MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN SEMSTER 1
PROF. DR. SYAFI’I NOR, M.A
R. 3.17
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbil alamin, segala puji bagi Allah tuhan semesta Alam,
dan sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Alam nabi
besar muhammad saw.
Pertama saya sangat
berterima kasih kepada dosen Mata kuliah PKN yaitu Dr. Euis srimulyani, MA yang
telah memberikan berbagai ilmunya selama awal perkuliahan 1 September 2016
sampai januari 6 Januari 2017
Alhamdulillah tulisan
ini penulis ketik dan bahan di kumpulkan 4 bulan lebih ini merupakan makalah
selama perkuliahan, semoga bermanfaat.
Penulis:
SYAHRUL RAMADHAN
(11160110000004)
Komplek Grand Puri Laras, Blok H. No. 94, Jln, Legoso raya,
Pisangan, ciputat, kota tanggerang selatan, banten.
Tanggal: Rabu, 7 Febuari 2018
Waktu: 05.46 WIB.
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2017
DAFTAR ISI
1.
Belajar dan pembelajaran.................................................................................... 3
2.
Perkembangan kurikulum diindonesia.............................................................. 19
3.
Model pembelajaran ekspositori, inkuiri, discovery.......................................... 29
4.
Pendekatan induktif, deduktif, progresif, regresif............................................ 41
5.
Skil-skil guru..................................................................................................... 53
6.
Motivasi belajar................................................................................................. 62
7.
Pendekatan, metode, tehnik pembelajaran bahasa............................................ 75
8.
Gaya belajar....................................................................................................... 85
9.
Teori belajar kognitif......................................................................................... 96
10.
Tipe-tipe anak didik........................................................................................ 106
11.
Evaluasi dari aspek psikologi.......................................................................... 115
12.
Tahapan perkembangan kepribadian dan impilkasinya terhadap
penidikan... 120
13.
Teori three righ................................................................................................ 130
14.
Makalah psikologi........................................................................................... 131
Kelompok......1
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A.
Pengertian Belajar.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang
pendidikan.Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik
ketika ia berada di sekolah maupun lingkungan rumah atau keluarganya sendiri[2]
Para ahli mendefinisikan belajar dengan berbagai rumusan, sehingga
terdapat keragaman tentang makna belajar, diantaranya:
a.
Skinner, berpendapat yang dimaksud belajar adalah suatu perilaku,
pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia
tidak belajar, maka responnya menurun.[3]
b.
Gagne, merumuskan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks,
yaitu setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan
nilai.[4]
c.
Henry Clay Lingren dan Newtin Sutert mendefinisikan dengan
perubahan yang relatif permanen dalam bentuk tingkah laku yang terjadi sebagai
hasil pengalaman.
d.
Biggs mendefiniskan belajr dengan tiga macam rumusan yaitu: rumusan
kuantitatif, rumusan institusional dan rumusan kualitatif.
Secara kuantitatif belajar berarti kegiatan pengisian atau
pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Secara
institusional, belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap
penguasaan peserta didik atas materi-materi yang telah ia pelajari. Kemudian
belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan
pemahaman-pemahaman. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya
daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang
kini dan akan datang.[5]
Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa belajar pada hakekatnya
adalah “perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang setelah berakhirnya
melakukan aktifitas belajar, walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan
termasuk kategori belajar.[6]
B.
Pengertian Pembelajaran.
Akhir-akhir
ini muncul istilah baru yaitu pembelajaran. Terdapat perbedaan pengertian
antara pengajaran dan pembelajaran. Pengajaran berpusat pada guru, sedangkan
pembelajaran berpusat pada siswa.
Beberapa
ahli merumuskan pengertian pembelajaran:
a.
Menurut Syaiful Sagala, pembelajaran ialah membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan meupun teori belajar yang merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah.
Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik.[7]
b.
Menurut Corey pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan
seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam
tingkah laku dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi
tertentu.[8]
Menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material pasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang
terlibat dalam proses pembelajaran terdiri atas siswa, guru dan tenaga lainnya,
misalnya tenaga labolatorium. Materil meliputi buku-buku, papan tulis,
fotografi, slide dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari
ruangan kelas, perlengkapan audio visual juga komputer. Prosedur meliputi
jadwal, dan metose penyampaian informasi, praktek, balajar, ujian dan
sebagainya.[9]
Dari teori-teori yang dikemukakan banyak ahli tentang pembelajaran
Oemar Hamalik mengemukakan tiga rumusan yang dianggap lebih maju dibandingkan
dengan rumusan terdahulu yaitu[10]:
1.
Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan
kondisi belajar bagi peserta didik.
2.
Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi
warga masyarakat yang baik.
3.
Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa mengahadapi
kehidupan masyarakat sehari-hari.
Proses pembelajaran dalam pendidikan Islam sebenarnya sama dengan
proses pembelajaran pada umumnya, namun yang membedakan bahwa dalam
pendididikan Islam proses maupun hasil belajar selalu inhern, dengan
keislaman.Keislaman melandasi aktivitas belajar, menafsirkan perubahan yang terjadi
serta menjiwai aktifitas berikutnya.[11]
Keseluruhan proses pembelajaran berpegang pada
prinsip-prinsip Al-Qur’an danSunnah serta terbuka untuk unsur-unsur
luar secara adaptif yang ditilik dari persepsi keislaman.[12]Perubahan
pada ketiga domain yang dikehendaki Islam adalah perubahan yang dapat
menjembatani individu dengan masyarakat dan dengan Khalik (habl min Allah wa
habl min al-Nas) tujuan akhir berupa pembentukan orientasi hidup secara
menyeluruh sesuai dengan kehendak Tuhan yaitu mengabdi kepada Tuhan (ubudiyah)
dan konsisten dengan kekhalifahannya (khalifah Allah fi al-Ardh).
C.
Prinsip-Prinsip Pembelajaran[13].
Pembelajaran merupakan suatu aktivitas (proses) yang sistematis dan
sistematik yang terdiri atas komponen.Masing-masing komponen tidak bersifat parsial (terpisah), tetapi harus berjalan secara
teratur, saling bergantung, konplementer dan berkelanjutan.Untuk itu diperlukan
pengelolaan pembelajaran yang baik harus dikembangkan berdasarkan pada
asas-asas pembelajaran.Prinsip-prinsip pembelajaran ini muncul dari penemuan
para ahli psikologi kemudian diaplikasikan dalam bidang pendidikan sehingga
lahirlah prinsip-prinsip pembelajaran.
a.
Aktivitas.
Belajar yang berhasil mestilah memlalui berbagai macam aktivitas,
baik aktivitas fisik maupun psikis. Seluruh perasaan dan kemauan dikerahkan dan
diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang
optimal, sekaligus mengikuti proses pembelajaran secara aktif. Pada saat
peserta didik aktif jasmaninya, dengan sendirinya dia juga aktif jiwanya,
begitu sebaliknya. Karena itu keduanya merupakan satu kesatuan, dua keeping
satu mata uang. Menurut J. Piaget, “seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat,
tanpa berbuat anak tak berpikir” agar ia berpikir sendiri (aktif), ia harus
diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Disini berlaku prinsip “learning by
doing, learning by doing experience”. Menurut prinsip ini seorang guru
hanya menyajikan bahan pelajaran, peserta didiklah yang mengolah dan mencernanya
sendiri sesuai kemauan, bakat dan latar belakangnya. “you can lead a horse to
water but you canot make him drink”.
Keaktifan itu ada dua macam, yaitu keaktifan rohani dan keaktifan
jasmani atau keaktifan jiwa dan keaktifan raga. Dalam kenyataan kedua hal itu
bekerjanya tidak dapat dipisahkan. Misalnya orang yang sedang berpikir.
Berpikir adalah keaktifan jiwa tetapi itu tidak berarti bahwa dalam keaktifan
berpikir raganya pasif sama sekali. Paling sedikitnya bagian raga yang
diperlukan selalu untuk berpikir taitu otak tentu juga tentu juga seperti urat
saraf dan lain-lain.
Proses keaktifan yang telah diuraikan di atas perlu mendapat
perhatian dari guru. Keaktifan jasmani dan rohani yang dapat dilakukan
disekolah menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Paul B. Diedrich
meliputi:
1.
Visual activities, seperti membaca, memperhatikan gambar,
demonstrasi, percobaan dan sebagainya.
2.
Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat, interview, diskusi, dan sebagainya.
3.
Listening activities, seperti mendengarkan uraian percakapan,
diskusi, music, pidato, ceramah, dan sebagainya.
4.
Writing activities, seperti menulis cerita, karangan laporan,
angket, menyalin, dan sebagainya.
5.
Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta,
patron, dan sebagainya.
6.
Motor activities, seperti menangkap, mengingat, memecahkan soal,
menganalisa, dan mengambil keputusan, dan sebagainya.
7.
Emotional activitie, seperti menaruh minat gembira, berani, tenang,
gugup, kagum, dan sebagainya.
Dalam pendidikan Agama asas aktivitas dapat dilaksanakan sebagai
berikut:
1.
Pada pengajaran akhlak dapat dilaksanakan latihan untuk mengadakan
pertolongan bersama untuk korban bencana dan kecelakaan seperti; banjir, angin
topan, gunung meletus, kelaparan dan sebagainya; caranya dapat dilakukan dengan
mengadakan pengumpulan uang, beras, botol kosong, Koran bekas, dan sebagainya.
Memberikan uang atau barang sebagai derma untuk keperluan sesuatu merupakan
persiapan yang sangat penting untuk pelaksanaan rukun Islam yang ke-4 yaitu
“zakat” dimana orang harus melepaskan sebagian kecil dari miliknya dengan
ikhlas.
2.
Memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membangkitkan keaktifan
anak-anak untuk berpikir sendiri, antara lain mengenai hal-hal yang halal dan haram,
yang wajib dan yang sunat, yang baik dan yang buruk, perbuatan-perbuatan yang
luhur dan yang tercela dan sebagainya.
3.
Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengutamakan
pengalaman-pengalamannya waktu bulan puasa, lebaran dan sebagainya.
b.
Motivasi.
Seorang
pengajar harus dapat menimbulkan motivasi anak. Motivasi ini sebenarnya banyak
dipergunakan dalam berbagai bidang dan situasi, tapi di dalam uraian ini
diarahkan pada bidang pendidikan, kuhususnya pada proses bidang pembelajaran.
Menurut Crider, motivasi adalah “sebagai hasrat, keinginan dan minat yang
timbul dari seseorang dan langsung ditujukan kepada suatu objek”.
W.H. Burton
dalam buku “The Guidance of Learning Activity” membedakan dua jenis motivasi
yaitu : (1) Instrinsic Motivation, dan (2) Extrinsic Motivation.
Yang dimaksud
denganinstrintic motivation adalah suatu cita-cita atau daya yang telah
ada dalam diri individu yang mendorong seseorang untuk berbuat dan melakukan
sesuatu, sedangkan extrinsic motivationialah segala suatu yang dating dari
luar yang menjadi cemeti bagi murid-murid agar berbuat lebih giat. Ke dalam
motivasi extrinsic termasuk juga : ijazah, nilai yang tinggi, hadiah, ganjaran,
penghargaan dan lain-lain.
Sebagai proses,
motivasi mempunyai fungi antara lain :
a.
Member semangat dan mengaktifkan murid agar tetap berminat belajar
dan bekerja
b.
Memusatkan perhatian anak-anak pada tugas tertentu yang berhubungan
dengan pencapaian hasil belajar.
c.
Membantu memenuhi kebutuhan hasil jangka panjang dan hasil jangka
pendek.
Usman Najati menyebutkan tiga macam bentuk motivasi seperti
termaktub dalam Al- Quran, yakni (1) janji (antara lain Al- Baqarah
81-82), (2) ancaman (antara lain Yusuf 111), (3) pemanfaatan
peristiwa-peristiwa penting (antara lain At-Taubah 25-26).
c.
Individualitas
Salah satu keunikan ciptaan Allah adalah bahwa setiap individu
sebagai manusia merupakan orang-orang yang memiliki pribadi/jiwa sendiri. Tidak
ada dua manusia yang sama persis, sekalipun kembaran. Kekhususan jiwa itu
menyebabkan individu yang satu berbeda dengan individu yang lainnya.
Azas individualitas ini hendaknya menjadi perhatian pendidik.
Setiap guru yang menyelenggarakan pembelajaran hendaknya selalu memperhatikan
dan memahami serta berupaya menyesuaikan bahan pelajaran dengan keadaan peserta
didiknya, baik menyangkut perbedaan segi usia, bakat, kemampuan, intelegensi,
perbedaan fisik, watak dan sebagainya.
Individu adalah manusia, seorang yang memiliki pribadi jiwa
sendiri. Kehalusan jiwa itu menyebabkan individu memiliki karakteristik sendiri
dalam kedudukannya di tengah-tengah komunitas, masing-masing
memiliki individual difference (al-farq fardiyah).
Adanya perbedaan individual menunjukan pula adanya perbedaan
kondisi belajar setiap orang, agar setiap individu dapat berkembang optimal
dalam proses belajar diperlukan orientasi yang paralel dengan kondisi yang
dimilikinya, dituntut penghargaan guru dalam individualitas.
Untuk memenuhi prinsip perbedaan individu ada dua macam pendekatan
yaitu: pendekatan pertama menitik beratkan kepada pengajaran
individual untuk memenuhi kebutuhan individu dan belajar kelompok hanya menjadi
pelengkap sosialisasi. Sebaliknya pendekatan kedua berusaha memenuhi
perbedaan individu dengan mengorganisir kegiatan-kegiatan belajar yang perlu
bagi murid dalam hubungannya dengan kegiatan kelompok.
Untuk menyesuaikan materi ajar dengan perbedaan individu-individu
diperlukan usaha-usaha sebagai berikut.
1.
Individualized assignment, Merencanakan tugas-tugas perorangan
sesuai dengan kebutuhan murid yang bersangkutan.
2.
Pengajaran unit atau proyek, Anak-anak secara bersama-sama membuat
suatu proyek, dan dalam proyek itu anak-anak dapat bekerja sendiri sesuai
dengan minatnya.
3.
Dengan teknik bertanya, Pertanyaan yang sukar diberikan kepada
murid yang pandai dan pertanyaan yang mudah diberikan kepada murid yang kurang
pandai.
4.
Remedial work, Memperbaiki kesalahan dan mencarikan jalan keluar
atas kesulitan yang dirasakan oleh murid-murid secara individual. Untuk
mengetahui kesulitan murid-murid dilakukan “Diagnostic test”
5.
Homogeneous grouping, Mengelompokan murid atas kemampuan dan
memberikan tugas sesuai dengabn pengelompokannya.
6.
Pemberian tugas di luar sekolah, Anak-anak yang kurang pandai
diberi tugas berupa latihan sedang anak yang pandai diberi tugas tambahan.
d.
Keperagaan.
Peragaan
meliputi semua pekerjaan panca indera yang bertujuan untuk mencapai pengertian
pemahaman sesuatu hal secara lebih tepat dan menggunakan alat-alat indera. Alat
indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Untuk memiliki sesuatu kesan yang
terang dalam peragaan, maka murid haru mengamati bendanya tidak terbatas pada
luarnya saja, tapi harus dalam segala macam seginya, dianalisis, disusun,
dikomparasikan, sehingga murid dapat memperoleh gambaran yang lengkap.
Alat peraga
dalam pembelajaran dibekan menjadi dua:
1.
Alat peraga langsung, yang dimaksud dengan alat peraga langsung
adalah melihatkan benda aslinya, seperti bila kita mengajarkan tentang kucing ,
maka sebagai akat peraga langsung ialah kucing itu sendiri yang diperlihatkan
kepada murid.
2.
Alat peraga tidak langsung,
a.
Model, apabila kita tidak mungkin membawa benda yang sebenarnya ke
sekolah maka guru dapat membuat model dari benda itu, umpanya; guru mengajarkan
tentang lalu lintas dalam suatu kota, sebagai alat peraga guru dapat membuat
maket dari kota tersebut.
b.
Gambar, gambar ini dapat pula dibedakan lagi atas
-
Gambar mati seperti gambar biasa
-
Gambar yang diperoyeksikan seperti: slide,
apaq ue, OHP, In Focus, film strip, video cassette,VCD,
dan sebagainya.
Keuntungan
yang diperoleh dari keperagaan adalah sebagai berikut:
1) Menghemat
waktu dalam belajar
2) Menambha
kemantapan sesuatu yang telah dipelajari oleh murid-murid
3) Kegiatan
pembelajaran dilaksanakan dengan penuh kegembiraan
4) Mengkongkritkan
yang bersifat abstrak
e.
Ketauladanan
Sejak pase-pase awal kehidupan manusia banyak sekali belajar lewat
peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orangdisekitarnya, khususnya
dari orang tuanya. Al-Quran telah memberikan contoh bagaimana manusia
belajar lewat meniru. Kisah tentang Qabil yang dapat mengetahui bagaimana
menguburkan mayat saudaranya Habil yang telah dibunuhnya, diajarkan oleh Allah
melalui peniruaan seekor gagak yang menggali-gali tanah guna menguburkan
bangkai seekor gagak yang lain.
Kecendrungan manusia untuk meniru atau belajar lewat peniruan
menyebabkan ketauladanan menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran.
Rasulullah adalah suri tauladan yang baik bagi umat islam.
Ketauladanan dalam pendidikan adalah metode influitif yang paling
meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual
dan social anak. Hal ini adalah karena pendidik merupakan contoh terbaik dalam
pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak-tanduknya, dan tata santunnya,
disadari atau tidak bahkan terpatri dalam jiwa dan perasaannya gambaran seorang
pendidik.
Menurut Edi Suardi ketauladanan itu ada dua macam yaitu:
1) Sengaja
berbuat secara sadar untuk ditiru oleh di terdidik
2) Berprilaku sesuai dengan
nilai dan norma yang akan kita tanamkan pada peserta didik sehingga tanpa
sengaja menjadi teladan bagi peserta didik.
Ulwan mengatakan bahwa masalah keteladanan menjadi factor penting
dalam hal baik buruknya anak, jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak
mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan ajaran agama, maka anak akan tumbuh menjadi orang yang jujur, berakhlak
mulia, berani dalam sikap, menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang
bertentangan yang diajarkan oleh agama. Dan jika pendidik pembohong, berkhianat,
durhaka, kikir, penakut, dan hina, bagaimanapun suci dan beningnya fitrah anak
dan bagaimanapun besarnya usaha dan sarana yang dipersiapkan untuk pendidikan
anak, anak tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan kepribadian
utama selam ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan, dan mempunyai
nilai-nilai moral yang tinggi.
Oleh karena itu, adanya pengaruh yang begitu besar, dari
keteladanan harus kita manfaatkan untutk pendidikan agama. Dengan keteladanan
serta menampilkan pribadi yang baik secara wajar tanpa dibuat-buat atau
memaksakan diri sedemikian rupa, wajah yang cerah hidup yang wajar dan pribadi
yang luhur akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap anak didik, sehingga
inti kewibawaan yang sangat pribadi dalam pendidikan akan datang dengan
sendirinya.
f.
Pembiasaan
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan
kepribadian anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan oleh pendidik adalah
terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didik. Kebiasaan adalkah satu tingkah
laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan terlebih dahulu, dan
berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi/
Dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu merupakan hal yang
sangat penting, karena banyak kita lihat orang yang berbuat dan bertingkah laku
hanya karena kebiasaan semata-mata. Tanpa itu hidup kita akan berjalan lambat
sekali; sebab sebelum melakukan sesuatu kita harus memikirkan terleboh dahulu
apa yang akan dilakukan.
Hal ini dibenarkan oleh Mahmud Yunus sebagaimana katanya: “sebenarnya
manusia hidup di dunia ini menurut kebiasaan (adat) penghidupan menurut
adatnya, makan menurut adatnya, bahkan ia bahagia dan celaka menurut adatnya,
jujur atau khianatnya menurut adatnya begitulah seterusnya. Sesuatu yang sudah
menjadi kebiasaan akan sulit mengubahnya”. Pembiasaan dalam pendidikan agama
hendaknya dimulai sedini mungkin Rasulullah memerintahkan kepada para pendidik
agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan shalat, tatkala berumur tujuh tahun.
Sabda Rasulullah SAW, Artinya: “Suruhlah anak-anakmu menegerjakan shalat,
ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan mengerjakan
kalau mereka sudah berumur sepuluh tahun, dan pisahkan antara mereka ketika
mereka tidur”. (H.R. Muslim)
g.
Korelasi.
Asas korelasi
adalah asa yang menghendaki agar materi pembelajaran antara satu mata pelajaran
engan mata pelajaran lainnya disajikan secara terkait dan integral. Adapun
prinsip korelasi ini bertitik tolak dan teori Getal yang menyatakan bahwa
“keseluruhan itu lebih memiliki makna daripada bagian-bagian”. Dan jumlah
bagian-bagian itu baru ada arti dan maknanya jika dihubunbgkan dalam satu
kesatuan dan terpadu. Atas dasar inilah kemudian disusun suatu organisasi
kurikulum yaituCorrelated Curriculum dalam pengajaran, yakni suatu kurikulum
yang berorientasi untuk mengkorelasikan dan menghubungkan berbagai mata
pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lainnya yaitu melalui:
1.
Cara Korelasi Okasional, Cara okasional artinya dilakukan dengan
jalan sewaktu-waktu guru menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran lainnya (misalnya pelajaran bahasa Arab dengan pelajaran Tafsir)
2.
Cara Korelasi Total, Adalah penggabungan tersebut dilakukan antara
mata pelajaran agama dengan mata pelajaran umum menjadi sayu-kesatuan cara ini
dilakukan karena rencana pelajaran disusun atas dasar organisasi
kurikulum Integrated Curiculum dalam hal ini hanya dapat dilakukan
pada pengajaran proyek, yang dilaksanakan secara terprogram dan terencana.
Namun dalam batas-batas tertentu dapat saja dilaksanakan dalam proses
pembelajaran di dalam kelas.
Azas korelasi ini hendaknya diupayakan dalam setiap situasi
pembelajaran. Adanya azas korelasi dalam pembelajaran dapat memberikan manfaat:
a.
Pelajaran disajikan dalam satu kesatuan yang utuh atau integral
dalam bagian-bagian yang terpisah
b.
Pengetahuan dan pengertian anak tentang agama menjadi integral,
karena pelajaran selalu di hubungkan dengan pelajaran umum dan keadaan
lingkungan anak didik.
c.
Dapat membimbing kepada pembentukan kepribadian yang sempurna dan
kaffah. Bukan kepribadian yang pecah.
h.
Azas Minat dan Perhatian.
Setiap individu mempunyai kecendrungan fundamental untuk
berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam lingkungannya. Apabila sesuatu itu
memberikan kesenangan pada dirinya, kemungkinan Ia akan berminat terhadap
sesuatu itu. Menurut Crow dan Crow minat itu diartikan sebagai kekuatan
pendorong yang menyebabkan individu memberikan perhatian kepada seseorang, atau
kepada aktivitas-aktivitas tertentu.
Selanjutnya Bimo Walgito menyatakan bahwa minat adalah suatu keadaan
dimana seseorang mempunyai perhatian terhadap sesuatu dan disertai dengan
keinginan utnuk mengetahui dan mempelajari maupun membuktikan lebih lanjut.
Perhatian salah satu factor psikologis yang dapat membantu
terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran. Kondisi psikologi itu dapat
terbentuk melalui dua hal:pertama, yang timbul secara instrinsik dan
yang kedua melalui bahan pelajaran (content). Peranan perhatian dalam
proses belajar diungkapkan dalam Al-Quran antara lain: Al’Araf 204, Ibrahim
24-25.
Azas perhatian ini dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu (1)
perhatian spontan, (2) perhatian karena didorong atau perhatian yang
diusahakan. Pada perhatian spontan biasanya timbul karena kesadaran pribadi dan
bukan paksaan, sehingga perhatian spontan ini sifatnya tahan lama dan sulit
untuk dilupakan. Kemudian pada perhatian karena didorong atau diusahakan timbul
karena adanya suatu dorongan tertentu atau karena diciptakan, perhatian yang
sifatnya didorong atau diusahakan ini sangat penting sekali dalam pelaksanaan
pembelajaraan, karena banyak anak mengikuti pengajaran yang diberikan di
sekolah pad umumnya kurang serius.
Miaslnya guru membuat perhatian anak didik tertuju atau terpusat
pada pelajaran yang disampaikan, jadi disini dapat kita lihat bahwa perhatian
pesrta didik terpusat karena adanya usaha oleh guru, walaupun sifat perhatian
tersebut kurang serius.
D.
Teori-teori Belajar[14]
1.
Teori belajar Behavioristik.
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah
perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.Teori
ini memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan
aspek-aspek mental.Sehingga dengan kata lain behavioristik tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaaan individu dalam suatu
belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang
berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon.Sedangkan apa yang
terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan
karena tidak bisa diamati.Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
a.
Edward Lee Thorndike (Teori Koneksionisme)
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang
telah dipaparkan dan diletakan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya
dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut
tersentuh.Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and
error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu
terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah.Dalam melaksanakan coba-coba
ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
tidak mempunyai hasil.Setiap respon menimbulkan stimulus baru, selanjutnya
stimulus baru ini akan menimbulkan respon lagi, demikian selanjutnya.
Oeh karena itu, teori yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering
disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi yang aman teori
ini sudah diterapkan dalam proses pembelajaran.
Berkaitan dengan teori belajar yang dikemukakannya kemudian
Thorndike mengajukan tiga kelompok hukum atau prinsip-prinsip yangf memberikan
keterangan tentang proses belajar, yakni tiga macam hukum primer dan lima macam
hukum subsider.
Tiga macam hukum primer yang dimaksud adalah hukum kesiapan, hukum
latihan, dan hukum efek. Sedangkan lima macam hukum subsider adalah berupa
prinsip-prinsip terjadinya respon ganda, prinsip kesiapan mental, prinsip
aktivitas bagian, prinsip analogi atau asimilasi dan prinsip penukan asosiasi.
Isi pokok dari masing-masing hukum atau prinsip tersebut dikemukakan
berturut-turut sebagai berikut:
a.
Hukum Kesiapan (low of readiness), yaitu semakin siap suatu
organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah
laku tersebut akan menimbulkan kepuasaan individu secara asosiasi cenderung
diperkuat.
b.
Hukum Latihan (law of exercise), semakin sering tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
c.
Hukum Akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan.[15]
Dari bebebrapa hukum diatas dapat disimpulkan bahwa teori
koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection)
antara kesan pancaindra dengan kecenderungan bertindak.Torndike berkeyakinan
bahwa prinsip proses belajar binatang sama dengan yang berlaku pada manusia,
walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa diperantai
pengartian.Binatang melakukan respon-respon langsung dari apa yang diamati dan
terjadi secara mekanis.
b.
Ivan Petrovich Pavlov (Teori Classical Conditioning)
Dalam pemikiran Pavlov yang dikutip dalam buku Muhibbin berasumsi
bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang diinginkan.Classical Conditioning(pengkondisian
atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada
seekor anjing.Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar.Apabila
diperlihatkan sesuatu makanan, maka keluarlah air liur anjing tersebut.Ini
sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah
terlebih dahulu, baru makanan.Dengan sendirinya air liurpun akan keluar
pula.Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu
ketikadengan hanya memperlihatkan si merah saja tanpa makanan air liurpun akan
keluar pula.Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan
buatan.Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang ,
rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air
liar pada anjing tersebut.Peristiwa ini disebut: Refleks Bersyarat
atauConditioned Response.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan
strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.
c.
Burhus Frederic Skinner (Teori Operant Conditioning)
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner
mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku.Dalam
perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant
condotioning.Dimana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif
besar.Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel dari
padaconditioning klasik.
Dalam laboratorium Skinner memasukan tikus yang telah dilaparkan
dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai
peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang
dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.Karena dorongan
lapar tikus berusaha keluar untuk mencari makanan.Selama tikus bergerak kesana
kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan
keluar.Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan
perilaku yang ditunjukan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner
mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.Maksudnya
adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan
semakin kuat bila diberi penguatan.Skinner membagi penguatan ini menjadi dua
yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.Bentuk-bentuk penguatan positif
berupa hadiah, perilaku atau penghargaan.Bnetuk-bentuk penguatan negatif antara
lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberi tugas tambahan atau
menunjukan perilaku tidak senang.
d.
Robert Gagne (Teori Condition of Learning)
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika yang
terkenal dengan penemuannya berupaconditioning of learning.Gagne disebut
sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksional
pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi.Keterampilan
paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam
hierarki keterampilan intelektual.
Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan.Belajar
dimulai dari hal yang sederhana dilanjutkan pada yang lebih kompleks (belajar
SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi dan belajar konsep) sampai pada
tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah).Praktiknya
gaya belajar mengacu pada asosiasi stimulus respon.
e.
Albert Bandura (Teori Belajar Sosial)
Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di Mondare Alberta berkebangsaan
kanada.Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial dan
kognitif sosial serta efikasi diri.Eksperimennya yang sangat terkenal
adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukan anak meniru secara persis perilaku
agresif dari orang dewasa diseitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajat observasi adalah:
a) Perhatian, mencakup peristiwa peniruan
dan karakteristik pengamat.
b) Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup
kode pengkodean simbolik.
c) Reproduksi motorik, mencakup kemampuan
fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
d) Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan
penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain itu, juga harusdiperhatikan bahwa faktor model atau teladan
mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Tingkat belajar tertinggi dari pengamatan
diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal atau mengulangi
perilakusecara simbolik kemudian melakukannya.
b) Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru
jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
c) Individu akan menyukai perilaku yang
ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya
mempunya nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motivasi, teori Bandura
dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif.Teori belajar sosial membantu
memahami terjadinya perilaku agresi dan menyimpang psikologi dan bagaimana
memodifikasi perilaku.Teori Bandura menjadi dasar perilaku pemodelan yang
digunakan dalam berbagai pendidikan secara masal.
2.
Teori belajar Kognitif
Beberapa ahli yang berasa belum puas terhadap penemuan-penemuan
para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai proses
hubungan stimulus-respon-reinforcement.Mereka berpendapat, bahwa tingkah
laku seseorang tidak hanya dikontrol
oleh reward danreinforcement.Menurut pendapat mereka, tingkah laku
seseorang didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenai atau memikirkan
seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan
memperoleh insight untuk pemecahan masalah.
Jadi kaum kognitif berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang
bergantung pada insight tehadap hubungan-hubungan yang ada dalam
suatu situasi.Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya.Mereka memberi
tekanan kepada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta
faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.
Menurut teori ini, suatu informasi yang berasal dari lingkungan
pembelajar, pada awalnya diterima oleh reseptor.Reseptor-reseptor tersebut
memberikan simbol-simbol informasi yang ia terima dan kemudian diteruskan ke
registor pengindraan yang terdapat pada saraf pusat.Dengan demikian,
informasi-informasi yang diterima oleh registor pengindraan telah mengalami
transformasi.
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif:
a. Gambaran perseptual
sesuai dengan masalah yang dipertunjukan kepada siswa adalah kondisi belajar
yang penting.
b. Organisasi pengetahuan harus
merupakan sesuatu mendasar bagi guru atau perencana pendidikan.
c. Belajar dengan
pemahaman (understanding) adalah lebih permanen (menetap) dan lebih
memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkandengan rate learning atau belajar
dengan formula.
d. Umpan balik kognitif
mempertunjukan pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi kesalahan
belajar.
e. Penetapan tujuan (goal
setting) penting sebagai motivasi belajar.
a.
Kurt Lewin (Teori Cognitive Field)
Kurt Lewin mengembangkan suatu teori belajar cognitive
field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi
sosial.Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam sautu medan
kekuatan, yang bersifat psikologis.Medan kekuatan psikologis dimana individu
bereaksi disebut life space.
b.
Piaget (Teori Komprehensif)
Dalam teorinya Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai
aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.Piaget
adalah seorang psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap-tahap
perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar
individu.Dia adalah seorang psikolog suatuteori komprehensiftentang
perkembangan inteligensi atau proses berfikir.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu
dari adanyaequlibrium-equilibrium.Bila individu depat menjaga
adanyaequilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan
intelektual yang lebih tinggi.Jadi secara singkatsapat dikatakan bahwa
pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content,
dan function.Anak yang sedang mengalami perkembangan struktur dan content
intelektualnya berubah/berkembang.Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah
sejumlah struktur psikologi yang ada pada tingkat perkembangan khusus.
c.
Jerome Bruner (Teori Discovery Learning)
Yang menjadi dasar ide J.Bruner ialah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di
kelas.Untuk itu Bruner memkai cara dengan apa yang disebutdiscovery
learning, yaitu murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu
bentuk akhir.Prosedur ini berbeda denganreception learning atauexpository
teaching, dimana guru menerangkan informasi dan murid harus mempelajari semua
bahan/informasi itu.
Jadi, dari hal tersebut kurikulum dari suatu mata pelajaran harus
ditentukan oleh pengertian yang sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai
berdasarkan prinsip-prinsip yang memberikan struktur dari mata pelajaran itu,
murid harus mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu
disiplin, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep bahasa yang
dimengerti mereka
3.
Teori belajar Humanistik
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah
bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud
pribadi mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.Menurut
para pendidik aliran humanistik penyususnan dan penyajian meteri pelajaran
harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
a.
Combs
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami
perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu.Apabila
kitaingin mengubah perilaku seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan
atau pandangan orang itu, perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari orang
lain.
Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai
motivasi untuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siwa itu
tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki guru
itu.Apabila guru itu memberikan aktifitas yang lain, mungkin sekali siswa akan
memberikan reaksi yang positif.
b.
Maslov
Teori didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal:
1. Suatu
usaha yang positif untuk berkembang.
2. Kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslov yang dikutip dalam buku
Wasty Soemanto ini mempunya implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh
guru pada waktu ia mengajar anak-anak.Ia mengatakan bahwa perhatian dan
motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum
terpenuhi.
c.
Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers,
seorang ahli psikoterapi.Ia mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar
hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas.Tidak itu saja,
siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil
keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia
ambil atau pilih.
Dalam belajar demikian, anak tidak dicetak menjadi orang lainmelainkan
dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi dirinya sendiri.Ia tidak direkayasa agar
terikat kepada orang lain, bergantung kepada pihak laindan memnuhi harapan
orang lain.Ia dibiarkan agar tetap bisa menjadi arsitek dirinya sendiri.
FOOTNOTE
Trisna Hargi
Ramadianti
11140110000069
Teguh
Iswanto
11140110000044
[6] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaim, Strategi Belajar
Mengajar, (Jakarta:Rineka Cipta,2002), Hal.15
[15] Purwa Atmaja Praiwa, Psikologi Pendidikan dalam
Perspektif Baru, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 267
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok...........2
PERKEMBANGAN KURIKULUM DIINDONESIA
A.
Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan
nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan
iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional
dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
Lebih spesifik, Herliyati (2008) menjelaskan bahwa setelah
Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum
yaitu kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975),
kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis
kompetensi (2004 dan 2006).
B.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Sekolah mendapatkan pengaruh dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam
masyarakat, terutama dari perguruan tinggi dan masyarakat.
1.
Perguruan Tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan Tinggi.
a.
Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang
dikembangkan di perguruan tinggi umum.
b.
dari pengembangan Ilmu Pendidikan dan Keguruan serta penyiapan
guru-guru di Perguruan tinggi Keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan). Telah kita ketahui bahwa pengetahuan dan tekhnologi banyak
memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis
pengetahuan yang dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan tekhnologi selain
menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media
pendidikan.
Kurikulum lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi
pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan
dari guru yang dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun bidang
studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi
pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar
pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ini, umumnya disiapkan
oleh LPTK (IKIP, FKIP, STKIP) melalui berbagai program, yaitu program D2, D3,
dan S1. Pada sekolah dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG
dan SGO, tetapi secara berangsur-angsur mereka akan mengikuti program
penyetaraan D2.[1]
2.
Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak
untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah
sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dimana sekolah tersebut berada.
Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat emenuhi tuntutan dan
kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada disekitar sekolah
mungkin merupakan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat kota atau desa,
petani pedaang atau pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus melayani
aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam
masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat
mempengaruhi pengembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan
anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan
perusahaan yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di sekolah.
C.
Kurikulum yang Pernah Berlaku di Indonesia
1.
Kurikulum Rencana Pelajaran (1947-1968)
Kurikulum yang digunakan di Indonesia dipengaruhi oleh tatanan
sosial politik Indonesia. Negara-negara penjajah yang mendiami wilayah
Indonesia ikut juga mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia. Pada masa
penjajahan Belanda, setidaknya ada dua sistem pendidikan dan pengajaran yang
berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan
perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda.
Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari
mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem
prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem
pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda pun
bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan
antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini
masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi.
Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi
menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang
berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School)
selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo
Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa.
Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche
School selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare
School (AMS) selama 3 tahun.
Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5
tahun dengan pengantar bahasa Cina,Hollandch Chinese School(HCS) yang berbahasa
Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat melanjutkan ke Mulo.
Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai
perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan
HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5
tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5
tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
Setelah Indonesia merdeka, yakni tahun 1945, pemerintah secara
bertahap mulai mengkonstruksi kurikulum sesuai dengan kondisi dan situasi saat
itu. Tiga tahun setelah Indonesia merdeka mulailah pemerintah membuat kurikulum
yang sederhana yang disebut dengan “Rencana Pelajaran”. Tahun 1947, kurikulum
ini terus berjalan dengan beberapa perubahan terkait dengan orientasinya, arah
dan kebijakan yang ada, hingga bertahan sampai tahun 1968 saat pemerintahan
beralih pada masa orde baru.
a.
Rencana pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai
istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih
populer daripadacurriculum. Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat
politis dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas
pendidikan ditetapkan Pancasila. Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu
diberi nama Rencana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di
Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang,
sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rencana Pelajaran
1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda.
Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut
kemerdekaan maka pendidikan sebagaidevelopment conformismlebih menekankan pada
pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah pada 1950.
Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari
kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
1) Daftar
mata pelajaran dan jam pengajarannya
2) Garis-garis
besar pengajaran (GBP)
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikira dalam arti
kognitif, namun yang diutamakan pendidikan watak atau perilaku
(value/attitude), meliputi:
1) Kesadaran
bernegara dan bermasyarakat
2) Materi pelajaran
dihubungkan dengan kejadian sehari-hari
3) Perhatian
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
b.
Rencana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana
Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum
1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut
Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali.
seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur
Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun
Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era
Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya
pada pengembangan Pancawardhana, yaitu: daya cipta, rasa, karsa, karya,
moral.
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap
pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952.
Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata
pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk kelas masyarakat. yaitu sekolah khusus
bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.
Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
c.
Kurikulum Rencana Pendidikan 1964
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul rencana Pendidikan 1964
atau Kurikulum 1964. Kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi rencana
pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep
pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran
ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan
persoalan (problem solving).
Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik
beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang
kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena
lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan,
emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu
pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.
Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong
terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida.
Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang
kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa.
d.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum
1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa
pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,
moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik
yang sehat dan kuat. Kelahiran kurikulum 1968 bersifat politis mengganti
rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya
pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 bersifatcorrelated subject curriculum, artinya
materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah
lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar:
pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi
pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan
permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun
1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode
pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca. Begitu juga pada
mata pelajaran lain, “anak belajar melalui unsur-unsurnya dulu”.
2.
Kurikulum Berorientasi Pencapaian (orde baru 1975-1984)
Setelah Indonesia memasuki masa orde baru maka tatanan kurikulmpun
mengalami perubahan dari “Rencana Pelajaran” menuju kurikulum berbasis pada
pencapaian tujuan. Dalam konteks ini adalah kurikulum subjek akademik,
merupakan model konsep kurikulum yang paling tua, sejak sekolah yang pertama
dulu berdiri. Kurikulum ini menekankan pada isi atau materi pelajaran yang
bersumber dari disiplin ilmu.
Menurut kurikulum ini, belajar adalah berusaha menguasai isi atau
materi pelajaran sebanyak-banyaknya. kurikulum subjek akademik tidak berarti
terus tetap hanya menekankan materi yang disampaikan, dalam sejarah
perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan juga proses belajar yang
dilakukan peserta didik. Proses belajar yang dipilih tergantung pada segi apa
yang dipentingkan dalaam materi pelajaran tersebut. Semua proses pembelajaran
diarahkan dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
a.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan
prinsip-prinsip di antaranya sebagai berikut:
1.
Berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini pemerintah merumuskan
tujuan-tujuan yang harus dikuasai oleh siswa yang lebih dikenal dengan khirarki
tujuan pendidikan, yang meliputi : tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional
khusus.
2.
Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran
memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang
lebih integratif.
3.
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan
waktu.
4.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa
mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan
dalam bentuk tingkah laku siswa. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan
menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (Drill).
Pembelajaran lebih banyak menggunaan teori Behaviorisme, yakni memandang
keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh lingkungan dengan stimulus dari luar,
dalam hal ini sekolah dan guru.
b.
Kurikulum 1984
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara
kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan atau teknologi terhadap
pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu
diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau
revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Berorientasi kepada tujuan
instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar
kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus
benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang
harus dicapai siswa.
2) Pendekatan pengajarannya
berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah
pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif
terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa
memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor.
3) Materi pelajaran dikemas
dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan
dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi
pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas
materi pelajaran yang diberikan.
4) Menanamkan pengertian
terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa
harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah
mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk
membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
c.
Kurikulum 1994
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994,
di antaranya sebagai berikut:
1) Pembagian tahapan pelajaran
di sekolah dengan sistem caturwulan.
2) Pembelajaran di sekolah lebih
menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran
atau isi)
3) Kurikulum 1994 bersifat
populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di
seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang
khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
4) Dalam pelaksanaan kegiatan,
guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif
dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa
guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen
divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
3.
Kurikulum Berbasis Kompetensi dan KTSP (era reformasi)
a.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004
Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis
Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 2
1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam Tap MPR No
IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional.
KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran
dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan
tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai
sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki
kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaituknowledge,
understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan mengembangkan
aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya.
Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi
lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah
mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah
menyelesaikan satu topik atau konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan
keterampilan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan
dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi
terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal
(memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa).
Beberapa Keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:
1) KBK yang mengedepankan
penguasaan materi hasil dan kompetensi paradigma pembelajaran versi
UNESCO: learning to know, learning to do, learning to live together, dan
learning to be.
2) Silabus ditentukan secara
seragam, peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi
kewenagan guru.
3) Jumlah jam pelajaran 40 jam
per minggu 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran belum bisa dikurangi.
4) Metode pembelajaran
keterampilan proses dengan melahirkan metode pembelajaran PAKEM dan CTL,
b.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum
operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran
2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan
Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh
BSNP.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan
kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas nomor
22 tahun 2006 sebagaimana dikutip dari Mulyasa (2006: 151-153) adalah sebagai
berikut:
1) Berpusat pada potensi,
perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya. Pengembangan
kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa peserta didik adalah sentral proses
pendidikan agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, serta
warga negara yang demokratis sehingga perlu disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan lingkungan peserta didik.
2) Beragam dan terpadu.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman peserta didik, kondisi
daerah dengan tidak membedakan agama, suku, budaya, adat, serta status sosial
ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib
kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu.
3) Tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.Kurikulum dikembangkan atas kesadaran
bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis.
c.
Kurikulum 2013
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan
tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap
di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk
mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik mampu dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mempresentasikan, apa yang mereka
peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan
penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi
sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif,
inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam
menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan
yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari
melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah
dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini
merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat
menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.[2]
FOOTNOTE
[1] Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum, PT. REMAJA ROSDAKARYA, Bandung: 2012, Hal:
158
[2] .http://imam2992.blogspot.com/2013/11/perkembangan-kurikulum-di-indonesia.html
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........3
MODEL PEMBELAJARAN
EKSPOSITORI, INKUIRI, DISCOVERY
A.
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu pelajaran inti di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Setiap tahun matematika diujikan melalui Ujian Nasional (UN) untuk melihat tingkat keberhasilan belajar siswa. Namun, banyak siswa yang mengeluhkan karena sulitnya pelajaran ini. Matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk diajarkan maupun dipelajari. Untuk itu, guru perlu secara terus menerus memberikan motivasi belajar kepada siswa, yang diantaranya guru harus inovatif dalam proses pembelajaran. Guru harus mampu membuat suasana kelas yang menyenangkan, sehingga siswa lebih tertarik untuk membuktikan kebenaran dalam matematika selain hanya untuk mempelajari guna ujian.
Selain inovatif, guru juga harus efektif yang menurut Wahyudin (2008:27) adalah guru yang dapat meraih para siswa, mengapresiasi dan memahami kebutuhan-kebutuhan mereka serta mengupayakan cara-cara khusus dan individual untuk memuaskannya. Guru juga harus dapat menggunakan lebih banyak pemanfaatan benda-benda terutama yang ada disekitar siswa. Aktivitas-aktivitas harus direncanakan dengan baik guna untuk menciptakan model-model pembelajaran yang bermakna. Piaget (dalam Wahyudin, 2008:40) mengutarakan, “Untuk memahami, para anak harus menemukan – yakni, menemukan kembali – sebab mereka tak dapat memulai dari awal lagi. Akan tetapi, harus dikatakan bahwa apapun hanya dipahami sejauh bahwa itu ditemukan kembali”. Ini berarti bahwa benda-benda mesti digunakan oleh para siswa guna membantu mereka menemukan kembali.
Dalam proses pembelajaran, diperlukan juga strategi khusus seorang pendidik dalam mentransfer ilmu dan pembelajaran pada peserta didik. Karena keberhasilan pengajaran matematika akan bergantung bukan pada materi-materi yang ada tetapi pada keahlian seseorang guru dalam memakai materi-materi pembelajaran dan rancangan kegiatan proses pembelajaran. Peran seorang guru merupakan seorang pemandu. Seorang pemandu yang baik memakai pertimbangan tentang kapan menjelajah serta bagaimana kembali ke jalan utama setelah perjalanan memutar (Wahyudin,2008 :39). Untuk meningkatkan kemampuan keterampilan siswa, rancangan pembelajaran tidak harus di dalam kelas tetapi bias di luar kelas seperti laboratorium matematika. Materi-materi laboratorium matematika dapat digunakan untuk memperluas atau memperkuat belajar.
Guru dapat meningkatkan metode-metode pengajaran matematika dengan mempelajari terlebih dahulu tentang berbagai strategi pengajaran. Salah satu cara untuk membuat siswa memahami materi yang dipelajari adalah dengan menggunakan metode-metode pembelajaran. Beberapa metode pembelajaran yang biasanya digunakan seorang guru adalah Inkuiri, Ekspositori, dan Discovery. Untuk itu, penulis akan memaparkan dalam makalah ini yaitu, Bagaimana menerapkan ketiga metode pembelajaran tersebut? Apa prinsip-prinsip dari metode-metode pembelajaran tersebut? Serta bagaimana peran guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran?
Matematika merupakan salah satu pelajaran inti di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Setiap tahun matematika diujikan melalui Ujian Nasional (UN) untuk melihat tingkat keberhasilan belajar siswa. Namun, banyak siswa yang mengeluhkan karena sulitnya pelajaran ini. Matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk diajarkan maupun dipelajari. Untuk itu, guru perlu secara terus menerus memberikan motivasi belajar kepada siswa, yang diantaranya guru harus inovatif dalam proses pembelajaran. Guru harus mampu membuat suasana kelas yang menyenangkan, sehingga siswa lebih tertarik untuk membuktikan kebenaran dalam matematika selain hanya untuk mempelajari guna ujian.
Selain inovatif, guru juga harus efektif yang menurut Wahyudin (2008:27) adalah guru yang dapat meraih para siswa, mengapresiasi dan memahami kebutuhan-kebutuhan mereka serta mengupayakan cara-cara khusus dan individual untuk memuaskannya. Guru juga harus dapat menggunakan lebih banyak pemanfaatan benda-benda terutama yang ada disekitar siswa. Aktivitas-aktivitas harus direncanakan dengan baik guna untuk menciptakan model-model pembelajaran yang bermakna. Piaget (dalam Wahyudin, 2008:40) mengutarakan, “Untuk memahami, para anak harus menemukan – yakni, menemukan kembali – sebab mereka tak dapat memulai dari awal lagi. Akan tetapi, harus dikatakan bahwa apapun hanya dipahami sejauh bahwa itu ditemukan kembali”. Ini berarti bahwa benda-benda mesti digunakan oleh para siswa guna membantu mereka menemukan kembali.
Dalam proses pembelajaran, diperlukan juga strategi khusus seorang pendidik dalam mentransfer ilmu dan pembelajaran pada peserta didik. Karena keberhasilan pengajaran matematika akan bergantung bukan pada materi-materi yang ada tetapi pada keahlian seseorang guru dalam memakai materi-materi pembelajaran dan rancangan kegiatan proses pembelajaran. Peran seorang guru merupakan seorang pemandu. Seorang pemandu yang baik memakai pertimbangan tentang kapan menjelajah serta bagaimana kembali ke jalan utama setelah perjalanan memutar (Wahyudin,2008 :39). Untuk meningkatkan kemampuan keterampilan siswa, rancangan pembelajaran tidak harus di dalam kelas tetapi bias di luar kelas seperti laboratorium matematika. Materi-materi laboratorium matematika dapat digunakan untuk memperluas atau memperkuat belajar.
Guru dapat meningkatkan metode-metode pengajaran matematika dengan mempelajari terlebih dahulu tentang berbagai strategi pengajaran. Salah satu cara untuk membuat siswa memahami materi yang dipelajari adalah dengan menggunakan metode-metode pembelajaran. Beberapa metode pembelajaran yang biasanya digunakan seorang guru adalah Inkuiri, Ekspositori, dan Discovery. Untuk itu, penulis akan memaparkan dalam makalah ini yaitu, Bagaimana menerapkan ketiga metode pembelajaran tersebut? Apa prinsip-prinsip dari metode-metode pembelajaran tersebut? Serta bagaimana peran guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran?
B.
Ekspositori
Pengajaran Ekspositori adalah pengajaran yang mengutamakan pengungkapan pengetahuan tentang fakta, konsep dan hukum/prinsip. Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-wakatu yang diperlukan saja. Murid tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan murid secara individual, menjelaskan lagi kepada murid secara individual, atau klasikal. Kalau dibandingkan dominasi guru dalam kegiatan belajar-mengajar, metode ceramah lebih terpusat pada guru daripada metode ekspositori. Pada metode ekspositori murid belajar lebih aktif daripada metode ceramah. Murid mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya, atau disuruh membuatnya di papan tulis (dalam Suherman, 2003:171). Selain itu pada pengajaran ekspositori, sebagian besar melibatkan pertukaran informasi antara guru dan siswa.
Melihat perbedaan-perbedaan di atas, cara mengerjakan matematika yang pada umumnya digunakan para guru matematika adalah lebih tepat dikatakan sebagai menggunakan metode ekspositori daripada ceramah, karena guru memberikan pula soal-soal latihan untuk dikerjakan murid di kelas. Beberapa hasil penelitian di Amerika serikat menyatakan metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien. Demikian pula keyakinan sementara ahli teori belajar-mengajar David P.Ausubel berpendapat bahwa metode ekspositori yang baik merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna.
Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (dikutip dari Sunartombs,2009) mengatakan metode ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Peranan guru yang penting adalah
1) menyusun program pembelajaran
2) memberi informasi yang benar
3) pemberi fasilitas yang baik
4) pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar
5) penilai prolehan informasi.
Sedangkan peranan siswa adalah
1) pencari informasi yang benar
2) pemakai media dan sumber yang benar
3) menyelesaikan tugas dengan penilaian guru.
Ciri-ciri metode ekspositoris:
a. Guru mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berpikir.
b. Mempersiapkan pertanyaan.
c. Mempertimbangkan dimana pertanyaan harus digunakan.
d. Tahapan mengajar dengan peta konsep.
e. Guru memberikan informasi melalui ceramah, demostrasi, atau tanya jawab.
f. Siswa mencatat, menjawab pertanyaan atau tugas.
g. Konsep sukar melalui proses induktif.
Pengajaran Ekspositori adalah pengajaran yang mengutamakan pengungkapan pengetahuan tentang fakta, konsep dan hukum/prinsip. Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-wakatu yang diperlukan saja. Murid tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan murid secara individual, menjelaskan lagi kepada murid secara individual, atau klasikal. Kalau dibandingkan dominasi guru dalam kegiatan belajar-mengajar, metode ceramah lebih terpusat pada guru daripada metode ekspositori. Pada metode ekspositori murid belajar lebih aktif daripada metode ceramah. Murid mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya, atau disuruh membuatnya di papan tulis (dalam Suherman, 2003:171). Selain itu pada pengajaran ekspositori, sebagian besar melibatkan pertukaran informasi antara guru dan siswa.
Melihat perbedaan-perbedaan di atas, cara mengerjakan matematika yang pada umumnya digunakan para guru matematika adalah lebih tepat dikatakan sebagai menggunakan metode ekspositori daripada ceramah, karena guru memberikan pula soal-soal latihan untuk dikerjakan murid di kelas. Beberapa hasil penelitian di Amerika serikat menyatakan metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien. Demikian pula keyakinan sementara ahli teori belajar-mengajar David P.Ausubel berpendapat bahwa metode ekspositori yang baik merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna.
Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (dikutip dari Sunartombs,2009) mengatakan metode ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Peranan guru yang penting adalah
1) menyusun program pembelajaran
2) memberi informasi yang benar
3) pemberi fasilitas yang baik
4) pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar
5) penilai prolehan informasi.
Sedangkan peranan siswa adalah
1) pencari informasi yang benar
2) pemakai media dan sumber yang benar
3) menyelesaikan tugas dengan penilaian guru.
Ciri-ciri metode ekspositoris:
a. Guru mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berpikir.
b. Mempersiapkan pertanyaan.
c. Mempertimbangkan dimana pertanyaan harus digunakan.
d. Tahapan mengajar dengan peta konsep.
e. Guru memberikan informasi melalui ceramah, demostrasi, atau tanya jawab.
f. Siswa mencatat, menjawab pertanyaan atau tugas.
g. Konsep sukar melalui proses induktif.
1.
Prinsip –prinsip pengajaran Ekspositoris
a.
Sebuah advanced organizer (pendahuluan verbal atau grafis yang
menyajikan kerangka organisasional umum tentang materi yang akan dipelajari)
membantu siswa membuat hubungan-hubungan yang bermakna di antara berbagai hal
yang mereka pelajari. Perkenalkan sebuah
unit baru dengan menggambarkan ide-ide dan konsep utama yang akan dibahas dan
tunjukkan bagaimana berbagai ide dan konsep itu saling berkaitan.
b.
Hubungan yang berkesinambungan dengan pengetahuan awal, membantu
siswa mempelajari materi di kelas secara lebih bermakna, asalkan
pemahaman dan keyakinan mereka saat ini akurat .
Ingatkan siswa akan sesuatu -yaitu mengaktivasi pengetahuan
awal siswa- dan tunjukkan bagaimana suatu ide baru berhubungan pengetahuan awal
tersebut. Juga angkatlah setiap kepercayaan siswa yang keliru tentang topik tersebut.
c.
Penyajian materi yang terorganisasi (organized presentation)
membantu siswa membuat salingketerkaitan yang tepat di antara berbagi
ide/gagasan. Bantulah siswa
mengorganisasikan materi dalam suatu cara tertentu dengan menggunakan struktur
organisasional untuk menyajikan informasi.
d.
Berbagai tanda/isyarat (signals) yang menjadi bagian penting dari
suatu presentasi. Tekankan poin-poin yang
penting, misalnya dengan menuliskannya di papan tulis, mengajukan pertanyaan
tentang poin-poin tersebut, atau sekedar memberitahu siswa hal-hal mana yang paling
penting untuk dipelajari.
e.
Alat bantu visual (visual aids) membantu siswa mengkodekan materi
secara visual dan juga verbal.
Ilustrasikan materi baru dengan gambar, foto, diagram, peta metode fisik, dan
peragaan.
f.
Tingkat kecepatan (pacing) yang tepat memberi siswa waktu yang
cukup untuk memproses informasi. Sajikan
presentasi secara pelan sehingga siswa dapat menarik kesimpulan, membentuk
pembayangan visual, dan terlibat dalam proses penyimpanan memori jangka
panjang.
g.
Rangkuman (summarize) membantu siswa mereviu dan mengorganisasikan
materi serta mengidentifikasi ide-ide pokok.
Setelah kuliah atau tugas bacaan, rangkumlah poin-poin
utamanya.
Sumber : Ormrod, J. E, 2008 : 163.
Sumber : Ormrod, J. E, 2008 : 163.
2.
Langkah-langkah pembelajaran metode ekspositori. Ada beberapa
langkah dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu:
a.
Persiapan
(Preparation)
Tahap
persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam
strategi ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting.
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori
sangat tergantung pada langkah persiapan. Beberapa hal yang harus dilakukan
dalam langkah persiapan di antaranya adalah:
1) Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif;
2) Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai;
3) Bukalah file dalam otak siswa.
1) Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif;
2) Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai;
3) Bukalah file dalam otak siswa.
b.
Penyajian (Presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru harus dipikirkan guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini, yaitu:
1) penggunaan bahasa,
2) intonasi suara,
3) menjaga kontak mata dengan siswa,dan
4) menggunakan trik-trik yang menyenagkan
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru harus dipikirkan guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini, yaitu:
1) penggunaan bahasa,
2) intonasi suara,
3) menjaga kontak mata dengan siswa,dan
4) menggunakan trik-trik yang menyenagkan
c.
Korelasi (Correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.
d.
Menyimpulkan
(Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
e.
Mengaplikasikan (Application)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini di antaranya:
1) dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan,
2) dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan. ( dikutip dari Dayufunmath, 2012).
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini di antaranya:
1) dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan,
2) dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan. ( dikutip dari Dayufunmath, 2012).
3.
Kelebihan dan Kelemahan Strategi Ekspositori
a.
Kelebihan
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang banyak dan sering digunakan. Hal ini disebabkan strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas. Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi). Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang banyak dan sering digunakan. Hal ini disebabkan strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas. Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi). Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
b.
Kelemahan
Di samping memiliki kelebihan, strategi ekspositori juga memiliki kelemahan, di antaranya:
Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi lain.
Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil. (dikutip dari dayufunmath, 2012)
Contoh Mengajar dengan Metode Ekspositori
Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna. Misalnya dalam mempelajari konsep dalil Pythagoras tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk terakhir c2 = b2 + a2 sudah disajikan (belajar menerima), tetapi siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku ; jadi ia belajar secara bermakna. Siswa lain memahami rumus c2 = b2 + a2 dari pencarian (belajar menemukan), tetapi bila kemudian ia menghafalkan c2 = a2 + b2 tanpa dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku, maka jadinya ia belajar menghafal.
Di samping memiliki kelebihan, strategi ekspositori juga memiliki kelemahan, di antaranya:
Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi lain.
Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil. (dikutip dari dayufunmath, 2012)
Contoh Mengajar dengan Metode Ekspositori
Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna. Misalnya dalam mempelajari konsep dalil Pythagoras tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk terakhir c2 = b2 + a2 sudah disajikan (belajar menerima), tetapi siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku ; jadi ia belajar secara bermakna. Siswa lain memahami rumus c2 = b2 + a2 dari pencarian (belajar menemukan), tetapi bila kemudian ia menghafalkan c2 = a2 + b2 tanpa dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku, maka jadinya ia belajar menghafal.
C.
Metode Pembelajaran Discovery
Discovery adalah pembelajaran yang terjadi sebagai hasil dari manipulasi pembelajar, penstrukturan, dan transformasi informasi dengan demikian seseorang menemukan informasi baru. Dalam pembelajaran discovery, pembelajar dapat membuat sebuah dugaan, perumusan suatu hipotesis, atau menemukan kebenaran matematika dengan menggunakan proses induktif atau deduktif, observasi dan ekstrapolasi. Elemen yang pokok dalam penemuan informasi baru adalah penemu harus mengambil bagian aktif dalam perumusan dan pencapaian informasi baru. Penemuan ini dapat terjadi karena telah direncanakan oleh guru. ( Bell, 1981: 241)
Pada tahun 1960, Bruner mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum (Uno, 2010: 12).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran discovery, merupakan metode pembelajaran yang dalam belajarnya siswa diberi kesempatan oleh guru untuk menemukan sendiri penemuan baru bagi dirinya saja yang telah dirancang oleh guru.
Pembelajaran discovery dapat terjadi dalam situasi yang sangat terstruktur seperti buku guru atau buku siswa yang susunanya diprogram dari interaksi dimana siswa dibimbing langkah per langkah, format tanya-jawab untuk membuat penemuan yang sangat spesifik dan dapat diprediksikan. Pada struktur yang lain, penemuan yang tanpa perencanaan dapat membuat siswa dalam masalah diskusi open-ended yang mereka rumuskan dan pertimbangkan dengan sedikit atau tanpa campur tangan guru.
Menurut Bell (1981: 242) metode discovery memiliki beberapa tujuan, antara lain:
Discovery adalah pembelajaran yang terjadi sebagai hasil dari manipulasi pembelajar, penstrukturan, dan transformasi informasi dengan demikian seseorang menemukan informasi baru. Dalam pembelajaran discovery, pembelajar dapat membuat sebuah dugaan, perumusan suatu hipotesis, atau menemukan kebenaran matematika dengan menggunakan proses induktif atau deduktif, observasi dan ekstrapolasi. Elemen yang pokok dalam penemuan informasi baru adalah penemu harus mengambil bagian aktif dalam perumusan dan pencapaian informasi baru. Penemuan ini dapat terjadi karena telah direncanakan oleh guru. ( Bell, 1981: 241)
Pada tahun 1960, Bruner mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum (Uno, 2010: 12).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran discovery, merupakan metode pembelajaran yang dalam belajarnya siswa diberi kesempatan oleh guru untuk menemukan sendiri penemuan baru bagi dirinya saja yang telah dirancang oleh guru.
Pembelajaran discovery dapat terjadi dalam situasi yang sangat terstruktur seperti buku guru atau buku siswa yang susunanya diprogram dari interaksi dimana siswa dibimbing langkah per langkah, format tanya-jawab untuk membuat penemuan yang sangat spesifik dan dapat diprediksikan. Pada struktur yang lain, penemuan yang tanpa perencanaan dapat membuat siswa dalam masalah diskusi open-ended yang mereka rumuskan dan pertimbangkan dengan sedikit atau tanpa campur tangan guru.
Menurut Bell (1981: 242) metode discovery memiliki beberapa tujuan, antara lain:
a.
melalui keterlibatan dalam pembelajaran discovery siswa belajar
beberapa prosedur dan aktivitas yang diperlukan untuk membentuk benda-benda di
luar lingkungan mereka
b.
siswa akan mengembangkan sikap dan strategi latihan
c.
pembelajaran discovery membantu siswa menambah kemampuan mereka
untuk menganalisis, mensistesis, dan mengevaluasi informasi dalam cara yang
rasional
d.
ada reward intrinsic, seperti tertarik dalam tugas pembelajaran dan
kepuasan dalam membuat sebuah penemuan, itu dapat memotivasi siswa untuk
belajar lebih efisien dan efektif dalam kelas matematika.
Diantara objek yang lebih spesifik dari pembelajaran discovery yang mudah untuk diamati dan diukur adalah sebagai berikut:
Diantara objek yang lebih spesifik dari pembelajaran discovery yang mudah untuk diamati dan diukur adalah sebagai berikut:
a.
Dalam pembelajaran discovery siswa mempuyai kesempatan untuk
menjadi aktif termasuk dalam pembelajaran dan banyak siswa melakukan menambah
level mereka dari partisipasi kelas ketika sebuah pengajaran discovery/metode
pembelajaran digunakan oleh guru.
b.
Melalui metode discovery siswa belajar untuk menemukan pola dalam
situasi konkrit dan abstrak dan juga belajar untuk mengeksplorasi informasi
tambahan degan di luar data yang diberikan
c.
Siswa juga belajar untuk merumuskan strategi pertanyaan yang tidak
ambigu dan menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapat informasi yang
berguna untuk membuat penemuan-penemuan
d.
Pembelajaran discovery dapat membantu siswa mengembangkan cara yang
efektif dari bekerja bersama, berbagi informasi, dan mendengarkan serta menggunakan
ide-ide orang lain
e.
Pembelajaran discovery membuktikan untuk mengindikasi kemampuan,
konsep, dan prinsip dalam pembelajaran melalui discovery lebih bermakna untuk
siswa dan diingat untuk periode waktu yang lama.
f.
Keahlian dipelajari dalam suasana pembelajaran discovery, dalam
beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas pembelajaran baru dan
diterapkan di berbagai situasi.
Bell dalam bukunya “Teaching and Learning Mathematics” mengungkapkan karakteristik metode Discovery:
Bell dalam bukunya “Teaching and Learning Mathematics” mengungkapkan karakteristik metode Discovery:
1.
Situasi kelas untuk Pembelajaran Discovery
Pembelajaran discovery dapat terjadi selama guru mengajar, dalam kelompok diskusi. Melalui aktivitas kelompok, melalui percobaan laboratorium matematika, dan dalam situasi kelas yang tidak terstruktur. Bagaimanapun kemungkinan siswa akan membuat penemuan ketika guru memimpin pembelajaran yang terus menerus atau dalam situasi kelas yang tidak terstruktur secara lengkap adalah kecil.
Pembelajaran discovery dapat terjadi selama guru mengajar, dalam kelompok diskusi. Melalui aktivitas kelompok, melalui percobaan laboratorium matematika, dan dalam situasi kelas yang tidak terstruktur. Bagaimanapun kemungkinan siswa akan membuat penemuan ketika guru memimpin pembelajaran yang terus menerus atau dalam situasi kelas yang tidak terstruktur secara lengkap adalah kecil.
2.
Strategi Penemuan Induktif dan Deduktif
Strategi penemuan induktif dikarakteristikkan sebagai perumapamaan khusus ke umum dan strategi deduktif berangkat dari perumapamaan umum ke khusus. Dalam menggunakan metode penemuan induktif, pembelajar menggunakan intuisi (dan beberapa logika) untuk merumuskan generalisasi dari pengamatannya dari beberapa benda-benda yang dibangun dalam situasi yang berkaitan, teknik, metode pemecahan masalah (problem solving). Ketika strategi penemuan deduktif digunakan, pembelajar menggunakan logika (dan beberapa intuisi) untuk merumuskan sebuah generalisasi berdasarkan ide abstrak dan generalisasi lainnya. Kemudian membangun genaralisasi dari contoh dan aplikasi dari yang baru ditemukan.
Setiap pembelajaran discovery harus dimulai dengan informasi yang telah diketahui dan diproses langkah demi langkah ke informasi baru dan penemuan umum Pembelajaran discovery dapat dilakukan melalui metode ekspositori yang diarahkan oleh guru atau melalui aktivitas laboratorium yang berpusat pada siswa. Dalam beberapa pembelajaran discovery, guru dapat memilih aktivitas yang diperlukan siswa untuk menggunakan proses induktif; pembelajaran discovery lainnya mungkin membutuhkan penggunaan dari proses deduktif.
Guru dapat memulai sebuah pembelajaran penemuan ekspositori dengan memeriksa kembali informasi yang relevan, menampilkan situasi yang seharusnya dapat menimbulkan hasrat penemuan, dan menyusun aturan petunjuk untuk diskusi subsequent. Selama diskusi, guru harus menjawab pertanyaan siswa dan harus meminta pertanyaan utama atau meyediakan sebuah informasi yang relevan ketika diskusi kontrol siswa kelihatan menemui hambatan. (Bell, 1981: 245)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pembelajaran discovery dapat dilakukan melalui strategi ekspositori dengan partisipasi siswa sebagai suatu kelompok. Penemuan-penemuan matematika dapat juga dilakukan dengan pekerjaan siswa bersama dalam kelompok kecil atau dengan pekerjaan siswa secara individual dalam latihan laboratorium.
Berikut merupakan beberapa pertimbangan untuk melakukan pembelajaran discovery dan beberapa aktivitas yang dapat dipilih yang termasuk dalam ekspositori dan pembelajaran discovery laboratorium yang melibatkan salah satu proses induktif atau deduktif:
Setiap pembelajaran discovery harus dimulai dengan informasi yang telah diketahui dan diproses langkah demi langkah ke informasi baru dan penemuan umum
Strategi pre assessment harus digunakan untuk mengetahui apakah siswa memproses keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk membuat setiap penemuan induktif yang diharapkan.
Preassessment seharusnya juga digunakan untuk meyakinkan siswa mengetahui konsep dan prinsip-prinsip yang diperlukan untuk setiap penemuan deduktif.
Guru harus mengizinkan siswa untuk membuat sebuah penemuan dengan beberapa cara, dan harus menyediakan untuk dan menerima penemuan alternatif.
Jangan terlalu menggunakan strategi discovery, mereka dapat menghabiskan waktu dan frustasi untuk siswa jika digunakan terus menerus.
Pertanyaan-pertanyaan yang memimpin dan isyarat lainnya dapat digunakan sebagai pendorong ketika pembelajaran discovery menjadi terbenam
Contoh Metode Discovery
Pengajaran dengan metode discovery berharap agar siswa benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang dipelajarinya. Contoh untuk mengajarkan sifat komutatif perkalian dengan penemuan, siswa diberi sejumlah soal perkalian sebagai berikut:
(Tim MKPBM, 2001:177).
Strategi penemuan induktif dikarakteristikkan sebagai perumapamaan khusus ke umum dan strategi deduktif berangkat dari perumapamaan umum ke khusus. Dalam menggunakan metode penemuan induktif, pembelajar menggunakan intuisi (dan beberapa logika) untuk merumuskan generalisasi dari pengamatannya dari beberapa benda-benda yang dibangun dalam situasi yang berkaitan, teknik, metode pemecahan masalah (problem solving). Ketika strategi penemuan deduktif digunakan, pembelajar menggunakan logika (dan beberapa intuisi) untuk merumuskan sebuah generalisasi berdasarkan ide abstrak dan generalisasi lainnya. Kemudian membangun genaralisasi dari contoh dan aplikasi dari yang baru ditemukan.
Setiap pembelajaran discovery harus dimulai dengan informasi yang telah diketahui dan diproses langkah demi langkah ke informasi baru dan penemuan umum Pembelajaran discovery dapat dilakukan melalui metode ekspositori yang diarahkan oleh guru atau melalui aktivitas laboratorium yang berpusat pada siswa. Dalam beberapa pembelajaran discovery, guru dapat memilih aktivitas yang diperlukan siswa untuk menggunakan proses induktif; pembelajaran discovery lainnya mungkin membutuhkan penggunaan dari proses deduktif.
Guru dapat memulai sebuah pembelajaran penemuan ekspositori dengan memeriksa kembali informasi yang relevan, menampilkan situasi yang seharusnya dapat menimbulkan hasrat penemuan, dan menyusun aturan petunjuk untuk diskusi subsequent. Selama diskusi, guru harus menjawab pertanyaan siswa dan harus meminta pertanyaan utama atau meyediakan sebuah informasi yang relevan ketika diskusi kontrol siswa kelihatan menemui hambatan. (Bell, 1981: 245)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pembelajaran discovery dapat dilakukan melalui strategi ekspositori dengan partisipasi siswa sebagai suatu kelompok. Penemuan-penemuan matematika dapat juga dilakukan dengan pekerjaan siswa bersama dalam kelompok kecil atau dengan pekerjaan siswa secara individual dalam latihan laboratorium.
Berikut merupakan beberapa pertimbangan untuk melakukan pembelajaran discovery dan beberapa aktivitas yang dapat dipilih yang termasuk dalam ekspositori dan pembelajaran discovery laboratorium yang melibatkan salah satu proses induktif atau deduktif:
Setiap pembelajaran discovery harus dimulai dengan informasi yang telah diketahui dan diproses langkah demi langkah ke informasi baru dan penemuan umum
Strategi pre assessment harus digunakan untuk mengetahui apakah siswa memproses keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk membuat setiap penemuan induktif yang diharapkan.
Preassessment seharusnya juga digunakan untuk meyakinkan siswa mengetahui konsep dan prinsip-prinsip yang diperlukan untuk setiap penemuan deduktif.
Guru harus mengizinkan siswa untuk membuat sebuah penemuan dengan beberapa cara, dan harus menyediakan untuk dan menerima penemuan alternatif.
Jangan terlalu menggunakan strategi discovery, mereka dapat menghabiskan waktu dan frustasi untuk siswa jika digunakan terus menerus.
Pertanyaan-pertanyaan yang memimpin dan isyarat lainnya dapat digunakan sebagai pendorong ketika pembelajaran discovery menjadi terbenam
Contoh Metode Discovery
Pengajaran dengan metode discovery berharap agar siswa benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang dipelajarinya. Contoh untuk mengajarkan sifat komutatif perkalian dengan penemuan, siswa diberi sejumlah soal perkalian sebagai berikut:
(Tim MKPBM, 2001:177).
D.
Metode Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry” yang berarti penyelidikan. Piaget (dalam Rosalin, 2008:61), mengemukakan bahwa metode inquiry merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, dan membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain.
Salah satu tujuan mengajar dengan metode inkuiri adalah agar siswa tahu dan belajar metode ilmiah dengan inkuiri dan mampu mentransfer ke dalam situasi lain dari dunia sekitar mereka melalui keterlibatan aktif dengan pengalaman dikehidupan nyata. Metode ilmiah dan inkuiri menurut The Access Center (2009,2) mempunyai komponen dasar yang sama yaitu mengharuskan siswa untuk melakukan investigasi penelitian dengan merumuskan pertanyaan, mengembangkan hipotesis, melakukan eksperimen, perekaman data, menganalisis data, dan kesimpulan gambar. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Metode Ilmiah Inkuiri
Pertanyaan atau masalah Fase Inkuiri (Pertanyaan atau Masalah)
Hipotesis Pengumpulan Data Tahap I (Hipotesis)
Percobaan Pengumpulan Data Tahap II (Pengumpulan Data .......... Analisis)
Catatan Pelaksanaan Fase (Kesimpulan dan Penjelasan)
Analisis Data
Kesimpulan
Sedangkan perbedaan dari metode ilmiah dan inkuiri adalah proses inkuiri menyediakan lebih banyak kesempatan pada siswa untuk bergerak didalam dan diantara fase-fase penyelidikan (proses pemecahan masalah). Guru sebagai pemandu pertanyaan dan moderator dalam proses ini sehingga dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dari siswa.
Metode ini terdiri atas empat tahap menurut Suherman (2003:213) adalah ;
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry” yang berarti penyelidikan. Piaget (dalam Rosalin, 2008:61), mengemukakan bahwa metode inquiry merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, dan membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain.
Salah satu tujuan mengajar dengan metode inkuiri adalah agar siswa tahu dan belajar metode ilmiah dengan inkuiri dan mampu mentransfer ke dalam situasi lain dari dunia sekitar mereka melalui keterlibatan aktif dengan pengalaman dikehidupan nyata. Metode ilmiah dan inkuiri menurut The Access Center (2009,2) mempunyai komponen dasar yang sama yaitu mengharuskan siswa untuk melakukan investigasi penelitian dengan merumuskan pertanyaan, mengembangkan hipotesis, melakukan eksperimen, perekaman data, menganalisis data, dan kesimpulan gambar. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Metode Ilmiah Inkuiri
Pertanyaan atau masalah Fase Inkuiri (Pertanyaan atau Masalah)
Hipotesis Pengumpulan Data Tahap I (Hipotesis)
Percobaan Pengumpulan Data Tahap II (Pengumpulan Data .......... Analisis)
Catatan Pelaksanaan Fase (Kesimpulan dan Penjelasan)
Analisis Data
Kesimpulan
Sedangkan perbedaan dari metode ilmiah dan inkuiri adalah proses inkuiri menyediakan lebih banyak kesempatan pada siswa untuk bergerak didalam dan diantara fase-fase penyelidikan (proses pemecahan masalah). Guru sebagai pemandu pertanyaan dan moderator dalam proses ini sehingga dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dari siswa.
Metode ini terdiri atas empat tahap menurut Suherman (2003:213) adalah ;
a.
Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, dan
teka-teki.
b.
Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan
prosedur mencari dan mengumpulkan informasi atas data yang diperlukannya untuk
memecahkan pertanyaan, pernyataan dan masalah.
c.
Siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuiri yang
baru dilaksanakan.
d.
Siswa menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk
dijadikan metode umum yang dapat diterapkannya ke situasi lain.
Metode Inkuiri dalam The Access Center (2009,3) diharapkan dapat membuat siswa mempunyai keterampilan berupa :
Melakukan pengamatan
Melakukan percobaan
Bekerjasama dengan orang lain dalam melakukan investigasi
Melakukan pengukuran
Mengurutkan dan mengelompokkan
Membandingkan dan menjelaskan
Mencatat penemuan
Menganalisis penemuan
Saling berbagi hasil dengan lainnya
Metode Inkuiri dalam The Access Center (2009,3) diharapkan dapat membuat siswa mempunyai keterampilan berupa :
Melakukan pengamatan
Melakukan percobaan
Bekerjasama dengan orang lain dalam melakukan investigasi
Melakukan pengukuran
Mengurutkan dan mengelompokkan
Membandingkan dan menjelaskan
Mencatat penemuan
Menganalisis penemuan
Saling berbagi hasil dengan lainnya
1.
Keunggulan teknik inkuiri dalam proses belajar-mengajar dalam
Rosalin (2008:63) adalah:
a.
Dapat membentuk dan mengembangkan self consept pada diri siswa
sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
b.
Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru;
c.
Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya
sendiri, bersikap obyektif, jujur, dan terbuka;
d.
Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya
sendiri;
-
Situasi belajar lebih merangsang;
-
Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individual;
-
Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri dan siswa dapat menghindari
dari cara-cara belajar tradisional.
-
Dapat memberi waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Pada proses pembelajaran, metode inkuiri yang diterapkan kepada siswa dapat ditingkatkan tekniknya. Menurut Sund and Trowbridge (Rosalin, 2008:63),
Pada proses pembelajaran, metode inkuiri yang diterapkan kepada siswa dapat ditingkatkan tekniknya. Menurut Sund and Trowbridge (Rosalin, 2008:63),
2.
metode inkuiri terbagi atas tiga macam, yaitu sebagai berikut :
Inkuiri terpimpin (guide inquiry),
Inkuiri bebas (free inquiry),
Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry)
Inkuiri terpimpin (guide inquiry),
Inkuiri bebas (free inquiry),
Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry)
3.
INKUIRI DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI KELAS
Dalam proses pembelajaran di kelas yang menggunakan metode inkuiri, guru sebagai “fasilitator pembelajaran” dalam pembelajaran dengan inkuiri sering terdiri dari kelompok kerja, bekerjasama, siswa menginvestigasi, dan eksplorasi luar ruangan. Siswa mengajukan beberapa pertanyaan, menimbulkan hipotesis, penelitian dan percobaan, menganalisis data, dan memberikan penjelasan sebagai bukti. The National Science Education Standards (NSES) menyatakan bahwa “ilmu sebagai pertanyaan” sebagai standar penting semua siswa yang harus dikuasai sebelum kelulusannya. Dengan inkuiri, siswa didorong untuk interaktif, yang pada umumnya lebih aktif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Peran guru sebagai fasilitator pembelajaran yang membimbing siswa dalam metode inkuiri. Guru dapat menggunakan tiga tipe inkuiri :
Dalam proses pembelajaran di kelas yang menggunakan metode inkuiri, guru sebagai “fasilitator pembelajaran” dalam pembelajaran dengan inkuiri sering terdiri dari kelompok kerja, bekerjasama, siswa menginvestigasi, dan eksplorasi luar ruangan. Siswa mengajukan beberapa pertanyaan, menimbulkan hipotesis, penelitian dan percobaan, menganalisis data, dan memberikan penjelasan sebagai bukti. The National Science Education Standards (NSES) menyatakan bahwa “ilmu sebagai pertanyaan” sebagai standar penting semua siswa yang harus dikuasai sebelum kelulusannya. Dengan inkuiri, siswa didorong untuk interaktif, yang pada umumnya lebih aktif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Peran guru sebagai fasilitator pembelajaran yang membimbing siswa dalam metode inkuiri. Guru dapat menggunakan tiga tipe inkuiri :
a.
Terstruktur
Berpusat pada guru dengan guru menyediakan prosedur cukup terstruktur untuk kegiatan inkuiri, dan siswa melakukan penyelidikan. Cara ini juga dapat digambarkan sebagai metode yang paling konvensional untuk inkuiri.
Berpusat pada guru dengan guru menyediakan prosedur cukup terstruktur untuk kegiatan inkuiri, dan siswa melakukan penyelidikan. Cara ini juga dapat digambarkan sebagai metode yang paling konvensional untuk inkuiri.
b.
Terpimpin
Pada metode ini, paling sedikit intervensi guru dan siswa dibimbing. Siswa bekerjasama dalam kelompok dan merencanakan semua tahap inkuiri. Metode ini yang paling murni dari inkuiri dalam kelas.
Pada metode ini, paling sedikit intervensi guru dan siswa dibimbing. Siswa bekerjasama dalam kelompok dan merencanakan semua tahap inkuiri. Metode ini yang paling murni dari inkuiri dalam kelas.
c.
Terbuka
Metode ini umumnya digunakan ketika siswa diminta untuk membuat peralatan atau mengembangkan proses yang menghasilkan suatu hasil yang diinginkan. Pada metode ini, guru hanya memberikan masalah kemudian siswa yang secara aktif untuk mencari solusi dan menimbulkan kreativitas. Siswa mampu mengembangkan pengetahuan mereka dengan menggunakan proses ilmiah mereka sendiri atau menggunkaan prosedur mereka.
Tabel 4. Metode Inkuiri di Dalam Kelas
a. Tipe Inkuiri
Terstruktur
Metode ini umumnya digunakan ketika siswa diminta untuk membuat peralatan atau mengembangkan proses yang menghasilkan suatu hasil yang diinginkan. Pada metode ini, guru hanya memberikan masalah kemudian siswa yang secara aktif untuk mencari solusi dan menimbulkan kreativitas. Siswa mampu mengembangkan pengetahuan mereka dengan menggunakan proses ilmiah mereka sendiri atau menggunkaan prosedur mereka.
Tabel 4. Metode Inkuiri di Dalam Kelas
a. Tipe Inkuiri
Terstruktur
Deskripsi
Guru memberikan
masalah yang terstruktur, prosedur, dan bahan.
Contoh
Siswa
menyelidiki selama kegiatan berlangsung dan menentukan
hasilnya. Kegiatan dalam laboratorium dengan prosedur, bahan,
dan lainnya telah ditentukan.
b. Terpimpin
b. Terpimpin
Guru memberikan
siswa masalah atau pertanyaan dan materi. Siswa menentukan proses dan
hasil.
Deskripsi.
Siswa diberikan
kertas grafik. Siswa diminta untuk membuat grafik fungsi kuadrat. Terbuka
Siswa menentukan masalah, investigasi, prosedur, dan hasil.
Contoh.
Siswa diajak
kunjungan ke kebun binatang, kemudian siswa dapat secara berpasangan menentukan
himpunan dan bukan himpunan beserta namanya.
Dalam melaksanakan metode inkuiri, guru menurut Washington Virtual Classroom tahun 2005 (dalam The Access Center, 2009:6) sebaiknya:
Memberika pertanyaan terbuka
Memberi waktu setelah mengajukan pertanyaan
Tidak menceritakan kepada siswa tentang apa yang harus dilakukan
Tidak menolak atau mengecilkan ide dari siswa
Mendorong siswa untuk menemukan solusi sendiri
Mendorong siswa untuk saling berkolaborasi
Menjaga suasana kelas agar tetap tertib
Mengembangkan dan menggunakan penilaian berbasis inkuiri untuk memantau kemampuan siswa Mengetahui pertanyaan yang bias menantang beberapa siswa dan bersiap untuk memandu ketika siswa mulai bosan.
Dalam melaksanakan metode inkuiri, guru menurut Washington Virtual Classroom tahun 2005 (dalam The Access Center, 2009:6) sebaiknya:
Memberika pertanyaan terbuka
Memberi waktu setelah mengajukan pertanyaan
Tidak menceritakan kepada siswa tentang apa yang harus dilakukan
Tidak menolak atau mengecilkan ide dari siswa
Mendorong siswa untuk menemukan solusi sendiri
Mendorong siswa untuk saling berkolaborasi
Menjaga suasana kelas agar tetap tertib
Mengembangkan dan menggunakan penilaian berbasis inkuiri untuk memantau kemampuan siswa Mengetahui pertanyaan yang bias menantang beberapa siswa dan bersiap untuk memandu ketika siswa mulai bosan.
4.
CONTOH METODE INKUIRI :
Dalam teori geometri, menarik jarak antara dua garis yang bersilangan sembarang dalam ruang dan menentukan volume air yang terbuang percuma dari satu teko ke gelas. Contoh dalam Pembelajaran Matematika :
Menentukan rumus volume bola dari volume kerucut yang telah diketahui: Disiapkan sebuah kerucut yang mempunyai jari-jari sama dengan tingginya, lalu isi beras atau pasir dengan penuh dan rata permukaan. Kemudian masukkan kedalam bola yang ukuran diameter bola sama dengan diameter kerucut. Isilah bola terus sampai penuh. Maka pada isi yang keempat maka bola penuh sehingga dapat disimpulkan :
Dalam teori geometri, menarik jarak antara dua garis yang bersilangan sembarang dalam ruang dan menentukan volume air yang terbuang percuma dari satu teko ke gelas. Contoh dalam Pembelajaran Matematika :
Menentukan rumus volume bola dari volume kerucut yang telah diketahui: Disiapkan sebuah kerucut yang mempunyai jari-jari sama dengan tingginya, lalu isi beras atau pasir dengan penuh dan rata permukaan. Kemudian masukkan kedalam bola yang ukuran diameter bola sama dengan diameter kerucut. Isilah bola terus sampai penuh. Maka pada isi yang keempat maka bola penuh sehingga dapat disimpulkan :
E.
PERBEDAAN METODE INKUIRI, EKSPOSITORI, DAN DISCOVERY
NO PERBEDAAN INKUIRI DISCOVERY EKSPOSITORI
NO PERBEDAAN INKUIRI DISCOVERY EKSPOSITORI
1.
Penemu Melalui ekspositori, kelompok, dan secara
sendiri-sendiri Kelompok-kelompok kecil
(di laboratorium, bengkel, atau kelas)
2.
Penemuan hasil akhir Belum dapat diketahui oleh
guru Harus ditemukan siswa merupakan sesuatu yang baru bagi
dirinya, tetapi sudah diketahui oleh guru
3.
Fungsi guru Sebagai pengarah dan pembimbing. Guru
menjadi sumber informasi data yang diperlukan
4.
Fungsi siswa Mengumpulkan informasi tambahan,
membuat hipotesis, dan mengujinya Diharapkan menemukan
sesuatu yang penting
F.
Dari
pemaparan dan penjelasan tentang metode pembelajaran inkuiri, ekspositori, dan
discovery serta bagaimana cara penerapannya, diharapkan guru sebagai seorang
pemandu kegiatan pembelajaran akan lebih mudah dalam membantu siswa
belajar. Penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi akan memotivasi
siswa untuk belajar, penggunaan salah satu metode pembelajaran secara
terus-menerus, akan membuat siswa menjadi jenuh, selain penggunaan metode
tertentu dalam waktu lama akan menimbulkan dampak negatif, karena setiap metode
pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pada pembahasan dapat dipahami bahwa inkuri, ekspositori, dan discovery adalah metode-metode pembelajaran yang bisa memiliki perbedaan, kelebihan dan kekurangan masing-masing, meskipun tujuan sama, yaitu skenario kegiatan untuk mempermudah siswa belajar. Selain itu setelah mengenal dan mengerti cara penggunaan metode pembelajaran inkuri, ekspositori, dan discovery, perlu bagi seorang guru untuk mempelajari metode-metode lain, karena seni pengajaran yang baik adalah memberikan metode-metode yang baik sesuai materi dan kemampuan siswa. Semua siswa, berapapun usianya, perlu diberi metode-metode yang dapat membantu mereka membangun jembatan-jembatan menuju abstraksi matematika (dalam Wahyudin, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Bell, Frederick H. (1981). Teaching and Learning Mathematic (In Secondary Schools). The United States of America : Wm. C. Brown Company.
Dayufunmath. (2012). Metode Ekspositori Dalam Pembelajaran Matematika.Tersedia : http://dayufunmath.wordpress.com/2012/01/12/metode-ekspositori-dalam-pembelajaran-matematika/. Diakses : 12 April 2012.
Ormrod, J.E. (2008). Psikologi Pendidikan. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Suherman, Erman. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.
Sunartombs.(2009). Pengertian Metode Ekspositori. Tersedia : http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/09/pengertian-metode-ekspositori/. Diakses : 21 April 2012. Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.
Uno B, Hamzah. (2010). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.
The Access Center. (2007). Science Inquiry: The Link to Accessing the General Education Curriculum. Tersedia : http://www.k8accesscenter.org/training_resources/ScienceInquiry_accesscurriculum.as. Diakses : 5 April 2012.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran Dan Metode-Metode Pembelajaran. CV. Ipa Abong : Jakarta.
Pada pembahasan dapat dipahami bahwa inkuri, ekspositori, dan discovery adalah metode-metode pembelajaran yang bisa memiliki perbedaan, kelebihan dan kekurangan masing-masing, meskipun tujuan sama, yaitu skenario kegiatan untuk mempermudah siswa belajar. Selain itu setelah mengenal dan mengerti cara penggunaan metode pembelajaran inkuri, ekspositori, dan discovery, perlu bagi seorang guru untuk mempelajari metode-metode lain, karena seni pengajaran yang baik adalah memberikan metode-metode yang baik sesuai materi dan kemampuan siswa. Semua siswa, berapapun usianya, perlu diberi metode-metode yang dapat membantu mereka membangun jembatan-jembatan menuju abstraksi matematika (dalam Wahyudin, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Bell, Frederick H. (1981). Teaching and Learning Mathematic (In Secondary Schools). The United States of America : Wm. C. Brown Company.
Dayufunmath. (2012). Metode Ekspositori Dalam Pembelajaran Matematika.Tersedia : http://dayufunmath.wordpress.com/2012/01/12/metode-ekspositori-dalam-pembelajaran-matematika/. Diakses : 12 April 2012.
Ormrod, J.E. (2008). Psikologi Pendidikan. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Suherman, Erman. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.
Sunartombs.(2009). Pengertian Metode Ekspositori. Tersedia : http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/09/pengertian-metode-ekspositori/. Diakses : 21 April 2012. Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.
Uno B, Hamzah. (2010). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.
The Access Center. (2007). Science Inquiry: The Link to Accessing the General Education Curriculum. Tersedia : http://www.k8accesscenter.org/training_resources/ScienceInquiry_accesscurriculum.as. Diakses : 5 April 2012.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran Dan Metode-Metode Pembelajaran. CV. Ipa Abong : Jakarta.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok.......4
Kamis, 28
Februari 2013
A.
Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan
pembelajaran digunakan sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para guru
memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami
materi ajar yang disampaikan guru dengan memelihara suasana pembelajaran yang
menyenangkan. Menurut Sagala (2010:68) menjelaskan bahwa “Pendekatan
pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam
mencapai tujuan instruksional untuk satuan instruksional tertentu.”Sedangkan
menurut Sanjaya (2008:125) menyatakan bahwa “Pendekatan dapat diartikan sebagai
titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.” Istilah
pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang digunakan
dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Menurut Wahjoedi
(1999:121) bahwa, “Pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan
belajar dan perilaku siswa agar ia dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga
dapat memperoleh hasil belajar secara optimal”.
Berdasarkan pengertian tentang pendekatan pembelajaran tersebut
dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja yang
mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan
membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
B.
Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris
Perancis Bacon yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan pada
fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin, sistem ini dipandang sebagai sistem
yang paling baik pada abad pertengahan yaitu cara induktif disebut juga sebagai
dogmatif artinya bersifat mempercayai bagitu saja tanpa diteliti secara
rasional. Pada dasarnya berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir
yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh Sagala (2010:77) yang mengatakan bahwa “Dalam konteks pembelajaran
pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan
sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu prinsip atau
aturan.” Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa Pendekatan induktif
dimulai dengan pemberian kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan
suatu konsep atau prinsip. Kemudian siswa dibimbing untuk berusaha keras
mensintesiskan, menemukan, atau menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran
tersebut. Mengajar dengan pendekatan induktif adalah cara mengajar dengan cara
penyajian kepada siswa dari suatu contoh yang spesifik untuk kemudian dapat
disimpulkan menjadi suatu aturan prinsip atau fakta yang pasti.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
induktif adalah pendekatan pengajaran yang berawal dengan menyajikan sejumlah
keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip
atau aturan.
Menurut
Yamin (2008:90) pendekatan induktif tepat digunakan manakala:
1) Siswa telah mengenal atau
telah mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut,
2) Yang diajarkan berupa keterampilan
komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan, dan pengambilan keputusan,
3) Pengajar mempunyai
keterampilan fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan terampil mengulang
pertanyaan, dan sabar,
4) Waktu yang tersedia cukup
panjang.
Menurut Sagala (2010:77) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
model pembelajaran dengan pendekatan induktif yaitu:
1) Memilih dan menentukan bagian
dari pengetahuan (konsep, aturan umum, prinsip dan sebagainya) sebagai pokok
bahasan yang akan diajarkan.
2) Menyajikan contoh-contoh
spesifik dari konsep, prinsip atau aturan umum itu sehingga memungkinkan siswa
menyusun hipotesis (jawaban sementara) yang bersifat umum.
3) Kemudian bukti-bukti
disajikan dalam bentuk contoh tambahan dengan tujuan membenarkan atau
menyangkal hipotesis yang dibuat siswa.
4) Kemudian disusun pernyataan
tentang kesimpulan misalnya berupa aturan umum yang telah terbukti berdasarkan
langkah-langkah tersebut, baik dilakukan oleh guru atau oleh siswa.
Strategi pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori
konstruktivisme dalam belajar. Pembelajaran ini membutuhkan guru yang terampil
dalam bertanya (questioning) dalam penerapannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan
inilah guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran
dengan cara berpikir dan membangun ide. Tingkat keefektifan model pembelajaran
induktif ini sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan
mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan untuk
membuat siswa berpikir.
Jenis
pendekatan induktif:
a) Membentuk
satu generalisasi dari pada contoh-contoh tertentu.
b) Membentuk
satu prinsip dari uji kajian tertentu.
c) Membentuk
satu hukum dari pernyataan-pernyataan tertentu.
d) Mendapat
satu teori dari urutan suatu pemikiran.
Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan ciri-ciri dari
strategi pembelajaran induktif adalah:
a) Penekanan
pada keterampilan berpikir dan tujuan-tujuan afektif
b) Berstruktur
rendah
c) Penggunaan
waktu yang kurang efisien
d) Memberi
kesempatan yang banyak untuk belajar sewaktu-waktu
Model pengajaran induktif dari Hilda Taba ini didasarkan atas 3
postulat utama mengenai berfikir, yaitu sebagai berikut:
a. Bahwa
berpikir dapat dididik
b. Bahwa
berpikir adalah suatu transaksi aktif antara individu dan data
c. Bahwa
proses berpikir lambat laun membentuk kaidah -kaidah berpikir.
Induktif merupakan proses berpikir di mana siswa menyimpulkan dari
apa yang diketahui benar untuk hal yang khusus, juga akan benar untuk semua hal
yang serupa secara umum. Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang
pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan
dan yang kedua bagian dari argumentasi itu.
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses
mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu
pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian kebenaran
yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada
ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan eksperimen. Walaupun dalam
matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi
seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan
cara deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil
itu dapat diterima kebenarannya sesudah dibuktikan secara
deduktif. Berikut adalah beberapa contoh pembuktian dalil atau
generalisasi pada matematika. Dalil atau generalisasi berikut dibenarkan
dalam matematika karena sudah dapat dibuktikan secara deduktif.
Contoh
: Bilangan
Bilangan
ganjil ditambah bilangan ganjil sama dengann bilangan genap.
Misalnya
kita ambil beberapa buah bilangan ganjil yaitu 1, 3, -5, 7. Maka:
+
|
1
|
3
|
5
|
7
|
1
|
2
|
4
|
6
|
8
|
3
|
4
|
6
|
8
|
10
|
5
|
6
|
8
|
10
|
12
|
7
|
8
|
10
|
12
|
14
|
Dari tabel di atas, terlihat bahwa untuk setiap dua bilangan ganjil
jika dijumlahkan hasilnya selalu genap. Dalam matematika hasil di atas belum
dianggap sebagai suatu generalisasi, walaupun anak membuat contoh-contoh dengan
bilangan yang lebih banyak lagi. Pembuktian dengan cara induktif ini harus
dibuktikan lagi dengan cara deduktif.
Contoh
: Pola Geometri
Perhatikan
gambar berikut ini!
Dapatkah
kita menduga dua bilangan sesudah 10?
Menurut Wariman (1997) ada beberapa kekurangan dan kelebihan
pembalajaran induktif
1.
Kelebihan dari pendekatan induktif antara lain :
a) Dapat mengembangkan
keterampilan berpikir siswa karena siswa selalu dipancing dengan pertanyaan.
b) Dapat menguasai secara tuntas
topic-topik yang dibicarakan karena adanya tukar pendapat antar siswa sehingga
didapatkan suatu kesimpulan akhir.
c) Mengajarkan siswa berpikir
kritis karena selalu dipancing untuk mengeluarkan ide-ide.
d) Melatih siswa belajar bekerja sistematis.
2.
Kelemahan dari pendekatan induktif antara lain :
a) Memerlukan banyak waktu.
b) Sukar menemukan pendapat yang
sama karena setiap siswa mempunyai gagasan yang berbeda-beda.
C.
Pendekatan Deduktif
Pembelajaran dengan pendekatan deduktif terkadang sering disebut
pembelajaran tradisional yaitu guru memulai dengan teori-teori dan meningkat ke
penerapan teori. Dalam bidang ilmu sains dijumpai upaya mencoba pembelajaran
dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan
rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama siswa, dan kurang atau
tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan
deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan.
Menurut Setyosari (2010:7) menyatakan bahwa “Berpikir deduktif
merupakan proses berfikir yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang
bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dengan menggunakan logika
tertentu.”
Hal serupa dijelaskan oleh Sagala (2010:76) yang menyatakan bahwa:
Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaaan umum
kekeadaan yang khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan
menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau
penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus.
Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa “Pendekatan
deduktif merupakan pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran,
kemudian dijelaskan dalam bentuk penerapannya atau contoh-contohnya dalam
situasi tertentu.”
Dalam pendekatan deduktif menjelaskan hal yang berbentuk teoritis
kebentuk realitas atau menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat
khusus. Disini guru menjelaskan teori-teori yang telah ditemukan para ahli,
kemudian menjabarkan kenyataan yang terjadi atau mengambil contoh-contoh.
Dari penjelasan beberapa teori dapat diambil kesimpulan bahwa
pendekatan deduktif adalah cara berfikir dari hal yang bersifat umum ke hal-hal
yang bersifat khusus.
Menurut
Yamin (2008:89) pendekatan deduktif dapat dipergunakan bila:
1) Siswa belum mengenal
pengetahuan yang sedang dipelajari,
2) Isi pelajaran meliputi
terminologi, teknis dan bidang yang kurang membutuhkan proses berfikir kritis,
3) Pengajaran mengenai pelajaran
tersebut mempunyai persiapan yang baik dan pembicaraan yang baik,
4) Waktu yang tersedia sedikit.
Menurut Sagala (2010:76) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam
pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah
1. Guru memilih konsep, prinsip,
aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif,
2. Guru menyajikan aturan,
prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi dan contoh-contohnya,
3. Guru menyajikan
contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan
khusus dengan aturan prinsip umum,
4. Guru menyajikan bukti-bukti
untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan
gambaran dari keadaan umum.
Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan kelebihan dan
kelemahan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah:
1.
Kelebihan pendekatan deduktif antara lain:
a.
Tidak memerlukan banyak waktu.
b.
Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan ke
dalam soal-soal atau masalah yang konkrit.
2.
Kelemahan pendekatan deduktif antara lain:
a.
Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam
pembelajaran. Hal ini disebabkan siswa baru bisa memahami konsep setelah
disajikan berbagai contoh.
b.
Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karena
siswa menerima konsep matematika yang secara langsung diberikan oleh guru.
c.
Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan
deduktif, karena disini siswa langsung menerima konsep matematika dari guru
tanpa ada kesempatan menemukan sendiri konsep tersebut.
Pembelajaran deduktif merupakan imbangan yang sangat dekat bagi
model pembelajaran induktif. Keduanya dirancang untuk mengajarkan konsep dan
generalisasi, mengandalkan contoh dan bergantung pada keterlibatan guru secara
aktif dalam membimbing siswa. Perbedaan terletak pada urutan kejadian selama
pembelajaran, keterampilan berpikir, cara memotivasi dan waktu yang diperlukan
serta biasanya pada pembelajaran pendekatan deduktif seorang guru harus lebih
aktif daripada siswanya. Pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, tanya
jawab dan simulasi.
Dalam strategi pembelajaran deduktif pesan diolah mulai dari hal
yang umum kepada hal yang khusus, dari hal abstrak kepada hal yang nyata, dari
konsep-konsep yang abstrak kepada contoh-contoh yang konkrit, dari sebuah
premis menuju ke kesimpulan yang logis.
Langkah-langkah dalam strategi deduktif meliputi tiga tahap:
1. Pengajar
memilih pengetahuan untuk diajarkan.
2. Pengajar
memberi pengetahuan kepada peserta didik.
3. Pengajar memberikan
contoh-contoh dan membuktikannya kepada peserta didik.
Misalnya, bila diambil contoh untuk pengajaran tentang kalimat
tunggal, maka pengajar memulai dengan definisi kalimat tunggal, contoh-contoh
kalimat tunggal, dan dilanjutkan dengan penjelasan ciri-ciri kalimat tunggal.
Teknik penyajian pelajaran yang paralel dengan strategi pembelajaran deduktif
adalah teknik ceramah.
Pembelajaran deduktif terdiri dari empat tahap
a) Guru mulai dengan
kaidah-kaidah konsep (concept rule) atau pernyataan yang mana dalam pembelajaran
diupayakan untuk pembuktiannya,
b) Guru memberikan contoh-contoh
yang menunjukkan pembuktian dari konsep,
c) Guru memberikan pertanyaan
kepada siswa untuk mendapatkan atribut/ciri dan bukan esensi dari
konsep-konsep,
d) Siswa memberikan beberapa kategori
dari contoh yang diberikan oleh guru
Pembelajaran deduktif merupakan strategi pembelajaran yang
mengutamakan penalaran dari umum ke khusus. Pembelajaran deduktif merupakan
imbangan yang sangat dekat bagi model pembelajaran induktif. Keduanya dirancang
untuk mengajarkan konsep dan generalisasi, mengandalkan contoh dan bergantung
pada keterlibatan guru secara aktif dalam membimbing siswa. Perbedaan terletak
pada urutan kejadian selama pembelajaran, keterampilan berpikir, cara
memotivasi dan waktu yang diperlukan serta biasanya pada pembelajaran
pendekatan deduktif seorang guru harus lebih aktif daripada siswanya.
Pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab dan simulasi.
Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan ciri-ciri pembelajaran
deduktif adalah sebagai berikut :
a) Berorientasi
pada siswa.
b) Berstruktur
tinggi.
c) Penggunaan
waktu yang lebih efisien.
d) Kurang
memberi kesempatan untuk belajar sewaktu-waktu.
Sintaks pembelajaran deduktif adalah:
a) Menyatakan
abstraksi.
b) Memberi
ilustrasi.
c) Aplikasi.
d) Penutup.
Telah dikemukakan bahwa pendekatan deduktif berdasarkan pada
penalaran deduktif. Penalaran deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari
hal yang umum menjadi ke hal yang khusus. Dalam penalaran deduktf, tidak
menerima generalisasi dari hasil observasi seperti yang diperoleh dari
penalaran induktif. Dasar penalaran deduktif adalah kebenaran suatu pernyataan
haruslah didasarkan pada pernyataan sebelumnya yang benar. Kalau begitu
bagaimana untuk menyatakan kebenaran yang paling awal? Untuk mengatasi hal ini
dalam penalaran deduktif memasukkan beberapa pernyataan awal/pangkal sebagai
suatu “kesepakatan’, yang diterima kebenarannya tanpa pembuktian, dan
istilah/pengertian pangkal yang kita sepakati maknanya.
D.
Pendekatan Pembelajaran Induktif-Deduktif
Pembelajaran
induktif-deduktif adalah model pembelajaran yang memadukan model pembelajaran
induktif dan model pembelajaran deduktif. Pembelajaran diawali secara induktif
dengan memberikan sejumlah contoh agar siswa mengidentifikasi, menginterpretasi
data kemudian membuat kesimpulan. Secara deduktif, setelah siswa mampu
mendefinisikan atau menggenarilasasikan dapat memberikan contoh atau non contoh
serta dapat membuktikannya.
Model pembelajaran induktif-deduktif yang efektif harus memenuhi
kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Siswa berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran dan selalu mengekspresikan gagasannya.
b. Proses berpikir siswa
berkembang dari data yang sifatnya spesifik menuju generalisasi.
c. Siswa memiliki
kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya.
d. Siswa secara intrinsik
termotivasi untuk menemukan konsep dan memberikan bukti atau penjelasan.
e. Siswa menemukan
pengalaman yang banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
f. Siswa mampu melakukan
penalaran dengan baik.
g. Guru mengendalikan
unsur-unsur yang terlihat, misalnya suasana kelas, data, dan guru sebagai
pengendali serta kelas dapat berfungsi sebagai laboratorium.
h. Dalam pengorganisasiannya
dapat dilakukan secara klasikal, individual dan kooperatif.
i. Pembelajaran
secara kooperatif menciptakan suasana yang demokratis di kelas, untuk jangka
panjang kondisi seperti ini membawa siswa pada kehidupan nyata di masyarakat
(sekolah/kelas dijadikan sebagai miniatur masyarakat).
j. Siswa terlibat
dalam kegiatan yang behubungan dengan data yangada, bahan dan objek sehingga
merasa ada pola tertentu dari data yang diperolehnya.
k. Biasanya ada beberapa
generalisasi yang dapat dirumuskan siswa.
l. Guru memberi
kesempatan untuk mengkomunikasikan hasil generalisasi yang diperoleh di kelas.
DAFTAR PUSTAKA.
Shadiq, Fadjar. (2003). Peran Penalaran dan Komunikasi serta
Pemecahan Masalah Selama Proses Pembelajaran Matematika dalam Peningkatan
Kualitas Siswa. Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Shadiq, Fadjar. Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan
Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan, (fadjar_p3g@yahoo.com &www.fadjarp3g.wordpress.com)
Suwangsih,Dra.Erna. Makalah “Pendekatan Pembelajaran
Matematika” internet.
Drs. Markaban, M.Si, (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran
Matematika SMK. Paket Fasilitasi Pemberdayaan Kkg/Mgmp
Matematika.Yogyakatra: PPPPTK
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Senin, 26 Juli
2010
By Agus
Salim
Makalah ini
disusun sebagai Bahan Presentasi Mata Kuliah MKPAI Semester VI
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM .2010
A.
Jalan pengajaran adalah cara yang di tempuh atau dilalui dalam
mengatur dan menyusun urutan-urutan dari beberapa bagian bahan pelajaran yang
akan disampaikan menjadi satu kesatuan yang utuh dan terpadu.
Jalan pengajaran mana dan apa yang akan dilalui oleh seseorang guru
dalam menyampaikan bahan pelajaran kelas, adalah sangat menentukan sekali
terhadap metode apa yang akan dipakai. Oleh sebab itu seorang guru harus
direncanakan secara matang dan menetapkan terlebih dahulu jalan pengajaran yang
akan dilalui/ditempuh.
Adapun
jalan pengajaran itu adalah sebagai berikut:
1.
Jalan Pengajaran Progresif
Jalan pengajaran progresif atau disebut juga jalan pengajaran
suksesif, yaitu jalan pengajaran dimana bahan dari suatu vak mata pelajaran
tertentu yang disampaikan secara maju berkelanjutan (continous
progress)dengan tanpa mengadakan pengulangan secara sengaja, akan tetapi dapat
terjadi secara sambil lalu atau secara okasional.
Misalnya penyajian dalam suatu maa pelajaran fiqh maka
penyajian materi dapat dimulai dengan cara mengajarkan sholat, kemudian
dilanjutkan dengan materi pelajaran zakat. Setelah itu berpindah kepada
pelajaran mengenai puasa, dan akhirnya sampai kepada pelajaran Haji.
Namun dalam arti yang lebih luas pengajaran progresif dapat berlaku
dalam satu vak tertentu dari pelajaran agama, pengajaran agama, pengajaran
dapat dimulai dengan mengajarkan masalah :Keimanan, syari’ah dan kemudian
berpindah kepada pelajarn akhlaq.
Kebaikan Jalan Pengajaran Progresif :
1. Siswa
selalu menerima bahan pelajaran yang baru.
2. Bahan
pelajaran dapat disajikan secara sistematis dan berkesinambungan.
3. Target
pengajaran dapat mudah tercapai.
4. Memberi kemungkinan bagi
siswa yang cerdas dan rajin dapat menyelesaikan pelajaran secara tepat.
Kekurangan – kekurangannya :
1. Penyajian bahan pelajaran
biasanya kurang mendalam.
2. Bagi siswa yang kurang cerdas
dan malas, pengajaran menjadi terhambat dan ketinggalan.
3. Materi pelajarn mudah
terlupakan dan kurang membekas dalam ingatan anak didik. Sebab keterangan
diberikan hanya selintas/sambil lalu, dan tidak diberi pengulangan
secaracontinue/routine.
4. Jika anak didik mengalami
putus sekolah, sebelum menyelesaikan pada tingkat akhir yang lebih tinggi, maka
pengetahuan anak menjadi terputus dan tidak utuh.
5. Bagi siswa ingkat rendah
jalan pengajaran progresif ini masih sulit untuk diterapkan.
2.
Jalan Pengajaran Regresif :
Jalan pengajaran regresif merupakan kebalikan dari pengajaran
regresif, yaitu jalan pengajaran ”mundur”. Dengan kata lain jalan pengajaran
regresif, menyajikan bahan pelajaran dengan dimulai hal-hal yang telah
diketahui oleh anak didik, sebagai dasar untuk pelajaran berikutnya.
Misalnya dalam mata pelajaran Sejarah Islam. Maka mempelajari
sejarah perkembangan Islam modern (kontemporer), dapat dipelajari dengan
menelusuri sejaran perkembangan Islam dari masa ke masa. Yaitu dari sejarah
Islam masa Turki, sejarah Islam masa Abbasiyah kemudian sejarah Islam
masaKhalifah Rasyiddin hingga sejarah Islam semasa Nabi Muhammad SAW, yang
telah utama dipelajari oleh anak didik.
Kebaikan jalan pengajaran regresif :
1. Materi pelajaran menjadi
kontekstual, yaitu antara pelajaran baru dengan pelajaran yang telah lalu
memiliki hubungan yang saling berkaitan.
2. Mempermudah persepsi anak
untuk mengingat dan menghafal pelajaran yang telah lalu.
3. Pengajaran dapat dengan mudah
dikuasai oleh anak didik karena selalu diadakan pengulangan-pengulangan
terhadap pelajaran yang telah lalu.
4. Murid tidak terlalu merasa
asing terhadap materi pelajaran yang baru tersebut
Kekurangan – kekurangannya : Bahan pelajaran tidak sistematis dan
kurang berurutan. Bahan pelajaran selalu diadakan pengulangan, dan ini dapat menjadi
tidak disenangi anak didik, karena terlalu jenuh dan membosankan (sebab dari
itu ke itu saja).
3.
Jalan Pengajaran Konsentris
Konsentris/konsentrasi yaitu pengumpulan atau pemusatan pada suatu
titik. Jalan pengajaran konsentris berarti : menyampaikan bahan pelajaran
dengan berpusat kepada satu tema pelajaran tertentu untuk dibicarakan atau
disampaikan seluruhnya dalam tiap-tiap tahun atau jenjang pengajaran di
sekolah.
Misalnya : jalan pengajaran untuk mengajarkan materi
pelajaran tauhid/keimanan, dapat diberikan atau disampaikan mulai dari
kelas 1 (kelas satu) tahun pertama, sampai dengan kelas-kelas akhir tingkat
tinggi/perguruan tinggi. Hanya pembahasan materi pelajaran untuk tingkat/kelas
pertama atau pada tahun-tahun berikutnya yang lebih maju, maka materi pelajaran
dapat diperluas dan diperdalam pembahasan. Jadi semakin tinggi kelas dan
semakin tinggi tingkat sekolah, maka uraian semakin diperluas dan rinci
meskipun dalam pokok pembahasan yang sama.
Sehingga kalau kita gambarkan jalan pengajaran konsentris ini dalam
bentuk gambar/bagan, dalam mata pelajarankeimanan/tauhid tersebut adalah
sebagai berikut :[1]
Kebaikan jalan pengajaran konsentris :
a.
Pengetahuan anak menjadi integral dan utuh.
b.
Pelajaran dapat disampaikan sekaligus, secara utuh meski bersifat
global/garis besarnya saja.
c.
Jika anak didik mengalami putus sekolah sebelum selesai menamatkan
pada tingkat-tingkat berikutnya, maka anak didik telah mendapatkan gambaran
pengetahuannya secara utuh, meski mungkin bersifat global/kurang dalam.
Kekurangan – kekurangannya :
a.
Pengetahuan siswa kurang mendalam , bahkan mungkin bersifat
mengambang, hal ini apabila terjadi di antara siswa yang bodoh, malas dan terutama
yang putus sekolah. Karena materi tidak dikuasai secara sistematis dan tuntas.
b.
Pengajaran lebih mengutamakan segi kuantitas (banyaknya bahan yang
disampaikan) daripada segi kualitas penguasaan bahan pelajaran.
c.
Tidak semua guru dapat menguasai semua cabang ilmu pengetahuan yang
diajarkan. Misalnya dalam pelajaranKeimanan/ketauhidan, dituntut seorang guru
untuk menguasai cabang Ilmu Tauhid, Filsafat Ketuhanan (Ilmu Kalam), Ilmu
Mantiq dan lain-lainnya. Demikian juga dalam Ilmu Fiqh maka akan ada Fiqh Munakahah,
Mu’amalah, dan Fiqh Mawaris. Yang semuanya itu memerlukan disiplin yang
propesional.
Saran-saran:
1.
Guru hendaknya menguasai materi pelajaran yang akan diberikan
secara mendalam
2.
Banyak diadakan soal tanya jawab, diskusi dan ulangan terhadap
pelajaran yang telah lalu.
[1] Zuhairin, dkk, Metodik Khusus
Pendidkan Agama, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........5
Rabu, 10
Februari 2016
A.
Soft Skills.
1.
Konsep Soft Skills.
Menurut Ramdhani (2008) dalam Syawal (2010) pengertiansoft
skill didefenisikan sebagai keterampilan lunak (soft) yang digunakan dalam
berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain, atau dikatakan
sebagaiinterpersonal skills. Menurut Bahrumsyah soft skill merupakan
keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal
skills) dan keterampilan mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang
mempu mengembangkan untuk kerja secara maksimal. Dari kedua pendapat tersebut
diatas, ada kesamaan pendapat tentang pengertian soft
skill yaituinterpersonal skill hanya saja pada pendapat
Bahrumsyah ditambahkan intrapersonal skillsyaitu keterampilan mengatur dirinya
sendiri.
Dari pendapat tersebut diatas masih terdapat kemampuan tambahan
seseorang diluar dari interpersonal skillsdan intrapersonal
skills yang disebut Ekstrapersonal skillsseperti kemampuan seseorang
dalam spritual inteligence (SQ). dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pengertiansoft skill yaitu kemampuan seseorang dalam berhubungan
dengan orang lain (interpersonal skills) dan kemampuan seseorang dalam mengatur
dirinya sendiri (intrapersonal skills) serta kemampuan tambahan seseorang dalam
kepercayaan/kepedulian baik terhadap penciptanya maupun orang lain
(ekstrapersonal skills).
Apa saja yang termasuk di dalamsoft skill? Menurut Ramdhani dalam
Syawal beberapa keterampilan yang dimasukkan dalam kategori soft
skill adalah: etika/propesional, kepemimpinan, kreativitas, kerjasama,
inisiatif,facilitating kelompok maupun masyarakat, komunikasi, berpikir
kritis, dan problem solving. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada, ada 23 atribut softskills yang
dominan di lapangan kerja yang dimuat oleh Tarmidi dalam websitenya. Ke 23
atribut tersebut diurut berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja,
yaitu: (1) inisiatif, (2) etika/integritas, (3) berfikir
kritis,(4). kemauan belajar, (5) komitmen,(6) motivasi, (7)
bersemangat, (8) dapat diandalkan, (9) komunikasi lisan, (10)
kreatif, (11) kemampuan analitis, (12) dapat mengatasi stres, (13)
manajemen diri, (14) menyelesaikan persoalan, (15) dapat meringkas, (16)
berkoperasi, (17) fleksibel, (18) kerja dalam tim,(19) mandiri, (20)
mendengarkan, (21) tangguh, (22) berargumentasi logis, (23) manajemen
waktu.
2.
Mengajarkan Soft Skill
Menurut Saillah (2007), materi soft skill yang perlu dikembangkan
kepada para siswa, tidak lain adalah penanaman sikap jujur, kemampuan
berkomunikasi, dan komitmen. Untuk mengembangkan soft skill dengan
pembelajaran, perlu dilakukan perencanaan yang melibatkan para guru, siswa,
alumni, dan dunia kerja, untuk mengidentifikasi pengembangan soft skill yang
relevan. Dari pendata di atas, pembelajaransoft skill dapat dilakukan
dengan cara mengintegrasikan ke dalam pembelajaran di kelas.
Poppy Yaniawati dalam Agus Wibowo (20012:130) mendefinisikan soft
skills dengan kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademik
yang mengutamakan pada kemampuan intrapersonal dan interpersonal.
Keduga kemampuan tersebut dapat dimiliki oleh seseorang, melalui proses
pembelajaran, maupun proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan
di atas adalah kemampuan yang harus diasah pada setiap individu. Oleh karena
itu, pembelajaran akademis di kelas harus selalu memperhatikan perkembangan soft
skill siswa agar terus dikembangkan.
a.
Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Interpersonal.
Muhammad Yaumi (20012:144) Menyatakan bahwa kecerdasan
interpersonal berhubungan dengan konsep interaksi dengan orang lain di
sekitarnya. Interaksi yang dimaksud bukan hanya sekedar berhubungan biasa saja
seperti berdiskusi dan membagi suka dan duka, melainkan juga memahami pikiran,
perasaan, dan kemampuan untuk memberikan empati dan respon. Biasanya orang
memiliki kecerdasan interpersonal yang dominan cenderung berada pada kelompok
ekstrovert dan sangat sensitif terhadap suasana hati dan perasaan orang lain.
Mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim dengan baik.
Oleh karena itu, mereka sangat fleksibel bekerja dalam suatu kelompok karena
mampu memahami watak dan karakter orang lain dengan mudah.
Muhammad Yaumi (2012:147) berpendapat bahwa karakteristik
kecerdasan interpersonal adalah sebagai berikut. 1) Belajar dengan sangat baik
ketika berada dalam situasi yang membangun interaksi antar satu dengan yang
lainnya. 2) Semakin banyak berhubungan dengan orang lain, semakin merasa
bahagia. 3) Sangat produktif dan berkembang dengan pesat ketika belajar secara
kooperatif dan kolaboratif. 4)Ketika menggunakan interaksi jejaring sosial,
sangat senang dilakukan melaluichatting atau teleconference. 5)Merasa
senang berpartisipasi dalam oraganisasi-organisasi sosial, keagamaan, dan
politik. 6) Sangat senang mengikuti acara talkshow di TV dan radio.
7)Ketika bermain atau berolah raga, sangat pandai bermain secara tim
(Doubleatau kelompok) dari pada bermain sendiri (singgle). 8) Selalu merasa
bosan dan tidak bergairah ketika bekerja sendiri. 9) Selalu melibatkan diri
dalam club-club dan berbagai aktivitas ekstrakurikuler. 10) Sangat
peduli dan penuh perhatian pada masalah-masalah dan isu-isu sosial.
Muhammad Yaumi (2012:149) berpendapat bahwa untuk dapat
mengembangkan dan mengonstruksi kecerdasan interpersonal yang memiliki peserta
didik, berbagai aktivitas pembelajaran yang sesuai dapat dilihat sebagai
berikut.
1) Menerapkan
model jigsaw
2) Membuat
kelompok kooperatif
3) Melakukan board
games
4) Mengajar
teman sebaya
5) Berkomunikasi
orang per orang
6) Membuat team
work
7) Mempelajari
perasaan orang lain
8) Melaksanakan
penilaian tim
9) Membuat
keterampilan kolaboratif
10) Berdiskusi
kelompok
11) Membagi
pasangan (peer sharing)
12) Melakukan
praktik empati
13) Melakukan
umpan balik
14) Membuat
proyek kelompok
15) Melakukan
simulasi
16) Melakukan
wawancara
17) Menebak
karakter orang lain.
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pembelajaran untuk
mengajarkan soft skill di atas bisa diterapkan dalam proses
pembelajaran di kelas. Pembelajaran di kelas yang utama adalah pendidikan
bersifat akademis dengan hasil peningkatan kemampuan kognitif siswa. Oleh
karena itu, untuk mengajarkan soft skill di dalam kelas, guru harus
memadukannya dengan mata pelajaran yang akan diajarkan.
b.
Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Intrapersonal
Muhammad Yaumi (2012:173) berpendapat bahwa pada umumnya orang yang
memiliki kecerdasan intrapersonal biasanya memilih untuk bekerja sendiri dalam
menyelesaikan proyek-proyek, meskipun kadang-kadang memerlukan perhatian
ekstra. Orang yang memiliki kecerdasan intrapersonal bukan hanya cenderung
untuk menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain, tetapi juga
berhubungan dengan kemampuiannya untuk merefleksi diri. Individu dengan
kecerdasan intrapersonal dapat menghabiskan waktu dalam kehidupan sehari-hari
untuk merefleksi diri memikirkan tujuan dan keberadaan diri mereka,
bahkan lebih dari itu, mereka terobsesi untuk berada di atas hal-hal yang
dipikirkannya. Jika tidak memiliki tujuan tertentu yang harus dilakukan di
luar, seperti pergi sekolah, tempat kerja atau kegiatan lain, maka mereka
mungkin tidak akan meninggalkan rumah mereka selama beberapa waktu tertentu.
Pendeknya, kecerdasan intrapersonal merujuk pada kemampuan individu untuk
mengenal dan menerima kelebihan dan kelemahan yang ada dalam dirinya. Artinya,
orang yang cerdas secara intrapersonal berarti orang yang menyadari keberadaan
dirinya secara mendalam termasuk perasaan, ide-ide, dan tujuan hidupnya.
Menurut Muhammad Yaumi (2012:175-177) karakteristik kecerdasan
intrapersonal adalah sebagai berikut. 1) Menyadari dengan baik tentang hal-hal yang
berkaitan dengan keyakinan atau moralitas. 2) Belajar dengan sangat baik ketika
guru memasukkan materi aygn berhubungan dengan sesuatu yang bersifat emosional.
3) Sangat mencintai keadilan baik dalam persoalan sepele maupun persoalan besar
lainnya. 4) Sikap dan perilaku, menghargai gaya dan metode belajar. 5) Sangat
peka terhadap isu-isu yang berhubungan dengan keadilan sosial. 6) Bekerja
sendiri jauh lebih produktif daripada bekerja dalam suatu kelompok atau tim. 7)
Selalu ingin tahu tujuan yang hendak dicapai sebelum memutuskan untuk melakukan
suatu pekerjaan. 8) Ketika meyakini suatu yang dapat membawa kebaikan bagi
kehidupan, seluruh daya dan upaya tercurah untuk mengejar sesuatu itu. 9)
Senang berpikir dan berbicara tentang penyebab seseorang dapat menolong orang
lain. 10) Senang untuk bersikap protek terhadap diri dan keluarga bahkan orang
lain. 11) Membuka diri atau bersedia melakukan protes atau menandatangani
petisi untuk perbaikan segala kekeliruan.
Muhammad Yaumi (2012:177) berpendapat bahwa orang yang memiliki
kekuatan intrapersonal terintegrasi sifat-sifat positif seperti teguh
pendirian, jujur pada diri sendiri, instrospektif, adil, berpikir panjang,
kreatif, futuristik, disiplin, religius, dan hati-hati. Namun, jika sifat-sifat
tersebut keluar dari koridor yang sebenarnya dapat menyebabkan lahirnya
perilaku-perilaku negatif seperti egois, mementingkan diri sendiri, terlalu
protektif, curang pada orang lain, tidak rasional, berlebih-lebihan, over
acting, kaku, tidak fleksibel, dan lambat dalam memberikan respon pada
lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu, faktor pendidikan sangat menentukan
adanya perbaikan dari berbagai kelemahan tersebut.
Menrut Muhammad Yaumi (2012:178-179) terdapat beberapa aktivitas
pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan intrapersonal. Aktivitas
yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Melakukan
tugas mandiri.
2) Menanyakan
tentang perasaan ketika belajar sesuatu.
3) Membuat
rencana aplikasi diri.
4) Membentuk
hubung perorangan (personal connection).
5) Memberi
kebebasan memilih waktu untuk mengerjakan sesuatu (free-choice time)
6) Membuat
identifikasi diri.
7) Menerapkan
berpikir tingkat tinggi.
8) Membuat
otobiografi sederhana.
9) Membuat
pernyataan diri.
10) Berkonsentrasi.
11) Mengungkapkan
perasaan.
12) Membuat
prioritas perorangan.
13) Menciptakan
situasi terfokus.
14) Menyusun
tujuan melakukan sesuatu.
15) Melakukan
refleksi dalam situasi yang hening.
16) Belajar
mandiri.
17) Menerapkan
belajar dalam kehidupan nyata.
18) Berpikir
strategik.
Aktivitas permbelajaran seperti di atas dapat dikembangkan sesuai
dengan jenis bahan ajar dan tujuan pembelajaran yang disajikan. Beberapa
aktivitas pembelajaran di atas dapat diuraikan secara rinci dengan memerhatikan
kosnep dasar, tujuan, prosedur penyajian, dan contoh penerapannya dalam situasi
ruangan kelas tertentu. Ruang kelas yang dimaksud dapat dikondisikan sesuai
dengan situasi real yang terdapat pada masing-masing sekolah.
B.
Hard Skills.
1.
Konsep Hard Skill
Proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih menitik beratkan pada
aspek kognitif. Hal ini dapat dilihat pada prestasi mahasiswa yang ditunjukkan
oleh indeks prestasi (IP). Indeks prestasi dibuat berdasarkan hasil penilaian
dari evaluasi dosen terhadap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan
mahasiswa yang ditunjukkan berdasarkan indeks prestasi seperti inilah yang
sering disebut sebagai kemampuanhard skill.
Menurut Bahrumsyah (2010) hard skill merupakan
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan
dengan bidang ilmunya. Menurut Syawal (2010) hard
skill yaitu lebih beriorentasi mengembangkan intelligence
quotient (IQ). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa hard skillmerupakan kemampuan untuk menguasai ilmu pengatahuan
teknologi dan keterampilan teknis dalam mengembangkanintelligence
quotient yang berhubungan dengan bidangnya.
Istilah hard skills merujuk kepada pengetahuan dan
ketrampilan teknis dalam bidang tertentu yang berhubungan dengan suatu proses,
alat, atau teknik.. Ketrampilan yang termasuk dalam hard
skills, misalnya ketrampilan mengoperasikan komputer, pengetahuan
dan ketrampilan finansial, ketrampilan berbahasa asing, dan ketrampilan
perakitan produk. Dalam kegiatan pembelajaran hard skillsmerupakan hasil
belajar yang tergolong pada ranah kognitif dan psikomotorik yang diperoleh dari
proses pemahaman, hapalan dan pendalaman materi dari
model-model pembelajaran yang dilakukan di kelas. Kemampuanhard
skills mahasiswa dapat dinilai dari indeks prestasi yang diperoleh di
setiap semester.
Syarief Basir dkk (2011:1-2)Hard Skill adalah kemampuan yang
bisa dipelajari di sekolah atau universitas yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan kemampuan intelektual yang berhubungan dengna subyek yang dipelajari.
Misalnya, seorang mahasiswa belajar akuntansi dengan harapan bahwa setelah
belajar akuntansi dia bisa membuat laporan keuangan. Hard skill bisa
diukur dengan melakukan tes yang berhubungan dengan bidang yang dipelajari.
Dapat dikatakan bahwa hard skill bersifat kasat mata atau nyata.
Dalam panduzone.blogspot.co.id (04-03-2012), Hard
skill merupakan keterampilan dalam penguasaan ilmu pengetahuan atau
akademis, teknologi, dan keterampilan teknis lainnya yang berhubungan dengan
bidang ilmunya. Hard skillcenderung lebih berorientasi dalam
pengembanganintelligence quotient (IQ), sedangkan soft
skill berorientasi dalam pengembangan emotional quotient (EQ).
Selama ini sistem pendidikan di Indonesia memberikan porsi yang lebih besar dalam
pengembanganhard skill, ini dapat dilihat dari sistem penilaian di berbagai
jenjang pendidikan yang masih berdasarkan hasil penilaian dan evaluasi pengajar
terhadap peserta didik dalam proses pembelajaran. Sangat penting untuk
mengembangkan hard skill, karena kemampuan seseorang dalam melakukan suatu
pekerjaan dengan baik dan benar sangat tergantung dari hard
skill yang dia miliki. Seseorang tidak mungkin dapat membuat suatu alat
yang berguna jika dia tidak mengetahui cara pembuatan, tujuan dan manfaat alat
tersebut. Dalam dunia kerja, saat ingin melamar pekerjaan, calon karyawan perlu
untuk mempersiapkan dirinya dengan mengembangkan hard skillsebagai dasar
untuk melamar pekerjaan dan kemudian diimbangi dengan soft skillsebagai
landasan dalam melakukan pekerjaan.
Tidaklah tepat jika kita hanya mengandalkan salah satu
dari hard skill atau soft skill saja. Karena,
idealnya hard skill yang menekankan pada aspek kognitif dan teknis
keilmuan tertentu harus dilengkapi dengan soft skill yang diperlukan
untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kinerja seseorang. Kolaborasi antarahard
skill dan soft skill akan menghasilkan kehidupan yang lebih
baik.
2.
Mengajarkan Hard Skill
Mengajarkna hard skilladalah tugas orang tua dan guru di
sekolah. Keterampilan ini dilatih yaitu agar individu mampu menguasai bidang
pendidikan yang akan diterapkan di dunia kerja. Keterampilan mengoperasikan
komputer untuk seorang admin, kemampuan mengajar untuk seorang guru, kemampuan
berbicara untuk seorang narator, dan lain sebagainya. Hal yang akan sangat
nampak adalah kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
Proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih menitik beratkan pada
aspek kognitif. Hal ini dapat dilihat pada prestasi mahasiswa yang ditunjukkan
oleh indeks prestasi (IP). Indeks prestasi dibuat berdasarkan hasil penilaian
dari evaluasi dosen terhadap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan
mahasiswa yang ditunjukkan berdasarkan indeks prestasi seperti inilah yang
sering disebut sebagai kemampuan hard skill.
Menurut Bahrumsyah (2010) dalam (hardinan.bogspot.co.id) hard skill
merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang
berhubungan dengan bidang ilmunya. Hard skill yaitu lebih
beriorentasi mengembangkan intelligence quotient (IQ). Dari kedua pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa hard skill merupakan kemampuan untuk menguasai
ilmu pengatahuan teknologi dan keterampilan teknis dalam mengembangkan
intelligence quotient yang berhubungan dengan bidangnya.
Ulasan di atas menunjukkan bahwa pengembangan hard skill adalah
melalui pendidikan formal di kelas. Mata pelajaran yang ada adalah untuk
mengasah kemampuan siswa. Kemampuan yang diasah di sekolah dasar dan sekolah
menengah bertujuan untuk membekali siswa kemampuan dasar untuk mempelajari
kemampuan yang lebih sepesifik di jenjang pendidikan berikutnya.
Pembelajaran hard skill paling ditekankan pada jenjang sekolah
menengah kejuruan dan perguruan tinggi.
Hard skill merupakan syarat umum yang diperlukan untuk
memasuki dunia kerja karena setiap bidang pekerjaan membutuhkan kemampuan
spesifik yang dikuasai. Seseorang yang tidak menguasai hard skilltertentu
maka akan sulit mendapatkan pekerjaan yang sifatnya menuntut keahlian khusus.
Akan tetapi, untuk dapat menjalankan perannya dalam bekerja, seseorang tidak bisa
lepas dari soft skill karena yang bertugas menjadi kontrol dalam
bekerja adalah soft skill seperti yang telah diulas di atas.
C.
Integrasi Pengembangan Soft Skill dalam
Pembelajaran Hard Skill
Pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membuat siswa menjadi manusia
cerdas dan menjadi manusia baik (good). Sekolah tidak hanya mengajarkan mata
pelajaran yang mencerdaskan aspek kognisi saja, akan tetapi pendidikan harus
bisa mengasahsoft skill atau sikap dan keperibadian siswa. Oleh karena
itu, pembelajaran soft skill harus diadakan di sekolah dengan cara
mengintegrasikan dalam pembelajaran hard skill (kognitif).
Pendidikan karakter menjadi jawaban dari pendidikan yang tidak
hanya menekankan penguasaan kemampuan kognisi, namun juga mengembangkan
kemampuansoft skill. Soft Skills adalah kemampuan diri yang di dalamnya
mencakup pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang dapat diintegrasikan
dalam pembelajaran kognitif antara lain.
1.
Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan
melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal
ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan)
lain serta hidup rukun dan berdampingan.
2.
Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mnecerminkan kesatuan antara
pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang
benar, dan melakukan yang benar), sehingga menjadikan orang yang bersangkutan
sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
3.
Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan
terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis,
pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan
terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
4.
Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala
bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
5.
Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara
sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan
berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dll dengan sebaik-baiknya.
6.
Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam
berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara
baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.
7.
Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. namun hal ini bukan
berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh
melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.
8.
demokratis, yakni cara berfikir yang mencerminkan persamaan hak dan
kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.
9.
rasa ingin tahu, yakni cara berfikir, sikap dan perilaku yang
mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat,
didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.
10.
semangat kebangsaan dan nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang
meningkatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau
individu dan golongan.
11.
cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa
bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa budaya
ekonomi politik dan sebagainya, sehingga tidak m,udah menerima tawaran bangsa
lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
12.
menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang
lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat dan
prestasi yang lebih tinggi.
13.
komunikatif, senang bersahabat dan prokaktif, yakni sikap dan
tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga
tercipta kerjasama secara kolaboratif dengan baik.
14.
cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana
damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau
masyarakat tertentu.
15.
gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk
menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku,
jurnal, majalah, koran dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi
dirinya.
16.
peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu
berupayamenjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
17.
peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan
perbuatan terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.
18.
tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam
menyelesaikan tugas dan kewajibannya baik yang berkaitan dengan diri sendiri,
sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama.
Joni R.T. dkk. 1996. Materi Pokok Pembelajaran Terpadu S-2
Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud
Muhammad Yaumi.2012.Pembelajar Berbasis Multiple Intelligence.
Jakarta: PT Dian Rakyat
Saptono. 2002. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter: Wawasan,
Strategi, dan Langkah Praktis. Salatiga: Erlangga
Suyadi.2013.Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Trianto.2010.Model Pembelajaran Terpadu.Jakarta;PT Bumi Aksara
http://hardinan.blogspot.co.id/2012/02/pentingnya-hard-skill-dan-soft-skill.html.
(diakses pada 19-11-2015. 09.17 WIB)
http://pgsd-uny.blogspot.co.id/2011/10/penerapan-soft-skill-di-sekolah-dasar.html (diakses pada 06-12-2015 20.15 WIB)
Jurnal
Sri Mulatsih. 2013. PeningkatanHard Skills dan Soft
SkillsMahasiswa
Melalui Metode Pembelajaran Menulis Teks Bahasa Inggris
Berbasis Genre. Semarang: Universitas Dian Nuswatoro
Melalui Metode Pembelajaran Menulis Teks Bahasa Inggris
Berbasis Genre. Semarang: Universitas Dian Nuswatoro
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kelompok........6
MOTIVASI BELAJAR
A.
Konsep
Motivasi
Contoh :
Seorang
mahasiswa bertekun mempelajari buku sampai malam, tidak menghiraukan lelah dan
kantuknya. Maka dari contoh tersebut akan timbul pertanyaan dalam diri kita :
Apakah yang mendorong mereka untuk berbuat demikian? Atau : Apakah motif
mahasiswa itu? Dalam kehidupan sehari-hari jarang kita dengan sengaja
memeperhatikan dan merenungkan perbuatan-perbuatan teman-teman kita atau orang
lain yang demikian. Juga terhadap perbuatan kita sendiri, seringkali kita tidak
begitu menghiraukannya. Padahal jika direnungkan, banyak hal-hal yang
mengagumkan kita dan sangat menarik bagi kita untuk menyelidikinya.
Motif adalah
segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu.
Sedangkan menurut Sartain dalam bukunya Psychology Understanding Of
HumanBehavior : Motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di
dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku/perbuatan ke suatu tujuan
atau perangsang. Banyak bakat anak tidak berkembang karena tidak
memperolah motivasi yang tepat. Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat,
maka lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula
tidak terduga. Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar.[1]
Sartain
menggunakan katamotivasi dan drive untuk pengertian yanag sama.
Pada umumnya suatu motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan
yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap
suatu tujuan ( goal ) atau perangsang ( incentive ). Tujuan
( goal ) adalah yang menentukan/membatasi tingkah laku organisme itu.
Jika kita yang tekankan ialah faktanya/obyeknya, yang menarik organisme itu,
maka kita pergunakan istilah “perangsang” . Pengertian motif tidak dapat
dipisahkan dari pada kebutuhan (need ). Seseorang atau suatu organisme
yang berbuat/melakukan sesuatu, sedikit-banyaknya ada kebutuhan di dalam
dirinya atau sesuatu yang hendak dicapainya. Sartain menggunakan istilah
“kebutuhan ( need )” sebagai suatu istilahkebutuhan kekurangan
tertentu di dalam sesuatu organisme.
1.
Konsep
Motivasi dalam Belajar
Motivasi
belajar adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar
dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
oleh subyek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 1986: 75). Demikian
dalam belajar, prestasi siswa akan lebih baik bila siswa memiliki dorongan
motivasi orang tua untuk berhasil lebih besar dalam diri siswa itu. Sebab ada
kecenderungan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan tinggimungkin akan gagal
berprestasi karena kurang adanya motivasi dari orang tua.
B.
Klasifikasi
Motif - Motif dan Motivasi.
1.
Klasifikasi
Motif – Motif
Para ahli psikologi berusaha menggolong-golongkan motif-motif yang
ada dalam diri manusia atau suatu organisme, ke dalam beberapa golongan menurut
pendapatnya masing-masing :
a.
Sertain membagi
motif-motif itu menjadi dua golongan sebagai berikut :
1.)
Phsysiological drive ialah
dorongan-dorongan yang bersifat
fisiologis/jasmaniah, seperti haus, lapar seks,
dan sebagainya.
2.)
Social
motives ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia yang
lain dalam masyarakat. Seperti dorongan estetis, dorongan ingin selalu berbuat
baik ( etika ), dan sebagainya.
b.
Woodworthmengklasifikasikan
motif-motif sebagai berikut :
1). Unlearned motives ( motif-motif pokok yang tidak bisa
dipelajari ) ialah motif-motif yang biasa disebut drive (dorongan)
timbul disebabkan oleh kekurangan-kekurangan/kebutuhan-kebutuhan dalam tubuh
seperti lapar, haus, sakit, dan lain sebagainya yang menimbulkan dorongan dalam
diri untuk minta supaya dipenuhi, atau menjauhkan diri padanya.
Dengan
melalui latihan dan kehidupan sehari-hari, maka unlearned motives pada
seseorang makin berkembang dan mengalami perubahan-perubahan seperti berikut :
a) Tujuan-tujuan
dan motif-motif menjadi lebih mengkhusu.
b) Motif-motif
itu makin berkombinasi menjadi motif-motif yang lebih kompleks.
c) Tujuan-tujuan
perantara, dapat menjadi/berubah menjadi tujuan yang sebenarnya.
d) Motif-motif
itu dapat timbul karena adanya perangsang-perangsang baru ( perangsang buatan )
motif yang dapat berubah menjadi motif bersyarat.
2). Learned motives ( motif-motif pokok yang
dapat dipelajari ).
Menurut Woodworth motif
juga dapat di golongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
a.
Kebutuhan-kebutuhan
organis yakni motif yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan bagian
dalam dari tubuh ( kebutuhan-kebutuhan organis ) seperti lapar, haus,
kekurangan zat pembakar, kebutuhan bergerak dan beristirahat/tidur dan
sebagainya.
b.
Motif-motif
yang timbul sekonyong-konyong (emergency motives ) ialah
motif-motif yang timbul jika situasi menuntut timbulnya kegiatan yang cepat dan
kuat dari kita, tetapi karena perangsang dari luar yang menarik kita. Contoh
diwaktu kita sedang asyik belajar, sekonyong-konyong terdengar teriakan “
Tolong”. Seketika itu kita terdorong untuk keluar rumah dan melakukan sesuat.
3). Motif Obyektif ialah motif yang
diarahkan/ditunjukan ke suatu obyek atau tujuan tertentu di sekitar kita. Motif
ini timbul karena adanya dorongan dari dalam diri kita menyadarinya. Contoh
motif menyelidiki, menggunakan lingkungan.[2]
2.
Klasifikasi
Motivasi.
Secara umum motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu
(Prayitno, 1989: 10).
a.
Motivasi
Instrinsik
Menurut Priyitno (1989: 11) motivasi intrinsik adalah
keinginan bertindak yang disebabkan oleh faktorpendorong dari dalam diri
(internal) individu. Tingkah laku individu itu terjadi tanpa dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari lingkungan. Tetapi individu bertingkah laku karena
mendapatkan energi dan pengaruh tingkah laku dari dalam dirinya sendiri yang
tidak bisa dilihat dari luar. Thornburgh dalam Priyitno (1989: 10)
berpendapat bahwa motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan
faktor pendorong dari dalam diri sendiri. Dari definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam
individu, dimana dorongan tersebut menggerakkan individu atau subyek untuk memenuhi
kebutuhan,tanpa perlu dorongan dari luar.
b.
Motivasi
ekstrinsik
Sardiman (1990: 90) memberikan definisi motivasi ekstrisik sebagai
motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari
luar. Motivasi ekstrinsik dapat dikatakan lebih banyak dikarenakan pengaruh
dari luar yang relatif berubah-ubah.
Motivasi ekstrinsik dapat juga di katakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar di mulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar (Sardiman, 1990:90). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang bermotivasiekstrinsik melakukan sesuatu kegiatan bukan karena ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan pujian, hadiah dan sebagainya.
Motivasi ekstrinsik dapat juga di katakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar di mulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar (Sardiman, 1990:90). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang bermotivasiekstrinsik melakukan sesuatu kegiatan bukan karena ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan pujian, hadiah dan sebagainya.
C.
Hubungan
Motif – Motif dengan Minat.
Motif
merupakan suatu dorongan, hasrat, keinginan dan tenaga penggerak lainnya yang
bersal dari seseorang. Motif ini memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku
manusia . Dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering melakukan motif.
Misalnya sebagai siswa maka harus belajar dengan sungguh-sungguh. Sebenarnya
kegiatan ini mempunyai motif tersendiri. Dalam motif terdapat dua unsur pokok
yaitu dorongan dan tujuan. Sedangkan motivasi itu sendiri yaitu
merupakan sesuatu yang membangkitkan motif atau menggerakn seseorang untuk
berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan. Jadi motivasi
ini merupakan tindak lanjut dari sebuah motif. Seperti ysng di contohkan di
atas bahwa seorang siswa harus belajar dengan sungguh-sungguh. Ini merupakan
motif sedangkan motivasi dari motif ini yaitu mengapa sisiwa harus belajar
dengan sungguh-sungguh. Motif dan Motivasi mempunyai hubungan yang timbal
balik.
D.
Motivasi
yang Disadari dan Tidak Disadari.
Motivasi yang
disadari adalah dorongan untuk melakukan suatu tujuan atau perangsang. Sedangkan,
motivasi yang tidak disadari adalah tingkah laku atau perbuatan seseorang yang
tidak disadari atau tidak mengerti apa yang sebenarnya mendorong dia berbuat
demikian.
Freud
menunjukan bahawa kompleks-kompleks terdesak yang ada dalam ketidaksadaran
manusia merupakan motif-motif tidak sadar, yang dapat menimbulkan keliru
perbuatan, keliru tulisan, dan impian-impian. Kompleks terdesak itu, dapat
merupakan dorongan-dorongan fisiologis atau motif-motif sosial.
Adler
dan Kunkel menyatakan bahwa didalam tingkah laku atau perbuata-perbuatan
manusia dapat dibedakan adanya dua tujuan, yaitu :
1.
Tujuan
Semu => Jika tujuan atau motif yang hendak dicapai bukan tujuan yang menjadi
pangkal hidupnya yang sebenarnya. Tujuan semu iitu digunakan hanya untuk
menyembunyikan motif tidak sadar yang kurang baik.
2.
Tujuan
Sebenarnya => Jika tujuan atau motif yang hendak dicapai menjadi pangkal
hidupnya adalah yang sebenarnya.
E.
FUNGSI
DAN CIRI-CIRI MOTIVASI.
1.
Fungsi
Motivasi.
Fungsi Motivasi Dalam Belajar Motivasi sangat berperan dalam
belajar. Dengan motivasi inilah siswa menjadi tekun dalam proses belajar, dan
dengan motivasi itu pulalah kualitas hasil belajar siswa juga kemungkinannya
dapat diwujudkan. Siswa yang dalam proses belajar mempunyai motivasi yang kuat
dan jelas pasti akan tekun dan berhasil belajarnya.
Kepastian itu dimungkinkan oleh sebab adanya ketiga fungsi motivasi
sebagai berikut :
a.
Pendorong
orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.
b.
Penentu
arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
c.
Penseleksi
perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai motivasi senantiasa selektif
dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.
Menurut (Sabri,
1996) Motif itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak, motif itu
berfungsi sebagai penggerak atau sabagai motor yang memberikan energi
(kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas. Motif itu menentukan
arah perbuatan, yakni kearah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi
mencegah penyelewengan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah
penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin
jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh.
Berdasarkan arti dan fungsi motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
itu bukan hanya berfungsi sebagai penentu terjadinya suatu perbuatan tetapi
juga merupakan penentu hasil perbuatan. Motivasi akan mendorong untuk bekerja
atau melakukan sesuatu perbuatan dengan sungguh-sungguh (tekun) dan
selanjutnya akan menentukan pula hasil pekerjaannya.
2.
Ciri-ciri
Motivasi Dalam Belajar.
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang
tinggi. Ini dapat dikenali melalui proses belajar mengajar di kelas sebagaimana
dikemukakan Brown dalam Muzzamilah (2012) sebagai berikut :
a.
Tertarik
kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh
b.
Tertarik
pada mata pelajaran yang diajarkan
c.
Mempunyai
antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru
d.
Ingin
selalu bergabung dalam kelompok kelas
e.
Ingin
identitasnya diakui oleh orang lain
f.
Tindakan,
kebiasaan dan moralnya selalu dalam kontrol diri
g.
Selalu
mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali
h.
Selalu
terkontrol oleh lingkungannya.
F.
Motif
dan Motivasi.
Memang
pengertian motif dan motivasi keduanya sukar dibedakan secara
tegas. Motifmenunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri
seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu.
Sedangkan motivasi adalah “pendorongan”; suatu usaha yang disadari
untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk
bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Untuk
memperjelas pengertian motif dan motivasi, perhatikan pertanyaan-pertanyaan
berikut:
Motif apakah
yang menyebabkan Amran ( seorang mahasiswa) selalu belajar sampai larut malam?
Apakah
dengan memberikan hadiah dapat memotivasi anak untuk belajar lebih
baik lagi?
Menurut
Vroom, motivasi mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan
individu terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki.
Menurut
kebanyakan definisi, motivasi mengandung tiga komponen pokok,
yaitumenggerakkan, mengarahkan, danmenopang tingkah laku manusia.
Menggerakkan berarti
menimbulkan kekuatan pada individu; memimpin seseorang untuk bertindak dengan
cara tertentu.
Motivasi
juga mengarahkan atau menyalururkan tingkah laku.
Untuk
menjaga dan menopangtingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan (reinforce)
intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
G.
Tujuan
Motivasi
Secara
umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau
menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan
sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.[3]
Bagi
seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau memacu para
siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi
belajar sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan
ditetapkan di dalam kurikulum sekolah.[4]
H.
Teori
Motivasi
Terkait
dengan motivasi, banyak pakar yang telah mengemukakan teorinya berdasarkan
sudut pandangnya masing-masing. Teori – teori motivasi tersebut diantaranya
adalah teori yang dikembangkan oleh Maslow dikenal dengan hierarki
kebutuhan Maslow.
Maslow
(dalam Dimyati, 2009: 81) berpendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat
kebutuhan, yaitu:
(1)
kebutuhan fisiologis; seperti rasa lapar, haus, istirahat dan sex,
(2)
kebutuhan akan perasaan aman; tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga
mental,
psikologikal dan intelektual,
(3)
kebutuhan sosial,
(4)
kebutuhan akan penghargaan diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status
(5)
kebutuhan akan aktualisasi diri. dalam arti tersedianya kesempatan bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata. Hierarki di atas di dasarkan pada anggapan
bahwa pada waktu orang telah memuaskan satu tingkat kebutuhan tertentu, mereka
ingin bergeser ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi.
McClelland
(dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi
atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda,
sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Kebutuhan akan
prestasi tersebut sebagai :
(1)
keinginan untuk melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit,
(2)
menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau
ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin,
sesuai kondisi yang berlaku,
(3)
mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi,
(4)
mencapai performa puncak untuk diri sendiri,
(5)
mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain,
(6)
meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.
Teori X dan Y
oleh Douglas Mc Gregor
Inti dari teori
X dan Y yang dikemukakan oleh Gregor (dalam Sugianto, 2011) adalah:
1. Teori
“X” pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku negatif.
2. Teori
“Y” pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku positif.
Dalam
teori “X” menggunakan asumsi bahwa manusia itu mempunyai ciri bahwa para
pekerja (manusia) pada dasarnya tidak senang bekerja dan apabila mungkin akan
mengelak kerja. Karena para pekerja (manusia) tidak senang bekerja, mereka
harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan berbagai tindakan agar tujuan
organisasi tercapai.
Sebaliknya
menurut teori “Y” menggunakan asumsi bahwa manusia itu mempunyai cirri bahwa
pekerja (manusia) memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti
halnya beristirahat dan bermain. Sehingga para pekerja akan melakukan tugas
tanpa terlalu diarahkan dan akan berusaha mengendalikan diri sendiri.
I.
Faktor
– Faktor Motivasi.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Motivasi Dalam Belajar Menurut Dimyati dan Mudjiono, ada
beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa, diantaranya :
a.
Cita-cita
dan aspirasi siswa Di sini dapat dikatakan bahwa cita-cita akan memperkuat
motivasi belajar siswa. Misalnya cita-cita siswa untuk menjadi pemain bulu
tangkis akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar, ia
akan rajin berolah raga, melatih nafas, berlari, meloncat, disamping tekun
berlatih bulutangkis
b.
Kemampuan
siswa Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan
mencapainya. Contoh: seorang anak yang tidak biasa mengucapkan huruf ìrî di
beri latihan berulang kali sehingga mampu mengucapkan huruf ìrî, keberhasilan
atau kemampuan ini memuaskan dan menyenagkan hatinya, secara perlahan-lahan terjadilah
kegemaran membaca pada anak ini. Secara ringkas dapatlah dikatakan bahwa
kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangan.
c.
Kondisi
siswa Kindisi siswa yang meliputi kondisi-kondisi jasmani dan rohani
mempengaruhi motivasi belajar. Contoh: seorang siswa yang sedang sakit akan
mempengaruhi perhatian belajar, sebaliknya seorang siswa yang sehat akan mudah
memusatkan perhatian. Dengan kata lain, kondisi jasmani dan rohani siswa
berpengaruh pada motivasi belajar.
d.
Kondisi
lingkungan siswa Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat
tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota
masyarakat maka siswa terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana alam, tempat
tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang nakal, perkelahian antar siswa akan
menganggu kesunguhan belajar. Di dalam sumber tersebut tidak diuraikan tentang
sarana dan prasarana. Menurut hemat penulis, sarana dan prasarana itu termasuk
di dalam kondisi lingkungan siswa yang menjadi subyek pembahasan penulis pada
pembahasan makalah ini.
e.
Upaya
guru dalam membelajarkan siswa Guru adalah seorang pendidik professional. Ia
bergaul setiap hari dengan puluhan siswa. Interaksi efektif pergaulannya akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa siswa. Dengan kata-kata yang
arif seperti: suaramu membaca sangat merdu, maka pujian guru tersebut dapat
menimbulkan kegemaran membaca. Dari berbagai kajian teori tentang motivasi
belajar siswa, maka yang dimaksud dengan motivasi belajar siswa dalam
penelitian ini adalah dorongan atau kemauan yang muncul dalam diri siswa untuk
melakukan aktivitas belajarnya dengan giat sehingga mendapatkepuasan/ganjaran
diakhir kegiatan belajarnya dan agar kualitas hasil belajar siswa juga
memungkinkannya dapat diwujudkan serta tercapai tujuannya yaitu memiliki
prestasi tinggi di sekolah, memiliki pengetahuan, keterampilan maupun
pengalaman yang dapat dibanggakan.
J.
Saran
Bagi Pengembang Motivasi Pendidikan
Mengingat
betapa pentingnya peranan motivasi bagi setiap orang dalam kehidupan
sehari-hari dan khususnya bagi dunia pendidikan, berikut ini beberapa saran dan
petunjuk-petunjuk yang mungkin berguna bagi kita:
Untuk
mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak didik kita, di samping kita
harus menjauhkan saran-saran yang negatif yang dilarang oleh agama, yang
lebih penting lagi adalah membina pribadi anak didik agar dalam diri anak-anak
terbentuk adanya motif-motif yang mulia, luhur dan dapat diterima masyarakat.
Untuk itu, berbagai usaha dapat dilakukan. Kita dapat mengatur situasi-situasi
baik dalam lingkungan keluarga maupun di sekolah yang memungkinkan timbulnya
persaingan atau kompetisi yang sehat antar anak didik kita,
membangkitkan self-competitiondengan jalan menimbulkan perasaan puas
terhadap hasil-hasil dan prestasi yang telah mereka capai, betapa pun kecil
atau sedikitnya hasil yang telah dicapai itu. Membiasakan anak didik
mendiskusikan suatu pendapat atau cita-cita mereka masing-masing yang dapat
pula memperkuat motivasi yang baik pada diri mereka. Tunjukkan kepada mereka
dengan contoh-contoh kongkret sehari-hari dalam masyarakat bahwa dapat tercapai
atau tidaknya suatu maksud atau tujuan sangat bergantung pada motivasi apa yang
mendorongnya untuk mencapai maksud atau tujuan itu.
Pada
umumnya motivasi intrinsik lebih kuat dan lebih baik daripada motivasi
ekstrinsik. Oleh karena itu, bangunkanlah motivasi intrinsik pada anak-anak
didik kita. Agar anak didik mau belajar dan bekerja bukan karena takut
dimarahi, dihukum, mendapat angka merah, atau takut tidak lulus dalam ujian.
Akan tetapi ia akan aktif, bekerja sendiri tanpa suruhan atau paksaan orang
lain.
K.
Cara
Menumbuhkan Motifasi Belajar
Terdapat
beberapa cara untuk membangkitkan motivasi belajar pada diri individu siswa
dalam melakukan aktivitas belajarnya. Menurut Nasution (1982:81) cara
membangkitkan motivasi belajar antara lain:
a.
Memberi
Angka
Banyak
siswa belajar yang utama justru untuk mencapai angka yang baik, sehingga
biasanya yang dikejar itu adalah angka atau nilai. Oleh karena itu langkah yang
dapat ditempuh guru adalah bagaimana cara memberi angka-angka dapat dikaitkan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap pengetahuan.
b.
Memberi Hadiah
Hadiah
dapat membangkitkan motivasi belajar seseorang jika ia memiliki harapan untuk
memperolehnya, misalnya: seorang siswa tersebut mendapat beasiswa, maka
kemungkinan siswa tersebut akan giat melakukan kegiatan belajar, dengan kata
lain ia memiliki motivasi belajar agar dapat mempertahankan prestasi.
c.
Hasrat
Untuk Belajar
Hasil
belajar akan lebih baik apabila pada siswa tersebut ada hasrat atau tekad untuk
mempelajari sesuatu.
d.
Mengetahui
Hasil
Dengan
mengetahui hasil belajar yang selama ini dikerjakan, maka akan bisa menunjukan
motivasi siswa untuk belajar lebih giat, kerana hasil belajar merupakan feedback
(umpan balik) bagi siswa untuk mengetahui kemampuan dalam belajar.
e.
Memberikan
Pujian
Pujian
sebagai akibat dari pekerjaan yang diselesaikan denga baik, merupakan motivasi
yang baik pula.
f.
Menumbuhkan
Minat Belajar
Siswa
akan merasa senang dan aman dalam belajar apabila disertai dengan minat belajar
apabila disertai dengan minat belajar. Dan hai ini tak lepas dari minat siswa
itu dalam bidang studi yang ditempuhnya.
g.
Suasana
yang Menyenangkan
Siswa
akan merasa aman dan senag dalam belajar apabila disertai denga suasana yang
menyenangkan baik proses belajar maupun situasi yang dapat menumbuhkan motivasi
belajar.
L.
Konsep
Minat Belajar
a.
Pengertian
Minat Menurut Para Ahli
2.
Menurut
Crow dan Crow, minat adalah “Sebagai kekuatan pendorong yang menyebabkan
individu memberikan perhatian kepada seseorang, sesuatu atau kepada aktifitas
tertentu.
3.
Menurut
Bimo Walgito menyatakan bahwa minat yaitu “Suatu keadaan dimana seseorang
mempunyai perhatian terhadap sesuatu dan disertai dengan keinginan untuk
mengetahui dan mempelajari maupun membutuhkan lebih lanjut”.[6]
Dari
pengertian diatas, minat dapat disimpulkan adalah merupakan perasaan
senang dan tertarik pada suatu obyek, dan kesenangan itu lalu cenderung untuk
memperhatikan dan akhirnya aktif berkecimpung dalam obyek tersebut. Seseorang
yang berminat terhadap suatu aktifitas akan memperhatikannya secara konsisten
dengan rasa senang.
b.
Pengertian
Belajar Menurut Para Ahli
1.
Menurut
Morgan, sebagaimana dikutip oleh Wgalim Purwanto, dalam buku Introduction to psychology,
mengemukakan : “Belajar adalah perubahan yang relative menetap dalam tingkah
laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan dan pengalaman”. [7]
2.
Menurut
Witherington, sebagaimana dikutip oleh Chariyah Hasan dalamEducational
Psychologymengemukakan : "Belajar adalah Suatu perubahan di dalam
kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang
berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”. [8]
3.
Menurut
Cronbach, sebagaimana dikutip oleh Sumardi Surya Brata, yaitu: “Learning is
shown by a change in behavior as are surf or experience”5 Artinya: yang sebaik-baiknya adalah
dengan mengalami, dan dalam mengalami itu si Pelajar menggunakan panca
inderanya.[9]
Berdasarkan
berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan
tingkah laku yang disebut sebagai hasil dari suatu proses belajar dari
interaksi dengan lingkungan yang tertentu, ketrampilan, sikap dan konsep.
c.
Pengertian
Minat Belajar
Secara singkat yang dimaksud dengan minat belajar adalah
kecenderungan dan perhatian dalam belajar. Dalam pengertian lain minat belajar
adalah : Kecenderungan perhatian dan kesenangan dalam beraktivitas, yang
meliputi jiwa dan raga untuk menuju perkembangan manusia seutuhnya, yang
menyangkut cipta, rasa, karsa, kognitif, afektif dan psikomotor lahir batin.[10]
M.
Faktor
yang Mempengaruhi Minat Belajar.
a.
Faktor
Internal
1.
Fungsi
Kebutuhan-kebutuhan.
Minat dari seorang anak adalah petunjuk langsung dari kebutuhan
anak tersebut. Seorang anak yang membutuhkan penghargaan status, misalnya ia
akan mengembangkan minatnya pada semua aktivitas dimanapun ia sebagai upaya
untuk memuaskan kebutuhan itu.[11]
2.
Keinginan
dan cita-cita.
Pada umumnya keinginan dan cita-cita anak itu didasarkan pada tiga
kebutuhan, yaitu :
a. Kebutuhan
akan perasaan aman
b. Kebutuhan
akan memperoleh “Status”
c. Kebutuhan
akan memperoleh penghargaan
3.
Bakat.
Seorang anak yang memiliki bakat pada suatu ketrampilan akan
cenderung menekuninya dengan perhatian yang besar, sehingga akan terus berminta
untuk aktif berkecimpung didalamnya.
b.
Faktor
Eksternal
1.
Kebudayaan
Seringkali
keinginan atau hal-hal yang tidak diinginkan oleh anak-anak adalah hasil dari
tekanan kebudayaan. Dan sifat egosentrik menunjukkan bahwa minat adalah
usaha-usaha anak untuk melakukan sesuatu yang membawa sukses.
2.
Faktor
Pengalaman
Pengalaman
yang telah dirasakan seorang anak akan membentuk minat anak. Seorang anak
memiliki minat membaca dan ia memiliki kesempatan itu, maka ia akan terus
berminat ke arah itu, sebaliknya seorang yang tidak memiliki kesempatan untuk
mengembangkan minat itu, maka potensinya akan terbuang.
3.
Faktor Keluarga
Sebagaimana
Jalahudin menyatakan bahwa : keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan
pendidikan yang pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua
(Bapak & Ibu) adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya
karena secara kodrat, Bapak dan Ibu diberikan anugerah oleh Tuhan pencipta
berupa naluri orang tua.
Kebiasaan
dan kesenangan anak tentunya tidak akan lepas dari kebiasaan orang tua atau
keluarga. Bahkan heredity dari orang tua selalu dibawanya sehingga
anak selalu berusaha untuk meniru, mengidentifikasi dari kebiasaan yang
dilakukan oleh orang tua dan keluarganya. Apabila keluarganya termasuk orang
yang aktif, serta rajin membaca, tentu anak akan demikian, begitu juga
sebaliknya.
Dalam
hal ini Gilbert Highest (1961) berpendapat sebagaimana dikutip Jalahudin bahwa
“Kebiasaan yang dimiliki anak sebagaian besar terbentuk oleh pendidikan
keluarga, sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan kembali tidur, anak-anak
menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga.
4.
Faktor
Sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar