Sabtu, 21 Juli 2018

Penyebab doa tidak di qobulkan oleh Allah swt.


“PENYEBAB DOA TIDAK DI QABULKAN OLEH ALLAH SWT”
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
لْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، الَّذِي حَبَانَا بِالْإِيْمَانِ واليقينِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد،ٍ خَاتَمِ الأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِين، وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيِن، وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Saudara-saudara kaum muslimin rohimakumullah.
Suatu hari seorang ulama besar yang bernama Al-Imam Al-Faqih Abu Laits tengah berjalan-jalan di Kota Bashrah, berkumpullah sekelompok orang di dekat beliau. Mereka datang mengajukan satu pertanyaan.
“Imam, kami ingin bertanya, di dalam Al-Qur’an itu Allah menjelaskan, ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ (Al-Mukmin:60)‘Berdoalah kepada-Ku, maka akan Aku jawab doamu’ dalam artian ‘mintalah kepada-Ku maka akan Aku kabulkan permintaanmu’ Begitulah janji Allah di dalam Al-Qur’an. Kami sudah lama berdoa kepada Allah tetapi kenapa sampai sekarang doa kami belum dikabulkan. Katanya kalau aku berdoa maka Allah akan jawab, penuhi dan kabulkan doa. Itu adalah janji Allah. Kami sudah berdoa di pagi dan sore hari, siang serta malam. Pada kenyataannya doa kami masih belum dikabulkan. Bagaimana ini? Apakah ayat Al-Qur’an yang salah? Atau Tuhan lagi lempengen nggak dengar? Apakah doa kami yang terbalik?”
Kelihatannya ini sepele saja,  doa tidak dijawab/tidak di dengar oleh Allah. Permohonan tidak di jawab, tidak dikabulkan oleh Allah. Tapi sebenarnya jika kita mau merenung, kemalangan apa yang paling besar selain doa kita yang sudah dihiraukan dan tidak didengar oleh Allah. Artinya hidup sudah tidak di-openi (diurus) oleh Allah. Jangankan sama Allah, misalkan kita tidak di-openi sama mertua saja kita menjadi bingung. Ini mertua saya kenapa? Kalau saya yang salah, salah saya apa? Kalau lagi pengen sesuatu, pengennya apa? Bo ya ngomong toh, jangan diem begitu. Apalagi tidak diopeni oleh Allah. Kemalangan apa yang paling malang selain daripada doa sudah tidak didengar lagi oleh Allah. Itu kemalangan yang paling malang dan lebih malang dari kota malang saya kira.
Menghadapi pertanyaan ini, Imam Al-Faqih abu laits tersenyum lalu berkata, “Apakah Tuan-tuan tahu kenapa doa-doa Tuan tidak dijawab? Permohonan tidak dikabulkan? Dan Allah sudah tidak memperdulikan Tuan-tuan ini.” “Kami tidak tahu, Imam. Makanya kami bertanya,” tukas mereka “Begini, hati Tuan-tuan itu mati. Dari hati yang mati maka channel tidak nyambung kepada Allah. Dari channel yang putus, tidak ada getaran setrum. Bagaimana akan timbul gejala? Hatimu mati maka pantaslah jika doa tidak dikabulkan, permohonan tidak dipenuhi, doa tidak terjawab.”
Saudara-saudara kaum muslimin rohimakumullah.
Dari hati yang mati ini, getaran tidak sampai kepada Allah. Nah, ini juga satu penyakit yang sangat kita khawatirkan yaitu hati kita mati selagi jasad masih hidup. Artinya, jadilah kita bangkai berjalan di hadapan Allah. Sementara itu, kita sibuk mencari obat-obatan untuk penyakit dzohir tetapi kita lupa mencari obat untuk penangkal penyakit batin, yang kalau diserang olehnya maka akan menghancurkan kehidupan di akhirat nanti. Perkembangan ilmu kedokteran berbanding lurus dengan ditemukannya jenis-jenis penyakit baru. Semakin maju ilmu kedokteran, semakin modern jenis penyakitnya. Ngerti juga kayaknya tuh penyakit!
Dulu kita tidak kenal yang namanya AIDS. Kita tidak tahu penyakit liver. Kita tidak kenal dengan sakit stress. Paling yang kita tahu itu cika, masuk angin dan sebagainya. Tapi baiklah, penyakit-penyakit batin menyebabkan hati menjadi mati dan dari hati yang mati doa tidak naik, tidak di dengar oleh Allah Swt. nah, orang-orang tadi berkata: “kalau begitu wahai Imam, apa yang menyebabkan hati kami mati?”
Pertama, عَرَفْتُ اللهَ وَلَمْ تُؤْ تُوْهُ حَقَّهُ (Kamu kenal benar dengan Allah tetapi hak-Nya untuk disembah, kewajiban kamu untuk menyembah-Nya, tidak kamu lakukan)
Bagaimana Allah akan dekat dengan kita jika kita sendiri menjauh dari-Nya. Pendekatan diri kepada Allah itu dilakukan dengan menjalankan ritual keibadahan seperti sholat. Allah akan semakin menjauh dari kita jika hanya Allah dibicarakan dalam filsafat dan renungan yang mendalam saja. Tapi Allah akan terasa hadir dan hidup, apabila kita mendekati-Nya dengan melakukan ibadah kepada-Nya. Soal mengenal Allah, kita tahu. Bahkan kita ajarkan hal ini kepada anak-anak kita. Kalau ditanya, siapa pencipta langit, matahari dan bumi? Maka kita jawab, Allah. Siapa pencipta gunung, lautan dan hutan belantara? Kita jawab, Allah. Kamu sudah sembahyang atau nggak? Jawabnya, bagaimana nanti. Tanpa pendekatan, Allah akan jauh. Apabila Allah jauh maka doa tidak akan didengar-Nya.
Oleh sebab itu logika mengajarkan kepada kita untuk berpayahlah dulu:
 وَمَا الَّذَّهُ اِلاَّ بَعْدَ التّعْبِ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ ىُسْرًا
Di balik kesulitan datanglah kemudahan. Nikmat baru akan terasa, kelezatan hidup baru akan terasa, setelah kita jerih payah, banting tulang, peras keringat. Rasanya memang lebih nikmat makan singkong hasil usaha sendiri ketimbang roti yang dijejelin orang. Ini berarti kita meminta pertolongan kepada Allah tapi kita jauh dari-Nya. Sama saja dalam kehidupan kita analoginya. Misalnya, orang tidak kenal dengan Anda, ia jauh dari Anda lalu tiba-tiba ia datang mau minjam duit. Apa kesan Anda? Enak aja! Kenal nggak, tau juga nggak. Terus datang-datang mau minjem duit. Lo kira ni duit hasil dari percetakan uang bapak lo?. Sedangkan, ada orang yang kita kenal dan sering bertemu setiap hari lalui datang untuk minjam duit saja kita masih berpikir dan menimbang-nimbang apakah akan meminjamkan duit kepadanya. Apalagi ada orang yang datang kepada kita, gak pernah ketemu,  Berkunjung juga gak pernah, ngobrol gak pernah. Lalu minta sesuatu kepada kita. Orang macam apa itu? Ini ada orang yang datang nemuin Tuhan hanya setahun dua kali. Idul Fitri doang sama Idul Adha. Doanya cerewet banget. Minta ini-itu. Apa aja diminta.
Saudara hadirin yang saya muliakan.
Bagaimana doa akan dikabul dan permintaan akan dijawab jika kita jauh dari Allah. Jika kita tidak pernah menyembah-Nya. Itulah sebab hati kita menjadi mati. Maka lakukanlah upaya pendekatan kepada-Nya melalui ritual ibadah yang dicontohkan oleh Rasulullah Shollalohu Alaihi Wassalam. Ini adalah hal pertama yang menyebabkan hatimu mati. Sama saja dengan kita yang gak kerja tapi pas akhir bulan kita nagih minta digaji. Enaknya nih kita jitak aja kepalanya. Pekerja macam apa ini? Harusnya ia kerja dulu. Baru nanti pas harinya gajian, tidak diminta pun gaji dia akan diberikan. Begitu juga dengan beribadah. Ibadahlah dulu kepada Allah. Soal Allah memberikan karunia dan nikmat-Nya kepada kita, itu adalah urusan Allah. Apabila kita dekat dengan-Nya, ibadah yang kita lakukan sudah benar maka karunia itu akan datang kepada kita dengan sendirinya.
Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah.
Kedua, قَرَأْ تُمُ الْقُرْآنَ وَلَمْ تَعْمَلُوْا بِهِ (Kamu membaca Al-Quran tetapi ajarannya tidak kamu amalkan. Kamu baca Al-Quran tetapi isinya kamu injak-injak).
 Sehingga ada peringatan dari Rasulullah S.A.W beliau bersabda:
إِذَا عَظَمَتْ اُمَّتِى الدُّنْىَا, وَفِى رِوَايَهٍ دِىْنَارًا وَدِرْهَمًا, نُزْعَتْ مِنْهَا هَىْبَهُ الإِسْلاَمِ . وَاِذَا تُرِكَتِ الأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَحْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ حُرِّمَتْ عَلَىْهِمْ بَرَكَاهِ الْوَحْىِ . وَاِذَا تَسَابَّتْ اُمَّتِى سَقَطَتْ مِنْ عَىْنِ اللهِ
 Ada tiga peringatan keras tapi yang merupakan gejala penyakit kita, umat islam, diperingatkan oleh nabi kita.
Pertama, إِذَا عَظَمَتْ اُمَّتِى الدُّنْىَا (Apabila umatku terlalu mengagung-agungkan dunia, apabila umatku telah menjadi umat yang materialistis, segalanya diukur dari segi keduniaan) maka نُزْعَتْ مِنْهَا هَىْبَهُ الإِسْلاَمِ  akan dicabutlah dari mereka kehebatan agama islam.
Akan hilanglah kehebatan agama islam jika umatnya sendiri sudah cinta dunia dan penyembah materi maka keberadaan kita akan dipandang rendah, tidak dihargai dan diremehkan oleh orang lain. Mereka akan berkata, “Orang islam gak ada apa-apanya. Bayar aja. Bisa dibeli. Bisa diatur. Bisa dikerjain. Gampamg. Suap saja.” نُزْعَتْ مِنْهَا هَىْبَهُ الإِسْلاَمِ  hilang dari mereka kehebatan islam ini. Kenapa? Mereka telah mengagungkan dunia dan menjadikannya sebagai tujuan. Padahal dunia Cuma alat, materi Cuma alat, harta Cuma alat.
Kedua, وَاِذَا تُرِكَتِ الأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَحْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ حُرِّمَتْ عَلَىْهِمْ بَرَكَاهِ الْوَحْىِ (apabila telah ditinggalkan amar makruf nahi munkar (menyuruh kepada kebaikan dan melarang melakukan keburukan), maka hilanglah keberkahan wahyu (Al-Quran).
Ini yang ada hubungannya dengan kita. Kita membaca Al-Quran tetapi kita tidak mengamalkan isinya. Bagaimana hati tidak menjadi mati. Jika perintah amar makruf nahi munkar sudah ditinggalkan kaum muslim maka pada saat itu Al-Quran ada tetapi yang tertinggal hanya tulisannya saja. Islam ada, tetapi hanya tinggal namanya saja. Islam diseminarkan, disimposiumkan, dimuktamarkan tetapi tidak dijabarkan (diamalkan) dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila Al-Quran sudah ditinggalkan, ajaran amar makruf nahi munkar sudah diabaikan maka orang-orang akan menilai sesuatu menurut seleranya sendiri. Mana yang makruf, mana yang munkar, sudah tidak ada lagi patokan yang utama. Kalau baik kata otaknya maka ia kerjakan. Jika tidak baik menurut otaknya maka ia tinggalkan. Agamanya adalah otak dan berhalanya adalah akal. Akhirnya umat akan kehilangan pedoman. Tidak lagi jelas mana batas yang makruf dan munkar. Dalam kondisi demikian, akan terjadi penjungkiran nilai. Yang paling celaka nantinya adalah yang makruf dianggap munkar dan yang munkar dianggap makruf.
Peringatan Ketiga dari Rasulullah yaitu, وَاِذَا تَسَابَّتْ اُمَّتِى سَقَطَتْ مِنْ عَىْنِ اللهِ (Apabila umatku sudah saling berbantahan dan mencaci-maki maka jatuhlah mereka dalam pandangan Allah).
Hilanglah wibawa umat yang saling mencaci-maki, saling menjatuhkan, saling gasak, gesek, gosok. Justru agama Islam mengajarkan kita untuk saling asah, asih dan asuh. Kadang yang kita praktikan ini adalah saling gasak dengan menjegal kawan. Yang kedua saling gesek dengan sikut kiri-kanan. Yang ketiga saling gosok dengan fitnah sana-sini. Tidak peduli orang lain akan luka dan sebagainya. Yang penting dia bisa nangkring (punya jabatan). Sungguhlah kacau keadaan seperti ini sehingga dalam pandangan Allah pun kita jatuh (tidak ada wibawanya lagi).
Ketiga, اِدَّ عَىْتُمْ اَنَّكُمْ مِنْ اُمَّهٍ مُحَمَّدٍ صلّى اللهُ علىه وسلّم وَلَمْ تَعْمَلُوْا بِسُنَّتِهَ (Kamu mengaku dan memproklamirkan diri sebagai umat Nabi Muhammad Shollalohu Alaihi Wassalam tetapi ajaran sunnahnya tidak pernah kamu amalkan).
Malah perkembangan terakhir memperlihatkan bukan hanya tidak mengamalkan sunnah (ajaran) nabi tetapi mengingkarinya. Innalillahi wa inna ilaihi roojiun.  Beberapa orang berkata, “Ooo Nabi Muhammad itu manusia biasa seperti kita. Sebagaimana manusia, dia bisa saja salah. dan ternyata hadits juga banyak yang palsu, yang otentik cuma Al-Quran, selebihnya adalah sejarah. Tidak ada itu sunnah. Langsung saja kepada Al-Quran. Kemudian, Hadits itu bukan sumber hukum. Kita tidak perlu mengamalkan sunnah.”
Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah.
Kita mengaku mengikuti Nabi Muhammad tetapi sunnahnya kita campakkan, tidak kita amalkan, kita ingkari ajarannya. Innalillahi wa inna ilaihi roojiun.  Bagaimana hati tidak menjadi mati, kalau siang-malam kita memproklamirkan diri menjadi umat Nabi Muhammad tetapi ajarannya kita campakkan. Padahal kalau sekarang kita mengenal islam, jika kita sekarang mengerti halal-haram, tahu mana yang haq (benar) dan bathil (salah), bisa memilah dan memilih mana yang makruf dan munkar, semua hal tersebut adalah jasa dari Nabi Muhammad. Dari generasi ke generasi ajarannya dilanjutkan oleh para sahabat Nabi, para tabi’in, tabi’it tabi’in, para ulama hingga akhirnya sampai kepada kita sekarang.
Walaupun beliau hanya berfungsi sebagai pengantar tetapi kepribadiannya dijadikan model oleh Allah di dalam melakukan kehidupan beragama. Memang benar beliau adalah manusia seperti kita. Unsur biologisnya adalah manusia. Beliau mempunyai darah, daging, hati, perasaan, bisa sedih, gembira tetapi beliau adalah manusia tetapi tidak seperti manusia pada umumnya basyarun la kal basyar, manusia ang tidak seperti manusia pada umumnya. Beliau adalah manusia yang spesial. Hal itu wajar karena beliau adalah utusan Allah dan Rasul pilihan dari banyak nabi dan rasul lainnya.
Kita ambil sebuah contoh. Misalkan sebuah batu zamrud. Memang benar bahwa zamrud itu termasuk jenis bebatuan tetapi nilainya berbeda dengan batu koral. Nilai atau harga dari satu truk batu koral masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai dari segenggam batu zamrud. Kalau soal batunya, ya memanglah sama antara zamrud dan koral tetapi nilainya jauh berbeda karena esensinya berbeda. Kita itu manusia, Nabi Muhammad juga manusia. Sama manusianya.Tetapi kualitas dan nilainya, tentu jauh panggang daripada api. Itulah sebabnya Allah menjadikan beliau sebagai model atau panutan bagi umatnya:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ…..
Artinya: “Di dalam diri Nabi itu terdapat contoh dan suri teladan yang baik yang patut dicontoh…..” (Qs. Al-Ahzab: 21).
Oleh karena itu apabila konsekuen mengaku umat Nabi Muhammad, marilah kita juga konsekuan mengamalkan ajarannya.
Keempat, اَكَلْتُمْ نِعْمَهَ رَبَّكُمْ وَلَمْ تَشْكُرُوْالَهُ   (Setiap hari kamu makan nikmat dari Tuhanmu tetapi kamu tidak pernah mau bersyukur kepada-Nya).
Nikmat tuhan kita doyan banget tetapi tidak ada sehari pun nikmat yang terlewatkan yang diberikan untuk kita sejak kita bangun tidur hingga tidur kembali. Saat kita di pasar, di sawah, di kantor, atau di mana pun kita berada, nikmat dari Allah tidak pernah berhenti mengalir kepada kita. Hidupnya kita di alam ini, diberikan segala fasilitas untuk menunjang kehidupan. Gak pernah tuh Allah pasang pajak matahari dan gas udara. Nikmat-nikmat yang banyak itu setiap hari kita gunakan tetapi kita tidak pandai untuk bersyukur. Padahal Allah memberikan peringatan yang keras dalam hadits Qudsi-Nya:
  مَنْ لَمْ ىَشْكُرْ عَلَى نَعْمَاءِى وَلَمْ ىَصْبِرْ عَلَى بَلَاءِى فَلْىَخْرُجْ مِنْ تَحْتِ السَّمَاءِ وَالىَطْلُبْ رَبًّا سِوَاىَ
Artinya:Siapa yang tidak mau bersyukur atas nikmat yang Aku berikan kepadanya dan tidak mau bersabar atas ujian yang aku berikan kepadanya, silakan keluar saja dari kolong langit ini dan carilah Tuhan selain dari Aku.”
Kalau orang tidak mau bersyukur terhadap nikmat yang aku berikan dan tidak mau bersabar terhadap ujian yang aku timpahkan, keeluar dari kolong langit-Ku, keluar! cari tuhan selain aku. Lah ini yang ngusir adalah Allah. Kalau kata anak zaman sekarang, mau kemenong? (artinya mau kemana kamu pergi). Kalau misalkan kita diusir dari Jakarta, kita masih bisa pindah ke Bandung. Jika diusir dari Bandung, kita masih bisa pindah ke Jogja. Jika kita diusir dari Indonesia, kita bisa pergi ke Singapura atau Malaysia. Nah ini, diusir dari kolong langit. Kamu mau cari langit mana lagi? Kalau kamu tidak mau mensyukuri nikmatku, tidak sabar terhadap ujian yang aku berikan kepadamu, keluar saja, keluar dari kolong langit-Ku ini. Cari tuhan selain aku. Kalau istilah kita, Tuhan dah jengkel banget itu mah. Nikmat-Ku, ya nikmat yang aku berikan engkau makan, tapi kepada-Ku engkau tidak pernah mau bersyukur.
Saudara-saudara kaum muslimin rohimakumullah.
            Wajar, dita dulunya tidak ada dan sekarang ada, itu adalah nikmat. Susunan jenis tubuh manusia itu sangatlah cantik, itu juga nikmat dari Allah. Kita tinggal di planet Bumi. Semua fasilitas yang kita perlukan sudah Allah sediakan. Semuanya tergantung kita yang harus pintar mengelolanya. Kita juga diberikan otak yang membedakan kita dengan binatang. Itu juga nikmat. Lalu diutuslah para Nabi untuk kita agar bisa menjadi sumber panutan. Itu pun nikmat. Lalu apa lagi yang kurang? Semuanya sudah Allah sediakan untuk kita tinggal di Bumi. Jika saja manusia diperintahkan untuk tinggal di Bulan maka manusia tidak akan bisa sanggup hidup.  Begitu lahir juga klepek-klepek habis. Baru lahir saja sudah sesak nafas karena kekurangan udara, tidak ada oksigen toh disitu. Semuanya telah Allah berikan untuk kita. Hanya satu hal yang Allah minta yaitu agar kita mensyukuri semua nikmat yang telah Ia berika kepada kita. Jangan hanya syukur dalam ucapan melainkan juga dalam perbuatan. Makin banyak nikmat yang diterima makin banyak dia sujud, makin banyak dia ruku’, makin banyak dia mengadakan pendekatan kepada Allah. Syukur berupa tindakan menggunakan nikmat sesuai dengan kehendak yang memberikan nikmat itu sendiri kepada kita.
Ini penyakit keempat, kamu makan Tuhanmu, tapi kamu tidak pernah pandai bersyukur kepada-Nya. Mensyukuri nikmat yang diberikan tadi. Bagaimana hati tidak menjadi mati? Kita sibuk mempersolek jasmani, mencari obat penyakit lahir. Maka yang ramai di zaman sekarang coba lihat, salon, fitness, senam macam-macam jenis, hal itu tidak ada salahnya dan tidak ada jeleknya. Tapi kalau itu sampai melupakan kita memperindah batin, memperbaiki jiwa, artinya bukankah kita perlahan mempersiapkan diri menjadi bangkai berjalan di hadapan Allah? Dengan operasi plastic, kulit keriput jadi kencang, hidung yang pesek jadi mancung, pipi terlalu cekung bisa diatur.
Namun kalau hati rusak, jiwa yang rusak, kemana lagi kita akan berobat kalau bukan kepada agama. Dari hati yang mati ini tidak aka nada getarannya, sehingga doa tidak di terjawab.
Kelima,   قُلْتُمْ اَنَّ الْمَوْتَ حَقٌّ وَلَمْ تَسْتَعِدُّوْا لَهُ  (Kamu berkata bahwa kamu yakin mati itu adalah sesuatu yang benar tetapi kamu tidak pernah punya persiapan untuk menghadapi kematian).
Padahal menurut logika, orang yang akan bepergian jauh maka ia harus mempunyai bekal yang cukup. Semakin jauh jarak perjalanan yang harus ditempuh maka semakin banyak pula bekal perjalanan yang harus ia persiapkan. Pada zaman dahulu diceritakan ada beberapa orang Yaman yang nekad melakukan perjalanan haji ke Mekkah tanpa perbekalan. Mereka berpikir bahwa berangkat haji itu adalah menjadi tamunya Allah, jadi nanti Allah yang akan melayani kebutuhan mereka. Mereka tetap pergi walau hanya membawa badan saja (tanpa beka sama sekali). Lalu dilaporkanlah hal ini kepada Rasulullah dan turunlah peringatan dari Allah:
……وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ...….
Artinya: “…..“Bawalah bekal dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa….” (al-Baqarah: 197).
Jangan begitu, bawa bekal sesungguhnya bekal yang paling baik adalah takwa. Bahwa berangkat dengan bekal takwa itu bekal yang paling utama, tapi bekal-bekal yang lainpun jangan diabaikan. Kalau kita mau beangkat untuk tujuan yang baik, bekal yang paling utama memang takwa, tapi tidak harus mengabaikan bekal-bekal yang lain. begitulah, makin jauh perjalanan yang akan kita tempuh makin banyak bekla yang harus kita bawa. Kalau saudara mau pergi ke Surabaya tanpa membawa perbekalan kemudian berani berangkat, rasanya sih, saya pikir itu bukan berani tetapi nekat. Sama saja dengan orang yang belum pernah sembahyang, trus mati. Nekat tuh orang. Belum berbuat kebaikan barang sedikitpun sudah mati, nekat itu namanya. Berani amat. Sama saja tadi, gak bawa bekal apa-apa berangkat ke Surabaya. Sampai di Surabaya belum tentu, tapi keblangsak dan sengsa5ra rasa-rasanya itu pasti. Oleh karena itu, jika kita yakin bahwa mati adalah sesuatu yang benar dan pasti akan menimpa kita maka persiapkanlah bekal menuju ke sana.
Keenam, اِدَّ عَىْتُمْ نَجَاهً مِنَ النَّارِ وَرَمَىْتُمْ فِىْهَا اَنْفُسَكُمْ  (Kamu memproklamirkan dirimu ingin selamat dari neraka tetapi kamu malah melemparkan dirimu sendiri ke dalamnya).
Bagaimana pun seburuk-buruk dan sebejat-bejatnya seorang perusak (bajingan), kalau ia ditanya ente mau masuk neraka? Jawabannya pasti enggaaak, Itu pasti. Perbuatannya sendiri yang melemparkan ia ke dalam neraka, membiarkan dirinya larut dalam timbunan dosa dan kesalahan dan tidak ada niat untuk memperbaiki diri. Hanyut di meja judi. Habis ditelan minuman keras. Fitnah sana-sini. Hasut sana-sini. Padahal mulutnya ingin selamat dari neraka tetapi perbuatannya malah melemparkan dirinya ke dalam neraka. Tidak ada orang yang lebih sayang kepada diri kita selain kita sendiri. Dan menyayangi diri sendiri itu tidak saja dengan memandikannya tiga kali sehari. Memakaikannya parfum dengan segala macam merek. Memakai sabun yang wangi-wangi. Parfum yang harum-harum. Lebih dari itu semua, jagalah diri kita ini dari perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan diri ke dalam api neraka.
Kemudian disambung oleh Al-Imam Al-Faqih abu laits, yang menyebabkan doa tidak terjawab karena hati mati:
Ketujuh اَدَّ عَىْتُمْ نَجَاهَ مِنَ النَارِ وَرَمَىْتُمْ فِىْهَا اَنْفُسَكُ (Kamu ingin masuk Surga tetapi kamu berat mengamalkan perbuatan yang dapat mengantarkanmu ke Surga).
Jika kita ditanya, mau masuk Surga?  maka kita menjawab dengan lantang dan penuh semangat, “Mauuuuuuuu….” Tetapi pada kenyataannya kita jarang melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa mengantarkan diri masuk ke Surga.
Kedelapan, دَفَنْتُمْ مَوْتَكُمْ وَلَمْ تَعْتَبِرُوْالَهَا (Kamu menguburkan orang yang mati di antaramu tetapi kamu tidak bisa mengambil i’tibar (pelajaran) dari jenazah yang telah kau kuburkan tersebut).
Semestinya menguburkan orang itu bisa membuat kita sadar. Kalau sekarang si mayit saya masukkan ke dalam liang lahat lalu dibaringkan menghadap ke arah kiblat, bantalnya tanah lalu ditutup dengan papan, dan ditimbun dengan tanah. Hari ini adalah giliran dia yang meninggal. Bagaimana dengan saya? Bisa saja saya juga mati besok, lusa, minggu depan, bulan depan atau tahun depan. Tapi pasti saya akan mati. Menguburkan mayat atau menguburkan jenazah tapi tidak bisa mengambil I’tibar dari yang dilaksanakannya itu merupakan penyakit-penyakit batin yang merupakan Handicap, yang menimbulkan jarak Antara kita dan Allah SWT. pantas, kalau itu semuaada pada diri kita maka hati jadi mati. Dari hati yang mati, doa tidak akan tembus. Kita tidak akan lagi dipedulikan oleh Allah SWT. dan itu sekali lagi kemalangan yang terbesar dalam kehidupan kita.
Lalu bagaimana jalan keluarnya?
Pertama, kita harus memperbaiki batin kita dan menyelamatkan diri dari penyakit-penyakit yang bisa mematikan hati yang sudah disebutkan tadi.
Kedua, berdoa dengan adab (etika) sehingga tata cara kita saat memohon kepada Allah itu sesuai dan pas.
Imam Ghozali menuliskan adab-adab doa dalam kitab Ihya Ulumuddin disebut adabud du’a, adab doa kepada Allah Swt. setelah batin ini bersih dari penyakit-penyakit hati menjadi mati, berdoalah kita kepada Allah. Bagaimana adabnya?, yaitu :
Pertama, Hendaklah kamu berdoa dengan memilih waktu yang mulia untuk berdoa. Minal Auqatisy syarifah, kata beliau. Memilih waktu yang mulia. Ramadhan dalam satu tahun, jumat dalam tiap minggu, sepertiga malam yang akhir pada setiap hari. Walaupun, misalnya, saudara berdoa pada hari kamis tidak ada halangan Allah mengabulkannya. Ini tidak berarti bahwa kalau sudah berdoa pada hari jumat, lalu hari kamis tidak mau berdoa. Tidak. Lebih emmilih, meminta waktu-waktu yang punya nilai mulia. Lailatul-qadr dalam setahun sekali. Waktu-waktu yang punya nilai utama.
Logikanya begini. Kalau kita datang kerumah seseorang tujuan utama kita meminjam duit, hal pertama yang kita perhitungkan, “tanggal berapa nih sekarang?”. Kan itu toh? Kalau tanggal dua puluh atu minjem duit, orang lagi ngap-ngapan. Boro-boro dia bisa pinjemin, dia sendiri mungkin lagi pusing. Lebih dahulu kita amati sebelum meminjam, tanggal berapa nih. Datangnya sore atau siang? Kalau jam dua dia baru pulang dari kantor dan sedang tidur, kalau dia tidur di bangunin, kita datang mau pinjem duit gak di maki-maki itumah bagusan deh, ‘kan kita lihat waktunya. Tanggal berapa, sore atau malam, apa lagi malam gelap atau terang bulan. Itu semua sudah kita atur sedemikian rupa, memilih waktu.
Kedua, Memilih keadaan yang istimewa. Kalau tadi soal waktu yang kedua soal keadaan. Ada situasi-situasi dimana doa itu diijabah oleh Allah SWT. diantaranya, kata Al-Imam Abu Hurairah:
عِنْدَ زَهْفِ الفِصُّفُوْفِ فِى سَبِىلِ الله
Pada waktu mengatur barisan perang membela agama, doa terkabul”.
عِنْدَ نُزُلِلغَىْثِ
Ketika turun gerimis”.
عِنْدَ عِقِامِ الصَّلَاه
“Ketika Sholat mau di dirikan”
            Riwayat lain:
بَىْنَ الأَذَنِ وَالإِقَامَهِ
          "Antara Azan dan Iqomah
            Ketiga, kata beliau berdoa menghadap kiblat.
Keempat, حِفْضُ الصَّوْت menyederhanakan suara. Tidak terlalu keras, juga tidak terlalu pelan sehingga tidak terdengar oleh orang lain. tidak usah terlalu keras, kenapa? Karena Allah tempat kita meminta doa bukan Zat yang tuli, bukan Zat yang buta, bukan Zat yang tidak mendengar, bahkan dia mha mendengar. Juga tidak terlalu seperti orang berbisik-bisik, apalagi kalau doanya dilakukan bersama-sama. Namun kadang-kadang orang yang berdoa terdorong oleh Husnuzhzhann dari paramakmum saja, tidak peduli apa yang di baca oleh imam, yang terdengar Cuma amin saja. Greyengan. Aamin, Aamin, Aamin. Juga berdoa jangan terlalu keras, berdoa seperti orang pidato.
            Kelima, اَنْ لاَ ىَتَكَلَّفَ فِى الشُّجَاعِ  Dalam berdoa, kalau istilah kita, jangan Nyeloncong. Syuja’ ini menunjukan sikap berani kepada Allah. Misalnya ada orang berdo’a “Ya Allah ampuni saya kalau engkau mau.” Kalau allah mau, “kasihanilah saya ya Allah, kalau engkau mau.” Itu doa orang songon, atau sama saja, “Ya Allah berilah saya rezeki dikiit aja”. Emank kenapa pakai begitu? Alla yatakallafa syuja’fid-du’a.
Keenam, اَلتَّضَرُّعُ وَالْخُشُوْعِ dengan tadharru’ dan Khusyuk, dengan sikap tawadduk benar-benar, ya seperti kita kalau datang menghajatkan pertolongan dari seseorang. Segala action kita atur supaya hajat kita itu terkabul, ‘kan begitu? Kadang-kadang istilah orang kalau perlu ngesot, ngesot dah, yang penting permintaan dikabulkan, gitu aja.
Bermohon kepada Allah dengan tadharru, khusyuk dan tawaduk, seperti kalau kita mau bermohon kepada seseorang. Kita merendahkan diri. Sebab, kita akan bermohon kepada yang serba maha. Menghadap kearah kiblat, duduk bertafakur dengan khusyuk dan tawaduk jangan doa sembari tolak pinggang.
Ketujuh, اَنْ ىُجْجِزِمَ الدُّعَاءَ وَىُقِنَ بِالإجَابَهِ hendaknya dia menjazamkan doanya dan yakin bahwa doanya akan dikabulkan oleh Allah. Sebab kata nabi:
اِنَّ اللهَ لاض ىُقْبَلُ الُّعَاءَ مِنْ قَلْبٍ غَافِلِ لَاهٍ
Artinya:Allah tuidak akan emngabulkan doa dari hati yang lali”.
Jadi kalau doa jangan kaya doa orang main-main, seperti doa orang ogah-ogahan. Kalau kita sudah punya keyakinan, “ah, janga-jangan doa saya nggak diterima Allah, nisacaya nggak diterima.” Aku, kata Allah:
اَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى
Artinya: “Aku bagaimana sangka hambaku kepadaku”.
Jadi, Allah bagaimana sangka kita kepadanya, jika kita sangka baik, aku baik kata Allah. Kalau dia menyangka doanya dikabulkan, aku kabulkan. Karena itu doa harus denga pasti, harus dengan yakin doa akan dikabulkan dan meluruskan harapan, membenarkan cita-cita. Meluruskan maksud apabila doa itu dikabulkan oleh Allah SWT.
Oleh Karen itu, jangan doa setengah hati, jangan berdoa sambil main-main. Apalagi menghadap kiblat dengan dua tangan terangkat sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw. Bahwa berdoa tanpa mengkat kedua telapak tanganpun Allah tahu, allah dengar, tapi kelihatannya kurang seius seolah-olah, terserah tuhan dah mau dikasih, ya kasih, nggak ya udah. Seolah-olah kita tidak serius dalam berdoa.
Kedelapan, اَنْ ىَفْتَتَحَ الدُّعَاءِ بِذِكْرِ اللهِ فَلَا ىُبْدَعُ بِالسُّؤَالِ Hendaknya dia mulai berdoa dengan menyebut nama Allah, berdikir dengan kepada Allah, fa la yabda’u bis su’al jangan langsung memulai dengan permintaan. Ini tata karma. Sama seperti orang kirim surat. Salam sejahtera kami haturkan. Padahal, nggak ada itu juga nggak apa-apa. Itukan mukadimah saja, besar harapan kami semoga bapak dan sekeluarga di sini pun berada dalam keadaan sehat wal’afiat. Selanjutnya, kami telah dengar dari berbagai teman tentang kedermawanan bapak, tentang bantuan bapak di berbagai bidang social pendidikan. Sehubungan dengan itu, kami bermaksud mengajukan permohonan. Setelah itu, baru masuk permohonan.
Jadi, etisnya berdoa dimulai dengan dzikrullah, yang umumnya dimulai dengan, Alhamdulillah rabbil alamin, kita puji dulu Allah. Alhamdulillah rabbil alamin hamdan yuwafi ni’amahu wa yukafi-u mazidah, kita puji dulu Allah.
Kemudian adab (tata karma) batiniah, yakni memperbaiki kondisi kita. Ada ini meliputi tobat. رَدُّ المَظَالِمِ kata imam AL-Ghazali, mengembalikan semua hak orang lain yang diperoleh atau diambil secara zalim. Apabila adab-adab di dalam berdoa ini kita perhatikan sejak adab yang zahir sampai adab yang batin, dan penyakit-penyakit yang membuat hati menjadi mati itu kita hindari, in sya Allah doa kita diijabah oleh Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah: 186 Allah swt. menjelaskan:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Qs. Al-Baqarah: 186).
Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu Muhammad tentang Aku, kata Allah. Fa inni qarib, katakana kepadanya aku dekat sekali dengan mereka. Ujibu da’watad-da’I idza da’ani, Aku akan jawab, Aku akan kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Ku. Fa yastajibuli wal yu’minubi, hendaknya mereka juga menjawab panggilan-Ku atas dasar iman kepada-Ku. La’allahum yarsyudun, semoga dengan ini mereka kelak mendapat petunjuk.
Surah Al-Baqarah ayat 186 itu dengan nyata menjelaskan kepada kita. Allah akan menjawab doa, mengabulkan permohonan apabila kita juga menjawab panggilan Allah atas dasar beriman kepada-Nya. Logikanya, tadi itu. Araftumullah wa lam tu’tuhu haqqah, kita tidak pernah mau menjawab panggilan Allah sementara kita berharap doa kita dijawab oleh Allah. Apa nggak pincang? Apa nggak berat sebelah? Panggilan Allah kita berat memenuhinya sementara kita sangat berharap agar permohonan kita, seruan kita, dikabulkan oleh Allah. Menjawab panggilan Allah atas daasr beriman kepada-Nya. Kenapa? Ada orang menjawab panggilan bukan berdasarkan iman, tapi karena target lain. datang sembahyang jumat paling dulu, target utamanya juga pulang paling dulu, nyabet sandal, nyebet sepatu. Jadi, apabila kita rajin menjawab panggilan Allah atas dasar beriman kepada-Nya maka seruan, permohonan, dan do’a niscaya dikabulkan oleh-Nya.
Demikianlah, mudah-mudahan ada manfaatnya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan terima kasih atas segala perhatian.
۞ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَ كَا تُهُ ۞

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...