“PENYEBAB DOA TIDAK
DI QABULKAN OLEH ALLAH SWT”
بِسْمِ اللّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
لْحَمْدُ
ِللهِ الْمَلِكِ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، الَّذِي حَبَانَا بِالْإِيْمَانِ واليقينِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد،ٍ خَاتَمِ الأَنْبِيَاءِ
وَالمُرْسَلِين، وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيِن، وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ
أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Saudara-saudara
kaum muslimin rohimakumullah.
Suatu
hari seorang ulama besar yang bernama Al-Imam Al-Faqih Abu Laits tengah
berjalan-jalan di Kota Bashrah, berkumpullah sekelompok orang di dekat beliau.
Mereka datang mengajukan satu pertanyaan.
“Imam,
kami ingin bertanya, di dalam Al-Qur’an itu Allah menjelaskan, ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ (Al-Mukmin:60)‘Berdoalah
kepada-Ku, maka akan Aku jawab doamu’ dalam artian ‘mintalah kepada-Ku maka akan Aku kabulkan
permintaanmu’ Begitulah janji Allah di dalam Al-Qur’an. Kami sudah
lama berdoa kepada Allah tetapi kenapa sampai sekarang doa kami belum
dikabulkan. Katanya kalau aku berdoa maka Allah akan jawab, penuhi dan kabulkan
doa. Itu adalah janji Allah. Kami sudah berdoa di pagi dan sore hari, siang
serta malam. Pada kenyataannya doa kami masih belum dikabulkan. Bagaimana ini?
Apakah ayat Al-Qur’an yang salah? Atau Tuhan lagi lempengen nggak dengar?
Apakah doa kami yang terbalik?”
Kelihatannya
ini sepele saja, doa tidak dijawab/tidak
di dengar oleh Allah. Permohonan tidak di jawab, tidak dikabulkan oleh Allah.
Tapi sebenarnya jika kita mau merenung, kemalangan apa yang paling besar selain
doa kita yang sudah dihiraukan dan tidak didengar oleh Allah. Artinya hidup
sudah tidak di-openi (diurus) oleh Allah.
Jangankan sama Allah, misalkan kita tidak di-openi sama mertua saja kita menjadi
bingung. Ini mertua saya kenapa? Kalau saya yang salah, salah saya apa? Kalau
lagi pengen sesuatu, pengennya apa? Bo ya ngomong toh, jangan diem
begitu. Apalagi tidak diopeni oleh Allah. Kemalangan apa yang paling malang
selain daripada doa sudah tidak didengar lagi oleh Allah. Itu kemalangan yang
paling malang dan lebih malang dari kota malang saya kira.
Menghadapi
pertanyaan ini, Imam Al-Faqih abu laits tersenyum lalu berkata, “Apakah
Tuan-tuan tahu kenapa doa-doa Tuan tidak dijawab? Permohonan tidak dikabulkan?
Dan Allah sudah tidak memperdulikan Tuan-tuan ini.” “Kami tidak tahu, Imam.
Makanya kami bertanya,” tukas mereka “Begini, hati Tuan-tuan itu mati. Dari
hati yang mati maka channel tidak nyambung kepada
Allah. Dari channel yang putus, tidak ada
getaran setrum. Bagaimana akan timbul gejala? Hatimu mati maka pantaslah jika
doa tidak dikabulkan, permohonan tidak dipenuhi, doa tidak terjawab.”
Saudara-saudara
kaum muslimin rohimakumullah.
Dari
hati yang mati ini, getaran tidak sampai kepada Allah. Nah, ini juga satu
penyakit yang sangat kita khawatirkan yaitu hati kita mati selagi jasad masih
hidup. Artinya, jadilah kita bangkai berjalan di hadapan Allah. Sementara itu,
kita sibuk mencari obat-obatan untuk penyakit dzohir tetapi kita lupa mencari
obat untuk penangkal penyakit batin, yang kalau diserang olehnya maka akan
menghancurkan kehidupan di akhirat nanti. Perkembangan ilmu kedokteran
berbanding lurus dengan ditemukannya jenis-jenis penyakit baru. Semakin maju
ilmu kedokteran, semakin modern jenis penyakitnya. Ngerti juga kayaknya tuh penyakit!
Dulu
kita tidak kenal yang namanya AIDS. Kita tidak tahu penyakit liver. Kita tidak
kenal dengan sakit stress. Paling yang kita tahu itu cika, masuk angin dan
sebagainya. Tapi baiklah, penyakit-penyakit batin menyebabkan hati menjadi mati
dan dari hati yang mati doa tidak naik, tidak di dengar oleh Allah Swt. nah,
orang-orang tadi berkata: “kalau begitu wahai Imam, apa yang menyebabkan hati
kami mati?”
Pertama, عَرَفْتُ اللهَ وَلَمْ تُؤْ تُوْهُ حَقَّهُ
(Kamu
kenal benar dengan Allah tetapi hak-Nya untuk disembah, kewajiban kamu untuk
menyembah-Nya, tidak kamu lakukan)
Bagaimana Allah akan dekat dengan kita jika kita sendiri
menjauh dari-Nya. Pendekatan diri kepada Allah itu dilakukan dengan menjalankan
ritual keibadahan seperti sholat. Allah akan semakin menjauh dari kita jika hanya
Allah dibicarakan dalam filsafat dan renungan yang mendalam saja. Tapi Allah
akan terasa hadir dan hidup, apabila kita mendekati-Nya dengan melakukan ibadah
kepada-Nya. Soal mengenal Allah, kita tahu. Bahkan kita ajarkan hal ini
kepada anak-anak kita. Kalau ditanya, siapa pencipta langit, matahari dan bumi?
Maka kita jawab, Allah. Siapa pencipta gunung, lautan dan hutan belantara? Kita
jawab, Allah. Kamu sudah sembahyang atau nggak? Jawabnya, bagaimana
nanti. Tanpa pendekatan, Allah akan jauh. Apabila Allah jauh maka
doa tidak akan didengar-Nya.
Oleh
sebab itu logika mengajarkan kepada kita untuk berpayahlah dulu:
وَمَا
الَّذَّهُ اِلاَّ بَعْدَ التّعْبِ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ ىُسْرًا
Di balik
kesulitan datanglah kemudahan. Nikmat baru akan terasa, kelezatan hidup baru
akan terasa, setelah kita jerih payah, banting tulang, peras keringat. Rasanya
memang lebih nikmat makan singkong hasil usaha sendiri ketimbang roti yang dijejelin
orang. Ini berarti kita meminta pertolongan kepada Allah tapi kita
jauh dari-Nya. Sama saja dalam kehidupan kita analoginya. Misalnya, orang tidak
kenal dengan Anda, ia jauh dari Anda lalu tiba-tiba ia datang mau minjam duit.
Apa kesan Anda? Enak aja! Kenal nggak, tau juga nggak. Terus
datang-datang mau minjem duit. Lo kira ni duit hasil dari percetakan uang bapak
lo?. Sedangkan, ada orang yang kita kenal dan sering bertemu setiap
hari lalui datang untuk minjam duit saja kita masih berpikir dan
menimbang-nimbang apakah akan meminjamkan duit kepadanya. Apalagi ada orang
yang datang kepada kita, gak pernah ketemu, Berkunjung juga gak pernah, ngobrol gak
pernah. Lalu minta sesuatu kepada kita. Orang macam apa itu? Ini ada orang yang
datang nemuin Tuhan hanya setahun dua kali. Idul Fitri doang sama Idul Adha.
Doanya cerewet banget. Minta ini-itu. Apa aja diminta.
Saudara
hadirin yang saya muliakan.
Bagaimana
doa akan dikabul dan permintaan akan dijawab jika kita jauh dari Allah. Jika
kita tidak pernah menyembah-Nya. Itulah sebab hati kita menjadi mati. Maka
lakukanlah upaya pendekatan kepada-Nya melalui ritual ibadah yang dicontohkan
oleh Rasulullah Shollalohu Alaihi Wassalam. Ini adalah hal pertama yang
menyebabkan hatimu mati. Sama saja dengan kita yang gak kerja tapi pas akhir
bulan kita nagih minta digaji. Enaknya nih kita jitak aja kepalanya. Pekerja macam
apa ini? Harusnya ia kerja dulu. Baru nanti pas harinya gajian, tidak diminta
pun gaji dia akan diberikan. Begitu juga dengan beribadah. Ibadahlah dulu
kepada Allah. Soal Allah memberikan karunia dan nikmat-Nya kepada kita, itu
adalah urusan Allah. Apabila kita dekat dengan-Nya, ibadah yang kita lakukan
sudah benar maka karunia itu akan datang kepada kita dengan sendirinya.
Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah.
Kedua, قَرَأْ تُمُ الْقُرْآنَ وَلَمْ تَعْمَلُوْا بِهِ
(Kamu membaca Al-Quran tetapi ajarannya tidak kamu amalkan.
Kamu baca Al-Quran tetapi isinya kamu injak-injak).
Sehingga ada peringatan dari Rasulullah S.A.W
beliau bersabda:
إِذَا
عَظَمَتْ اُمَّتِى الدُّنْىَا, وَفِى رِوَايَهٍ دِىْنَارًا وَدِرْهَمًا, نُزْعَتْ
مِنْهَا هَىْبَهُ الإِسْلاَمِ . وَاِذَا تُرِكَتِ الأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ
وَنَحْىُ عَنِ الْمُنْكَرِ حُرِّمَتْ عَلَىْهِمْ بَرَكَاهِ الْوَحْىِ . وَاِذَا
تَسَابَّتْ اُمَّتِى سَقَطَتْ مِنْ عَىْنِ اللهِ
Ada tiga peringatan keras tapi yang merupakan
gejala penyakit kita, umat islam, diperingatkan oleh nabi kita.
Pertama, إِذَا عَظَمَتْ اُمَّتِى الدُّنْىَا (Apabila umatku terlalu mengagung-agungkan dunia, apabila
umatku telah menjadi umat yang materialistis, segalanya diukur dari segi
keduniaan) maka نُزْعَتْ مِنْهَا هَىْبَهُ
الإِسْلاَمِ akan dicabutlah dari mereka
kehebatan agama islam.”
Akan
hilanglah kehebatan agama islam jika umatnya sendiri sudah cinta dunia dan
penyembah materi maka keberadaan kita akan dipandang rendah, tidak dihargai dan
diremehkan oleh orang lain. Mereka akan berkata, “Orang islam gak ada apa-apanya. Bayar aja.
Bisa dibeli. Bisa diatur. Bisa dikerjain. Gampamg. Suap saja.” نُزْعَتْ مِنْهَا
هَىْبَهُ الإِسْلاَمِ hilang dari mereka
kehebatan islam ini. Kenapa? Mereka telah mengagungkan dunia dan menjadikannya
sebagai tujuan. Padahal dunia Cuma alat, materi Cuma alat, harta Cuma alat.
Kedua, وَاِذَا تُرِكَتِ الأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَحْىُ عَنِ
الْمُنْكَرِ حُرِّمَتْ عَلَىْهِمْ بَرَكَاهِ الْوَحْىِ (apabila telah ditinggalkan amar makruf nahi munkar (menyuruh
kepada kebaikan dan melarang melakukan keburukan), maka hilanglah keberkahan
wahyu (Al-Quran).”
Ini yang
ada hubungannya dengan kita. Kita membaca Al-Quran tetapi kita tidak
mengamalkan isinya. Bagaimana hati tidak menjadi mati. Jika perintah amar
makruf nahi munkar sudah ditinggalkan kaum muslim maka pada saat
itu Al-Quran ada tetapi yang tertinggal hanya tulisannya saja. Islam ada,
tetapi hanya tinggal namanya saja. Islam diseminarkan, disimposiumkan,
dimuktamarkan tetapi tidak dijabarkan (diamalkan) dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila
Al-Quran sudah ditinggalkan, ajaran amar makruf nahi munkar sudah
diabaikan maka orang-orang akan menilai sesuatu menurut seleranya sendiri. Mana
yang makruf, mana yang munkar, sudah tidak ada lagi patokan yang utama. Kalau
baik kata otaknya maka ia kerjakan. Jika tidak baik menurut otaknya maka ia
tinggalkan. Agamanya adalah otak dan berhalanya adalah akal. Akhirnya umat akan
kehilangan pedoman. Tidak lagi jelas mana batas yang makruf dan munkar. Dalam
kondisi demikian, akan terjadi penjungkiran nilai. Yang paling celaka nantinya
adalah yang makruf dianggap munkar dan yang munkar dianggap makruf.
Peringatan
Ketiga dari Rasulullah yaitu, وَاِذَا
تَسَابَّتْ اُمَّتِى سَقَطَتْ مِنْ عَىْنِ اللهِ (Apabila umatku sudah saling berbantahan dan mencaci-maki
maka jatuhlah mereka dalam pandangan Allah).
Hilanglah
wibawa umat yang saling mencaci-maki, saling menjatuhkan, saling gasak,
gesek,
gosok. Justru agama Islam mengajarkan kita untuk saling asah,
asih dan asuh. Kadang yang kita praktikan ini adalah saling gasak
dengan menjegal kawan. Yang kedua saling gesek dengan sikut kiri-kanan. Yang
ketiga saling gosok dengan fitnah sana-sini. Tidak peduli orang lain akan luka
dan sebagainya. Yang penting dia bisa nangkring (punya jabatan).
Sungguhlah kacau keadaan seperti ini sehingga dalam pandangan Allah pun kita
jatuh (tidak ada wibawanya lagi).
Ketiga, اِدَّ عَىْتُمْ اَنَّكُمْ مِنْ اُمَّهٍ مُحَمَّدٍ صلّى اللهُ
علىه وسلّم وَلَمْ تَعْمَلُوْا بِسُنَّتِهَ (Kamu mengaku dan memproklamirkan diri sebagai umat Nabi
Muhammad Shollalohu Alaihi Wassalam tetapi ajaran sunnahnya tidak pernah kamu
amalkan).
Malah
perkembangan terakhir memperlihatkan bukan hanya tidak mengamalkan sunnah
(ajaran) nabi tetapi mengingkarinya. Innalillahi wa inna ilaihi roojiun. Beberapa orang berkata, “Ooo Nabi Muhammad itu
manusia biasa seperti kita. Sebagaimana manusia, dia bisa saja salah. dan
ternyata hadits juga banyak yang palsu, yang otentik cuma Al-Quran, selebihnya
adalah sejarah. Tidak ada itu sunnah. Langsung saja kepada Al-Quran. Kemudian,
Hadits itu bukan sumber hukum. Kita tidak perlu mengamalkan sunnah.”
Saudara-saudara
kaum muslimin rahimakumullah.
Kita
mengaku mengikuti Nabi Muhammad tetapi sunnahnya kita campakkan, tidak kita
amalkan, kita ingkari ajarannya. Innalillahi wa inna ilaihi roojiun. Bagaimana hati tidak menjadi mati, kalau
siang-malam kita memproklamirkan diri menjadi umat Nabi Muhammad tetapi
ajarannya kita campakkan. Padahal kalau sekarang kita mengenal islam, jika kita
sekarang mengerti halal-haram, tahu mana yang haq (benar) dan bathil (salah),
bisa memilah dan memilih mana yang makruf dan munkar, semua hal tersebut adalah
jasa dari Nabi Muhammad. Dari generasi ke generasi ajarannya dilanjutkan oleh
para sahabat Nabi, para tabi’in, tabi’it tabi’in, para
ulama hingga akhirnya sampai kepada kita sekarang.
Walaupun
beliau hanya berfungsi sebagai pengantar tetapi kepribadiannya dijadikan model
oleh Allah di dalam melakukan kehidupan beragama. Memang benar beliau adalah
manusia seperti kita. Unsur biologisnya adalah manusia. Beliau mempunyai darah,
daging, hati, perasaan, bisa sedih, gembira tetapi beliau adalah manusia tetapi
tidak seperti manusia pada umumnya basyarun la kal basyar, manusia ang
tidak seperti manusia pada umumnya. Beliau adalah manusia yang spesial. Hal itu
wajar karena beliau adalah utusan Allah dan Rasul pilihan dari banyak nabi dan
rasul lainnya.
Kita
ambil sebuah contoh. Misalkan sebuah batu zamrud. Memang benar bahwa zamrud itu
termasuk jenis bebatuan tetapi nilainya berbeda dengan batu koral. Nilai atau
harga dari satu truk batu koral masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
nilai dari segenggam batu zamrud. Kalau soal batunya, ya memanglah sama antara
zamrud dan koral tetapi nilainya jauh berbeda karena esensinya berbeda. Kita
itu manusia, Nabi Muhammad juga manusia. Sama manusianya.Tetapi kualitas dan
nilainya, tentu jauh panggang daripada api. Itulah
sebabnya Allah menjadikan beliau sebagai model atau panutan bagi umatnya:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ…..
Artinya:
“Di dalam diri Nabi itu terdapat contoh dan suri teladan yang baik yang patut
dicontoh…..” (Qs. Al-Ahzab: 21).
Oleh
karena itu apabila konsekuen mengaku umat Nabi Muhammad, marilah kita juga
konsekuan mengamalkan ajarannya.
Keempat,
اَكَلْتُمْ نِعْمَهَ رَبَّكُمْ
وَلَمْ تَشْكُرُوْالَهُ (Setiap hari kamu makan
nikmat dari Tuhanmu tetapi kamu tidak pernah mau bersyukur kepada-Nya).
Nikmat
tuhan kita doyan banget tetapi tidak ada sehari pun nikmat yang terlewatkan
yang diberikan untuk kita sejak kita bangun tidur hingga tidur kembali. Saat
kita di pasar, di sawah, di kantor, atau di mana pun kita berada, nikmat dari
Allah tidak pernah berhenti mengalir kepada kita. Hidupnya kita di alam ini,
diberikan segala fasilitas untuk menunjang kehidupan. Gak pernah tuh
Allah pasang pajak matahari dan gas udara. Nikmat-nikmat yang banyak itu setiap
hari kita gunakan tetapi kita tidak pandai untuk bersyukur. Padahal Allah
memberikan peringatan yang keras dalam hadits Qudsi-Nya:
مَنْ لَمْ ىَشْكُرْ عَلَى نَعْمَاءِى وَلَمْ ىَصْبِرْ عَلَى بَلَاءِى
فَلْىَخْرُجْ مِنْ تَحْتِ السَّمَاءِ وَالىَطْلُبْ رَبًّا سِوَاىَ
Artinya: “Siapa
yang tidak mau bersyukur atas nikmat yang Aku berikan kepadanya dan tidak mau
bersabar atas ujian yang aku berikan kepadanya, silakan keluar saja dari kolong
langit ini dan carilah Tuhan selain dari Aku.”
Kalau
orang tidak mau bersyukur terhadap nikmat yang aku berikan dan tidak mau
bersabar terhadap ujian yang aku timpahkan, keeluar dari kolong langit-Ku,
keluar! cari tuhan selain aku. Lah ini yang ngusir adalah Allah. Kalau kata
anak zaman sekarang, mau kemenong? (artinya mau kemana
kamu pergi). Kalau misalkan kita diusir dari Jakarta, kita masih bisa pindah ke
Bandung. Jika diusir dari Bandung, kita masih bisa pindah ke Jogja. Jika kita
diusir dari Indonesia, kita bisa pergi ke Singapura atau Malaysia. Nah ini,
diusir dari kolong langit. Kamu mau cari langit mana lagi? Kalau kamu tidak mau
mensyukuri nikmatku, tidak sabar terhadap ujian yang aku berikan kepadamu,
keluar saja, keluar dari kolong langit-Ku ini. Cari tuhan selain aku. Kalau
istilah kita, Tuhan dah jengkel banget itu mah. Nikmat-Ku, ya nikmat yang aku
berikan engkau makan, tapi kepada-Ku engkau tidak pernah mau bersyukur.
Saudara-saudara
kaum muslimin rohimakumullah.
Wajar, dita dulunya tidak ada dan
sekarang ada, itu adalah nikmat. Susunan jenis tubuh manusia itu sangatlah
cantik, itu juga nikmat dari Allah. Kita tinggal di planet Bumi. Semua
fasilitas yang kita perlukan sudah Allah sediakan. Semuanya tergantung kita
yang harus pintar mengelolanya. Kita juga diberikan otak yang membedakan kita
dengan binatang. Itu juga nikmat. Lalu diutuslah para Nabi untuk kita agar bisa
menjadi sumber panutan. Itu pun nikmat. Lalu apa lagi yang kurang? Semuanya
sudah Allah sediakan untuk kita tinggal di Bumi. Jika saja manusia
diperintahkan untuk tinggal di Bulan maka manusia tidak akan bisa sanggup
hidup. Begitu lahir juga klepek-klepek
habis. Baru lahir saja sudah sesak nafas karena kekurangan udara, tidak ada
oksigen toh disitu. Semuanya telah Allah berikan untuk kita. Hanya satu hal
yang Allah minta yaitu agar kita mensyukuri semua nikmat yang telah Ia berika
kepada kita. Jangan hanya syukur dalam ucapan melainkan juga dalam perbuatan.
Makin banyak nikmat yang diterima makin banyak dia sujud, makin banyak dia
ruku’, makin banyak dia mengadakan pendekatan kepada Allah. Syukur berupa
tindakan menggunakan nikmat sesuai dengan kehendak yang memberikan nikmat itu
sendiri kepada kita.
Ini
penyakit keempat, kamu makan Tuhanmu, tapi kamu tidak pernah pandai bersyukur
kepada-Nya. Mensyukuri nikmat yang diberikan tadi. Bagaimana hati tidak menjadi
mati? Kita sibuk mempersolek jasmani, mencari obat penyakit lahir. Maka yang
ramai di zaman sekarang coba lihat, salon, fitness, senam macam-macam jenis,
hal itu tidak ada salahnya dan tidak ada jeleknya. Tapi kalau itu sampai
melupakan kita memperindah batin, memperbaiki jiwa, artinya bukankah kita
perlahan mempersiapkan diri menjadi bangkai berjalan di hadapan Allah? Dengan
operasi plastic, kulit keriput jadi kencang, hidung yang pesek jadi mancung,
pipi terlalu cekung bisa diatur.
Namun
kalau hati rusak, jiwa yang rusak, kemana lagi kita akan berobat kalau bukan
kepada agama. Dari hati yang mati ini tidak aka nada getarannya, sehingga doa
tidak di terjawab.
Kelima, قُلْتُمْ اَنَّ
الْمَوْتَ حَقٌّ وَلَمْ تَسْتَعِدُّوْا لَهُ (Kamu berkata bahwa kamu
yakin mati itu adalah sesuatu yang benar tetapi kamu tidak pernah punya persiapan
untuk menghadapi kematian).
Padahal
menurut logika, orang yang akan bepergian jauh maka ia harus mempunyai bekal
yang cukup. Semakin jauh jarak perjalanan yang harus ditempuh maka semakin
banyak pula bekal perjalanan yang harus ia persiapkan. Pada zaman dahulu
diceritakan ada beberapa orang Yaman yang nekad melakukan perjalanan haji ke
Mekkah tanpa perbekalan. Mereka berpikir bahwa berangkat haji itu adalah
menjadi tamunya Allah, jadi nanti Allah yang akan melayani kebutuhan mereka.
Mereka tetap pergi walau hanya membawa badan saja (tanpa beka sama sekali).
Lalu dilaporkanlah hal ini kepada Rasulullah dan turunlah peringatan dari Allah:
……وَتَزَوَّدُوا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ...….
Artinya:
“…..“Bawalah bekal dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa….” (al-Baqarah: 197).
Jangan
begitu, bawa bekal sesungguhnya bekal yang paling baik adalah takwa. Bahwa
berangkat dengan bekal takwa itu bekal yang paling utama, tapi bekal-bekal yang
lainpun jangan diabaikan. Kalau kita mau beangkat untuk tujuan yang baik, bekal
yang paling utama memang takwa, tapi tidak harus mengabaikan bekal-bekal yang
lain. begitulah, makin jauh perjalanan yang akan kita tempuh makin banyak bekla
yang harus kita bawa. Kalau saudara mau pergi ke Surabaya tanpa membawa perbekalan
kemudian berani berangkat, rasanya sih, saya pikir itu bukan berani tetapi
nekat. Sama saja dengan orang yang belum pernah sembahyang, trus mati. Nekat
tuh orang. Belum berbuat kebaikan barang sedikitpun sudah mati, nekat itu
namanya. Berani amat. Sama saja tadi, gak bawa bekal apa-apa berangkat ke
Surabaya. Sampai di Surabaya belum tentu, tapi keblangsak dan sengsa5ra
rasa-rasanya itu pasti. Oleh karena itu, jika kita yakin bahwa mati adalah
sesuatu yang benar dan pasti akan menimpa kita maka persiapkanlah bekal menuju
ke sana.
Keenam, اِدَّ عَىْتُمْ نَجَاهً مِنَ النَّارِ وَرَمَىْتُمْ فِىْهَا
اَنْفُسَكُمْ (Kamu memproklamirkan dirimu ingin selamat dari neraka
tetapi kamu malah melemparkan dirimu sendiri ke dalamnya).
Bagaimana
pun seburuk-buruk dan sebejat-bejatnya seorang perusak (bajingan), kalau ia
ditanya ente mau masuk neraka? Jawabannya pasti enggaaak, Itu pasti.
Perbuatannya sendiri yang melemparkan ia ke dalam neraka, membiarkan dirinya
larut dalam timbunan dosa dan kesalahan dan tidak ada niat untuk memperbaiki
diri. Hanyut di meja judi. Habis ditelan minuman keras. Fitnah sana-sini. Hasut
sana-sini. Padahal mulutnya ingin selamat dari neraka tetapi perbuatannya malah
melemparkan dirinya ke dalam neraka. Tidak ada orang yang lebih sayang kepada
diri kita selain kita sendiri. Dan menyayangi diri sendiri itu tidak saja
dengan memandikannya tiga kali sehari. Memakaikannya parfum dengan segala macam
merek. Memakai sabun yang wangi-wangi. Parfum yang harum-harum. Lebih dari itu
semua, jagalah diri kita ini dari perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan
diri ke dalam api neraka.
Kemudian
disambung oleh Al-Imam Al-Faqih abu laits, yang menyebabkan doa tidak terjawab
karena hati mati:
Ketujuh اَدَّ عَىْتُمْ نَجَاهَ مِنَ النَارِ وَرَمَىْتُمْ فِىْهَا اَنْفُسَكُ (Kamu ingin masuk Surga tetapi kamu berat mengamalkan
perbuatan yang dapat mengantarkanmu ke Surga).
Jika
kita ditanya, mau masuk Surga? maka kita
menjawab dengan lantang dan penuh semangat, “Mauuuuuuuu….” Tetapi pada
kenyataannya kita jarang melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa mengantarkan
diri masuk ke Surga.
Kedelapan,
دَفَنْتُمْ مَوْتَكُمْ وَلَمْ
تَعْتَبِرُوْالَهَا (Kamu menguburkan orang yang mati di antaramu tetapi kamu
tidak bisa mengambil i’tibar (pelajaran) dari jenazah yang telah kau kuburkan
tersebut).
Semestinya
menguburkan orang itu bisa membuat kita sadar. Kalau sekarang si mayit saya
masukkan ke dalam liang lahat lalu dibaringkan menghadap ke arah kiblat,
bantalnya tanah lalu ditutup dengan papan, dan ditimbun dengan tanah. Hari ini
adalah giliran dia yang meninggal. Bagaimana dengan saya? Bisa saja saya juga
mati besok, lusa, minggu depan, bulan depan atau tahun depan. Tapi pasti saya
akan mati. Menguburkan mayat atau menguburkan jenazah tapi tidak bisa mengambil
I’tibar dari yang dilaksanakannya itu merupakan penyakit-penyakit batin
yang merupakan Handicap, yang
menimbulkan jarak Antara kita dan Allah SWT. pantas, kalau itu semuaada pada
diri kita maka hati jadi mati. Dari hati yang mati, doa tidak akan tembus. Kita
tidak akan lagi dipedulikan oleh Allah SWT. dan itu sekali lagi kemalangan yang
terbesar dalam kehidupan kita.
Lalu bagaimana jalan keluarnya?
Pertama, kita harus
memperbaiki batin kita dan menyelamatkan diri dari penyakit-penyakit yang bisa
mematikan hati yang sudah disebutkan tadi.
Kedua, berdoa dengan
adab (etika) sehingga tata cara kita saat memohon kepada Allah itu sesuai dan
pas.
Imam Ghozali menuliskan adab-adab doa dalam
kitab Ihya Ulumuddin disebut adabud du’a, adab doa kepada Allah Swt. setelah
batin ini bersih dari penyakit-penyakit hati menjadi mati, berdoalah kita
kepada Allah. Bagaimana adabnya?, yaitu :
Pertama, Hendaklah
kamu berdoa dengan memilih waktu yang mulia untuk berdoa. Minal Auqatisy
syarifah, kata beliau. Memilih waktu yang mulia. Ramadhan dalam satu tahun,
jumat dalam tiap minggu, sepertiga malam yang akhir pada setiap hari. Walaupun,
misalnya, saudara berdoa pada hari kamis tidak ada halangan Allah
mengabulkannya. Ini tidak berarti bahwa kalau sudah berdoa pada hari jumat,
lalu hari kamis tidak mau berdoa. Tidak. Lebih emmilih, meminta waktu-waktu
yang punya nilai mulia. Lailatul-qadr dalam setahun sekali. Waktu-waktu
yang punya nilai utama.
Logikanya begini. Kalau kita datang kerumah
seseorang tujuan utama kita meminjam duit, hal pertama yang kita perhitungkan,
“tanggal berapa nih sekarang?”. Kan itu toh? Kalau tanggal dua puluh atu minjem
duit, orang lagi ngap-ngapan. Boro-boro dia bisa pinjemin, dia sendiri mungkin
lagi pusing. Lebih dahulu kita amati sebelum meminjam, tanggal berapa nih.
Datangnya sore atau siang? Kalau jam dua dia baru pulang dari kantor dan sedang
tidur, kalau dia tidur di bangunin, kita datang mau pinjem duit gak di
maki-maki itumah bagusan deh, ‘kan kita lihat waktunya. Tanggal berapa, sore
atau malam, apa lagi malam gelap atau terang bulan. Itu semua sudah kita atur
sedemikian rupa, memilih waktu.
Kedua, Memilih
keadaan yang istimewa. Kalau tadi soal waktu yang kedua soal keadaan. Ada
situasi-situasi dimana doa itu diijabah oleh Allah SWT. diantaranya, kata
Al-Imam Abu Hurairah:
عِنْدَ زَهْفِ الفِصُّفُوْفِ فِى
سَبِىلِ الله
“Pada waktu mengatur barisan perang membela agama, doa
terkabul”.
عِنْدَ نُزُلِلغَىْثِ
“Ketika turun gerimis”.
عِنْدَ عِقِامِ الصَّلَاه
“Ketika Sholat
mau di dirikan”
Riwayat lain:
بَىْنَ الأَذَنِ وَالإِقَامَهِ
"Antara Azan dan
Iqomah”
Ketiga,
kata beliau berdoa menghadap kiblat.
Keempat, حِفْضُ الصَّوْت menyederhanakan suara. Tidak terlalu
keras, juga tidak terlalu pelan sehingga tidak terdengar oleh orang lain. tidak
usah terlalu keras, kenapa? Karena Allah tempat kita meminta doa bukan Zat yang
tuli, bukan Zat yang buta, bukan Zat yang tidak mendengar, bahkan dia mha
mendengar. Juga tidak terlalu seperti orang berbisik-bisik, apalagi kalau
doanya dilakukan bersama-sama. Namun kadang-kadang orang yang berdoa terdorong
oleh Husnuzhzhann dari paramakmum saja, tidak peduli apa yang di baca
oleh imam, yang terdengar Cuma amin saja. Greyengan. Aamin, Aamin, Aamin. Juga
berdoa jangan terlalu keras, berdoa seperti orang pidato.
Kelima, اَنْ لاَ ىَتَكَلَّفَ فِى الشُّجَاعِ Dalam berdoa, kalau istilah kita, jangan Nyeloncong.
Syuja’ ini menunjukan sikap berani kepada Allah. Misalnya ada orang
berdo’a “Ya Allah ampuni saya kalau engkau mau.” Kalau allah mau, “kasihanilah
saya ya Allah, kalau engkau mau.” Itu doa orang songon, atau sama saja, “Ya
Allah berilah saya rezeki dikiit aja”. Emank kenapa pakai begitu? Alla
yatakallafa syuja’fid-du’a.
Keenam, اَلتَّضَرُّعُ وَالْخُشُوْعِ dengan tadharru’ dan
Khusyuk, dengan sikap tawadduk benar-benar, ya seperti kita kalau datang
menghajatkan pertolongan dari seseorang. Segala action kita atur supaya hajat
kita itu terkabul, ‘kan begitu? Kadang-kadang istilah orang kalau perlu ngesot,
ngesot dah, yang penting permintaan dikabulkan, gitu aja.
Bermohon kepada Allah dengan tadharru, khusyuk dan tawaduk, seperti
kalau kita mau bermohon kepada seseorang. Kita merendahkan diri. Sebab, kita
akan bermohon kepada yang serba maha. Menghadap kearah kiblat, duduk bertafakur
dengan khusyuk dan tawaduk jangan doa sembari tolak pinggang.
Ketujuh, اَنْ ىُجْجِزِمَ الدُّعَاءَ وَىُقِنَ بِالإجَابَهِ
hendaknya dia menjazamkan doanya dan yakin bahwa doanya akan dikabulkan oleh
Allah. Sebab kata nabi:
اِنَّ اللهَ لاض ىُقْبَلُ
الُّعَاءَ مِنْ قَلْبٍ غَافِلِ لَاهٍ
Artinya: “Allah
tuidak akan emngabulkan doa dari hati yang lali”.
Jadi kalau doa jangan kaya doa orang main-main, seperti doa orang
ogah-ogahan. Kalau kita sudah punya keyakinan, “ah, janga-jangan doa saya nggak
diterima Allah, nisacaya nggak diterima.” Aku, kata Allah:
اَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى
Artinya: “Aku bagaimana sangka hambaku kepadaku”.
Jadi, Allah bagaimana sangka kita kepadanya, jika kita sangka baik,
aku baik kata Allah. Kalau dia menyangka doanya dikabulkan, aku kabulkan.
Karena itu doa harus denga pasti, harus dengan yakin doa akan dikabulkan dan
meluruskan harapan, membenarkan cita-cita. Meluruskan maksud apabila doa itu
dikabulkan oleh Allah SWT.
Oleh Karen itu, jangan doa setengah hati, jangan berdoa sambil
main-main. Apalagi menghadap kiblat dengan dua tangan terangkat sebagaimana
dicontohkan oleh Rasulullah saw. Bahwa berdoa tanpa mengkat kedua telapak
tanganpun Allah tahu, allah dengar, tapi kelihatannya kurang seius seolah-olah,
terserah tuhan dah mau dikasih, ya kasih, nggak ya udah. Seolah-olah kita tidak
serius dalam berdoa.
Kedelapan, اَنْ ىَفْتَتَحَ الدُّعَاءِ
بِذِكْرِ اللهِ فَلَا ىُبْدَعُ بِالسُّؤَالِ Hendaknya dia mulai
berdoa dengan menyebut nama Allah, berdikir dengan kepada Allah, fa la
yabda’u bis su’al jangan langsung memulai dengan permintaan. Ini tata
karma. Sama seperti orang kirim surat. Salam sejahtera kami haturkan. Padahal,
nggak ada itu juga nggak apa-apa. Itukan mukadimah saja, besar harapan kami
semoga bapak dan sekeluarga di sini pun berada dalam keadaan sehat wal’afiat.
Selanjutnya, kami telah dengar dari berbagai teman tentang kedermawanan bapak,
tentang bantuan bapak di berbagai bidang social pendidikan. Sehubungan dengan
itu, kami bermaksud mengajukan permohonan. Setelah itu, baru masuk permohonan.
Jadi, etisnya berdoa dimulai dengan dzikrullah, yang umumnya
dimulai dengan, Alhamdulillah rabbil alamin, kita puji dulu Allah. Alhamdulillah
rabbil alamin hamdan yuwafi ni’amahu wa yukafi-u mazidah, kita puji dulu
Allah.
Kemudian adab (tata karma) batiniah, yakni memperbaiki kondisi
kita. Ada ini meliputi tobat. رَدُّ المَظَالِمِ
kata imam AL-Ghazali, mengembalikan semua hak orang lain yang diperoleh atau
diambil secara zalim. Apabila adab-adab di dalam berdoa ini kita perhatikan
sejak adab yang zahir sampai adab yang batin, dan penyakit-penyakit yang
membuat hati menjadi mati itu kita hindari, in sya Allah doa kita diijabah oleh
Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah: 186 Allah swt. menjelaskan:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي
فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي
وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Qs. Al-Baqarah: 186).
Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu Muhammad tentang
Aku, kata Allah. Fa inni qarib, katakana kepadanya aku dekat sekali
dengan mereka. Ujibu da’watad-da’I idza da’ani, Aku akan jawab, Aku akan
kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Ku. Fa yastajibuli wal yu’minubi,
hendaknya mereka juga menjawab panggilan-Ku atas dasar iman kepada-Ku. La’allahum
yarsyudun, semoga dengan ini mereka kelak mendapat petunjuk.
Surah Al-Baqarah ayat 186 itu dengan nyata menjelaskan
kepada kita. Allah akan menjawab doa, mengabulkan permohonan apabila kita juga
menjawab panggilan Allah atas dasar beriman kepada-Nya. Logikanya, tadi itu. Araftumullah
wa lam tu’tuhu haqqah, kita tidak pernah mau menjawab panggilan Allah
sementara kita berharap doa kita dijawab oleh Allah. Apa nggak pincang? Apa nggak
berat sebelah? Panggilan Allah kita berat memenuhinya sementara kita sangat
berharap agar permohonan kita, seruan kita, dikabulkan oleh Allah. Menjawab panggilan
Allah atas daasr beriman kepada-Nya. Kenapa? Ada orang menjawab panggilan bukan
berdasarkan iman, tapi karena target lain. datang sembahyang jumat paling dulu,
target utamanya juga pulang paling dulu, nyabet sandal, nyebet sepatu.
Jadi, apabila kita rajin menjawab panggilan Allah atas dasar beriman kepada-Nya
maka seruan, permohonan, dan do’a niscaya dikabulkan oleh-Nya.
Demikianlah, mudah-mudahan ada manfaatnya. Mohon maaf atas segala
kekurangan dan terima kasih atas segala perhatian.
۞ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَ كَا تُهُ
۞
Tidak ada komentar:
Posting Komentar