Selasa, 24 April 2018

Belajar & Pembelajaran bagian I (satu)


MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN SEMSTER 1
PROF. DR. SYAFI’I NOR, M.A
R. 3.17
KATA PENGANTAR
          Alhamdulillahhirobbil alamin, segala puji bagi Allah tuhan semesta Alam, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Alam nabi besar muhammad saw.
      Pertama saya sangat berterima kasih kepada dosen Mata kuliah PKN yaitu Dr. Euis srimulyani, MA yang telah memberikan berbagai ilmunya selama awal perkuliahan 1 September 2016 sampai januari 6 Januari 2017
      Alhamdulillah tulisan ini penulis ketik dan bahan di kumpulkan 4 bulan lebih ini merupakan makalah selama perkuliahan, semoga bermanfaat.


Penulis:


SYAHRUL RAMADHAN
(11160110000004)
Komplek Grand Puri Laras, Blok H. No. 94, Jln, Legoso raya, Pisangan, ciputat, kota tanggerang selatan, banten.
Tanggal: Rabu, 7 Febuari 2018
Waktu: 05.46 WIB.


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2017



DAFTAR ISI
1.      Belajar dan pembelajaran.................................................................................... 3
2.      Perkembangan kurikulum diindonesia.............................................................. 19
3.      Model pembelajaran ekspositori, inkuiri, discovery.......................................... 29
4.      Pendekatan induktif, deduktif, progresif, regresif............................................ 41
5.      Skil-skil guru..................................................................................................... 53
6.      Motivasi belajar................................................................................................. 62
7.      Pendekatan, metode, tehnik pembelajaran bahasa............................................ 75
8.      Gaya belajar....................................................................................................... 85
9.      Teori belajar kognitif......................................................................................... 96
10.  Tipe-tipe anak didik........................................................................................ 106
11.  Evaluasi dari aspek psikologi.......................................................................... 115
12.  Tahapan perkembangan kepribadian dan impilkasinya terhadap penidikan... 120
13.  Teori three righ................................................................................................ 130
14.  Makalah psikologi........................................................................................... 131


















Kelompok......1
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A.    Pengertian Belajar.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun lingkungan rumah atau keluarganya sendiri[2]
Para ahli mendefinisikan belajar dengan berbagai rumusan, sehingga terdapat keragaman tentang makna belajar, diantaranya:
a.       Skinner, berpendapat yang dimaksud belajar adalah suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responnya menurun.[3]
b.      Gagne, merumuskan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks, yaitu setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.[4]
c.       Henry Clay Lingren dan Newtin Sutert mendefinisikan dengan perubahan yang relatif permanen dalam bentuk tingkah laku yang terjadi sebagai hasil pengalaman.
d.      Biggs mendefiniskan belajr dengan tiga macam rumusan yaitu: rumusan kuantitatif, rumusan institusional dan rumusan kualitatif.
Secara kuantitatif belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Secara institusional, belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan peserta didik atas materi-materi yang telah ia pelajari. Kemudian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan akan datang.[5]
Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa belajar pada hakekatnya adalah “perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas belajar, walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar.[6]
B.     Pengertian Pembelajaran.
Akhir-akhir ini muncul istilah baru yaitu pembelajaran. Terdapat perbedaan pengertian antara pengajaran dan pembelajaran. Pengajaran berpusat pada guru, sedangkan pembelajaran berpusat pada siswa.
Beberapa ahli merumuskan pengertian pembelajaran:
a.       Menurut Syaiful Sagala, pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan meupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.[7]
b.      Menurut Corey pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.[8]
Menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material pasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam proses pembelajaran terdiri atas siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga labolatorium. Materil meliputi buku-buku, papan tulis, fotografi, slide dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual juga komputer. Prosedur meliputi jadwal, dan metose penyampaian informasi, praktek, balajar, ujian dan sebagainya.[9]
Dari teori-teori yang dikemukakan banyak ahli tentang pembelajaran Oemar Hamalik mengemukakan tiga rumusan yang dianggap lebih maju dibandingkan dengan rumusan terdahulu yaitu[10]:
1.      Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
2.      Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik.
3.      Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa mengahadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Proses pembelajaran dalam pendidikan Islam sebenarnya sama dengan proses pembelajaran pada umumnya, namun yang membedakan bahwa dalam pendididikan Islam proses maupun hasil belajar selalu inhern, dengan keislaman.Keislaman melandasi aktivitas belajar, menafsirkan perubahan yang terjadi serta menjiwai aktifitas berikutnya.[11]
Keseluruhan proses pembelajaran berpegang pada prinsip-prinsip Al-Qur’an danSunnah serta terbuka untuk unsur-unsur luar secara adaptif yang ditilik dari persepsi keislaman.[12]Perubahan pada ketiga domain yang dikehendaki Islam adalah perubahan yang dapat menjembatani individu dengan masyarakat dan dengan Khalik (habl min Allah wa habl min al-Nas) tujuan akhir berupa pembentukan orientasi hidup secara menyeluruh sesuai dengan kehendak Tuhan yaitu mengabdi kepada Tuhan (ubudiyah) dan konsisten dengan kekhalifahannya (khalifah Allah fi al-Ardh).
C.     Prinsip-Prinsip Pembelajaran[13].
Pembelajaran merupakan suatu aktivitas (proses) yang sistematis dan sistematik yang terdiri atas komponen.Masing-masing komponen tidak bersifat parsial (terpisah), tetapi harus berjalan secara teratur, saling bergantung, konplementer dan berkelanjutan.Untuk itu diperlukan pengelolaan pembelajaran yang baik harus dikembangkan berdasarkan pada asas-asas pembelajaran.Prinsip-prinsip pembelajaran ini muncul dari penemuan para ahli psikologi kemudian diaplikasikan dalam bidang pendidikan sehingga lahirlah prinsip-prinsip pembelajaran.
a.       Aktivitas.
Belajar yang berhasil mestilah memlalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Seluruh perasaan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal, sekaligus mengikuti proses pembelajaran secara aktif. Pada saat peserta didik aktif jasmaninya, dengan sendirinya dia juga aktif jiwanya, begitu sebaliknya. Karena itu keduanya merupakan satu kesatuan, dua keeping satu mata uang. Menurut J. Piaget, “seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat, tanpa berbuat anak tak berpikir” agar ia berpikir sendiri (aktif), ia harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Disini berlaku prinsip “learning by doing, learning by doing experience”. Menurut prinsip ini seorang guru hanya menyajikan bahan pelajaran, peserta didiklah yang mengolah dan mencernanya sendiri sesuai kemauan, bakat dan latar belakangnya. “you can lead a horse to water but you canot make him drink”.
Keaktifan itu ada dua macam, yaitu keaktifan rohani dan keaktifan jasmani atau keaktifan jiwa dan keaktifan raga. Dalam kenyataan kedua hal itu bekerjanya tidak dapat dipisahkan. Misalnya orang yang sedang berpikir. Berpikir adalah keaktifan jiwa tetapi itu tidak berarti bahwa dalam keaktifan berpikir raganya pasif sama sekali. Paling sedikitnya bagian raga yang diperlukan selalu untuk berpikir taitu otak tentu juga tentu juga seperti urat saraf dan lain-lain.
Proses keaktifan yang telah diuraikan di atas perlu mendapat perhatian dari guru. Keaktifan jasmani dan rohani yang dapat dilakukan disekolah menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Paul B. Diedrich meliputi:
1.            Visual activities, seperti membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan dan sebagainya.
2.            Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, interview, diskusi, dan sebagainya.
3.            Listening activities, seperti mendengarkan uraian percakapan, diskusi, music, pidato, ceramah, dan sebagainya.
4.            Writing activities, seperti menulis cerita, karangan laporan, angket, menyalin, dan sebagainya.
5.            Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, patron, dan sebagainya.
6.            Motor activities, seperti menangkap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, dan mengambil keputusan, dan sebagainya.
7.            Emotional activitie, seperti menaruh minat gembira, berani, tenang, gugup, kagum, dan sebagainya.
Dalam pendidikan Agama asas aktivitas dapat dilaksanakan sebagai berikut:
1.      Pada pengajaran akhlak dapat dilaksanakan latihan untuk mengadakan pertolongan bersama untuk korban bencana dan kecelakaan seperti; banjir, angin topan, gunung meletus, kelaparan dan sebagainya; caranya dapat dilakukan dengan mengadakan pengumpulan uang, beras, botol kosong, Koran bekas, dan sebagainya. Memberikan uang atau barang sebagai derma untuk keperluan sesuatu merupakan persiapan yang sangat penting untuk pelaksanaan rukun Islam yang ke-4 yaitu “zakat” dimana orang harus melepaskan sebagian kecil dari miliknya dengan ikhlas.
2.      Memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membangkitkan keaktifan anak-anak untuk berpikir sendiri, antara lain mengenai hal-hal yang halal dan haram, yang wajib dan yang sunat, yang baik dan yang buruk, perbuatan-perbuatan yang luhur dan yang tercela dan sebagainya.
3.      Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengutamakan pengalaman-pengalamannya waktu bulan puasa, lebaran dan sebagainya.
b.      Motivasi.
Seorang pengajar harus dapat menimbulkan motivasi anak. Motivasi ini sebenarnya banyak dipergunakan dalam berbagai bidang dan situasi, tapi di dalam uraian ini diarahkan pada bidang pendidikan, kuhususnya pada proses bidang pembelajaran. Menurut Crider, motivasi adalah “sebagai hasrat, keinginan dan minat yang timbul dari seseorang dan langsung ditujukan kepada suatu objek”.
W.H. Burton dalam buku “The Guidance of Learning Activity” membedakan dua jenis motivasi yaitu : (1) Instrinsic Motivation, dan (2) Extrinsic Motivation.
Yang dimaksud denganinstrintic motivation adalah suatu cita-cita atau daya yang telah ada dalam diri individu yang mendorong seseorang untuk berbuat dan melakukan sesuatu, sedangkan extrinsic motivationialah segala suatu yang dating dari luar yang menjadi cemeti bagi murid-murid agar berbuat lebih giat. Ke dalam motivasi extrinsic termasuk juga : ijazah, nilai yang tinggi, hadiah, ganjaran, penghargaan dan lain-lain.
Sebagai proses, motivasi mempunyai fungi antara lain :
a.       Member semangat dan mengaktifkan murid agar tetap berminat belajar dan bekerja
b.      Memusatkan perhatian anak-anak pada tugas tertentu yang berhubungan dengan pencapaian hasil belajar.
c.       Membantu memenuhi kebutuhan hasil jangka panjang dan hasil jangka pendek.
Usman Najati menyebutkan tiga macam bentuk motivasi seperti termaktub dalam Al- Quran, yakni (1) janji (antara lain Al- Baqarah 81-82), (2) ancaman (antara lain Yusuf 111), (3) pemanfaatan peristiwa-peristiwa penting (antara lain At-Taubah 25-26).
c.       Individualitas
Salah satu keunikan ciptaan Allah adalah bahwa setiap individu sebagai manusia merupakan orang-orang yang memiliki pribadi/jiwa sendiri. Tidak ada dua manusia yang sama persis, sekalipun kembaran. Kekhususan jiwa itu menyebabkan individu yang satu berbeda dengan individu yang lainnya.
Azas individualitas ini hendaknya menjadi perhatian pendidik. Setiap guru yang menyelenggarakan pembelajaran hendaknya selalu memperhatikan dan memahami serta berupaya menyesuaikan bahan pelajaran dengan keadaan peserta didiknya, baik menyangkut perbedaan segi usia, bakat, kemampuan, intelegensi, perbedaan fisik, watak dan sebagainya.
Individu adalah manusia, seorang yang memiliki pribadi jiwa sendiri. Kehalusan jiwa itu menyebabkan individu memiliki karakteristik sendiri dalam kedudukannya di tengah-tengah komunitas, masing-masing memiliki individual difference (al-farq fardiyah).
Adanya perbedaan individual menunjukan pula adanya perbedaan kondisi belajar setiap orang, agar setiap individu dapat berkembang optimal dalam proses belajar diperlukan orientasi yang paralel dengan kondisi yang dimilikinya, dituntut penghargaan guru dalam individualitas.
Untuk memenuhi prinsip perbedaan individu ada dua macam pendekatan yaitu: pendekatan pertama menitik beratkan kepada pengajaran individual untuk memenuhi kebutuhan individu dan belajar kelompok hanya menjadi pelengkap sosialisasi. Sebaliknya pendekatan kedua berusaha memenuhi perbedaan individu dengan mengorganisir kegiatan-kegiatan belajar yang perlu bagi murid dalam hubungannya dengan kegiatan kelompok.
Untuk menyesuaikan materi ajar dengan perbedaan individu-individu diperlukan usaha-usaha sebagai berikut.
1.      Individualized assignment, Merencanakan tugas-tugas perorangan sesuai dengan kebutuhan murid yang bersangkutan.
2.      Pengajaran unit atau proyek, Anak-anak secara bersama-sama membuat suatu proyek, dan dalam proyek itu anak-anak dapat bekerja sendiri sesuai dengan minatnya.
3.      Dengan teknik bertanya, Pertanyaan yang sukar diberikan kepada murid yang pandai dan pertanyaan yang mudah diberikan kepada murid yang kurang pandai.
4.      Remedial work, Memperbaiki kesalahan dan mencarikan jalan keluar atas kesulitan yang dirasakan oleh murid-murid secara individual. Untuk mengetahui kesulitan murid-murid dilakukan “Diagnostic test”
5.      Homogeneous grouping, Mengelompokan murid atas kemampuan dan memberikan tugas sesuai dengabn pengelompokannya.
6.      Pemberian tugas di luar sekolah, Anak-anak yang kurang pandai diberi tugas berupa latihan sedang anak yang pandai diberi tugas tambahan.
d.      Keperagaan.
Peragaan meliputi semua pekerjaan panca indera yang bertujuan untuk mencapai pengertian pemahaman sesuatu hal secara lebih tepat dan menggunakan alat-alat indera. Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Untuk memiliki sesuatu kesan yang terang dalam peragaan, maka murid haru mengamati bendanya tidak terbatas pada luarnya saja, tapi harus dalam segala macam seginya, dianalisis, disusun, dikomparasikan, sehingga murid dapat memperoleh gambaran yang lengkap.
Alat peraga dalam pembelajaran dibekan menjadi dua:
1.      Alat peraga langsung, yang dimaksud dengan alat peraga langsung adalah melihatkan benda aslinya, seperti bila kita mengajarkan tentang kucing , maka sebagai akat peraga langsung ialah kucing itu sendiri yang diperlihatkan kepada murid.
2.      Alat peraga tidak langsung,
a.       Model, apabila kita tidak mungkin membawa benda yang sebenarnya ke sekolah maka guru dapat membuat model dari benda itu, umpanya; guru mengajarkan tentang lalu lintas dalam suatu kota, sebagai alat peraga guru dapat membuat maket dari kota tersebut.
b.      Gambar, gambar ini dapat pula dibedakan lagi atas
-          Gambar mati seperti gambar biasa
-          Gambar yang diperoyeksikan seperti: slide, apaq     ue, OHP, In Focus, film strip, video cassette,VCD, dan sebagainya.
Keuntungan yang diperoleh dari keperagaan adalah sebagai berikut:
1)      Menghemat waktu dalam belajar
2)      Menambha kemantapan sesuatu yang telah dipelajari oleh murid-murid
3)      Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan penuh kegembiraan
4)      Mengkongkritkan yang bersifat abstrak
e.       Ketauladanan
Sejak pase-pase awal kehidupan manusia banyak sekali belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orangdisekitarnya, khususnya dari orang tuanya. Al-Quran telah memberikan contoh bagaimana manusia belajar lewat meniru. Kisah tentang Qabil yang dapat mengetahui bagaimana menguburkan mayat saudaranya Habil yang telah dibunuhnya, diajarkan oleh Allah melalui peniruaan seekor gagak yang menggali-gali tanah guna menguburkan bangkai seekor gagak yang lain.
Kecendrungan manusia untuk meniru atau belajar lewat peniruan menyebabkan ketauladanan menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran. Rasulullah adalah suri tauladan yang baik bagi umat islam.
Ketauladanan dalam pendidikan adalah metode influitif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan social anak. Hal ini adalah karena pendidik merupakan contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak-tanduknya, dan tata santunnya, disadari atau tidak bahkan terpatri dalam jiwa dan perasaannya gambaran seorang pendidik.
Menurut Edi Suardi ketauladanan itu ada dua macam yaitu:
1)      Sengaja berbuat secara sadar untuk ditiru oleh di terdidik
2)      Berprilaku sesuai dengan nilai dan norma yang akan kita tanamkan pada peserta didik sehingga tanpa sengaja menjadi teladan bagi peserta didik.
Ulwan mengatakan bahwa masalah keteladanan menjadi factor penting dalam hal baik buruknya anak, jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama, maka anak akan tumbuh menjadi orang yang jujur, berakhlak mulia, berani dalam sikap, menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan yang diajarkan oleh agama. Dan jika pendidik pembohong, berkhianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina, bagaimanapun suci dan beningnya fitrah anak dan bagaimanapun besarnya usaha dan sarana yang dipersiapkan untuk pendidikan anak, anak tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan kepribadian utama selam ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan, dan mempunyai nilai-nilai moral yang tinggi.
Oleh karena itu, adanya pengaruh yang begitu besar, dari keteladanan harus kita manfaatkan untutk pendidikan agama. Dengan keteladanan serta menampilkan pribadi yang baik secara wajar tanpa dibuat-buat atau memaksakan diri sedemikian rupa, wajah yang cerah hidup yang wajar dan pribadi yang luhur akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap anak didik, sehingga inti kewibawaan yang sangat pribadi dalam pendidikan akan datang dengan sendirinya.
f.       Pembiasaan
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan kepribadian anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan oleh pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didik. Kebiasaan adalkah satu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan terlebih dahulu, dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi/
Dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu merupakan hal yang sangat penting, karena banyak kita lihat orang yang berbuat dan bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata-mata. Tanpa itu hidup kita akan berjalan lambat sekali; sebab sebelum melakukan sesuatu kita harus memikirkan terleboh dahulu apa yang akan dilakukan.
Hal ini dibenarkan oleh Mahmud Yunus sebagaimana katanya: “sebenarnya manusia hidup di dunia ini menurut kebiasaan (adat) penghidupan menurut adatnya, makan menurut adatnya, bahkan ia bahagia dan celaka menurut adatnya, jujur atau khianatnya menurut adatnya begitulah seterusnya. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan akan sulit mengubahnya”. Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai sedini mungkin Rasulullah memerintahkan kepada para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan shalat, tatkala berumur tujuh tahun. Sabda Rasulullah SAW, Artinya:  “Suruhlah anak-anakmu menegerjakan shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan mengerjakan kalau mereka sudah berumur sepuluh tahun, dan pisahkan antara mereka ketika mereka tidur”. (H.R. Muslim)
g.      Korelasi.
Asas korelasi adalah asa yang menghendaki agar materi pembelajaran antara satu mata pelajaran engan mata pelajaran lainnya disajikan secara terkait dan integral. Adapun prinsip korelasi ini bertitik tolak dan teori Getal yang menyatakan bahwa “keseluruhan itu lebih memiliki makna daripada bagian-bagian”. Dan jumlah bagian-bagian itu baru ada arti dan maknanya jika dihubunbgkan dalam satu kesatuan dan terpadu. Atas dasar inilah kemudian disusun suatu organisasi kurikulum yaituCorrelated Curriculum dalam pengajaran, yakni suatu kurikulum yang berorientasi untuk mengkorelasikan dan menghubungkan berbagai mata pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lainnya yaitu melalui:
1.      Cara Korelasi Okasional, Cara okasional artinya dilakukan dengan jalan sewaktu-waktu guru menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya (misalnya pelajaran bahasa Arab dengan pelajaran Tafsir)
2.      Cara Korelasi Total, Adalah penggabungan tersebut dilakukan antara mata pelajaran agama dengan mata pelajaran umum menjadi sayu-kesatuan cara ini dilakukan karena rencana pelajaran disusun atas dasar organisasi kurikulum Integrated Curiculum dalam hal ini hanya dapat dilakukan pada pengajaran proyek, yang dilaksanakan secara terprogram dan terencana. Namun dalam batas-batas tertentu dapat saja dilaksanakan dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
Azas korelasi ini hendaknya diupayakan dalam setiap situasi pembelajaran. Adanya azas korelasi dalam pembelajaran dapat memberikan manfaat:
a.       Pelajaran disajikan dalam satu kesatuan yang utuh atau integral dalam bagian-bagian yang terpisah
b.      Pengetahuan dan pengertian anak tentang agama menjadi integral, karena pelajaran selalu di hubungkan dengan pelajaran umum dan keadaan lingkungan anak didik.
c.       Dapat membimbing kepada pembentukan kepribadian yang sempurna dan kaffah. Bukan kepribadian yang pecah.
h.      Azas Minat dan Perhatian.
Setiap individu mempunyai kecendrungan fundamental untuk berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam lingkungannya. Apabila sesuatu itu memberikan kesenangan pada dirinya, kemungkinan Ia akan berminat terhadap sesuatu itu. Menurut Crow dan Crow minat itu diartikan sebagai kekuatan pendorong yang menyebabkan individu memberikan perhatian kepada seseorang, atau kepada aktivitas-aktivitas tertentu.
Selanjutnya Bimo Walgito menyatakan bahwa minat adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai perhatian terhadap sesuatu dan disertai dengan keinginan utnuk mengetahui dan mempelajari maupun membuktikan lebih lanjut.
Perhatian salah satu factor psikologis yang dapat membantu terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran. Kondisi psikologi itu dapat terbentuk melalui dua hal:pertama, yang timbul secara instrinsik dan yang kedua melalui bahan pelajaran (content). Peranan perhatian dalam proses belajar diungkapkan dalam Al-Quran antara lain: Al’Araf 204, Ibrahim 24-25.
Azas perhatian ini dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu (1) perhatian spontan, (2) perhatian karena didorong atau perhatian yang diusahakan. Pada perhatian spontan biasanya timbul karena kesadaran pribadi dan bukan paksaan, sehingga perhatian spontan ini sifatnya tahan lama dan sulit untuk dilupakan. Kemudian pada perhatian karena didorong atau diusahakan timbul karena adanya suatu dorongan tertentu atau karena diciptakan, perhatian yang sifatnya didorong atau diusahakan ini sangat penting sekali dalam pelaksanaan pembelajaraan, karena banyak anak mengikuti pengajaran yang diberikan di sekolah pad umumnya kurang serius.
Miaslnya guru membuat perhatian anak didik tertuju atau terpusat pada pelajaran yang disampaikan, jadi disini dapat kita lihat bahwa perhatian pesrta didik terpusat karena adanya usaha oleh guru, walaupun sifat perhatian tersebut kurang serius.
D.    Teori-teori Belajar[14]
1.            Teori belajar Behavioristik.
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.Teori ini memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek-aspek mental.Sehingga dengan kata lain behavioristik tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaaan individu dalam suatu belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon.Sedangkan apa yang terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak bisa diamati.Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
a.              Edward Lee Thorndike (Teori Koneksionisme)
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dipaparkan dan diletakan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh.Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah.Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil.Setiap respon menimbulkan stimulus baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan respon lagi, demikian selanjutnya.
Oeh karena itu, teori yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi yang aman teori ini sudah diterapkan dalam proses pembelajaran.
Berkaitan dengan teori belajar yang dikemukakannya kemudian Thorndike mengajukan tiga kelompok hukum atau prinsip-prinsip yangf memberikan keterangan tentang proses belajar, yakni tiga macam hukum primer dan lima macam hukum subsider.
Tiga macam hukum primer yang dimaksud adalah hukum kesiapan, hukum latihan, dan hukum efek. Sedangkan lima macam hukum subsider adalah berupa prinsip-prinsip terjadinya respon ganda, prinsip kesiapan mental, prinsip aktivitas bagian, prinsip analogi atau asimilasi dan prinsip penukan asosiasi. Isi pokok dari masing-masing hukum atau prinsip tersebut dikemukakan berturut-turut sebagai berikut:
a.       Hukum Kesiapan (low of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasaan individu secara asosiasi cenderung diperkuat.
b.      Hukum Latihan (law of exercise), semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
c.       Hukum Akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.[15]
Dari bebebrapa hukum diatas dapat disimpulkan bahwa teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan pancaindra dengan kecenderungan bertindak.Torndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa diperantai pengartian.Binatang melakukan respon-respon langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis.
b.              Ivan Petrovich Pavlov (Teori Classical Conditioning)
Dalam pemikiran Pavlov yang dikutip dalam buku Muhibbin berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan.Classical Conditioning(pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing.Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar.Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka keluarlah air liur anjing tersebut.Ini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan.Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula.Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketikadengan hanya memperlihatkan si merah saja tanpa makanan air liurpun akan keluar pula.Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan.Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang , rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liar pada anjing tersebut.Peristiwa ini disebut: Refleks Bersyarat atauConditioned Response.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
c.              Burhus Frederic Skinner (Teori Operant Conditioning)
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku.Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant condotioning.Dimana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar.Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel dari padaconditioning klasik.
Dalam laboratorium Skinner memasukan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.Karena dorongan lapar tikus berusaha keluar untuk mencari makanan.Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar.Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.Maksudnya adalah  pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.Bentuk-bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku atau penghargaan.Bnetuk-bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberi tugas tambahan atau menunjukan perilaku tidak senang.
d.             Robert Gagne (Teori Condition of Learning)
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika yang terkenal dengan penemuannya berupaconditioning of learning.Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksional pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi.Keterampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki keterampilan intelektual.
Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan.Belajar dimulai dari hal yang sederhana dilanjutkan pada yang lebih kompleks (belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah).Praktiknya gaya belajar mengacu pada asosiasi stimulus respon.
e.              Albert Bandura (Teori Belajar Sosial)
Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di Mondare Alberta berkebangsaan kanada.Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial dan kognitif sosial serta efikasi diri.Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa diseitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajat observasi adalah:
a)    Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
b)   Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
c)    Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
d)   Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain itu, juga harusdiperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)    Tingkat belajar tertinggi dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal atau mengulangi perilakusecara simbolik kemudian melakukannya.
b)   Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
c)    Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunya nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motivasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif.Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan menyimpang psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.Teori Bandura menjadi dasar perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara masal.
2.            Teori belajar Kognitif
Beberapa ahli yang berasa belum puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement.Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward danreinforcement.Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenai atau memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight  untuk pemecahan masalah.
Jadi kaum kognitif berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang bergantung pada insight tehadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi.Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya.Mereka memberi tekanan kepada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.
Menurut teori ini, suatu informasi yang berasal dari lingkungan pembelajar, pada awalnya diterima oleh reseptor.Reseptor-reseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi yang ia terima dan kemudian diteruskan ke registor pengindraan yang terdapat pada saraf pusat.Dengan demikian, informasi-informasi yang diterima oleh registor pengindraan telah mengalami transformasi.                   
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif:
a.       Gambaran perseptual sesuai dengan masalah yang dipertunjukan kepada siswa adalah kondisi belajar yang penting.
b.      Organisasi pengetahuan harus merupakan sesuatu mendasar bagi guru atau perencana pendidikan.
c.       Belajar dengan pemahaman (understanding) adalah lebih permanen (menetap) dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkandengan rate learning atau belajar dengan formula.
d.      Umpan balik kognitif mempertunjukan pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi kesalahan belajar.
e.       Penetapan tujuan (goal setting) penting sebagai motivasi belajar.
a.              Kurt Lewin (Teori Cognitive Field)
Kurt Lewin mengembangkan suatu teori belajar cognitive field  dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial.Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam sautu medan kekuatan, yang bersifat psikologis.Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut life space.
b.              Piaget (Teori Komprehensif)
Dalam teorinya Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.Piaget adalah seorang psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu.Dia adalah seorang psikolog suatuteori komprehensiftentang perkembangan inteligensi atau proses berfikir.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanyaequlibrium-equilibrium.Bila individu depat menjaga adanyaequilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi.Jadi secara singkatsapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content, dan function.Anak yang sedang mengalami perkembangan struktur dan content intelektualnya berubah/berkembang.Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur psikologi yang ada pada tingkat perkembangan khusus.
c.              Jerome Bruner (Teori Discovery Learning)
Yang menjadi dasar ide J.Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas.Untuk itu Bruner memkai cara dengan apa yang disebutdiscovery learning, yaitu murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.Prosedur ini berbeda denganreception learning atauexpository teaching, dimana guru menerangkan informasi dan murid harus mempelajari semua bahan/informasi itu.
Jadi, dari hal tersebut kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh pengertian yang sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip yang memberikan struktur dari mata pelajaran itu, murid harus mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep bahasa yang dimengerti mereka
3.      Teori belajar Humanistik
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.Menurut para pendidik aliran humanistik penyususnan dan penyajian meteri pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
a.       Combs
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu.Apabila kitaingin mengubah perilaku seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari orang lain.
Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siwa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki guru itu.Apabila guru itu memberikan aktifitas yang lain, mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi yang positif.
b.      Maslov
Teori didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal:
1.    Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
2.    Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslov yang dikutip dalam buku Wasty Soemanto ini mempunya implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak.Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
c.       Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi.Ia mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas.Tidak itu saja, siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia ambil atau pilih.
Dalam belajar demikian, anak tidak dicetak menjadi orang lainmelainkan dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi dirinya sendiri.Ia tidak direkayasa agar terikat kepada orang lain, bergantung kepada pihak laindan memnuhi harapan orang lain.Ia dibiarkan agar tetap bisa menjadi arsitek dirinya sendiri.
FOOTNOTE
[1] Disusun oleh kelompok II
Trisna Hargi Ramadianti                    11140110000069
Teguh Iswanto                                   11140110000044
[2] Bisri Mustofa, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta:Parama Ilmu,2015), Hal.127
[3] Skinner dalam Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:tp,1994), Hal.8
[4] Gagne dalam ibid
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2003), cet.ke-1, Hal.67-68
[6] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaim, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta:Rineka Cipta,2002), Hal.15
[7] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran,(Bandung:Alfabexta,2005), Hal.61
[8] Corey dalam Ibid
[9] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta:Bumi Aksara,2003), Hal.61
[10] Ibid ,Hal.61-65
[11] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia,2005), Cet ke-4, Hal.345
[12] Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Menytal, (Kajang:Pustaka Huda,1983), Hal.337
[13] Ramayulis, filsafat pendidikan islam,(Jakarta: kalam mulia, 2015), hal .346-362
[14] Rohmalina Wahab, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hal 36-59
[15] Purwa Atmaja Praiwa, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 267
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...........2
PERKEMBANGAN KURIKULUM DIINDONESIA
A.    Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Lebih spesifik, Herliyati (2008) menjelaskan bahwa setelah Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975), kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis kompetensi (2004 dan 2006).
B.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Sekolah mendapatkan pengaruh dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat, terutama dari perguruan tinggi dan masyarakat.
1.      Perguruan Tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan Tinggi.
a.       Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum.
b.      dari pengembangan Ilmu Pendidikan dan Keguruan serta penyiapan guru-guru di Perguruan tinggi Keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Telah kita ketahui bahwa pengetahuan dan tekhnologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan tekhnologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.
Kurikulum lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru yang dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ini, umumnya disiapkan oleh LPTK (IKIP, FKIP, STKIP) melalui berbagai program, yaitu program D2, D3, dan S1. Pada sekolah dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO, tetapi secara berangsur-angsur mereka akan mengikuti program penyetaraan D2.[1]
2.      Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat emenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada disekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat kota atau desa, petani pedaang atau pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat mempengaruhi pengembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan perusahaan yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di sekolah.
C.     Kurikulum yang Pernah Berlaku di Indonesia
1.      Kurikulum Rencana Pelajaran (1947-1968)
Kurikulum yang digunakan di Indonesia dipengaruhi oleh tatanan sosial politik Indonesia. Negara-negara penjajah yang mendiami wilayah Indonesia ikut juga mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada dua sistem pendidikan dan pengajaran yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda.
Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi.
Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School (AMS) selama 3 tahun.
Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina,Hollandch Chinese School(HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat melanjutkan ke Mulo.
Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
Setelah Indonesia merdeka, yakni tahun 1945, pemerintah secara bertahap mulai mengkonstruksi kurikulum sesuai dengan kondisi dan situasi saat itu. Tiga tahun setelah Indonesia merdeka mulailah pemerintah membuat kurikulum yang sederhana yang disebut dengan “Rencana Pelajaran”. Tahun 1947, kurikulum ini terus berjalan dengan beberapa perubahan terkait dengan orientasinya, arah dan kebijakan yang ada, hingga bertahan sampai tahun 1968 saat pemerintahan beralih pada masa orde baru.
a.          Rencana pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih populer daripadacurriculum. Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rencana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rencana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagaidevelopment conformismlebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
1)        Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
2)        Garis-garis besar pengajaran (GBP)
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikira dalam arti kognitif, namun yang diutamakan pendidikan watak atau perilaku (value/attitude), meliputi:
1)        Kesadaran bernegara dan bermasyarakat
2)        Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari
3)        Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
b.          Rencana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan Pancawardhana, yaitu: daya cipta, rasa, karsa, karya,  moral.
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk kelas masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
c.          Kurikulum Rencana Pendidikan 1964
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi rencana pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving).
Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.
Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa.
d.         Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kelahiran kurikulum 1968 bersifat politis mengganti rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 bersifatcorrelated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca. Begitu juga pada mata pelajaran lain, “anak belajar melalui unsur-unsurnya dulu”.
2.      Kurikulum Berorientasi Pencapaian (orde baru 1975-1984)
Setelah Indonesia memasuki masa orde baru maka tatanan kurikulmpun mengalami perubahan dari “Rencana Pelajaran” menuju kurikulum berbasis pada pencapaian tujuan. Dalam konteks ini adalah kurikulum subjek akademik, merupakan model konsep kurikulum yang paling tua, sejak sekolah yang pertama dulu berdiri. Kurikulum ini menekankan pada isi atau materi pelajaran yang bersumber dari disiplin ilmu.
Menurut kurikulum ini, belajar adalah berusaha menguasai isi atau materi pelajaran sebanyak-banyaknya. kurikulum subjek akademik tidak berarti terus tetap hanya menekankan materi yang disampaikan, dalam sejarah perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan juga proses belajar yang dilakukan peserta didik. Proses belajar yang dipilih tergantung pada segi apa yang dipentingkan dalaam materi pelajaran tersebut. Semua proses pembelajaran diarahkan dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
a.       Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan prinsip-prinsip di antaranya sebagai berikut:
1.      Berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini pemerintah merumuskan tujuan-tujuan yang harus dikuasai oleh siswa yang lebih dikenal dengan khirarki tujuan pendidikan, yang meliputi : tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
2.      Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3.      Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4.      Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (Drill). Pembelajaran lebih banyak menggunaan teori Behaviorisme, yakni memandang keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh lingkungan dengan stimulus dari luar, dalam hal ini sekolah dan guru.
b.      Kurikulum 1984
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan atau teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
2)      Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
3)      Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
4)      Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
c.       Kurikulum 1994
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
1)      Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.
2)      Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran atau isi)
3)      Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4)      Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
3.      Kurikulum Berbasis Kompetensi dan KTSP (era reformasi)
a.       Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004
Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional.
KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaituknowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya.
Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik atau konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa).
Beberapa Keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:
1)      KBK yang mengedepankan penguasaan materi hasil dan kompetensi paradigma pembelajaran versi UNESCO: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be.
2)      Silabus ditentukan secara seragam, peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.
3)      Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran belum bisa dikurangi.
4)      Metode pembelajaran keterampilan proses dengan melahirkan metode pembelajaran PAKEM dan CTL,
b.      Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagaimana dikutip dari Mulyasa (2006: 151-153) adalah sebagai berikut:
1)      Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya. Pengembangan kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa peserta didik adalah sentral proses pendidikan agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, serta warga negara yang demokratis sehingga perlu disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan lingkungan peserta didik.
2)      Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman peserta didik, kondisi daerah dengan tidak membedakan agama, suku, budaya, adat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu.
3)      Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.Kurikulum dikembangkan atas kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis.
c.       Kurikulum 2013
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik mampu dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mempresentasikan, apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.[2]
FOOTNOTE
[1] Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata,  Pengembangan Kurikulum, PT. REMAJA ROSDAKARYA, Bandung: 2012,  Hal: 158
[2] .http://imam2992.blogspot.com/2013/11/perkembangan-kurikulum-di-indonesia.html
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........3
MODEL PEMBELAJARAN EKSPOSITORI, INKUIRI, DISCOVERY


A.    PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu pelajaran inti di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan   (KTSP). Setiap tahun matematika diujikan melalui Ujian Nasional (UN) untuk melihat tingkat keberhasilan belajar siswa. Namun, banyak siswa yang mengeluhkan karena sulitnya pelajaran ini. Matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk diajarkan maupun dipelajari. Untuk itu, guru perlu secara terus menerus memberikan motivasi belajar kepada siswa, yang diantaranya guru harus inovatif dalam proses pembelajaran. Guru harus mampu membuat suasana kelas yang menyenangkan, sehingga siswa lebih tertarik untuk membuktikan kebenaran dalam matematika selain hanya untuk mempelajari guna ujian.
     Selain inovatif, guru juga harus efektif yang menurut Wahyudin (2008:27) adalah guru yang dapat meraih para siswa, mengapresiasi dan memahami kebutuhan-kebutuhan mereka serta mengupayakan cara-cara khusus dan individual untuk memuaskannya. Guru juga harus dapat menggunakan lebih banyak pemanfaatan benda-benda terutama yang ada disekitar siswa. Aktivitas-aktivitas harus direncanakan dengan baik guna untuk menciptakan model-model pembelajaran yang bermakna. Piaget (dalam Wahyudin, 2008:40) mengutarakan, “Untuk memahami, para anak harus menemukan – yakni, menemukan kembali – sebab mereka tak dapat memulai dari awal lagi. Akan tetapi, harus dikatakan bahwa apapun hanya dipahami sejauh bahwa itu ditemukan kembali”. Ini berarti bahwa benda-benda mesti digunakan oleh para siswa guna membantu mereka menemukan kembali.
     Dalam proses pembelajaran, diperlukan juga strategi khusus seorang pendidik dalam mentransfer ilmu dan pembelajaran pada peserta didik.  Karena keberhasilan pengajaran matematika akan bergantung bukan pada materi-materi yang ada tetapi pada keahlian seseorang guru dalam memakai materi-materi pembelajaran dan rancangan kegiatan proses pembelajaran. Peran seorang guru merupakan seorang pemandu. Seorang pemandu yang baik memakai pertimbangan tentang kapan menjelajah serta bagaimana kembali ke jalan utama setelah perjalanan memutar (Wahyudin,2008 :39). Untuk meningkatkan kemampuan keterampilan siswa, rancangan pembelajaran tidak harus di dalam kelas tetapi bias di luar kelas seperti laboratorium matematika. Materi-materi laboratorium matematika dapat digunakan untuk memperluas atau memperkuat belajar.
     Guru dapat meningkatkan metode-metode pengajaran matematika dengan mempelajari terlebih dahulu tentang berbagai strategi pengajaran. Salah satu cara untuk membuat siswa memahami materi yang dipelajari adalah dengan menggunakan metode-metode pembelajaran. Beberapa metode pembelajaran yang biasanya digunakan seorang guru adalah Inkuiri, Ekspositori, dan Discovery. Untuk itu, penulis akan memaparkan dalam makalah ini yaitu, Bagaimana menerapkan  ketiga metode pembelajaran tersebut? Apa prinsip-prinsip  dari metode-metode pembelajaran tersebut? Serta bagaimana peran guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran? 
B.     Ekspositori
     Pengajaran Ekspositori adalah pengajaran yang mengutamakan pengungkapan pengetahuan tentang fakta, konsep dan hukum/prinsip. Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-wakatu yang diperlukan saja. Murid tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan murid secara individual, menjelaskan lagi kepada murid secara individual, atau klasikal. Kalau dibandingkan dominasi guru dalam kegiatan belajar-mengajar, metode ceramah lebih terpusat pada guru daripada metode ekspositori. Pada metode ekspositori murid belajar lebih aktif daripada metode ceramah. Murid mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya, atau disuruh membuatnya di papan tulis (dalam Suherman, 2003:171). Selain itu pada pengajaran ekspositori, sebagian besar melibatkan pertukaran informasi antara guru  dan siswa.
                 Melihat perbedaan-perbedaan di atas, cara mengerjakan matematika yang pada umumnya digunakan para guru matematika adalah lebih tepat dikatakan sebagai menggunakan metode ekspositori daripada ceramah, karena guru memberikan pula soal-soal latihan untuk dikerjakan murid di kelas.    Beberapa hasil penelitian di Amerika serikat menyatakan metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien. Demikian pula keyakinan sementara ahli teori belajar-mengajar David P.Ausubel berpendapat bahwa metode ekspositori yang baik merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan  belajar bermakna.
                 Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (dikutip dari Sunartombs,2009) mengatakan metode ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Peranan guru yang penting adalah
 1) menyusun program pembelajaran
 2) memberi informasi yang benar
 3) pemberi fasilitas yang baik
 4) pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar
 5) penilai prolehan informasi.
Sedangkan peranan siswa adalah
1) pencari informasi yang benar
2) pemakai media dan sumber yang benar
3) menyelesaikan tugas dengan penilaian guru.

Ciri-ciri metode ekspositoris:
a. Guru mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berpikir.
b. Mempersiapkan pertanyaan.
c. Mempertimbangkan dimana pertanyaan harus digunakan.
d. Tahapan mengajar dengan peta konsep.
e. Guru memberikan informasi melalui ceramah, demostrasi, atau tanya jawab.
f. Siswa mencatat, menjawab pertanyaan atau tugas.
g. Konsep sukar melalui proses induktif.
1.      Prinsip –prinsip pengajaran Ekspositoris 
a.       Sebuah advanced organizer (pendahuluan verbal atau grafis yang menyajikan kerangka organisasional umum tentang materi yang akan dipelajari) membantu siswa membuat hubungan-hubungan yang bermakna di antara berbagai hal yang mereka pelajari.        Perkenalkan sebuah unit baru dengan menggambarkan ide-ide dan konsep utama yang akan dibahas dan tunjukkan bagaimana berbagai ide dan konsep itu saling berkaitan.
b.      Hubungan yang berkesinambungan dengan pengetahuan awal, membantu siswa mempelajari materi di kelas secara lebih  bermakna, asalkan pemahaman dan keyakinan mereka saat ini akurat .        Ingatkan siswa akan sesuatu -yaitu mengaktivasi pengetahuan awal siswa- dan tunjukkan bagaimana suatu ide baru berhubungan pengetahuan awal tersebut. Juga angkatlah setiap kepercayaan siswa yang keliru tentang topik tersebut.
c.       Penyajian materi yang terorganisasi (organized presentation) membantu siswa membuat salingketerkaitan yang tepat di antara berbagi ide/gagasan.        Bantulah siswa mengorganisasikan materi dalam suatu cara tertentu dengan menggunakan struktur organisasional untuk menyajikan informasi.
d.      Berbagai tanda/isyarat (signals) yang menjadi bagian penting dari suatu presentasi.        Tekankan poin-poin yang penting, misalnya dengan menuliskannya di papan tulis, mengajukan pertanyaan tentang poin-poin tersebut, atau sekedar memberitahu siswa hal-hal mana yang paling penting untuk dipelajari.
e.       Alat bantu visual (visual aids) membantu siswa mengkodekan materi secara visual dan juga verbal.        Ilustrasikan materi baru dengan gambar, foto, diagram, peta metode fisik, dan peragaan.
f.       Tingkat kecepatan (pacing) yang tepat memberi siswa waktu yang cukup untuk memproses informasi.        Sajikan presentasi secara pelan sehingga siswa dapat menarik kesimpulan, membentuk pembayangan visual, dan terlibat dalam proses penyimpanan memori jangka panjang.
g.      Rangkuman (summarize) membantu siswa mereviu dan mengorganisasikan materi serta mengidentifikasi ide-ide pokok.        Setelah kuliah atau tugas bacaan, rangkumlah poin-poin utamanya.
Sumber : Ormrod, J. E, 2008 : 163.
2.      Langkah-langkah pembelajaran metode ekspositori. Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu:
a.       Persiapan   (Preparation)                                                                                      Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam strategi ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan di antaranya adalah:
1)         Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif;
2)         Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai;
3)         Bukalah file dalam otak siswa.
b.      Penyajian       (Presentation)
     Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru harus dipikirkan guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini, yaitu:
1)         penggunaan bahasa,
2)         intonasi suara,
3)         menjaga kontak mata dengan siswa,dan
4)         menggunakan trik-trik yang menyenagkan
c.       Korelasi   (Correlation)
     Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.
d.      Menyimpulkan          (Generalization)
     Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
e.       Mengaplikasikan       (Application)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini di antaranya:
1)         dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan,
2)         dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan. ( dikutip dari Dayufunmath, 2012).
3.      Kelebihan  dan Kelemahan Strategi Ekspositori
a.       Kelebihan
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang banyak dan sering digunakan. Hal ini disebabkan strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
                 Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
                 Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas. Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi). Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
b.      Kelemahan
Di samping memiliki kelebihan, strategi ekspositori juga memiliki kelemahan, di antaranya:
                 Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi lain.
                 Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil. (dikutip dari dayufunmath, 2012)
Contoh Mengajar dengan Metode Ekspositori
     Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna. Misalnya dalam mempelajari konsep dalil Pythagoras tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk terakhir c2 = b2 + a2 sudah disajikan (belajar menerima), tetapi siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku ; jadi ia belajar secara bermakna. Siswa lain memahami rumus c2 = b2 + a2 dari pencarian (belajar menemukan), tetapi bila kemudian ia menghafalkan c2 = a2 + b2 tanpa dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku, maka jadinya ia belajar menghafal.
C.     Metode Pembelajaran Discovery
     Discovery adalah pembelajaran yang terjadi sebagai hasil dari manipulasi pembelajar, penstrukturan, dan transformasi informasi dengan demikian seseorang menemukan informasi baru. Dalam pembelajaran discovery, pembelajar dapat membuat sebuah dugaan, perumusan suatu hipotesis, atau menemukan kebenaran matematika dengan menggunakan proses induktif atau deduktif, observasi dan ekstrapolasi.  Elemen yang pokok dalam penemuan informasi baru adalah penemu harus mengambil bagian aktif dalam perumusan dan pencapaian informasi baru.  Penemuan ini dapat terjadi karena telah direncanakan oleh guru. ( Bell, 1981: 241)
     Pada tahun 1960, Bruner mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning.  Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya.  Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum (Uno, 2010: 12).  
     Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran discovery, merupakan metode pembelajaran yang dalam belajarnya siswa diberi kesempatan oleh guru untuk menemukan sendiri penemuan baru bagi dirinya saja yang telah dirancang oleh guru.
     Pembelajaran discovery dapat terjadi dalam situasi yang sangat terstruktur seperti buku guru atau buku siswa yang susunanya diprogram dari interaksi dimana siswa dibimbing langkah per langkah, format tanya-jawab untuk membuat penemuan yang sangat spesifik dan dapat diprediksikan.  Pada struktur yang lain, penemuan yang tanpa perencanaan dapat membuat siswa dalam masalah diskusi open-ended yang mereka rumuskan dan pertimbangkan dengan sedikit atau tanpa campur tangan guru.
     Menurut Bell (1981: 242) metode discovery memiliki beberapa tujuan, antara lain:
a.       melalui keterlibatan dalam pembelajaran discovery siswa belajar beberapa prosedur dan aktivitas yang diperlukan untuk membentuk benda-benda di luar lingkungan mereka
b.      siswa akan mengembangkan sikap dan strategi latihan
c.       pembelajaran discovery membantu siswa menambah kemampuan mereka untuk menganalisis, mensistesis, dan mengevaluasi informasi dalam cara yang rasional
d.      ada reward intrinsic, seperti tertarik dalam tugas pembelajaran dan kepuasan dalam membuat sebuah penemuan, itu dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih efisien dan efektif dalam kelas matematika.
            Diantara objek yang lebih spesifik dari pembelajaran discovery yang mudah untuk diamati dan diukur adalah sebagai berikut:
a.       Dalam pembelajaran discovery siswa mempuyai kesempatan untuk menjadi aktif termasuk dalam pembelajaran dan banyak siswa melakukan menambah level mereka dari partisipasi kelas ketika sebuah pengajaran discovery/metode pembelajaran  digunakan oleh guru.
b.      Melalui metode discovery siswa belajar untuk menemukan pola dalam situasi konkrit dan abstrak dan juga belajar untuk mengeksplorasi informasi tambahan degan di luar data yang diberikan
c.       Siswa juga belajar untuk merumuskan strategi pertanyaan yang tidak ambigu dan menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapat informasi yang berguna untuk membuat penemuan-penemuan
d.      Pembelajaran discovery dapat membantu siswa mengembangkan cara yang efektif dari bekerja bersama, berbagi informasi, dan mendengarkan serta menggunakan ide-ide orang lain
e.       Pembelajaran discovery membuktikan untuk mengindikasi kemampuan, konsep, dan prinsip dalam pembelajaran melalui discovery lebih bermakna untuk siswa dan diingat untuk periode waktu yang lama.
f.       Keahlian dipelajari dalam suasana pembelajaran discovery, dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas pembelajaran baru dan diterapkan di berbagai situasi.
Bell dalam bukunya “Teaching and Learning Mathematics” mengungkapkan karakteristik metode Discovery:
1.      Situasi kelas untuk Pembelajaran Discovery
            Pembelajaran discovery dapat terjadi selama guru mengajar, dalam kelompok diskusi. Melalui aktivitas kelompok, melalui percobaan laboratorium matematika, dan dalam situasi kelas yang tidak terstruktur.  Bagaimanapun kemungkinan siswa akan membuat penemuan ketika guru memimpin pembelajaran yang terus menerus atau dalam situasi kelas yang tidak terstruktur secara lengkap adalah kecil.  
2.      Strategi Penemuan Induktif dan Deduktif
            Strategi penemuan induktif dikarakteristikkan sebagai perumapamaan khusus ke umum dan strategi deduktif berangkat dari perumapamaan umum ke khusus.  Dalam menggunakan metode penemuan induktif, pembelajar menggunakan intuisi (dan beberapa logika) untuk merumuskan generalisasi dari pengamatannya dari beberapa benda-benda yang dibangun dalam situasi yang berkaitan, teknik, metode pemecahan masalah (problem solving).  Ketika strategi penemuan deduktif digunakan, pembelajar menggunakan logika (dan beberapa intuisi) untuk merumuskan sebuah generalisasi berdasarkan ide abstrak dan generalisasi lainnya.  Kemudian membangun genaralisasi dari contoh dan aplikasi dari yang baru ditemukan.
            Setiap pembelajaran discovery harus dimulai dengan informasi yang telah diketahui dan diproses langkah demi langkah ke informasi baru dan penemuan umum  Pembelajaran discovery dapat dilakukan melalui metode ekspositori yang diarahkan oleh guru atau melalui aktivitas laboratorium yang berpusat pada siswa.  Dalam beberapa pembelajaran discovery, guru dapat memilih aktivitas yang diperlukan siswa untuk menggunakan proses induktif; pembelajaran discovery lainnya mungkin membutuhkan penggunaan dari proses deduktif.
            Guru dapat memulai sebuah pembelajaran  penemuan ekspositori dengan memeriksa kembali informasi yang relevan, menampilkan situasi yang seharusnya dapat menimbulkan hasrat penemuan, dan menyusun aturan petunjuk untuk diskusi subsequent.  Selama diskusi, guru harus menjawab pertanyaan siswa dan harus meminta pertanyaan utama atau meyediakan sebuah informasi yang relevan ketika diskusi kontrol siswa kelihatan menemui hambatan.  (Bell, 1981: 245)
            Dari uraian di atas dapat disimpulkan pembelajaran discovery dapat dilakukan melalui strategi ekspositori dengan partisipasi siswa sebagai suatu kelompok.  Penemuan-penemuan matematika dapat juga dilakukan dengan pekerjaan siswa bersama dalam kelompok kecil atau dengan pekerjaan siswa secara individual dalam latihan laboratorium. 
Berikut merupakan beberapa pertimbangan untuk melakukan pembelajaran discovery dan beberapa aktivitas yang dapat dipilih yang termasuk dalam ekspositori dan pembelajaran discovery laboratorium yang melibatkan salah satu proses induktif atau deduktif:
            Setiap pembelajaran discovery harus dimulai dengan informasi yang telah diketahui dan diproses langkah demi langkah ke informasi baru dan penemuan umum
            Strategi pre assessment harus digunakan untuk mengetahui apakah siswa memproses keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan  untuk membuat setiap penemuan induktif yang diharapkan.
            Preassessment seharusnya juga digunakan untuk meyakinkan siswa mengetahui konsep dan prinsip-prinsip yang diperlukan untuk setiap penemuan deduktif.
            Guru harus mengizinkan siswa untuk membuat sebuah penemuan dengan beberapa cara, dan harus menyediakan untuk dan menerima penemuan alternatif.
            Jangan terlalu menggunakan strategi discovery, mereka dapat menghabiskan waktu dan frustasi untuk siswa jika digunakan terus menerus.
    Pertanyaan-pertanyaan yang memimpin dan isyarat lainnya dapat digunakan sebagai pendorong ketika pembelajaran discovery menjadi terbenam
Contoh Metode Discovery
            Pengajaran dengan metode discovery berharap agar siswa benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang dipelajarinya.  Contoh untuk mengajarkan sifat komutatif perkalian dengan penemuan, siswa diberi sejumlah soal perkalian sebagai berikut:

                                                                  (Tim MKPBM, 2001:177).  
D.    Metode Inkuiri
     Inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry” yang berarti penyelidikan. Piaget (dalam Rosalin, 2008:61), mengemukakan bahwa metode inquiry merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, dan membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain.
     Salah satu tujuan mengajar dengan metode inkuiri adalah agar siswa tahu dan belajar metode ilmiah dengan inkuiri dan mampu mentransfer ke dalam situasi lain dari dunia sekitar mereka melalui keterlibatan aktif dengan pengalaman dikehidupan nyata. Metode ilmiah dan inkuiri menurut The Access Center (2009,2) mempunyai komponen dasar yang sama yaitu mengharuskan siswa untuk melakukan investigasi penelitian dengan merumuskan pertanyaan, mengembangkan hipotesis, melakukan eksperimen, perekaman data, menganalisis data, dan kesimpulan gambar. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Metode Ilmiah                    Inkuiri
Pertanyaan atau masalah    Fase Inkuiri (Pertanyaan atau Masalah)
Hipotesis                             Pengumpulan Data Tahap I (Hipotesis)
Percobaan                           Pengumpulan Data Tahap II (Pengumpulan Data ..........                                  Analisis)
Catatan                                Pelaksanaan Fase (Kesimpulan dan Penjelasan)
Analisis Data   
Kesimpulan   
     Sedangkan perbedaan dari metode ilmiah dan inkuiri adalah proses inkuiri menyediakan lebih banyak kesempatan pada siswa untuk bergerak didalam dan diantara fase-fase penyelidikan (proses pemecahan masalah). Guru sebagai pemandu pertanyaan dan moderator dalam proses ini sehingga dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dari siswa. 
Metode ini terdiri atas empat tahap menurut Suherman (2003:213) adalah ;
a.       Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, dan teka-teki.
b.      Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan prosedur mencari dan mengumpulkan informasi atas data yang diperlukannya untuk memecahkan pertanyaan, pernyataan dan masalah.
c.       Siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuiri yang baru dilaksanakan.
d.      Siswa menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode umum yang dapat diterapkannya ke situasi lain.
           Metode Inkuiri dalam The Access Center (2009,3) diharapkan dapat membuat siswa mempunyai keterampilan berupa :
    Melakukan pengamatan
    Melakukan percobaan
    Bekerjasama dengan orang lain dalam melakukan investigasi
    Melakukan pengukuran
    Mengurutkan dan mengelompokkan
    Membandingkan dan menjelaskan
    Mencatat penemuan
    Menganalisis penemuan
    Saling berbagi hasil dengan lainnya
1.      Keunggulan teknik inkuiri dalam proses belajar-mengajar dalam Rosalin (2008:63) adalah:
a.       Dapat membentuk dan mengembangkan self consept pada diri siswa sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
b.      Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru;
c.       Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur, dan terbuka;
d.      Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri;
-          Situasi belajar lebih merangsang;
-          Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individual;
-          Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri dan siswa dapat menghindari dari cara-cara belajar tradisional.
-          Dapat memberi waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Pada proses pembelajaran, metode inkuiri yang diterapkan kepada siswa dapat ditingkatkan tekniknya. Menurut Sund and Trowbridge (Rosalin, 2008:63),
2.      metode inkuiri terbagi atas tiga macam, yaitu sebagai berikut :
    Inkuiri terpimpin (guide inquiry),
    Inkuiri bebas (free inquiry),
    Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry)
3.      INKUIRI DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI KELAS
            Dalam proses pembelajaran di kelas yang menggunakan metode inkuiri, guru sebagai “fasilitator pembelajaran” dalam pembelajaran dengan inkuiri sering terdiri dari kelompok kerja, bekerjasama, siswa menginvestigasi, dan eksplorasi luar ruangan. Siswa mengajukan beberapa pertanyaan, menimbulkan hipotesis, penelitian dan percobaan, menganalisis data, dan memberikan penjelasan sebagai bukti. The National Science Education Standards (NSES) menyatakan bahwa “ilmu sebagai pertanyaan” sebagai standar penting semua siswa yang harus dikuasai sebelum kelulusannya. Dengan inkuiri, siswa didorong untuk interaktif, yang pada umumnya lebih aktif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
            Peran guru sebagai fasilitator pembelajaran yang membimbing siswa dalam metode inkuiri. Guru dapat menggunakan tiga tipe inkuiri :
a.       Terstruktur
Berpusat pada guru dengan guru menyediakan prosedur cukup terstruktur untuk kegiatan inkuiri, dan siswa melakukan penyelidikan. Cara ini juga dapat digambarkan sebagai metode yang paling konvensional untuk inkuiri. 
b.      Terpimpin
Pada metode ini, paling sedikit intervensi guru dan siswa dibimbing. Siswa bekerjasama dalam kelompok dan merencanakan semua tahap inkuiri. Metode ini yang paling murni dari inkuiri dalam kelas.
c.       Terbuka
Metode ini umumnya digunakan ketika siswa diminta untuk membuat peralatan atau mengembangkan proses yang menghasilkan suatu hasil yang diinginkan. Pada metode ini, guru hanya memberikan masalah kemudian siswa yang secara aktif untuk mencari solusi dan menimbulkan kreativitas. Siswa mampu mengembangkan pengetahuan mereka dengan menggunakan proses ilmiah mereka sendiri atau menggunkaan prosedur mereka.
Tabel 4. Metode Inkuiri di Dalam Kelas
a. Tipe Inkuiri       
Terstruktur   
Deskripsi
Guru memberikan masalah yang terstruktur, prosedur, dan bahan.
Contoh
Siswa menyelidiki selama kegiatan berlangsung dan menentukan hasilnya.    Kegiatan dalam laboratorium dengan prosedur, bahan, dan lainnya telah ditentukan.
b. Terpimpin   
Guru memberikan siswa masalah atau pertanyaan dan materi. Siswa menentukan proses dan hasil.   
Deskripsi.
Siswa diberikan kertas grafik. Siswa diminta untuk membuat grafik fungsi kuadrat. Terbuka    Siswa menentukan masalah, investigasi, prosedur, dan hasil.   
Contoh.
Siswa diajak kunjungan ke kebun binatang, kemudian siswa dapat secara berpasangan menentukan himpunan dan bukan himpunan beserta namanya.
Dalam melaksanakan metode inkuiri, guru menurut Washington Virtual Classroom tahun 2005 (dalam The Access Center, 2009:6) sebaiknya:
    Memberika pertanyaan terbuka
    Memberi waktu setelah mengajukan pertanyaan
    Tidak menceritakan kepada siswa tentang apa yang harus dilakukan
    Tidak menolak atau mengecilkan ide dari siswa
    Mendorong siswa untuk menemukan solusi sendiri
    Mendorong siswa untuk saling berkolaborasi
    Menjaga suasana kelas agar tetap tertib
    Mengembangkan dan menggunakan penilaian berbasis inkuiri untuk memantau kemampuan siswa Mengetahui pertanyaan yang bias menantang beberapa siswa dan bersiap untuk memandu ketika siswa mulai bosan.
4.      CONTOH METODE INKUIRI :
            Dalam teori geometri, menarik jarak antara dua garis yang bersilangan sembarang dalam ruang dan menentukan volume air yang terbuang percuma dari satu teko ke gelas.  Contoh dalam Pembelajaran Matematika :
Menentukan rumus volume bola dari volume kerucut yang telah diketahui: Disiapkan sebuah kerucut yang mempunyai jari-jari sama dengan tingginya, lalu isi beras atau pasir dengan penuh dan rata permukaan. Kemudian masukkan kedalam bola yang ukuran diameter bola sama dengan diameter kerucut. Isilah bola terus sampai penuh. Maka pada isi yang keempat maka bola penuh sehingga dapat disimpulkan :
E.     PERBEDAAN METODE INKUIRI, EKSPOSITORI, DAN DISCOVERY
NO    PERBEDAAN    INKUIRI    DISCOVERY    EKSPOSITORI
1.      Penemu    Melalui ekspositori, kelompok, dan secara sendiri-sendiri        Kelompok-kelompok kecil (di laboratorium, bengkel, atau kelas)
2.      Penemuan hasil akhir    Belum dapat diketahui oleh guru    Harus ditemukan siswa merupakan sesuatu yang baru bagi dirinya, tetapi sudah diketahui oleh guru    
3.      Fungsi guru    Sebagai pengarah dan pembimbing. Guru menjadi sumber informasi data yang diperlukan        
4.      Fungsi siswa    Mengumpulkan informasi tambahan, membuat hipotesis, dan mengujinya    Diharapkan menemukan sesuatu yang penting    
F.      Dari pemaparan dan penjelasan tentang metode pembelajaran inkuiri, ekspositori, dan discovery serta bagaimana cara penerapannya, diharapkan guru sebagai seorang pemandu kegiatan pembelajaran akan lebih mudah dalam membantu siswa belajar.  Penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi akan memotivasi siswa untuk belajar, penggunaan salah satu metode pembelajaran secara terus-menerus, akan membuat siswa menjadi jenuh, selain penggunaan metode tertentu dalam waktu lama akan menimbulkan dampak negatif, karena setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pada pembahasan dapat dipahami bahwa inkuri, ekspositori, dan discovery adalah metode-metode pembelajaran yang bisa memiliki perbedaan, kelebihan dan kekurangan masing-masing, meskipun tujuan sama, yaitu skenario kegiatan untuk mempermudah  siswa belajar. Selain itu setelah mengenal dan mengerti cara penggunaan metode pembelajaran inkuri, ekspositori, dan discovery, perlu bagi seorang guru untuk mempelajari metode-metode lain, karena seni pengajaran yang baik adalah memberikan metode-metode yang baik sesuai materi dan kemampuan siswa. Semua siswa, berapapun usianya, perlu diberi metode-metode yang dapat membantu mereka membangun jembatan-jembatan menuju abstraksi matematika (dalam Wahyudin, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Bell, Frederick H. (1981). Teaching and Learning Mathematic (In Secondary Schools).  The United States of America : Wm. C. Brown Company.
Dayufunmath. (2012).  Metode Ekspositori Dalam Pembelajaran Matematika.Tersedia : http://dayufunmath.wordpress.com/2012/01/12/metode-ekspositori-dalam-pembelajaran-matematika/. Diakses : 12 April 2012.
Ormrod, J.E. (2008). Psikologi Pendidikan. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Suherman, Erman. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.
Sunartombs.(2009). Pengertian Metode Ekspositori. Tersedia : http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/09/pengertian-metode-ekspositori/. Diakses : 21 April 2012. Tim MKPBM.  2001.  Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.
Uno B, Hamzah.  (2010).  Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran.  Jakarta:         Bumi Aksara
Tim MKPBM.  (2001).  Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.
The Access Center. (2007). Science Inquiry: The Link to Accessing the General Education Curriculum. Tersedia : http://www.k8accesscenter.org/training_resources/ScienceInquiry_accesscurriculum.as. Diakses : 5 April 2012.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran Dan Metode-Metode Pembelajaran. CV. Ipa Abong : Jakarta.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.......4
Kamis, 28 Februari 2013
Pendekatan Induktif dan Deduktif, regresif, progresif
A.    Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran digunakan sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan. Menurut Sagala (2010:68) menjelaskan bahwa “Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk satuan instruksional tertentu.”Sedangkan menurut Sanjaya (2008:125) menyatakan bahwa “Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.” Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Menurut Wahjoedi (1999:121) bahwa, “Pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan perilaku siswa agar ia dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar secara optimal”.
Berdasarkan pengertian tentang pendekatan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja yang mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
B.     Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris Perancis Bacon yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan pada fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin, sistem ini dipandang sebagai sistem yang paling baik pada abad pertengahan yaitu cara induktif disebut juga sebagai dogmatif artinya bersifat mempercayai bagitu saja tanpa diteliti secara rasional. Pada dasarnya berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sagala (2010:77) yang mengatakan bahwa “Dalam konteks pembelajaran pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu prinsip atau aturan.” Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa Pendekatan induktif dimulai dengan pemberian kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau prinsip. Kemudian siswa dibimbing untuk berusaha keras mensintesiskan, menemukan, atau menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran tersebut. Mengajar dengan pendekatan induktif adalah cara mengajar dengan cara penyajian kepada siswa dari suatu contoh yang spesifik untuk kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu aturan prinsip atau fakta yang pasti.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang berawal dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan.
Menurut Yamin (2008:90) pendekatan induktif tepat digunakan manakala:
1)      Siswa telah mengenal atau telah mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut,
2)      Yang diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan, dan pengambilan keputusan,
3)      Pengajar mempunyai keterampilan fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan terampil mengulang pertanyaan, dan sabar,
4)      Waktu yang tersedia cukup panjang.
Menurut Sagala (2010:77) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model pembelajaran dengan pendekatan induktif yaitu:
1)      Memilih dan menentukan bagian dari pengetahuan (konsep, aturan umum, prinsip dan sebagainya) sebagai pokok bahasan yang akan diajarkan.
2)      Menyajikan contoh-contoh spesifik dari konsep, prinsip atau aturan umum itu sehingga memungkinkan siswa menyusun hipotesis (jawaban sementara) yang bersifat umum.
3)      Kemudian bukti-bukti disajikan dalam bentuk contoh tambahan dengan tujuan membenarkan atau menyangkal hipotesis yang dibuat siswa.
4)      Kemudian disusun pernyataan tentang kesimpulan misalnya berupa aturan umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah tersebut, baik dilakukan oleh guru atau oleh siswa.
Strategi pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori konstruktivisme dalam belajar. Pembelajaran ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) dalam penerapannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan inilah guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran dengan cara berpikir dan membangun ide. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan untuk membuat siswa berpikir.
Jenis pendekatan induktif:
a)      Membentuk satu generalisasi dari pada contoh-contoh tertentu.
b)      Membentuk satu prinsip dari uji kajian tertentu.
c)      Membentuk satu hukum dari pernyataan-pernyataan tertentu.
d)     Mendapat satu teori dari urutan suatu pemikiran.
Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan ciri-ciri dari strategi pembelajaran induktif adalah:
a)      Penekanan pada keterampilan berpikir dan tujuan-tujuan afektif
b)      Berstruktur rendah
c)      Penggunaan waktu yang kurang efisien
d)     Memberi kesempatan yang banyak untuk belajar sewaktu-waktu
Model pengajaran induktif dari Hilda Taba ini didasarkan atas 3 postulat utama mengenai berfikir, yaitu sebagai berikut:
a.       Bahwa berpikir dapat dididik
b.      Bahwa berpikir adalah suatu transaksi aktif antara individu dan data
c.       Bahwa proses berpikir lambat laun membentuk kaidah -kaidah berpikir.
Induktif merupakan proses berpikir di mana siswa menyimpulkan dari apa yang diketahui benar untuk hal yang khusus, juga akan benar untuk semua hal yang serupa secara umum. Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian dari argumentasi itu.
 Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian kebenaran yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan eksperimen. Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan cara deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat diterima kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif. Berikut adalah beberapa contoh pembuktian dalil atau generalisasi pada matematika. Dalil atau  generalisasi berikut dibenarkan dalam matematika karena sudah dapat dibuktikan secara deduktif.
Contoh : Bilangan
Bilangan ganjil ditambah bilangan ganjil sama dengann bilangan genap.
Misalnya kita ambil beberapa buah bilangan ganjil yaitu 1, 3, -5, 7. Maka:
+
1
3
5
7
1
2
4
6
8
3
4
6
8
10
5
6
8
10
12
7
8
10
12
14

Dari tabel di atas, terlihat bahwa untuk setiap dua bilangan ganjil jika dijumlahkan hasilnya selalu genap. Dalam matematika hasil di atas belum dianggap sebagai suatu generalisasi, walaupun anak membuat contoh-contoh dengan bilangan yang lebih banyak lagi. Pembuktian dengan cara induktif ini harus dibuktikan lagi dengan cara deduktif.
Contoh  : Pola Geometri
Perhatikan gambar berikut ini!
Dapatkah kita menduga dua bilangan sesudah 10?
Menurut Wariman (1997) ada beberapa kekurangan dan kelebihan pembalajaran induktif
1.      Kelebihan dari pendekatan induktif antara lain :
a)      Dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa karena siswa selalu dipancing dengan pertanyaan.
b)      Dapat menguasai secara tuntas topic-topik yang dibicarakan karena adanya tukar pendapat antar siswa sehingga didapatkan suatu kesimpulan akhir.
c)      Mengajarkan siswa berpikir kritis karena selalu dipancing untuk mengeluarkan ide-ide.
d)     Melatih siswa belajar bekerja sistematis.
2.      Kelemahan dari pendekatan induktif antara lain :
a)      Memerlukan banyak waktu.
b)      Sukar menemukan pendapat yang sama karena setiap siswa mempunyai gagasan yang berbeda-beda.
C.     Pendekatan Deduktif
Pembelajaran dengan pendekatan deduktif terkadang sering disebut pembelajaran tradisional yaitu guru memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Dalam bidang ilmu sains dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama siswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan.
Menurut Setyosari (2010:7) menyatakan bahwa “Berpikir deduktif merupakan proses berfikir yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dengan menggunakan logika tertentu.”
Hal serupa dijelaskan oleh Sagala (2010:76) yang menyatakan bahwa: Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaaan umum kekeadaan yang khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus.
Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa “Pendekatan deduktif merupakan pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian dijelaskan dalam bentuk penerapannya atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu.”
Dalam pendekatan deduktif menjelaskan hal yang berbentuk teoritis kebentuk realitas atau menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus. Disini guru menjelaskan teori-teori yang telah ditemukan para ahli, kemudian menjabarkan kenyataan yang terjadi atau mengambil contoh-contoh.
Dari penjelasan beberapa teori dapat diambil kesimpulan bahwa  pendekatan deduktif adalah cara berfikir dari hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.
Menurut Yamin (2008:89) pendekatan deduktif dapat dipergunakan bila:
1)      Siswa belum mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari,
2)      Isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidang yang kurang membutuhkan proses berfikir kritis,
3)      Pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang baik dan pembicaraan yang baik,
4)      Waktu yang tersedia sedikit.
Menurut Sagala (2010:76) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah
1.      Guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif,
2.      Guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi  dan contoh-contohnya,
3.      Guru menyajikan  contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan  antara keadaan khusus dengan aturan prinsip umum,
4.      Guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.
Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan kelebihan dan kelemahan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah:
1.      Kelebihan pendekatan deduktif antara lain:
a.       Tidak memerlukan banyak waktu.
b.      Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan ke dalam soal-soal atau masalah yang konkrit.
2.      Kelemahan pendekatan deduktif antara lain:
a.       Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan siswa baru bisa memahami konsep setelah disajikan berbagai contoh.
b.      Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karena siswa menerima konsep matematika yang secara langsung diberikan oleh guru.
c.       Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan deduktif, karena disini siswa langsung menerima konsep matematika dari guru tanpa ada kesempatan menemukan sendiri konsep tersebut.
Pembelajaran deduktif merupakan imbangan yang sangat dekat bagi model pembelajaran induktif. Keduanya dirancang untuk mengajarkan konsep dan generalisasi, mengandalkan contoh dan bergantung pada keterlibatan guru secara aktif dalam membimbing siswa. Perbedaan terletak pada urutan kejadian selama pembelajaran, keterampilan berpikir, cara memotivasi dan waktu yang diperlukan serta biasanya pada pembelajaran pendekatan deduktif seorang guru harus lebih aktif daripada siswanya. Pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab dan simulasi.
Dalam strategi pembelajaran deduktif pesan diolah mulai dari hal yang umum kepada hal yang khusus, dari hal abstrak kepada hal yang nyata, dari konsep-konsep yang abstrak kepada contoh-contoh yang konkrit, dari sebuah premis menuju ke kesimpulan yang logis.
Langkah-langkah dalam strategi deduktif meliputi tiga tahap:
1.      Pengajar memilih pengetahuan untuk diajarkan.
2.      Pengajar memberi pengetahuan kepada peserta didik.
3.      Pengajar memberikan contoh-contoh dan membuktikannya kepada peserta didik.
Misalnya, bila diambil contoh untuk pengajaran tentang kalimat tunggal, maka pengajar memulai dengan definisi kalimat tunggal, contoh-contoh kalimat tunggal, dan dilanjutkan dengan penjelasan ciri-ciri kalimat tunggal. Teknik penyajian pelajaran yang paralel dengan strategi pembelajaran deduktif adalah teknik ceramah.
Pembelajaran deduktif terdiri dari empat tahap
a)      Guru mulai dengan kaidah-kaidah konsep (concept rule) atau pernyataan yang mana dalam pembelajaran diupayakan untuk pembuktiannya,
b)      Guru memberikan contoh-contoh yang menunjukkan pembuktian dari konsep,
c)      Guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mendapatkan atribut/ciri dan bukan esensi dari konsep-konsep,
d)     Siswa memberikan beberapa kategori dari contoh yang diberikan oleh guru
Pembelajaran deduktif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan penalaran dari umum ke khusus. Pembelajaran deduktif merupakan imbangan yang sangat dekat bagi model pembelajaran induktif. Keduanya dirancang untuk mengajarkan konsep dan generalisasi, mengandalkan contoh dan bergantung pada keterlibatan guru secara aktif dalam membimbing siswa. Perbedaan terletak pada urutan kejadian selama pembelajaran, keterampilan berpikir, cara memotivasi dan waktu yang diperlukan serta biasanya pada pembelajaran pendekatan deduktif seorang guru harus lebih aktif daripada siswanya. Pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab dan simulasi.
Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan ciri-ciri pembelajaran deduktif adalah sebagai berikut :
a)      Berorientasi pada siswa.
b)      Berstruktur tinggi.
c)      Penggunaan waktu yang lebih efisien.
d)     Kurang memberi kesempatan untuk belajar sewaktu-waktu.
Sintaks pembelajaran deduktif adalah:
a)      Menyatakan abstraksi.
b)      Memberi ilustrasi.
c)      Aplikasi.
d)     Penutup.
Telah dikemukakan bahwa pendekatan deduktif berdasarkan pada penalaran deduktif. Penalaran deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi ke hal yang khusus. Dalam penalaran deduktf, tidak menerima generalisasi dari hasil observasi seperti yang diperoleh dari penalaran induktif. Dasar penalaran deduktif adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada pernyataan sebelumnya yang benar. Kalau begitu bagaimana untuk menyatakan kebenaran yang paling awal? Untuk mengatasi hal ini dalam penalaran deduktif memasukkan beberapa pernyataan awal/pangkal sebagai suatu “kesepakatan’, yang diterima kebenarannya tanpa pembuktian, dan istilah/pengertian pangkal yang kita sepakati maknanya.
D.    Pendekatan Pembelajaran Induktif-Deduktif
Pembelajaran induktif-deduktif adalah model pembelajaran yang memadukan model pembelajaran induktif dan model pembelajaran deduktif. Pembelajaran diawali secara induktif dengan memberikan sejumlah contoh agar siswa mengidentifikasi, menginterpretasi data kemudian membuat kesimpulan. Secara deduktif, setelah siswa mampu mendefinisikan atau menggenarilasasikan dapat memberikan contoh atau non contoh serta dapat membuktikannya.
Model pembelajaran induktif-deduktif yang efektif harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
a.       Siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan selalu mengekspresikan gagasannya.
b.      Proses berpikir siswa berkembang dari data yang sifatnya spesifik menuju generalisasi.
c.       Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya.
d.      Siswa secara intrinsik termotivasi untuk menemukan konsep dan memberikan bukti atau penjelasan.
e.       Siswa menemukan pengalaman yang banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
f.       Siswa mampu melakukan penalaran dengan baik.
g.      Guru mengendalikan unsur-unsur yang terlihat, misalnya suasana kelas, data, dan guru sebagai pengendali serta kelas dapat berfungsi sebagai laboratorium.
h.      Dalam pengorganisasiannya dapat dilakukan secara klasikal, individual dan kooperatif.
i.        Pembelajaran secara kooperatif menciptakan suasana yang demokratis di kelas, untuk jangka panjang kondisi seperti ini membawa siswa pada kehidupan nyata di masyarakat (sekolah/kelas dijadikan sebagai miniatur masyarakat).
j.        Siswa terlibat dalam kegiatan yang behubungan dengan data yangada, bahan dan objek sehingga merasa ada pola tertentu dari data yang diperolehnya.
k.      Biasanya ada beberapa generalisasi yang dapat dirumuskan siswa.
l.        Guru memberi kesempatan untuk mengkomunikasikan hasil generalisasi yang diperoleh di kelas.
DAFTAR PUSTAKA.
Shadiq, Fadjar. (2003). Peran Penalaran dan Komunikasi serta Pemecahan Masalah Selama Proses Pembelajaran Matematika dalam Peningkatan Kualitas Siswa. Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Shadiq, Fadjar. Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan, (fadjar_p3g@yahoo.com &www.fadjarp3g.wordpress.com)
Suwangsih,Dra.Erna. Makalah “Pendekatan Pembelajaran Matematika” internet.
Drs. Markaban, M.Si, (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika SMK. Paket Fasilitasi Pemberdayaan Kkg/Mgmp Matematika.Yogyakatra: PPPPTK
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Senin, 26 Juli 2010
Makalah MKPAI
By Agus Salim 
Makalah ini disusun sebagai Bahan Presentasi Mata Kuliah MKPAI Semester VI
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM .2010
A.    Jalan pengajaran adalah cara yang di tempuh atau dilalui dalam mengatur dan menyusun urutan-urutan dari beberapa bagian bahan pelajaran yang akan disampaikan menjadi satu kesatuan yang utuh dan terpadu.
Jalan pengajaran mana dan apa yang akan dilalui oleh seseorang guru dalam menyampaikan bahan pelajaran kelas, adalah sangat menentukan sekali terhadap metode apa yang akan dipakai. Oleh sebab itu seorang guru harus direncanakan secara matang dan menetapkan terlebih dahulu jalan pengajaran yang akan dilalui/ditempuh.
Adapun jalan pengajaran itu adalah sebagai berikut:
1.      Jalan Pengajaran Progresif
Jalan pengajaran progresif atau disebut juga jalan pengajaran suksesif, yaitu jalan pengajaran dimana bahan dari suatu vak mata pelajaran tertentu yang disampaikan secara maju berkelanjutan (continous progress)dengan tanpa mengadakan pengulangan secara sengaja, akan tetapi dapat terjadi secara sambil lalu atau secara okasional.
Misalnya penyajian dalam suatu maa pelajaran fiqh maka penyajian materi dapat dimulai dengan cara mengajarkan sholat, kemudian dilanjutkan dengan materi pelajaran zakat. Setelah itu berpindah kepada pelajaran mengenai puasa, dan akhirnya sampai kepada pelajaran Haji.
Namun dalam arti yang lebih luas pengajaran progresif dapat berlaku dalam satu vak tertentu dari pelajaran agama, pengajaran agama, pengajaran dapat dimulai dengan mengajarkan masalah :Keimanan, syari’ah dan kemudian berpindah kepada pelajarn akhlaq.
Kebaikan  Jalan Pengajaran Progresif :
1.      Siswa selalu menerima bahan pelajaran yang baru.
2.      Bahan pelajaran dapat disajikan secara sistematis dan berkesinambungan.
3.      Target pengajaran dapat mudah tercapai.
4.      Memberi kemungkinan bagi siswa yang cerdas dan rajin dapat menyelesaikan pelajaran secara tepat.          
Kekurangan – kekurangannya :
1.      Penyajian bahan pelajaran biasanya kurang mendalam.
2.      Bagi siswa yang kurang cerdas dan malas, pengajaran menjadi terhambat dan ketinggalan.
3.      Materi pelajarn mudah terlupakan dan kurang membekas dalam ingatan anak didik. Sebab keterangan diberikan hanya selintas/sambil lalu, dan tidak diberi pengulangan secaracontinue/routine.
4.      Jika anak didik mengalami putus sekolah, sebelum menyelesaikan pada tingkat akhir yang lebih tinggi, maka pengetahuan anak menjadi terputus dan tidak utuh.
5.      Bagi siswa ingkat rendah jalan pengajaran progresif ini masih sulit untuk diterapkan.
2.      Jalan Pengajaran Regresif :
Jalan pengajaran regresif merupakan kebalikan dari pengajaran regresif, yaitu jalan pengajaran ”mundur”. Dengan kata lain jalan pengajaran regresif, menyajikan bahan pelajaran dengan dimulai hal-hal yang telah diketahui oleh anak didik, sebagai dasar untuk pelajaran berikutnya.
Misalnya dalam mata pelajaran Sejarah Islam. Maka mempelajari sejarah perkembangan Islam modern (kontemporer), dapat dipelajari dengan menelusuri sejaran perkembangan Islam dari masa ke masa. Yaitu dari sejarah Islam masa Turki, sejarah Islam masa Abbasiyah kemudian sejarah Islam masaKhalifah Rasyiddin hingga sejarah Islam semasa Nabi Muhammad SAW, yang telah utama dipelajari oleh anak didik.
Kebaikan jalan pengajaran regresif :
1.      Materi pelajaran menjadi kontekstual, yaitu antara pelajaran baru dengan pelajaran yang telah lalu memiliki hubungan yang saling berkaitan.
2.      Mempermudah persepsi anak untuk mengingat dan menghafal pelajaran yang telah lalu.
3.      Pengajaran dapat dengan mudah dikuasai oleh anak didik karena selalu diadakan pengulangan-pengulangan terhadap pelajaran yang telah lalu.
4.      Murid tidak terlalu merasa asing terhadap materi pelajaran yang baru tersebut
Kekurangan – kekurangannya : Bahan pelajaran tidak sistematis dan kurang berurutan. Bahan pelajaran selalu diadakan pengulangan, dan ini dapat menjadi tidak disenangi anak didik, karena terlalu jenuh dan membosankan (sebab dari itu ke itu saja).
3.      Jalan Pengajaran Konsentris
Konsentris/konsentrasi yaitu pengumpulan atau pemusatan pada suatu titik. Jalan pengajaran konsentris berarti : menyampaikan bahan pelajaran dengan berpusat kepada satu tema pelajaran tertentu untuk dibicarakan atau disampaikan seluruhnya dalam tiap-tiap tahun atau jenjang pengajaran di sekolah.
Misalnya : jalan pengajaran untuk mengajarkan materi pelajaran tauhid/keimanan, dapat diberikan atau disampaikan mulai dari kelas 1 (kelas satu) tahun pertama, sampai dengan kelas-kelas akhir tingkat tinggi/perguruan tinggi. Hanya pembahasan materi pelajaran untuk tingkat/kelas pertama atau pada tahun-tahun berikutnya yang lebih maju, maka materi pelajaran dapat diperluas dan diperdalam pembahasan. Jadi semakin tinggi kelas dan semakin tinggi tingkat sekolah, maka uraian semakin diperluas dan rinci meskipun dalam pokok pembahasan yang sama.
Sehingga kalau kita gambarkan jalan pengajaran konsentris ini dalam bentuk gambar/bagan, dalam mata pelajarankeimanan/tauhid tersebut adalah sebagai berikut :[1]
Kebaikan jalan pengajaran konsentris :
a.       Pengetahuan anak menjadi integral dan utuh.
b.      Pelajaran dapat disampaikan sekaligus, secara utuh meski bersifat global/garis besarnya saja.
c.       Jika anak didik mengalami putus sekolah sebelum selesai menamatkan pada tingkat-tingkat berikutnya, maka anak didik telah mendapatkan gambaran pengetahuannya secara utuh, meski mungkin bersifat global/kurang dalam.
Kekurangan – kekurangannya :
a.                           Pengetahuan siswa kurang mendalam , bahkan mungkin bersifat mengambang, hal ini apabila terjadi di antara siswa yang bodoh, malas dan terutama yang putus sekolah. Karena materi tidak dikuasai secara sistematis dan tuntas.
b.                          Pengajaran lebih mengutamakan segi kuantitas (banyaknya bahan yang disampaikan) daripada segi kualitas penguasaan bahan pelajaran.
c.                           Tidak semua guru dapat menguasai semua cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan. Misalnya dalam pelajaranKeimanan/ketauhidan, dituntut seorang guru untuk menguasai cabang Ilmu Tauhid, Filsafat Ketuhanan (Ilmu Kalam), Ilmu Mantiq dan lain-lainnya. Demikian juga dalam Ilmu Fiqh maka akan ada Fiqh Munakahah, Mu’amalah, dan Fiqh Mawaris. Yang semuanya itu memerlukan disiplin yang  propesional.
Saran-saran:
1.      Guru hendaknya menguasai materi pelajaran yang akan diberikan secara mendalam
2.      Banyak diadakan soal tanya jawab, diskusi dan ulangan terhadap pelajaran yang telah lalu.
[1] Zuhairin, dkk, Metodik Khusus Pendidkan Agama, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.


XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........5
Rabu, 10 Februari 2016
SKIL-SKIL GURU

A.        Soft Skills.
1.      Konsep Soft Skills.
Menurut Ramdhani (2008) dalam Syawal (2010) pengertiansoft skill didefenisikan sebagai keterampilan lunak (soft) yang digunakan dalam berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain, atau dikatakan sebagaiinterpersonal skills. Menurut Bahrumsyah soft skill merupakan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mempu mengembangkan untuk kerja secara maksimal. Dari kedua pendapat tersebut diatas, ada kesamaan pendapat tentang pengertian soft skill yaituinterpersonal skill  hanya saja pada pendapat Bahrumsyah ditambahkan intrapersonal skillsyaitu keterampilan mengatur dirinya sendiri.
Dari pendapat tersebut diatas masih terdapat kemampuan tambahan seseorang diluar dari interpersonal skillsdan intrapersonal skills yang disebut Ekstrapersonal skillsseperti kemampuan seseorang dalam spritual inteligence (SQ). dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertiansoft skill yaitu kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan kemampuan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) serta kemampuan tambahan seseorang dalam kepercayaan/kepedulian baik terhadap penciptanya maupun orang lain (ekstrapersonal skills).

Apa saja yang termasuk di dalamsoft skill? Menurut Ramdhani dalam Syawal beberapa keterampilan yang dimasukkan dalam kategori soft skill adalah: etika/propesional, kepemimpinan, kreativitas, kerjasama, inisiatif,facilitating kelompok maupun masyarakat, komunikasi, berpikir kritis, dan problem solving. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada, ada 23 atribut softskills yang dominan di lapangan kerja yang dimuat oleh Tarmidi dalam websitenya. Ke 23 atribut tersebut diurut berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja, yaitu: (1) inisiatif, (2) etika/integritas, (3) berfikir kritis,(4). kemauan belajar, (5) komitmen,(6) motivasi, (7) bersemangat, (8) dapat diandalkan, (9) komunikasi lisan, (10) kreatif, (11) kemampuan analitis, (12) dapat mengatasi stres, (13) manajemen diri, (14) menyelesaikan persoalan, (15) dapat meringkas, (16) berkoperasi, (17) fleksibel, (18) kerja dalam tim,(19) mandiri, (20) mendengarkan, (21) tangguh,  (22) berargumentasi logis, (23) manajemen waktu.

2.      Mengajarkan Soft Skill
Menurut Saillah (2007), materi soft skill yang perlu dikembangkan kepada para siswa, tidak lain adalah penanaman sikap jujur, kemampuan berkomunikasi, dan komitmen. Untuk mengembangkan soft skill dengan pembelajaran, perlu dilakukan perencanaan yang melibatkan para guru, siswa, alumni, dan dunia kerja, untuk mengidentifikasi pengembangan soft skill yang relevan. Dari pendata di atas, pembelajaransoft skill dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan ke dalam pembelajaran di kelas.
Poppy Yaniawati dalam Agus Wibowo (20012:130) mendefinisikan soft skills dengan kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademik yang  mengutamakan pada kemampuan intrapersonal dan interpersonal. Keduga kemampuan tersebut dapat dimiliki oleh seseorang, melalui proses pembelajaran, maupun proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan di atas adalah kemampuan yang harus diasah pada setiap individu. Oleh karena itu, pembelajaran akademis di kelas harus selalu memperhatikan perkembangan soft skill siswa agar terus dikembangkan.
a.       Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Interpersonal.
Muhammad Yaumi (20012:144) Menyatakan bahwa kecerdasan interpersonal berhubungan dengan konsep interaksi dengan orang lain di sekitarnya. Interaksi yang dimaksud bukan hanya sekedar berhubungan biasa saja seperti berdiskusi dan membagi suka dan duka, melainkan juga memahami pikiran, perasaan, dan kemampuan untuk memberikan empati dan respon. Biasanya orang memiliki kecerdasan interpersonal yang dominan cenderung berada pada kelompok ekstrovert dan sangat sensitif terhadap suasana hati dan perasaan orang lain. Mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim dengan baik. Oleh karena itu, mereka sangat fleksibel bekerja dalam suatu kelompok karena mampu memahami watak dan karakter orang lain dengan mudah.
Muhammad Yaumi (2012:147) berpendapat bahwa karakteristik kecerdasan interpersonal adalah sebagai berikut. 1) Belajar dengan sangat baik ketika berada dalam situasi yang membangun interaksi antar satu dengan yang lainnya. 2) Semakin banyak berhubungan dengan orang lain, semakin merasa bahagia. 3) Sangat produktif dan berkembang dengan pesat ketika belajar secara kooperatif dan kolaboratif. 4)Ketika menggunakan interaksi jejaring sosial, sangat senang dilakukan melaluichatting atau teleconference. 5)Merasa senang berpartisipasi dalam oraganisasi-organisasi sosial, keagamaan, dan politik. 6) Sangat senang mengikuti acara talkshow di TV dan radio. 7)Ketika bermain atau berolah raga, sangat pandai bermain secara tim (Doubleatau kelompok) dari pada bermain sendiri (singgle). 8) Selalu merasa bosan dan tidak bergairah ketika bekerja sendiri. 9) Selalu melibatkan diri dalam club-club dan berbagai aktivitas ekstrakurikuler. 10) Sangat peduli dan penuh perhatian pada masalah-masalah dan isu-isu sosial.
Muhammad Yaumi (2012:149) berpendapat bahwa untuk dapat mengembangkan dan mengonstruksi kecerdasan interpersonal yang memiliki peserta didik, berbagai aktivitas pembelajaran yang sesuai dapat dilihat sebagai berikut.
1)      Menerapkan model jigsaw
2)      Membuat kelompok kooperatif
3)      Melakukan board games
4)      Mengajar teman sebaya
5)      Berkomunikasi orang per orang
6)      Membuat team work
7)      Mempelajari perasaan orang lain
8)      Melaksanakan penilaian tim
9)      Membuat keterampilan kolaboratif
10)  Berdiskusi kelompok
11)  Membagi pasangan (peer sharing)
12)  Melakukan praktik empati
13)  Melakukan umpan balik
14)  Membuat proyek kelompok
15)  Melakukan simulasi
16)  Melakukan wawancara
17)  Menebak karakter orang lain.
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pembelajaran untuk mengajarkan soft skill di atas bisa diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran di kelas yang utama adalah pendidikan bersifat akademis dengan hasil peningkatan kemampuan kognitif siswa. Oleh karena itu, untuk mengajarkan soft skill di dalam kelas, guru harus memadukannya dengan mata pelajaran yang akan diajarkan.
b.      Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Intrapersonal
Muhammad Yaumi (2012:173) berpendapat bahwa pada umumnya orang yang memiliki kecerdasan intrapersonal biasanya memilih untuk bekerja sendiri dalam menyelesaikan proyek-proyek, meskipun kadang-kadang memerlukan perhatian ekstra. Orang yang memiliki kecerdasan intrapersonal bukan hanya cenderung untuk menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain, tetapi juga berhubungan dengan kemampuiannya untuk merefleksi diri. Individu dengan kecerdasan intrapersonal dapat menghabiskan waktu dalam kehidupan sehari-hari untuk merefleksi diri memikirkan tujuan dan  keberadaan diri mereka, bahkan lebih dari itu, mereka terobsesi untuk berada di atas hal-hal yang dipikirkannya. Jika tidak memiliki tujuan tertentu yang harus dilakukan di luar, seperti pergi sekolah, tempat kerja atau kegiatan lain, maka mereka mungkin tidak akan meninggalkan rumah mereka selama beberapa waktu tertentu. Pendeknya, kecerdasan intrapersonal merujuk pada kemampuan individu untuk mengenal dan menerima kelebihan dan kelemahan yang ada dalam dirinya. Artinya, orang yang cerdas secara intrapersonal berarti orang yang menyadari keberadaan dirinya secara mendalam termasuk perasaan, ide-ide, dan tujuan hidupnya.
Menurut Muhammad Yaumi (2012:175-177) karakteristik kecerdasan intrapersonal adalah sebagai berikut. 1) Menyadari dengan baik tentang hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan atau moralitas. 2) Belajar dengan sangat baik ketika guru memasukkan materi aygn berhubungan dengan sesuatu yang bersifat emosional. 3) Sangat mencintai keadilan baik dalam persoalan sepele maupun persoalan besar lainnya. 4) Sikap dan perilaku, menghargai gaya dan metode belajar. 5) Sangat peka terhadap isu-isu yang berhubungan dengan keadilan sosial. 6) Bekerja sendiri jauh lebih produktif daripada bekerja dalam suatu kelompok atau tim. 7) Selalu ingin tahu tujuan yang hendak dicapai sebelum memutuskan untuk melakukan suatu pekerjaan. 8) Ketika meyakini suatu yang dapat membawa kebaikan bagi kehidupan, seluruh daya dan upaya tercurah untuk mengejar sesuatu itu. 9) Senang berpikir dan berbicara tentang penyebab seseorang dapat menolong orang lain. 10) Senang untuk bersikap protek terhadap diri dan keluarga bahkan orang lain. 11) Membuka diri atau bersedia melakukan protes atau menandatangani petisi untuk perbaikan segala kekeliruan.
Muhammad Yaumi (2012:177) berpendapat bahwa orang yang memiliki kekuatan intrapersonal terintegrasi sifat-sifat positif seperti teguh pendirian, jujur pada diri sendiri, instrospektif, adil, berpikir panjang, kreatif, futuristik, disiplin, religius, dan hati-hati. Namun, jika sifat-sifat tersebut keluar dari koridor yang sebenarnya dapat menyebabkan lahirnya perilaku-perilaku negatif seperti egois, mementingkan diri sendiri, terlalu protektif, curang pada orang lain, tidak rasional, berlebih-lebihan, over acting, kaku, tidak fleksibel, dan lambat dalam memberikan respon pada lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu, faktor pendidikan sangat menentukan adanya perbaikan dari berbagai kelemahan tersebut.
Menrut Muhammad Yaumi (2012:178-179) terdapat beberapa aktivitas pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan intrapersonal. Aktivitas yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1)      Melakukan tugas mandiri.
2)      Menanyakan tentang perasaan ketika belajar sesuatu.
3)      Membuat rencana aplikasi diri.
4)      Membentuk hubung perorangan (personal connection).
5)      Memberi kebebasan memilih waktu untuk mengerjakan sesuatu (free-choice time)
6)      Membuat identifikasi diri.
7)      Menerapkan berpikir tingkat tinggi.
8)      Membuat otobiografi sederhana.
9)      Membuat pernyataan diri.
10)  Berkonsentrasi.
11)  Mengungkapkan perasaan.
12)  Membuat prioritas perorangan.
13)  Menciptakan situasi terfokus.
14)  Menyusun tujuan melakukan sesuatu.
15)  Melakukan refleksi dalam situasi yang hening.
16)  Belajar mandiri.
17)  Menerapkan belajar dalam kehidupan nyata.
18)  Berpikir strategik.
Aktivitas permbelajaran seperti di atas dapat dikembangkan sesuai dengan jenis bahan ajar dan tujuan pembelajaran yang disajikan. Beberapa aktivitas pembelajaran di atas dapat diuraikan secara rinci dengan memerhatikan kosnep dasar, tujuan, prosedur penyajian, dan contoh penerapannya dalam situasi ruangan kelas tertentu. Ruang kelas yang dimaksud dapat dikondisikan sesuai dengan situasi real yang terdapat pada masing-masing sekolah.
B.         Hard Skills.
1.      Konsep Hard Skill
Proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih menitik beratkan pada aspek kognitif. Hal ini dapat dilihat pada prestasi mahasiswa yang ditunjukkan oleh indeks prestasi (IP). Indeks prestasi dibuat berdasarkan hasil penilaian dari evaluasi dosen terhadap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan mahasiswa yang ditunjukkan berdasarkan indeks prestasi seperti inilah yang sering disebut sebagai kemampuanhard skill.
 Menurut Bahrumsyah (2010) hard skill merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Menurut Syawal (2010) hard skill yaitu  lebih beriorentasi mengembangkan intelligence quotient (IQ). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hard skillmerupakan kemampuan untuk menguasai ilmu pengatahuan teknologi dan keterampilan teknis dalam mengembangkanintelligence quotient yang berhubungan dengan bidangnya.
Istilah hard skills merujuk kepada pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam bidang tertentu yang berhubungan dengan suatu proses, alat, atau  teknik.. Ketrampilan yang termasuk dalam hard skills,  misalnya ketrampilan mengoperasikan komputer, pengetahuan dan ketrampilan finansial, ketrampilan berbahasa asing, dan ketrampilan perakitan produk. Dalam kegiatan pembelajaran hard skillsmerupakan hasil belajar yang tergolong pada ranah kognitif dan psikomotorik yang diperoleh dari proses pemahaman, hapalan dan pendalaman materi dari model-model  pembelajaran yang dilakukan di kelas. Kemampuanhard skills mahasiswa dapat dinilai dari indeks prestasi yang diperoleh di setiap semester.
Syarief Basir dkk (2011:1-2)Hard Skill adalah kemampuan yang bisa dipelajari di sekolah atau universitas yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan intelektual yang berhubungan dengna subyek yang dipelajari. Misalnya, seorang mahasiswa belajar akuntansi dengan harapan bahwa setelah belajar akuntansi dia bisa membuat laporan keuangan. Hard skill bisa diukur dengan melakukan tes yang berhubungan dengan bidang yang dipelajari. Dapat dikatakan bahwa hard skill bersifat kasat mata atau nyata.
Dalam panduzone.blogspot.co.id (04-03-2012), Hard skill merupakan keterampilan dalam penguasaan ilmu pengetahuan atau akademis, teknologi, dan keterampilan teknis lainnya yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Hard skillcenderung lebih berorientasi dalam pengembanganintelligence quotient (IQ), sedangkan soft skill berorientasi dalam pengembangan emotional quotient (EQ). Selama ini sistem pendidikan di Indonesia memberikan porsi yang lebih besar dalam pengembanganhard skill, ini dapat dilihat dari sistem penilaian di berbagai jenjang pendidikan yang masih berdasarkan hasil penilaian dan evaluasi pengajar terhadap peserta didik dalam proses pembelajaran. Sangat penting untuk mengembangkan hard skill, karena kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan dengan baik dan benar sangat tergantung dari hard skill yang dia miliki. Seseorang tidak mungkin dapat membuat suatu alat yang berguna jika dia tidak mengetahui cara pembuatan, tujuan dan manfaat alat tersebut. Dalam dunia kerja, saat ingin melamar pekerjaan, calon karyawan perlu untuk mempersiapkan dirinya dengan mengembangkan hard skillsebagai dasar untuk melamar pekerjaan dan kemudian diimbangi dengan soft skillsebagai landasan dalam melakukan pekerjaan.   
Tidaklah tepat jika kita hanya mengandalkan salah satu dari hard skill atau soft skill saja. Karena, idealnya hard skill yang menekankan pada aspek kognitif dan teknis keilmuan tertentu harus dilengkapi dengan soft skill yang diperlukan untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kinerja seseorang. Kolaborasi antarahard skill dan soft skill akan menghasilkan kehidupan yang lebih baik.
2.      Mengajarkan Hard Skill
Mengajarkna hard skilladalah tugas orang tua dan guru di sekolah. Keterampilan ini dilatih yaitu agar individu mampu menguasai bidang pendidikan yang akan diterapkan di dunia kerja. Keterampilan mengoperasikan komputer untuk seorang admin, kemampuan mengajar untuk seorang guru, kemampuan berbicara untuk seorang narator, dan lain sebagainya. Hal yang akan sangat nampak adalah kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
Proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih menitik beratkan pada aspek kognitif. Hal ini dapat dilihat pada prestasi mahasiswa yang ditunjukkan oleh indeks prestasi (IP). Indeks prestasi dibuat berdasarkan hasil penilaian dari evaluasi dosen terhadap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan mahasiswa yang ditunjukkan berdasarkan indeks prestasi seperti inilah yang sering disebut sebagai kemampuan hard skill.
Menurut Bahrumsyah (2010) dalam (hardinan.bogspot.co.id) hard skill merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Hard skill yaitu  lebih beriorentasi mengembangkan intelligence quotient (IQ). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hard skill merupakan kemampuan untuk menguasai ilmu pengatahuan teknologi dan keterampilan teknis dalam mengembangkan intelligence quotient yang berhubungan dengan bidangnya.
 Ulasan di atas menunjukkan bahwa pengembangan hard skill adalah melalui pendidikan formal di kelas. Mata pelajaran yang ada adalah untuk mengasah kemampuan siswa. Kemampuan yang diasah di sekolah dasar dan sekolah menengah bertujuan untuk membekali siswa kemampuan dasar untuk mempelajari kemampuan yang lebih sepesifik di jenjang pendidikan berikutnya. Pembelajaran hard skill paling ditekankan pada jenjang sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi.
Hard skill merupakan syarat umum yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja karena setiap bidang pekerjaan membutuhkan kemampuan spesifik yang dikuasai. Seseorang yang tidak menguasai hard skilltertentu maka akan sulit mendapatkan pekerjaan yang sifatnya menuntut keahlian khusus. Akan tetapi, untuk dapat menjalankan perannya dalam bekerja, seseorang tidak bisa lepas dari soft skill karena yang bertugas menjadi kontrol dalam bekerja adalah soft skill seperti yang telah diulas di atas.
C.         Integrasi Pengembangan Soft Skill dalam Pembelajaran Hard Skill
Pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membuat siswa menjadi manusia cerdas dan menjadi manusia baik (good). Sekolah tidak hanya mengajarkan mata pelajaran yang mencerdaskan aspek kognisi saja, akan tetapi pendidikan harus bisa mengasahsoft skill atau sikap dan keperibadian siswa. Oleh karena itu, pembelajaran soft skill harus diadakan di sekolah dengan cara mengintegrasikan dalam pembelajaran hard skill (kognitif).
Pendidikan karakter menjadi jawaban dari pendidikan yang tidak hanya menekankan penguasaan kemampuan kognisi, namun juga mengembangkan kemampuansoft skill. Soft Skills adalah kemampuan diri yang di dalamnya mencakup pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran kognitif antara lain.
1.      Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain serta hidup rukun dan berdampingan.
2.      Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mnecerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar), sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
3.      Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
4.      Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
5.      Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dll dengan sebaik-baiknya.
6.      Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.
7.      Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.
8.      demokratis, yakni cara berfikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.
9.      rasa ingin tahu, yakni cara berfikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.
10.  semangat kebangsaan dan nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang meningkatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.
11.  cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa budaya ekonomi politik dan sebagainya, sehingga tidak m,udah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
12.  menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat dan prestasi yang lebih tinggi.
13.  komunikatif, senang bersahabat dan prokaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerjasama secara kolaboratif dengan baik.
14.  cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.
15.  gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
16.  peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupayamenjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
17.  peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan perbuatan terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.
18.  tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam menyelesaikan tugas dan kewajibannya baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama.
Joni R.T. dkk. 1996. Materi Pokok Pembelajaran Terpadu S-2 Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud
Muhammad Yaumi.2012.Pembelajar Berbasis Multiple Intelligence. Jakarta: PT Dian Rakyat
Saptono. 2002. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter: Wawasan, Strategi, dan Langkah Praktis. Salatiga: Erlangga
Suyadi.2013.Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Trianto.2010.Model Pembelajaran Terpadu.Jakarta;PT Bumi Aksara
http://hardinan.blogspot.co.id/2012/02/pentingnya-hard-skill-dan-soft-skill.html. (diakses pada 19-11-2015. 09.17 WIB)
Jurnal
Sri Mulatsih. 2013. PeningkatanHard Skills dan Soft SkillsMahasiswa
Melalui Metode Pembelajaran Menulis Teks Bahasa Inggris
Berbasis Genre. Semarang: Universitas Dian Nuswatoro
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........6
MOTIVASI BELAJAR
A.    Konsep Motivasi
Contoh :
Seorang mahasiswa bertekun mempelajari buku sampai malam, tidak menghiraukan lelah dan kantuknya. Maka dari contoh tersebut akan timbul pertanyaan dalam diri kita : Apakah yang mendorong mereka untuk berbuat demikian? Atau : Apakah motif mahasiswa itu? Dalam kehidupan sehari-hari jarang kita dengan sengaja memeperhatikan dan merenungkan perbuatan-perbuatan teman-teman kita atau orang lain yang demikian. Juga terhadap perbuatan kita sendiri, seringkali kita tidak begitu menghiraukannya. Padahal jika direnungkan, banyak hal-hal yang mengagumkan kita dan sangat menarik bagi kita untuk menyelidikinya.
Motif adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan menurut Sartain dalam bukunya Psychology Understanding Of HumanBehavior : Motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku/perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang. Banyak bakat anak tidak berkembang karena tidak memperolah motivasi yang tepat. Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula tidak terduga. Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar.[1]
Sartain menggunakan katamotivasi dan drive untuk pengertian yanag sama. Pada umumnya suatu motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan ( goal ) atau perangsang ( incentive ). Tujuan ( goal ) adalah yang menentukan/membatasi tingkah laku organisme itu. Jika kita yang tekankan ialah faktanya/obyeknya, yang menarik organisme itu, maka kita pergunakan istilah “perangsang” . Pengertian motif tidak dapat dipisahkan dari pada kebutuhan (need ). Seseorang atau suatu organisme yang berbuat/melakukan sesuatu, sedikit-banyaknya ada kebutuhan di dalam dirinya atau sesuatu yang hendak dicapainya. Sartain menggunakan istilah “kebutuhan ( need )” sebagai suatu istilahkebutuhan kekurangan tertentu di dalam sesuatu organisme.
1.      Konsep Motivasi dalam Belajar
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 1986: 75). Demikian dalam belajar, prestasi siswa akan lebih baik bila siswa memiliki dorongan motivasi orang tua untuk berhasil lebih besar dalam diri siswa itu. Sebab ada kecenderungan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan tinggimungkin akan gagal berprestasi karena kurang adanya motivasi dari orang tua.
B.     Klasifikasi Motif  - Motif dan Motivasi.
1.      Klasifikasi Motif – Motif
Para ahli psikologi berusaha menggolong-golongkan motif-motif yang ada dalam diri manusia atau suatu organisme, ke dalam beberapa golongan menurut pendapatnya masing-masing :
a.       Sertain membagi motif-motif itu menjadi dua golongan sebagai berikut :
1.)    Phsysiological drive ialah dorongan-dorongan yang bersifat fisiologis/jasmaniah,     seperti haus, lapar seks, dan sebagainya.
2.)    Social motives ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia yang lain dalam masyarakat. Seperti dorongan estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik ( etika ), dan sebagainya.
b.      Woodworthmengklasifikasikan motif-motif sebagai berikut :
1). Unlearned motives ( motif-motif pokok yang tidak bisa dipelajari ) ialah motif-motif yang biasa disebut drive (dorongan) timbul disebabkan oleh kekurangan-kekurangan/kebutuhan-kebutuhan dalam tubuh seperti lapar, haus, sakit, dan lain sebagainya yang menimbulkan dorongan dalam diri untuk minta supaya dipenuhi, atau menjauhkan diri padanya.
Dengan melalui latihan dan kehidupan sehari-hari, maka unlearned motives pada seseorang makin berkembang dan mengalami perubahan-perubahan seperti berikut :
a)         Tujuan-tujuan dan motif-motif menjadi lebih mengkhusu.
b)         Motif-motif itu makin berkombinasi menjadi motif-motif yang lebih kompleks.
c)         Tujuan-tujuan perantara, dapat menjadi/berubah menjadi tujuan yang sebenarnya.
d)        Motif-motif itu dapat timbul karena adanya perangsang-perangsang baru ( perangsang buatan ) motif yang dapat berubah menjadi motif bersyarat.
2).  Learned motives ( motif-motif pokok yang dapat dipelajari ).
Menurut Woodworth motif juga dapat di golongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
a.       Kebutuhan-kebutuhan organis yakni motif yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan bagian dalam dari tubuh ( kebutuhan-kebutuhan organis ) seperti lapar, haus, kekurangan zat pembakar, kebutuhan bergerak dan beristirahat/tidur dan sebagainya.
b.      Motif-motif yang timbul sekonyong-konyong (emergency motives ) ialah motif-motif yang timbul jika situasi menuntut timbulnya kegiatan yang cepat dan kuat dari kita, tetapi karena perangsang dari luar yang menarik kita. Contoh diwaktu kita sedang asyik belajar, sekonyong-konyong terdengar teriakan “ Tolong”. Seketika itu kita terdorong untuk keluar rumah dan melakukan sesuat.
3).  Motif Obyektif ialah motif yang diarahkan/ditunjukan ke suatu obyek atau tujuan tertentu di sekitar kita. Motif ini timbul karena adanya dorongan dari dalam diri kita menyadarinya. Contoh motif menyelidiki, menggunakan lingkungan.[2]
2.      Klasifikasi Motivasi.
Secara umum motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu (Prayitno, 1989: 10).
a.       Motivasi Instrinsik
Menurut Priyitno (1989: 11) motivasi  intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan oleh faktorpendorong dari dalam diri (internal) individu. Tingkah laku individu itu terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor dari lingkungan. Tetapi individu bertingkah laku karena mendapatkan energi dan pengaruh tingkah laku dari dalam dirinya sendiri yang tidak bisa dilihat dari luar. Thornburgh dalam Priyitno (1989: 10) berpendapat bahwa motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari dalam diri sendiri. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam individu, dimana dorongan tersebut menggerakkan individu atau subyek untuk memenuhi kebutuhan,tanpa perlu dorongan dari luar.
b.      Motivasi ekstrinsik
Sardiman (1990: 90) memberikan definisi motivasi ekstrisik sebagai motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat dikatakan lebih banyak dikarenakan pengaruh dari luar yang relatif berubah-ubah.
Motivasi ekstrinsik dapat juga di katakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar di mulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar (Sardiman, 1990:90). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang bermotivasiekstrinsik melakukan sesuatu kegiatan bukan karena ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan pujian, hadiah dan sebagainya.
C.     Hubungan Motif – Motif dengan Minat.
Motif merupakan suatu dorongan, hasrat, keinginan dan tenaga penggerak lainnya yang bersal dari seseorang. Motif ini memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku manusia . Dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering melakukan motif. Misalnya sebagai siswa maka harus belajar dengan sungguh-sungguh. Sebenarnya kegiatan ini mempunyai motif tersendiri. Dalam motif terdapat dua unsur pokok yaitu dorongan dan tujuan. Sedangkan motivasi itu sendiri yaitu merupakan sesuatu yang membangkitkan motif atau menggerakn seseorang untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan. Jadi motivasi ini merupakan tindak lanjut dari sebuah motif. Seperti ysng di contohkan di atas bahwa seorang siswa harus belajar dengan sungguh-sungguh. Ini merupakan motif sedangkan motivasi dari motif ini yaitu mengapa sisiwa harus belajar dengan sungguh-sungguh. Motif dan Motivasi mempunyai hubungan yang timbal balik.
D.    Motivasi yang Disadari dan Tidak Disadari.
Motivasi yang disadari adalah dorongan untuk melakukan suatu tujuan atau perangsang. Sedangkan, motivasi yang tidak disadari adalah tingkah laku atau perbuatan seseorang yang tidak disadari atau tidak mengerti apa yang sebenarnya mendorong dia berbuat demikian.
Freud menunjukan bahawa kompleks-kompleks terdesak yang ada dalam ketidaksadaran manusia merupakan motif-motif tidak sadar, yang dapat menimbulkan keliru perbuatan, keliru tulisan, dan impian-impian. Kompleks terdesak itu, dapat merupakan dorongan-dorongan fisiologis atau motif-motif sosial.
Adler dan Kunkel menyatakan bahwa didalam tingkah laku atau perbuata-perbuatan manusia dapat dibedakan adanya dua tujuan, yaitu :
1.      Tujuan Semu => Jika tujuan atau motif yang hendak dicapai bukan tujuan yang menjadi pangkal hidupnya yang sebenarnya. Tujuan semu iitu digunakan hanya untuk menyembunyikan motif tidak sadar yang kurang baik.
2.      Tujuan Sebenarnya => Jika tujuan atau motif yang hendak dicapai menjadi pangkal hidupnya adalah yang sebenarnya.
E.     FUNGSI DAN CIRI-CIRI MOTIVASI.
1.      Fungsi Motivasi.
Fungsi Motivasi Dalam Belajar Motivasi sangat berperan dalam belajar. Dengan motivasi inilah siswa menjadi tekun dalam proses belajar, dan dengan motivasi itu pulalah kualitas hasil belajar siswa juga kemungkinannya dapat diwujudkan. Siswa yang dalam proses belajar mempunyai motivasi yang kuat dan jelas pasti akan tekun dan berhasil belajarnya.
Kepastian itu dimungkinkan oleh sebab adanya ketiga fungsi motivasi sebagai berikut :
a.       Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.
b.      Penentu arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
c.       Penseleksi perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai motivasi senantiasa selektif dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.
Menurut (Sabri, 1996) Motif itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak, motif itu berfungsi sebagai penggerak atau sabagai motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas. Motif itu menentukan arah perbuatan, yakni kearah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh. Berdasarkan arti dan fungsi motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi itu bukan hanya berfungsi sebagai penentu terjadinya suatu perbuatan tetapi juga merupakan penentu hasil perbuatan. Motivasi akan mendorong untuk bekerja atau melakukan sesuatu perbuatan dengan sungguh-sungguh (tekun) dan selanjutnya akan menentukan pula hasil pekerjaannya.
2.      Ciri-ciri Motivasi Dalam Belajar.
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali melalui proses belajar mengajar di kelas sebagaimana dikemukakan Brown dalam Muzzamilah (2012) sebagai berikut :
a.       Tertarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh
b.      Tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan
c.       Mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru
d.      Ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas
e.       Ingin identitasnya diakui oleh orang lain
f.       Tindakan, kebiasaan dan moralnya selalu dalam kontrol diri
g.      Selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali
h.      Selalu terkontrol oleh lingkungannya.
F.      Motif dan Motivasi.
Memang pengertian motif dan motivasi keduanya sukar dibedakan secara tegas. Motifmenunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah “pendorongan”; suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Untuk memperjelas pengertian motif dan motivasi, perhatikan pertanyaan-pertanyaan berikut:
         Motif apakah yang menyebabkan Amran ( seorang mahasiswa) selalu belajar sampai larut malam?
         Apakah dengan memberikan hadiah dapat memotivasi anak untuk belajar lebih baik lagi?
Menurut Vroom, motivasi mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki.
Menurut kebanyakan definisi, motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitumenggerakkan, mengarahkan, danmenopang tingkah laku manusia.
         Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu; memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
         Motivasi juga mengarahkan atau menyalururkan tingkah laku.
         Untuk menjaga dan menopangtingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
G.    Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.[3]
Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajar sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah.[4]
H.    Teori Motivasi
Terkait dengan motivasi, banyak pakar yang telah mengemukakan teorinya berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Teori – teori motivasi tersebut diantaranya adalah teori yang dikembangkan oleh Maslow dikenal dengan hierarki kebutuhan Maslow.
Maslow (dalam Dimyati, 2009: 81) berpendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat kebutuhan, yaitu:
(1) kebutuhan fisiologis; seperti rasa lapar, haus, istirahat dan sex,
(2) kebutuhan akan perasaan aman; tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga
mental, psikologikal dan intelektual,
(3) kebutuhan sosial,
(4) kebutuhan akan penghargaan diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status
 (5) kebutuhan akan aktualisasi diri. dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Hierarki di atas di dasarkan pada anggapan bahwa pada waktu orang telah memuaskan satu tingkat kebutuhan tertentu, mereka ingin bergeser ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi.
McClelland (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai :
(1)  keinginan untuk melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit,
(2) menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku,
(3) mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi,
(4) mencapai performa puncak untuk diri sendiri,
(5) mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain,
(6) meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.
Teori X dan Y oleh Douglas Mc Gregor
Inti dari teori X dan Y yang dikemukakan oleh Gregor (dalam Sugianto, 2011) adalah:
1.       Teori “X” pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku negatif.
2.       Teori “Y” pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku positif.
Dalam teori “X” menggunakan asumsi bahwa manusia itu mempunyai ciri bahwa para pekerja (manusia) pada dasarnya tidak senang bekerja dan apabila mungkin akan mengelak kerja. Karena para pekerja (manusia) tidak senang bekerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan berbagai tindakan agar tujuan organisasi tercapai.
Sebaliknya menurut teori “Y” menggunakan asumsi bahwa manusia itu mempunyai cirri bahwa pekerja (manusia) memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan bermain. Sehingga para pekerja akan melakukan tugas tanpa terlalu diarahkan dan akan berusaha mengendalikan diri sendiri.
I.       Faktor – Faktor Motivasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Dalam Belajar Menurut Dimyati dan Mudjiono, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa, diantaranya :

a.       Cita-cita dan aspirasi siswa Di sini dapat dikatakan bahwa cita-cita akan memperkuat motivasi belajar siswa. Misalnya cita-cita siswa untuk menjadi pemain bulu tangkis akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar, ia akan rajin berolah raga, melatih nafas, berlari, meloncat, disamping tekun berlatih bulutangkis
b.      Kemampuan siswa Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Contoh: seorang anak yang tidak biasa mengucapkan huruf ìrî di beri latihan berulang kali sehingga mampu mengucapkan huruf ìrî, keberhasilan atau kemampuan ini memuaskan dan menyenagkan hatinya, secara perlahan-lahan terjadilah kegemaran membaca pada anak ini. Secara ringkas dapatlah dikatakan bahwa kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
c.       Kondisi siswa Kindisi siswa yang meliputi kondisi-kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Contoh: seorang siswa yang sedang sakit akan mempengaruhi perhatian belajar, sebaliknya seorang siswa yang sehat akan mudah memusatkan perhatian. Dengan kata lain, kondisi jasmani dan rohani siswa berpengaruh pada motivasi belajar.
d.      Kondisi lingkungan siswa Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota masyarakat maka siswa terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana alam, tempat tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang nakal, perkelahian antar siswa akan menganggu kesunguhan belajar. Di dalam sumber tersebut tidak diuraikan tentang sarana dan prasarana. Menurut hemat penulis, sarana dan prasarana itu termasuk di dalam kondisi lingkungan siswa yang menjadi subyek pembahasan penulis pada pembahasan makalah ini.
e.       Upaya guru dalam membelajarkan siswa Guru adalah seorang pendidik professional. Ia bergaul setiap hari dengan puluhan siswa. Interaksi efektif pergaulannya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa siswa. Dengan kata-kata yang arif seperti: suaramu membaca sangat merdu, maka pujian guru tersebut dapat menimbulkan kegemaran membaca. Dari berbagai kajian teori tentang motivasi belajar siswa, maka yang dimaksud dengan motivasi belajar siswa dalam penelitian ini adalah dorongan atau kemauan yang muncul dalam diri siswa untuk melakukan aktivitas belajarnya dengan giat sehingga mendapatkepuasan/ganjaran diakhir kegiatan belajarnya dan agar kualitas hasil belajar siswa juga memungkinkannya dapat diwujudkan serta tercapai tujuannya yaitu memiliki prestasi tinggi di sekolah, memiliki pengetahuan, keterampilan maupun pengalaman yang dapat dibanggakan.
J.       Saran Bagi Pengembang Motivasi Pendidikan
Mengingat betapa pentingnya peranan motivasi bagi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari dan khususnya bagi dunia pendidikan, berikut ini beberapa saran dan petunjuk-petunjuk yang mungkin berguna bagi kita:
Untuk mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak didik kita, di samping kita harus menjauhkan saran-saran  yang negatif yang dilarang oleh agama, yang lebih penting lagi adalah membina pribadi anak didik agar dalam diri anak-anak terbentuk adanya motif-motif yang mulia, luhur dan dapat diterima masyarakat. Untuk itu, berbagai usaha dapat dilakukan. Kita dapat mengatur situasi-situasi baik dalam lingkungan keluarga maupun di sekolah yang memungkinkan timbulnya persaingan atau kompetisi yang sehat antar anak didik kita, membangkitkan self-competitiondengan jalan menimbulkan perasaan puas terhadap hasil-hasil dan prestasi yang telah mereka capai, betapa pun kecil atau sedikitnya hasil yang telah dicapai itu. Membiasakan anak didik mendiskusikan suatu pendapat atau cita-cita mereka masing-masing yang dapat pula memperkuat motivasi yang baik pada diri mereka. Tunjukkan kepada mereka dengan contoh-contoh kongkret sehari-hari dalam masyarakat bahwa dapat tercapai atau tidaknya suatu maksud atau tujuan sangat bergantung pada motivasi apa yang mendorongnya untuk mencapai maksud atau tujuan itu.
Pada umumnya motivasi intrinsik lebih kuat dan lebih baik daripada motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu, bangunkanlah motivasi intrinsik pada anak-anak didik kita. Agar anak didik mau belajar dan bekerja bukan karena takut dimarahi, dihukum, mendapat angka merah, atau takut tidak lulus dalam ujian. Akan tetapi ia akan aktif, bekerja sendiri tanpa suruhan atau paksaan orang lain.
K.    Cara Menumbuhkan Motifasi Belajar
Terdapat beberapa cara untuk membangkitkan motivasi belajar pada diri individu siswa dalam melakukan aktivitas belajarnya. Menurut  Nasution (1982:81) cara membangkitkan motivasi belajar antara lain:
a.       Memberi Angka
Banyak siswa belajar yang utama justru untuk mencapai angka yang baik, sehingga biasanya yang dikejar itu adalah angka atau nilai. Oleh karena itu langkah yang dapat ditempuh guru adalah bagaimana cara memberi angka-angka dapat dikaitkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap pengetahuan.
b.      Memberi Hadiah
Hadiah dapat membangkitkan motivasi belajar seseorang jika ia memiliki harapan untuk memperolehnya, misalnya: seorang siswa tersebut mendapat beasiswa, maka kemungkinan siswa tersebut akan giat melakukan kegiatan belajar, dengan kata lain ia memiliki motivasi belajar agar dapat mempertahankan prestasi.
c.       Hasrat Untuk Belajar
Hasil belajar akan lebih baik apabila pada siswa tersebut ada hasrat atau tekad untuk mempelajari sesuatu.
d.      Mengetahui Hasil
Dengan mengetahui hasil belajar yang selama ini dikerjakan, maka akan bisa menunjukan motivasi siswa untuk belajar lebih giat, kerana hasil belajar merupakan feedback (umpan balik) bagi siswa untuk mengetahui kemampuan dalam belajar.
e.       Memberikan Pujian
Pujian sebagai akibat dari pekerjaan yang diselesaikan denga baik, merupakan motivasi yang baik pula.
f.       Menumbuhkan Minat Belajar
Siswa akan merasa senang dan aman dalam belajar apabila disertai dengan minat belajar apabila disertai dengan minat belajar. Dan hai ini tak lepas dari minat siswa itu dalam bidang studi yang ditempuhnya.
g.      Suasana yang Menyenangkan
Siswa akan merasa aman dan senag dalam belajar apabila disertai denga suasana yang menyenangkan baik proses belajar maupun situasi yang dapat menumbuhkan motivasi belajar.
L.     Konsep Minat Belajar
a.       Pengertian Minat Menurut Para Ahli
1.      Menurut Mahfudh Salahudin, minat adalah “Perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan”.[5]
2.      Menurut Crow dan Crow, minat adalah “Sebagai kekuatan pendorong yang menyebabkan individu memberikan perhatian kepada seseorang, sesuatu atau kepada aktifitas tertentu.
3.      Menurut Bimo Walgito menyatakan bahwa minat yaitu “Suatu keadaan dimana seseorang mempunyai perhatian terhadap sesuatu dan disertai dengan keinginan untuk mengetahui dan mempelajari maupun membutuhkan lebih lanjut”.[6]
Dari pengertian diatas, minat dapat disimpulkan adalah merupakan perasaan senang dan tertarik pada suatu obyek, dan kesenangan itu lalu cenderung untuk memperhatikan dan akhirnya aktif berkecimpung dalam obyek tersebut. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktifitas akan memperhatikannya secara konsisten dengan rasa senang.
b.      Pengertian Belajar Menurut Para Ahli
1.      Menurut Morgan, sebagaimana dikutip oleh Wgalim Purwanto, dalam buku Introduction to psychology, mengemukakan : “Belajar adalah perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan dan pengalaman”. [7]
2.      Menurut Witherington, sebagaimana dikutip oleh Chariyah Hasan dalamEducational Psychologymengemukakan : "Belajar adalah Suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”. [8]
3.      Menurut Cronbach, sebagaimana dikutip oleh Sumardi Surya Brata, yaitu: “Learning is shown by a change in behavior as are surf or experience”5 Artinya: yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami, dan dalam mengalami itu si Pelajar menggunakan panca inderanya.[9]
Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang disebut sebagai hasil dari suatu proses belajar dari interaksi dengan lingkungan yang tertentu, ketrampilan, sikap dan konsep.
c.       Pengertian Minat Belajar
Secara singkat yang dimaksud dengan minat belajar adalah kecenderungan dan perhatian dalam belajar. Dalam pengertian lain minat belajar adalah : Kecenderungan perhatian dan kesenangan dalam beraktivitas, yang meliputi jiwa dan raga untuk menuju perkembangan manusia seutuhnya, yang menyangkut cipta, rasa, karsa, kognitif, afektif dan psikomotor lahir batin.[10]
M.   Faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar.
a.       Faktor Internal
1.      Fungsi Kebutuhan-kebutuhan.
Minat dari seorang anak adalah petunjuk langsung dari kebutuhan anak tersebut. Seorang anak yang membutuhkan penghargaan status, misalnya ia akan mengembangkan minatnya pada semua aktivitas dimanapun ia sebagai upaya untuk memuaskan kebutuhan itu.[11]
2.      Keinginan dan cita-cita.
Pada umumnya keinginan dan cita-cita anak itu didasarkan pada tiga kebutuhan, yaitu :
a. Kebutuhan akan perasaan aman
b. Kebutuhan akan memperoleh “Status”
c. Kebutuhan akan memperoleh penghargaan
3.      Bakat.
Seorang anak yang memiliki bakat pada suatu ketrampilan akan cenderung menekuninya dengan perhatian yang besar, sehingga akan terus berminta untuk aktif berkecimpung didalamnya.
b.      Faktor Eksternal
1.      Kebudayaan
Seringkali keinginan atau hal-hal yang tidak diinginkan oleh anak-anak adalah hasil dari tekanan kebudayaan. Dan sifat egosentrik menunjukkan bahwa minat adalah usaha-usaha anak untuk melakukan sesuatu yang membawa sukses.
2.      Faktor Pengalaman
Pengalaman yang telah dirasakan seorang anak akan membentuk minat anak. Seorang anak memiliki minat membaca dan ia memiliki kesempatan itu, maka ia akan terus berminat ke arah itu, sebaliknya seorang yang tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan minat itu, maka potensinya akan terbuang.
3.       Faktor Keluarga
Sebagaimana Jalahudin menyatakan bahwa : keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (Bapak & Ibu) adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrat, Bapak dan Ibu diberikan anugerah oleh Tuhan pencipta berupa naluri orang tua.
Kebiasaan dan kesenangan anak tentunya tidak akan lepas dari kebiasaan orang tua atau keluarga. Bahkan heredity dari orang tua selalu dibawanya sehingga anak selalu berusaha untuk meniru, mengidentifikasi dari kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua dan keluarganya. Apabila keluarganya termasuk orang yang aktif, serta rajin membaca, tentu anak akan demikian, begitu juga sebaliknya.
Dalam hal ini Gilbert Highest (1961) berpendapat sebagaimana dikutip Jalahudin bahwa “Kebiasaan yang dimiliki anak sebagaian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga, sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan kembali tidur, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga.
4.      Faktor Sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syarhil "NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM".

"PERSATUAN DAN KESATUAN DARI TEMA NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM” Sebagai hamba yang beriman, marilah kita tundukan kepala seraya...