapat mencapai ukuran yang besar lebih cepat daripada alam kemampuan alam semesta untuk mempertahankan laju tetap ekspansi yang lebih lambat. Umur untuk alam semesta dibawah 10 milyar tahun adalah masalah utama, karena terdapat gugusan berbentuk bola yang diperkirakan berumur 12-13 tahun dan tidak mungkin didalam alam semesta dapat menjadi lebih tua daripada alam semesta itu sendiri.
B.     Ditemukannya Supernova Tipe Ia
Untuk mengembangkan prediksi mengenai nasib akhir alam semesta, para ahli kosmologi telah mengembangkan perngertian yang berbeda menguji bagaimana alam semesta mengembang. Selain mengukur laju terkini dari ekspansi dan rapat massa alam semesta, cara ain adalah melihat pada sejarah ekspansi. Gambar diatas mengfokuskan pada sejarah ekspansi yang diilustrasikan pada ambar lainnya, menunjukkan tiga model dari sejarah ekspansi antara Big Bang dan massa kini. Meskipun tiga model berbeda dalam memprediksikan umur alam semesta, hal ini sangat sulit untuk mengukur secara langsung. Kita malah dapat mencari perbedaan antara model pada perbedaan redshifts atau pergeseran yang  terjadi ketika cahaya datang dari objek dilihat secara proporsional meningkat pada panjang gelombang, atau bergeser ke ujung merah spektrum.
Ketika kita mengobservasi sebuah galaksi pada redshifts z=1, panjang gelombang cahaya datang darinya telah memulur oleh faktor 2. Ini berarti alam semesta hanya setengahnya dari ukuran masa kini ketika sinar meninggalkan galaksi. Garis horisontal pada grafik 4 enunjukkan ketika alam semesta berukuran setengah dari besar ukuran sekarang.
Pada model  yang rendah, laju ekspansi hanya sedikit melambat, jadi ketika alam semesta berukuran setengah besarnya, alam semesta akan berumur setengah kali lebih tua daripada sekarang, cahaya telah merambat selama 2,5 milyar tahun untuk mencapai kita. Pada model  yang tinggi alam semesta mengandung massa yang lebih banyak, yang membuat alam semesta melambat secara cepat. Pada model ini cahaya dari objek pada z=1 merambat dibawah 4 milyar tahun. Dengan kata lain, jarak menuju sebuah galaksi dengan sebuah redshift akan terukur lebih kecil jika  lebih luas. Pada dasarnya, kita dapat menentukan nilai  jika kita dapat mengukur redshifts dan jarak antar galaksi-galaksi.
Obervasi supernova memungkinkan kita melakukan beberapa pengukuran, meskipun hal tersebut sering menemui kesulitan untuk memperoleh untuk beberapa galaksi yang jauh. Pada tahun 1990an, dengan menggunakan Hubble Space Telescope, para ahli astronomi memiliki kemungkinan untukledakan-ledakan supernova pada beberapa galaksi yang jauh. Terutama mereka telah mendeteksi supernova tipe Ia, yang dihasilkan dari ledakan white dwarfs.
Hasilnya ditunjukkan pada grafik 4. Garis yang tergambar pada grafik adalah prediksi alam untuk semesta dengan  yang rendah. Hal tersebut diharapkan bahwa semua perhitungan jarak akan menjadi kecil daripada ini. Cenderung kekiri garis. Malah pengukurannya cenderung berapa pada sisi kanan garis. Hal ini mengimplikasikan bahwa alam semesta berekspansi lebih lambat diwaktu lampau daripada sekarang ekspansi alam semesta semakin cepat.
C.     Energi Gelap
Pembahasan kita mengenai alam semesta saat ini didasarkan pada asumsi bahwa ekspansi disebabkan hanya oleh gravitasi materi didalamnya. Hal ini sebenarnya muncul menjadi sebuah penjelasan yang baik tentang bagaimana alam semesta mengembang, tetapi tarikan gravitasi hanya dapat semakin melemahkan ekspansi, dan hal ini bukan hasil yang ditunjukkan oleh supernova.
Penjelasan terbaik saat ini dari hasil yang kuat ini datang dari usaha awal Einstein untuk mengembangkan teori relitivitas umum. Einstein mengembangkan persamaan-persamaan untuk menjelaskan bagaimana materi dan energy curve space dan pembentukan gaya gravitasi. Ketika dia memecahkan beberapa persamaan, dia meletakkan bersamaan untuk mendeskripsikan grativitas, solusi matematisnya memungkinkan sebuah bentuk tambahan. Bentuk ini disebut tetapan kosmologis karena matematika relativitas umum mengusulkan bahwa hal tersebut seharusnya sama dimanapun dan sepanjang waktu.
Sebuah cara penjelasan tetapan kosmologis adalah sebagai sebuah energi yang mengisi sebuah ruang.energi ini tidak seperti energi-energi yang familiar untuk kita. Tetap konstan dimana pun, tetap ada bahkan ketika tidak ada apapun kecuali ruang, dan tidak berubah menipis seiring dengan ruang yang mengembang. Hal ini berbeda dengan bagaimana sifat materi dan energi elektromagnetik yang menyebar dan menjadi semakin tipis seiring dengan alam semesta yang mengembang.
Tidak ada pengukuran pada massa Einstein untuk menentukan nilai dari tetapan kosmologis. Bagaimanapun juga, jika tetapan kosmologis adalah nol, meniadakan pengaruh gravitasi[12]. Level tetap dari energi dimanapun menciptakan sebuah jenis tolakan kosmik, memicu ruang untuk berekspansi lebih cepat. Para ahli astronomi telah memberikan nama deskriptif tetapan kosmologis energi gelap karena merupakan pendamping materi gelap.
Sebenarnya, Einstein telah mengembangkan relatifitas umum sebelum Hubble menemukan ekspansi alam semesta, dan pada waktu itu alam semesta telah sedikit tetap statis daripada berekspansi atau berkontraksi. Relativitas umum memperkirakan bahwa alam semesta seharusnya bergerak, jadi Einstein mengusulkan bahwa tetapan kosmologis kemungkinan menjadi cukup besar dan menyeimbangkan tarikan gravitasi, membuat alam semesta statis/diam. Kemudian, dalam beberapa tahun sejak Usulan Einstein tentang tetapan kosmologi, para ahli astronomi menemukan bahwa alam semesta pada faktanya mengembang, dan Einstein menyimpulkan dia seharusnya menetapkan tetapan kosmologis sama dengan nol seterusnya. Dia menyebutnya “greatest blunder” karena dia kemungkinan memiliki perkiraan sebenarnya mengenai ekspansi alam semesta untuk memasukkan kedalam daftar  penemuannya yang luar biasa. Sejak saat itu, para ahli kosmologi mencatat kemungkinan dari tetapan kosmologis, tapi berdekade-dekade sebagian besar mengasumsikan bahwa konstanta kosmologis bernilai nol.
Pola ekspansi yang telah diprediksi untuk alam semesta dengan perkiraan terkini dari energi gelap dan materi gelap ditunjukkan pada gambar 6. Pada model ini, alam semesta pada awalnya berekspansi dengan cepat, namun tarikan gravitasi dari materi mulai memperlambat ekspansi. Bersamaan dengan itu, materi menipis dan gravitasinya menjadi lebih lemah. Sementara itu, walaupun, energi gelap akan tetap konstan, sehingga efek tolakannya mulai menjadi pengaruh yang kuat untuk mempercepat alam semesta. Alam semesta telah meneruskan kecepatan selanjutnya, jika kita memperhitungkan ke masa depan, alam semesta seharusnya berekspansi semakin cepat dan cepat.
Jika model ini benar dan merupakan teori yang paling baik berimplikasi bahwa alam semesta akan menghentikan dirinya sendiri. ruang akan berekspansisemakincepat dan cepat sampai materi pada saat ini saling berdekatan bersama banyak sekali dengan ekspansi ruang yang cepat. Ini adalah alternatif nasib dimana alam semesta tidak berekspansi selamanya: berekspansi sangat cepat dimana setiap bagian dari alam semesta pada akhirnya tertarik terpisah dari setiap bagian lainnya pada kecepatan yang menjadi semakin cepat yang mana semuanya musnah dari penglihatan masing-masing.
BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Ranah Integrasi-Interkoneksi teori Kehancuran Alam Semesta
1.      Ranah Epistimologi teori Kehancuran Alam Semesta dalam QS. Al-Anbiyaa’ ayat 104 dan Teori Big Crunch
“ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama Kami akan mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya.”
Ayat diatas menyatakan bahwa langit akan digulung seperti lembaran-lembaran kertas dalam hal ini langit akan berubah betuk dari luar menjadi sempit. Alam semesta pada teori Big Crunch diprediksi tidak akan berekspansi secara terus menerus. Menurut rapat massa alam semesta, suatu saat nanti gaya gravitasi antar galaksi yang mempengaruhi ekspansi akan melemah. Dan secara langsung akan memperlambat laju ekspansi.
Sebagaimana dinyatakan pada teori Big Crunch, dimana bukan hanya gaya gravitasi yang mempengaruhi ekspansi alam semesta. Namun awal mula terjadinya ekpansi  itu sendiri juga sangat berpengaruh atas kelangsungan ekspansi alam semesta ini. Sebuah proses ekspansi alam semesta pada awalnya tentu menghasilkan ukuran alam semesta yang berbeda dengan sekarang. Ukuran alam semesta pada awal ekspansi menentukan kecepatan ekspansi pada waktu itu. Dan didapatkan bahwa laju ekspansi pada masa yang lalu lebih lambat daripada masa kini. Hal tersebut juga ditemukan ketika dilakukan observasi terhadap supernova jenis Ia.
Selain gaya gravitasi didalam materi penyusun alam semesta, terdapat beberapa energi yang mempengaruhi ekspansi alam semesta yaitu energi gelap. Yang sifatnya sebanding dengan dorongan awal sebuah titik sumber ekspansi. Energi gelap ini terdapat dalam alam semesta dalam berkaitan erat dengan materi gelap. Sifat energi gelap ini memicu laju ekspansi.
Teori ini telah dibuktikan dengan hasil pengamatan Hubble Space Telscope yang mengobservasi supernova-supernova bahkan yang jauh sekalipun.
Ranah epistimologi yang digunakan dalam pembahasan ini menggunakan metode informatif- konfirmatif/klarifikatif yaitu sains memberikan penjelasan yang lebih khusus terhadap pernyataan pada Al-Qur’an.
2.      Ranah Aksiologi teori Kehancuran Alam Semesta
Semangat Al-Qur’an, menurut Fazlur Rahman, adalah semangat moral.[13] Bahkan tujuan Nabi diutus ke bumi untuk menyempurnakan moral. Oleh karena itu, setiap upaya penafsiran Al-Qur’an tidak dapat melepaskan diri dari pesan dan moral. Demikian halnya dengan ayat Al-Qur’an yang mebahas tentang kehancuran alam. Ada beberapa pesan moral kehancuran alam semesta
Mengubah Pandangan Hidup Dunia Materialistik Menjadi Seimbang Antara Dunia Akhirat
Adanya kehidupan akhirat, menurut  Qur’an adalah sangat penting karena berbagai alasan. Pertama, moral dan keadilan, menurut Al-Qur’an adalah kualitas untuk menilai amal perbuatan manusia karena keadilan tidak dapat dijamin berdasarkan apa yang terjadi di dunia. Kedua, tujuan-tujuan hidup harus dijelaskan dengan seterang-terangnya, sehingga manusia dapat melihat apa yang telah diperjuangkan. Ketiga, pembantahan dan perbedaan pendapat dan konflik di antara orientasi-orientasi manusia harus diselesaikan.
a.       Mendorong manusia berfikir Positif
Pesan moral kehancuran alam (kiamat) adalah untuk mendorong manusia beraktifitas yang positif (amal sholeh). Pengetahuan sains telah menyebutkan bahwa kehancuran alam pasti akan terjadi. Dalam Al-Qur’an, berbagai ayat mengajarkan akan keyakinan akan adanya hari pembalasan mengantarkan manusia untuk melakukan berbagai amal sholeh dalam kehidupannya.
b.      Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab
Amir Nuruddin mengutip pendapat A. Mukti Ali bahwa semangat poko dalam Al-Qur’an adalah untuk menanamkan ke dalam jiwa kesadaran tentang tanggung jawab.
c.       Pembenahan Diri Seawal Mungkin
Sains tidak apat dikatakan netral, melainkan mengandung nilai-nilai yang menyusup melalui para pakar yang mengembangkannya. Umat islam harus menekankan kepada umat muslim terutama peserta didik bahwa sains didasarkan pada eksperimental dan observasi terhadap alam yang tampak ini dan tidak mempunyai sekelumit pun pengetahuan tentang alam gaib. Kita harus menegaskan bahwa ekstrapolasi sains sampai pada periode penciptaan alam semesta tidak dijamin kebenarannya karena para pakar sendiri tidak tahu apa yang terjadi sebelum apa yang mereka namakan waktu Planck; yaitu seper-sepuluh-juta-triliun-triliun sekon sesudah penciptaan. Dan umat islam harus menjelaskan bahwa sains berkembang melalui berbagai tahapan. Pada tahapan-tahapan tertentu mungkin saja dalam sains tidak sesuai, atau bahkan saling bertentangan dengan isli Al-Qur’an. Akan tetapi karena sains dikembangkan untuk mencari kebenaran, maka pada akhirnya akan bersesuaian dengan Al-Qur’an.[14]
B.     Model Integrasi-Interkoneksi teori Kehancuran Alam Semesta
1.      Model Informatif teori kehancuran Alam Semesta
Pembahasan mengenai kehancuran alam semesta dalam sudut pandang Islam dan sains menunjukkan adanya kesamaan. Ilmu Islam (Al-Qur’an) memberikan informasi kepada ilmu sains dan teknologi bahwa alam semesta akan mengerut dan mengalami kehancuran. Dalam surat Al-Anbiyaa’ ayat 104 “ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku.”Secara tersurat menjelaskan bagaimana proses terjadinya hari akhir atau kehancuran dari alam semesta. Demikian juga dalam sains yang menjelaskan proses kehancuran alam semesta yang serupa. Menurut Teori Big Crunch, alam semesta akan berhenti berekspansi dan menyusut menjadi sebuah titik. Dengan demikian, displin ilmu Islam memberikan informasi kepada disiplin ilmu sains.
2.      Model Konfirmatif/ Klarifikatif teori Kehancuran Alam Semesta
Al-Quran dalam surat Al-Anbiyaa’ ayat 104 yang menjelaskan “ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama Kami akan mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya.” Ayat tersebut menerangkan bahwa bumi yang dihuni oleh manusia dan makhluk lainnya akan mengalami kehancuran. Agama islam menyebutnya dengan hari kiamat, seperti yang termuat pada rukun iman yang ke-6, yaitu iman kepada hari akhir. Fenomena kehancuran alam semesta yang telah dijelaskan oleh Al-Qur’an kemudian dipertegas oleh ilmu sains dan teknologi yaitu Teori Big Crunch. Dengan demikian, para ilmuan telah membuktikan QS. Al-Anbiyaa’ ayat 104  secara ilmiah yaitu dengan Teori Big Crunch.

FOOTNOTE
[1] Achmad Baichuni,  Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997),  hal. 273.
[2] Ibid., hal. 274.
[3] A. Khoirun Marzuki, Kiamat: Surga dan Neraka (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997)
[4] Ahmad Mahmud Sulaiman, Tuhan dan Sains (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001), Hal. 30.
[5] Achmad Baichuni, op. cit.,  hal. 260.
[6] M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lantera Hati. 2002), hal. 514-515
[7] Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010), hal. 134.
[8] Ibid., hal 135.
[9] Ibid.
[10] Stephen Ewing Schneider. Pathways To Astronomy. ( New York: The McGraw-Hill Companies, Inc., 2007), hal. 676.
[11] ibid
[12] ibid
[13] Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Muhamad  (Bandung: Pustaka, 1994), hal 36
[14] Achmad Baiquni, op. cit., h.274
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

PROSES KE-6
HARI KEBANGKITAN (YAUMUL BA’AS)
Kaum muslimin rahimakumullah, Hari Kiamat pasti terjadi, akan tetapi tidak ada seorang manusia maupun Malaikat yang tahu kapan terjadinya. Itulah keyakinan yang harus tertanam kuat dalam hati setiap muslim. Manusia yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah Ta’ala, yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak mengetahui kapan terjadinya. Demikian pula Malaikat yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah Ta’ala, yakni Malaikat Jibril ‘alaihis salam, tidak mengetahuinya.
A.    Hari Kiamat Terjadi di Hari Jum’at
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
“Sebaik-baik hari dimana matahari terbit adalah hari Jum’at. Pada hari Jum’at Adam diciptakan, pada hari itu dia dimasukkan ke dalam Surga dan pada hari Jum’at itu juga dia dikeluarkan dari Surga. Dan hari Kiamat tidaklah terjadi kecuali pada hari Jum’at.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 854).
Aus bin Aus radhiyallahu ‘anhu bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ قُبِضَ، وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيْهِ الصَّعْقَةُ
“Sesungguhnya sebaik-baik hari kalian adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan. Pada hari itu juga Sangsakala ditiup dan petir bergemuruh.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 883 dan Ibnu Majah, no. 1075. Hadits ini dinilai shohih oleh Al-Albani dalam Shahiih Abi Dawud, I/290 dan Shahiih Ibni Majah, I/322).
B.     Peniupan Sangsakala
Hari kebangkitan dimulai setelah peniupan Sangkakala oleh Malaikat Israfil, atas perintah Allah Ta’ala. Berapa kali sangkakala itu ditiup? Berkaitan dengan masalah ini, ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang berapa kali Sangsakala di tiup. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Katsir menyatakan ada tiga kali tiupan. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikh Sholih Alu Syaikh ketika beliau menjelaskan kitab al-Aqidah al-Wasithiyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa al-Qur‘an mengabarkan tiga kali tiupan. Tiga tiupan sangsakala ini adalah
Pertama, ialah tiupan al-faz’u(tiupan yang mengejutkan), sebagaimana disebutkan dalam surat An-Naml ayat 87. Allah Ta’alaberfirman:
وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّوْرِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ مَنْ شَاءَ اللهُ (87)
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah.” (QS. An-Naml: 87)
Kedua, yaitu tiupan ash-sha’iq(tiupan yang mematikan), dan yang ketiga adalah tiupan qiyam(bangkit). Dua macam tiupan ini terangkum dalam firman Allah Ta’ala:
وَنُفِخَ فِي الصُّوْرِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ مَنْ شَاءَ اللهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيْهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُوْنَ (68)
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian sangkakala itu ditiup sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannnya masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68).
Inilah tiga kali tiupan yang disampaikan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahulah. (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 4/260-261).
Sebagian ulama lagi berpendapat ada dua tiupan. Inilah pendapat Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin rahimahullah. Tiupan Sangsakala pertama berfungsi sebagai tiupan yang mengejutkan dan membuat pingsan semua makhluk, baik yang di langit maupun di bumi, kecuali yang dikehendaki Allah Ta’ala.Sedangkan tiupan kedua berfungsi untuk membangkitkan semua makhluk dari kuburnya. Setelah tiupan yang kedua ini, bangkitlah manusia dari liang kuburnya untuk menghadap Rabb semesta alam. (Syarhu Lum’at al I’tiqad, Tahqiq Asyraf Abdul Maqsud, hal. 114)
C.     Berapa Jarak Antara Dua Tiupan?
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُوْنَ
“Jarak antar dua tiupan Sangsakala itu empat puluh.” Lalu para sahabat bertanya, “Wahai Abu Hurairah, apakah 40 hari?” Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apakah 40 bulan?” Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apakah 40 tahun?” Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak tahu.” Kemudian turunlah hujan dari langit, lalu mereka tumbuh seperti tumbuhnya sayuran. Semua bagian manusia akan hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor. Dari tulang ekor itulah manusia diciptakan pada hari Kiamat.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4554 dan Muslim, no. 5253).
Demikianlah hadits tentang jarak antara tiupan ash-sho’iq (yang mematikan) dan tiupan al-qiyam(kebangkitan). Hadits ini hanya menyebutkan jaraknya adalah empat puluh, tanpa ada penegasan hari, bulan atau tahun. Adapun riwayat yang menegaskan 40 hari adalah riwayat yang lemah. Wallahu Ta’ala a’lam.
D.    Bagian Tubuh Manusia Yang Tidak Dimakan Tanah
Seluruh tubuh manusia akan hancur dimakan tanah, kecuali yang dikehendaki Allah Ta’ala. Adapun yang tidak hancur dimakan tanah adalah:
1.      Jasad para Nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى اْلأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ اْلأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mengharamkan tanah memakan jasad para Nabi.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 883, Ibnu Majah, no. 1075 dan dinilai shohih oleh Al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud, no. 962 dan Shohiih Ibni Majah, no. 889).
2.      Tubuh para syuhada (orang yang meninggal jihad fi sabilillah). Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu pernah menggali makam ayahnya yang mati dalam perang Uhud. Ayahnya dimakamkan bersama orang lain dalam satu liang. Kemudian ia merasa kurang senang membiarkan beliau bersama yang lain dalam satu kuburan. Maka kuburannya digali setelah setelah enam bulan. Ternyata, keadaan ayahnya masih sama seperti saat dikuburkan, kecuali telinganya. (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh  al-Bukhari, no. 1264).
3.      Tulang ekor manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ فِي الإِنْسَانِ عَظْمًا لاَ تَأْكُلُهُ اْلأَرْضُ أَبَدًا، فِيْهِ يُرَكَّبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، قَالُوْا أَيُّ عَظْمٍ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: عَجْبُ الذَّنَبِ
“Sesungguhnya pada diri manusia ada satu tulang yang tidak dimakan tanah selamanya. Padanya manusia disusun (kembali) pada hari Kiamat”. Para sahabat bertanya, “Tulang apakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tulang ekor.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 5255)
4.      Ruh manusia. Meskipun ruh manusia adalah makhluk, namun ia tidak akan punah. (Syarah Al-Aqidah Al-Safariniyah, Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Mani’, hal. 212)
E.     Keadaan Manusia Ketika Dibangkitkan
Setelah tiupan ash-sha’iq (tiupan yang mematikan), maka matilah yang di langit dan di bumi kecuali yang dikehendaki Allah Ta’ala. Lalu Allah Ta’ala menurunkan hujan yang membasahi bumi dan menumbuhkan jasad manusia dari tulang ekornya. Jasad-jasad manusia ini tumbuh seperti tumbuhnya sayuran yang disirami hujan. Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ تُخْرَجُوْنَ (11)
“Dan Rabb yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).”(QS. Zukhruf: 11)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ مَطَرًا كَأَنَّهُ الطَّلُّ أَوْ الظِّلُّنُعْمَانُ الشَّاكُّفَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادُ النَّاسِ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيْهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُوْنَ
“Kemudian Allah menurunkan hujan bagaikan gerimis atau awan. Maka tumbuhlah darinya jasad-jasad manusia. Kemudian ditiup kembali Sangsakala untuk kedua kalinya, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing).” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahu umatnya bahwasanya mereka akan dibangkitkan dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan, lalu dikumpulkan di padang Mahsyar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تُحْشَرُوْنَ إِلَى اللهِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan menuju Allah Ta’ala dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3349 dan Muslim, no. 2860, dari sahabat ‘Abdullah ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anhabertanya, “Apakah laki-laki dan wanita saling melihat satu sama lain?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
اَلأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يَنْظُرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ
“Keadaannya jauh lebih berat dari sekedar melihat satu sama lain.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 5102).
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

PROSES KE-7
PADANG MAHSYAR (YAUMUL HASYR)
A.    Yaumul Mahsyar (Hari Berhimpun)
Yaumul Mahsyar adalah tempat dikumpulkannya seluruh manusia dan makhluk hidup lainnya dari awal hingga akhir zaman untuk dihisab atau diperhitungkan semua amal yang dilakukannya di hadapan pengadilan Allah yang sejati. Setelah semua makhluk dibangkitkan (ba’ats) dari alam kubur, mereka akan digiring (nasyr) ke satu tempat yang disebut padang Mahsyar. Di sana mereka selanjutnya akan berkumpul menjadi satu himpunan untuk menunggu keputusan Allah SWT. Mahsyar adalah padang yang sangat luas dan datar, dimana tidak terlihat dataran rendah maupun tinggi di akhirat. Di Mahsyar inilah semua makhluk Allah (dari zaman nabi Adam as. hingga yang paling akhir ) yang berada di langit dan bumi termasuk manusia, jin, malaikat dan hewan, berkumpul dan berdesak-desakan dalam kondisi telanjang kaki, tidak berpakaian, dan belum dikhitan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً
“Manusia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.”[1]
Demikianlah keadaan manusia tatkala bertemu dengan Allah Ta’ala di Padang Mahsyar dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan. Meskipun demikian, akhirnya mereka diberi pakaian juga. Dan manusia yang pertama kali diberi pakaian adalah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَنْ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيْمُ
“Sesungguhnya orang pertama yang diberi pakaian pada hari Kiamat adalah Nabi Ibrahim.”[2]
Adapun pakaian yang dikenakannya ketika itu adalah pakaian yang dikenakan  ketika mati. Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْمَيِّتُ يُبْعَثُ فِيْ ثِيَابِهِ الَّتِيْ يَمُوْتُ فِيْهَا
“Mayit akan dibangkitkan dengan pakaian yang dikenakannya ketika mati.”[3]
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, tatkala hendak menguburkan jenazah ibunya, beliau meminta agar jenazah ibunya dikafani dengan pakaian yang baru. Beliau mengatakan, “Perbaguskanlah kafan jenazah kalian, karena sesungguhnya mereka akan dibangkitkan dengan (memakai) pakaian itu.” [4]
B.     Keadaan Manusia di Padang Mahsyar
Setiap manusia di padang mahsyar akan berhadapan langsung dengan Allah swt. dan juga akan berhadapan dengan  Al-kitab, mizan, shirot, dan haudh(telaga). Selain itu juga di ajukan pula saksi-saksi yang dapat di andalkan dan di tanggung kejujuran dan kebenarannya yang terdiri dari anggota-anggota badannya sendiri, seperti lidah, mata, telinga, kulit, tangan, dan kaki, yang semuanya itu akan berbicara sendiri-sendiri menurut fungsinya masing-masing kepada Allah swt. dimana pada saat itu mulut-mulut manusia telah di tutup rapat dan di segel. Sehingga segala amal perbuatan manusia yang telah di lakukan, baik berupa amal baik dan buruk, besar dan kecil, dosa dan kesalahan serta kejahatan, yang terang-terangan maupun yang rahasia, yang Nampak dan yang tersembunyi, yang di sengaja atau tidak, semuanya akan di bongkar dan di perlihatkan di padang mahsyar. Semuanya akan di adili dengan seadil-adilnya, yang baik dibalas dengan (pahala), sebaliknya yang buruk dengan(siksa), walaupun perbuatan itu seberat debu.
Menurut faham Ahli Sunnah Wal Jama’ah, manusia yang pertama kali dibangkitkan oleh Allah adalah Rasulallah saw. Kemudian manusia manusia lainnya. Keadaan mereka akan tergantung dari amalan yang telah mereka kerjakan di semasa hidupnya, ketika itu semua manusia akan sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Sehingga anak tidak lagi mengenali kedua orang tuanya, begitu pula sebaliknya, tidak ada saudara, tidak ada harta yang bermanfaat, tidak ada dokter, tidak ada presiden, dan tidak ada yang berkuasa. Hanya Allah lah yang menguasai di hari itu ”MALIKI YAUMIDDIN”. Semuanya tidak ada yang di fikirkan kecuali apa yang akan menjadi nasibnya masing-masing yang berkenaan dengan amal perbuatannya di dunia.
Barang siapa yang berbuat baik dan berjalan di jalan yang di ridhai Allah, maka ia akan selamat dan masuk surga Allah dengan segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Namun bila kehidupan dunia selalu diisi dengan keburukan dan perbuatan maksiat, ia akan tergelincir ke dalam neraka, dan mendapat siksa Allah yang amat pedih.         
C.     Manusia di Giring ke Padang Mahsyar
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Sahl bin Sa’d z, Rasulullah n bersabda:
يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى أَرْضٍ بَيْضَاءَ عَفْرَاءَ كَقُرْصَةِ نَقِيٍّ. قَالَ سَهْلٌ أَوْ غَيْرُهُ: لَيْسَ فِيهَا مَعْلَمٌ لِأَحَدٍ
“Umat manusia akan digiring pada hari kiamat ke (mahsyar). Sebuah medan yang luas. Tanahnya berwarna putih seperti bundaran roti yang bersih.” Sahl z dan selainnya berkata: “Tidak ada di sana tanda (tempat keberadaan) bagi seorang pun.” [5]
Bagaimana cara manusia ke Padang Mahsyar ? Untuk menjelaskan perkara ini, Allah berfirman pada ayat 86, Surah Mariam; ayat 102, Surah Taha dan ayat 97, Surah al-Isra’. Ayat itu maksudnya menyatakan bahawa cara manusia ke Padang Mahsyar ada tiga bagian:
1.      Orang yang pergi dengan berkenderaan  yaitu orang bertakwa.
2.      Orang yang berjalan kaki dan keadaan muka mereka biru keruh, karena hati masing-masing sebak dengan kedukaan, yaitu orang yang mati dalam keadaan berdosa.
3.      Orang yang berjalan dengan mukanya, sambil matanya tidak dapat melihat sesuatu yang disukainya. Lidahnya tidak dapat menuturkan hujah atau alasan yang boleh diterima daripadanya dan telinganya tidak dapat mendengar perkara yang menyenangkan hatinya.
Mereka ialah orang yang pada masa hidup di dunia tidak berusaha menggunakan matanya, lidahnya dan telinganya untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Cara itu diterangkan pula oleh Rasulullah SAW dalam hadis berikut daripada Abu Hurairah, yang bermaksud:
“Manusia yang dihimpunkan ke Padang Mahsyar pada hari kiamat adalah tiga golongan.Pertama golongan yang berjalan kaki; kedua, golongan berkenderaan dan ketiga, golongan yang berjalan dengan (berkakikan) mukanya.”
Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah! Bagaimana mereka dapat berjalan dengan mukanya?” Baginda menjawab: “Sesungguhnya Tuhan yang telah menjadikan mereka boleh berjalan dengan kaki, berkuasa menjadikan mereka berjalan dengan muka mereka.”[6] (Hadis riwayat at-Tarmizi).
Bagaimana pula keadaan manusia ketika pergi dan berada di Padang Mahsyar?
Allah berfirman yang bermaksud:
Dan demi sesungguhnya! Kamu sekarang telah datang kepada Kami dengan keadaan sebatang kara seperti keadaan Kami ciptakan kamu keluar dari perut ibu kamu dulu, tidak berkain baju, tidak berkasut, tidak berkhatan dan tidak berharta benda.” (Surah al-An’am, ayat 94).
Dan firman-Nya lagi pada ayat 29 Surah al-A’raf, maksudnya:
Sebagaimana Tuhan telah mulakan penciptaan kamu dengan keadaan yang tertentu, maka demikianlah pula kamu bangkit hidup kembali kepada Tuhan.
Mengenai keadaan yang disebut itu, Rasulullah menerangkan dalam hadis berikut: Daripada Ibn Abbas, katanya, Rasulullah berdiri berucap kepada kami, sabdanya:
Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya kamu dihimpunkan di Padang Mahsyar dengan keadaan berkaki ayam, bertelanjang dan berkulup.” (Kemudian Baginda membaca firman Allah bererti: Seperti Kami ciptakan manusia pada mulanya, demikian pula Kami ulangi ciptaannya, itulah janji yang sesungguhnya Kami akan lakukan) Ketahuilah! Sesungguhnya orang yang mula-mula sekali diberi pakai pakaian pada hari kiamat ialah Ibrahim al-Khalil.”[7]
Daripada Aisyah, bahawa Nabi bersabda:
Dihimpunkan manusia di Padang Mahsyar pada hari kiamat dengan keadaan berkaki ayam, bertelanjang dan berkulup.” Aisyah berkata: “Ya Rasulullah! adakah orang perempuan dan lelaki semuanya melihat satu sama lain?” Nabi menjawab: “Wahai Aisyah! Kedahsyatan keadaan pada masa itu menghalang masing-masing daripada melihat satu sama lain.”
Pada satu riwayat oleh al-Nasa’i dan al-Haakim daripada Aisyah, katanya:
Aku bertanya: “Ya Rasulullah! Bagaimana pula keadaan aurat?” Nabi menjawab: “Tiap-tiap seorang pada masa itu cukup sibuk dengan hal menjaga keselamatan dirinya saja.”
Maksud dua hadis itu ialah Rasulullah menerangkan bahawa manusia akan ke Padang Mahsyar dengan keadaan sebagaimana Tuhan menjadikan mereka keluar dari perut ibu dulu – tidak berpakaian, tidak berkasut dan tidak berkhatan.
Mendengarkan keterangan itu, Saidatina Aisyah bertanya:
Bagaimana hal aurat masing-masing ya Rasulullah! Adakah orang lelaki dan perempuan memandang satu sama lain?”
Rasulullah menjawab: “Wahai Aisyah! Kedahsyatan huru-hara kiamat menghalang manusia dari memandang satu sama lain, usahkan hendak memerhatikan aurat, tiap-tiap seorang pada masa itu cukup sibuk dengan hal menjaga keselamatan dirinya saja.”
Keadaan manusia pada saat itu, sangat beragam jenisnya, sesuai dengan tingkat amalannya waktu di dunia. Diantaranya adalah:
1.      Ada yang berdiri di bawah sinar mentari yang begitu panas, sehingga peluh dan keringat membasahi tubuhnya.
Hal itu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan dari Sahabat Miqdad bin Aswad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulallahu Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Matahari akan didekatkan kepada makhluk kelak pada hari kiamat, sampai ada diantara mereka yang jaraknya sejauh satu mil -(berkata Sulaim bin Amir, salah seorang perawi hadits ini; ‘Demi Allah, aku tidak tahu apakah yang dimaksud dengan mil itu adalah jarak yang ada didunia atau yang dimaksud yaitu sejauh mata memandang’)-. Rasulallah meneruskan; ‘Adapun keringat mereka maka sesuai dengan amalan yang ia kerjakan ketika didunia, di antara mereka ada yang sampai lututnya, ada yang sampai betisnya, ada yang sampai dipinggangnya, bahkan ada yang sampai kemulutnya. Berkata rawi; ‘Dan Rasulallah mengisyaratkan dengan tangan ke mulutnya”.[8]
Dalam hadits lain disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, bahwasannya Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: (( يَعْرَقُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَذْهَبَ عَرَقُهُمْ فِي الْأَرْضِ سَبْعِينَ ذِرَاعًا وَيُلْجِمُهُمْ حَتَّى يَبْلُغَ آذَانَهُمْ)) [ رواه البخاري و مسلم ]

“Kelak pada hari kiamat seluruh manusia mengucurkan keringat, sampai-sampai ada yang keringatnya membasahi bumi tujuh puluh dira’, sehingga menutupi mereka sampai- ketelinganya”.[9]
2.      Di antara mereka ada yang berdiri dibawah mentari disetrika dengan api neraka.
Hal itu berdasarkan sebuah hadist yang diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah, seorang yang mempunyai harta emas dan perak yang tidak ia tunaikan kewajibannya (tatkala didunia) melainkan pada hari kiamat kelak akan dibuatkan baginya seterika dari lempengan neraka yang dicelup kedalam nereka, lalu diseterikakan kesamping kiri dan kanan, serta punggungnya. Apabila telah dingin maka dikembalikan lagi seperti semula, pada suatu hari yang sama dengan Lima puluh ribu tahun lamanya, hal itu dialami sampai diputuskan perkaranya para hamba (Oleh Allah) sehingga dia dapat melihat jalannya, apakah ke surga atau ke neraka”.[10]
3.      Ada yang menelungkup dibawah injakan kaki binatang sembari digigiti olehnya.
Seperti yang telah disebutkan dalam haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah, seorang yang mempunyai harta onta, atau sapi dan kambing yang dia tidak tunaikan kewajibannya (ketika didunia) melainkan pada hari kiamat kelak mereka semua akan menginjak-injak mencakar serta menginggitnya, tatkala sembuh yang pertama maka dikembalikan seperti semula. Pada hari yang sama dengan Lima puluh ribu tahun lamanya, hal itu sampai diputuskan perkaranya para hamba (oleh Allah) sehingga pada akhirnya dia melihat jalannya, apakah ke surga atau ke neraka”.[11]
4.      Dan tidak sedikit pula yang berada dibawah naungan ar-Rahman Tabaraka wa Ta’ala.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang masyhur, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada tujuh golongan yang akan berada dibawah naungan Allah, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya. mereka adalah :
a)      Imam yang adil, pemuda yang gemar ibadah,
b)      Pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya.
c)      Orang yang hatinya selalu merindukan masjid,
d)     Dua orang yang berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah,
e)      Seorang pria yang diajak zina oleh wanita yang cantik jelita, lalu mengatakan: ‘Sungguh aku takut kepada Allah’,
f)       Orang yang bersedekah sembunyi-sembunyi, sampai tangan kirinya tidak mengetahuinya apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya,
g)      Orang yang menyebut nama Allah tatkala sendirian matanya menangis (karena takut).”[12]
5.      Diantara mereka ada yang berada dibawah naungan sedekahnya.
            Berdasarkan sebuah hadits, dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: ‘Aku mendengar Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (( كُلُّ امْرِئٍ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ أَوْ قَالَ: يُحْكَمَ بَيْنَ النَّاسِ )) [رواه أحمد]
“Tiap insan akan berada dibawah naungan sedekahnya, sampai dipisah antara sesama insan. Atau beliau mengatakan; ‘Sampai dihukumi manusia.”[13]
Setelah berlalu waktu yang begitu panjang tersebut, yang penuh dengan kegalutan dan kesulitan menunggu dipadang Mahsyar, maka selanjutnya:
 Allah Tabaraka wa Ta’ala mengizinkan manusia untuk mencari Syafa’at.
Kejadian yang menegangkan tersebut, tergambar dengan jelas dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pada hari kiamat kelak manusia berbondong-bondong mendatangi Adam, lalu memelas kepadanya dengan mengatakan: ‘Mintakanlah syafa’at kepada Rabbmu’. Namun beliau beralasan, Itu bukan bagianku, akan tetapi datanglah kalian kepada Ibrahim, sesungguhnya beliau adalah kekasih Allah, lanjutnya. Lalu mereka mendatangi Ibrahim, dan beliau mengatakan; ‘Aku tidak sanggup, datanglah kepada Musa, sesungguhnya dia adalah kalimu Rahman (orang yang diajak bicara oleh Allah), maka mereka mendatangi Musa, akan tetapi beliau mengatakan: ‘Aku tidak mampu’, namun pergilah kalian ke Isa, sesungguhnya dia adalah ruh dan kalimatnya Allah’. Selanjutnya mereka mendatangi Isa, beliau mengatakan; ‘Itu bukan bagianku, akan tetapi pergilah kalian kepada Muhammad’. Mereka kemudian mendatangiku,
maka aku katakan; ‘Akulah yang akan maju’. Lalu aku meminta izin kepada Rabbku, dan diizinkan. Kemudian aku diilhami dengan puji-pujian yang aku haturkan, yang belum aku ketahui sekarang. Maka aku memuji dengan puji-pujian tersebut sambil sujud’. Lalu Allah berfirman; ‘Wahai Muhammad, angkat kepalamu, katakan maka akan didengarkan, mintalan pasti akan diberi, berilah syafa’at maka akan dikabulkan.”[14]
D.    Gambaran Manusia yang Berdosa di Padang Mahsyar
1)      Mereka dihalau berupa menjadi kera. Mereka adalah manusia yang suka mengadu domba,
2)      Mereka diusir berupa menjadi babi. Mereka adalah manusia yang suka memakan barang yang   haram,
3)      Mereka dihalau dalam keadaan terbalik kaki di atas dan kepala di bawah. Mereka adalah dari golongan yang suka berdusta dan memakan harta riba.
4)      Mereka dihalau dalam keadaan bisu dan tuli serta tidak berakal. Mereka adalah dari golongan yang riya’, bangga pada amalannya sendiri diri dan sombong,
5)      Mereka dihalau dalam keadaan mengunyah lidah sendiri sedang lidahnya itu menjulur ke bawah sampai ke dadanya dan dari mulutnya keluar nanah yang menjijikkan. Mereka adalah ahli pidato yang ucapannya berlainan dengan perilakunya.
6)      Mereka dihalau dalam keadaan tersalib di pohon kurma dari neraka. Mereka adalah manusia yang berusaha mengajak orang banyak untuk menyokong pemimpin yang tidak jujur.
7)      Mereka dihalau dalam keadaan terpotong tangan dan kakinya. Mereka adalah orang-orang yang mengganggu jiran-jiran.
8)      Mereka dihalau dalam keadaan buta dan di tuntun. Mereka adalah dari golongan yang curang dalam menetapkan hukum.
9)      Mereka dihalau dalam keadaan berbau busuk, lebih busuk daripada bau bangkai. Mereka adalah orang yang gemar melampiaskan nafsu syahwat dan menolak hak Allah dari harta yang diwajibkan diperkari hartanya itu seperti zakat dan lain-lain.
10)  Mereka dikumpulkan dalam keadaan memakai pakaian tir/besi yang panas. Mereka ini adalah manusia yang syirik kepada Allah.
E.     Waktu di Padang Mahsyar
Seluruh manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar dalam keadaan berdiri selama empat puluh tahun, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamdalamsabdanya:
Allah mengumpulkan semua manusia dari yang pertama sampai yang terakhir pada waktu hari tertentu dalam keadaan berdiri empat puluh tahun. Pandangan-pandangan mereka menatap (ke langit), menanti pengadilan Allah.[15]
Meskipun rentang waktu tersebut lama, namun terasa sebentar bagi kaum Mukminin, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
            Tentang firman Allah "(Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam" –al Muthaffifin/83 ayat 6- seukuran setengah hari dari lima puluh ribu tahun. Yang demikian itu (sangatlah) mudah (ringan) bagi orang mukmin, seperti matahari menjelang terbit sampai terbit. 
[16]
DAFTAR PUSTAKA
M. Ali Ichsan Umar. (1979). Mahkamah di padang mahsyar. Semarang: CV. Toha Putra.
Katsir, Ibnu. (2002). Huru-hara hari kiamat.Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Al-Qurthubi, Imam. (2004). Buku pintar alam akhirat. Jakarta: Darul Haq.
[1] Hadits shahih. (Diriwayatkan oleh Muslim 5102 dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha).
[2] Hadits shahih. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari 4371).
[3]  HR Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dan al-Albani dalam  Shohiih at-Targhib wat-Tarhib  3575.
[4] Fat-hul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, 11/383.
[5]  HR. Al- Bukhari 6521 dan Muslim 790
[6]  HR. at-Tarmizi
[7]  HR Bukhari dan Muslim
[8]  HR Muslim no: 5108. Dalam Bab: Fii Shifati Yaumil Qiyamah
1  HR Bukhari  6051 dan  Muslim 5107. Dalam Bab: Fii Shifati Yaumil Qiyamah.
[10]  HR Muslim no: 1647. Dalam Bab: Itsmi Maani’iz Zakat.
[11]  HR Muslim1647. Dalam Bab: Itsmi Maani’iz Zakat.
[12]  HR Bukhari dalam Bab: Fadhlu man Jalasa fiil Masjid Yantadhirus Sholat. Muslim dalam Bab: Fadhlu Ikhfaa’is     Shodaqoh
[13]  HR Ahmad no: 17333, 27/568.
[14]  HR Bukhari no: 6956. Dalam Bab: Kalami Rabb Azza wa jalla Yaumil Qiyamah. Muslim no: 286. Dalam Bab: Fii Qaulin Nabi Ana Awalun Naasi Yusyfa’u fiil Jannah.
[15]  HR Ibnu Abi ad Dunya dan ath Thabrani, dan dishahihkan al Albani. Lihat Shahih at Targhib wat-Tarhib, hadits no.3591
[16]  HR Abu Ya'la dengan sanad shahih, dan Ibnu Hibaan dalam Shahih-nya. Dan dishahihkan al Albani. Lihat Shohih Shahih at Targhib wat-Tarhib, hadits no.3589.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

PROSES KE-8
SYAFAAT
Sebagaimana firmanya yang berbunyi:
 ‘‘ Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam’’. ( Q.S.9:113)
Sangat banyak yang perlu kita ketahui tentang syafaat,tidak hanyaa sekedar mengetaui apa itu syafaat tetapi juga hal-hal penting lainnya. Disini penulis akan mencoba mengulas syafaat, mulai dari apa itu syafaat, siapakah pemilik dan pemberi syafaat, syafaat Rasul, persyaratan apa saja untuk mendapatkan syafaat, macam-macam syafaat dll. Pembahasan ini tentunya akan dibingkai dengan beberapa hadits karena tujuan dari pembahasan ini adalah menyingkap hadits-hadits yang berkaitan dengan syafaat, tetapi mengingat  pedoman pertama umat islam adalah Al-Quran maka disini juga akan disebutkan beberapa ayat-ayat yang berkaitan dengan syafaat.
A.    Pengertian Syafaat
Syafaat secara etimologi berasal dari bahasa Arab شفع  [1] yang mempunyai arti menggabungkan sesuatu dengan sesuatu lain yang sejenisnya agar menjadi sepasang. Sedangkan secara terminologi, Syafaat berarti memohonkan ampunan untuk dosa yang telah diperbuat. Syafaat juga berarti permohonan ampun oleh seseorang yang memiliki hak syafaat untuk orang yang berhak mendapatkannya. Jadi, syafaat Nabi SAW atau manusia suci lainnya untuk sekelompok umat berarti doa, permohonan ampun, atau juga permintaan atas sebuah hajat ke hadirat Allah SWT untuk umat yang menerima syafaat. Kata Syafaat ini sangat populer di tengah-tengah kaum muslimin dan sangat diharapkan untuk mereka saat sekarang dan juga nanti.
Syafa’at yang dibutuhkan saat sekarang adalah untuk menyelamatkan mereka dari bencana, penyakit, kesusahan, dan lain-lain. Syafa’at yang dibutuhkan nanti adalah untuk menyelamatkan dan mengeluarkan mereka dari api neraka.  Nabi Muhammad dapat meringankan siksaan Allah bahkan mencabutnya. Yang penting, dia adalah umatnya dan rajin memuji dengan membaca shalawat untuk beliau. Meskipun amal kebaikan yang dia kerjakan selama hidup sangat sedikit dibandingkan dosa yang dia kerjakan. Hak kasasi itu hanya diberikan kepada Nabi Muhammad, para nabi selain beliau tidak mampu melakukannya dengan alasan bukan umatnya dan dosa yang para nabi lakukan. Syafaat adalah milik Allah semata, dan semua urusannya kembali kepada Allah. Dialah yang akan memberikan izin kepada siapa yang dikehendaki-Nya untuk mendapatkan dan memberikannya. Allah berfirman:
قُلْ للهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيْعًا
“Katakan bahwa syafaat itu semuanya milik Allah.” (Az-Zumar: 44).
Adapun syafaat Rasul hanya akan diberikan kepada umatnya yang diizinkan Allah. Syafaat Rasul tidaka akan berguna kecuali bagi orang-orang yang meng-esakan Allah. Sekalipun ada orang musyrik yang mencintai dan menyayangi Rasul, syafaat beliau tidak akan bisa menyelamatkanya dari neraka. Yang menyelamatkanya hanyalah tauhid dan iman kepada Allah. Karena itu ketika Abu Thalib dan kawan-kawanya mencintai rasul tetapi tidak mengakui tauhid yang beliu bawa, mereka tak mungkin keluar dari Neraka dengan Syafaat maupun pertolongan lainya.
Ibnul Jauzi dalam tafsirnya mengatakan: “Seseorang tidak akan sanggup memilikinya melainkan dengan kehendak-Nya. Dan seseorang tidak akan bisa memberikan syafaat melainkan dengan izin-Nya.” (Zadul Masir hal. 1232)
Berdasarkan hal ini, maka meminta syafaat kepada selain pemiliknya merupakan kesyirikan yang sangat besar. Orang yang memintanya kepada selain Allah akan terhalangi untuk mendapatkannya kelak di sisi Allah. Karena orang yang akan mendapatkannya adalah orang yang bersih dari kesyirikan dan mereka yang diridhai.
Dalam kitab suci Al Quran Al-Karim, kata syafaat dipergunakan untuk menunjukkan beberapa arti yang berlainan. Jumlah seluruh ayat yang secara langsung menyebut masalah syafaat ini adalah 25 ayat yang tersebar di delapan belas surat Al Quran. Semua ayat tadi menunjukkan arti permohonan ampun atas dosa-dosa seperti yang disebutkan dalam arti istilah syafaat yang pertama dan tidak mengacu pada permohonan akan kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT.
Tema syafaat dalam Al Quran Al-Karim dapat kita bagi ke dalam dua permasalahan, yaitu sebagai berikut.
1.      permasalahan mengenai pemberi syafaat.
2.      permasalahan mengenai kelompok yang berhak menerima syafaat dan mereka yang tidak berhak mendapatkannya.
Perlu dicatat, ketika Al Quran menjelaskan sebuah kriteria tertentu, berarti ia menerangkan sebuah sifat tertentu yang dimiliki oleh sekelompok orang pada kehidupan mereka di dunia.
Selain kedua permasalahan di atas, sebagian orang berpendapat bahwa ada permasalahan ketiga dalam Al Quran mengenai syafaat, yaitu bahwa Al Quran menafikan adanya syafaat sama sekali.
B.     Dalil Tentang Adanya Syafaat
Dalam kitab suci Al Quran tidak ada satu ayat pun yang menunjukkan penafian syafaat secara mutlak. Penafian yang ada hanya menunjuk kepada sekelompok orang yang disebut oleh Allah SWT sebagai kelompok yang memiliki sifat kekafiran. Sifat inilah yang menyebabkan mereka tidak berhak mendapatkan syafaat. Dengan kata lain, syafaat yang dinafikan oleh Al Quran adalah yang berhubungan dengan kaum kafir.
Di saat Al Quran menafikan syafaat bagi sekelompok orang dengan kriteria tertentu, pada saat yang sama, ia menegaskan realitas syafaat bagi kelompok yang menyandang gelar kaum mukminin, seperti ayat:
Artinya: Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau sedangkan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Ingatkanlah mereka dengan Al Quran agar mereka tidak terjerumus ke dalam api neraka karena perbuatan mereka sendiri. Tidak ada pelindung dan pemberi syafaat baginya selain dari Allah. Dan jika mereka hendak menebus kesalahan dengan harga apa pun  maka tebusan itu tidak akan diterima….(al-an’am 76)
Dari ayat di atas terdapat  ayat  yang mengecualikan syafaat. Pengecualian itu dikhususkan bagi orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan sendagurau dan juga bagi mereka yang telah ditipu oleh kehidupan dunia.
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah di jalan Allah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepada kalian sebelum datangnya hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli, persahabatan, dan syafaat. Sedangkan kaum kafir, mereka adalah orang-orang yang zalim(  al- Baqarah : 254)
Meskipun ayat ini diawali dengan panggilan kepada kaum mukminin, tetapi  tidak berarti bahwa ayat ini menafikan syafaat sama sekali. Akhir ayat yang menyebutkan bahwa kaum kafir adalah orang-orang yang zalim menunjukkan bahwa ayat ini menafikan syafaat bagi mereka. Jadi, ayat ini menganjurkan kepada kaum mukminin untuk menginfakkan sebagian dari harta mereka di jalan Allah SWT seraya memperingatkan mereka bahwa keengganan berinfak di jalan Allah sama dengan kekufuran. Dengan demikian, orang yang tidak mau berinfak termasuk kelompok kaum kafir dan tidak berhak mendapatkan syafaat di hari kiamat kelak. Demikianlah Allamah Thabathaba’i menafsirkan ayat di atas.
Perlu kami jelaskan di sini,  ayat ini adalah salah satu argumen yang sering digunakan untuk menafikan syafaat. Menurut kami, bergumen dengan ayat ini benar jika saja ayat tersebut tidak diakhiri dengan kalimat,
والكافرون هم الظّالمون
Artinya: Dan kaum kafir adalah orang-orang yang zalim. ( al- Baqarah : 254)
Kalimat terakhir ini berarti bahwa mereka yang tidak menginfakkan sebagian dari harta mereka di jalan Allah tidak akan menerima syafaat karena mereka masuk ke dalam kelompok kaum kafir, sebagaimana yang telah disinggung di atas.
Dari sinilah kita katakan bahwa Al Quran Al-Karim tidak pernah menafikan syafaat secara mutlak. Penafian yang kita dapatkan adalah berkenaan dengan syafaat bagi sekelompok umat manusia yang memiliki kriteria tertentu, yang jika kriteria itu hilang maka hilanglah penafian tersebut.
Sebaliknya, banyak sekali kita temukan ayat-ayat suci Al Quran yang menunjukkan adanya syafaat, seperti ayat di bawah ini,
Artinya: Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran, berkatalah orang-orang yang sebelum itu telah melupakannya, “Sesungguhnya telah datang utusan-utusan Tuhan kami dengan membawa kebenaran. Adakah pemberi syafaat bagi kami atau dapatkah kami kembali (ke dunia) sehingga kami dapat melakukan perbuatan yang lain dari apa yang pernah kami perbuat?” Sesungguhnya mereka telah merugikan diri sendiri dan lenyaplah tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.( al-A’raf : 53)
Ayat ini  menceritakan tentang keadaan yang dialami oleh mereka yang telah mendustakan Allah. Pada hari kiamat, mereka tidak mendapatkan syafaat karena mereka adalah orang-orang telah merugikan diri sendiri. Artinya, pada saat yang sama, ayat ini menjelaskan akan adanya syafaat yang tidak bakal mereka terima.
Allah SWT berfirman,
Artinya: Tidak ada orang yang mendapatkan syafaat kecuali mereka yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.( Maryam :109)
Pada ayat lain, Allah berfirman,
Artinya: Di hari itu, syafaat tidak akan berguna kecuali bagi orang yang telah diberi izin oleh Allah dan diridhai perkataannya. ( Tahaa: 109)
Artinya: Dan sesembahan yang mereka sembah tidak dapat memberi syafaat. Akan tetapi (yang dapat memberi syafaat adalah) orang yang menyaksikan kebenaran dan mereka yang mengetahuinya.( az- Zuhruf: 86)
C.     Tahrijul Hadist
Dalam Shahih Al Bukhari dari Abu Hurairah berkata:
Diriwayatkan dari Abi Hurairah, beliau berkata: Aku berkata pada Nabi saw,: Siapakah orang yang paling  beruntung dengan (mendapatkan) syafaatmu pada hari Kiamat?. Kemudian nabi saw bersabda: wahai Abu hurairah, aku menyangka bahwa belum ada seorangpun yang bertanya tentang hadis ini yang lebih awal dari kamu. Aku melihat kesungguhanmu tentang (maksud) hadis ini. Orang yang paling beruntung dengan syafaatku adalah orang orang yang mengucapkan kalimat “la ilaha illallah” dengan ikhlas dari lubuk hatinya.
Hadis ini menerangkan tentang syafaat Nabi yang di peruntukkan bagi orang mukmin, yaitu orang yang beriman kepada Allah swt dengan sepenuh hati. Setelah melakukan pentakhrijan dari hadis ini, ditemukan  beberapa hadis dalam riwayat lain yang semakna dengan hadis ini, yaitu:
Adapun sanad-sanad dari hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hambal adalah sebagai berikut:
Sedangkan sanad dari Bukhari ada 2 jalur, yaitu:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِى سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِى عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى سَعِيدٍ الْمَقْبُرِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ[3]
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى سَعِيدٍ الْمَقْبُرِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ[4]
Ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan An-Nasaì dari Abu Hurairah. Diriwayatkan pula oleh Ahmad dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, yang dalam riwayatnya disebutkan “syafaatku (nabi) bagi orang yang mengucapakan La Ilaha Illallah dengan ikhlas yang hatinya membenarkan lisannya, dan lisannya membenarkan hatinya.
Setelah menganalisa dalam kitab lain (selain kutub at-tis`ah), penulis mendapatkan beberapa sanad dan lafad yang berbeda. Namun hadis ini masih semakna dengan hadis sebelumnya. Yaitu sebagai berikut:
D.    Syarat  Mendapatkan Syafaat Allah Dan Rasul
Syafaat merupakan sesuatu yang dibutuhkan setiap hamba ketika menghadapi kegentingan hidup di dunia maupun di akhirat nanti. Kebutuhan terhadap syafaat menyebabkan sebagian manusia jatuh dalam kesyirikan, yakni dengan memintanya kepada selain Allah. Mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu justru akan menghalanginya mendapatkan syafaat.
Ada dua syarat bagi seseorang untuk mendapatkan syafaat dan memberikan syafaat di sisi Allah:
1.      Orang yang akan memberikan syafaat mendapatkan izin dari Allah. Tanpa izin-Nya, tidak ada seorangpun yang sanggup memberikan syafaat di sisi Allah. Allah berfirman:
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak ada seorangpun yang memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya.” (Al-Baqarah: 255)
Syafaat di sisi Allah tidaklah seperti syafaat makhluk kepada yang lain yang bisa diberikan meskipun tidak diizinkan.
2.      Orang yang akan mendapatkan syafaat adalah orang-orang yang diridhai Allah, dan Allah tidak meridhai kekufuran dan kesyirikan namun meridhai keimanan dan ketauhidan. Allah berfirman:
وَلاَ يَشْفَعُوْنَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضَى
“Dan mereka tidak akan memberikan syafaat melainkan kepada orang yang telah Allah ridhai.” (Al-Anbiya`: 28)
وَلاَ يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ
“Dan Allah tidak meridhai kekufuran bagi hamba-hamba-Nya.” (Az-Zumar: 7)
Dan Allah telah menghimpun kedua syarat ini di dalam firman-Nya:
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَوَاتِ لاَ تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى
“Dan berapa banyak malaikat yang ada di langit, syafaat mereka tidak berguna sedikitpun kecuali setelah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai.” (An-Najm: 36) [lihat Syarah Aqidah Thahawiyyah Asy-Syaikh Shalih Fauzan hal. 21, Al-Qaulul Mufid Syarah Kitab At-Tauhid Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 1/437, Kasyfus Syubhat Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Qurratu ‘Uyunil Muwahhidin Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab hal. 154, Syarah Lum’atul I’tiqad hal. 130]
E.     Macam-Macam Syafaat 
Dalam kitab Fathul Bari dijelaskan tentang macam-macam syafaat yang akan diberikan Rasulullah saw kepada umatnya. Dalam kitab tersebut disebutkan enam macam syafaat, yaitu:
1.      Memberi keamanan dari mara bahaya kehancuran di hari kiamat
2.      Meringankan siksaan orang kafir, seperti syafaat nabi kepada pamannya Abdul Muthalib.
3.      Memalingkan orang mukmin dari siksaan api neraka (sebelum masuk)
4.      Menyelamatkan orang mukmin dari neraka.(sesudah masuk)
5.      Memasukkan orang mukmin ke dalam surga dengan tanpa hisab.
6.      Mengangkat derajat orang-orang mukmin.
Dengan sekian banyak syafaat yang diberikan Rasul, maka orang yang paling beruntung mendapatkan syafaat Rasul adalah orang yang tidak menyekutukan Allah swt dan beribadah dengan ikhlas.[5] Sebagaimana sabda beliau:
Menurut Ibnu Qayyim syafaat itu ada 6 macam[6], yaitu:
1.      Syafaat Kubra, yaitu para rasul ulul azmi menyatakan tidak memilikinya, hingga ketika sampai pada nabi saw beliau berkata: “ Akulah yang dikhususkan untuknya.” Yaitu ketika para makhluk datang kepada para nabi untuk memohon syafaat bagi mereka kepada rabb mereka. Sehingga Allah swt meredakan apa yang mereka alami saat itu. Syafaat ini dikhududkan bagi beliau, tidak ada seorangpun yang menyertai beliau.
2.      Syafat untuk ahli surga agar memasuki surga. Berkenaan dengan ini telah diterangkan oleh Abu Hurairah dalam hadis panjangnya, yaitu hadis yang muttafaq `alaih.
3.      Syafaat bagi umatnya yang melakukan dosa dan terancam masuk neraka. Beliau memintakan syafaat bagi mereka agar tidak masuk neraka.
4.      Syafaat untuk orang yang bebuat maksiat dari golongan ahli tauhid yang masuk neraka karena dosa-dosanya. Hadis-hadis tentang ini cukup banyak, dan telah disepakati oleh para sahabat  dan ahli sunnah. Mereka menganggap bid`ah pada orang yang mengingkari adanya syafaat ini.
5.      Syafaat bagi suatu kaum dari ahli surga untuk menambah pahala mereka dan meninggikan derajat mereka. Mengenai ini tidak ada seorang  pun yang membantahnya. Semuanya dikhususkan bagi yang ikhlas, yaitu orangorang yang tidak pernah menjadikan selain Allah swt  sebagai penolong ataupun pemberi syafaat. Sebagaimana firman Allah swt:
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang Telah kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) Telah kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah kami berikan kepadamu, dan kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, Kemudian kami binasakan mereka Karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.(QS. Al-An`am:6)
6.      Syafaat untuk sebagian keluarganya yang kafir yang termasuk ahli neraka sehingga diringankan adzabnya, dan ini khusus untuk Abi Thalib.
Syafaat yang ditetapkan ini adalah untuk ahli ikhlas dan tauhid (orang-orang yang mentauhidkan Allah swt dengan memurnikan ibadah kepadaNya) dengan seizin Allah swt, bukan untuk mereka yang berbuat syirik kepadaNya.
Syafaat di Sisi Allah Tidak Sama dengan Syafaat di Antara Makhluk
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa syafaat di sisi Allah memiliki tujuan dan syarat, yang bila tidak dipenuhi maka seseorang tidak akan mendapatkan syafaat dan tidak bisa memberikannya kepada orang lain.
Kedua syarat tersebut adalah:
1. Pertama, orang tersebut harus diridhai Allah untuk mendapatkannya. Dan yang akan mendapatkan keridhaan adalah orang-orang yang beriman dan bertauhid.
2. Kedua, mendapatkan izin Allah dan yang mendapat izin Allah untuk memberikan syafaat hanyalah orang yang beriman dan bertauhid.
Adapun syafaat di sisi manusia bisa dilakukan oleh siapapun juga baik ada izin atau tidak, diridhai atau tidak. Berdasarkan hal ini, tidak diperbolehkan mengkiaskan syafaat di sisi Allah dengan syafaat di sisi makhluk. Dan syafaat yang ada di sisi Allah tidak boleh diminta kepada siapapun dari makhluk, bagaimanapun kedudukan dan tingkatannya, baik dia seorang malaikat, nabi ataukah kepada selain mereka seperti kepada wali, kuburan-kuburan, dan sebagainya.
لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا
“Allah melaknat orang-orang yang melindungi pelaku kejahatan.”7
Termasuk juga dalam syafaat yang jelek adalah syafaat dalam mengambil hak orang lain kemudian diberikan kepada orang yang tidak berhak. Allah berfirman:
وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا
“Dan barangsiapa memberikan syafaat (pembelaan) yang jelek maka dia akan mendapatkan bagian (dosa) atasnya.” (An-Nisa`: 85) [Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah Asy-Syaikh Shalih Fauzan hal. 21
Syafaat adalah milik Allah semata. Dan semua urusanya akan kembali kepada Allah. Dialah yang akan memberikan izin kepada siapa saja yang dikehendakinya.Rasulullah SAW juga mempunyai syafaat untuk umatnya tetapi syafaat itu tidak akan berguna bagi umatnya yang tidak meng-esakan Allah. Sekalipun orang itu sangat menhormati dan menyayangi Rasul tapi tidak mengimani apa yan dibawa oleh Rasul tidaklah mungkin syafaat Rasul bisa menolongnya dari siksa neraka. Karena syarat memberikan syafaat adalah mendapatkan izin Allah sedangkan syarat mendapatkan syafaatnya adalah mendapat Ridha Allah, dan Allah tidak meridhai kekufuran dan kemusyrikan namun Allah meridhai keimanan dan ketauhidan.
Di zaman globalisasi ini banyak orang yang mengaku sebagai umat Muhammad dan meningainkan syafaatnya, padahal tak sedikitpun dalam kehidupan seharinya tercemin akhlak umat Muhammad.Maka dari itu, Himbauan bagi umat Muhammad yang mukmin adalah dengan mempertebal iman dan taqwa, mengaplikasikan Sunnah Rasulullah serta memperbanyak membaca Sholawat Rasul. Dan Semoga kita semua termasuk umat Muhammad yang mendapatkan syafaat beliau.
FOOTNOTE
[1] Ibnu Mandzur  Faryaqi Misri, Lisanul ‘Arab15,(Beirut: Darul Sadri,1992)hlm,183.f
[2] Musnad Ahmad, bab al-Mujalid ats-Tsani, no. 8045, juz 2, hlm 373.
[3] Shahih Bukhari, bab al-Hirtsu àla Hadis, no. 97, juz 1, hlm 185.
[4] Shahih Bukhari, bab sifat al-Jannah wa an-Nar, no. 6570, juz 21, hlm 474.
[5] Ibnu Hajar, fathul bari, bab al-Hirs àla al-Hadis, juz 1, hlm 162.
[6] Lihat Terj. Fathul Majid penjelasan dari kitab tauhid, (Jakarta: Pustaka Azam, 2002), hlm 396.

Daftar Pustaka
Syaikh, Abdurrahman Hasan Alu. 2002. Terj. Fathul Majid (penjelasan dari kitab tauhid). Jakarta: Pustaka Azam.
Fatcurrahman. 1995. Ikhtisar Mushtalah Hadis. Bandung: PT Al-Ma`arif.
Taimiyah, Ibnu. 2006. Terj.Tawassul Dan Wasilah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
CD Mausu’ah fi al-kutub al-tis’ah.
Makalah Islam: Doa Mendapatkan Syafaat Allah SWT dan Rasulullah SAW ditulis Oleh Khairun Nisa (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
PROSES KE-9
HISAB DAN MIZAN
Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan dilalui manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab (perhitungan) yang merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari beriman kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia kepada Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah iman kepada hisab ini.[1]
A.    Hisab
            Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya[2]. Atau Allah mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk dan berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya[4]. Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses hisab)[5]. Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat[6].
Hisab Menurut Istilah Aqidah Memiliki Dua Pengertian :
Pertama : Al ‘Aradh (pemaparan). Juga demiliki mempunyai dua pengertian juga.
1). Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
2). Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir) [7].
Kedua : Munaqasyah, dan inilah yang dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dankeburukan[8].
Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya [9].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya: “Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah Allah telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’ [10]” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh. Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”. [Muttafaqun ‘alaihi]
            Kepastian adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah”, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”. [al Insyiqaq / 84:10-12]
“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka”. [al Ghasyiyah / 88 : 25-26]
“Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya”. [al Mu’min / 40 : 17]
Sedangkan dalil dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata:
لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ إِلَّا هَلَكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَ ذَاكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ هَلَكَ
“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku (Aisyah) bertanya,”Wahai Rasulullah, bukankah Allah berfirman ‘pemeriksaan yang mudah’?” Beliau menjawab,”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka binasa”.
Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah, seandainya Allah memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam hisab hambaNya, tentulah akan mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi mereka sedikitpun, namun Allah memaafkan dan mengampuninya.[11]
Demikian juga umat Islam, sepakat atas hal ini [12]. Sehingga apabila seseorang mengingkari hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya sama dengan pengingkar hari kebangkitan.[13]
B.     Manusia&Hewan
Syaikhul Islam menyatakan: “Allah akan menghisab seluruh makhlukNya” [14]
Dari pernyataan ini, Syaikhul Islam menjelaskan, bahwa Allah akan menghisab seluruh makhlukNya. Namun ini termasuk menggunakan lafahz bermakna umum tapi yang dimaksudkan adalah tertentu saja. Yaitu khusus yang Allah bebani syariat. Karena pemberlakuan proses hisab itu pada amalan baik dan buruk hamba yang mukallaf, mencakup manusia dan jin [15]. Begitu pula Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan, bahwa hisab ini juga mencakup jin, karena mereka mukallaf. Oleh karena itu, jin kafir masuk ke dalam neraka, sebagaimana disebutkan menurut nash syariat dan Ijma’. Firman Allah Subhanahuw a Ta’ala menyebutkan :
“Allah berfirman:”Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu… ” [al A’raf/. 7:38]
Yang mukmin masuk syurga, menurut mayoritas ulama dan ini yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah:
“Dan bagi orang yang takut saat menghadap Rabb-nya ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin”. [ar Rahman / 55 : 46 – 56]
Dikecualikan dalam hal ini, yaitu mereka yang masuk surga tanpa hisab maupun adzab. Begitu pula dengan hewan yang tidak memiliki pahala dan dosa.
Adapun orang kafir, apakah dihisab ataukah tidak? Dalam permasalahan ini, para ulama berselisih pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa orang kafir tidak dihisab. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan mereka dihisab.
Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan beliau rahimahullah : “Pemutus perbedaan (dalam masalah ini), yaitu hisab dapat dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan mereka, serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga) dimaksudkan dengan pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal keburukan. Apabila yang diinginkan dengan kata “hisab” adalah pengertian pertama, maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua, maka bila dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang menjadikannya pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini jelas keliru. Tetapi bila yang dimaksudkan mereka memiliki tingkatan-tingkatan dalam (menerima) adzab, maka orang yang banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar dari orang yang sedikit dosa kesalahannya, dan orang yang memiliki kebajikan, maka diringankan adzabnya, sebagaimana Abu Thalib lebih ringan adzabnya dari Abu Lahab. Allah berfirman:
“Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan”. [an Nahl / 16:88]
“Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambah kekafiran”. [at Taubah / 9:37]
Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya -karena banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan- maka hisab dilakukan untuk menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk masuk syurga [16]
.
Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya adalah dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalan-amalan kepada mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan keburukan mereka[17]. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat”.[al Kahfi / 18 : 105]
C.     Amalanorangkafirdidunia
            Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua. Pertama, yang disyaratkan padanya Islam dan niat. Amalan-amalan ini tidak diterima dan tidak bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Kedua, amalan yang tidak disyaratkan Islam padanya, seperti keluhuran budi pekerti, menunda penagihan hutang bagi yang tidak mampu membayar dan lain-lainnya. Amalan-amalan ini akan diberibalasannyadidunia[18]
            Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga bila datang hari Kiamat, ia akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”[19]. Demikian ini, karena Allah berfirman:
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan” [al Furqaan / 25 : 23]
“Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh”.[Ibrahim / 14 : 18].
Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia dapat meringankan adzab mereka. Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat balasan untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain. Apabila antara kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia hanya diadzab disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun, bila orang kafir ini tidak memiliki amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya yang disebabkan kekufurannya[20]
D.    Carahisab
            “Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya. Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya”.
Kemudian diberikan kitab yang telah ditulis malaikat agar dibaca dan diketahui oleh setiap orang. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?” Dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun”. [al Kahfi / 18 : 49]
Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menulis semua amalan hambaNya, yang baik maupun yang buruk, sebagaimana firmanNya:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” [al Zalzalah / 99:7-8].
“Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakanNya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu”. [al Mujaadilah / 58 : 6].
Sehingga seluruh pelaku perbuatan melihat amalannya dan tidak dapat mengingkarinya, karena bumi menceritakan semua amalan mereka. Begitu pula seluruh anggota tubuh pun berbicara tentang perbuatan yang telah ia lakukan. Dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini),” pada hari itu bumi menceritakan beritanya”. [al Zalzalah / 99 : 1-4].
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” [Yaasin / 36:65]
E.     Carahisaborangmukmindankafir
            Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pengasih dan Maha Lembut tidak menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan dengan al aradh. Dia hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan tersebut di hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain yang melihatnya, lalu Allah berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di dunia, dan sekarang Aku ampuni semuanya”.
Demikian dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar, beliau berkata :
 “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mendekati seorang mukmin, lalu meletakkan padanya sitar dan menutupinya (dari pandangan orang lain), lalu (Allah) berseru : ‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah engkau dosa itu?’ Mukmin tersebut menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga bila selesai meyampaikan semua dosa-dosanya dan mukmin tersebut melihat dirinya telah binasa, Allah berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu di dunia, dan Aku sekarang mengampunimu,’ lalu ia diberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang kafir dan munafik, maka Allah berfirman : ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka’. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim”. [HR al Bukhari]
Adapun orang-orang kafir, mereka akan dipanggil di hadapan semua makhluk. Kepada mereka disampaikan semua nikmat Allah, kemudian akan dipersaksikan amalan kejelekan mereka disana. Dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 “Lalu Allah menemui hambaNya dan berkata : “Wahai Fulan! Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin, menikahkanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta, serta memudahkanmu memimpin dan memiliki harta banyak?” Maka ia menjawab: “Benar”. Allah berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?” Maka ia menjawab: “Tidak,” maka Allah berfirman : “Aku biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakanKu”.
Kemudian (Allah) menemui orang yang ketiga dan menyampaikan seperti yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang itu) menjawab: “Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu, kepada kitab suciMu dan rasul-rasul Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia memuji dengan kebaikan semampunya. Allah menjawab: “Kalau begitu, sekarang (pembuktiannya),” kemudian dikatakan kepadanya: “Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu,” dan orang tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha, daging dan tulangnya: “Bicaralah!” Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya. Itulah nasib munafik dan orang yang Allah murkai”. [HR Muslim].
Demikianlah keadaan tiga jenis manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia mendapatkan ampunan dan kemuliaan Allah. Yang kedua seorang yang kafir dan ketiga orang munafik. Keduanya mendapat laknat dan kemurkaan Allah.
Oleh karena itu, bersiaplah menghadapinya dengan mempersiapkan bekal ilmu yang bermanfaat dan amal shalih yang cukup, memperbanyak mengingat hari perhitungan ini dan melihat kepada amalan yang telah kita perbuat. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada kita untuk memperbanyak bekal, yang nantinya dengan bekal tersebut kita menghadap sang pencipta dan mendapat keridhaanNya.
Washallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajma’in.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X/1427H/2006. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

[1]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Shalih Alu Syaikh, kaset ke –19 yang telah ditulis ulang di website beliau.
[2]. Muqarrar at Tauhid Lishaf ats Tsani al ‘Ali fil Ma’ahid al Islamiyah, tanpa tahun, hlm. 84.
[3]. Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, Tahqiq Alwi Abdilqadir as Sagaf, Cetakan Kedua, Tahun 1415H, Dar al Hijrah, hlm. 209.
[4]. Ibid., hlm. 208.
[5]. Lihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19.
[6]. Syarh al ‘Aqidah al Washithiyah, Ibnu ‘Utsaimin, Cetakan ke-2, Tahun 1415 H, Dar Ibnul Jauzi, 2/152
[7]. Lihat Mukhtashar Ma’arij al Qabul Hafizh al Hakami, diringkas oleh Hisyam Ali ‘Uqdah, Cetakan Ketiga, Tahun 1413H, hlm. 246.
[8]. Ibid.
[9]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Muhammad Rasyaad Saalim, tanpa tahun, 5/229.
[10]. Al Qur’an surat al Insyiqaq ayat : 8
[11]. Syarh al Qaidah ath Thahawiyah, Ibnu Abil Izz al Hanafi, Tahqiq Syuaib al Arnauth, Cetakan Kedua, Tahun 1413H, Muassasah ar Risalah, hlm. 602.
[12]. Lihat Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Ibnu ‘Utsaimin. Op.cit. 2/152
[13]. Llihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19
[14]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.
[15]. Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al Wasithiyah.
[16]. Majmu’ Fatawa 4/305-306
[17]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit 5/229.
[18]. Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al Wasithiyah.
[19]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.
[20] Lihat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/462.
[21]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit. 4/129.
 XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok......12
TAKHALLI, TAHALLI DAN TAJALLI
A.    Takhalli.
1.      Pengertian
Dalam tarekat Naqsyabandiyah ada 3 (tiga) metode yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli.Langkah pertama yang harus dilakukan pengamal tarekat atau salik adalah taubat dan istighfar dari dosa besar maupun dosa kecil. Taubat dan istighfar bagi sisalik ibarat suatu fundamental pada suatu bangunan atau ibarat akar dari sutu pohon.Tidak mungkin jadi pengamal tarekat tanpa taubat nasuha dan istighfar yang sungguh-sungguh dihayati dan dilaksanakan. Pembersihan dan pengosongan diri  rohani dari segala dosa dan noda, dari segala sifat buruk  dan tercela, menghentikan segala perbuatan fakhsayak dan mungkar yang merusak, dan seterusnya , itulah kajian yang dinamakan takhalli.(1)
Setelah melaksanakan takhalli tindakan selanjunya adalah mengisi tempat yang kosong itu dengan amal-amal yang saleh, yang digerakkan oleh sifat-sifat yang terpuji, yang tumbuh dari hati atau dari rohani yang telah bersih tadi. (2)
2.      Pelaksanaan
Firman Allah SWT :
وَنَفسٍ وَمَا سَوَّهَا فَاْ لهَمَهَا فُجُورهَا وَتَقوَىهَا قَدأفلَحَ مَن زَكَّهَآ وقد خَابَ مَن دسَّهَا
Arinya : Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya).maka Allah meng ilhamkankepada jiwa itu (jalan). Kefasikan dan ketaqwaan.Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams 91 : 7-10)
Mensucikan diri jasadi dan diri rohani harus simultan dan serentak. Dosa yang dilakukann oleh jasadi, kita namakan dosa lahir, sedangkan dosa yang dilakukan oleh rohani kita namakan dosa batin, sedangkan perbuatan itu sendiri kita nama kan maksiat batin dan maksiat lahir, karena itu mensucikannya harus secara lahir dan batin.
a.       Mensucikan Diri Dari Dosa lahir
Maksiat lahir adalah segala perbuatan yang dikerjakan oleh anggota badan manusia yang merusak diri sendiri atau orang lain, yang menimbulkan pengorbanan yan berbentuk benda, pikiran atau perasaan.
Pada garis besarnya ada 7 (tujuh) anggota badan manusia yang kalau dimanfaatkan untuk kebaikan maka dia merupakan rahmat dan nikmat, tetapi kalau dilaksanakan untuk kejahatan maka dia merupakan kedurhakaan dan kekufuran.Ketujuh anggota itu adalah:
1.             Mata, Mata seharusnya digunkan untuk melihat alam ini sebagai bukti adanya tuhan, tidak untuk meliahat yang haram.
2.             Telinga, Telinga seharusnya digunakan untuk mendengarkan ajaran-ajaran agama,untuk memaslahatkan hidup didunia dan diakhirat, tidak mendengar sesuatu yang mendorong kepada maksiat.
3.             Mulut, Mulut seharusnya digunakan untuk perbuatan baik dan bermanfaat.Tidak untuk mengatakan perkataan-perkataan yang tidak baik, berdusta, dan seterusnya.
4.             Tangan, Tangan seharusnya digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun masyarakat, bukan dipergunakan untuk merusak.
5.             Kaki, kaki seharusnya digunakan untuk mencari rezeki yang halal dan mengerjakan ibadah, tidak untuk mencari rezeki yang haram dan berbuat maksiat.
6.             Perut, Perut seharusnya diisi dengan makanan yang halal dan baik, tidak diisi dengan makanan yang haram, untuk berbuat maksiat.
7.             Kemaluan, Kemaluan seharusnya digunakan untuk mencari keturunan melalui menikah, tidak digunakan untuk memuaskan syahwat dengan berzina dengan menghancurkan kehidupan bermasyarakat.
Syekh Amin Al – Kurdi mengatakan maksiat dan dosa lahir ini perbuatan-perbuatan yang tercelah(Azab). (Amin AL- Kurdi 1994 : 389-390).
b.      Mensucikan Diri Dari Dosa Batin
Maksiat batin yang menimbulkan dosa batin adalah sangat berbahaya, karena dia tidak terlihat dan berada pada diri manusia itu sendiri. Maksiat batin inilah yang menimbulkan dan membangkitkan maksiat lahir yang berbentuk kejahatan, kejahatan yang dilakukan oleh anggota-anggota badan lahir.Maksiat batin tumbuh dan berkembang oleh sebab jarang disucikan atau tidak pernah disucikan.
Syekh Amin Al-Kurdi mengatakan bahwa maksiat batin itu sebagai sifat-sifat yang tercelah dan itu merupakan najs-najis maknawiyah yang tidak mungkin orang mendekatkan diri kepada Allah swt sebelum disucikan. Pusat dari segala sifat yang tercela tadi adalah hati nurani atau dari hati nurani manusia itu sendiri.
Cara mensucikan / memberantas maksiat batin yang menimbulkan dosa batin adalah dengan berzikir pada 7 (tujuh) tempat Latifal, yaitu : latifal qalbi, latifal ruh, latifal sir, latifatul khafi, latifatul akhfa, latifat nafsun natikah dan latifatul kullul jasad, cara berzikir pada latifah-latifah itu dan buahnya akan dijelaskan pada bagian zikir lataif.
B.     Tahalli
1.      Pengertian
Seorang yang terus menerus mengisi diri rohaninya dengan sifat sifat terpuji, yaitu dengan melaksanakan amalan-amalan shaleh, baik yang wajib maupun yang sunat, yang dilaksanakan dengan ikhlas, dengan perasaan syukur, penuh tawakal seraya mengharap ridha Allah swt, itu yang dinamakan Tahalli.
Tahalli secara harfiah berarti “mengisi” dan “menghiasi” diri atau menyibukkan diri dengan sifat-sifat dan amal-amal terpuji yang digariskan dan ditetapkan dalam syariat Islam.(3)
Pengisian diri rohani dengan sifat-sifat mahmudah dengan kegiatan-kegiatan ‘akhmalush shalihat’  adalah amat penting, karena kesibukan-kesibukan baru, yaitu kegiatan amal kebaikan . Inilah yang dinamakan Inabah.Inabah artinya kembali kejalan yang hak atau benar, mengganti kebiasaan yang buruk dengan kebiasaan yang baik.
2.      Pelaksanaan
                        Firman Allah swt :
“sesungguhnya allah menyuru kamu berllaku adil dan berbuat kebaikan, memberi kepada kaum kerabat( apa yang mereka perlukan ), dan melarang dari pebuatan keji, kemungkaran dan permusuhan ……….. ( Qs. An – nahl : 90 )
Ayat ini menjadi dasar utama supaya kita berakhlakul karimah atau berakhlak mulia.Seorang yang berakhlak mulia.Merupakan manifestasi dari rohaninya yang bersih, bersih dari sifat-sifat yang tercela dan telah menerima pancaran nur/cahaya Tuhan.
Nur Uluhiyah memancarkan nurul iman, Nurul Islam dan  nurul ikhsan.
Nurul Iman mengusir gelapnya kemusyrikan yang sekaligus menampakan pancaran ikhlas berserah diri hanya kepada Allah swt.Mata hati dengan Nur Iman melihat kebenaran yang Hakiki yang datang dari Allah swt.
Nurul Ikhsan Islam mengusir gelapnya kekafiran dan kemaksiatan yang sekligus menampakan nur keimanan dan ketaatan. Dengan jalan ini melalui Nurluhiyah, seorang dapt melihat kebenaran yang hakiki yaitu mentauhidkan Allah swt.Nur ikhsan mengusir gelapnya kesamaan yang mendua kan Allah swt. Mata hati ketika itu melihat kebesaran yang hakiki, sehingga tampak olehnya Nur wujud Allah swt.
Apabila seseorang berakhlak dengan akhlak mahmudah ini, menjadi dekatlah ia kepada Allah dan Rosulnya, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan didunia dan di akhirat.
Selanjudnya Syekh Amin Al Kurdimenjelaskan, bukanlah yang dimaksud dengan mengosongkan (takhalli) dari sifat-sifat tercelah dan mengisi tahalli dengan sifat-sifat terpuji itu, menghabiskan atau memusnahkan semua sifat-sifat tercela tadi dan mengganti dengan sifat-sifat terpuji yang baru. Sifat-sifat tercela dan sifat-sifat terpuji, kedua duanya ada tertanam bibitnya pada diri manusia, yang tidak mungkin kita musnahkan secara total dan menggantinya dengan yang baru. Yang dapat dilakukan manusia adalah mangarahkan dan mebentuk suatu sifat kebiasaan terpuji.Sifat sifat tercelah itu ibarat suatu penyakit menahun yang harus terus menerus diobati dibawah pengawasan seorang dokter ahli, sehingga penyakitnya tidak selalu kambuh. Demikian pulavlah halnya untuk mengobati sifat-sifat yang tercela tadi, dilaksanakan dibawah pengawasan syekh Mursyid (4) (syeikh al-kurdi 1994, 193-194).
C.     Tajalli
1.      Pengertian
Tajalli adalah orang-orang yang telah melaksanakan takhalli dan tahalli secara baik dan sempurna dengan riyadhah dan mujahadah yang terus menerus, sehingga dia sampai kepada tingkat hakikat yang akhirnya menjadi kekasih Allah swt.4Adapun pengertian dari mujahadah adalah keseimbangan antara pekerjaan batin yang terdiri dari nafsu, pikiran dan hati nurani dengan pekerjaan fisik. Sedangkan riyadhah adalah latihan kerohanian dalam melaksanakan hal-hal yang terpuji, baik dengan cara penyikapan terhadap hal-hal yang benar.(5)
Sesungguhnya oarang yang telah sampai ketingkat tajalli tertinggi, dia telah melewati fase-fase, riyadhah dan mujahadah yang sungguh-sungguh dan terus menerus, sehingga kehidupannya selalu dalam keadaan muqabah yang terus menerus, akhirnya memperolehmusyahadah, lalu makrifat dan akhirnya fana fillah.
Orang yang fana fillah, tajali-lah baginyaNur Uluhiyah, sehinggah dia mengetahui rahasia-rahasia yang ghaib, karena telah hilang sifat basyariyahnya yang menjadi hijab untuk dapat kasyaf.
2.        Pelaksanaan
Orang yang fana fillah hingga dia menjadi tajalli, adalah orang yang pada waktu itu sedang munajat beribadat kepada-Nya, fana dan tajalli adalah kehendak Allah swt yang merupakan rahmat dan kerunia dari padaNya.
Syekh Abu Yazid busthami setiap membicarakan fana dan membicarakan baqa dan pada waktu yang bersamaan membicarakan adanya tajalli. Atau dengan kata lain, adanya fana baru adanya dengan adanya baqa atau adanya fana baru adanya dengan adanya tajalli.
a.       Tajalli Af’al
Tajalli Af’al (perbuatan) lenyapnyaaf’al seorang hamba dan yang adanya hanya af’al  Allah swt. Af’al yang hakiki adalah af’al Allah. Segala sesuatu yang ada ini pada hakikatnya adalah hasil af’al Allah, yang dilakukan oleh mahluknya merupakan sunnah tullah semata. Sunnah tullah yang merupakan sebab akibat.
Firman Allah swt :
وَ الله خَلَكُم وَمَا تَمَلُونَ
Artinya : Padahal Allah lah yang menciptkan kamu dan apa yang kamu perbuat itu (Qs Ash Shafat 37 : 96)
b.      Tajalli Asma, Tajalli asma ialah fananya seorang hamba pada waktu ibadat atau munajat kepada salah satu atau beberapa dari asma Allah swt.
c.       Tajalli Sifat, Tajalli sifat adalah seseorang fana dengan sifat-sifat Allah yang maha sempurna.Seseorang yang fana filsifat secara haqqul yakin merasakan keagungan sifat-sifat Allah itu. Pengerian tajalli sifat hamper sama dengan pengertian tajalli asma’
d.      Tajalli Zat, Tajalli Zat ialah fananya seseorang hamba kedalam zat yang wajibul wujud, sehingga terpancarlah Nur bahwa hanya Allah sajalah yang merupakan wujud yang mutlak.
Sesungguhnya proses takhalli, tahalli, tajalli itu, tidaklah hanya selesai satu tingkat atau satu tahap baru memasuki tingkat atau tahap selanjutnya.Pelaksanaannya  adalah bersama-sama, sesuai dengan riyadhah dan mujahadah yang dilaksanakan dan tergantung pula kepada rahmat dan karunia Allah swt.
D.    Manfaat Melakukan Takhalli dan Tahalli Tajalli dalam Kehidupan Sosial
Menghindari sifat buruk dan menghiasi diri dengan sifat mulia dapat mempererat silaturahim dan persaudaraan antar-penganut agama Islam bahkan dengan non-Islam. Justru mungkin itulah tujuan dari takhalli dan tahalli. Itulah yang menjadi inti dari pengamalan tasawuf, yaitu menghindari segala larangan Allah SWT dan hal-hal yang tidak memperoleh cinta-Nya serta menghiasi diri dengan akhlak mulia6. Prof. Dr. Jalaluddin Rachmat (Kang Jalal) (6) berkata, “Dahulukan akhlak di atas fiqh”. Akhlak mulia itulah yang akan menjaga persaudaraan antar-umat manusia.
E.     Implementasi Hubungan Tasawuf dan Akhlak dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
a.       Implementasi kepada Allah SWT : 
1.      Shalat 5 waktu
2.      Puasa wajib dan puasa sunnah
3.      Ibadah ha
4.      Zakat, infaq, dan sodaqoh
b.      Implementasi antarsesama manusia :
1.      Saling tolong menolong
2.      Saling menghargai antar sesama 
3.      Menghormati orang yang lebih tua
c.       Implementasi kepada lingkungan :
1.      Menjaga kebersihan lingkungan
2.      Tidak membuang sampah sembarangan
3.      Melestarikan habitat yang hampir punah
F.      Hubungan antara Tasawuf dan Akhlak
Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam praktiknya tasawuf mementingkan akhlak. Selanjutnya pada tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli, tahalli, dan yang terakhir yaitu tajalli.
G.    Analisa
Kita manusia tidak pernah luput dari dosa, baik dosa yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu, kita harus terus mengintropeksi diri agar tidak terlalu melangkah jauh ke arah yang sesat. Kita harus selalu senantiasa membersihkan hati kita dengan cara bertakhali, lalu kita berlomba-lomba melakukan kebaikan seperti perbuatan tahalli adapun perbuatan baik tahalli adalah:
1.      Zuhud
2.      Qona’ah
3.      Sabar
4.      Tawakal
5.      Mujahadah
6.      Ridha
7.      Syukur
8.      Ikhlas
Setelah seseorang melalui dua tahap tersebut maka tahap ketiga yakni tajalli, seseorang hatinya terbebaskan dari takbir (hijab). Tajalli bermakna pencerahan, sebuah pemancaran cahaya batin, penyingkapan rahasia Allah, dan pencerahan hati hamba-hamba saleh.
Akhlak dan tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya, mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam praktiknya tasawuf mementingkan akhlak. Selanjutnya pada tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapnya terdiri dari takhalli, tahali, dan yang tertakhir yaitu tajalli.     
H.    Cara melakukan takhalli, tahalli, dan tajalli.
a.       Menghayati segala bentuk ibadah,sehingga pelaksananya tidak sekedar apa yang dilihat secara lahiriyah, namun lebih dari itu memahami makna hakikatnya.
b.      Riyadhoh(latihan) dan mujahadah ( perjuangan) yakni berjuang dan berlatih membersihan diri dari kekangan hawa nafsu dan mengendalikan serta tidak menuruti keinginan hawa nafsunya tersebut.
c.       Mencari waktu yang tepat untuk mengubah sikap buruk dan mempunyai daya tangkal terhadap kebiasaan buruk dan menggantikannya dengan kebiasaanya yang baik.
d.      Muhasabah(koreksi) terhadap diri sendiri dan selanjutnya menginggalkan sifat-sifat yang jelek itu. Memohon pertolongan Allah dari goda’an syaitan.

DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin,Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers, 2014)
Footnote
2Akhlak Tasawaf dan Karakter mulia, hlm.191
(3). (Amin Al Kurdi 1994 : 390-391), Akhlak Tasawuf dan Karakter mulia, hlm.191-192
4Akhlak Tasawuf dan Karakter mulia, hlm.192-193
6 Akhlak Tasawuf dan Karakter mulia, hlm.191-192
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.......13
Penyakit Ruhani
Sayyid Al-Imam Abdullah Al-Hadad R.a mengatakan bahwa penyakit-penyakit hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk daripada penyakit-penyakit tubuh ditinjau dan berbagai segi dan arah. Yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan mudharat (keburukan/kerugian) atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaannya di dunia dan di akhirat, dan bermudarat bagi akhiratnya, yaitu tempat kediaman yang baqa, kekal dan abadi. Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik, karena bisa mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang abadi.[1]
A.    Pengertian Penyakit Hati dan Macam-Macamnya
Penyakit hati adalah penyakit yang ditimbulkan karena kerusakan terutama pada presepsi dan keinginan dalam jiwa manusia. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau syubhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran, atau  melihat sesuatu tidak sebagaimana adanya. Di sisi lain, keinginannya membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebatilan yang berbahaya.
Al-Imam Ibnu Qoyim Al-Jauziyah menambahkan, ketika kebenaran muncul hati terbagi menjadi empat macam yaitu :
1.      Ada hati yang bertambah kafir dan ingkar.
2.      Ada hati yang bertambah keimanan dan keyakinannya.
3.      Ada hati yang yakin dengan kebenarannya, tetapi ingkar mengingkarinya.
4.      Ada hati yang bingung dan buta, sehingga ia tidak mengerti maksud kebenaran yang datang.
Adapun penyakit hati, pada umumnya, berupa keingkaran dan keraguan, sehingga sulit membedakan antara kebenaran dan keburukan. Seorang yang memiliki penyakit hati adakalanya ia meragukan atau mengingkari suatu kebenaran, seperti yang disebutkan dalam firman Allah, surat Al-Baqoroh ayat 10
Artinya : Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
Kata maradh pada ayat tersebut mempunyai makna keragu-raguan.[2]
a.       Riya, Riya’ adalah memamerkan atau menampakkan sesuatu yang ada pada dirinya, dengan tujuan supaya mendapat pujian atau sanjungan dari orang lain. Riya’ itu termasuk syirik  yakni perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu lainnya. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya yang paling aku takuti atas kamu sekalian adalah syirik kecil. Sahabat bertanya, “apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?” Rasulullah bersabda, “Syirik yang paling itu adalah riya’ ”.[3]
Riya’ merupakan perilaku terkeji ketika seseorang melakkan ritual ibadah hanya untuk memperoleh tempat di hati orang lain.[4] Sejatinya riya dilakukan dengan niat bukan karena Allah, tapi hanya karena manusia semata, dalam arti tidak ikhlas. Riya sendiri dilakukan secara mengada-ada karena pelaku riya sendiri melakukan amal tersebut tidak sesuai dengan kemampuan. Bahkan pelaku riya pun melakukan amal dengan pilih kasih. Tujuan dari pelaku riya pun tidak lain adalah ingin dipuji manusia dan mengharapkan imbalan semata.
Sifat riya itu adalah salah satu penyakit ruhaniyah yang diklasifikasikan oleh Rasulullah dengan syirik kecil, termasuk perbuatan menyekutukan Allah meskipun bukan dalam bentuk terang-terangan. Dalam hal ini Rasulullah menerangkan dalam sebuah hadits yang artinya: “Sesungguhnya yang paling aku takuti atasmu ialah syirik kecil, yaitu riya ( beribadah bukan karena Allah semata tapi untuk dilihat orang )”.
Jelas sangat berbeda antara ikhlas dan riya. Perbedaan antara ikhlas dengan riya dijelaskan oleh Al-Harits Al-Muhasiby dalam bukunya “Ar-Ri’aayah” sebagai berikut: “Ikhlas itu ialah anda menuju Tuhan dengan mentaati-Nya, tidak anda kehendaki selain-Nya, adapun riya itu terbagi dua macam : pertama, mentaati Allah karena manusia. Kedua tujuannya manusia dan Tuhannya manusia, kedua-duanya merusak amal.”
Riya berdasarkan bentuknya ada dua macam diantaranya, yang pertama riya dalam niat. Maksudnya riya dalam niat adalah riya yang berkaitan dengan hati,yaitu sejak awal perbuatan bahkan yang dilakukannya tidak didasari ikhlas sebelumnya sudah didasari riya. Yang kedua riya’ dalam perbuatan. Yaitu memamerkan atau menunjukkan perbuatan di depan orang banyak, agar perbuatan tersebut dipuji, diperhatikan, dan disanjung orang lain.
b.      Dengki (Hasad)
Iri hati merupakan suatu penyakit hati yang parah karena sebagian para ulama menilai sebagai akar dari semua penyakit hati. Sementara sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa induk penyakit hati adalah ketamakan.
Menurut Zumroh dalam bukunya yang berjudul Tombo Ati mengatakanbahwa, dengki adalah keinginan hilangnya nikmat dari orang lain, yang disebabkan adanya rasa sakit hati, rasa dendam, rasa benci dan adanya sifat ujub (merasa dirinya paling hebat) serta sifat sombong. Sehingga ia akan sekuat tenaga untuk menjatuhkan dan menghilangkan kenikmatan dari diri seseorang tersebut.
Rasulullah saw bersabda bahwa iri hati memakan semua amal kebaikan kita, sebagaimana api membakar kayu kering. Rasulullah saw juga bersabda, “Tiap pemilik karunia menyebabkan orang iri hati kepadanya”.
Imam Mawlud menjelaskan bahwa iri hati terlihat ketika seseorang menginginkan orang lain kehilangan karunia yang dimilikinya. Allah Maha bijaksana terhadap segala pemberian-Nya kepada hamba-Nya. Apabila seseorang meragukan karunia yang telah diberikan kepadanya, maka dia sebenarnya dia meragukan Sang Pemberi. Hal ini membuat iri pantas dicela dan dilarang.
c.       Berbicara Berlebihan
Lisan walaupun bentuknya kecil dan tidak bertulang, namun ia mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan manusia. Seseorang yang tidak mampu menjaga lisannya,maka ia akan terjerumus terhadap hal-hal yang tidak baik, yakni memikirkan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya, maka ia akan selamat hidupnya.[5]
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwasannya Rasulullah SAW bersabda :“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam” .[6]
d.      Cinta Dunia
Cinta dunia merupakan penyakit hati yang harus diobati, sebab penyakit cinta dunia itu dapat menimbulkan penyakit lainnya seperti serakah, suka memfitnah orang lain, iri dengki dan lain-lain. Kita hidup di dunia ini hanya untuk sementara waktu dan apa yang telah kita lakukan akan dipertanggung jawaban kelak di akhirat dan apa yang telah kita miliki ini hanya titipan dari Allah SWT.
Allah telah berfirman dalam al qur’an surat Al Isra’ ayat 36 yang berbunyi
Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertangggung jawabnya”. [7]
Sebuah ungkapan bijak yang dihubungkan dengan pernyataan Nabi Isa as., “Dunia ini bagaikan sebuah jembatan, maka lewatilah dunia ini untuk menuju dunia selanjutnya, tetapi jangan mencoba membangun di dalamnya.” Cinta pada dunia dianggap patut dicela, meskipun menginginkan materi duniawi supaya tidak menyusahkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, bukan termasuk yang patut dicela. Bukan termasuk yang patut dicela pula menginginkan dunia sebagai bekal untuk tujuan mencapai yang terbaik di hari akhir.
Cinta pada dunia terbagi dalam lima kategori kaidah-kaidah hukum klasik. Bergantung pada tujuan-tujuan tiap orang, cinta pada dunia ini bisa jadi : wajib, dianjurkan (mandub), boleh (mubah), pantas dicela (makruh), atau terlarang (haram). Kita harus mencintai sesuatu bersifat material di dunia ini yang membantu kita meraih kebahagiaan di Hari Akhir, seperti mencintai Al-Qur’an, Ka’bah, Rasulullah saw., orangtua, para ulama, kitab atau buku ilmu pengetahuan, anak-anak, serta saudara-saudara yang menolong kita dalam urusan keagamaan, seperti halnya cinta terhadap kekayaan supaya dapat memberi kaum fakir miskin.
Jadi, Imam Mawlud menganggap bahwa cinta pada dunia dipuji atau dicela, tergantung pada kebaikan atau kerugian yang ditimbulkannya terhadap seseorang. Apabila cinta pada dunia menggiring pada sebuah penyakit hati, seperti kerakusan dan keangkuhan, maka hal tersebut patut dicela. Jika cinta pada dunia menggiring pada peningkatan spiritual dan penyembuhan hati, maka hal tersebut dipuji. Apa yang diperingatkan para ulama tradisional adalah bahaya melanggar hukum. Semakin banyak kekayaan yang seseorang peroleh, semakin tinggi pula kemungkinan seseorang akan menyimpang kepada selain Allah. Berlomba-lomba untuk memperoleh  kekayaan dapat menjadi sebuah candu dan menggiring pada perilaku yang dianggap sebagai penyakit hati.[8]
e.       Sombong
Manusia diciptakan oleh Allah dari setetes mani kemudian menjadi segumpal darah yang kemudian menjadi segumpal daging yang telah disempurnakan oleh Allah. Jadi tidak pantaslah manusia itu menyombongkan dirinya dan sesuatu yang telah mereka miliki, seperti harta, anak, istri, suami dan lain sebagainya. Sebab pada hakikatnya semua itu adalah milik Allah yang sewaktu-waktu bisa diambil.[9]
Rasulullah saw  memberi peringatan buruknya bersifat sombong : “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya masih ada sifat sombong walaupun hanya sebesar atom”. Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 146 :
Artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya”.
Ada beberapa jenis sifat sombong.Jenis pertama, yaitu orang yang menganggap dirinya di atas orang lain. Kedua, yaitu orang yang merasa jijik melihat orang lain dan mencemooh mereka, ketiga yaitu kesombongan yang berhubungan dengan keturunan. Keempat adalah kesombongan dengan memperlihatkan kecantikan atau ketampanan. Kelima adalah sombong atas kekayaan yang dimiliki. Keenam yaitu kesombongan karena kekuatan. Ketujuh yaitu kesombongan karena mempunyai sesuatu yang banyak, dan yang terakhir kesombongan karena mempunyai ilmu pengetahuan. Ini semua adalah ssebab-sebab yang dapat menanamkan benih-benih kesombongan.[10]
Untuk mengobati sifat sombong, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, kita harus tahu asal mula kehidupan kita yang rendah. Al Qur’an mengingatkan kita bahwa kita diciptakan dari setetes air mani ( QS. al Qiyamah [75]: 37 ). Salah satu pendahulu kita yang mulia, menguraikan rendahnya kita dengan mengatakan “Seseorang itu berasal dari lubang yang ada di antara dua kotoran.” Dengan kata lain, dari manakah sumber kesombongan manusia? Allah berfirman, “ Binasalah manusia! Alangkah amat sangat kekafirannya! Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya?” (QS.’Abasa [80]: 16-19). Peringatan ini menghilangkan segala macam usaha untuk melakukan kesombongan dan kocongkakan. Kedua, kecantikan akan menyusut karena bertambahnya usia dan kulit mulai berkerut. Dan apa yang masih tertinggal adalah yang seharusnya kita beri perhatian dari awal, yaitu akhlak, iman, dan perbuatan kita.[11]
f.       Bangga Diri (ujub)
Bangga diri ( ujub ) adalah sifat orang yang membanggakan dirinya sendiri karena memiliki kelebihan daripada orang lain. Misal kaya raya, pandai, dan lain sebagainya. Orang yang seperti itu tidak merasa takut kehilangan kesempurnaan (kelebihannya) itu. Ia sangat bangga terhadap kenikmatan itu seolah-olah semua itu keberhasilan yang diperoleh dari usahanya sendiri. Ia tidak mengakui bahwa semua kenikmatan dan kebahagiaan itu sebenarnya datang dari Allah SWT. Ujub dan sombong merupakan dua penyakit yang membinasakan atau membahayakan karena termasuk perbuatan tidak terpuji di sisi Allah SWT.[12]
g.      Kikir
Kikir dalam bahasa Arab disebut sebagai bakhil dan menurut istilah berarti sifat seseorang yang amat tercela dan hina, tidak hendak mengeluarkan harta yang wajib di keluarkan baik dalam ketentuan agama seperti zakat, nafkah keluarga atau menurut ketentuan perikemanusiaan seperti sedekah, infak, dan hadiah (Aip Hanifatu Rahman, 2009).  Imam Ibnu Jauzi dalam kitabnya at-thibbu ar-ruhimendefinisikan kikir sebagai sifat enggan menunaikan kewajiban, baik harta benda atau jasa (Joko Harismoyo, 2013).
Menurut Hamza Yusuf dalam bukunya yang berjudul Hatiku Surgaku,etiologi kekikiran berasal dari kecintaan terhadap barang yang tidak kekal di dunia ini. Orang yang kikir berpegangan erat dengan kekayaannya dan menimbunnya.
Imam Ali berkata, “Orang yang paling tercela adalah orang kikir. Di dunia ini dia dicabut dari kekayaanya sendiri, dan pada hari akhir dia dihukum”. Orang kikir akan mengatakan bahwa dia menimbun kekayaannya untuk mengurangi ketakutan akan kemiskinan. Pola piker sperti ini tidak pernah benar-benar merasa puas dengan keinginan; orang kikir selalu dibuat khawatir dengan uang dan dicurahkan untuk melayani kekhawatirnya.[13]
B.     Dampak dari penyakit Hati
Dampak dari penyakit hati sangatlah banyak, diantaranya dibenci oleh Allah dan hamba-Nya, merugikan diri sendiri, hidupnya tidak tenang karena merasa tidak pernah puas, terlihat hina di mata Allah dan manusia baik di dunia maupun di akhirat, terjerumus dalam hal kedholiman, direndahkan derajatnya oleh allah, membuat hilangnya kehidupan yang abadi, serta semakin tidak dapat mengendalikan hawa nafsu. Semua akibat tersebut menyebabkan hilangnya kesan kebaikan yang telah ditanamkan seseorang, karena telah dihapus dengan sifat-sifat tecela tersebut.Karena yang terjadi pasti sebaliknya, yakni permusuhan. Agar malapetaka dari hati seseorang yang sedang dilanda sifat-sifat buruk tersebut jangan menimpa umat manusia, maka Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Janganlah engkau saling dengki-mndengki, janganlah engkau putus memutus hubungan silaturrahmi, janganlah engkau mearah-memarahi, janganlah engkau belakang-membelakangi, jadilah engkau hamba-hamba Allah yang bersaudara”.[14]
C.     Terapi Menghindari Penyakit Hati
Alquran adalah metodologi terapi Islami yang berimplementasi kepada kesehatan mental. Alquran dalam proses terapi terhadap perilaku menyimpang individu dapat diaplikasikan melalui tiga pendekatan.
1.      Metode preventive[15](pencegahan dan pengawasan ). Pendekatan preventive berorientasi mewujudkan integritas diri, yaitu dengan mengawasi, mengurangi, dan menghindarkan diri dari perbuatan buruk yang mendatangkan dosa dan maksiat.[16]
2.      Metode curative[17](Pengobatan dan Perawatan). Pendekatan kuratif adalah penghindaran individu dari tergelincir dalam perlaku buruk yang berketerusan. Pendekatan kuratif ini adalah upaya penguatan disipin berdasarkan keimanan dan ketaqwaan.
3.      Metode Preconstructive dan rehabilitative[18] (bimbingan dan pembinaan). Pendekatan rekonstruktif dan rehabilitatif adalah upaya perawatan dan pengobatan intensif sebagai manifestasi dari taubat dengan memperbanyak amal soleh dan menjauhi kemungkinan-kemungkinan terjebak dalam dosa dan kemaksiatan.[19]
Selain Al Qur’an, kaum sufi juga mempunyai terapi menghindari penyakit hati denagn menggunakan pendekatan sebagai berikut:
Pertama, takhalliyyah an-nafs[20]yaitu upaya pengosongan diri dari segala perilaku buruk yang telah menghunjam dalam pribadi pelaku. Kedua, tahalliyyah an-Nafs[21] yaitu perilaku seseorang yang selalu menghiasi diri dengan keimana, ketakwaan, amal saleh, dan kemuliaan akhlak. Ketiga, tajalliyyah an-nafs[22], yaitu anugerah psikologis yang hadir dalam diri setiap seseorang yang terwujud dalam taubat, sabar, dan tawakkal.
Keimanan, ketakwaan, amal saleh atau zikir kepada Allah yang kontinu akan melahirkan apa yang disebut oleh Carl Jng sebagai arketif ( ketidaksadaran yang paling dalam), yaitu Allah. Dalam kesadaran inilah seorang individu mampu melakukan transformasi psikologis ke arah perkembangkan spiritual yang matang.[23]Akhirnya bagi orang yang mau membersihkan jiwanya adalah yang sukses, sukses dalam pendekatan kepada Allah serta yang berhasil menerima pahala dari-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahnan, Labib MZ Maftuh: CV Bintang Pelajar
Al-Jauziyah, Al-Imam Ibnu Qoyim.Manajemen Qolbu
Mazayasya, Abu Azka Fathin. 2009. Jogjakarta : Darul Hikmah.
Rajab, Khairunnisa. 2010.  Obat Hati. Jogjakarta : Pustaka Pesantren.
Yusuf, Hamzah. 2009. Hatiku Surgaku.Ciputat : Lentera Hati.
Syekh ibn Taymiyyah Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi,
Ensiklopedi Al Qur’an, An-Nafs, dalam jurnal Ilmu dan Kebudayaan , Ulumul Qur’an
El Blitary, Immun. 1997. Pandangan Al-Ghazali Tentang Dengki. Surabaya : Al-Ikhlas
FOOTNOTE
[1]  Al-Imam Ibnu Qoyim, Manajemen Qolbu, Al-Jauziyah, hlm. 51.

[2]  Syekh Ibnu Taymiyyah, Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi, hlm. 17
[3] Zumroh, Tombo Ati, Surabaya: Mitra Jaya, 2011,  hal. 35.
[4] Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat : Lentera Hati, 2009, hal.83.
[5] Zumroh, Tombo Ati, Surabaya: Mitra Jaya, 2011,  hal. 30.
[6] Ibid,  Hal. 31.
[7] Ibid, Hal. 50.
[8] Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat : Lentera Hati, 2009, hal.48.
[9] Zumroh, Tombo Ati, Surabaya: Mitra Jaya, 2011,  hal. 47
[10]  Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat: Lentera Hati, 2009, hal.210.
[11] Ibid,  Hal. 211.
[12]  Soepardjo dkk, Mutiara Akhlak dalam Pendidikan Agama Islam, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2004, Hal. 70.
[13] Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat : Lentera Hati, 2009, hal.23.
[14] H.R. Bukhori dan Muslim
[15] Yahya Jaya, Peranan Taubat dan Maaf dalam kesehatan mental, Jakarta:Ruhama, 1992, hal. 83.
[16] Khairunnas Rajab, Obat Hati, Jakarta : Pustaka Pesantren, 2010, hal.3.
[17] Yahya Jaya, Peranan Taubat dan Maaf dalam kesehatan mental, Jakarta:Ruhama, 1992, hal. 83.
[18] Ibid, Hal. 83
[19] Khairunnas Rajab, Obat Hati, Jakarta : Pustaka Pesantren, 2010, hal.4
[20] Proyek Pembinaan PTA, Pengantar Ilmu Tasawuf, Sumut : IAIN Sumut, 1981, hal.99.
[21] Ibid, Hal. 123
[22] Ibid, Hal. 123
[23] Ensiklopedi Al Qur’an, An-Nafs, dalam jurnal Ilmu dan Kebudayaan , Ulumul Qur’an , No. 8, Vol. II, 1991, hal 103.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...