Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mu'min yang bersama dia;
sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil
mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan
ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (QS. At-Tahrim : 8)
1) Syirik
2) Kufur
3) Nifak
4) Riddah
5) Fasik
6) Berzina dan menuduh orang
berzina
7) Membunuh manusia
8) Bersumpah palsu
a.
Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran
seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh Allah SWT. Dengan demikian dia
tenggelam dengan pengawasan Allah dan kesempurnaan-Nya sehingga ia merasa
akrab, merasa senang, merasa berdampingan, dan menerima-Nya serta menolak
selain Dia.[10][9]
Firman Allah SWT :
اِنَّ
اللهَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu.” (QS. An-Nisa :
1)
b.
Bermuhasabah
Yang dimaksud dengan muhasabah
adalah menyempatkan diri pada suatu waktu untuk menghitung-hitung amal
hariannya. Apabila terdapat kekurangan pada yang diwajibkan kepadanya maka
menghukum diri sendiri dan berusaha memperbaikinya. Kalau termasuk yang harus diqadha maka
mengqadhanya. Dan bila ternyata terdapat sesuatu yang terlarang maka memohon
ampun, menyesali dan berusaha tidak mengulangi kembali. Muhasabah merupakan
salah satu cara untuk memperbaiki diri, membina, menyucikan, dan
membersihkannya.[11][10]
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Hasyr : 18)
c.
Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang,
bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu senantiasa
mencintai ajakan untuk terlena, menganggur, tenggelam dalam nafsu yang
mengembuskan syahwat, kendatipun padanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan.
Jika seorang Muslim menyadari bahwa itu akan menyengsarakan dirinya, maka dia
akan berjuang dengan menyatakan perang kepadanya untuk menentang ajakannya,
menumpas hawa nafsunya.
Artinya : “Dan aku tidak
membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf :
53)
A.
Cara Memelihara Akhlak Terhadap Diri Sendiri, Cara untuk memelihara
akhlak terhadap diri sendiri antara lain[12] :
1.
Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai
hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.
Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah , menjauhi larangan
dan ketika ditimpa musibah.
2.
Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah
yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan
perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan
alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan
dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
3.
Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang
dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan
ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri
dan tidak menyenangkan orang lain.
4.
Shidiq , artinya benar atau jujur. Seorang muslim harus dituntut
selalu berada dalam keadaan benar lahir batin ,yaitu benar hati
,benar perkataan dan benar perbuatan.
5.
Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir dari
kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat
amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali.
Rosulullah SAW bersabda bahwa “ tidaj (sempurna) iman seseorang yang tidak
amanah, dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji . ”( HR .
Ahmad).
6.
Istiqamah, yaitu sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan
keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah
supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Quran pada surat Al- Fushshilat ayat 6
yang artinya “ Katakanlah bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu,
diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka
istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan
yang besarlah bagi orang-orang yang bersekutukan-Nya” .
7.
Iffah, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan
memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak, dan
menjatuhkannya. Nilai dan wibawa seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan dan
jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan
oleh kehormatan dirinya.
8.
Pemaaf, yaitu sikap suka member maaf terhadap kesalahan orang lain
tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Islam mengajarkan
kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan
maaf dari yang bersalah.
B.
Manfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri
1.
Berakhlak terhadap jasmani
a. jauh dari penyakit
karena sering menjaga kebersihan
b. tubuh menjadi sehat dan
selalu bugar
c. menjadikan badan kuat
dan tidak mudah lemah
2.
Berakhlak terhadap akalnya:
a. memperoleh banyak ilmu
b. dapat mengamalkan ilmu yang
kita peroleh untuk orang lain
c. membantu orang lain
d. mendapat pahala dari Allah
SWT
3.
Berakhlak terhadap jiwa:
a. selalu dalam lindungan
Allah SWT
b. jauh dari perbuatan yang
buruk
c. selalu ingat
kepada Allah SWT
FOOTNOTE
[1][ [1] ] Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islami :
Akhlak Mulia, (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1996), h. 26
2[[2]]
http://blog.umy.ac.id/divtaiqbal/2012/11/19/akhlak-terhadap-diri-sendiri/
2[[3] ] Ibid.h.132-133
3[[4]] Miftah Faridl.Etika Islam: Nasehat Islam untuk
Anda.(Bandung: Pustaka.1997)h.184-187
[5][4] Ibid.h.78-79
[6][5] Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islami : Akhlak
Mulia, (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1996), h.129
[7][6]Rikza Maulan, akhlak terhadap diri sendiri.:http://www.slideshare.net/rilamaulida04/akhlak-2kamis, 09.04.15.58
[8][7] Abu Bakar Jabir El Jazairi, Pola Hidup Muslim
(Minhajul Muslim): Etika (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,1993).h.33
[9][8] Miftah Faridl.Etika Islam: Nasehat Islam untuk Anda.(Bandung:
Pustaka.1997)h.38-48
[10][9] Ibid.h.36
[11][10] Ibid.h.40-41
[12]http://blog.umy.ac.id/divtaiqbal/2012/11/19/akhlak-terhadap-diri-sendiri/(tanggal akses 20 april 2015)
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok......10
ADAB MENUNTUT ILMU
A.
Definisi Adab Belajar
Ta’dib secara Etimologi merupakan bentuk masdar kata
kerja addaba yang berarti ‘mendidik, melatih berdisiplin,
memperbaiki, mengambil tindakan, beradab, sopan, berbudi baik, mengikuti jejak
akhlaknya.[1]
Dalam salah satu hadis Rasulullah bersabda:
أدًّبّي رَبِّي فأحْسَنَ تَأديي(أخر جه العسكري عن علي)
“Tuhanku mengajarkan adab kepadaku maka Dialah yang memperindah
adabku.”(HR. al-‘Askariy dari Ali)
Al-Zarkasiy dalam Faydh
al-Qadir Syarah al-Jami ‘al-Shaghir menyebutkan bahwa Hadis ini
sekalipun dha’if tetapi maknanya shahih.
Kata ta’dib pada umumnya
lebih banyak digunakan pada pendidikan yang bersifat keterapilan lahir yakni
latihan dan keterampilan. Ia berasal dari kata adab, yang berarti etika, sopan
santun, dan budi pekerti lebih tepat diartikan mengajarkan adab atau diartikan
memberi pelajaran atau hukuman.[2]
Ayat Al-Quran yang berhubungan
dengan adab menuntut ilmu antara lain:
orang-orang beriman apabila
dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
“Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS.
Al-Mujadillah:11)
Menurut Ibnu Qayyim, kata adab
berasal dari kata ma’dubah. Katama’dubah berarti’jamuan atau
hidangan’, dengan kata kerja ”adaba-ya’dibu’’yang berarti ‘menjamu atau
menghidangkan makanan. Kata adab dalam tradisi Arab kuno merupakan symbol
kedermawanan, dimana al-Adib (pemiik hidangan) mengundang banyak orang untuk
duduk bersana menyantap hidangan di rumahnya. Sebagaimana yang terdapat dalam
perkataan Tharafah bin Abdul Bakri al-Wa’illi, “Pada musim paceklik (musim
kesulitan pangan), kami mengundang orang-orang ke perjamuan makan, dan engkau
tidak akan melihat para penjamu dari kalangan kami memilih-milih orang yang
diundang”.
Kemudian kata ini berkembang seiring
dengan perkembangan peradaban islam, sebagai sebuah simbol nilai
agung yang ada dalam islam. Hal ini bisa kita lihat dalam hadist berikut ini,
yang menjelaskan kata adab sebagai hidangan yang ada di dalamnya syarat dengan
nilai. “sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah dimuka bumi, oleh
karena itu Belajarlah kalian pada sumber peradaban-nya.”[3]
Kata ta’dib
ataual-adab ini dipopulerkan oleh Imam al-Bukhari dalamadab
al-mufrad, al-mawardi dalam kitabnya Adab al-Muallimin wa al-Rawi wa
Adab al-sami’ serta Ibn Jama’ah dalam kitabnya Tadzkirah al- sami’ wa
al-Mutakallim fii Adab al-Alim wa al-Muta’allim.
Sementara itu, kata adab juga
sering dipakai dalam hadits untuk menunjuk kata pendidikan. Hal itu sebagaimana
sabda Nabi saw. Berikut ini, “Tuhan telah mendidikku, dan telah membuat
pendidikanku itu sebaik-baiknya”, “Setiap pendidik akan menyukai diberikan alat
mendidik, dan sesungguhnya pendidikan dari Allah itu adalah Al-Qur’an, aka
janganlah kalian menjauhinya”.
Menurutal-attas,
istilah ta’dib adalah istilah yang paling tepat digunakan untuk
menggambarkan pengertian pendidikan, karena pada dasarnya pendidikan Islam
bertujuan untuk melahirkan manusia yang beradab. Sementara
istilahtarbiyah terlalu luas karena pendidikan, dalam istilah ini mencakup
pendidikan untuk hewan.[4] Selanjutnya,
ia menjelaskan bahwa istila Ta’dib merupakan masdar kata
kerja addaba yang berarti pendidikan. Kemudian, dari
kata addabaini diturunkan juga kata adabun. Menurut
al-attas, adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat
bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan
berbagai tingkat dan derajat tingkatan mereka dan tentang tempat seseorang yang
tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi
jasmaniah, intelektual, maupun rohaniyah seseorang. Al-attas mengatakan bahwa
adab adalah pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan
seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan derajat, yang
merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta. Pengenalan adalah
ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan, seperti ilmu
tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. Keduanya
sia-sia karena yang satu menyifatkan ketiadasadaran dan kejahilan.[5]
Berdasarkan pengerian adab seperti
itu, al-Attas mendifinisikan pendidikan menurut
islam sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan ke dalam manusia, tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala
sesuatu di dalam tatanan wujud, sehingga hal ini membimbing kearah pengenalan
dan pengakuan tempat tuhan yang tepat didalam tatanan wujud tersebut.[6]
Pendapat al-Attas
mengenai Ta’dib, dikuatkan oleh Sa’dudin Mansur Muhammad. Ia beralasan
bahwa istilah Ta’dib merupakan istilah yang mencakup semua aspek
dalam pendidikan baik unsure tarbiyah maupun taklim. Lebih lanjut ia
menegaskan bahwa istilah ta’dib sudah dikenal sejak zaman jahiliah
dan dikuatkan setelah datangnya Nabi Muhammad saw.
Alasan yang lebih mendasar yang
melatar belakangi al-Attas memilih istilah ta’dib adalah,
adab berkaitan erat dengan ilmu, sebab ilmu tidak dapat diajarkan
atau ditularkan kepada anak didik, kecuali jika orang tersebut memiliki adab
yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang.
Kemudian, konsep pendidikan Islam
yang hanya terbatas pada makna tarbiyah dan taklim itu telah dirasuki
pandangan hidup barat yang berlandaskan nilai-nilai dualisme, sekularisme,
humanism, dan sofisme, sehingga nilai-nilai adab menjadi kabur dan semakin jauh
dari nilai-nilai hikmah Ilahiah. Kekaburan makna adab tersebut mengakibatkan
kezaliman, kebodohan, dan kegilaan. Kezaliman yang dimaksud disini adalah
meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, sementara kebodohan adalah melakukan
cara yang salah untuk mencapai hasil tujuan tertentu, dan kegilian adalah
perjuangan yang berdasarkan tujuan dan maksud yang salah.
Istilah adab juga
merupakan salah satu istilah yang identik dengan pendidikan akhlak, bahkan Ibn
Qayyim berpendapat bahwa adab adalah inti dari akhlak, karena
didalamnya mencakup semua kebaikan. Lebih dari itu, konsep adab ini,
pada akhirnya berperan sebagai pembeda antara pendidikan karakter dengan
pendidikan akhlak. Orang berkarakter tidaklah cukup, karena pendidikan karakter
hanya berdimensi pada nilai-nilai dan norma-norma kemanusian aja (makhluk),
tanpa memperhatikan dimensi ketauhidan Ilahiyah (khaliq). Sehingga orang
berkarakter belum bias disebut berakhlak, karena bisa jadi orang berkarakter
“toleransi” ia mengikuti paham pluralism sehingga memukul rata semua agama
tanpa batasan norma syari’at. Sementara dalam pendidikan akhlak mengintegrasikan
kedua dimensi tersebut, yakni nilai kemanusiaan (makhluk) dan nilai uluhiyah
(khaliq) adalah hal yang wajib, dan tidak boleh dipisah-pisahkan. Sehingga
orang berakhlak, secara langsung mencakup orang yang berkarakter. Dengan
demikian, pendidikan akhlak atau adab adalah lebih syumul ‘mencakup’
daripada pendidikan karakter.
B.
Eksplorasi dan Elaborasi Hadist – Hadist Tentang Adab Belajar
1.
Hadis 1, Hormat dan Santun terhadap Guru
Memiliki rasa hormat dan bersikap
santun terhadap guru adalah prilaku yang harus dimiliki dalam menuntut ilmu.
Guru adalah orang yang memberikan kita ilmu, yang dengan ilmu itu kita akan
menjadi orang mulia baik didunia maupun diakhirat. Dan salah satu cara untuk
memuliakan guru adalah bersikap hormat dan santun kepadanya sebagai cerimanan
sikap kerendahan hati. Sebagai mana sabda Rasulullah :
تَعَلّمُواالعِلْمَ
وَتَعَلّمُوْا لِلْعِلْمِ السّكِيْنَةَ وَالْوَقَا رَ وَتَوَاضَعُوْا لِمَنْ
تَتَعَلّمُوانَ مِنْهُ
Artinya :
"Belajarlah kalian ilmu untuk ketentraman dan ketenangan serta
rendah hatilah pada orang yang kamu belajar darinya". HR.At-Tabrani.
2.
Hadis 2, Mengamalkan Ilmu Pengetahuan
“ Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin
‘Asad telah menceritakan kepada kami ‘Abtsar dari Burd bin sinan dari Sulaiman
bin Musa Ad Dimasyqi dari Abu Darda’ radiallahu ‘anhu ia berkata : “ kamu tidak
akan menjadi seorang ulama hingga kamu menajadi seorang penuntut ilmu (lebih
dahulu), dan dengan ilmu pun kamu tidak akan menjadi seorang ulama hingga kamu
mengamalkannya. Kamu di anggap berdosa jika kamu bersikap membantah, kamu di
anggap berdosa jika kamu suka berdebat (hanya untuk menang), serta kamu
dianggap sebagai pendusta jika kamu bercerita selain zat Allah.
3.
Hadis 3, Menuntut Ilmu Karena Allah
“Telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abu
Syaibah telah menceritakan kepada kami Surajj bin An Nu’man telah
menceritakan kepada kami Fulaih dari Abu Thuwalah Abdullah bin Abdurrahman bin
Ma’mar Al Anshari dari Sa’id bin Yasar dari Abu Hurairah ia berkata, “
Rasulullah Sallallahu’alaihi Wasallam bersabda : “ Barang siapa mempelajari
suatu ilmu yang seharusnya karena Allah Azza Wa Jalla, namun ia tidak
mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dari dunia, maka ia tidak
akan mendapatkan baunya Surga pada Hari Kiamat.”
4.
Hadis 4, Respon Terhadap Majlis Ilmu
“Telah bercerita kepada kami Isma’il
berkata, telah menceritakan kepada ku Malik dari Iahaq bin Abdullah bin Abu
Thalhah bahwa Abu Murrah – mantan budak Uqail bin Abu Thalib-, mengabarkan
kepadanya dari Abu Waqid Al Laitsi, bahwa Rasulullah Salallahu’alaihi Wasallam
ketika sedang duduk bermajlis di masjid bersama para sahabat datinglah tiga
orang. Yang dua orang menghadap Nabi Salallahu ‘alaihi Wasallam dan yang
seorang lagi pergi. Yang dua orang terus duduk bersama bai shalallahu ‘alaihi
wasallam dimana satu diantaranya Nampak berbahagia bermajlis bersama Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam sedang yang ke dua duduk di belakang mereka, sedang
yang ketiga berbalik pergi, setelah Rasulullah Shalallahhu ‘alaihi Wasallam
selesai bermajlis, Beliau bersabda : “ Maukah kalian aku beritahu tentang
ketiga orang tadi? Adapun seorang di antara mereka, dia meminta perlindungan
kepad Allah, maka Allah melindungi dia. Yang kedua dia malu kepada Allah, maka
Allah pun malu kepadanya. Sedangkan yang ketiga berpaling dari Allah maka Allah
pun berpaling darinya.[9]
Dengan demikian seorang murid atau
peserta didik harus selalu menunjukkan sikap akhlak yang mulia, terutama kepada
pendidik, agar mudah mendapat pancaran ilmu darinya, tidak memandang rendah
kepada pendidik, selalu bertingkah laku yang menyenangkan kepada pendidik,
selalu disiplin, giat belajar dan bersabar dalam belajar.
Di antara etika di dalam menuntut
ilmu adalah tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, contoh mengambil
tempat orang lain dan kita menempatinya, karena dalam menuntut ilmu kedudukan
seseorang itu adalah sama, tidak ada yang lebih mulia ataupun hina, semua dalam
keadaan belajar. Oleh sebab itu tidak boleh dalam menempati tempat duduk
seseorang menyuruh orang lain berdiri, maka ia menduduki tempat orang lain
tersebut. Dalam sebuah hadist dijelaskan larangan menempati tempat duduk orang
lain :
5.
Hadis 5.
“ Dan telah menceritakan kepada kami
Qutaibah bin Sa’id; Telah menceritakan kepada kami Laits; Demikian juga telah
di riwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad
bin Rumh bin Al Muhajir; Telah mengabarkan kepada kami Al Laits dari Nafi’ dari
Ibnu ‘Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda :
“ Janganlah kamu menyuruh orang lain
berdiri dari tempat duduknya, kemudian kamu duduk di tempatnya.”
C.
Syarah dari Hadist – Hadist tentang Adab Belajar (dengan menelaah
kualitas hadist)
1.
Syarah dari hadist yang pertama Adab seorang penuntut ilmu kepada
gurunya. Keberhasilah seorang penuntut ilmu sangat di tentukan oleh bagaimana
dia bersikap penuh adab kepada guru – gurunya dan kepada siapapun yang
memberikan ilmu kepadanya. Diantara adab – adab yang harus di perhatikan adalah
:
1. Hormat,
sabar dan santun serta selalu memuliakan dan bersikap rendah hati terhadap sang
guru.
2. Duduk
diam mendengarkan dengan penuh adab dan berusaha memusatkan seluruh perhatian
untuk menyerap setiap ilmu yang disampaikan oleh sang guru.
3. Bersabar
menghadapi sang guru
4. Jangan
malu untuk bertanya atau menanyakan hal – hal yang belum di pahami.
5. Dalam
diri seorang guru atau pendidik terdapat 4 hal penting, dan dalam diri
seseorang penuntut ilmu atau pelajar juga terdapat 4 hal penting maka
sempurnalah hubungan keduanya. [11]
2.
Syarah dari hadis tentang mengamalkan ilmu pengetahuan
Hadist di atas menjelaskan keuamaan
mengamalkan dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Sebagai motivasi untuk selalu
belajar dan mengajar. Pengalaman ilmu pengetahuan merupakan suatu keharusan,
karena ilmu tanpa pengalaman tidak ada gunanya, orang berpengetahuan tanpa
diamalkan laksana lilin yang menerangi orang lain. Tetapi membakar drinya
sendiri. Dalam al- Qur’an surat al-Shaf ayat : 2 – 3 dijelaskan gambaran orang
yang tidak mengamalkan apa yang dikatakan sebagai berikut :
“Hai orang – orang yang beriman,
mengapa kamu berkata apa yang tidak kamu perbuat. Sungguh besar murka Allah
jika kamu berkata apa yang tidak kamu perbuat”.
3.
Syarah dari hadist tentang menuntut ilmu karena Allah SWT
1. Belajar
ilmu pengetahuan haruslah dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT.
2. Niat dalam
melaksanakan suatu pekerjaan akan menentukan hasil dari pekerjaan tersebut.
Bila menuntut ilmu karena dunia, maka yang di dapat hanyalah kehidupan dunia,
sedangkan di akhirat dia tidak mendapatkan apa – apa seperti di jelaskan dalam
hadist diatas
D.
Respon terhadap majlis ilmu
Penjelasan :
Hadist di atas berbicara mengenai
Etika dalam belajar menuntut ilmu. Menuntut ilmu itu dimulai dengan niat,
karena niat itu akan menentukan hasil suatu pekerjaan. Dalam menuntut ilmu
hendaklah dengan niat mengharap ridha Allah. Dalam hadist lain
juga di sebutkan akan pentingnya niat :
Di antara pelajaran penting dari hadist di atas adlah :
1. Dalam
menuntut ilmu hendaklah berniat mengharap ridha Allah.
2. Niat
menentukan hasil dari amal seseorang
3. Menuntut
ilmu haruslah dengan hati yang ikhlas, agar ilmu tersebut dapat ridha dari
Allah dan bermanfaat.
4. Sikap
orang yang belajar (peserta didik) hendaknya menghormati dan menghargai orang
yang mengajar (pendidik)
Seseorang yang sedang belajar atau
peserta didik setidkanya mempunyai dua sikap yaitu sikap sebagai pribadi dan
sikap sebagi penuntut ilmu (peserta didik) sebagai pribadi seorang murid harus
bersih hatinya dari kotoran dan dosa, agar mudah menangkappelajaran, menghapal
dan mengamalkannya.
Sebagi murid atau peserta didik
seorang murid haruslah bersikap rendah hati pada ilmu dan guru (pendidik),
selalu berusaha menjaga keridhoan pendidiknya, karena keridhoanna pedidik atau
guru sangat berpengaruh dengan berkat tidaknya ilmu yang di berikan oleh
seorang pendidik. Beberapa yang harus di hindari oleh seorang peserta didik
yaitu :
a. Jangan
menggunjing disisi gurunya
b. Jangan
menunjukan perbuatan yang buruk di depan dan di belakang gurunya
c. Mencegah
orang yang menggunjingkan gurunya
d. Bila
tidak sanggup mencegah orang yang menggunjingkan gurunya, maka sebaiknya dia
menjahui orang tersebut.[12]
E.
Adab Belajar Menurut Para Ahli
Salah satu ulama besar umat muslim,
Imam Al-Ghazali, dalam bukunyaIhya Ulumuddin menyampaikan adab menuntut
ilmu bagi seorang pelajar. Ada tujuh poin penting tentang Adab Menuntut
Ilmu Menurut Imam Al-Ghazaliyang diringkas dari pendapat ulama ahli tasawuf ini
:[13]
1.
mendahulukan kebersihan jiwa dari akhlak yang rendah.
Menurut Al-Ghazali, selama batin
tidak bersih dari hal-hal keji, maka ia tidak menerima ilmu yang bermanfaat
dalam agama. Selain itu, batin juga tak akan diterangi dengan cahaya ilmu. Ibnu
Mas’ud berkata, “Bukanlah ilmu itu karena banyak meriwayatkan, tetapi ilmu itu
adalah cahaya yang dimasukkan ke dalam hati.”
2.
mengurangi kesenangan-kesenangan duniawi dan menjauh dari kampung
halaman hingga hatinya terpusat untuk ilmu. Allah tidak menjadikan dua jantung
bagi seseorang di dalam rongga badannya. Oleh karena itu dikatakan, “Ilmu itu
tidak memberikan sebagiannya hingga engkau memberinya seluruh milikmu.”
3.
tidak sombong dalam menuntut ilmu dan tidak membangkang kepada
guru. Al-Ghazali menyarankan orang yang menuntut ilmu agar memberi kebebasan
kepada guru yang mengajarnya selama tidak memperlakukannya dengan
sewenang-wenang. Al-Ghazali juga menegaskan agar pelajar terus berkhidmat kepad
guru. Menurutnya, ilmu enggan masuk kepada orang yang sombong seperti banjir
yang tidak dapat mencapai tempat yang tinggi.
4.
menghindar dari mendengarkan perselisihan-perselisihan di antara
sesama manusia. Menurut Al-Ghazali, hal tersebut dapat menimbulkan kebingungan
saat menuntut ilmu.
5.
tidak menolak suatu bidang ilmu yang terpuji, tetapi harus
menekuninya hingga mengetahui maksudnya. Jika umur membantunya, maka ia pun
mesti menyempurnakannya.
6.
mengalihkan perhatian kepada ilmu yang terpenting, yaitu ilmu
akhirat. Imam Al-Ghazali berpendapat, ilmu yang dimaksudkan adalah bagian
dari muamalah dan mukasyafah. Ilmumukasyafah tersebut
ialah makrifatullah atau mengenal Allah. Al-Ghazali menegaskan bahwa
ilmu yang paling mulia dan puncaknya adalah mengenai Allah.
7.
tujuan belajar adalah menghiasi batin dengan sifat yang
menyampaikannya kepada Allah Swt. Selain itu, ia juga harus mengharapkan
mendapatkan derajat tertinggi di antara malaikatmuqarabin (yang dekat
dengan Allah). Dengan tujuan ini, ia tidak mengharapkan kepemimpinan, harta,
dan kedudukan.
Dan yang lain juga mengatakan
sebagai berikut :
- Ibnu
Thowus mendengar dari bapaknya , menghormati guru adalah sunnah.
- Maimun
bin Mihran, janganlah kamu berdebat dengan orang yang lebih pintar darimu, itu
tidak akan membawa manfaat bagimu.
- Az-Zuhri ,
Salmah sering mendebat Ibnu Abbas, akhirnya Salmah tidak banyak mendapatkan
ilmu darinya, padahal Ibnu Abbas ilmunya sangat banyak.
- Ibnu
Jama’ah : seorang murid jangan sampai masuk ke majlis syaikh kecuali harus
ijin, baik syaikh dalam keadaan sendirian ataupun ada pendampingya. Ketika
memasuki majlis taklim, hendaklah bersih badan, pakaian dan kukunya, jangan
sampai bau badanya menyengat tidak harum. Ingat, masjlis taklim adalah majlis
dzikir dan pertemuan yang hal itu merupakan ibadah.
- Abu
Bakar bin Al-Anbari dalam majlis ilmunya, ketika murid mendengarkan ilmu,
suasananya sangat tenang, seolah-olah kepala mereka jika dihinggapi burung maka
burung itu tidak akan terbang, saking tenangnya suasana belajar.
F.
Refleksi dan Hikmah Hadist
Dari beberapa adab yang dikemukakan
di atas, tidak sepenuhnya mutlak berlaku di setiap lembaga pendidikan.
Kedudukan‘urfatau kebiasaan terkadang bias menjadi adab yang harus dijunjung
tinggi bagi peserta didik. Sehingga bisa dikatakan bahwaa dasebagian bentuk
interaksi antara pendidik dan peserta didik yang disepakati sebagai suatu hal
yang dianggap baik, bisa menjadi adab atau etika tertentu bagi peserta didik.
Hal tersebut masih dapat ditoleransi selama tidak melanggar
kaidah syari’at atau melampaui batas norma agama yang berkaitan
dengan konsep muamalah dan interaksisosial.
Hubungan antara peserta didik dengan
pendidik dalam prosespendidikan memang harus terjalin denganbaikdengantetapmemperhatikanbatas-batasannya
untuk menjaga kesopanan peserta didikterhadap ilmu dan pendidiknya.
Pola hubungan pendidik dan peserta
didik di atas masih cukup relevan untuk diaplikasikan dalam kegiatan
belajar-mengajar dimasa sekarang, karena hubungan tersebut disamping tidak akan
membunuh kreativitas pendidik dan peserta didik, juga dapat mendorong
terciptanya akhlak yang mulia dikalangan peserta didik khususnya, maupun
semua pihak yang beperan dalam proses pendidikan.
Para ahli pendidikan Islam masa kini
juga telah sepakat bahwa maksud dari pengajaran dan pendidikan bukan hanya
berupa transformasi ilmu saja, tetapi juga mendidik akhlak dan jiwa peserta
didik, menanamkan karakter baik dan islami pada jiwa mereka, serta
mempersiapkan mereka untuk menuju suatu kehidupan yang lebih nyata yaitu ketika
berafiliasi dan bersosialisai di tengah-tengah masyarakat. Apabila
adab-adab tersebut telah mampu terealisasikan, maka peserta didik akan
lebih mudah mencapai apa yang dicita-citakan.[14]
FOOTNOTE
[1] Munawir, Al-munawir, hal. 13-14, lihatjuga Mahmud
Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: YP#A, 1973, hal 37
[2] Hadis Tarbawi (hadis-hadis pendidikan), abdul majid khon,
Hlm. 298
[3] Munawir, Al-munawir, hal. 13-14, lihatjuga Mahmud Yunus,
Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: YP#A, 1973, hal. 205
[4] Al_attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung;Mizan,
1984 hal. 52
[5] Ibid, hlmm. 60
[6] Ibid, hal 62
[7] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz V, h. 108, lihat juga
juz I, h. 126.
[8] Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juz III, h. 361.
[9] Al-Bukhari. Shahih al-Bukhari, juz I, h. 211
[10] Muslim, Shahih Muslim, Juz IV, h. 1714
[11]Belajar dan menuntut ilmu, Ensiklopedia amal
shaleh hal. 34
[12] Hadist Tarbawi, Hadis tentang belajar dan
mengajar , Dra. Suryani, M.Ag. hal. 60
[13] http://www.duniaislam.org/21/03/2016/adab-menuntut-ilmu-menurut-imam-al-ghazali/
[14] http://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pendidikan-karakter-adab-murid.html
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
PROSES KEHIDUPAN SOSIAL KEMASYARAKATAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN
HIDUP.
Perjalanan
kehidupan manusia:
1.
Alam roh 6.
Hari kebangkitan (yaumul ba’as) 11.
mizan
2.
Alam kandungan 7.
Padang Mahsyar (yaumul hasyr) 12.
telaga
3.
Alam dunia 8.
Syafa’at 13.
sirat
4.
Alam kubur (barzah) 9. Hisab
dan mizan 14.
Surga & Negara.
5.
Kehancuran alam 10.
Penyerahan catatan amal
Adapun
nomor 7:
1.
7 Orang yang dilindungi oleh Allah swt.
2.
Matahari 1 Mill.
3.
Manusia di giring.
Adapun
alam dunia, pembahasan bisa di kaji banyak namun materi yang ada yaitu cara
mencapai bahagia dunia:
1.
Pendidikan
2.
Pengalaman
3.
Nasib
Tapi
ada yang mempersempit:
1.
Alam roh.
2.
Alam rahim
3.
Alam dunia
4.
Alam akhirat
PROSES KE-4....ALAM KUBUR (ALAM BARZAH)
A.
Alam Barzah.
1.
Keadaan Alam kubur sebagai permulaan alam akhirat
Setelah manusia itu mengakhiri
hidupnya di alam dunia, yakni ia telah mati, maka untuk selanjutnya ia di
kuburkan dan selanjutnya mengalami perpindahan alam lagi yaitu menempuh
kehidupan di alam kubur (barzah). Adapun sifat dan keadaan yang ketiga atau alam
barzah ini adalah lebih luas lagi dari keadaan alam dunia sekarang ini. Sebagai
perumpamaan dapatlah di katakana bahwa perbandingan antara alam barzah dengan
alam dunia sekarang ini adalah sebagaimana perbandingan antara alam dunia
sekarang dengan alam sewaktu masih dalam kandungan ibu.
Adapun kehidupan di alam barzah ini
sifatnya juga hanya sementara waktu, yaitu hingga datangnya hari kiamat. Sebab
setelah datangnya hari kiamat nanti akan ada kehidupan lagi yaitu kehidupan
tahap yang keempat (terakhir), yakni kehidupan di alam ahirat.[1]
Di dalam hadist Nabi di tegaskan
bahwa alam kubur merupakan tahap pertama menuju alam akhirat. Alam kubur bisa
juga sebagai taman surga atau lubang neraka, seseorang yang selamat melewati
tahap pertama itu untuk tahap selanjutnya bakal lebih ringan, tetapi jika
melalui tahap pertama tidak selamat, untuk tahap selanjutnya akan semakin
berat.
Sabda Rasulallah saw:
‘’Sesungguhnya alam kubur merupakan
tahap pertama menuju alam akhirat. Apabila seseorang selamat melewati tahap
pertama, maka untuk tahap selanjutnya bakal lebih ringan. Namun jika tidak
selamat melewati tahap pertama, maka untuk tahap selanjutnya akan lebih
dahsyat.’’ (H,R. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim)
Sabda Rasulullah s.a.w yang lain;
‘’Bahwasanya kubur itu merupakan satu taman
dari taman-taman surge, atau merupakan satu lubang dari lubang-lubang neraka.’
Dari hadist di atas kita bisa
menyimpulkan, bahwa keadaan di kubur (selamat atau celaka) bisa di jadikan
untuk menentukan keadaan pada tahap berikutnya yang kekal abadi, alam akhirat.
Selamat di alam kubur, besar kemungkinan bahagia dan selamat di alam akhirat.
Sebaliknya, celaka di alam kubur, berarti penderitaan di alam akhirat.
Allah berfirman S. at-Takastur ayat
1-2:
‘’Bermegah-megah telah melalaikan kamu, sampai
kamu masuk dalam kubur.’’
Firman Allah di atas intinya umat
manusia agar tidak terbuai dengan kemegahan dunia, harta, kedudukan, anak,
pengikut, dan sebagainya. Sebab, semuanya itu kadang-kadang menjadikan manusia
lupa daratan, melupakan tujuan hidup, melupakan Allah, dan mengabaikan
pertntah-Nya.[2]
2.
Pertanyaan kubur (Munkar dan Nakir)
Bila seseorang sudah di letakkan di
kuburnya, semua orang yang mengantar sudah kembali pulang, maka roh si mayit
itu akan dapat mendengarkan bunyi terompah mereka yang mengantar itu, lalu
dating kepadanya dua malaikat, ia di suruh duduk, lalu kedua malaikat itu
bertanya; Apa yang kamu ketahui tentang seseorang yang bernama Muhammad? Bila
ia seorang mukmin, ia akan menjawab aku mengetahui bahwa ia adalah Rasul Allah
dan hamba Allah. Kedua malaikat itu lalu berkata: Bahwa Allah sudah mengganti kedudukanmu
di dalam Neraka dengan mengganti kedudukan di dalam Surga. Adapun orang-orang
kafir, munafik akan di Tanya: Apa yang engkau ketahui tentang Muhammad? Orang
kafir dan munafik itu akan menjawab: Aku tidak kenal ia dan aku hanya
mengatakan akan apa yang di katakana orang banyak. Kedua malaikat itu lalu
berkata: engkau tidak mengenalnya dan tidak pula engkau tanyakan kepada orang
yang mengenalnya. Orang kafir dan munafik itu lalu di pukul dengan pemukul dari
besi sehingga berteriak yang di dengar oleh semua mahluk selain jin dan
manusia.
Hadist di riwayatkan oleh Bukhari,
Muslim dan lain-lain dari Al Barra’ bin ’Azib: sesungguhnya Rasulallah saw
bersabda:
”Seorang muslim bila di anya di
dalam kuburnya lalu menjawab dengan pengakuan bahwa tidak ada tuhan selain
Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul atau utusan-Nya. Penjawaban demikian
yang di maksudkan dengan kata-kata “Qaulis Stabit fil hayatid dunya wa fil
Akhirah” di dalam surat Ibrahim ayat 27. Artinya satu jawaban yang sangat
tepat.”
Di dalam Hadist yang lain tentang
siksa kubur diterangkan bahwa setiap roh manusia yang sudah mati akan di
tanyakan di alam kuburnya akan di Tanya 3 pertanyaan: siapa Tuhanmu, siapa
Nabimu, dan apa agamamu. Jawaban yang betul adalah : Allah Tuhanku. Muhammad
Nabiku, dan Islam agamaku. Ketiga jawaban inilah yang di maksudkan “Qaulis
Tsabit itu.
3.
Keadaan roh dan tingkatan-tingkatannya di alam kubur
Imam Ibnul Qoyyim setelah membahas
ayat, Hadits dan pendapat para ulama’ tentang keadaan roh manusia setelah mati,
lalu mengambil kesimpulan yang terkuat yaitu bahwa roh-roh manusia di alam
barzah bertingkat-tingkat tidak sama kedudukanya malah berbeda-beda dengan
perbedaan-perbedaan yang amat besar di antaranya:
a.
Ada roh-roh yang menempati tempat tertinggi yaitu fi a’lal i’lliyyina
fi al-mala i al-a’laa (pada derajat yang paling tinggi di alam tertinggi) yaitu
roh para Nabi dan Rosul. Dan tempat tertinggi inipun berbeda-beda pula tingkat
dan derajatnya, sebagaimana yang dilihat Nabi Muhammad SAW ketika Isra’ dan
Mi’raj.
b.
Ada roh-roh yang diumpamakan burung-burung hijau yang berterbangan
di dalam surga, yaitu roh para Syuhada (orang mati dalam peperangan membela
agama Islam.) tetapi tidak seluruhnya roh para Syuhada demikian,ada diantara
roh para syuhada itu yang bertahan dipintu surga karena masih ada hutang yang
belum dibayar semasa hidupnya. Diriwatkan dari Muhammad bin Abdullah bin Jahsy,
bahwa seorang datang pada Rasulullah dan bertanya:
Artinya: ya Rasulallah, bagaimana
sekiranya aku mati dalam perang fi sabilillah? Jawab Rasulullah: surga. Orang
itu lalu berpaling mau pergi, tetapi Rasulullah tiba-tiba menyambung bicaranya
dengan berkata, kecuali bila masih ada hutang, hal ini baru saja dibisikkan
Jibril kepadaku.
c.
Ada roh-roh yang bertahan dikuburnya masing-masing, seperti yang
diterangkan dalam sebuah Hadits yang menerangkan pencurian yang dilakukan
seorang terhadap harta rampasan yang belum dibagi-bagi. Pencuri itu akhirnya
mati dimedan perang (mati syahid). Mendengar yang mencuri tadi mati syahid,
orang-orang lalu mengucapkan selamat kepadanya dengan berkata Hani an lahu
al-Jannah (berbahagia dia masuk surga), mendengar itu Rasulullah berkata: Demi
Allah yang jiwaku ada pada kekuasaan-Nya harta rampasan yang dicurinya akan
menyala menjadi api yang membakarnya di alam kuburnya.
d.
Ada roh-roh yang berkedudukan dipintu surga, sebagaimana yang
diterangkan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: para Syuhada
bertempat tinggal dipinggir sungai di pintu surga, dalam sebuah rumah yang
mempunyai kubah yang hijau, mendapat rizki dari surga pada waktu pagi dan sore.
e.
Ada roh-roh yang bertahan dipermukaan bumi ini, tidak dapat balik
ketempat yang tinggi. Inilah yang dinamakan roh rendah. Yaitu roh-roh orang
yang semasa hidup didunia ini tidak dapat merasakan kenikmatan iman terhadap
Tuhan-Nya, tidak pernah merasakan cinta terhadap Tuhan dan tidak pernah ingat
kepada Tuhan-nya, tidak pernah ingin mendekat kepada Tuhan-Nya. Orang yang
semasa hidupnya hanya memikirkan hal-hal yang bersifat duniawiah saja.
f.
Ada roh-roh yang tempatnya dalam lubang panas, dalam sungai darah
dll. Sebagaimana diterangkan dalam hadits-hadits lain yang mendapat siksaan
sampai hari kiamat tak putus-putus.[3]
B.
Nikmat kubur dan adzab kubur
1.
Nikmat kubur
Allah menciptakan bumi dan mahluk
secara berpasangan-pasangan ada langit dan bumi, bulan dan matahari, laki-laki
dan perempuan, tua dan muda, dunia dan akhirat, surge dan neraka, siksa kubur
dan nikmat kubur, dan seterusnya.
Nikmat atau pahala kubur di berikan
kepada orang yang semasa hidupnya bertaqwa kepada Allah, gemar beramal saleh,
rajin beribadah, dan kebaikan lainnya. Jelasnya kenikmatan kubur diperoleh
lantaran amalan-amalan salehnya selama di dunia. Bukan karena anak istri, harta
kekayaan, kedudukan, dan lain-lain yang tidak di niati karena Allah.
Dari al-Bazzar, bahwasanya
Rasulallah saw bersabda:
“Tujuh macam amalan yang akan terus
mendatangkan pahala bagi seorang hamba di dalam kubur ialah orang-orang yang
mengajarkan ilmu agama, orang yang mengalirkan sungai, orang yang menggali
sumur, orang yang menanam pohon yang berbuah, orang yang membangun masjid,
orang yang mewariskan al-Qur’an, orang yang mempuyai anak soleh yang selalu
mendo’akan orang tuanya.”
Hadist Nabi yang diriwatkan oleh
imam Muslim:
“Jika seorang anak adam meninggal
dunia maka putuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: amal jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendo’akan orang tuanya.”
2.
Adzab kubur
Seperti halnya kehidupan kubur dan pertanyaan
kubur, adzab kubur adalah benar adanya. Orang-orang yang merasakan adzab kubur,
tentunya orang-orang kafir, durhaka kepada Allah, dan miskin amal saleh. Pendek
kata orang kafir dan sebangsanya akan merasakan adzab kubur yang pedih, dan
disempitkan kehidupan kuburnya.
Allah berfirman pada surat Toha ayat
124:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan
mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”[4]
C.
Lamanya di alam kubur
Lamanya berdiam (tinggal) di alam
kubur itu sejsk mereka di kuburkan hingga dibangkitkannya di hari kiamat kelak.
Namun bagi orang-orang kafir, musyrik, munafik, murtad, fasik dan orang-orang
yang durhaka sama Allah, serta sama sekali tidak beriman dan tidak menta’ati
perintah Allah dan Rasul-Nya selama hidupnya maka mereka ini tinggal di alam
kubur lamanya serasa beribu-ribu tahun dan berabad-abad lamanya. Tapi sebaliknya
bagi orang Muttaqin, Mu’min, Muhlisin yang konsekwen terhadap keimanan dan
keislamannya, maka mereka tinggal di alam kubur serasa sebentar saja.
Adapun ayat al-Qur’an yang
menjelaskan akan di bangkitkanya semua manusia dari kuburnya di hari kiamat
yang kemudian akan hidup di alam yang terahir, alam ahirat, alam yang lebih
baik dan kekal selama-lamanya setelah manusia sama dihisap dan diputusi dalam
siding Mahkamah Yaumil-kiamat adalah sebagaimana “Dan sesugguhnya hari
kiamat itu pastilah datang, tidak ada keraguan padanya, dan bahwasanya Allah
membangkitkan semua orang yang di dalam kubur.” Jadi lamanya tinggal di dalam
kubur itu mulai manusia mati, dan di kuburkan hingga manusia itu di bangkitkan
di hari kiamat untuk beralih di alam yang kekal.
KESIMPULAN
Di
dalam hadist Nabi di tegaskan bahwa alam kubur merupakan tahap pertama menuju
alam ahirat. Alam kubur bisa juga sebagai taman surga atau lubang neraka,
seseorang yang selamat melewati tahap pertama itu untuk tahap selanjutnya bakal
lebih ringan, Tetapi jika melalui tahap pertama tidak selamat, untuk tahap
selanjutnya akan semakin berat.
Kehidupan
di alam barzah itu sifatnya tidak lama yaitu hanya sementara waktu, sampai
datangnya hari kiamat. Sebab setelah datangnya hari kiamat nanti aka nada kehidupan
lagi yaitu kehidupan tahap keempat.
FOOTNOTE
[1] M. Ali chasan Umar, Alam kubur, Jakarta:
cv. Toha Putra. Hal: 21
[2] . Drs. Moh Anwar, Alam kubur atau alam
barzah, Jakarta, S.A. Alaydrus cet:1988 Hal:67-68
[3] Jakarta, C.V. Kinta-Anggota
IKAPRI 1994, Hal: 161 dan 173-175
[4] Al-Ghazali, Menyingkap Rahasia ALAM
BARZAH (ALAM KUBUR), CV. Bintang
Pelajar.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
PROSES KE-5
KEHANCURAN ALAM SEMESTA
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi
abad ke-21, membuat para ilmuan berlomba-lomba untuk menguak seluruh fenomena
yang terjadi di alam semesta ini melalui berbagai eksperimen maupun observasi.
Para fisikawan semula disibukkan
dengan awal mula kejadian alam. Banyak teori yang muncul dari semua penelitian.
Teori Kondensasi, Teori Steady-State, hingga Teori Dentuman Besar yang lebih
dikenal dengan Teori Big Bang. Tidak ada yang bisa mengetahui kebenaran secara
mutlak dari teori-teori tersebut. Akan tetapi banyak ilmuan yang
mempercayai, Teori Big Bang-lah yang mendekati kebenaran ilmiah.
Selanjutnya, teori mengenai
berakhirnya alam ini pun juga menyedot perhatian para ilmuan. Terlebih dunia
juga sempat dikejutkan dengan salah satu film yang menceritakan tentang hari
berakhirnya alam ini, Hari Kiamat.
Kehancuran alam semesta merupakan
peristiwa yang paling besar dari serangkaian fenomena alam yang pasti akan
terjadi dalam sejarah kehidupan manusia dan seluruh makhluk hidup yang ada di
bumi ini. Ketika fenomena alam terbesar ini terjadi, alam semesta akan kembail
menyusut dan mengecil, sehingga benda-benda langit saling bertumbukan diremas
oleh gaya gravitasi yang maha kuat dan akhirnya masuk kembali dalam
singularitas menuju ketiadaan; Kiamat Universal.[1]Hancurnya
alam semesta, diiringi dengan keadaan musnahnya umat manusia yang berarti hancurnya
seluruh peradaban yang telah dibangun oleh manusia selama berabad-abad lamanya.
Tentu saja banyak orang-orang yang ingin menetahui kapan dan bagaimana kiamat
itu terjadi. Memang manusia tidak dapat meramalkan kapan kehancuran alam
semesta akan terjadi, tetapi bagi ilmuwan ada skenario-skenario yang dapat
dibuat yang menjurus pada kepunahan umat manusia. Begitu juga dengan pemakalah
yang mencoba mengkaji teori kehancuran alam semesta dari perspektif Al-Qur’an
dan Sains Modern (Teori Big Crunch).
Sains tidak dapat dikatakan netral,
melainkan mengandung nilai-nilai yang menyusup melaui konsensus para ilmuan
yang membenarkannya. Sains telah berkembang selama empat abad dalam lingkungan
bangsa Eropa yang tak Islam dan selama itu pula telah mewarisi nilai-nilai tak
Islami. Dasar pemikiran sains yang mereka susun membatasi sains itu sendiri
sedemikian rupa sehingga ia tak dapat menerima masukan dari agama, sehingga
agama dimasukkan dalam kelompok ilmu lain yaitu ilmu metafisika.[2]
Tema kehancuran alam semesta perlu
ditinjau dari perspektif Islam dan Sains Modern. Hal tersebut karena sains
dikembangkan untuk mencari kebenaran, maka pada akhirnya ia akan bersesuaian juga
dengan Al-Qur’an. Sebab ayatullah dalam jagad raya atau Al-Kaun yang diteliti
oleh para saintis tidak mungkin bertentangan dengan ayatullah di dalam
Al-Qur’an. Kebenaran tentang kehancuran alam semesta yang terdapat dalam
berbagai ayat-ayat Al-Qur’an adalah absolut. Sains berusaha menjelaskan secara
ilmiah dari fenomena kiamat tersebut, dan untuk menguatkan informasi yang telah
ada dalam Al-Qur’an.
Ahmad Khoirun Marzuki mengungkapkan
perkara yang ditetapkan oleh Al-Qur’an mengenai hari kiamat tidak bertentangan
dengan teori ilmu alam yang dikemukakan oleh para pakar.[3] Timbul
pertanyaan, bagaimana kehancuran alam semesta dalam perspektif Al-Qur’an dan
Sains? Dan apa pesan moral kiamat atau kehancuran alam semesta?
Dengan mempertimbangkan bahwa
Al-Qur’an sebagai sebuah wahyu dengan kebenarannya yang bersifat absolut
sehingga harus selalu ditafsirkan kembali sesuai dengan kebutuhan pada masa
kini, dan sains sebagai sebuah pengetahuan yang bersifat universal sehingga
perlu dibuktikan secara ilmiah, maka dipandang perlu untuk melakukan pengkajian
tentang Teori Kehancuran Alam dipandang dari Al-Qur’an dan Sains Modern.
Sistematika pembahasannya meliputi:
Teori Kehancuran Alam dalam Perspektif Al-Quran, Teori Kehancuran Alam menurut
Sains Modern (teori Big Crunch), dan hubungan diantara Islam dan Sains.
Batasan Masalah
Al-Qur’an memiliki banyak ayat yang
menganjurkan manusia untuk berfikir dan menggunakan akal mereka dalam
mengungkapkan rahasia alam semesta.[4] Pada
kesempatan ini, pemakalah membatasi sumber yang diambil dari ayat Al-Quran.
Ayat Al-Quran yang digunakan adalah surat Al-Anbiya’ ayat 104. ” Pada hari
kami melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku”.
Kiamat atau kehancuran alam semesta
merupakan fenomena tersendiri untuk para cendekiawan dan ilmuan. Salah satu
cabang ilmu yang menelaah kiamat adalah sains. Dalam hal ini pemakalah
membatasi kajian mengenai kehancuran alam semesta perspektif sains pada teori
Big Crunch.
Kajian pustaka
Skripsi yang ditulis Oni Puji
Astuti, (Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), berjudul: Kiamat
Menurut Qur’an. Skripsi ini berisi tentang Penelitian terhadap ayat-ayat
Al-Qur’an tentang kiamat, sehingga tidak ada keraguan untuk tidak mempercayai
adanya kiamat. sehingga umat Muslim lebih Istiqomah dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Ayat- ayat di dalam Al-Qur’an di kaji secara mendetail tentang
peristiwa kiamat. Perbedaannya dengan makalah penulis adalah bahwa dalam
skripsi ini tidak membahas tentang kiamat tersebut dari perspektif sains,
sehingga yang membaca skripsi ini khususnya kaum Muslim tidak mempunyai argumen
untuk menyangkal hal yang dikemukakan oleh ilmuan non Muslim yang tidak sejalan
dengan Al-Qur’an. Sedangkan dalam makalah penulis, membahas teori kehancuran
alam dalam dua perspektif, yaitu dari Al-Qur’an dan Sains.
Skripsi yang ditulis oleh Efa Ida
Amaliyah, (jurusan Tadris Pendidikan Fisika, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta), berjudul: Kehancuran Alam semesta dalam Al-Quran
(Perspektif Kosmologi). Skripsi ini berisi tentang kehancuran alam semesta
dalam Al-Qur’an perspektif kosmologi. Pada skripsi ini membahas kehancuran alam
dari segi sains secara global dengan mengambil berbagai macam teori seperti Big
Crunch, Big Chill dan Big Rip. Hail itu berbeda dengan makalah penulis yang
lebih mengkhususkan pada teori Big Crunch.
Karya Tulis Ilimiah yang ditulis
oleh Susanti Rahayu, (jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan tekonologi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), berjudul: Teori Kehancuran Alam menurut Islam
dan Sains (Fisika). Karya Tulis Ilmiah ini bersisi tentang teori kehancuran
alam ditinjau lebih umum yaitu dari Islam. Sehingga rujukannya tidak hanya dari
Al-Qur’an melainkan mengambil juga dari Hadits, hal tersebut yang membedakan
dengan makalah penulis. Pemakalah hanya mengambil teori dari satu ayat
Al-Qur’an yaitu surat al-Anbiya’ ayat 104. Selain itu, dalam perspektif sains,
karya ilmiah ini mengambil beberapa teori kehancuran alam, sedangkan pemakalah
hanya ditinjau dari satu teori, yaitu teori Big Crunch.
BAB II
KEHANCURAN ALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Teori kehancuran semakin berkembang seiring
dengan adanya beragam isu mengenai kapan tepatnya kehancuran alam terjadi.
Dalam kehidupan masyarakat hari kehancuran alam lebih dikenal dengan Hari
Kiamat. Setelah masa yang semakin berlalu, keadaan yang menandakan akan
dekatnya zaman menuju kehancuran semakin digali. Bahkan telah banyak ilmuan
menemukan beberapa fenomena alam yang dapat menjelaskan kebenaran Al-Quran dan
hadis mengenai tanda datangnya Hari Kehancuran Alam.
Tidak bisa dipungkiri, rahasia Hari
Kiamat hanya Allah SWT yang tahu, Dialah yang mengetahui segala sesuatu. Ketika
Komet Levi-Schumacher masuk ke dalam daerah Tata Surya dan tertangkap oleh
Yupiter, banyak komentar yang diberikan oleh para astronom. Mereka mengatakan,
apabila komet itu lolos, maka akan menghantam Bumi dan kehidupan di Bumi
akan lenyap.[5]
Di dalam Al-Quran sendiri, terdapat
beberapa tanda-tanda Hari Kehancuran salah satunya seperti dalam surat
Al-Anbiyaa’ ayat 104
Artinya: “ Pada hari Kami
melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku. Sebagaimana Kami telah
memulai penciptaan pertama Kami akan mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami
sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya.”
Ketakutan yang besar dan terbesar
itu, mulai terjadi pada hari Kami melipat langit dengan sangat
mudah bagaikan melipat lembaran buku-buku atau kertas. Ketika itulah
bermula proses perhitungan dan pembalasan. Hal itu sangat gampang Kami
lakukan-walaupun makhluk telah mati dan punah, karena sebagaimana Kami
telah memulai penciptaan pertama dari ketiadaan menjadi ada,
begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji atas diri
Kami, yakni yang pasti Kami tepati atas kehendak Kami sendiri bukan karena
terpaksa; sesungguhnya Kami-lah yang kan melaksanakannya. Demikian
juga halnya dengan langit bila ditutup atas kuasa Allah Swt. “semua langit
dilipat dengan tangan kanan-Nya” (QS. az-Zumar: 97), dalam arti semua
langit hilang dari pandangan dan pengetahuan siapapun kecuali Allah Swt. dan
siapa yang dikehendaki-Nya.[6]
Pengetahuan tentang hari kehancuran,
hanya Allah yang mengetahuinya. Manusia hanya diberi ilmu sedikit.[7] Al-Qur’an
hanya memberikan beberapa isyarat tentang hari kehancuran alam semesta ini.
Belum tentu sebagai suatu rangkian mekanisme yang pernah terjadi atau dapat
diprakirakan oleh sains saat ini. Tetapi mengkaji kemungkinan secara ilmiah,
diharapkan memerkuat keyakinan kita akan kepastian hari kehancuran.
Menurut teori evolusi bintang,
matahari akan membesar menjadi bintang raksasa, merah menjelang kematiaanya.
Pada saat itu matahari bersinar sedemikian terangnya hingga lautan akan
mendidih dan kering, batuan akan meleleh, dan kehidupan pun akan punah.
Kemudian matahari akan terus bertambah besar hingga planet-planet disekitarnya,
merkurius, venus, bumi dan bulan serta mars, masuk ke dalam bola gas matahari.
Barangkali kejadian inilah yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an Surat al-Qiyamah
ayat 7-9 sebagai “bersatunya matahari dan bulan”. Kita tidak bisa bicara
tentang rentang waktu tibanya peristiwa ini sampai akhirnya kehancuran ntotal
alam semesta. Karena, walaupun secara teoritik dapat diperkirakan kapan
matahari akan menjadi bintang raksasa merah, sekitar 5 milyar tahun lagi,
tetapi kepastian tentang saat kehancuran hanya Allah yang tahu.[8]
Jatuhnya pecahan komet berdiameter
sekitar 100 meter di Tunguska (Siberia Utara) menumbangkan hutan dengan radius
25 km, dan ledakannya terdengar sejauh 800 km. ini contoh kerusakan akibat
tumbukan benda langit.[9]
Kehancuran total nampaknya bermula
dari berkontraksinya alam semesta. Kontraksi atau pengerutan alam semesta yang
digambarkan dalam model alam semesta yang digambarkan dalam model alam semesta
“tertutup” mirip dengan gambaran Al-Qur’an tentang hari kehancuran semesta.
“Apabila matahari digulung dan apabila bintang-bintang
berjatuhan” (at-Takwir: 1-2). Mungkin ini menggambarkan ketika alam
semesta mulai mengerut. Ketika itulah galaksi-galaksi mulai saling mendekat dan
bintang-bintang, termasuk tata surya, saling bertumbukan, atau ‘jatuh’ satu
menimpa yang lain. Alam semesta makin mengecil ukurannya. Dan akhirnya semua
materi di alam semesta akan runtuh kembali menjadi satu kesatuan seperti pada
awal penciptaannya. Inilah yang disebut Big Crunch (keruntuhan besar)
sebagai kebalikan dari Big Bang, ledakan besar saat penciptaan alam
semesta. Kejadian inilah yang digambarkan oleh Allah dalam Surat al-Ambiya’
ayat 104 dengan mengumpamakan pengerutan alam semesta seperti makin mampatnya
lembaran kertas yang digulung.
BAB III
KEHANCURAN ALAM PERSPEKTIF SAINS MODERN
(TEORI BIG CRUNCH)
Big Crunch menyatakan alam semesta
akan terus berkembang hingga titik maksimal, kemudian setelah mencapai titik
maksimal maka alam semesta akan mengalami kompresi atau mengecil dan akhirnya
kembali menjadi titik.[10]
Untuk menentukan nasib mana yang
menunggu alam semesta, kita perlu lebih mengerti secara menyeluruh faktor apa
yang menyebabkan mengembang dan mengempis. Tapi sebelum kita mempelajari lebih
dalam, analogi sederhana mungkin dapat membantu. Andaikan anda melempar sebuah
batu ke udara. Selama sebuah batu tersebut naik, gravitasi bumi akan
melambatkan kenaikan batu dan pada akhirnya menghentikan gerak batu sehingga
batu jatuh kembali ke bumi. Di sisi lain, jika anda dapat melemparkan batu
lebih cepat daripada the earth’s escape velocity , batu akan naik
selamanya. Sifat pergerakan batu tergantung pada kekuatan gravitasi dan impuls
keatas yang diberikan kepada batu. Hal yang sama berlaku untuk pengembangan
alam semesta.
Tidak lama dari waktu kelahiran alam
semesta, beberapa proses memulai pengembangan alam semesta. Sejak saat itu
gaya-gaya gravitasi antar galaksi dan semua muatan-muatan alam semesta yang
lain memperlambat ekspansi. Jika gaya gravitasi alam semesta cukup lemah, atau
jika impuls atau daya dorong awal ekspansi cukup kuat, kita dapat perkirakan
alam semesta akan mengembang selamanya. Dan sebaliknya.
Untuk mengukur kekuatan relatif dari
efek-efek ini terhadap alam semesta, kita dapat membandingkan energi gravitasi
yang mempertahankan posisi galaksi satu dengan yang lain dengan energi
ekspansinya.
Untuk melihat seberapa kuat efek
dari gravitasi, para ahli astronomi menggunakan hukum gravitasi Newton, yang
dimodifikasi untuk menghitung teori relativitas. Yang akhirnya menyatakan bahwa
jauh lebih mudah untuk bekerja dengan rapat massa alam semesta (jumlah massa
yang dikandung menghasilkan volume). Alasannya adalah sederhana: para ahli
astronomi dapat mengukur parat massa alam semesta tapi tidak bisa mengukur
secara langsung massanya. Untuk mengukur massanya, kita akan harus mengobservasi
seluruh alam semesta. Untuk mengukur rapat massanya, kita hanya perlu menukur
massa dalam luasan tertentu, yang mewakili volume kosmos.
A.
Rapat Massa Alam Semesta
Untuk mengukur rapat massa alam semesta, para ahli astronomi
memilih sebuah volume dari alam semesta dan menghitung galaksi yang ada
didalamnya. Selanjutnya kita mengukur massa setiap galaksi, tambahkan
massa-massanya, dan bagi dengan volumenya[11].
Sebagai contoh, untuk mengukur rapat massa disuatu lokasi, para ahli astronomi
memilih Local Group, yang tersusun atas tiga galaksi besar dan sekita
dua dozen yang kecil. Massa total gas dan bintang di Local
Group diperkirakan menjadi sekitar 1012 massa matahari, yang dapat
kita ubah menjadi kilogram jika kita mengkalikannya dengan massa matahari,
kilogram. Jadi untuk massa sebuah kelompok sekitar kilogram.
Selanjutnya, massa dibagi dengan
volume Local Group, yang diasumsikan sebagai sebuah bola dengan radius
adalah jarak dari pusat Local Group ke kelompok galaksi yang terdekat
selanjutnya, sekitar 3 Mpc (sekitar meter) jauhnya. Menggunakan rumus
volume bola menghasilkan volume Local Group sekitar , meter
kubik. Pembagian massa dengan volume ini menghasilkan rapat massa sekitar ,
kilogram per meter kubik, atau sekitar , kilogram per liter.
Disekitar Local
Group adalah lingkungan suatu materiyang lebih beraneka ragam daripada
rata-rata. Untuk mendapatkan sample yang lebih mewakili, kita harus melihat
pada daerah yang lebih luas yang mencakup baik gugusan-gugusan maupun
ruang-ruang kosong, dan kita harus memasukkan gas antar galaksi, terutama pada
gugusan-gugusan. Sebuah perhitungan yang mirip untuk volume yang lebih besar
dari galaksi ini dihasilkan sebuah nilai yang sedikit lebih kecil sekitar
kilogram per liter atau, rata-rata, secara kasar 2 atom hidrogen per 10 meter
kubik. Rapat massa yang rendah ini memeberikan beberapa indikasi seberapa tipis
rapat massa alam semesta saat ini.
Gambar 1. Ukuran alam semesta dimasa
lalu dan masa depan yang dihitung memiliki perbedaan rapat mass.
Untuk menentukan apakah alam semesta
akan berkembang selamanya atau mengempis, para ahli astronomi membandingkan
observasi rapat massa ini dengan rapat massa kritis yang dihitung secara teori,
yang ditulis dengan huruf rho . Jika rapat massa sebenarnya lebih besar
daripada rapat massa kritis, alam semesta akan mengempis; jika lebih kecil,
alam semsta akan mengembang selamanya. Kita dan menghitung rapat massa kritis
dengan membandingkan enegri potensial gravitasi pada sebuah volume dengan
energi kinetik ekspansi pada volume yang sama. Pada rapat massa kritis, kedua
energi bernilai sama. Dan secara metematis rapat massa kritis
adalah
Dimana H adalah konstanta Hubble dan
G adalah konstanta gravitasi. Tanpa menurunkan penurunan secara penuh, kita
dapat melihat kenapa persamaan ini terbentuk. Energi potensial gravitasi
tergantung pada rapat massa dan konstanta gravitasi Newton, dimana enegri
kinetik tergantung pada kecepatan ekspansi kuadrat, yang dapat dihubungkan
dengan konstanta Hubble. Sehingga, kita samakan nilai proporsional untuk
dan dan kita selesaikan untuk .
Para ahli astronomi menggunakan
besaran yang disebut omega ( ) untuk mengindikasikan seberapa
dekat rapat massa yang diamati terhadap rapat massa kritis. Untuk jumlah materi
dalam alam semesta, ahli kosmologi menentukan sebagai nilai dari
rapat massa yang sesungguhnya dibagi dengan rapat massa kritis:
Terdapat masalah-masalah dengan
model alam semesta dengan banyaknya materi gelap. Seperti yang dapat dilihat
dalam gambar diatas, nilai memberikan implikasi bahwa Big Bang terjadi
kurang dari 10 milyar tahun yang lalu. Hal ini dikarenakan pengurangan
kecepatan alam semesta yang pada awalnya mengembang dengan cepat, jadi dapat mencapai
ukuran yang besar lebih cepat daripada alam kemampuan alam semesta untuk
mempertahankan laju tetap ekspansi yang lebih lambat. Umur untuk alam semesta
dibawah 10 milyar tahun adalah masalah utama, karena terdapat gugusan berbentuk
bola yang diperkirakan berumur 12-13 tahun dan tidak mungkin didalam alam
semesta dapat menjadi lebih tua daripada alam semesta itu sendiri.
B.
Ditemukannya Supernova Tipe Ia
Untuk mengembangkan prediksi
mengenai nasib akhir alam semesta, para ahli kosmologi telah mengembangkan
perngertian yang berbeda menguji bagaimana alam semesta mengembang. Selain
mengukur laju terkini dari ekspansi dan rapat massa alam semesta, cara ain
adalah melihat pada sejarah ekspansi. Gambar diatas mengfokuskan pada sejarah
ekspansi yang diilustrasikan pada ambar lainnya, menunjukkan tiga model dari
sejarah ekspansi antara Big Bang dan massa kini. Meskipun tiga model berbeda
dalam memprediksikan umur alam semesta, hal ini sangat sulit untuk mengukur
secara langsung. Kita malah dapat mencari perbedaan antara model pada
perbedaan redshifts atau pergeseran yang terjadi ketika cahaya
datang dari objek dilihat secara proporsional meningkat pada panjang gelombang,
atau bergeser ke ujung merah spektrum.
Ketika kita mengobservasi sebuah
galaksi pada redshifts z=1, panjang gelombang cahaya datang darinya
telah memulur oleh faktor 2. Ini berarti alam semesta hanya setengahnya dari
ukuran masa kini ketika sinar meninggalkan galaksi. Garis horisontal pada
grafik 4 enunjukkan ketika alam semesta berukuran setengah dari besar ukuran
sekarang.
Pada model yang rendah, laju
ekspansi hanya sedikit melambat, jadi ketika alam semesta berukuran setengah
besarnya, alam semesta akan berumur setengah kali lebih tua daripada sekarang,
cahaya telah merambat selama 2,5 milyar tahun untuk mencapai kita. Pada model
yang tinggi alam semesta mengandung massa yang lebih banyak, yang membuat
alam semesta melambat secara cepat. Pada model ini cahaya dari objek pada z=1
merambat dibawah 4 milyar tahun. Dengan kata lain, jarak menuju sebuah galaksi
dengan sebuah redshift akan terukur lebih kecil jika lebih
luas. Pada dasarnya, kita dapat menentukan nilai jika kita dapat
mengukur redshifts dan jarak antar galaksi-galaksi.
Obervasi supernova memungkinkan kita
melakukan beberapa pengukuran, meskipun hal tersebut sering menemui kesulitan
untuk memperoleh untuk beberapa galaksi yang jauh. Pada tahun 1990an, dengan
menggunakan Hubble Space Telescope, para ahli astronomi memiliki
kemungkinan untukledakan-ledakan supernova pada beberapa galaksi yang jauh.
Terutama mereka telah mendeteksi supernova tipe Ia, yang dihasilkan dari
ledakan white dwarfs.
Hasilnya ditunjukkan pada grafik 4.
Garis yang tergambar pada grafik adalah prediksi alam untuk semesta dengan
yang rendah. Hal tersebut diharapkan bahwa semua perhitungan jarak akan
menjadi kecil daripada ini. Cenderung kekiri garis. Malah pengukurannya
cenderung berapa pada sisi kanan garis. Hal ini mengimplikasikan bahwa alam
semesta berekspansi lebih lambat diwaktu lampau daripada sekarang ekspansi alam
semesta semakin cepat.
C.
Energi Gelap
Pembahasan kita mengenai alam
semesta saat ini didasarkan pada asumsi bahwa ekspansi disebabkan hanya oleh
gravitasi materi didalamnya. Hal ini sebenarnya muncul menjadi sebuah
penjelasan yang baik tentang bagaimana alam semesta mengembang, tetapi tarikan
gravitasi hanya dapat semakin melemahkan ekspansi, dan hal ini bukan hasil yang
ditunjukkan oleh supernova.
Penjelasan terbaik saat ini dari
hasil yang kuat ini datang dari usaha awal Einstein untuk mengembangkan teori
relitivitas umum. Einstein mengembangkan persamaan-persamaan untuk menjelaskan
bagaimana materi dan energy curve space dan pembentukan gaya
gravitasi. Ketika dia memecahkan beberapa persamaan, dia meletakkan bersamaan
untuk mendeskripsikan grativitas, solusi matematisnya memungkinkan sebuah
bentuk tambahan. Bentuk ini disebut tetapan kosmologis karena
matematika relativitas umum mengusulkan bahwa hal tersebut seharusnya sama
dimanapun dan sepanjang waktu.
Sebuah cara penjelasan tetapan
kosmologis adalah sebagai sebuah energi yang mengisi sebuah ruang.energi ini
tidak seperti energi-energi yang familiar untuk kita. Tetap konstan dimana pun,
tetap ada bahkan ketika tidak ada apapun kecuali ruang, dan tidak berubah
menipis seiring dengan ruang yang mengembang. Hal ini berbeda dengan bagaimana
sifat materi dan energi elektromagnetik yang menyebar dan menjadi semakin tipis
seiring dengan alam semesta yang mengembang.
Tidak ada pengukuran pada massa
Einstein untuk menentukan nilai dari tetapan kosmologis. Bagaimanapun juga,
jika tetapan kosmologis adalah nol, meniadakan pengaruh gravitasi[12].
Level tetap dari energi dimanapun menciptakan sebuah jenis tolakan kosmik, memicu
ruang untuk berekspansi lebih cepat. Para ahli astronomi telah memberikan nama
deskriptif tetapan kosmologis energi gelap karena merupakan
pendamping materi gelap.
Sebenarnya, Einstein telah
mengembangkan relatifitas umum sebelum Hubble menemukan ekspansi alam semesta,
dan pada waktu itu alam semesta telah sedikit tetap statis daripada berekspansi
atau berkontraksi. Relativitas umum memperkirakan bahwa alam semesta seharusnya
bergerak, jadi Einstein mengusulkan bahwa tetapan kosmologis kemungkinan menjadi
cukup besar dan menyeimbangkan tarikan gravitasi, membuat alam semesta
statis/diam. Kemudian, dalam beberapa tahun sejak Usulan Einstein tentang
tetapan kosmologi, para ahli astronomi menemukan bahwa alam semesta pada
faktanya mengembang, dan Einstein menyimpulkan dia seharusnya menetapkan
tetapan kosmologis sama dengan nol seterusnya. Dia menyebutnya “greatest
blunder” karena dia kemungkinan memiliki perkiraan sebenarnya mengenai ekspansi
alam semesta untuk memasukkan kedalam daftar penemuannya yang luar biasa.
Sejak saat itu, para ahli kosmologi mencatat kemungkinan dari tetapan
kosmologis, tapi berdekade-dekade sebagian besar mengasumsikan bahwa konstanta
kosmologis bernilai nol.
Pola ekspansi yang telah diprediksi
untuk alam semesta dengan perkiraan terkini dari energi gelap dan materi gelap
ditunjukkan pada gambar 6. Pada model ini, alam semesta pada awalnya
berekspansi dengan cepat, namun tarikan gravitasi dari materi mulai memperlambat
ekspansi. Bersamaan dengan itu, materi menipis dan gravitasinya menjadi lebih
lemah. Sementara itu, walaupun, energi gelap akan tetap konstan, sehingga efek
tolakannya mulai menjadi pengaruh yang kuat untuk mempercepat alam semesta.
Alam semesta telah meneruskan kecepatan selanjutnya, jika kita memperhitungkan
ke masa depan, alam semesta seharusnya berekspansi semakin cepat dan cepat.
Jika model ini benar dan merupakan
teori yang paling baik berimplikasi bahwa alam semesta akan menghentikan
dirinya sendiri. ruang akan berekspansisemakincepat dan cepat sampai materi
pada saat ini saling berdekatan bersama banyak sekali dengan ekspansi ruang
yang cepat. Ini adalah alternatif nasib dimana alam semesta tidak berekspansi
selamanya: berekspansi sangat cepat dimana setiap bagian dari alam semesta pada
akhirnya tertarik terpisah dari setiap bagian lainnya pada kecepatan yang
menjadi semakin cepat yang mana semuanya musnah dari penglihatan masing-masing.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Ranah Integrasi-Interkoneksi teori Kehancuran Alam Semesta
1.
Ranah Epistimologi teori Kehancuran Alam Semesta dalam QS.
Al-Anbiyaa’ ayat 104 dan Teori Big Crunch
“ Pada hari Kami melipat
langit bagaikan melipat lembaran buku-buku. Sebagaimana Kami telah memulai
penciptaan pertama Kami akan mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami
sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya.”
Ayat diatas menyatakan bahwa langit
akan digulung seperti lembaran-lembaran kertas dalam hal ini langit akan
berubah betuk dari luar menjadi sempit. Alam semesta pada teori Big Crunch
diprediksi tidak akan berekspansi secara terus menerus. Menurut rapat massa
alam semesta, suatu saat nanti gaya gravitasi antar galaksi yang mempengaruhi
ekspansi akan melemah. Dan secara langsung akan memperlambat laju ekspansi.
Sebagaimana dinyatakan pada teori
Big Crunch, dimana bukan hanya gaya gravitasi yang mempengaruhi ekspansi alam
semesta. Namun awal mula terjadinya ekpansi itu sendiri juga sangat
berpengaruh atas kelangsungan ekspansi alam semesta ini. Sebuah proses ekspansi
alam semesta pada awalnya tentu menghasilkan ukuran alam semesta yang berbeda
dengan sekarang. Ukuran alam semesta pada awal ekspansi menentukan kecepatan
ekspansi pada waktu itu. Dan didapatkan bahwa laju ekspansi pada masa yang lalu
lebih lambat daripada masa kini. Hal tersebut juga ditemukan ketika dilakukan
observasi terhadap supernova jenis Ia.
Selain gaya gravitasi didalam materi
penyusun alam semesta, terdapat beberapa energi yang mempengaruhi ekspansi alam
semesta yaitu energi gelap. Yang sifatnya sebanding dengan dorongan awal sebuah
titik sumber ekspansi. Energi gelap ini terdapat dalam alam semesta dalam
berkaitan erat dengan materi gelap. Sifat energi gelap ini memicu laju
ekspansi.
Teori ini telah dibuktikan dengan
hasil pengamatan Hubble Space Telscope yang mengobservasi
supernova-supernova bahkan yang jauh sekalipun.
Ranah epistimologi yang digunakan
dalam pembahasan ini menggunakan metode informatif- konfirmatif/klarifikatif
yaitu sains memberikan penjelasan yang lebih khusus terhadap pernyataan pada
Al-Qur’an.
2.
Ranah Aksiologi teori Kehancuran Alam Semesta
Semangat Al-Qur’an, menurut Fazlur
Rahman, adalah semangat moral.[13] Bahkan
tujuan Nabi diutus ke bumi untuk menyempurnakan moral. Oleh karena itu, setiap
upaya penafsiran Al-Qur’an tidak dapat melepaskan diri dari pesan dan moral.
Demikian halnya dengan ayat Al-Qur’an yang mebahas tentang kehancuran alam. Ada
beberapa pesan moral kehancuran alam semesta
Mengubah Pandangan Hidup Dunia
Materialistik Menjadi Seimbang Antara Dunia Akhirat
Adanya kehidupan akhirat,
menurut Qur’an adalah sangat penting karena berbagai
alasan. Pertama, moral dan keadilan, menurut Al-Qur’an adalah
kualitas untuk menilai amal perbuatan manusia karena keadilan tidak dapat
dijamin berdasarkan apa yang terjadi di dunia. Kedua, tujuan-tujuan
hidup harus dijelaskan dengan seterang-terangnya, sehingga manusia dapat
melihat apa yang telah diperjuangkan. Ketiga, pembantahan dan
perbedaan pendapat dan konflik di antara orientasi-orientasi manusia harus
diselesaikan.
a.
Mendorong manusia berfikir Positif
Pesan moral kehancuran alam (kiamat)
adalah untuk mendorong manusia beraktifitas yang positif (amal sholeh).
Pengetahuan sains telah menyebutkan bahwa kehancuran alam pasti akan terjadi.
Dalam Al-Qur’an, berbagai ayat mengajarkan akan keyakinan akan adanya hari
pembalasan mengantarkan manusia untuk melakukan berbagai amal sholeh dalam
kehidupannya.
b.
Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab
Amir Nuruddin mengutip pendapat A.
Mukti Ali bahwa semangat poko dalam Al-Qur’an adalah untuk menanamkan ke dalam
jiwa kesadaran tentang tanggung jawab.
c.
Pembenahan Diri Seawal Mungkin
Sains tidak apat dikatakan netral,
melainkan mengandung nilai-nilai yang menyusup melalui para pakar yang
mengembangkannya. Umat islam harus menekankan kepada umat muslim terutama
peserta didik bahwa sains didasarkan pada eksperimental dan observasi terhadap
alam yang tampak ini dan tidak mempunyai sekelumit pun pengetahuan tentang alam
gaib. Kita harus menegaskan bahwa ekstrapolasi sains sampai pada periode
penciptaan alam semesta tidak dijamin kebenarannya karena para pakar sendiri
tidak tahu apa yang terjadi sebelum apa yang mereka namakan waktu Planck; yaitu
seper-sepuluh-juta-triliun-triliun sekon sesudah penciptaan. Dan umat islam
harus menjelaskan bahwa sains berkembang melalui berbagai tahapan. Pada
tahapan-tahapan tertentu mungkin saja dalam sains tidak sesuai, atau bahkan
saling bertentangan dengan isli Al-Qur’an. Akan tetapi karena sains
dikembangkan untuk mencari kebenaran, maka pada akhirnya akan bersesuaian
dengan Al-Qur’an.[14]
B.
Model Integrasi-Interkoneksi teori Kehancuran Alam Semesta
1.
Model Informatif teori kehancuran Alam Semesta
Pembahasan mengenai kehancuran alam
semesta dalam sudut pandang Islam dan sains menunjukkan adanya kesamaan. Ilmu
Islam (Al-Qur’an) memberikan informasi kepada ilmu sains dan teknologi bahwa
alam semesta akan mengerut dan mengalami kehancuran. Dalam surat Al-Anbiyaa’
ayat 104 “ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran
buku-buku.”Secara tersurat menjelaskan bagaimana proses terjadinya hari akhir
atau kehancuran dari alam semesta. Demikian juga dalam sains yang menjelaskan
proses kehancuran alam semesta yang serupa. Menurut Teori Big Crunch, alam
semesta akan berhenti berekspansi dan menyusut menjadi sebuah titik. Dengan
demikian, displin ilmu Islam memberikan informasi kepada disiplin ilmu sains.
2.
Model Konfirmatif/ Klarifikatif teori Kehancuran Alam Semesta
Al-Quran dalam surat Al-Anbiyaa’
ayat 104 yang menjelaskan “ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat
lembaran buku-buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama Kami akan
mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami sesungguhnya Kami-lah yang akan
melaksanakannya.” Ayat tersebut menerangkan bahwa bumi yang dihuni oleh
manusia dan makhluk lainnya akan mengalami kehancuran. Agama islam menyebutnya
dengan hari kiamat, seperti yang termuat pada rukun iman yang ke-6, yaitu iman
kepada hari akhir. Fenomena kehancuran alam semesta yang telah dijelaskan oleh
Al-Qur’an kemudian dipertegas oleh ilmu sains dan teknologi yaitu Teori Big
Crunch. Dengan demikian, para ilmuan telah membuktikan QS. Al-Anbiyaa’ ayat
104 secara ilmiah yaitu dengan Teori Big Crunch.
FOOTNOTE
[1] Achmad Baichuni, Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan
Kealaman (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hal. 273.
[2] Ibid., hal. 274.
[3] A. Khoirun Marzuki, Kiamat: Surga dan
Neraka (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997)
[4] Ahmad Mahmud Sulaiman, Tuhan dan Sains (Jakarta: PT.
Serambi Ilmu Semesta, 2001), Hal. 30.
[5] Achmad Baichuni, op. cit., hal. 260.
[6] M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lantera Hati. 2002), hal. 514-515
[7] Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat
Kementrian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur’an dan
Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010), hal. 134.
[8] Ibid., hal 135.
[9] Ibid.
[10] Stephen Ewing Schneider. Pathways To Astronomy. ( New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc., 2007), hal. 676.
[11] ibid
[12] ibid
[13] Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin
Muhamad (Bandung: Pustaka, 1994), hal 36
[14] Achmad Baiquni, op. cit., h.274
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
PROSES KE-6
HARI KEBANGKITAN (YAUMUL BA’AS)
Kaum
muslimin rahimakumullah, Hari Kiamat pasti terjadi, akan tetapi tidak
ada seorang manusia maupun Malaikat yang tahu kapan terjadinya. Itulah
keyakinan yang harus tertanam kuat dalam hati setiap muslim. Manusia yang
paling mulia dan paling dekat dengan Allah Ta’ala, yakni
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak mengetahui kapan
terjadinya. Demikian pula Malaikat yang paling mulia dan paling dekat dengan
Allah Ta’ala, yakni Malaikat Jibril ‘alaihis salam, tidak
mengetahuinya.
A.
Hari Kiamat Terjadi di Hari Jum’at
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
“Sebaik-baik hari dimana matahari terbit adalah hari
Jum’at. Pada hari Jum’at Adam diciptakan, pada hari itu dia dimasukkan ke
dalam Surga dan pada hari Jum’at itu juga dia dikeluarkan dari Surga. Dan hari
Kiamat tidaklah terjadi kecuali pada hari Jum’at.” (Hadits shohih.
Diriwayatkan oleh Muslim, no. 854).
Aus bin Aus radhiyallahu ‘anhu bercerita bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ قُبِضَ، وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيْهِ الصَّعْقَةُ
“Sesungguhnya sebaik-baik hari kalian adalah hari Jum’at. Pada hari
itu Adam diciptakan dan diwafatkan. Pada hari itu juga Sangsakala ditiup dan petir
bergemuruh.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 883 dan Ibnu Majah, no.
1075. Hadits ini dinilai shohih oleh Al-Albani dalam Shahiih Abi
Dawud, I/290 dan Shahiih Ibni Majah, I/322).
B.
Peniupan Sangsakala
Hari kebangkitan dimulai setelah
peniupan Sangkakala oleh Malaikat Israfil, atas perintah Allah Ta’ala.
Berapa kali sangkakala itu ditiup? Berkaitan dengan masalah ini, ada perbedaan
pendapat di kalangan para ulama tentang berapa kali Sangsakala di tiup.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Katsir menyatakan ada tiga kali tiupan.
Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikh Sholih Alu Syaikh ketika beliau
menjelaskan kitab al-Aqidah al-Wasithiyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
menyatakan bahwa al-Qur‘an mengabarkan tiga kali tiupan. Tiga tiupan sangsakala
ini adalah
Pertama, ialah
tiupan al-faz’u(tiupan yang mengejutkan), sebagaimana disebutkan dalam
surat An-Naml ayat 87. Allah Ta’alaberfirman:
وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّوْرِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ مَنْ شَاءَ اللهُ (87)
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah
segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki
Allah.” (QS. An-Naml: 87)
Kedua, yaitu
tiupan ash-sha’iq(tiupan yang mematikan), dan yang ketiga adalah
tiupan qiyam(bangkit). Dua macam tiupan ini terangkum dalam firman
Allah Ta’ala:
وَنُفِخَ فِي الصُّوْرِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ مَنْ شَاءَ اللهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيْهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُوْنَ (68)
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di
bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian sangkakala itu ditiup
sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannnya
masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68).
Inilah tiga kali tiupan yang
disampaikan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahulah. (Majmu’ Fatawa
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 4/260-261).
Sebagian ulama lagi berpendapat ada
dua tiupan. Inilah pendapat Syaikh Muhammad bin Sholih
al-‘Utsaimin rahimahullah. Tiupan Sangsakala pertama berfungsi sebagai
tiupan yang mengejutkan dan membuat pingsan semua makhluk, baik yang di langit
maupun di bumi, kecuali yang dikehendaki Allah Ta’ala.Sedangkan tiupan
kedua berfungsi untuk membangkitkan semua makhluk dari kuburnya. Setelah tiupan
yang kedua ini, bangkitlah manusia dari liang kuburnya untuk menghadap Rabb
semesta alam. (Syarhu Lum’at al I’tiqad, Tahqiq Asyraf Abdul Maqsud, hal. 114)
C.
Berapa Jarak Antara Dua Tiupan?
Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُوْنَ
“Jarak antar dua tiupan Sangsakala
itu empat puluh.” Lalu para sahabat bertanya, “Wahai Abu Hurairah, apakah 40
hari?” Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apakah
40 bulan?” Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak tahu.” Mereka bertanya lagi,
“Apakah 40 tahun?” Abu Hurairah menjawab, “Aku tidak tahu.” Kemudian turunlah
hujan dari langit, lalu mereka tumbuh seperti tumbuhnya sayuran. Semua bagian
manusia akan hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor. Dari tulang ekor
itulah manusia diciptakan pada hari Kiamat.” (Hadits shohih. Diriwayatkan
oleh al-Bukhari, no. 4554 dan Muslim, no. 5253).
Demikianlah hadits tentang jarak
antara tiupan ash-sho’iq (yang mematikan) dan tiupan al-qiyam(kebangkitan).
Hadits ini hanya menyebutkan jaraknya adalah empat puluh, tanpa ada penegasan
hari, bulan atau tahun. Adapun riwayat yang menegaskan 40 hari adalah riwayat
yang lemah. Wallahu Ta’ala a’lam.
D.
Bagian Tubuh Manusia Yang Tidak Dimakan Tanah
Seluruh tubuh manusia akan hancur
dimakan tanah, kecuali yang dikehendaki Allah Ta’ala. Adapun yang tidak
hancur dimakan tanah adalah:
1.
Jasad para Nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى اْلأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ اْلأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla mengharamkan tanah memakan jasad para
Nabi.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 883, Ibnu Majah, no. 1075 dan
dinilai shohih oleh Al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud, no. 962
dan Shohiih Ibni Majah, no. 889).
2.
Tubuh para syuhada (orang yang meninggal jihad fi sabilillah).
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu pernah menggali makam ayahnya
yang mati dalam perang Uhud. Ayahnya dimakamkan bersama orang lain dalam satu
liang. Kemudian ia merasa kurang senang membiarkan beliau bersama yang lain
dalam satu kuburan. Maka kuburannya digali setelah setelah enam bulan.
Ternyata, keadaan ayahnya masih sama seperti saat dikuburkan, kecuali
telinganya. (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1264).
3.
Tulang ekor manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِنَّ فِي الإِنْسَانِ عَظْمًا لاَ تَأْكُلُهُ اْلأَرْضُ أَبَدًا، فِيْهِ يُرَكَّبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، قَالُوْا أَيُّ عَظْمٍ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: عَجْبُ الذَّنَبِ
“Sesungguhnya pada diri manusia ada
satu tulang yang tidak dimakan tanah selamanya. Padanya manusia disusun
(kembali) pada hari Kiamat”. Para sahabat bertanya, “Tulang apakah itu, wahai
Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tulang ekor.” (Hadits
shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 5255)
4.
Ruh manusia. Meskipun ruh manusia adalah makhluk, namun ia tidak
akan punah. (Syarah Al-Aqidah Al-Safariniyah, Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz
Mani’, hal. 212)
E.
Keadaan Manusia Ketika Dibangkitkan
Setelah
tiupan ash-sha’iq (tiupan yang mematikan), maka matilah yang di
langit dan di bumi kecuali yang dikehendaki Allah Ta’ala. Lalu
Allah Ta’ala menurunkan hujan yang membasahi bumi dan menumbuhkan
jasad manusia dari tulang ekornya. Jasad-jasad manusia ini tumbuh seperti
tumbuhnya sayuran yang disirami hujan. Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ تُخْرَجُوْنَ (11)
“Dan Rabb yang menurunkan air dari
langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri
yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).”(QS.
Zukhruf: 11)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ مَطَرًا كَأَنَّهُ الطَّلُّ أَوْ الظِّلُّ – نُعْمَانُ الشَّاكُّ – فَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادُ النَّاسِ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيْهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُوْنَ
“Kemudian Allah menurunkan hujan
bagaikan gerimis atau awan. Maka tumbuhlah darinya jasad-jasad manusia.
Kemudian ditiup kembali Sangsakala untuk kedua kalinya, maka tiba-tiba mereka
berdiri menunggu (putusan masing-masing).” (Hadits shohih. Diriwayatkan
oleh Muslim, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam memberitahu umatnya bahwasanya mereka akan dibangkitkan dalam
keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan, lalu
dikumpulkan di padang Mahsyar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تُحْشَرُوْنَ إِلَى اللهِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian
akan dikumpulkan menuju Allah Ta’ala dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak
berpakaian dan belum dikhitan.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 3349 dan Muslim, no. 2860, dari sahabat ‘Abdullah ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma).
‘Aisyah radhiyallahu
‘anhabertanya, “Apakah laki-laki dan wanita saling melihat satu sama
lain?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
اَلأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يَنْظُرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ
“Keadaannya jauh lebih berat dari
sekedar melihat satu sama lain.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim,
no. 5102).
Penulis: dr. Muhaimin Ashuri
Muroja’ah
: Ust. Aris Munandar, S.S., M.Ag.
Artikel www.muslim.or.id
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
PROSES KE-7
PADANG MAHSYAR (YAUMUL HASYR)
A.
Yaumul Mahsyar (Hari Berhimpun)
Yaumul Mahsyar adalah tempat
dikumpulkannya seluruh manusia dan makhluk hidup lainnya dari awal hingga akhir
zaman untuk dihisab atau diperhitungkan semua amal yang dilakukannya di hadapan
pengadilan Allah yang sejati. Setelah semua makhluk dibangkitkan (ba’ats) dari
alam kubur, mereka akan digiring (nasyr) ke satu tempat yang disebut padang
Mahsyar. Di sana mereka selanjutnya akan berkumpul menjadi satu himpunan untuk
menunggu keputusan Allah SWT. Mahsyar adalah padang yang sangat luas dan datar,
dimana tidak terlihat dataran rendah maupun tinggi di akhirat. Di Mahsyar
inilah semua makhluk Allah (dari zaman nabi Adam as. hingga yang paling akhir )
yang berada di langit dan bumi termasuk manusia, jin, malaikat dan hewan,
berkumpul dan berdesak-desakan dalam kondisi telanjang kaki, tidak berpakaian,
dan belum dikhitan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
يُحْشَرُ
النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً
“Manusia akan dikumpulkan pada hari
Kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.”[1]
Demikianlah keadaan manusia tatkala
bertemu dengan Allah Ta’ala di Padang Mahsyar dalam keadaan tidak
beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan. Meskipun demikian, akhirnya
mereka diberi pakaian juga. Dan manusia yang pertama kali diberi pakaian adalah
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِنَّ
أَوَّلَ مَنْ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيْمُ
“Sesungguhnya orang pertama yang
diberi pakaian pada hari Kiamat adalah Nabi Ibrahim.”[2]
Adapun pakaian yang dikenakannya
ketika itu adalah pakaian yang dikenakan ketika mati. Abu Sa’id
al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْمَيِّتُ
يُبْعَثُ فِيْ ثِيَابِهِ الَّتِيْ يَمُوْتُ فِيْهَا
“Mayit akan dibangkitkan dengan pakaian yang dikenakannya ketika
mati.”[3]
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
‘anhu, tatkala hendak menguburkan jenazah ibunya, beliau meminta agar jenazah
ibunya dikafani dengan pakaian yang baru. Beliau mengatakan, “Perbaguskanlah
kafan jenazah kalian, karena sesungguhnya mereka akan dibangkitkan dengan (memakai)
pakaian itu.” [4]
B.
Keadaan Manusia di Padang Mahsyar
Setiap manusia di padang mahsyar
akan berhadapan langsung dengan Allah swt. dan juga akan berhadapan
dengan Al-kitab, mizan, shirot, dan haudh(telaga). Selain itu juga
di ajukan pula saksi-saksi yang dapat di andalkan dan di tanggung kejujuran dan
kebenarannya yang terdiri dari anggota-anggota badannya sendiri, seperti lidah,
mata, telinga, kulit, tangan, dan kaki, yang semuanya itu akan berbicara
sendiri-sendiri menurut fungsinya masing-masing kepada Allah swt. dimana pada
saat itu mulut-mulut manusia telah di tutup rapat dan di segel. Sehingga segala
amal perbuatan manusia yang telah di lakukan, baik berupa amal baik dan buruk,
besar dan kecil, dosa dan kesalahan serta kejahatan, yang terang-terangan
maupun yang rahasia, yang Nampak dan yang tersembunyi, yang di sengaja atau
tidak, semuanya akan di bongkar dan di perlihatkan di padang mahsyar. Semuanya
akan di adili dengan seadil-adilnya, yang baik dibalas dengan (pahala),
sebaliknya yang buruk dengan(siksa), walaupun perbuatan itu seberat debu.
Menurut faham Ahli Sunnah Wal
Jama’ah, manusia yang pertama kali dibangkitkan oleh Allah adalah Rasulallah
saw. Kemudian manusia manusia lainnya. Keadaan mereka akan tergantung dari
amalan yang telah mereka kerjakan di semasa hidupnya, ketika itu semua manusia
akan sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Sehingga anak tidak lagi
mengenali kedua orang tuanya, begitu pula sebaliknya, tidak ada saudara, tidak
ada harta yang bermanfaat, tidak ada dokter, tidak ada presiden, dan tidak ada
yang berkuasa. Hanya Allah lah yang menguasai di hari itu ”MALIKI YAUMIDDIN”.
Semuanya tidak ada yang di fikirkan kecuali apa yang akan menjadi nasibnya
masing-masing yang berkenaan dengan amal perbuatannya di dunia.
Barang siapa yang berbuat baik dan
berjalan di jalan yang di ridhai Allah, maka ia akan selamat dan masuk surga
Allah dengan segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Namun bila kehidupan dunia
selalu diisi dengan keburukan dan perbuatan maksiat, ia akan tergelincir ke
dalam neraka, dan mendapat siksa Allah yang amat
pedih.
C.
Manusia di Giring ke Padang Mahsyar
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Sahl bin Sa’d z,
Rasulullah n bersabda:
يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى أَرْضٍ بَيْضَاءَ عَفْرَاءَ كَقُرْصَةِ نَقِيٍّ. قَالَ سَهْلٌ أَوْ غَيْرُهُ: لَيْسَ فِيهَا مَعْلَمٌ لِأَحَدٍ
“Umat manusia akan digiring pada
hari kiamat ke (mahsyar). Sebuah medan yang luas. Tanahnya berwarna putih
seperti bundaran roti yang bersih.” Sahl z dan selainnya berkata: “Tidak ada di
sana tanda (tempat keberadaan) bagi seorang pun.” [5]
Bagaimana cara manusia ke Padang
Mahsyar ? Untuk menjelaskan perkara ini, Allah berfirman pada ayat 86, Surah
Mariam; ayat 102, Surah Taha dan ayat 97, Surah al-Isra’. Ayat itu maksudnya
menyatakan bahawa cara manusia ke Padang Mahsyar ada tiga bagian:
1.
Orang yang pergi dengan berkenderaan yaitu orang
bertakwa.
2.
Orang yang berjalan kaki dan keadaan muka mereka biru keruh, karena
hati masing-masing sebak dengan kedukaan, yaitu orang yang mati dalam keadaan
berdosa.
3.
Orang yang berjalan dengan mukanya, sambil matanya tidak dapat
melihat sesuatu yang disukainya. Lidahnya tidak dapat menuturkan hujah atau
alasan yang boleh diterima daripadanya dan telinganya tidak dapat mendengar
perkara yang menyenangkan hatinya.
Mereka ialah orang yang pada masa
hidup di dunia tidak berusaha menggunakan matanya, lidahnya dan telinganya
untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Cara itu diterangkan pula oleh Rasulullah
SAW dalam hadis berikut daripada Abu Hurairah, yang bermaksud:
“Manusia yang dihimpunkan ke Padang
Mahsyar pada hari kiamat adalah tiga golongan.Pertama golongan yang berjalan
kaki; kedua, golongan berkenderaan dan ketiga, golongan yang berjalan dengan
(berkakikan) mukanya.”
Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah!
Bagaimana mereka dapat berjalan dengan mukanya?” Baginda menjawab: “Sesungguhnya
Tuhan yang telah menjadikan mereka boleh berjalan dengan kaki, berkuasa
menjadikan mereka berjalan dengan muka mereka.”[6] (Hadis
riwayat at-Tarmizi).
Bagaimana pula keadaan manusia ketika pergi dan berada di Padang
Mahsyar?
Allah berfirman yang bermaksud:
Dan demi sesungguhnya! Kamu sekarang
telah datang kepada Kami dengan keadaan sebatang kara seperti keadaan Kami
ciptakan kamu keluar dari perut ibu kamu dulu, tidak berkain baju, tidak
berkasut, tidak berkhatan dan tidak berharta benda.” (Surah al-An’am, ayat 94).
Dan firman-Nya lagi pada ayat 29 Surah al-A’raf, maksudnya:
Sebagaimana Tuhan telah mulakan
penciptaan kamu dengan keadaan yang tertentu, maka demikianlah pula kamu
bangkit hidup kembali kepada Tuhan.
Mengenai keadaan yang disebut itu,
Rasulullah menerangkan dalam hadis berikut: Daripada Ibn Abbas, katanya,
Rasulullah berdiri berucap kepada kami, sabdanya:
Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya
kamu dihimpunkan di Padang Mahsyar dengan keadaan berkaki ayam, bertelanjang
dan berkulup.” (Kemudian Baginda membaca firman Allah bererti: Seperti Kami
ciptakan manusia pada mulanya, demikian pula Kami ulangi ciptaannya, itulah
janji yang sesungguhnya Kami akan lakukan) Ketahuilah! Sesungguhnya orang yang
mula-mula sekali diberi pakai pakaian pada hari kiamat ialah Ibrahim
al-Khalil.”[7]
Daripada Aisyah, bahawa Nabi bersabda:
Dihimpunkan manusia di Padang
Mahsyar pada hari kiamat dengan keadaan berkaki ayam, bertelanjang dan
berkulup.” Aisyah berkata: “Ya Rasulullah! adakah orang perempuan dan lelaki
semuanya melihat satu sama lain?” Nabi menjawab: “Wahai Aisyah! Kedahsyatan
keadaan pada masa itu menghalang masing-masing daripada melihat satu sama
lain.”
Pada satu riwayat oleh al-Nasa’i dan al-Haakim daripada Aisyah,
katanya:
Aku bertanya: “Ya Rasulullah!
Bagaimana pula keadaan aurat?” Nabi menjawab: “Tiap-tiap seorang pada masa itu
cukup sibuk dengan hal menjaga keselamatan dirinya saja.”
Maksud dua hadis itu ialah
Rasulullah menerangkan bahawa manusia akan ke Padang Mahsyar dengan keadaan
sebagaimana Tuhan menjadikan mereka keluar dari perut ibu dulu – tidak
berpakaian, tidak berkasut dan tidak berkhatan.
Mendengarkan keterangan itu, Saidatina Aisyah bertanya:
Bagaimana hal aurat masing-masing ya
Rasulullah! Adakah orang lelaki dan perempuan memandang satu sama lain?”
Rasulullah menjawab: “Wahai Aisyah!
Kedahsyatan huru-hara kiamat menghalang manusia dari memandang satu sama lain,
usahkan hendak memerhatikan aurat, tiap-tiap seorang pada masa itu cukup sibuk
dengan hal menjaga keselamatan dirinya saja.”
Keadaan manusia pada saat itu,
sangat beragam jenisnya, sesuai dengan tingkat amalannya waktu di dunia.
Diantaranya adalah:
1.
Ada yang berdiri di bawah sinar mentari yang begitu panas, sehingga
peluh dan keringat membasahi tubuhnya.
Hal itu sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan dari Sahabat Miqdad bin
Aswad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulallahu
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Matahari akan didekatkan kepada
makhluk kelak pada hari kiamat, sampai ada diantara mereka yang jaraknya sejauh
satu mil -(berkata Sulaim bin Amir, salah seorang perawi hadits ini; ‘Demi
Allah, aku tidak tahu apakah yang dimaksud dengan mil itu adalah jarak yang ada
didunia atau yang dimaksud yaitu sejauh mata memandang’)-. Rasulallah
meneruskan; ‘Adapun keringat mereka maka sesuai dengan amalan yang ia kerjakan
ketika didunia, di antara mereka ada yang sampai lututnya, ada yang sampai
betisnya, ada yang sampai dipinggangnya, bahkan ada yang sampai kemulutnya.
Berkata rawi; ‘Dan Rasulallah mengisyaratkan dengan tangan ke mulutnya”.[8]
Dalam hadits lain disebutkan, dari
Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, bahwasannya Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: (( يَعْرَقُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَذْهَبَ عَرَقُهُمْ فِي الْأَرْضِ سَبْعِينَ ذِرَاعًا وَيُلْجِمُهُمْ حَتَّى يَبْلُغَ آذَانَهُمْ)) [ رواه البخاري و مسلم ]
“Kelak pada hari kiamat seluruh
manusia mengucurkan keringat, sampai-sampai ada yang keringatnya membasahi bumi
tujuh puluh dira’, sehingga menutupi mereka sampai- ketelinganya”.[9]
2.
Di antara mereka ada yang berdiri dibawah mentari disetrika dengan
api neraka.
Hal itu berdasarkan sebuah hadist
yang diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau
bercerita: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah, seorang yang mempunyai
harta emas dan perak yang tidak ia tunaikan kewajibannya (tatkala didunia)
melainkan pada hari kiamat kelak akan dibuatkan baginya seterika dari lempengan
neraka yang dicelup kedalam nereka, lalu diseterikakan kesamping kiri dan
kanan, serta punggungnya. Apabila telah dingin maka dikembalikan lagi seperti
semula, pada suatu hari yang sama dengan Lima puluh ribu tahun lamanya, hal itu
dialami sampai diputuskan perkaranya para hamba (Oleh Allah) sehingga dia dapat
melihat jalannya, apakah ke surga atau ke neraka”.[10]
3.
Ada yang menelungkup dibawah injakan kaki binatang sembari digigiti
olehnya.
Seperti yang telah disebutkan dalam
haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Rasulallah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah, seorang yang mempunyai
harta onta, atau sapi dan kambing yang dia tidak tunaikan kewajibannya (ketika
didunia) melainkan pada hari kiamat kelak mereka semua akan menginjak-injak
mencakar serta menginggitnya, tatkala sembuh yang pertama maka dikembalikan
seperti semula. Pada hari yang sama dengan Lima puluh ribu tahun lamanya, hal
itu sampai diputuskan perkaranya para hamba (oleh Allah) sehingga pada akhirnya
dia melihat jalannya, apakah ke surga atau ke neraka”.[11]
4.
Dan tidak sedikit pula yang berada dibawah naungan ar-Rahman
Tabaraka wa Ta’ala.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam
sebuah hadits yang masyhur, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada tujuh golongan yang akan berada
dibawah naungan Allah, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya.
mereka adalah :
a) Imam
yang adil, pemuda yang gemar ibadah,
b) Pemuda
yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya.
c) Orang
yang hatinya selalu merindukan masjid,
d) Dua
orang yang berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah,
e) Seorang
pria yang diajak zina oleh wanita yang cantik jelita, lalu mengatakan: ‘Sungguh
aku takut kepada Allah’,
f) Orang
yang bersedekah sembunyi-sembunyi, sampai tangan kirinya tidak mengetahuinya
apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya,
g) Orang
yang menyebut nama Allah tatkala sendirian matanya menangis (karena takut).”[12]
5.
Diantara mereka ada yang berada dibawah naungan sedekahnya.
Berdasarkan sebuah hadits, dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: ‘Aku mendengar Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
Berdasarkan sebuah hadits, dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: ‘Aku mendengar Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (( كُلُّ امْرِئٍ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ أَوْ قَالَ: يُحْكَمَ بَيْنَ النَّاسِ )) [رواه أحمد]
“Tiap insan akan berada dibawah
naungan sedekahnya, sampai dipisah antara sesama insan. Atau beliau mengatakan;
‘Sampai dihukumi manusia.”[13]
Setelah berlalu waktu yang begitu
panjang tersebut, yang penuh dengan kegalutan dan kesulitan menunggu dipadang
Mahsyar, maka selanjutnya:
Allah Tabaraka wa Ta’ala
mengizinkan manusia untuk mencari Syafa’at.
Kejadian yang menegangkan tersebut,
tergambar dengan jelas dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pada hari kiamat kelak manusia
berbondong-bondong mendatangi Adam, lalu memelas kepadanya dengan mengatakan:
‘Mintakanlah syafa’at kepada Rabbmu’. Namun beliau beralasan, Itu bukan
bagianku, akan tetapi datanglah kalian kepada Ibrahim, sesungguhnya beliau
adalah kekasih Allah, lanjutnya. Lalu mereka mendatangi Ibrahim, dan beliau
mengatakan; ‘Aku tidak sanggup, datanglah kepada Musa, sesungguhnya dia adalah
kalimu Rahman (orang yang diajak bicara oleh Allah), maka mereka mendatangi
Musa, akan tetapi beliau mengatakan: ‘Aku tidak mampu’, namun pergilah kalian
ke Isa, sesungguhnya dia adalah ruh dan kalimatnya Allah’. Selanjutnya mereka
mendatangi Isa, beliau mengatakan; ‘Itu bukan bagianku, akan tetapi pergilah
kalian kepada Muhammad’. Mereka kemudian mendatangiku,
maka aku katakan; ‘Akulah yang akan
maju’. Lalu aku meminta izin kepada Rabbku, dan diizinkan. Kemudian aku
diilhami dengan puji-pujian yang aku haturkan, yang belum aku ketahui sekarang.
Maka aku memuji dengan puji-pujian tersebut sambil sujud’. Lalu Allah
berfirman; ‘Wahai Muhammad, angkat kepalamu, katakan maka akan didengarkan,
mintalan pasti akan diberi, berilah syafa’at maka akan dikabulkan.”[14]
D.
Gambaran Manusia yang Berdosa di Padang Mahsyar
1) Mereka
dihalau berupa menjadi kera. Mereka adalah manusia yang suka mengadu domba,
2) Mereka
diusir berupa menjadi babi. Mereka adalah manusia yang suka memakan barang
yang haram,
3) Mereka
dihalau dalam keadaan terbalik kaki di atas dan kepala di bawah. Mereka adalah
dari golongan yang suka berdusta dan memakan harta riba.
4) Mereka
dihalau dalam keadaan bisu dan tuli serta tidak berakal. Mereka adalah dari
golongan yang riya’, bangga pada amalannya sendiri diri dan sombong,
5) Mereka
dihalau dalam keadaan mengunyah lidah sendiri sedang lidahnya itu menjulur ke
bawah sampai ke dadanya dan dari mulutnya keluar nanah yang menjijikkan. Mereka
adalah ahli pidato yang ucapannya berlainan dengan perilakunya.
6) Mereka
dihalau dalam keadaan tersalib di pohon kurma dari neraka. Mereka adalah
manusia yang berusaha mengajak orang banyak untuk menyokong pemimpin yang tidak
jujur.
7) Mereka
dihalau dalam keadaan terpotong tangan dan kakinya. Mereka adalah orang-orang
yang mengganggu jiran-jiran.
8) Mereka
dihalau dalam keadaan buta dan di tuntun. Mereka adalah dari golongan yang
curang dalam menetapkan hukum.
9) Mereka
dihalau dalam keadaan berbau busuk, lebih busuk daripada bau bangkai. Mereka
adalah orang yang gemar melampiaskan nafsu syahwat dan menolak hak Allah dari
harta yang diwajibkan diperkari hartanya itu seperti zakat dan lain-lain.
10) Mereka dikumpulkan
dalam keadaan memakai pakaian tir/besi yang panas. Mereka ini adalah manusia
yang syirik kepada Allah.
E.
Waktu di Padang Mahsyar
Seluruh manusia akan dikumpulkan di
Padang Mahsyar dalam keadaan berdiri selama empat puluh tahun, sebagaimana
dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamdalamsabdanya:
Allah mengumpulkan semua manusia
dari yang pertama sampai yang terakhir pada waktu hari tertentu dalam keadaan
berdiri empat puluh tahun. Pandangan-pandangan mereka menatap (ke langit),
menanti pengadilan Allah.[15]
Meskipun rentang waktu tersebut
lama, namun terasa sebentar bagi kaum Mukminin, sebagaimana dijelaskan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
Tentang firman Allah "(Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam" –al Muthaffifin/83 ayat 6- seukuran setengah hari dari lima puluh ribu tahun. Yang demikian itu (sangatlah) mudah (ringan) bagi orang mukmin, seperti matahari menjelang terbit sampai terbit. [16]
Tentang firman Allah "(Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam" –al Muthaffifin/83 ayat 6- seukuran setengah hari dari lima puluh ribu tahun. Yang demikian itu (sangatlah) mudah (ringan) bagi orang mukmin, seperti matahari menjelang terbit sampai terbit. [16]
DAFTAR PUSTAKA
M. Ali Ichsan Umar. (1979). Mahkamah di padang
mahsyar. Semarang: CV. Toha Putra.
Katsir, Ibnu. (2002). Huru-hara hari kiamat.Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Al-Qurthubi, Imam. (2004). Buku pintar alam
akhirat. Jakarta: Darul Haq.
[1] Hadits shahih. (Diriwayatkan oleh Muslim 5102 dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha).
[2] Hadits shahih. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari 4371).
[3] HR Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dan
al-Albani dalam Shohiih at-Targhib wat-Tarhib 3575.
[4] Fat-hul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, 11/383.
[5] HR. Al- Bukhari 6521 dan Muslim 790
[6] HR. at-Tarmizi
[7] HR Bukhari dan Muslim
[8] HR Muslim no: 5108. Dalam Bab: Fii Shifati Yaumil
Qiyamah
1 HR Bukhari 6051 dan Muslim
5107. Dalam Bab: Fii Shifati Yaumil Qiyamah.
[10] HR Muslim no: 1647. Dalam Bab: Itsmi Maani’iz Zakat.
[11] HR Muslim1647. Dalam Bab: Itsmi Maani’iz Zakat.
[12] HR Bukhari dalam Bab: Fadhlu man Jalasa fiil Masjid
Yantadhirus Sholat. Muslim dalam Bab: Fadhlu
Ikhfaa’is Shodaqoh
[13] HR Ahmad no: 17333, 27/568.
[14] HR Bukhari no: 6956. Dalam Bab: Kalami Rabb Azza wa
jalla Yaumil Qiyamah. Muslim no: 286. Dalam Bab: Fii Qaulin Nabi Ana Awalun
Naasi Yusyfa’u fiil Jannah.
[15] HR Ibnu Abi ad Dunya dan ath Thabrani, dan dishahihkan
al Albani. Lihat Shahih at Targhib wat-Tarhib, hadits no.3591
[16] HR Abu Ya'la dengan sanad shahih, dan Ibnu Hibaan
dalam Shahih-nya. Dan dishahihkan al Albani. Lihat Shohih Shahih at Targhib
wat-Tarhib, hadits no.3589.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
PROSES KE-8
SYAFAAT
Sebagaimana firmanya yang berbunyi:
‘‘ Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah
jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
jahanam’’. ( Q.S.9:113)
Sangat banyak yang perlu kita
ketahui tentang syafaat,tidak hanyaa sekedar mengetaui apa itu syafaat tetapi
juga hal-hal penting lainnya. Disini penulis akan mencoba mengulas syafaat,
mulai dari apa itu syafaat, siapakah pemilik dan pemberi syafaat, syafaat
Rasul, persyaratan apa saja untuk mendapatkan syafaat, macam-macam syafaat dll.
Pembahasan ini tentunya akan dibingkai dengan beberapa hadits karena tujuan
dari pembahasan ini adalah menyingkap hadits-hadits yang berkaitan dengan
syafaat, tetapi mengingat pedoman pertama umat islam adalah Al-Quran maka
disini juga akan disebutkan beberapa ayat-ayat yang berkaitan dengan syafaat.
A.
Pengertian Syafaat
Syafaat secara etimologi berasal
dari bahasa Arab شفع [1] yang mempunyai arti
menggabungkan sesuatu dengan sesuatu lain yang sejenisnya agar menjadi
sepasang. Sedangkan secara terminologi, Syafaat berarti memohonkan ampunan
untuk dosa yang telah diperbuat. Syafaat juga berarti permohonan ampun oleh seseorang
yang memiliki hak syafaat untuk orang yang berhak mendapatkannya. Jadi, syafaat
Nabi SAW atau manusia suci lainnya untuk sekelompok umat berarti doa,
permohonan ampun, atau juga permintaan atas sebuah hajat ke hadirat Allah SWT
untuk umat yang menerima syafaat. Kata Syafaat ini sangat populer di
tengah-tengah kaum muslimin dan sangat diharapkan untuk mereka saat sekarang
dan juga nanti.
Syafa’at yang dibutuhkan saat
sekarang adalah untuk menyelamatkan mereka dari bencana, penyakit, kesusahan,
dan lain-lain. Syafa’at yang dibutuhkan nanti adalah untuk menyelamatkan dan
mengeluarkan mereka dari api neraka. Nabi Muhammad dapat meringankan
siksaan Allah bahkan mencabutnya. Yang penting, dia adalah umatnya dan rajin
memuji dengan membaca shalawat untuk beliau. Meskipun amal kebaikan yang dia
kerjakan selama hidup sangat sedikit dibandingkan dosa yang dia kerjakan. Hak
kasasi itu hanya diberikan kepada Nabi Muhammad, para nabi selain beliau tidak
mampu melakukannya dengan alasan bukan umatnya dan dosa yang para nabi lakukan.
Syafaat adalah milik Allah semata, dan semua urusannya kembali kepada Allah.
Dialah yang akan memberikan izin kepada siapa yang dikehendaki-Nya untuk
mendapatkan dan memberikannya. Allah berfirman:
قُلْ للهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيْعًا
“Katakan bahwa syafaat itu semuanya milik Allah.” (Az-Zumar: 44).
Adapun syafaat Rasul hanya akan
diberikan kepada umatnya yang diizinkan Allah. Syafaat Rasul tidaka akan
berguna kecuali bagi orang-orang yang meng-esakan Allah. Sekalipun ada orang
musyrik yang mencintai dan menyayangi Rasul, syafaat beliau tidak akan bisa
menyelamatkanya dari neraka. Yang menyelamatkanya hanyalah tauhid dan iman
kepada Allah. Karena itu ketika Abu Thalib dan kawan-kawanya mencintai rasul
tetapi tidak mengakui tauhid yang beliu bawa, mereka tak mungkin keluar dari
Neraka dengan Syafaat maupun pertolongan lainya.
Ibnul Jauzi dalam tafsirnya
mengatakan: “Seseorang tidak akan sanggup memilikinya melainkan dengan
kehendak-Nya. Dan seseorang tidak akan bisa memberikan syafaat melainkan dengan
izin-Nya.” (Zadul Masir hal. 1232)
Berdasarkan hal ini, maka meminta
syafaat kepada selain pemiliknya merupakan kesyirikan yang sangat besar. Orang
yang memintanya kepada selain Allah akan terhalangi untuk mendapatkannya kelak
di sisi Allah. Karena orang yang akan mendapatkannya adalah orang yang bersih
dari kesyirikan dan mereka yang diridhai.
Dalam kitab suci Al Quran Al-Karim,
kata syafaat dipergunakan untuk menunjukkan beberapa arti yang berlainan.
Jumlah seluruh ayat yang secara langsung menyebut masalah syafaat ini adalah 25
ayat yang tersebar di delapan belas surat Al Quran. Semua ayat tadi menunjukkan
arti permohonan ampun atas dosa-dosa seperti yang disebutkan dalam arti istilah
syafaat yang pertama dan tidak mengacu pada permohonan akan kedudukan yang
tinggi di sisi Allah SWT.
Tema syafaat dalam Al Quran Al-Karim
dapat kita bagi ke dalam dua permasalahan, yaitu sebagai berikut.
1.
permasalahan mengenai pemberi syafaat.
2.
permasalahan mengenai kelompok yang berhak menerima syafaat dan
mereka yang tidak berhak mendapatkannya.
Perlu dicatat, ketika Al Quran
menjelaskan sebuah kriteria tertentu, berarti ia menerangkan sebuah sifat
tertentu yang dimiliki oleh sekelompok orang pada kehidupan mereka di dunia.
Selain kedua permasalahan di atas,
sebagian orang berpendapat bahwa ada permasalahan ketiga dalam Al Quran
mengenai syafaat, yaitu bahwa Al Quran menafikan adanya syafaat sama sekali.
B.
Dalil Tentang Adanya Syafaat
Dalam kitab suci Al Quran tidak ada
satu ayat pun yang menunjukkan penafian syafaat secara mutlak. Penafian yang
ada hanya menunjuk kepada sekelompok orang yang disebut oleh Allah SWT sebagai
kelompok yang memiliki sifat kekafiran. Sifat inilah yang menyebabkan mereka
tidak berhak mendapatkan syafaat. Dengan kata lain, syafaat yang dinafikan oleh
Al Quran adalah yang berhubungan dengan kaum kafir.
Di saat Al Quran menafikan syafaat
bagi sekelompok orang dengan kriteria tertentu, pada saat yang sama, ia
menegaskan realitas syafaat bagi kelompok yang menyandang gelar kaum mukminin,
seperti ayat:
Artinya: Dan tinggalkanlah
orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau
sedangkan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Ingatkanlah mereka dengan
Al Quran agar mereka tidak terjerumus ke dalam api neraka karena perbuatan mereka
sendiri. Tidak ada pelindung dan pemberi syafaat baginya selain dari Allah. Dan
jika mereka hendak menebus kesalahan dengan harga apa pun maka tebusan
itu tidak akan diterima….(al-an’am 76)
Dari ayat di atas terdapat
ayat yang mengecualikan syafaat. Pengecualian itu dikhususkan bagi
orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan sendagurau dan
juga bagi mereka yang telah ditipu oleh kehidupan dunia.
Artinya: Wahai orang-orang yang
beriman, belanjakanlah di jalan Allah sebagian dari rezeki yang telah Kami
anugerahkan kepada kalian sebelum datangnya hari yang pada hari itu tidak ada
lagi jual beli, persahabatan, dan syafaat. Sedangkan kaum kafir, mereka adalah
orang-orang yang zalim( al- Baqarah : 254)
Meskipun ayat ini diawali dengan
panggilan kepada kaum mukminin, tetapi tidak berarti bahwa ayat ini
menafikan syafaat sama sekali. Akhir ayat yang menyebutkan bahwa kaum kafir
adalah orang-orang yang zalim menunjukkan bahwa ayat ini menafikan syafaat bagi
mereka. Jadi, ayat ini menganjurkan kepada kaum mukminin untuk menginfakkan
sebagian dari harta mereka di jalan Allah SWT seraya memperingatkan mereka
bahwa keengganan berinfak di jalan Allah sama dengan kekufuran. Dengan
demikian, orang yang tidak mau berinfak termasuk kelompok kaum kafir dan tidak
berhak mendapatkan syafaat di hari kiamat kelak. Demikianlah Allamah
Thabathaba’i menafsirkan ayat di atas.
Perlu kami jelaskan di sini,
ayat ini adalah salah satu argumen yang sering digunakan untuk menafikan
syafaat. Menurut kami, bergumen dengan ayat ini benar jika saja ayat tersebut
tidak diakhiri dengan kalimat,
والكافرون هم الظّالمون
Artinya: Dan kaum kafir adalah orang-orang yang zalim. ( al-
Baqarah : 254)
Kalimat terakhir ini berarti bahwa
mereka yang tidak menginfakkan sebagian dari harta mereka di jalan Allah tidak
akan menerima syafaat karena mereka masuk ke dalam kelompok kaum kafir,
sebagaimana yang telah disinggung di atas.
Dari sinilah kita katakan bahwa Al
Quran Al-Karim tidak pernah menafikan syafaat secara mutlak. Penafian yang kita
dapatkan adalah berkenaan dengan syafaat bagi sekelompok umat manusia yang
memiliki kriteria tertentu, yang jika kriteria itu hilang maka hilanglah
penafian tersebut.
Sebaliknya, banyak sekali kita
temukan ayat-ayat suci Al Quran yang menunjukkan adanya syafaat, seperti ayat
di bawah ini,
Artinya: Tiadalah mereka
menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. Pada hari
datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran, berkatalah orang-orang yang sebelum
itu telah melupakannya, “Sesungguhnya telah datang utusan-utusan Tuhan kami
dengan membawa kebenaran. Adakah pemberi syafaat bagi kami atau dapatkah kami
kembali (ke dunia) sehingga kami dapat melakukan perbuatan yang lain dari apa
yang pernah kami perbuat?” Sesungguhnya mereka telah merugikan diri sendiri dan
lenyaplah tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.( al-A’raf : 53)
Ayat ini menceritakan tentang
keadaan yang dialami oleh mereka yang telah mendustakan Allah. Pada hari
kiamat, mereka tidak mendapatkan syafaat karena mereka adalah orang-orang telah
merugikan diri sendiri. Artinya, pada saat yang sama, ayat ini menjelaskan akan
adanya syafaat yang tidak bakal mereka terima.
Allah SWT berfirman,
Artinya: Tidak ada orang yang
mendapatkan syafaat kecuali mereka yang telah mengadakan perjanjian di sisi
Tuhan Yang Maha Pemurah.( Maryam :109)
Pada ayat lain, Allah berfirman,
Artinya: Di hari itu, syafaat
tidak akan berguna kecuali bagi orang yang telah diberi izin oleh Allah dan
diridhai perkataannya. ( Tahaa: 109)
Artinya: Dan sesembahan yang
mereka sembah tidak dapat memberi syafaat. Akan tetapi (yang dapat memberi
syafaat adalah) orang yang menyaksikan kebenaran dan mereka yang
mengetahuinya.( az- Zuhruf: 86)
C.
Tahrijul Hadist
Dalam Shahih Al Bukhari dari Abu Hurairah berkata:
Diriwayatkan dari Abi Hurairah,
beliau berkata: Aku berkata pada Nabi saw,: Siapakah orang yang paling
beruntung dengan (mendapatkan) syafaatmu pada hari Kiamat?. Kemudian nabi
saw bersabda: wahai Abu hurairah, aku menyangka bahwa belum ada seorangpun yang
bertanya tentang hadis ini yang lebih awal dari kamu. Aku melihat kesungguhanmu
tentang (maksud) hadis ini. Orang yang paling beruntung dengan syafaatku adalah
orang orang yang mengucapkan kalimat “la ilaha illallah” dengan ikhlas dari
lubuk hatinya.
Hadis ini menerangkan tentang
syafaat Nabi yang di peruntukkan bagi orang mukmin, yaitu orang yang beriman
kepada Allah swt dengan sepenuh hati. Setelah melakukan pentakhrijan dari hadis
ini, ditemukan beberapa hadis dalam riwayat lain yang semakna dengan hadis
ini, yaitu:
Adapun sanad-sanad dari hadis yang
diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hambal adalah sebagai berikut:
Sedangkan sanad dari Bukhari ada 2 jalur, yaitu:
–
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِى سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِى عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى سَعِيدٍ الْمَقْبُرِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ[3]
– حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى سَعِيدٍ الْمَقْبُرِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ[4]
Ini adalah hadis yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan An-Nasaì dari Abu Hurairah. Diriwayatkan pula oleh Ahmad dan
dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, yang dalam riwayatnya disebutkan “syafaatku
(nabi) bagi orang yang mengucapakan La Ilaha Illallah dengan ikhlas yang hatinya
membenarkan lisannya, dan lisannya membenarkan hatinya.
Setelah menganalisa dalam kitab lain
(selain kutub at-tis`ah), penulis mendapatkan beberapa sanad dan lafad yang
berbeda. Namun hadis ini masih semakna dengan hadis sebelumnya. Yaitu sebagai
berikut:
D.
Syarat Mendapatkan Syafaat Allah Dan Rasul
Syafaat merupakan sesuatu yang
dibutuhkan setiap hamba ketika menghadapi kegentingan hidup di dunia maupun di
akhirat nanti. Kebutuhan terhadap syafaat menyebabkan sebagian manusia jatuh
dalam kesyirikan, yakni dengan memintanya kepada selain Allah. Mereka tidak
mengetahui bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu justru akan menghalanginya
mendapatkan syafaat.
Ada dua syarat bagi seseorang untuk
mendapatkan syafaat dan memberikan syafaat di sisi Allah:
1.
Orang yang akan memberikan syafaat mendapatkan izin dari Allah.
Tanpa izin-Nya, tidak ada seorangpun yang sanggup memberikan syafaat di sisi
Allah. Allah berfirman:
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak ada seorangpun yang memberi
syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya.” (Al-Baqarah: 255)
Syafaat di sisi Allah tidaklah
seperti syafaat makhluk kepada yang lain yang bisa diberikan meskipun tidak
diizinkan.
2.
Orang yang akan mendapatkan syafaat adalah orang-orang yang
diridhai Allah, dan Allah tidak meridhai kekufuran dan kesyirikan namun
meridhai keimanan dan ketauhidan. Allah berfirman:
وَلاَ يَشْفَعُوْنَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضَى
“Dan mereka tidak akan memberikan
syafaat melainkan kepada orang yang telah Allah ridhai.” (Al-Anbiya`: 28)
وَلاَ يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ
“Dan Allah
tidak meridhai kekufuran bagi hamba-hamba-Nya.” (Az-Zumar: 7)
Dan Allah telah menghimpun kedua
syarat ini di dalam firman-Nya:
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَوَاتِ لاَ تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى
“Dan berapa banyak malaikat yang ada
di langit, syafaat mereka tidak berguna sedikitpun kecuali setelah Allah
mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai.” (An-Najm: 36) [lihat
Syarah Aqidah Thahawiyyah Asy-Syaikh Shalih Fauzan hal. 21, Al-Qaulul Mufid
Syarah Kitab At-Tauhid Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 1/437, Kasyfus Syubhat
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Qurratu ‘Uyunil Muwahhidin Abdurrahman bin
Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab hal. 154, Syarah Lum’atul I’tiqad hal. 130]
E.
Macam-Macam Syafaat
Dalam kitab Fathul Bari dijelaskan
tentang macam-macam syafaat yang akan diberikan Rasulullah saw kepada umatnya.
Dalam kitab tersebut disebutkan enam macam syafaat, yaitu:
1.
Memberi keamanan dari mara bahaya kehancuran di hari kiamat
2.
Meringankan siksaan orang kafir, seperti syafaat nabi kepada
pamannya Abdul Muthalib.
3.
Memalingkan orang mukmin dari siksaan api neraka (sebelum masuk)
4.
Menyelamatkan orang mukmin dari neraka.(sesudah masuk)
5.
Memasukkan orang mukmin ke dalam surga dengan tanpa hisab.
6.
Mengangkat derajat orang-orang mukmin.
Dengan sekian banyak syafaat yang
diberikan Rasul, maka orang yang paling beruntung mendapatkan syafaat Rasul
adalah orang yang tidak menyekutukan Allah swt dan beribadah dengan ikhlas.[5]
Sebagaimana sabda beliau:
Menurut Ibnu Qayyim syafaat itu ada 6 macam[6], yaitu:
1.
Syafaat Kubra, yaitu para rasul ulul azmi menyatakan tidak
memilikinya, hingga ketika sampai pada nabi saw beliau berkata: “ Akulah yang
dikhususkan untuknya.” Yaitu ketika para makhluk datang kepada para nabi untuk
memohon syafaat bagi mereka kepada rabb mereka. Sehingga Allah swt meredakan
apa yang mereka alami saat itu. Syafaat ini dikhududkan bagi beliau, tidak ada
seorangpun yang menyertai beliau.
2.
Syafat untuk ahli surga agar memasuki surga. Berkenaan dengan ini
telah diterangkan oleh Abu Hurairah dalam hadis panjangnya, yaitu hadis yang
muttafaq `alaih.
3.
Syafaat bagi umatnya yang melakukan dosa dan terancam masuk neraka.
Beliau memintakan syafaat bagi mereka agar tidak masuk neraka.
4.
Syafaat untuk orang yang bebuat maksiat dari golongan ahli tauhid
yang masuk neraka karena dosa-dosanya. Hadis-hadis tentang ini cukup banyak,
dan telah disepakati oleh para sahabat dan ahli sunnah. Mereka menganggap
bid`ah pada orang yang mengingkari adanya syafaat ini.
5.
Syafaat bagi suatu kaum dari ahli surga untuk menambah pahala
mereka dan meninggikan derajat mereka. Mengenai ini tidak ada seorang pun
yang membantahnya. Semuanya dikhususkan bagi yang ikhlas, yaitu orangorang yang
tidak pernah menjadikan selain Allah swt sebagai penolong ataupun pemberi
syafaat. Sebagaimana firman Allah swt:
Apakah mereka tidak memperhatikan
berapa banyak generasi yang Telah kami binasakan sebelum mereka, padahal
(generasi itu) Telah kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu
keteguhan yang belum pernah kami berikan kepadamu, dan kami curahkan hujan yang
lebat atas mereka dan kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka,
Kemudian kami binasakan mereka Karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan
sesudah mereka generasi yang lain.(QS. Al-An`am:6)
6.
Syafaat untuk sebagian keluarganya yang kafir yang termasuk ahli
neraka sehingga diringankan adzabnya, dan ini khusus untuk Abi Thalib.
Syafaat yang ditetapkan ini adalah
untuk ahli ikhlas dan tauhid (orang-orang yang mentauhidkan Allah swt dengan
memurnikan ibadah kepadaNya) dengan seizin Allah swt, bukan untuk mereka yang
berbuat syirik kepadaNya.
Syafaat di Sisi Allah Tidak Sama
dengan Syafaat di Antara Makhluk
Dari keterangan di atas, jelaslah
bahwa syafaat di sisi Allah memiliki tujuan dan syarat, yang bila tidak
dipenuhi maka seseorang tidak akan mendapatkan syafaat dan tidak bisa
memberikannya kepada orang lain.
Kedua syarat tersebut adalah:
1. Pertama, orang tersebut harus
diridhai Allah untuk mendapatkannya. Dan yang akan mendapatkan keridhaan adalah
orang-orang yang beriman dan bertauhid.
2. Kedua, mendapatkan izin Allah dan
yang mendapat izin Allah untuk memberikan syafaat hanyalah orang yang beriman
dan bertauhid.
Adapun syafaat di sisi manusia bisa
dilakukan oleh siapapun juga baik ada izin atau tidak, diridhai atau tidak.
Berdasarkan hal ini, tidak diperbolehkan mengkiaskan syafaat di sisi Allah
dengan syafaat di sisi makhluk. Dan syafaat yang ada di sisi Allah tidak boleh
diminta kepada siapapun dari makhluk, bagaimanapun kedudukan dan tingkatannya,
baik dia seorang malaikat, nabi ataukah kepada selain mereka seperti kepada
wali, kuburan-kuburan, dan sebagainya.
لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا
“Allah melaknat orang-orang yang melindungi pelaku kejahatan.”7
Termasuk juga dalam syafaat yang
jelek adalah syafaat dalam mengambil hak orang lain kemudian diberikan kepada
orang yang tidak berhak. Allah berfirman:
وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا
“Dan barangsiapa memberikan syafaat
(pembelaan) yang jelek maka dia akan mendapatkan bagian (dosa) atasnya.”
(An-Nisa`: 85) [Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah Asy-Syaikh Shalih Fauzan hal.
21
Syafaat adalah milik Allah semata.
Dan semua urusanya akan kembali kepada Allah. Dialah yang akan memberikan izin
kepada siapa saja yang dikehendakinya.Rasulullah SAW juga mempunyai syafaat
untuk umatnya tetapi syafaat itu tidak akan berguna bagi umatnya yang tidak
meng-esakan Allah. Sekalipun orang itu sangat menhormati dan menyayangi Rasul
tapi tidak mengimani apa yan dibawa oleh Rasul tidaklah mungkin syafaat Rasul
bisa menolongnya dari siksa neraka. Karena syarat memberikan syafaat adalah
mendapatkan izin Allah sedangkan syarat mendapatkan syafaatnya adalah mendapat
Ridha Allah, dan Allah tidak meridhai kekufuran dan kemusyrikan namun Allah
meridhai keimanan dan ketauhidan.
Di zaman globalisasi ini banyak
orang yang mengaku sebagai umat Muhammad dan meningainkan syafaatnya, padahal
tak sedikitpun dalam kehidupan seharinya tercemin akhlak umat Muhammad.Maka
dari itu, Himbauan bagi umat Muhammad yang mukmin adalah dengan mempertebal
iman dan taqwa, mengaplikasikan Sunnah Rasulullah serta memperbanyak membaca
Sholawat Rasul. Dan Semoga kita semua termasuk umat Muhammad yang mendapatkan syafaat
beliau.
FOOTNOTE
[1] Ibnu Mandzur Faryaqi Misri, Lisanul
‘Arab15,(Beirut: Darul Sadri,1992)hlm,183.f
[2] Musnad Ahmad, bab al-Mujalid ats-Tsani,
no. 8045, juz 2, hlm 373.
[3] Shahih Bukhari, bab al-Hirtsu àla Hadis,
no. 97, juz 1, hlm 185.
[4] Shahih Bukhari, bab sifat al-Jannah wa
an-Nar, no. 6570, juz 21, hlm 474.
[5] Ibnu Hajar, fathul bari, bab al-Hirs àla
al-Hadis, juz 1, hlm 162.
[6] Lihat Terj. Fathul Majid penjelasan dari
kitab tauhid, (Jakarta: Pustaka Azam, 2002), hlm 396.
Daftar Pustaka
Syaikh, Abdurrahman Hasan Alu. 2002. Terj.
Fathul Majid (penjelasan dari kitab tauhid). Jakarta: Pustaka Azam.
Fatcurrahman. 1995. Ikhtisar Mushtalah Hadis.
Bandung: PT Al-Ma`arif.
Taimiyah, Ibnu. 2006. Terj.Tawassul Dan
Wasilah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
CD Mausu’ah fi al-kutub al-tis’ah.
Makalah Islam: Doa Mendapatkan Syafaat Allah
SWT dan Rasulullah SAW ditulis Oleh Khairun Nisa (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta)
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
PROSES KE-9
HISAB DAN MIZAN
Beriman kepada hari Akhir dan
kejadian yang ada padanya merupakan salah satu rukun iman yang wajib diyakini
oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka
semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan dilalui
manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab (perhitungan) yang
merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari beriman
kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia kepada
Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah iman
kepada hisab ini.[1]
A.
Hisab
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya[2]. Atau Allah mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.[3]
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya[2]. Atau Allah mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk dan berkhalwat kepada seorang
mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya[4]. Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari
pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses
hisab)[5]. Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah
proses manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat[6].
Hisab Menurut Istilah Aqidah Memiliki Dua Pengertian :
Pertama : Al ‘Aradh (pemaparan).
Juga demiliki mempunyai dua pengertian juga.
1). Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
2). Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir) [7].
1). Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
2). Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir) [7].
Kedua : Munaqasyah, dan inilah yang
dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dankeburukan[8].
Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya [9].
Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya [9].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan di dalam
sabdanya: “Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah
Allah telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’
[10]” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah
al ‘aradh. Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”.
[Muttafaqun ‘alaihi]
Kepastian adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Kepastian adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Adapun orang yang diberikan
kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang
mudah”, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
“Adapun orang yang diberikan
kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”. [al Insyiqaq / 84:10-12]
“Sesungguhnya kepada Kami-lah
kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka”. [al
Ghasyiyah / 88 : 25-26]
“Pada hari ini, tiap-tiap jiwa
diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada
hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya”. [al Mu’min / 40 : 17]
Sedangkan dalil dari Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya hadits yang diriwayatkan
Imam Muslim dari Aisyah, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
berkata:
لَيْسَ
أَحَدٌ يُحَاسَبُ إِلَّا هَلَكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَ ذَاكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ هَلَكَ
“Tidak ada seorangpun yang dihisab
kecuali binasa,” Aku (Aisyah) bertanya,”Wahai Rasulullah, bukankah Allah
berfirman ‘pemeriksaan yang mudah’?” Beliau menjawab,”Itu adalah al aradh,
namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka binasa”.
Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792
H) menjelaskan, makna hadits ini adalah, seandainya Allah memeriksa dengan
menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam hisab hambaNya, tentulah akan
mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi mereka sedikitpun, namun Allah
memaafkan dan mengampuninya.[11]
Demikian juga umat Islam, sepakat
atas hal ini [12]. Sehingga apabila seseorang mengingkari hisab, maka ia telah
berbuat kufur, dan pelakunya sama dengan pengingkar hari kebangkitan.[13]
B.
Manusia&Hewan
Syaikhul Islam menyatakan: “Allah akan menghisab seluruh makhlukNya” [14]
Syaikhul Islam menyatakan: “Allah akan menghisab seluruh makhlukNya” [14]
Dari pernyataan ini, Syaikhul Islam
menjelaskan, bahwa Allah akan menghisab seluruh makhlukNya. Namun ini termasuk
menggunakan lafahz bermakna umum tapi yang dimaksudkan adalah tertentu saja.
Yaitu khusus yang Allah bebani syariat. Karena pemberlakuan proses hisab itu
pada amalan baik dan buruk hamba yang mukallaf, mencakup manusia dan jin [15].
Begitu pula Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan, bahwa hisab ini juga mencakup
jin, karena mereka mukallaf. Oleh karena itu, jin kafir masuk ke dalam neraka,
sebagaimana disebutkan menurut nash syariat dan Ijma’. Firman Allah Subhanahuw
a Ta’ala menyebutkan :
“Allah berfirman:”Masuklah kamu
sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu
sebelum kamu… ” [al A’raf/. 7:38]
Yang mukmin masuk syurga, menurut
mayoritas ulama dan ini yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah:
“Dan bagi orang yang takut saat
menghadap Rabb-nya ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu
dustakan. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan. Maka nikmat
Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua
buah mata air yang mengalir. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu
dustakan? Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang
berpasang-pasangan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan
buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb kamu
yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang
sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum
mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh
jin”. [ar Rahman / 55 : 46 – 56]
Dikecualikan dalam hal ini, yaitu
mereka yang masuk surga tanpa hisab maupun adzab. Begitu pula dengan hewan yang
tidak memiliki pahala dan dosa.
Adapun orang kafir, apakah dihisab
ataukah tidak? Dalam permasalahan ini, para ulama berselisih pendapat. Di
antara mereka ada yang berpendapat bahwa orang kafir tidak dihisab. Sedangkan
sebagian lainnya menyatakan mereka dihisab.
Syaikhul Islam mendudukkan
permasalahan ini dengan pernyataan beliau rahimahullah : “Pemutus perbedaan
(dalam masalah ini), yaitu hisab dapat dimaksudkan dengan pengertian pemaparan
dan pemberitahuan amalan mereka, serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga)
dimaksudkan dengan pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal
keburukan. Apabila yang diinginkan dengan kata “hisab” adalah pengertian
pertama, maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua, maka
bila dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang menjadikannya
pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini jelas keliru. Tetapi bila yang
dimaksudkan mereka memiliki tingkatan-tingkatan dalam (menerima) adzab, maka
orang yang banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar dari orang yang
sedikit dosa kesalahannya, dan orang yang memiliki kebajikan, maka diringankan
adzabnya, sebagaimana Abu Thalib lebih ringan adzabnya dari Abu Lahab. Allah
berfirman:
“Orang-orang yang kafir dan
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di
atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan”. [an Nahl / 16:88]
“Sesungguhnya mengundur-undur bulan
haram itu adalah menambah kekafiran”. [at Taubah / 9:37]
Apabila adzab sebagian orang kafir
lebih keras dari sebagian lainnya -karena banyaknya dosa dan sedikitnya amal
kebaikan- maka hisab dilakukan untuk menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk
masuk syurga [16]
.
Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya adalah dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalan-amalan kepada mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan keburukan mereka[17]. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
.
Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya adalah dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalan-amalan kepada mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan keburukan mereka[17]. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Mereka itu orang-orang yang kufur
terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka
hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi
(amalan) mereka pada hari Kiamat”.[al Kahfi / 18 : 105]
C.
Amalanorangkafirdidunia
Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua. Pertama, yang disyaratkan padanya Islam dan niat. Amalan-amalan ini tidak diterima dan tidak bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Kedua, amalan yang tidak disyaratkan Islam padanya, seperti keluhuran budi pekerti, menunda penagihan hutang bagi yang tidak mampu membayar dan lain-lainnya. Amalan-amalan ini akan diberibalasannyadidunia[18]
Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga bila datang hari Kiamat, ia akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”[19]. Demikian ini, karena Allah berfirman:
Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua. Pertama, yang disyaratkan padanya Islam dan niat. Amalan-amalan ini tidak diterima dan tidak bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Kedua, amalan yang tidak disyaratkan Islam padanya, seperti keluhuran budi pekerti, menunda penagihan hutang bagi yang tidak mampu membayar dan lain-lainnya. Amalan-amalan ini akan diberibalasannyadidunia[18]
Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga bila datang hari Kiamat, ia akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”[19]. Demikian ini, karena Allah berfirman:
“Dan Kami hadapi segala amal yang
mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”
[al Furqaan / 25 : 23]
“Orang-orang yang kafir kepada
Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan
keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil
manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang
demikian itu adalah kesesatan yang jauh”.[Ibrahim / 14 : 18].
Ada pendapat lain yang menyatakan
amalan kebaikan mereka di dunia dapat meringankan adzab mereka. Menurut
pendapat ini, amalan kebaikan yang tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari
Kiamat akan mendapat balasan untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain.
Apabila antara kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia hanya
diadzab disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun, bila orang kafir ini tidak memiliki
amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya yang disebabkan
kekufurannya[20]
D.
Carahisab
“Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya. Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya”.
“Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya. Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya”.
Kemudian diberikan kitab yang telah
ditulis malaikat agar dibaca dan diketahui oleh setiap orang. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu
akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis)
di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang
tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia
mencatat semuanya?” Dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada
(tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun”. [al Kahfi / 18 : 49]
Allah Subhanahu wa Ta’ala memang
menulis semua amalan hambaNya, yang baik maupun yang buruk, sebagaimana
firmanNya:
“Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula” [al Zalzalah / 99:7-8].
“Pada hari ketika mereka
dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakanNya kepada mereka apa yang telah
mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka
telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu”. [al Mujaadilah
/ 58 : 6].
Sehingga seluruh pelaku perbuatan
melihat amalannya dan tidak dapat mengingkarinya, karena bumi menceritakan
semua amalan mereka. Begitu pula seluruh anggota tubuh pun berbicara tentang
perbuatan yang telah ia lakukan. Dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
“Apabila bumi digoncangkan dengan
goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat
(yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini),” pada
hari itu bumi menceritakan beritanya”. [al Zalzalah / 99 : 1-4].
“Pada hari ini Kami tutup mulut
mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki
mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” [Yaasin / 36:65]
E.
Carahisaborangmukmindankafir
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pengasih dan Maha Lembut tidak menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan dengan al aradh. Dia hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan tersebut di hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain yang melihatnya, lalu Allah berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di dunia, dan sekarang Aku ampuni semuanya”.
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pengasih dan Maha Lembut tidak menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan dengan al aradh. Dia hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan tersebut di hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain yang melihatnya, lalu Allah berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di dunia, dan sekarang Aku ampuni semuanya”.
Demikian dijelaskan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar, beliau berkata :
“Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mendekati seorang mukmin, lalu
meletakkan padanya sitar dan menutupinya (dari pandangan orang lain), lalu
(Allah) berseru : ‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah engkau dosa itu?’ Mukmin
tersebut menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga bila selesai meyampaikan semua
dosa-dosanya dan mukmin tersebut melihat dirinya telah binasa, Allah
berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu di dunia, dan Aku sekarang
mengampunimu,’ lalu ia diberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang kafir dan
munafik, maka Allah berfirman : ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta
terhadap Rabb mereka’. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang
yang zhalim”. [HR al Bukhari]
Adapun orang-orang kafir, mereka
akan dipanggil di hadapan semua makhluk. Kepada mereka disampaikan semua nikmat
Allah, kemudian akan dipersaksikan amalan kejelekan mereka disana. Dijelaskan
dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
“Lalu Allah menemui hambaNya dan berkata :
“Wahai Fulan! Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai
pemimpin, menikahkanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta, serta
memudahkanmu memimpin dan memiliki harta banyak?” Maka ia menjawab: “Benar”.
Allah berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?” Maka ia
menjawab: “Tidak,” maka Allah berfirman : “Aku biarkan engkau sebagaimana
engkau telah melupakanKu”.
Kemudian (Allah) menemui orang yang ketiga dan menyampaikan seperti yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang itu) menjawab: “Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu, kepada kitab suciMu dan rasul-rasul Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia memuji dengan kebaikan semampunya. Allah menjawab: “Kalau begitu, sekarang (pembuktiannya),” kemudian dikatakan kepadanya: “Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu,” dan orang tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha, daging dan tulangnya: “Bicaralah!” Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya. Itulah nasib munafik dan orang yang Allah murkai”. [HR Muslim].
Kemudian (Allah) menemui orang yang ketiga dan menyampaikan seperti yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang itu) menjawab: “Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu, kepada kitab suciMu dan rasul-rasul Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia memuji dengan kebaikan semampunya. Allah menjawab: “Kalau begitu, sekarang (pembuktiannya),” kemudian dikatakan kepadanya: “Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu,” dan orang tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha, daging dan tulangnya: “Bicaralah!” Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya. Itulah nasib munafik dan orang yang Allah murkai”. [HR Muslim].
Demikianlah keadaan tiga jenis
manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia mendapatkan ampunan dan kemuliaan
Allah. Yang kedua seorang yang kafir dan ketiga orang munafik. Keduanya
mendapat laknat dan kemurkaan Allah.
Oleh karena itu, bersiaplah
menghadapinya dengan mempersiapkan bekal ilmu yang bermanfaat dan amal shalih
yang cukup, memperbanyak mengingat hari perhitungan ini dan melihat kepada
amalan yang telah kita perbuat. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada
kita untuk memperbanyak bekal, yang nantinya dengan bekal tersebut kita
menghadap sang pencipta dan mendapat keridhaanNya.
Washallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi
ajma’in.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X/1427H/2006.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
[1]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Shalih Alu Syaikh, kaset ke –19 yang telah ditulis ulang di website beliau.
[2]. Muqarrar at Tauhid Lishaf ats Tsani al ‘Ali fil Ma’ahid al Islamiyah, tanpa tahun, hlm. 84.
[3]. Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, Tahqiq Alwi Abdilqadir as Sagaf, Cetakan Kedua, Tahun 1415H, Dar al Hijrah, hlm. 209.
[4]. Ibid., hlm. 208.
[5]. Lihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19.
[6]. Syarh al ‘Aqidah al Washithiyah, Ibnu ‘Utsaimin, Cetakan ke-2, Tahun 1415 H, Dar Ibnul Jauzi, 2/152
[7]. Lihat Mukhtashar Ma’arij al Qabul Hafizh al Hakami, diringkas oleh Hisyam Ali ‘Uqdah, Cetakan Ketiga, Tahun 1413H, hlm. 246.
[8]. Ibid.
[9]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Muhammad Rasyaad Saalim, tanpa tahun, 5/229.
[10]. Al Qur’an surat al Insyiqaq ayat : 8
[11]. Syarh al Qaidah ath Thahawiyah, Ibnu Abil Izz al Hanafi, Tahqiq Syuaib al Arnauth, Cetakan Kedua, Tahun 1413H, Muassasah ar Risalah, hlm. 602.
[12]. Lihat Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Ibnu ‘Utsaimin. Op.cit. 2/152
[13]. Llihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19
[14]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.
[15]. Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al Wasithiyah.
[16]. Majmu’ Fatawa 4/305-306
[17]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit 5/229.
[18]. Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al Wasithiyah.
[19]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.
[20] Lihat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/462.
[21]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit. 4/129.
[1]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Shalih Alu Syaikh, kaset ke –19 yang telah ditulis ulang di website beliau.
[2]. Muqarrar at Tauhid Lishaf ats Tsani al ‘Ali fil Ma’ahid al Islamiyah, tanpa tahun, hlm. 84.
[3]. Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, Tahqiq Alwi Abdilqadir as Sagaf, Cetakan Kedua, Tahun 1415H, Dar al Hijrah, hlm. 209.
[4]. Ibid., hlm. 208.
[5]. Lihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19.
[6]. Syarh al ‘Aqidah al Washithiyah, Ibnu ‘Utsaimin, Cetakan ke-2, Tahun 1415 H, Dar Ibnul Jauzi, 2/152
[7]. Lihat Mukhtashar Ma’arij al Qabul Hafizh al Hakami, diringkas oleh Hisyam Ali ‘Uqdah, Cetakan Ketiga, Tahun 1413H, hlm. 246.
[8]. Ibid.
[9]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Muhammad Rasyaad Saalim, tanpa tahun, 5/229.
[10]. Al Qur’an surat al Insyiqaq ayat : 8
[11]. Syarh al Qaidah ath Thahawiyah, Ibnu Abil Izz al Hanafi, Tahqiq Syuaib al Arnauth, Cetakan Kedua, Tahun 1413H, Muassasah ar Risalah, hlm. 602.
[12]. Lihat Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Ibnu ‘Utsaimin. Op.cit. 2/152
[13]. Llihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19
[14]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.
[15]. Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al Wasithiyah.
[16]. Majmu’ Fatawa 4/305-306
[17]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit 5/229.
[18]. Penjelasan Syaikh Shalih Ali Syaikh pada kaset ke-19, Syarh al Aqidah al Wasithiyah.
[19]. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Khalil Haras, hlm. 208.
[20] Lihat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/462.
[21]. Dar’u Ta’arudh al Aqli wan Naqli, Op.cit. 4/129.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok......12
TAKHALLI, TAHALLI DAN TAJALLI
A.
Takhalli.
1.
Pengertian
Dalam
tarekat Naqsyabandiyah ada 3 (tiga) metode yaitu takhalli, tahalli, dan
tajalli.Langkah pertama yang harus dilakukan pengamal tarekat atau salik adalah
taubat dan istighfar dari dosa besar maupun dosa kecil. Taubat dan istighfar
bagi sisalik ibarat suatu fundamental pada suatu bangunan atau ibarat akar dari
sutu pohon.Tidak mungkin jadi pengamal tarekat tanpa taubat nasuha dan
istighfar yang sungguh-sungguh dihayati dan dilaksanakan. Pembersihan dan
pengosongan diri rohani dari segala dosa dan noda, dari segala sifat
buruk dan tercela, menghentikan segala perbuatan fakhsayak dan
mungkar yang merusak, dan seterusnya , itulah kajian yang dinamakan takhalli.(1)
Setelah melaksanakan takhalli
tindakan selanjunya adalah mengisi tempat yang kosong itu dengan amal-amal yang
saleh, yang digerakkan oleh sifat-sifat yang terpuji, yang tumbuh dari hati
atau dari rohani yang telah bersih tadi. (2)
2.
Pelaksanaan
Firman Allah SWT :
وَنَفسٍ
وَمَا سَوَّهَا فَاْ لهَمَهَا فُجُورهَا وَتَقوَىهَا قَدأفلَحَ مَن زَكَّهَآ وقد
خَابَ مَن دسَّهَا
Arinya : Dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya).maka Allah meng ilhamkankepada jiwa itu (jalan).
Kefasikan dan ketaqwaan.Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu.Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams 91 :
7-10)
Mensucikan diri jasadi dan diri
rohani harus simultan dan serentak. Dosa yang dilakukann oleh jasadi, kita
namakan dosa lahir, sedangkan dosa yang dilakukan oleh rohani kita namakan dosa
batin, sedangkan perbuatan itu sendiri kita nama kan maksiat batin dan maksiat
lahir, karena itu mensucikannya harus secara lahir dan batin.
a.
Mensucikan Diri Dari Dosa lahir
Maksiat lahir adalah segala
perbuatan yang dikerjakan oleh anggota badan manusia yang merusak diri sendiri
atau orang lain, yang menimbulkan pengorbanan yan berbentuk benda, pikiran atau
perasaan.
Pada garis besarnya ada 7 (tujuh)
anggota badan manusia yang kalau dimanfaatkan untuk kebaikan maka dia merupakan
rahmat dan nikmat, tetapi kalau dilaksanakan untuk kejahatan maka dia merupakan
kedurhakaan dan kekufuran.Ketujuh anggota itu adalah:
1.
Mata, Mata seharusnya digunkan untuk melihat alam ini sebagai
bukti adanya tuhan, tidak untuk meliahat yang haram.
2.
Telinga, Telinga seharusnya digunakan untuk mendengarkan
ajaran-ajaran agama,untuk memaslahatkan hidup didunia dan diakhirat, tidak
mendengar sesuatu yang mendorong kepada maksiat.
3.
Mulut, Mulut seharusnya digunakan untuk perbuatan baik dan
bermanfaat.Tidak untuk mengatakan perkataan-perkataan yang tidak baik,
berdusta, dan seterusnya.
4.
Tangan, Tangan seharusnya digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat,
baik untuk diri sendiri maupun masyarakat, bukan dipergunakan untuk merusak.
5.
Kaki, kaki seharusnya digunakan untuk mencari rezeki yang halal dan
mengerjakan ibadah, tidak untuk mencari rezeki yang haram dan berbuat maksiat.
6.
Perut, Perut seharusnya diisi dengan makanan yang halal dan baik,
tidak diisi dengan makanan yang haram, untuk berbuat maksiat.
7.
Kemaluan, Kemaluan seharusnya digunakan untuk mencari keturunan
melalui menikah, tidak digunakan untuk memuaskan syahwat dengan berzina dengan
menghancurkan kehidupan bermasyarakat.
Syekh Amin Al – Kurdi mengatakan
maksiat dan dosa lahir ini perbuatan-perbuatan yang tercelah(Azab). (Amin AL-
Kurdi 1994 : 389-390).
b.
Mensucikan Diri Dari Dosa Batin
Maksiat batin yang menimbulkan dosa
batin adalah sangat berbahaya, karena dia tidak terlihat dan berada pada diri
manusia itu sendiri. Maksiat batin inilah yang menimbulkan dan membangkitkan
maksiat lahir yang berbentuk kejahatan, kejahatan yang dilakukan oleh
anggota-anggota badan lahir.Maksiat batin tumbuh dan berkembang oleh sebab
jarang disucikan atau tidak pernah disucikan.
Syekh Amin Al-Kurdi mengatakan bahwa
maksiat batin itu sebagai sifat-sifat yang tercelah dan itu merupakan
najs-najis maknawiyah yang tidak mungkin orang mendekatkan diri kepada Allah
swt sebelum disucikan. Pusat dari segala sifat yang tercela tadi
adalah hati nurani atau dari hati nurani manusia itu sendiri.
Cara mensucikan / memberantas
maksiat batin yang menimbulkan dosa batin adalah dengan berzikir pada 7 (tujuh)
tempat Latifal, yaitu : latifal qalbi, latifal ruh, latifal sir, latifatul
khafi, latifatul akhfa, latifat nafsun natikah dan latifatul kullul jasad, cara
berzikir pada latifah-latifah itu dan buahnya akan dijelaskan pada bagian zikir
lataif.
B.
Tahalli
1.
Pengertian
Seorang
yang terus menerus mengisi diri rohaninya dengan sifat sifat terpuji, yaitu
dengan melaksanakan amalan-amalan shaleh, baik yang wajib maupun yang sunat,
yang dilaksanakan dengan ikhlas, dengan perasaan syukur, penuh tawakal seraya
mengharap ridha Allah swt, itu yang dinamakan Tahalli.
Tahalli secara harfiah berarti
“mengisi” dan “menghiasi” diri atau menyibukkan diri dengan sifat-sifat dan
amal-amal terpuji yang digariskan dan ditetapkan dalam syariat Islam.(3)
Pengisian diri rohani dengan
sifat-sifat mahmudah dengan kegiatan-kegiatan ‘akhmalush
shalihat’ adalah amat penting, karena kesibukan-kesibukan baru,
yaitu kegiatan amal kebaikan . Inilah yang dinamakan Inabah.Inabah artinya
kembali kejalan yang hak atau benar, mengganti kebiasaan yang buruk dengan
kebiasaan yang baik.
2.
Pelaksanaan
Firman Allah swt :
“sesungguhnya allah menyuru kamu
berllaku adil dan berbuat kebaikan, memberi kepada kaum kerabat( apa yang
mereka perlukan ), dan melarang dari pebuatan keji, kemungkaran dan permusuhan ………..
( Qs. An – nahl : 90 )
Ayat ini
menjadi dasar utama supaya kita berakhlakul karimah atau berakhlak
mulia.Seorang yang berakhlak mulia.Merupakan manifestasi dari rohaninya yang
bersih, bersih dari sifat-sifat yang tercela dan telah menerima pancaran nur/cahaya
Tuhan.
Nur
Uluhiyah memancarkan nurul iman, Nurul
Islam dan nurul ikhsan.
Nurul Iman mengusir gelapnya
kemusyrikan yang sekaligus menampakan pancaran ikhlas berserah diri hanya
kepada Allah swt.Mata hati dengan Nur Iman melihat kebenaran yang Hakiki yang
datang dari Allah swt.
Nurul Ikhsan Islam mengusir
gelapnya kekafiran dan kemaksiatan yang sekligus menampakan nur keimanan dan
ketaatan. Dengan jalan ini melalui Nurluhiyah, seorang dapt melihat kebenaran
yang hakiki yaitu mentauhidkan Allah swt.Nur ikhsan mengusir gelapnya
kesamaan yang mendua kan Allah swt. Mata hati ketika itu melihat kebesaran yang
hakiki, sehingga tampak olehnya Nur wujud Allah swt.
Apabila seseorang berakhlak dengan
akhlak mahmudah ini, menjadi dekatlah ia kepada Allah dan Rosulnya, maka ia
akan mendapatkan kebahagiaan didunia dan di akhirat.
Selanjudnya Syekh Amin Al
Kurdimenjelaskan, bukanlah yang dimaksud dengan mengosongkan (takhalli) dari
sifat-sifat tercelah dan mengisi tahalli dengan sifat-sifat terpuji itu,
menghabiskan atau memusnahkan semua sifat-sifat tercela tadi dan mengganti
dengan sifat-sifat terpuji yang baru. Sifat-sifat tercela dan sifat-sifat
terpuji, kedua duanya ada tertanam bibitnya pada diri manusia, yang tidak
mungkin kita musnahkan secara total dan menggantinya dengan yang baru. Yang
dapat dilakukan manusia adalah mangarahkan dan mebentuk suatu sifat kebiasaan
terpuji.Sifat sifat tercelah itu ibarat suatu penyakit menahun yang harus terus
menerus diobati dibawah pengawasan seorang dokter ahli, sehingga penyakitnya
tidak selalu kambuh. Demikian pulavlah halnya untuk mengobati sifat-sifat yang
tercela tadi, dilaksanakan dibawah pengawasan syekh Mursyid (4) (syeikh
al-kurdi 1994, 193-194).
C.
Tajalli
1.
Pengertian
Tajalli adalah orang-orang yang
telah melaksanakan takhalli dan tahalli secara baik dan sempurna dengan
riyadhah dan mujahadah yang terus menerus, sehingga dia sampai kepada tingkat
hakikat yang akhirnya menjadi kekasih Allah swt.4Adapun pengertian
dari mujahadah adalah keseimbangan antara pekerjaan batin yang terdiri
dari nafsu, pikiran dan hati nurani dengan pekerjaan fisik. Sedangkan riyadhah
adalah latihan kerohanian dalam melaksanakan hal-hal yang terpuji, baik dengan
cara penyikapan terhadap hal-hal yang benar.(5)
Sesungguhnya oarang yang telah sampai
ketingkat tajalli tertinggi, dia telah melewati fase-fase, riyadhah dan
mujahadah yang sungguh-sungguh dan terus menerus, sehingga kehidupannya selalu
dalam keadaan muqabah yang terus menerus, akhirnya
memperolehmusyahadah, lalu makrifat dan akhirnya fana fillah.
Orang yang fana fillah,
tajali-lah baginyaNur Uluhiyah, sehinggah dia mengetahui rahasia-rahasia
yang ghaib, karena telah hilang sifat basyariyahnya yang menjadi hijab
untuk dapat kasyaf.
2.
Pelaksanaan
Orang yang fana fillah hingga dia
menjadi tajalli, adalah orang yang pada waktu itu sedang munajat beribadat
kepada-Nya, fana dan tajalli adalah kehendak Allah swt yang merupakan rahmat
dan kerunia dari padaNya.
Syekh Abu Yazid busthami setiap
membicarakan fana dan membicarakan baqa dan pada waktu yang bersamaan
membicarakan adanya tajalli. Atau dengan kata lain, adanya fana baru adanya
dengan adanya baqa atau adanya fana baru adanya dengan adanya tajalli.
a.
Tajalli Af’al
Tajalli Af’al
(perbuatan) lenyapnyaaf’al seorang hamba dan yang adanya hanya af’al Allah
swt. Af’al yang hakiki adalah af’al Allah. Segala sesuatu yang ada ini pada
hakikatnya adalah hasil af’al Allah, yang dilakukan oleh mahluknya merupakan
sunnah tullah semata. Sunnah tullah yang merupakan sebab akibat.
Firman Allah swt :
وَ الله خَلَكُم وَمَا تَمَلُونَ
Artinya : Padahal Allah lah yang
menciptkan kamu dan apa yang kamu perbuat itu (Qs Ash Shafat 37 : 96)
b.
Tajalli Asma, Tajalli asma ialah fananya seorang hamba
pada waktu ibadat atau munajat kepada salah satu atau beberapa dari asma Allah
swt.
c.
Tajalli Sifat, Tajalli sifat adalah seseorang fana dengan
sifat-sifat Allah yang maha sempurna.Seseorang yang fana filsifat secara haqqul
yakin merasakan keagungan sifat-sifat Allah itu. Pengerian tajalli sifat hamper
sama dengan pengertian tajalli asma’
d.
Tajalli Zat, Tajalli Zat ialah fananya seseorang hamba kedalam zat
yang wajibul wujud, sehingga terpancarlah Nur bahwa hanya Allah sajalah yang
merupakan wujud yang mutlak.
Sesungguhnya proses takhalli,
tahalli, tajalli itu, tidaklah hanya selesai satu tingkat atau satu tahap baru
memasuki tingkat atau tahap selanjutnya.Pelaksanaannya adalah
bersama-sama, sesuai dengan riyadhah dan mujahadah yang dilaksanakan dan
tergantung pula kepada rahmat dan karunia Allah swt.
D.
Manfaat Melakukan Takhalli dan Tahalli Tajalli dalam Kehidupan
Sosial
Menghindari sifat buruk dan
menghiasi diri dengan sifat mulia dapat mempererat silaturahim dan persaudaraan
antar-penganut agama Islam bahkan dengan non-Islam. Justru mungkin itulah
tujuan dari takhalli dan tahalli. Itulah yang menjadi inti dari pengamalan
tasawuf, yaitu menghindari segala larangan Allah SWT dan hal-hal yang tidak
memperoleh cinta-Nya serta menghiasi diri dengan akhlak mulia6. Prof. Dr.
Jalaluddin Rachmat (Kang Jalal) (6) berkata,
“Dahulukan akhlak di atas fiqh”. Akhlak mulia itulah yang akan menjaga
persaudaraan antar-umat manusia.
E.
Implementasi Hubungan Tasawuf dan Akhlak dalam kehidupan
sehari-hari yaitu:
a.
Implementasi kepada Allah SWT :
1.
Shalat 5 waktu
2.
Puasa wajib dan puasa sunnah
3.
Ibadah ha
4.
Zakat, infaq, dan sodaqoh
b.
Implementasi antarsesama manusia :
1.
Saling tolong menolong
2.
Saling menghargai antar sesama
3.
Menghormati orang yang lebih tua
c.
Implementasi kepada lingkungan :
1.
Menjaga kebersihan lingkungan
2.
Tidak membuang sampah sembarangan
3.
Melestarikan habitat yang hampir punah
F.
Hubungan antara Tasawuf dan Akhlak
Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan.
Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia,
sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia dengan
Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam
praktiknya tasawuf mementingkan akhlak. Selanjutnya pada tasawuf akhlaki
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari
takhalli, tahalli, dan yang terakhir yaitu tajalli.
G.
Analisa
Kita manusia tidak pernah luput dari dosa, baik dosa yang dilakukan
dengan sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu, kita harus terus
mengintropeksi diri agar tidak terlalu melangkah jauh ke arah yang sesat. Kita
harus selalu senantiasa membersihkan hati kita dengan cara bertakhali, lalu
kita berlomba-lomba melakukan kebaikan seperti perbuatan tahalli adapun
perbuatan baik tahalli adalah:
1. Zuhud
2. Qona’ah
3. Sabar
4. Tawakal
5. Mujahadah
6. Ridha
7. Syukur
8. Ikhlas
Setelah seseorang melalui dua tahap
tersebut maka tahap ketiga yakni tajalli, seseorang hatinya terbebaskan dari
takbir (hijab). Tajalli bermakna pencerahan, sebuah pemancaran cahaya batin,
penyingkapan rahasia Allah, dan pencerahan hati hamba-hamba saleh.
Akhlak dan tasawuf saling berkaitan.
Akhlak dalam pelaksanaannya, mengatur hubungan horizontal antara sesama
manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia
dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam
praktiknya tasawuf mementingkan akhlak. Selanjutnya pada tasawuf akhlaki
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapnya terdiri dari
takhalli, tahali, dan yang tertakhir yaitu tajalli.
H.
Cara melakukan takhalli, tahalli, dan tajalli.
a.
Menghayati segala bentuk ibadah,sehingga pelaksananya tidak sekedar
apa yang dilihat secara lahiriyah, namun lebih dari itu memahami makna
hakikatnya.
b.
Riyadhoh(latihan) dan mujahadah ( perjuangan) yakni berjuang dan
berlatih membersihan diri dari kekangan hawa nafsu dan mengendalikan serta
tidak menuruti keinginan hawa nafsunya tersebut.
c.
Mencari waktu yang tepat untuk mengubah sikap buruk dan mempunyai
daya tangkal terhadap kebiasaan buruk dan menggantikannya dengan kebiasaanya
yang baik.
d.
Muhasabah(koreksi) terhadap diri sendiri dan selanjutnya
menginggalkan sifat-sifat yang jelek itu. Memohon pertolongan Allah dari
goda’an syaitan.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin,Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali
Pers, 2014)
Footnote
2Akhlak Tasawaf dan Karakter mulia, hlm.191
(3). (Amin Al Kurdi 1994 : 390-391), Akhlak Tasawuf dan Karakter
mulia, hlm.191-192
4Akhlak Tasawuf dan Karakter mulia, hlm.192-193
6 Akhlak Tasawuf dan Karakter mulia, hlm.191-192
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.......13
Penyakit Ruhani
Sayyid Al-Imam Abdullah Al-Hadad R.a mengatakan
bahwa penyakit-penyakit hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih
parah dan lebih buruk daripada penyakit-penyakit tubuh ditinjau dan berbagai
segi dan arah. Yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena
penyakit hati mendatangkan mudharat (keburukan/kerugian) atas seseorang dalam
agamanya, yaitu modal kebahagiaannya di dunia dan di akhirat, dan bermudarat
bagi akhiratnya, yaitu tempat kediaman yang baqa, kekal dan abadi. Oleh karena
itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik, karena bisa
mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang abadi.[1]
A.
Pengertian Penyakit Hati dan Macam-Macamnya
Penyakit hati adalah penyakit yang
ditimbulkan karena kerusakan terutama pada presepsi dan keinginan dalam jiwa
manusia. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau
syubhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran, atau melihat
sesuatu tidak sebagaimana adanya. Di sisi lain, keinginannya membenci
kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebatilan yang berbahaya.
Al-Imam Ibnu Qoyim Al-Jauziyah
menambahkan, ketika kebenaran muncul hati terbagi menjadi empat macam yaitu :
1. Ada hati yang bertambah kafir
dan ingkar.
2. Ada hati yang bertambah
keimanan dan keyakinannya.
3. Ada hati yang yakin dengan
kebenarannya, tetapi ingkar mengingkarinya.
4. Ada
hati yang bingung dan buta, sehingga ia tidak mengerti maksud kebenaran yang
datang.
Adapun penyakit hati, pada umumnya,
berupa keingkaran dan keraguan, sehingga sulit membedakan antara kebenaran dan
keburukan. Seorang yang memiliki penyakit hati adakalanya ia meragukan atau
mengingkari suatu kebenaran, seperti yang disebutkan dalam firman Allah, surat
Al-Baqoroh ayat 10
Artinya : Dalam hati mereka ada
penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,
disebabkan mereka berdusta.
Kata maradh pada ayat tersebut mempunyai makna keragu-raguan.[2]
a.
Riya, Riya’ adalah memamerkan atau menampakkan sesuatu yang ada
pada dirinya, dengan tujuan supaya mendapat pujian atau sanjungan dari orang
lain. Riya’ itu termasuk syirik yakni perbuatan menyekutukan Allah dengan
sesuatu lainnya. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya yang paling aku takuti
atas kamu sekalian adalah syirik kecil. Sahabat bertanya, “apakah syirik kecil
itu, ya Rasulullah?” Rasulullah bersabda, “Syirik yang paling itu adalah riya’
”.[3]
Riya’ merupakan perilaku terkeji
ketika seseorang melakkan ritual ibadah hanya untuk memperoleh tempat di hati
orang lain.[4] Sejatinya
riya dilakukan dengan niat bukan karena Allah, tapi hanya karena manusia
semata, dalam arti tidak ikhlas. Riya sendiri dilakukan secara mengada-ada
karena pelaku riya sendiri melakukan amal tersebut tidak sesuai dengan
kemampuan. Bahkan pelaku riya pun melakukan amal dengan pilih kasih. Tujuan
dari pelaku riya pun tidak lain adalah ingin dipuji manusia dan mengharapkan
imbalan semata.
Sifat riya itu adalah salah satu
penyakit ruhaniyah yang diklasifikasikan oleh Rasulullah dengan syirik kecil,
termasuk perbuatan menyekutukan Allah meskipun bukan dalam bentuk
terang-terangan. Dalam hal ini Rasulullah menerangkan dalam sebuah hadits
yang artinya: “Sesungguhnya yang paling aku takuti atasmu ialah syirik kecil,
yaitu riya ( beribadah bukan karena Allah semata tapi untuk dilihat orang )”.
Jelas sangat berbeda antara ikhlas
dan riya. Perbedaan antara ikhlas dengan riya dijelaskan oleh Al-Harits
Al-Muhasiby dalam bukunya “Ar-Ri’aayah” sebagai berikut: “Ikhlas itu ialah anda
menuju Tuhan dengan mentaati-Nya, tidak anda kehendaki selain-Nya, adapun riya
itu terbagi dua macam : pertama, mentaati Allah karena manusia. Kedua tujuannya
manusia dan Tuhannya manusia, kedua-duanya merusak amal.”
Riya berdasarkan bentuknya ada dua
macam diantaranya, yang pertama riya dalam niat. Maksudnya riya dalam niat
adalah riya yang berkaitan dengan hati,yaitu sejak awal perbuatan bahkan yang
dilakukannya tidak didasari ikhlas sebelumnya sudah didasari riya. Yang kedua
riya’ dalam perbuatan. Yaitu memamerkan atau menunjukkan perbuatan di depan
orang banyak, agar perbuatan tersebut dipuji, diperhatikan, dan disanjung orang
lain.
b.
Dengki (Hasad)
Iri hati merupakan suatu penyakit
hati yang parah karena sebagian para ulama menilai sebagai akar dari semua
penyakit hati. Sementara sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa induk
penyakit hati adalah ketamakan.
Menurut Zumroh dalam bukunya
yang berjudul Tombo Ati mengatakanbahwa, dengki adalah keinginan
hilangnya nikmat dari orang lain, yang disebabkan adanya rasa sakit hati, rasa
dendam, rasa benci dan adanya sifat ujub (merasa dirinya paling hebat) serta
sifat sombong. Sehingga ia akan sekuat tenaga untuk menjatuhkan dan
menghilangkan kenikmatan dari diri seseorang tersebut.
Rasulullah saw bersabda bahwa iri
hati memakan semua amal kebaikan kita, sebagaimana api membakar kayu kering.
Rasulullah saw juga bersabda, “Tiap pemilik karunia menyebabkan orang iri hati
kepadanya”.
Imam Mawlud menjelaskan bahwa iri
hati terlihat ketika seseorang menginginkan orang lain kehilangan karunia yang
dimilikinya. Allah Maha bijaksana terhadap segala pemberian-Nya kepada
hamba-Nya. Apabila seseorang meragukan karunia yang telah diberikan kepadanya,
maka dia sebenarnya dia meragukan Sang Pemberi. Hal ini membuat iri pantas
dicela dan dilarang.
c.
Berbicara Berlebihan
Lisan walaupun bentuknya kecil dan
tidak bertulang, namun ia mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan
manusia. Seseorang yang tidak mampu menjaga lisannya,maka ia akan terjerumus
terhadap hal-hal yang tidak baik, yakni memikirkan setiap perkataan yang keluar
dari mulutnya, maka ia akan selamat hidupnya.[5]
Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwasannya Rasulullah SAW bersabda
:“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia
mengatakan yang baik atau diam” .[6]
d.
Cinta Dunia
Cinta dunia merupakan penyakit hati
yang harus diobati, sebab penyakit cinta dunia itu dapat menimbulkan
penyakit lainnya seperti serakah, suka memfitnah orang lain, iri dengki dan
lain-lain. Kita hidup di dunia ini hanya untuk sementara waktu dan apa yang
telah kita lakukan akan dipertanggung jawaban kelak di akhirat dan apa yang telah
kita miliki ini hanya titipan dari Allah SWT.
Allah telah berfirman dalam al
qur’an surat Al Isra’ ayat 36 yang berbunyi
Artinya : “Dan janganlah kamu
mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui karena pendengaran, penglihatan, dan
hati nurani, semua itu akan diminta pertangggung jawabnya”. [7]
Sebuah ungkapan bijak yang
dihubungkan dengan pernyataan Nabi Isa as., “Dunia ini bagaikan sebuah jembatan,
maka lewatilah dunia ini untuk menuju dunia selanjutnya, tetapi jangan mencoba
membangun di dalamnya.” Cinta pada dunia dianggap patut dicela, meskipun
menginginkan materi duniawi supaya tidak menyusahkan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya, bukan termasuk yang patut dicela. Bukan termasuk yang
patut dicela pula menginginkan dunia sebagai bekal untuk tujuan mencapai yang
terbaik di hari akhir.
Cinta pada dunia terbagi dalam lima
kategori kaidah-kaidah hukum klasik. Bergantung pada tujuan-tujuan tiap orang,
cinta pada dunia ini bisa jadi : wajib, dianjurkan (mandub), boleh (mubah),
pantas dicela (makruh), atau terlarang (haram). Kita harus mencintai sesuatu
bersifat material di dunia ini yang membantu kita meraih kebahagiaan di Hari
Akhir, seperti mencintai Al-Qur’an, Ka’bah, Rasulullah saw., orangtua, para
ulama, kitab atau buku ilmu pengetahuan, anak-anak, serta saudara-saudara yang
menolong kita dalam urusan keagamaan, seperti halnya cinta terhadap kekayaan
supaya dapat memberi kaum fakir miskin.
Jadi, Imam Mawlud menganggap bahwa
cinta pada dunia dipuji atau dicela, tergantung pada kebaikan atau kerugian
yang ditimbulkannya terhadap seseorang. Apabila cinta pada dunia menggiring
pada sebuah penyakit hati, seperti kerakusan dan keangkuhan, maka hal tersebut
patut dicela. Jika cinta pada dunia menggiring pada peningkatan spiritual dan
penyembuhan hati, maka hal tersebut dipuji. Apa yang diperingatkan para ulama
tradisional adalah bahaya melanggar hukum. Semakin banyak kekayaan yang
seseorang peroleh, semakin tinggi pula kemungkinan seseorang akan menyimpang
kepada selain Allah. Berlomba-lomba untuk memperoleh kekayaan dapat
menjadi sebuah candu dan menggiring pada perilaku yang dianggap sebagai
penyakit hati.[8]
e.
Sombong
Manusia diciptakan oleh Allah dari
setetes mani kemudian menjadi segumpal darah yang kemudian menjadi segumpal
daging yang telah disempurnakan oleh Allah. Jadi tidak pantaslah manusia itu
menyombongkan dirinya dan sesuatu yang telah mereka miliki, seperti harta,
anak, istri, suami dan lain sebagainya. Sebab pada hakikatnya semua itu adalah
milik Allah yang sewaktu-waktu bisa diambil.[9]
Rasulullah saw memberi
peringatan buruknya bersifat sombong : “Tidak akan masuk surga orang yang di
dalam hatinya masih ada sifat sombong walaupun hanya sebesar atom”. Allah berfirman
dalam surat Al-A’raf ayat 146 :
Artinya: “Aku akan memalingkan
orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar
dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka
tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada
petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan
kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka
mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya”.
Ada beberapa jenis sifat
sombong.Jenis pertama, yaitu orang yang menganggap dirinya di atas orang lain.
Kedua, yaitu orang yang merasa jijik melihat orang lain dan mencemooh mereka,
ketiga yaitu kesombongan yang berhubungan dengan keturunan. Keempat adalah
kesombongan dengan memperlihatkan kecantikan atau ketampanan. Kelima adalah
sombong atas kekayaan yang dimiliki. Keenam yaitu kesombongan karena kekuatan.
Ketujuh yaitu kesombongan karena mempunyai sesuatu yang banyak, dan yang
terakhir kesombongan karena mempunyai ilmu pengetahuan. Ini semua adalah
ssebab-sebab yang dapat menanamkan benih-benih kesombongan.[10]
Untuk mengobati sifat sombong, ada
beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, kita harus tahu asal mula kehidupan
kita yang rendah. Al Qur’an mengingatkan kita bahwa kita diciptakan dari
setetes air mani ( QS. al Qiyamah [75]: 37 ). Salah satu pendahulu kita yang
mulia, menguraikan rendahnya kita dengan mengatakan “Seseorang itu berasal dari
lubang yang ada di antara dua kotoran.” Dengan kata lain, dari manakah sumber
kesombongan manusia? Allah berfirman, “ Binasalah manusia! Alangkah amat sangat
kekafirannya! Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah
menciptakannya lalu menentukannya?” (QS.’Abasa [80]: 16-19). Peringatan ini
menghilangkan segala macam usaha untuk melakukan kesombongan dan kocongkakan.
Kedua, kecantikan akan menyusut karena bertambahnya usia dan kulit mulai
berkerut. Dan apa yang masih tertinggal adalah yang seharusnya kita beri
perhatian dari awal, yaitu akhlak, iman, dan perbuatan kita.[11]
f.
Bangga Diri (ujub)
Bangga diri ( ujub ) adalah sifat
orang yang membanggakan dirinya sendiri karena memiliki kelebihan daripada
orang lain. Misal kaya raya, pandai, dan lain sebagainya. Orang yang seperti
itu tidak merasa takut kehilangan kesempurnaan (kelebihannya) itu. Ia sangat
bangga terhadap kenikmatan itu seolah-olah semua itu keberhasilan yang
diperoleh dari usahanya sendiri. Ia tidak mengakui bahwa semua kenikmatan dan
kebahagiaan itu sebenarnya datang dari Allah SWT. Ujub dan sombong merupakan dua
penyakit yang membinasakan atau membahayakan karena termasuk perbuatan tidak
terpuji di sisi Allah SWT.[12]
g.
Kikir
Kikir dalam bahasa Arab disebut
sebagai bakhil dan menurut istilah berarti sifat seseorang yang amat tercela
dan hina, tidak hendak mengeluarkan harta yang wajib di keluarkan baik dalam
ketentuan agama seperti zakat, nafkah keluarga atau menurut ketentuan
perikemanusiaan seperti sedekah, infak, dan hadiah (Aip Hanifatu Rahman,
2009). Imam Ibnu Jauzi dalam kitabnya at-thibbu
ar-ruhimendefinisikan kikir sebagai sifat enggan menunaikan kewajiban, baik
harta benda atau jasa (Joko Harismoyo, 2013).
Menurut Hamza Yusuf dalam bukunya
yang berjudul Hatiku Surgaku,etiologi kekikiran berasal dari kecintaan
terhadap barang yang tidak kekal di dunia ini. Orang yang kikir berpegangan
erat dengan kekayaannya dan menimbunnya.
Imam Ali berkata, “Orang yang paling
tercela adalah orang kikir. Di dunia ini dia dicabut dari kekayaanya sendiri,
dan pada hari akhir dia dihukum”. Orang kikir akan mengatakan bahwa dia
menimbun kekayaannya untuk mengurangi ketakutan akan kemiskinan. Pola piker
sperti ini tidak pernah benar-benar merasa puas dengan keinginan; orang kikir
selalu dibuat khawatir dengan uang dan dicurahkan untuk melayani kekhawatirnya.[13]
B.
Dampak dari penyakit Hati
Dampak dari penyakit hati sangatlah
banyak, diantaranya dibenci oleh Allah dan hamba-Nya, merugikan diri sendiri,
hidupnya tidak tenang karena merasa tidak pernah puas, terlihat hina di mata
Allah dan manusia baik di dunia maupun di akhirat, terjerumus dalam hal
kedholiman, direndahkan derajatnya oleh allah, membuat hilangnya kehidupan yang
abadi, serta semakin tidak dapat mengendalikan hawa nafsu. Semua akibat
tersebut menyebabkan hilangnya kesan kebaikan yang telah ditanamkan seseorang,
karena telah dihapus dengan sifat-sifat tecela tersebut.Karena yang terjadi
pasti sebaliknya, yakni permusuhan. Agar malapetaka dari hati seseorang yang
sedang dilanda sifat-sifat buruk tersebut jangan menimpa umat manusia, maka
Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Janganlah engkau saling dengki-mndengki,
janganlah engkau putus memutus hubungan silaturrahmi, janganlah engkau
mearah-memarahi, janganlah engkau belakang-membelakangi, jadilah engkau
hamba-hamba Allah yang bersaudara”.[14]
C.
Terapi Menghindari Penyakit Hati
Alquran adalah metodologi terapi
Islami yang berimplementasi kepada kesehatan mental. Alquran dalam proses
terapi terhadap perilaku menyimpang individu dapat diaplikasikan melalui tiga
pendekatan.
1.
Metode preventive[15](pencegahan
dan pengawasan ). Pendekatan preventive berorientasi mewujudkan
integritas diri, yaitu dengan mengawasi, mengurangi, dan menghindarkan diri
dari perbuatan buruk yang mendatangkan dosa dan maksiat.[16]
2.
Metode curative[17](Pengobatan
dan Perawatan). Pendekatan kuratif adalah penghindaran individu dari
tergelincir dalam perlaku buruk yang berketerusan. Pendekatan kuratif ini
adalah upaya penguatan disipin berdasarkan keimanan dan ketaqwaan.
3.
Metode Preconstructive dan rehabilitative[18] (bimbingan
dan pembinaan). Pendekatan rekonstruktif dan rehabilitatif adalah upaya
perawatan dan pengobatan intensif sebagai manifestasi dari taubat dengan
memperbanyak amal soleh dan menjauhi kemungkinan-kemungkinan terjebak dalam
dosa dan kemaksiatan.[19]
Selain Al Qur’an, kaum sufi juga
mempunyai terapi menghindari penyakit hati denagn menggunakan pendekatan
sebagai berikut:
Pertama, takhalliyyah an-nafs[20]yaitu
upaya pengosongan diri dari segala perilaku buruk yang telah menghunjam dalam
pribadi pelaku. Kedua, tahalliyyah an-Nafs[21] yaitu
perilaku seseorang yang selalu menghiasi diri dengan keimana, ketakwaan, amal
saleh, dan kemuliaan akhlak. Ketiga, tajalliyyah an-nafs[22],
yaitu anugerah psikologis yang hadir dalam diri setiap seseorang yang terwujud
dalam taubat, sabar, dan tawakkal.
Keimanan, ketakwaan, amal saleh atau
zikir kepada Allah yang kontinu akan melahirkan apa yang disebut oleh Carl Jng
sebagai arketif ( ketidaksadaran yang paling dalam), yaitu Allah. Dalam
kesadaran inilah seorang individu mampu melakukan transformasi psikologis ke
arah perkembangkan spiritual yang matang.[23]Akhirnya
bagi orang yang mau membersihkan jiwanya adalah yang sukses, sukses dalam
pendekatan kepada Allah serta yang berhasil menerima pahala dari-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahnan, Labib MZ Maftuh: CV Bintang Pelajar
Al-Jauziyah, Al-Imam Ibnu Qoyim.Manajemen Qolbu
Mazayasya, Abu Azka Fathin. 2009. Jogjakarta : Darul Hikmah.
Rajab, Khairunnisa. 2010. Obat Hati. Jogjakarta :
Pustaka Pesantren.
Yusuf, Hamzah. 2009. Hatiku Surgaku.Ciputat : Lentera Hati.
Syekh ibn Taymiyyah Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi,
Ensiklopedi Al Qur’an, An-Nafs, dalam jurnal Ilmu dan
Kebudayaan , Ulumul Qur’an
El Blitary, Immun. 1997. Pandangan Al-Ghazali Tentang
Dengki. Surabaya : Al-Ikhlas
FOOTNOTE
[1] Al-Imam Ibnu Qoyim, Manajemen Qolbu, Al-Jauziyah,
hlm. 51.
[2] Syekh Ibnu Taymiyyah, Jangan Biarkan Penyakit
Hati Bersemi, hlm. 17
[3] Zumroh, Tombo Ati, Surabaya: Mitra Jaya,
2011, hal. 35.
[4] Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat :
Lentera Hati, 2009, hal.83.
[5] Zumroh, Tombo Ati, Surabaya: Mitra Jaya,
2011, hal. 30.
[6] Ibid, Hal. 31.
[7] Ibid, Hal. 50.
[8] Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat : Lentera Hati, 2009,
hal.48.
[9] Zumroh, Tombo Ati, Surabaya: Mitra Jaya, 2011, hal. 47
[10] Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat:
Lentera Hati, 2009, hal.210.
[11] Ibid, Hal. 211.
[12] Soepardjo dkk, Mutiara Akhlak dalam Pendidikan
Agama Islam, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2004, Hal. 70.
[13] Hamzah Yusuf, Hatiku Surgaku, Ciputat :
Lentera Hati, 2009, hal.23.
[14] H.R. Bukhori dan Muslim
[15] Yahya Jaya, Peranan Taubat dan Maaf dalam kesehatan
mental, Jakarta:Ruhama, 1992, hal. 83.
[16] Khairunnas Rajab, Obat Hati, Jakarta : Pustaka
Pesantren, 2010, hal.3.
[17] Yahya Jaya, Peranan Taubat dan Maaf dalam kesehatan
mental, Jakarta:Ruhama, 1992, hal. 83.
[18] Ibid, Hal. 83
[19] Khairunnas Rajab, Obat Hati, Jakarta : Pustaka
Pesantren, 2010, hal.4
[20] Proyek Pembinaan PTA, Pengantar Ilmu Tasawuf, Sumut : IAIN
Sumut, 1981, hal.99.
[21] Ibid, Hal. 123
[22] Ibid, Hal. 123
[23] Ensiklopedi Al Qur’an, An-Nafs, dalam jurnal Ilmu dan
Kebudayaan , Ulumul Qur’an , No. 8, Vol. II, 1991, hal 103.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar